Anda di halaman 1dari 8

DAMPAK RUMAH TANGGA DISFUNGSIONAL TERHADAP NILAI AKADEMIK

SISWA SMK 4 MUHAMMADIYAH LAMONGAN

Ihsan Hadi, Kusumaningtiyas, Nalal Faiqoh, Zeppyca Almayda, Fathurrahman

adiputra2623@gmail.com, kusumatiyas23@gmail.com,nalalf14@gmail.com,
zeppyca03@gmail.com, fath@unisla.ac.id

Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Islam Lamongan

ABSTRAK

Penelitian ini bertujuan untuk mengeksplorasi pengaruh latar belakang keluarga terhadap
minat belajar siswa di SMK 4 Muhammadiyah Lamongan. Metode yang digunakan adalah
pendekatan kuantitatif dengan model deskriptif data. Pengumpulan data dilakukan melalui analisis
nilai rapor siswa/dokumentasi dan wawancara dengan informan yang berasal dari anak-anak yang
mengalami disfungsi keluarga. Penelitian ini melibatkan 6 informan, terdiri dari 3 siswa dari latar
belakang broken home dan 3 lainnya dari latar belakang keluarga yang tidak mengalami masalah
serupa. Hasil penelitian menunjukkan bahwa siswa dari latar belakang broken home memiliki
dampak yang signifikan terhadap aspek-aspek akademik. Mereka cenderung menunjukkan
kurangnya motivasi belajar, penurunan nilai rapor, kesulitan dalam pengaturan diri, serta
kecenderungan untuk acuh terhadap masa depan mereka. Temuan ini menyoroti betapa pengalaman
disfungsi keluarga dapat berpengaruh pada perkembangan akademik dan mental siswa di
lingkungan pendidikan menengah kejuruan.

Kata kunci: Keluarga disfungsional, nilai akademik, motivasi belajar

PENDAHULUAN

Keluarga memegang peranan sentral dalam kehidupan setiap individu. Mereka adalah
fondasi yang membentuk impian untuk kebahagiaan, kedamaian, dan keharmonisan. Namun,
keberadaan keluarga tak sekadar tentang penerimaan cinta, melainkan juga kesiapan mental, fisik,
keuangan, serta pengetahuan tentang pola asuh. Keluarga menjadi tempat yang memberikan
perlindungan, keamanan, kasih sayang, dan pemanasan, serta menjadi landasan utama dalam
pendidikan anak-anak.

Pendidikan tidak hanya berlangsung di sekolah, tapi juga di rumah dan dalam lingkungan
keluarga, menjadikan keluarga sebagai pilar penting dalam proses pendidikan. Keluarga bukan
hanya sekadar entitas yang memberikan cinta, tetapi juga membawa tanggung jawab besar dalam
perkembangan anak-anak. Mereka menjadi sumber pendidikan yang tak kalah pentingnya
dibandingkan dengan lembaga pendidikan formal. Keterlibatan dan dukungan keluarga dalam
membentuk karakter, nilai, serta keterampilan anak sangatlah krusial. Dari situlah, keluarga tak
hanya berperan sebagai tempat berteduh, tetapi juga sebagai lembaga pendidikan pertama yang
memberikan fondasi kuat bagi perkembangan generasi mendatang.
Dalam kesimpulannya, keluarga memiliki peran yang tak tergantikan dalam membentuk
individu. Mereka bukan hanya penyedia kasih sayang dan keamanan, melainkan juga menjadi
lembaga pendidikan yang pertama dan penting bagi anak-anak. Melalui peran mereka, keluarga
turut berkontribusi dalam membentuk karakter, nilai, dan keterampilan yang diperlukan anak-anak
untuk menghadapi dunia.

