Anda di halaman 1dari 82

ANALISIS TERAPI ORALIT SEBAGAI INTERVENSI PADA ANAK A DENGAN MASALAH

KEPERAWATAN RISIKO KETIDAKSEIMBANGAN ELEKTROLIT


DI POTORONO BANGUNTAPAN BANTUL

KARYA TULIS AKHIR

Diajukan untuk memenuhi syarat mencapai gelar Ners pada Program Studi Pendidikan
Profesi Ners STIKes Surya Global

KARYA TULIS AKHIR PROFESI NERS

DISUSUN OLEH :

ULFA JUMROTIN ABUTALIB


NIM: 24201477

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN PROFESI NERS


SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN
SURYA GLOBAL YOGYAKARTA
2022
ANALISIS TERAPI ORALIT SEBAGAI INTERVENSI PADA ANAK A DENGAN MASALAH
KEPERAWATAN RISIKO KETIDAKSEIMBANGAN ELEKTROLIT
DI POTORONO BANGUNTAPAN BANTUL

Diajukan untuk memenuhi syarat mencapai gelar Ners pada Program Studi Pendidikan
Profesi Ners STIKes Surya Global Yogyakarta

DISUSUN OLEH:

ULFA JUMROTIN ABUTALIB


NIM 24201477

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN PROFESI NERS


SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN
SURYA GLOBAL YOGYAKARTA
2022

i
HALAMAN PERNYATAAN ORISNILITAS

Tugas Akhir adalah hasil karya saya sendiri dan semua sumber baik yang dikutip maupun dirujuk
telah saya nyatakan dengan benar.
Nama : Ulfa jumrotin abutalib
Nim : 24.20.1477
Tanggal : April 2022
Tanda tangan :

ii
ANALISIS TERAPI ORALIT SEBAGAI INTERVENSI PADA ANAK A DENGAN MASALAH
KEPERAWATAN RISIKO KETIDAKSEIMBANGAN ELEKTROLIT
DI POTORONO BANGUNTAPAN BANTUL

Di ajukan oleh:

ULFA JUMROTIN ABUTALIB


NIM: 24201477

Yogyakarta. Maret 2022


Telah disetujui oleh Dosen Pembimbing

Dosen Pembimbing

(Fitri Dian K.,S.Kep.,Ns.,M.Kep)

iii
KATA PENGANTAR

Assalamu’alaikum Warohmatullahi Wabarokatuh


Alhamdulillahhirobbil’alamin, segala puji hanya milik Allah Tuhan semesta alam,
shalawat serta salam semoga Allah curahkan kepada Nabi Muhammad SAW, keluarga, sahabat, serta
umatnya yang senantiasa istiqomah di jalan-Nya. Berkat rahmat dan hidayah-Nya saya dapat
menyusun dan menyelesaikan Karya Tulis Akhir dengan judul “Analisis Terapi Oralit Sebagai
Intervensi Pada Anak A dengan Masalah Keperawatan Risiko Ketidakseimbangan Elektrolit”. Penulis
menyadari bahwa dalam penulisan karya tulis akhir ini tidak lepas dari bantuan berbagai pihak.
Untuk itu penulis mengucapkan terimakasih kepada:
1. Dwi Suharyanta ST., MM., M.Kes., selaku ketua STIKes Surya Global Yogyakarta.
2. Ani Mashunatul M, S.Kep., Ns., M.Kep, selaku Ketua Program Studi Profesi Ners
STIKes Surya Global Yogyakarta.
3. Ns., Fitri Dian K, S.Kep.,M.Kep selaku dosen pembimbing yang telah memberikan
bimbingan, serta saran dan pengarahan serta petunjuk dalam menyelesaikan karya tulis akhir.
4. Orangtua tercinta bapak Ir. Abdullah, ibu Nurjannah atas kasih sayang, do’a dan
dukungan yang selalu kalian berikan kepadaku selama ini
5. Suami ku Pratu Wiranto terimakasih atas dukungan semangat serta doa selalu ada
untuk saya.
6. Responden yang telah bersedia menjadi responden pada penelitian ini
7. Kepada sahabat, teman seperjuangaan ners angkatan 26, kelompok VI, serta semua
pihak yang selalu membantu dan memberikan semangat yang tidak dapat penulis
sebutkan satu persatu.
Semoga segala bantuan dan amal baiknya mendapat imbalan yang berlipat dari Tuhan
Yang Maha Esa. Penulis mengharapkan kritik maupun saran bersifat membangun dari
semua pihak sehingga dapat dijadikan acuan untuk penulis di kemudian hari.
Wassalamualikum Wr.Wb

