I. Abjad
Urutan abjad untuk menggolongkan huruf kata-kepala disusun sebagai berikut : a b c
deghijklmnop rstuwy
1. Fonem /è/ dan /é/ masuk dalam e, sedangkan fonem /ng/ dan /ny/ masuk dalam n
2. /f, kh, q, v, x, z/ tidak ada dalam tata-fonem bahasa Melayu Jakarta. Fonem-fonem
tersebut yang berasal dari bahasa asing, biasanya diubah menjadi sebagai berikut :
f→p v→p
kh → h x→s
q→k z → j atau s
1. Pendahuluan
1.1. Orang Jakarta
Orang Jakarta asli menyebut dirinya orang Betawi atau orang Melayu Betawi atau
orang Selam (baru setelah kemerdekaan tercapai, nama mereka lebih dikenal dengan
sebutan orang Jakarta). Bahasa yang digunakan disebutnya bahasa Melayu atau bahasa
Melayu Betawi (juga baru setelah kemerdekaan, namanya lebih dikenal dengan sebutan
bahasa Jakarta). Adapun bahasa yang digunakan di pinggir Jakarta, di daerah yang
berbatasan dengan bahasa Sunda, disebutnya dengan nama bahasa Betawi Ora'.
Tentang bahasa Melayu (bahasa Indonesia) yang digunakan dan diajarkan di sekolah-
sekolah, disebutnya dengan nama bahasa Melayu Tinggi. Disebut demikian karena bahasa
itu tidak dipakai dalam percakapan sehari-hari oleh kalangan masyarakat biasa, tapi hanya
dipakai oleh kalangan terpelajar dan orang-orang terpandang atau untuk pembicaraan yang
sifatnya resmi. Jika orang Jakarta diajak berbicara oleh orang yang bukan Jakarta atau
pembicaraan yang sifatnya formal, misalnya berbicara dengan dokter, lurah, polisi atau
dalam upacara peminangan dan pernikahan, maka dia akan berusaha memakai bahasa
“Melayu Tinggi”-nya, walaupun seringkali hal itu tidak mudah baginya.
Bahasa Melayu Jakarta tidak jauh bedanya dengan bahasa Indonesia. Anak Jakarta
totok dapat mengerti dengan baik pembicaraan seseorang dari daerah lain dalam bahasa
Indonesia. Sebaliknya, seseorang dari daerah lain yang baru datang di Jakarta, agak sukar
menangkap pembicaraan seorang anak Jakarta totok. Ini terjadi bukanlah karena sebab-
sebab yang besar, melainkan hanya karena perbedaan ucapan. Dalam bahasa Melayu
Jakarta semua bunyi /a/ atau /ah/ pada akhir kata diucapkan menjadi /è/. Fonem /a/ pada
suku akhir tertutup banyak pula yang menjadi /e/, misalnya : malam → malem, padat →
padet, atap → atep, kerap → kerep; sedangkan alam, malang, nakal dan pasar tetap alam,
malang, nakal dan pasar.
Selain orang Jakarta asli di Jakarta menumpuk pula sejak dulu orang-orang dari
berbagai daerah maupun orang asing (terutana keturunan Arab dan keturunan Tionghoa).
Penduduk bukan asli ini juga banyak yang sudah tidak tahu lagi bahasa leluhurnya, lalu
mereka menggunakan bahasa Melayu Jakarta. Tetapi dalam hal ini perlu dicatat :
1. Penduduk pendatang itu banyak yang berbicara atau berbahasa Melayu Jakarta dengan
logat mereka sendiri. Maka, akan kita dengar ucapan seperti, “hayya ngai mau ke
Manggalai dulu, nanti putel-putel balu balik ke pasal balu” atau ucapan “ana mau fergi
ke Manggarai dulu, lalu futar-futar dulu, baru balik ke fasar baru”.
2. Bahasa Melayu Jakarta yang dipakai oleh kalangan masyarakat keturunan Tionghoa
akan banyak bercampur dengan kata-kata dari perbendaharaan Tionghoa, misalnya
cingcai, ngai, owéh, engkoh, gotun, encim, bè’sai dan sebagainya. Sebaliknya
kelompok masyarakat keturunan Arab akan banyak memasukkan kata-kata dari Arab,
misalnya walid, jiddi, jiddah, ummi, na’am, labaik dan sebagainya.
3. Banyak orang Jakarta asli yang secara tidak sadar (karena sudah terbiasa) akan ikut-
ikutan menggunakan kata-kata yang khas Tionghoa bila berbicara di kalangan
keturunan Tionghoa. Sebaliknya dalam pembicaraan di kalangan masyarakat
keturunan Arab, dia akan menggunakan kata-kata yang khas bahasa Arab.