Efektivitas proses pembelajaran sangat ditentukan oleh aspek emosional peserta didik serta
penghargaan yang diberikan dalam konteks pembelajaran. Faktor-faktor pribadi yang mencakup
harga diri, hambatan diri, kecemasan, motivasi, pengambilan risiko, dan empati memiliki peran
penting dalam kemampuan siswa dalam menguasai materi pembelajaran. Keluarga memainkan
peran krusial dalam kondisi personal seseorang, termasuk dalam motivasi belajar siswa.
Ketidakpedulian, kurangnya dukungan, dan kasih sayang dari orang tua dapat berdampak negatif
terhadap nilai dan semangat belajar siswa. Tidak lengkapnya dukungan keluarga dapat
mempengaruhi berbagai aspek kecerdasan siswa seperti berbahasa, berpikir logis, berimajinasi, dan
pengelolaan emosi, serta penghargaan terhadap prestasi mereka. Oleh karena itu, siswa yang tidak
mendapat dukungan penuh dari keluarga perlu dibimbing untuk meningkatkan motivasi belajar,
mengembangkan apresiasi terhadap diri sendiri, mengekspresikan perasaan, dan memperoleh
keberanian dalam pengambilan keputusan, sebagai upaya untuk mencegah perilaku yang melanggar
norma.

Dalam rangka mencegah dampak negatif yang mungkin timbul akibat ketidaklengkapkan
dukungan dari keluarga, penting bagi siswa yang berada dalam situasi tersebut untuk diberikan
arahan dan bimbingan. Hal ini bertujuan untuk meningkatkan motivasi belajar mereka, memperkuat
penghargaan terhadap diri sendiri, membantu mereka dalam pengungkapan emosi, serta
memberikan keberanian dalam mengambil keputusan, sehingga siswa dapat tetap terhubung dengan
norma yang berlaku.

Fenomena kasus perceraian seringkali menjadi sumber masalah bagi remaja, terutama
terkait dengan masalah ekonomi dan ketidakcocokan di antara pasangan. Hal ini memberikan
dampak besar terhadap motivasi belajar anak-anak. Peran orang tua memiliki peran yang signifikan
dalam perkembangan anak, namun terkadang keberadaan dan pengaruhnya tidak terasa dengan jelas
bagi sebagian remaja. Ketidakharmonisan dalam keluarga sering menjadi pemicu konflik yang
memengaruhi siswa secara langsung, membuat mereka merasa terancam dan menghambat proses
belajar mereka. Anak-anak yang dibesarkan dalam keluarga harmonis umumnya memiliki
pengalaman dan perkembangan yang berbeda dengan mereka yang berasal dari keluarga yang tidak
harmonis. Perselisihan yang terjadi, trauma baik secara fisik maupun psikis, berpotensi besar
memengaruhi tumbuh kembang anak. Dampak dari masalah keluarga seperti perselisihan tersebut
dapat mendorong perilaku yang melanggar norma seperti penggunaan rokok, minuman beralkohol,
pergaulan bebas, dan tindakan melarikan diri dari rumah.

Keluarga disfungsional bisa memiliki dampak besar pada perkembangan akademik dan
mental seorang siswa. Pertama, dalam konteks ini, lingkungan rumah yang tidak stabil, seringnya
konflik, dan kurangnya dukungan emosional dapat mengganggu fokus siswa pada pendidikan.
Anak-anak dari keluarga yang disfungsional sering kali merasakan stres, kecemasan, atau bahkan
depresi, yang secara langsung memengaruhi konsentrasi dan kemampuan belajar mereka di sekolah.
Kedua, pola asuh yang tidak konsisten atau adanya perubahan-perubahan dalam dinamika keluarga
bisa mengganggu rutinitas belajar siswa. Misalnya, situasi di rumah yang tidak stabil bisa membuat
siswa kesulitan untuk memprioritaskan waktu belajar, memiliki tanggung jawab yang jelas terhadap
tugas-tugas sekolah, atau bahkan kesempatan untuk berpartisipasi dalam aktivitas ekstrakurikuler
yang mendukung perkembangan mereka. Ketiga, pengalaman konflik atau trauma dalam keluarga
bisa menciptakan beban emosional yang berlebihan bagi siswa, yang dapat menghambat
kemampuan mereka dalam menangani tekanan di lingkungan sekolah. Hal ini juga bisa
mempengaruhi keterampilan sosial dan kemampuan siswa untuk berinteraksi secara sehat dengan
teman sebaya, mengganggu proses belajar mereka, dan memengaruhi kesehatan mental secara
keseluruhan.