Yogyakarta, Maret 2022

Ulfa Jumrotin Abutalib

iv
ANALISIS TERAPI ORALIT SEBAGAI INTERVENSI PADA ANAK A DENGAN MASALAH
KEPERAWATAN RISIKO KETIDAKSEIMBANGAN ELEKTROLIT
DI POTORONO BANGUNTAPAN BANTUL

Ulfa Jumrotin Abutalib1fitri Dian Kurniati0

Email: ulfa.jumrotin25@gmail.com

INTISARI

Latar Belakang: Diare merupakan penyakit yang di tandai dengan berubahnya bentuk tinja
dengan intensitas cair atau lembek bahkan berupa cair saja dengan frekuensi buang besar
secara berlebihan atau lebih dari 3 kali dalam kurun waktu satu hari (Prawati&Haqi,2019).
Diare adalah buang air besar dalam bentukcairan lebih dari tiga kali dalam satu hari dan
biasanya berlangsung selama dua hari atau lebih. Diare merupakan kondisi ketika melakukan
buang air besar (BAB) lebih sering dari biasanya. Disamping itu feses lebih cair dari
biasanya. Hal ini perlu di waspadai meski diare bisa berlangsung sangat cepat tapi bisa pula
berlangsung selama beberapa hari bahkan sampai berminggu-minggu (Wasliah, dkk 2020).

Tujuan: Menganalisis analisis terapi oralit sebagai intervensi pada anak A dengan masalah
keperawatan resiko ketidakseimbangan elektrolit.

Metode: Penelitian ini merupakan jenis penelitian deskriptif dengan menggunakan


pendekatan studi kasus. Penelitian ini melibatkan 1 responden sebagai subjek penelitian yakni
pasien yang memiliki masalah risiko ketidakseimbangan elektrolit.
Hasil: Setelah dilakukan terapi oralit selama 3 hari terdapat perubahan yang signifikan pada
pasien. Pasien memasrahkan semua masalah kepada Allah SWT, Pasien mengatakan ingin
berubah menjadi manusia yang lebih baik, pasien berjanji untuk melakukan dzikir setiap
pasien selesai shalat dan ketika gejala halusinasi muncul, pasien mengatakan ingin cepat
pulang, pasien antusias, gembira, pasien tampak lebih lega bisa menceritakan masalah-
masalah yang dialami, pasien sudah bagus untuk melakukan kontak mata pada peneliti.
Kesimpulan: Terapi spiritual dzikir dapat menurunkan tanda dan gejala munculnya
halusinasi pada pasien yang memiliki masalah keperawatan halusinasi pendengaran.

Kata Kunci: Diare, Risiko Ketidakseimbangan Elektrolit, Oralit

1
Mahasiswa Prodi Profesi Ners STIKes Surya Global Yogyakarta
0
Dosen Prodi Profesi Ners STIKes Surya Global Yogyakarta

v
ANALYSIS OF ORS THERAPY AS INTERVENTION IN CHILDREN A WITH
NURSING PROBLEMS THE RISK OF ELECTROLYTE IMBALANCE
IN POTORONO BANGUNTAPAN BANTUL

Email: ulfa.jumrotin25gmail.com

ABSTRACT
Background: Diarea is a disease that is characterized by a change in the shape of the stool
with liquid or soft intensity, even in the form of only liquid with an excessive frequency of
defecation or more than 3 times in one day (Prawati & Haqi, 2019). Diarrhea management
can actually be done at home to prevent dehydration. Among them give oral fluids. Problems
that cause the use of ORS at the household level is still not optimal, including the
unavailability of ORS at home, and the public's belief in the efficacy of ORS and also the
reason why ORS is not used. This wrong perception affects people's behavior to use ORS, so
that the mortality and morbidity rate of children under five is still high.
Purpose: Analyzing the analysis of ORS therapy as an intervention in child A with nursing
problems at risk of electrolyte imbalance.
Method:This research is a type of descriptive research using a case study approach.This
study involved 1 respondent as a research subject, namely a patient nursing problems risk of
electrolyte imbalance with diarrhea patients
Results:After doing spiritual therapy dhikr for 3 days there were significant changes in the
patient. Patients leave all problems to Allah SWT, the patient said he wanted to change into a
better human, the patient promises to do dhikr every time the patient finishes praying and
when symptoms of hallucinations appear, the patient said he wanted to go home quickly,
enthusiastic patient, happy, patients seem more relieved to be able to tell the problems they
are experiencing, the patient was good at making eye contact with the researcher.
Conclusion:Spiritual therapy dhikr can reduce signs and symptoms of hallucinations in
patients who have auditory hallucinations nursing problems.