1.3. Lokasi
Orang Jakarta atau orang yang menggunakan bahasa Melayu Jakarta mendiami
wilayah dari perbatasan Cikarang dengan Tambun di sebelah timur, sampai ke Tangerang
di sebalah barat; dari tepi laut di sebelah utara, sampai ke perbatasan Depok di sebelah
selatan. Jadi, wilayah yang didiami lebih luas dari wilayah Pemerintahan Daerah Khusus
Ibukota Jakarta Raya saat ini.
Kepulauan Seribu termasuk juga wilayah Pemerintahan Daerah Khusus Ibukota
Jakarta Raya. Wilayah kepulauan ini luas sekali dan terdiri dari banyak pulau besar dan
pulau kecil. Di beberapa pulau digunakan bahasa Melayu juga, tetapi pada pulau-pulau
lain digunakan bahasa lain, yang merupakan bahasa campuran dari bahasa Melayu, Jawa,
Bugis dan sebagainya.
bodoh bodo/boodoo/bodo/boodoo/bodo/boodoo/bodo’/
soto soto/sootoo/soto/sootoo/soto/sootoo/soto’
Pemakaian logat yang satu tidak akan mengalami kesulitan untuk berbicara
dengan pemakai logat lainnya. Pembicaraan akan dapat berlangsung dengan baik,
walaupun orang-orang yang terlibat dalam pembicaraan itu masing-masing
menggunakan bahasa menurut logatnya masing-masing. Memang akibat perbedaan
logat ini ada juga menyebabkan kesalahpahaman, misalnya kata Indonesia “tapai,
tape”, diucapkan oleh orang Kebayoran Lama “tape”, padahal tapè’ menurut logat
Karet berarti ‘bertapa’ atau ‘samadi’. Kata “nggadè’” dari logat Kebayoran berarti
‘menggadaikan’, tetapi menurut logat Karet adalah ‘tidak ada’. Akan tetapi, jumlah
kata yang berbeda seperti ini tidak banyak jumlahnya.
Masyarakat Jakarta sendiri tidak mempunyai anggapan bahwa subdialek
(logat) yang satu lebih baik daripada subdialek yang lainnya.
2. Fonologi
Fonem yang ada dalam bahasa Melayu Jakarta adalah seperti tertera di bawah ini.
Untuk menuliskannya dipakai atau dilambangkan dengan huruf-huruf seperti tertera di
sebelahnya.
2.1. Fonem Vokal /i/, /e/, /é/, /è/, /a/, /o/, /oo/, dan /u/
Fone Posisi
Huruf
m awal tengah belakang
i i item ‘hitam’ pili ‘pilih’ puti ‘putih’
e e elek ‘segan’ cepet ‘çepat’
é é énte ‘kamu’ sébé ‘ayah’ gulé ‘gulai’
è è ènak pèndek gulè ‘gula’
a a anak sakit
o o otak lobangbodo ‘bodoh’
oe o oendè busuk keroe ‘ranjang’
u u usir bunu ‘bunuh’
1) Uraian tentang fonologi bertumpu pada subdialek Mester; bukan karena subdialek itu
dianggap standar, tapi hanya untuk mudahnya saja dan pula banyak tulisan dalam
berbagai surat kabar dalam bahasa Jakarta yang menggunakan subdialek itu. Jika
ingin mengetahui ucapan subdialek lain, lihat 1.3.
Fone Posisi
Huruf
m awal tengah belakang
b b baru abè áyah’ urab
p p paru apè ‘apa’ kurap
m m malu amè ‘dengan’ alim
d d dalu ‘ranum’ adè ‘ada’ kesed ‘kesat’
t t tulak ‘tolak’ ati ‘hati’ kesèt ‘robek’
n n nasi manis asin
j j jari ajar -
c c cari acar -
ny ny nyanyi kunyit -
g g garuk degil ‘tegar’ sigug ‘çanggung’
k k karuk dekil ‘kotor’ belok
ng ng nganga angin bingung
‘ ‘ pu’un ‘pohon’ belo’ ‘besar mata’
h h hajar ‘pukul’ tahan tuh ítulah’
w w wangi awan -
y y yatim ayun -
l l laèn ‘lain’ alus ‘halus’ bodol ‘warisan’
r r ruti ‘roti’ ari ‘hari’ bodor ‘lawak’
s s sakit usir ucus ‘usus’
tetapi merag ‘tidak melukut’ tidak sama dengan merak ‘nama burung’, dedek
‘dedak’
tidak sama dengan dedeg ‘bidang’.