Siswa yang berasal dari keluarga disfungsional sering kali menghadapi tantangan besar
dalam hal motivasi. Kurangnya dukungan emosional dan mental dari lingkungan rumah dapat
menghambat rasa percaya diri dan minat mereka terhadap pendidikan. Tanpa dukungan yang
memadai, siswa mungkin merasa kurang dihargai atau takut untuk mencoba hal-hal baru di
lingkungan sekolah. Kondisi rumah yang penuh konflik atau tekanan juga dapat membuat siswa
merasa lelah secara emosional. Hal ini bisa mengakibatkan mereka kehilangan minat terhadap
pelajaran atau kegiatan di sekolah. Kesulitan menyesuaikan diri dengan kondisi yang sulit di rumah
juga dapat menguras energi dan semangat belajar siswa. Kurangnya dorongan untuk belajar dari
lingkungan keluarga yang tidak stabil bisa mereduksi motivasi siswa. Jika tidak ada contoh positif
atau dukungan untuk belajar di rumah, siswa mungkin kesulitan menemukan alasan kuat untuk
berinvestasi dalam pendidikan mereka. Ini semua dapat menyebabkan kurangnya motivasi intrinsik
untuk meraih prestasi akademik atau berpartisipasi aktif dalam proses belajar di sekolah.

Siswa dari keluarga disfungsional sering mengalami penurunan nilai rapor sebagai hasil dari
berbagai tekanan di rumah yang memengaruhi fokus dan konsentrasi mereka. Konflik berulang atau
kurangnya stabilitas emosional di lingkungan rumah dapat menyebabkan siswa sulit memusatkan
perhatian pada tugas sekolah. Penurunan nilai rapor bisa menjadi cerminan dari kesulitan dalam
memprioritaskan waktu dan energi untuk belajar. Siswa-siswa ini juga sering menghadapi kesulitan
dalam pengaturan diri. Kurangnya struktur dan konsistensi di rumah dapat menghambat
kemampuan mereka dalam mengatur waktu, mengatur tugas, atau bahkan menjaga kesehatan fisik
dan mental. Hal ini dapat berdampak langsung pada kinerja akademik mereka serta pada
kemampuan untuk merencanakan masa depan mereka dengan baik. Sikap acuh pada masa depan
sering muncul karena siswa mungkin merasa terjebak dalam situasi keluarga yang sulit dan merasa
tidak yakin tentang potensi atau kesempatan mereka di masa yang akan datang. Kurangnya
dukungan, dorongan, atau keteladanan dari lingkungan rumah bisa membuat siswa kehilangan
motivasi untuk memperjuangkan tujuan jangka panjang. Mereka mungkin kehilangan pandangan
akan harapan masa depan yang lebih baik dan merasa terbatas dalam hal peluang yang tersedia.

Sebagai pendidik, penting untuk berani menghadapi masalah yang timbul dari lingkungan
keluarga siswa. Upaya komunikasi yang terbuka dan berkelanjutan perlu dilakukan untuk mencegah
siswa menutup diri, terjerumus ke dalam pergaulan yang negatif, atau terlibat dalam perilaku
kriminal. Meskipun anak dari keluarga broken home bisa memiliki kepribadian yang kuat, mandiri,
dan sabar, tetapi upaya preventif dan pembimbingan tetaplah penting untuk membantu mereka
menghadapi dampak emosional dan perilaku yang mungkin timbul.