Keywords: dhiare, electrolyte, oralit

vi
vii
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL.................................................................................i
HAL PERNYATAAN ORSINALITAS.................................................ii
HALAMAN PENGESAHAN................................................................iii
KATA PENGANTAR.............................................................................iv
INTISARI.................................................................................................v
ABSTRAK...............................................................................................vi
DAFTAR ISI..........................................................................................vii
DAFTAR TABEL...................................................................................ix
DAFTAR LAMPIRAN............................................................................x
BAB 1 PENDAHULUAN........................................................................1
A. Latar Belakang...............................................................................1
B. Tujuan............................................................................................4
C. Manfaat Penulisan..........................................................................5
D. Keaslian Penelitian.........................................................................5
BAB II TINJAUAN TEORI....................................................................9
A. Konsep Dasar Penyakit..................................................................9
1. Pengertian Diare.......................................................................9
2. Etiologi Diare...........................................................................9
3. Klasifikasi Diare....................................................................11
4. Patofisiologi Diare.................................................................12
5. Manifestasi Klinis..................................................................13
6. Komplikasi.............................................................................13
7. Penatalaksanaan Medis..........................................................15
B. Konsep Dasar Masalah Keperawatan..........................................14
1. Pengertian Risiko Ketidakseimbangan Elektrolit..................14
2. Faktor Resiko.........................................................................15
3. Kondisi Klinis Terkait............................................................18
4. Penatalaksanaan.....................................................................20
C. Konsep Asuhan Keperawatan......................................................24
1. Pengkajian Keperawatan........................................................24
2. Diagnosa Keperawatan..........................................................34
3. Perencanaan Keperawatan.....................................................34
4. Implementasi Keperawatan....................................................36
5. Evaluasi keperawatan.............................................................36

viii
BAB III METODE PENELITIAN.......................................................38
A. Jenis Penelitian.............................................................................38
B. Subjek Penelitian..........................................................................38
C. Tempat dan Waktu Penelitian......................................................38
D. Fokus Studi Kasus........................................................................38
E. Batasan Istilah..............................................................................39
F. Instrumen Penelitian....................................................................39
G. Jalannya Penelitian.......................................................................40
H. Analisis dan Penyajian Data........................................................41
I. Etik Penelitian..............................................................................41
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN...............................................44
A. Hasil Penelitian............................................................................44
1. Pengkajian Keperawatan........................................................44
2. Analisa Data...........................................................................48
3. Diagnosa Keperawatan..........................................................52
4. Diagnosa Keperawatan Prioritas............................................53
5. Intervensi Keperawatan..........................................................53
6. Implementasi Keperawatan....................................................55
7. Evaluasi Keperawatan............................................................57
8. Hasil Penerapan Tindakan Keperawatan Utama....................60
B. Pembahasan..................................................................................61
1. Pengkajian Keperawatan........................................................61
2. Diagnosa Keperawatan..........................................................64
3. Intervensi Keperawatan..........................................................65
4. Implementasi Keperawatan....................................................68
5. Evaluasi Keperawatan............................................................69
6. Hasil Penerapan Tindakan Keperawatan Utama....................71
BAB V PENUTUP..................................................................................75
A. Kesimpulan..................................................................................75
B. Saran.............................................................................................76
DAFTAR PUSTAKA.............................................................................77
LAMPIRAN............................................................................................81

ix
DAFTAR TABEL
Tabel 2.1 Strategi Pelaksanaan Risiko Ketidakseimbangan Elektrolit..................32
Table 4.1Identitas dan Data Pengkajian.................................................................45
Tabel 4.2 Analisa Data...........................................................................................50
Tabel 4.3 Implementasi Keperawatan ...................................................................52
Tabel 4.4 Implementasi Keperawatan Dengan diare ............................................53
Tabel 4.5 Evaluasi Keperawatan Dengan diare ....................................................54