2.3. Diftong
Fone Posisi
Huruf
m awal tengah belakang
oy oi - - lètoi ‘lemah’
ay ai - - kucai
aw au - - ampau ámplop’
ey ei eit - hei ‘hai
Frekuensi penggunaan diftong sedikit sekali, sebab pada umumnya /aw/ dalam
dialek Melayu yang lain (bahasa Indonesia) akan menjadi /o/, sedangkan /ay/ akan
menjadi /è/ atau /é’/, misalnya :
pulau → pulo rantai → ranté
kalau → kalo ramai → ramè
silau → silo pegawai → pegawé
2.4. Morfofonemik
Peristiwa morfofonemis terjadi bila kata dasar diberi imbuhan (awalan atau
akhiran), misalnya :
1. Hilangnya fonem awal kata dasar yang mulai dengan /p, t, k, s, c/ bila diberi
awalan Nasal /N/ dan kedudukannya diganti oleh imbuhan Nasal itu, seperti :
N + pelotot → melotot
N + tulak → nulak
N + kumpul → ngumpul
N + samber → nyamber
N + comot → nyomot
2. Berubahnya bunyi /è/ menjadi /a/ pada suku akhir terbuka, bila diberi akhiran -an
atau -in, umpamanya :
lupè + an → (ke)lupaan ‘terlupakan’
lupè + in → lupain ‘lupakan’
lame + an → lamaan ‘lebih lama’
lame + in → lamain ‘lamakan’
3. Timbulnya semi vocal /y/ bila kata dasar bersuku akhir terbuka berbunyi /i/
atau /é/, diberi akhiran -an, misalnya :
puti + an → puti(y)an ‘lebih putih’
pili + an → pili(y)an ‘yang dipilih’
gedé + an → gedé(y)an ‘lebih besar’
sue + an → sue(y)an ‘sialan’
3. Morfologi
Namun ada beberapa kata yang berfungsi sebagai kata-bantu bilangan, antara
lain : sepotong (bambu, kayu, surat), setumpuk (batu, pakaian), sepetak (sawah),
sepintu (rumah), sekarung (beras, gula) dan sebagainya. Kata bantu bilangan itu
tempatnya di belakang kata yang disebutkan.
4. Kata Partikel
Banyak kata yang berfungsi sebagai partikel, antara lain :
a. Partikel penghalus, seperti : dong, kèk, dan sebagainya.
Lu dong nyang bawè tu barang, ‘Kaulah yang membawa barang itu’
Bawè apè kèk kalo ngeliatin orang sakit, ‘Bawa apalah kalau menjenguk
orang sakit’
b. Partikel penegas, seperti : sih, tuh, noh dan sebagainya.
Siapè sih nyang lu cari?, ‘Siapakah yang kau cari?’
Tuh diè orangnyè nyang lu cari!, ‘Itu dia orang yang kau cari!’
Noh diè babe lagi bacè koran, ‘Itu ayah sedang membaca koran’
3.4. Imbuhan
3.4.1. Awalan Nasal (N), awalan me-, awalan di-, awalan ke-, awalan te-, awalan
be-, awalan se-, awalan pe-/per;
3.4.2. Akhiran -an dan akhiran -in;
3.4.3. Sisipan -el-, -em-, -er-.
Uraian lebih lanjut lihat 3.6
3.5. Reduplikasi
3.5.1. Reduplikasi sempurna. Maksudnya seluruh kata-kata dasar itu diulang, seperti
dari kata besar menjadi besar-besar, dari kata bandel menjadi bandel-bandel
dan sebagainya.
3.5.2. Reduplikasi berimbuhan. Maksudnya kata dasar itu selain diulang, taoi juga
diberi imbuhan (awalan, akhiran, atau awalan dan akhiran sekaligus). Contohnya
dari kata kecil menjadi kecil-kecilan atau ngecil-ngecilin, juga dari kata liat
menjadi ngeliat-liat, liat-liatin atau ngeliat-liatin dan sebagainya.
3.5.3. Reduplikasi sebagian. Maksudnya yang diulang tidak seluruh kata dasar,
melainkan hanya suku depannya saja. Contohnya dari kata laki menjadi lelaki,
dari kata tangga menjadi tetangga, dari kata paru menjadi peparu, dari kata
lakon menjadi lelakon dan sebagainya.
3.5.4. Reduplikasi berubah bunyi. Maksudnya kata dasar itu diulang, tapi vokalnya
diubah atau konsonannya diubah. Contohnya dari kata balik menjadi bolak-
balik, dari kata keletak menjadi keletak-keletèk atau keletak-keletuk. Termasuk di
sini sejumlah kata ulang yang sukar diterangkan kata dasarnya lagi, misalnya
pelangak-pelongok, delag-delog, peleat-peleot, randa-rondo dan sebagainya.