METODE
Penulisan artikel ini berdasarkan dari hasil penelitian. Penelitian yang dilakukan oleh
penulis menggunakan pendekatan kualitatif dengan metode deskriptif. Objek penelitian yang
diamati merupakan siswa dan guru wali kelas. Menurut (Meleong, 1989) penelitian kualitatif
dengan metode deskriptif yaitu, “Penelitian kualitatif sebagai penelitian yang bermaksud untuk
memahami fenomena tentang apa yang dialami oleh subjek penelitian misalnya prilaku, persepsi,
motivasi, tindakan dll, secara holistik, dan dengan cara deskritif”. Maka bentuk penelitian yang
sesuai data dan relevan, dimana penelitian ini bertujuan untuk memperoleh fakta-fakta yang ada
tentang “Dampak Rumah Tangga Disfungsional Terhadap Nilai Akademik Siswa SMK
Muhammadiyah 4 Lamongan”. Dengan demikian, penelitian kualitatif tidak hanya sebagai upaya
mendeskripsikan data tetapi deskripsi tersebut hasil dari pengumpulan data di persyaratkan
kualitatif yaitu wawancara mendalam, studi kasus dan dokumentasi. Penelitian ini dilakukan di
sekolah SMK Muhammadiyah 4 Lamongan. Jl. K.H Ahmad Dahlan No.39 Lamongan. Dari SMK 4
Muhammadiyah Lamongan, diperoleh jumlah siswa 3 objek siswa yang berasal dari latar belakang
siswa yang keluarganya disfungsiaonal seperti perpisahan yang terjadi pada orangtuanya (broken
home) dengan perbandingan siswa yang keluarganya tidak bermasalah. Peneliti menggunakan objek
para siswa tersebut dengan menggali informasi terkait kepribadian siswa dari wali kelasnya.

Menurut (Meleong, 1989), “Ia sekaligus merupakan perencana, pelaksana pengumpulan


data, analisis, penafsiran data, dan pada akhirnya ia menjadi pelapor hasil penelitiannya. Pengertian
instrumen atau alat penelitian di sini tepat karena ia menjadi segalanya dari keseluruhan proses
penelitian”. Oleh karena itu peneliti sebagai instrument juga harus di buktikan seberapa jauh
peneliti kualitatif siap melakukan penelitian yang selanjutnya terjun kelapangan. Dalam penelitian
ini penulis sendiri sebagai instrumen penelitian, mulai dari awal proses penelitian hingga akhir
proses penelitian. Peneliti menganalisis data dengan mengumpulkan data yang telah didapat,
mendeskripsikan, mengaitkan dengan teori, kemudian menarik kesimpulan.

HASIL DAN PEMBAHASAN

Hasil

Berdasarkan analisis data yang telah dilakukan, maka terdapat pengaruh antara lingkungan
keluarga dengan prestasi belajar siswa di kelas XI Multimedia SMK Muhammadiyah 4 Lamogan. Hal ini
diketahui dari perhitungan nilai rata-rata rapor pada mata Pelajaran nasional ( Pendidikan agama islam,
PPKN, Bahasa Indonesia, Bahasa Inggris, dan Matematika). Berdasarkan hasil penelitian dengan mengambil
sample 3 subjek siswa yang mengalami keluarga disfungsional dengan masalah keluarga seperti adanya
perceraian atau keluarga bermasalah lainnya. Pada siswa 1 memiliki nilai rata-rata 88,2 yang mana itu
merupakan nilai rata-rata tertinggi dari semua subjek yang diteliti. Lalu pada siswa 2 memiliki nilai rata-rata
87, dan pada siswa 3 memiliki nilai rata-rata 86,2. Peneliti jugamengambil 3 subjek siswa yang tidak
mengalami permasalahan keluarga. Pada siswa 4 ini memiliki nilai rata-rata 86,5, pada siswa 5 memiliki nilai
rata-rata 86,4, dan siswa terakhir memiliki nilai rata-rata 84.