x
DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1 Informed Consent

Lampiran 2 Surat Keterangan Layak Etik

Lampiran 3 Permohonan Menjadi Responden

Lampiran 7 Asuhan Keperawatan Anak

Lampiran 8 Dokumentasi

Lampiran 9 Lembar Bimbingan

xi
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Penyakit infeksi merupakan salah satu masalah kesehatan


masyarakat yang utama di negara maju dan berkembang. Penyakit yang
sering derita adalah diare, demamtypoid, demam berdarah, infeksi saluran
pernafasan (Ardayani, 2015). Penyakit diare masih menjadi penyebab
kematian balita (bayi dibawah 5 tahun) terbesar di dunia. Menurut catatan
UNICEF, setiap detik 1 balita meninggal karena diare. Diare sering di
anggap sebagai penyakit sepele, padahal di tingkat global dan nasional
fakta menunjukkan sebaliknya.
Diare merupakan penyakit yang di tandai dengan berubahnya bentuk
tinja dengan intensitas cair atau lembek bahkan berupa cair saja dengan
frekuensi buang besar secara berlebihan atau lebih dari 3 kali dalam kurun
waktu satu hari (Prawati&Haqi,2019). Diare adalah buang air besar dalam
bentukcairan lebih dari tiga kali dalam satu hari dan biasanya berlangsung
selama dua hari atau lebih. Diare merupakan kondisi ketika melakukan
buang air besar (BAB) lebih sering dari biasanya. Disamping itu feses
lebih cair dari biasanya. Hal ini perlu di waspadai meski diare bisa
berlangsung sangat cepat tapi bisa pula berlangsung selama beberapa hari
bahkan sampai berminggu-minggu (Wasliah, dkk 2020).
Diare pada anak merupakan masalah yang sebenarnya dapat dicegah
dan ditangani. Terjadinya diare pada balita tidak terlepas dari peran faktor
perilaku yang menyebabkan penyebaran kuman, terutama yang berhubungan
dengan interaksi perilaku ibu dalam mengasuh anak dan faktor lingkungan
dimana anak tinggal. Faktor perilaku yang menyebabkan penyebaran kuman
dan meningkatkan resiko terjadinya diare yaitu tidak memberikan ASI
ekslusif secara penuh pada bulan pertama kehidupan, tidak mencuci bersih
botol susu anak, penyimpanan makanan yang salah, menggunakan air minum
yang tercemar, tidak mencuci tangan pada saat memasak, makan, sebelum
menyuapi anak, sesudah buang air besar, sesudah membuang tinja anak, dan
tidak membuang tinja dengan benar. Faktor lingkungan yaitu sarana air

1
2

bersih dan pembuangan tinja. Kedua faktor ini akan berinteraksi dengan
perilaku manusia (Assiddiqi, (2009) dalam Ariadi (2012). Balita yang sangat
rentan kondisi kesehatannya membutuhkan pengawasan dan perawatan
sebaik mungkin. Untuk bisa memberikan penanganan yang tepat pada anak,
ada baiknya bila ibu mengenali organisme-organisme awal pembawa
bemacam penyakit yang mungkin bisa menyerang. Seperti: kuman, dan
bakteri.
Orang yang mengalami diare akan kehilangan cairan tubuh sehingga
menyebabkan dehidrasi hal ini membuat tubuh tidak dapat berfungsi
dengan baik dan dapat membahayakan jiwa, khusunya pada anak dan
orangtua. Penyakit diare mudah sekali menjangkiti masyarakat pada
waktu musim hujan terutama pada anak-anak, orang dewasa dan orangtua.
Di seluruh indonesia, penyakit diare masih menjadi ancama besar pada
anak-anak terutama di bagian pelosok suatu daerah yang intensitas atau
curah hujan yang tinggi.
Kasus diare adalah merupakan kasus penyakit endemis yang ada di
Indonesia dengan sebagian besar penderita adalah balita. tahun 2018
penderita diare balita tercatat 1.637.708 atau 40,90 % dari perkiraan diare
di sarana kesehatan (Kementerian Kesehatan RI, 2018), Secara global,
hampir 1,7 milliyar kasus penyakit diare pada anak setiap tahun dan
menyebabkan kematian sekitar 525.000 anak di dunia (WHO, 2017).
Data dari Profil Kesehatan Indonesia tahun 2016 diare termasuk
penyakit potensial Kejadian Luar Biasa (KLB) yang sering disertai
dengan kematian. Pada tahun 2016 terjadi 3 kali KLB diare yang tersebar
di 3 provinsi dan Jawa Tengah masuk ke dalamnya, dengan jumlah
penderita 198 orang dan kematian 6 orang.
Masalah Diare selalu menjadi 10 besar kasus penyakit yang paling
banyak di jumpai di Provinsi DIY, hal ini ditunjukkan dengan angka
penderita diare di puskesmas wilayah kota atau kabupaten yang tinggi
setiap tahunya, kasus diare yang telah terdata di petugas kesehatan dengan
jumlah kasus dari tahun 20129 sebanyak 66.698 atau 82,8%, kasus pada
balita sebanyak 28,3% dan dari jumlah balita 12.657 yang sudah
mendapatkan zinc 89,6%. Penderita diare dikabupaten sleman sebanyak
3

