Absen genap
“artikel kegiatan ajaran kemasyarakatan yang biasa dilakukan NU”
Dosen pembimbing: Ahmad Junaedi, S.Ag., M.Pd.I
Disusun oleh:
Ega Agustian Mahendra (14201.14.22027)
Prodi : S1 Keperawatan 2B
Tahlilan adalah salah satu cirikhas kaum NU. Bahkan banyak yang bilang untuk mengetahui seseorang
NU atau bukan, cukup dilihat dari apakah seseorang itu ikut kegiatan tahlilan apa tidak.
Tahlilan sendiri merupakan sebuah kegitan yang dilakukan oleh kalangan NU secara berjamaah,
walaupun juga bisa dilakukan sendirian. Tahlilan sendiri berisi pembacaan dzikir, tasbih, ayat Quran tahlil,
tahmid dan lain sebagainya. Biasanya acara ini diselenggarakan dalam berbagai momentum kalangan NU.
Yang paling banyak adalah ketika mendoakan seseorang yang sudah meninggal. Biasanya dilakukan pada
malam hari pertama sampai malam ke-40 berlanjut terus hari ke 100,1000 dan haul tiap tahunnya. Ada juga
yang dilakukan secara rutinan di masyarakat setiap malam jumat.Menurut madzhab Hanafi, sebagian dari
madzhab Maliki, madzhab Syafi’I, dan madzhab Hanafi mengatakan bahwa hukumnya boleh untuk
menghadiahkan bacaan Al-Quran serta kalimat thayyibah pada orang yang sudah meninggal dunia.
Menurut madzhab Hanafi, sebagian dari madzhab Maliki, madzhab Syafi’I, dan madzhab Hanafi
mengatakan bahwa hukumnya boleh untuk menghadiahkan bacaan Al-Quran serta kalimat thayyibah pada
orang yang sudah meninggal dunia. Dalam hal ini Syekh Ibnu Taimiyyah dalam kitab Majmu’ul menyebutkan
bahwa boleh untuk menghadiahkan bacaan Al-Quran dan kalimat thayyibah pada orang meninggal.
Sedangkan bagi sebagian ulama dari madzhab Maliki mengatakan bahwa membaca Al-Quran dan
thayyibah tidak akan sampai kalimat pada orang meninggal tersebut. Oleh karena itu, hal ini tidak
diperbolehkan.
Penjelasan ini ditulis oleh Syekh Dasuqi yang berasal dari madzhab Maliki yang isinya sebagai berikut:
اْلَم ْذ َهُب َأَّن اْلِقَر اَء َة اَل َتِص ُل ِلْلَم ِّيِت َح َك اُه اْلَقَر اِفُّي ِفي َقَو اِعِدِه َو الَّشْيُخ ابْ ُن َأِبي َجْمَر َة: َقاَل ِفي الَّتْو ِض يِح ِفي َباِب اْلَح ِّج
“Penulis kitab At-Taudhih berkata dalam kitab At-Taudhih, bab Haji: Pendapat yang diikuti dalam mazhab Maliki
adalah bahwa pahala bacaan tidak sampai kepada mayit. Pendapat ini diceritakan oleh Syekh Qarafi dalam kitab
Qawaidnya, dan Syekh Ibnu Abi Jamrah “.
Sebagian besar ulama memperbolehkan dalam membaca Al-Quran dan kalimat thayyibah pada waktu
tertentu. Misalnya saja tahlilan dilaksanakan pada malam jumat atau setelah menjalankan sholat lima waktu.
Hal ini pun berdasarkan pada sebuah hadis yang diriwayatkan oleh Ibnu Umar yang artinya “Dari Ibnu
Umar radhiyallahu anhuma, ia berkata: Nabi Shallallahu Alaihi Wasallam selalu mendatangi masjid Quba'
setiap hari Sabtu, dengan berjalan kaki dan berkendara. Abdullah ibnu Umar radhiyallahu anhuma juga selalu
melakukannya.”