Hal ini menunjukkan bahwa prestasi belajar siswa dapat ditentukan oleh lingkungan keluarga siswa.
Dapat dikatakan pula bahwa lingkungan keluarga yang dimiliki siswa memiliki kontribusi dalam proses
belajar mengajar untuk mengoptimalkan prestasi belajar siswa. Pengaruh yang diberikan oleh lingkungan
keluarga hanya beberapa saja, sedangkan sisanya dipengaruhi oleh faktor lain seperti faktor internal dan
faktor eksternal lain. Seperti informasi yang didapatkan dari wawancara dengan walikelas, banyak faktor
yang mempengaruhi nilai dan hasil belajar mereka, seperti sebagian dari mereka telah mengikuti bimbel,
kebiasaan tidak mengerjakan tugas dari guru mata Pelajaran, dan mereka memiliki kebiasaan belajar yang
berbeda. Sehingga meskipun proses belajar mereka yang disampaikan oleh guru pada saat disekolah sama,
hal itu tidak menjadi patokan nilai siswa pada rapor. Hasil ini dapat dikatakan logis karena lingkungan
keluarga merupakan salah satu dari beberapa faktor yang ada pada faktor yang dapat mempengaruhi
prestasi belajar siswa. Tetapi tidak bisa dipungkiri bahwa kondisi lingkungan keluarga yang baik akan
memberikan dorongan dan dukungan yang baik terhadap siswa sehingga hasil akademiknya menjadi lebih
baik, sebaliknya, jika lingkungan keluarga tidak baik, bisa saja cenderung akan berdampak buruk bagi
perkembangan siswa dan prestasi belajarnya.

Dengan demikian, terdapat beberapa cara untuk menyempurnakan prestasi belajar siswa salah
satunya adalah dengan menciptakan lingkungan keluarga siswa yang baik dengan cara orangtua mendidik
anak dengan tegas, tidak memanjakan anak, memberi fasilitas belajar sesuai kebutuhan dan masih banyak
lagi. Hal ini diharapkan adanya pengaruh positif yang diberikan lingkungan keluarga terhadap prestasi
belajar siswa. Tinggi rendahnya prestasi belajar siswa bergantung dari baik tidaknya lingkungan keluarga
dalam mendidik anak, dan juga lingkungan sekitar dalam pergaulan dan berteman.

Pembahasan

1.Definisi Keluarga Disfungsional

Setiap keluarga sejatinya berfungsi sebagai tempat perlindungan bagi anggota keluarga.
Namun, ada keluarga yang tidak mampu memenuhi fungsi tersebut. Fenomena ini dikenal dengan
istilah keluarga disfungsional. Hal itu terjadi manakala keluarga gagal dalam membangun
lingkungan yang sehat. Menurut (Boyd :1999) keluarga disfungsional adalah dimana hububgan
antara orang tua dan anak yang tidak wajar. Hal itu biasanya terjadi karena salah satu dari anggota
tersebut memiliki masalah yang serius dan berdampak pada anggota keluarga lainnya , dan masing-
masing anggota keluarga akan merasa terkendala dalam beradaptasi dan menjalankan peran dalam
sebuah keluarga. Anak-anak yang tumbuh dalam keluarga disfungsional mungkin bisa mengalami
trauma dan rasa sakit dari tindakan yang dilakukan oleh orang tuanya, bisa saja dari, kata-kata, dan
sikap orang tua mereka. Karena trauma tersebut,, mereka tumbuh dengan memiliki perubahan yang
berbeda dari anak-anak lain, seperti kehilangan bagian penting yaitu pengasuhan yang diperlukan
oleh mereka yang mempersiapkan dirinya untuk menjadi dewasa, kehilangan bagian dari masa
kecil mereka dan dipaksakan oleh keadaan untuk berubah ke peran yang belum pada masanya untuk
mereka alami dalam sebuah keluarga. Dari beberapa kasus membuktikan bahwa kondisi anak yang
mengalami disfungsional keluarga (keretakan rumah tangga) dapat membawa implikasi yang sangat
negatif pada psikologis anak. Hal ini disebabkan karena rumah tangga yang dalam kondisi tersebut
akan membawa pengaruh negatif bagi kejiwaan anak, terbukti bahwa hampir sebagian besar peserta
didik menurun prestasi belajarnya karena dipengaruhi oleh kondisi keluarganya.