3.5.5. Reduplikasi dari kata turunan. Maksudnya sebuah kata dasar setelah dibentuk
(biasanya hanya yang dengan awalan nasal) lalu diulang. Contohnya :
potong → motong → motong-motong
delik → ndelik → ndelik-ndelik
liat → ngeliatin → ngeliatin-ngeliatin
Kata dasar yang mulai dengan /c/ dapat berimbuhan dengan ny- (c-nya luluh), dapat
juga dengan n- (c-nya tidak luluh). Bedanya tidak ada; hanya dengan n- terasa lebih aktif
daripada dengan ny-.
Jadi cari → nyari atau ncari; cium → nyium atau ncium.
/nge-/ rampas → ngerampas lawan → ngelawan
rebut ngerebut liat ngeliat
raup ngeraup lirik ngelirik
waris ngewaris yakin ngeyakinin
wasiat ngewasiat
tik ngetik
pèl ngepèl
dot ngedot
Kata dasar yang mulai dengan konsonan /b, d, j, g/ dapat berawalan nge-, tapi dapat
pula berawalan nasal yang lain, tanpa ada perbedaan arti maupun fungsi, sedangkan kata
yang dimulai dengan konsonan tak bersuara /s, k, p, t/ tak dapat diberi awalan nge-.
Kata dasar yang sudah dimulai dengan konsonan nasal /m, n, ng dan ny/ tidak diberi
imbuhan nasal lagi. Kata itu sendiri sudah dapat berdiri sebagai kata kerja aktif. Arti dan
fungsi awalan nasal dalam bentuk N + KD sama dengan awalan me- dalam bentuk me +
KD dalam bahasa Indonesia yaitu :
a. Jika kata dasarnya kata kerja, maka fungsinya menjadikan kata kerja tersebut menjadi
aktif-transitif, misal :
Diè nyang ndorong tu mubil, ‘Dia yang mendorong mubil itu”
Ayè nggampar tu maling, abis ayè gemes bener, ‘Saya memukul pencuri itu sebab
saya geram sekali’
Kalo ngepèl ubin nyang bersi, ‘Kalau mengepel ubin haruslah sampai bersih’
b. Jika kata dasarnya kata benda, maka fungsinya mentransposisikan kata bend aitu
menjadi kata kerja dan artinya antara lain :
(b1) Melakukan kerja dengan alat yang disebut kata dasar.
- Babè lagi macul di kebon, ‘Ayah sedang mencangkul di kebun’
- Diè lagi ngarit di sawè, ‘Dia sedang menyabit di sawah’
(b2) Membuat yang disebut kata dasar, misalnya :
- Ni ari emak nggè nyambel, ‘Hari ini ibu tidak membuat sambal’
- Mpok guè lagi nyayur kacang, ‘Kakak saya sedang membuat sayur kacang’
(b3) Memakan, meminum atau mengisap, yang disebut kata dasar, misalnya :
- Ayè belon ngupi dari pagi, ‘Saya belum minum kopi dari pagi’
- Tu anak masi kecil udè ngerokok, ‘Anak itu walaupun masih kecil tetapi
sudah menghisap rokok’
(b4) Bekerja dengan memakai bahan yang disebut kata dasar, misalnya :
- Mao lebaran orang padè ngapur, ‘Menjelang lebaran orang-orang mengapur
(rumahnya)’
- Abang guè lagi nyemir sepatunyè, ‘Kakakku sedang menyemir sepatunya’
c. Jika kata dasarnya kata keadaan, maka artinya menjadi, misalnya :
- Bisulnyè udè mecè, ‘Bisulnya sudah menjadi pecah’
- Tu api makin lame makin ngecil, ‘Api itu lama-kelamaan menjadi kecil’
(4) Bentuk N + KD + in
Bentuk ini sejajar dengan bentuk me + KD + kan atau me + KD + I dalam bahasa
Indonesia. Bentuk ini mempunyai arti, antara lain :
a. Membuat jadi satu atau menjadikan, misalnya :
- Tu orang nakutin guè, ‘Orang itu membuat saya jadi takut!’
- Siapè nyang bisè njinekin macan?, ‘Siapa yang dapat menjinakkan harimau?’
- Ayè mao nyatuin, tapi diè padè nggè mao, ‘Saya ingin mendamaikan, tapi
mereka tidak mau’
- Lu jangan menangin orang yang sale! ‘Kau jangan memenangkan orang yang
salah!’
b. Melakukan kerja untuk orang lain, misalnya :
- Diè mbawain guè ikan ayam
- Mamit mbeliin babenye rambutan seiket
- Emak mbukain pintu bakal babe
c. Membawa, misalnya :
- Tu kucing ngelariin ikan guè
- Tu pulisi nyeberangin tu nènèk-nènèk
d. Melakukan kerja yang disebut kata dasar, misalnya :
- Kalo sendirian ngelayanin, jadi rèpot
- Ayè mao mbantuin babe ngapur rumè
- Diè lagi ndiriin rumè di Bekasi