2. Faktor-faktor terjadinya disfungsional keluarga

Disfungsional keluarga biasanya disenabkan oleh beberapa faktor dalam kehidupannya yaitu :

A. Kondisi Ekonomi

Ketika dalam suatu keluarga mengalami kesulitan dalam memenuhi kebutuhan rumah tangga
yaitu dimana kemampuan ekonomi yang melanda keluarga akan membawah dampak negatif bagi
kelansungan kehidupan rumah tangga.Tingginya tingkat kebutuhan hidup, biaya sekolah anak harus
dipenuhi, serta kebutuhan lainnya juga tidak kala pentingnya untuk dipenuhi, maka setiap orang
akan selalu berusaha untuk dapat memenuhi kebutuhan tersebut. Keterbatasn kebutuhan kehidupan
rumah tangga seperti ini terkadang menyebabkan terjadinya pertengkaran antara suami dan istri
yang berujunng pada kehidupan rumah tangga yang broken home.

B. Orang Tua yang Tidak Dewasa

Ketidak dewasaan sikap orang tua salah satunya dilihat dari sikap egoisme dan egosentrisme.
Egoisme adalah suatu sifat buruk manusia yang mementingkan dirinya sendiri. Sedangkan
egosentrisme adalah sikap yang menjadikan dirinya pusat perhatian yang diusahakan oleh seseorang
dengan segala cara. Ketidakdewasaan sikap orangtua tentu akan mempengaruhi sikap dan karakter
dalam sebuah keluarga. Terkait dengan hal demikian bahwa harmonisnya sebuah rumah tangga
terkecuali saling memahami dan saling menerima pendapat baik dari ayah maupun ibu. Perbedaan
pandangan pemikiran dapat memicu perceraian yang tidak dinginkan oleh semua orang. Akan tetapi
faktor sifat yang belum dewasa sehingga menjadi malapetaka dalam sebuah keluarga dan pada
akhirnya menjadi broken home terhadap anak yang ditinggalkan akibat dari perceraian dari
pasangan kedua orangtua tersebut.

C. Pengaruh Wanita Idaman Lain

Kehidupan rumah tangga mengalami broken home terkadang juga dipicu oleh terjadinya jalinan
hubungan suami antara wanita lain, atau wanita dengan pria lain. Di kota-kota besar realitas ini
terjadi diakibatkan karena kedekatan antara suami maupun istri dengan teman kantor yang pada
akhirnya satu sama lain saling menyukai dan mencintai. Dalam kondisi seperti ini, suami atau istri
terkadang mencari-cari alasan yang menyebabkan kehidupan rumah tangga harus berkahir suatu
perceraian.

3. Dampak disfungsional keluarga pada anak- anak

Dalam hal ini orang tua telah membawa anak pada suatu kondisi yang menyebabkan anak
belum mampu menerima kenyataan seperti ini. Jika kondisi seperti ini dibiarkan maka anak akan
menetukan jalannya sendiri. Anak juga lebih suka menyendiri. Kondisi ini menyebabkan mental
seorang anak jatuh, brutal dan susah diatur. Anak juga cenderung tidak memiliki minat untuk
belajar. Mereka acuh-tak acuh terhadap masa depan mereka. Namun demikian tidak semua anak
yang mengalami broken home berdampak negatif, ada dampak positifnya. Dari sekian banyaknya
anak yang berlatar belakang keluarga broken home, ada banyak juga anak yang memiliki sikap
positif dan menjadi orang yang berhasil. Seperti sikap mandiri yang tercipta karena tuntutan
hidupnya yang menjalani aktivitas keseharian anak tersebut tanpa perhatian orang tuanya. Sikap
kedewasaan juga kerap kali muncul pada diri anak broken home, dengan terbiasa menghadapi
masalah sendiri anak menjadi lebih dewasa dan bertanggung jawab atas dirinya sendiri. Broken
home juga membentuk kepribadian yang tegas dan tegar atau tidak mudah cengeng yang jikalau
anak menghadapi masa sulit dalam dirinya.

KESIMPULAN
Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan, dapat ditarik beberapa kesimpulan; 1) berdasarkan
hasil penelitian bahwa perbandingan siswa dengan yang memiliki keluarga disfungsional dan siswa dengan
keluarga yang tidak bermasalah tidak terlalu spesifik perbedaan yang terjadi terhadap hasil belajar
disekolah hal itu disebabkan karena dipengaruhi oleh faktor internal dan eksternal. 2) kurangnya
perhatian kasih sayang, serta dukungan dari orang tua akan berdampak buruk yang mengakibatkan
menurunnya nilai dan semangat belajar siswa. dampak keluarga yang tidak utuh akan memiliki
dampak terhadap nilai akademik anak dan anak tidak bisa konsentrasi saat belajar. Siswa yang
memiliki keluarga tidak utuh disarankan untuk dituntun agar memiliki motivasi lebih dalam belajar,
hal ini dilakukan demi mencegah hal-hal yang melanggar norma. 3) meskipun siswa menghadapi
banyak persoalan dalam keluarga yang berbeda-beda tetapi tidak mengganggu belajar yang stabil karena
disertai dengan berusaha dan diimbangi dengan motivasi dan siap menghadapi segala tantangan dalam
pendidikanya. 4) Lingkungan keluarga dan lingkungan sekolah secara positif berkolaborasi dan dapat
mempengaruhi terhadap prestasi belajar siswa kelas XI Multimedia SMK Muhammadiyah 4 Lamogan

SARAN

Saran dalam penelitian ini adalah seluruh elemen masyarakat untuk menjaga, menghormati
dan saling membina keharmoinsan rumah tangganya dengan melibatkan Tuhan dalam segala
urusannya agar tidak terjadi perceraian dalam sebuah rumah tangga. Selain itu, pemerintah daerah
agar dapat melakukan sosialasi, penyluhan, dan pendampingan agar masyarakat memahami dan
sadar betapa pentingnya sebuah keluarga dan anak.

DAFTAR PUSTAKA

Nurjannah S. (2018) Kesehatan mental anak keluarga broken home (Studi kasus siswa X di sekolah
SMA Neeri 1 Tanjung Tiram).

Harun D.R., (2020) Dampak broken home terhadap prestasi belajar siswa di kelas XI Sekolah
Menengah Atas Negeri 1 Suwawa.

Gintulangi W., Jusdin P., Zulaecha N., (2017) Dampak keluarga Broken home pada prestasi belajar
PKN siswa SMA Negeri 1 Tilamuta Kabupaten Boalemo, Jurnal Pascasarjana
Universitas Negeri Gorontalo, Vol 2, No 2.

Novianto R., Amrazi Z., Izhar S., (2019) Analisis dampak Broken Home terhadap minat belajar
SMA Santun Untan Pontianak, Jurnal Pendidikan dan Pembelajaran Khatulistiwa,
Vol 8, No 3.

Sari L.S.P., Ika O., Lintang K., (2023) Dampak keluarga Broken Home terhadap motivasi belajar
anak, Jurnal EDUCATIO FKIP Universitas Majalengka, Vol 9, NO 2.

Yana e, Nurjanah N (2014) Pengaruh lingkungan keluarga dan lingkungan sekolah terhadap prestasi
belajar siswa pada mata pelajaran ekonomi di kelas XI IPS SMA Negeri 1 Ciledug
Kabupaten Cirebon, Jurnal Edunomic, Vol 2, No 01 tahun 2014.
Faturahman & Asmoni (2023) Best Practice Layanan Kantin Sekolah; Sehat, Cinta Lingkungan dan
Motivasi Jiwa Kewirausahaan. GARUDA. Vol 14 No 1.

Faturahman & Abdul Farih (2018). Implementasi praktik pengalaman lapangan (ppl) mahasiswa
program studi pendidikan bahasa inggris fkip universitas islam lamongan. Jurnal
Pendidikan dan Pembelajaran. Vol 7, issues 2.

Anda mungkin juga menyukai