11,263 (71,0%), pada balita sebanyak 2,345 (20,8%), di kabupaten kulon


progo penderita diare berdasarkan umur sebanyak 9,465 (84,9%) pada
balita sebanyak 1,867 (58,9), di kota Yogyakarta yang menderita diare
berdasarkan semua umur sebanyak 20,596 (76,6%) pada balita sebanyak
4,811 (23,4%), dan di kabupaten gunung kidul yang menderita diare
berdasarkan semua umur sebanyak 8,134 (68,4) pada balita sebanyak
1,741 (376%) (Dinkes DIY, 2020).
Penyakit diare merupakan masalah kesehatan, hasil kajian morbiditas
yang dilakukan oleh Subdit Diare dan Infeksi Saluran Pencernaan
menunjukkan bahwa angka kesakitan diare semua umur adalah 270/1.000
penduduk. Target penemuan kasus diare tahun 2020 di Kota Yogyakarta
adalah 11.197, penemuan kasus diare yang ditangani sebanyak 5228, kasus
diare ditangani. Jumlah kasus diare pada perempuan sebanyak 2846 kasus
(54,44 %), jumlah penemuan kasus diare pada laki-laki sebanyak 2382 kasus
(45,46 %). Melihat data tersebut jumlah penemuan kasus diare di Kota
Yogyakarta tahun 2020 lebih banyak pada perempuan dari pada laki-laki.
Penemuan kasus diare di Kota Yogyakarta Per-Puskesmas Tahun 2020.
Jumlah penemuan kasus diare tertinggi di Puskesmas Umbulharjo I dengan
kasus penemuan Diare sebanyak 633 kasus. Jumlah kasus penemuan Diare
terendah di Puskesmas Pakualaman dengan jumlah kasus sebanyak 131 kasus
(Dinkes DIY 2021).
Angka kesakitan diare pada tahun 2020 sebesar 64,53 per 1000
penduduk dan sudah mengalami penurunan dibandingkan dengan tahun
2019 sebesar 77,65 per 1000 penduduk dilaporkan bahwa 100% balita
yang menderita diare yang sudah mendapatkan penanganan. Kasus
tertinggi terdapat di wilayah puskesmas Bantul 1 sebesar 153 kasus diare
(Dinkes Bantul, 2020).
Angka kesakitan diare dari tahun ke tahun mengalami penurunan,
hal ini di sebabkan karena keluarga sudah menerapkan prilaku hidup
bersih dan sehat yang meliputi: pemberian ASI, makanan pendamping
ASI, menggunakan air bersih yang cukup, rajin mencuci tangan,
membuang feses atau tinja bayi yang benar, menggunakan jamban dan
pemberian imunisasi campak (Kemenkes RI, 2020). Diare termasuk
4

penyakit berbahaya karena dapat mengakibkan kematian dan dapat


menimbulkan KLB (Kejadian Luar Biasa). Penyebab utama kematian
karena diare adalah dehidrasi, Gangguan keseimbangan asam basa
(asidosis metabolik), renjatan hipovolemik, hipokalemia (dengan gejala
meteorismus, hiptoni otot, lemah, bradikardi, perubahan pada elektro
kardiagrafi), hipoglikemia, introleransi laktosa sekunder, sebagai akibat
defisiensi enzim laktase karena kerusakan vili mukosa, usus halus, kejang
terutama pada dehidrasi hipertonik, malnutrisi energi, protein, karena
selain diare dan muntah, penderita juga mengalami kelaparan. Angka
kejadian dan kematian diare pada anak-anak dinegara berkembang masih
tinggi terutama pada anak yang mendapat susu formula. Pemberian susu
formula dengan botol yang tidak sesuai dengan prosedur meningkatkan
resiko diare karena kuman dan moniliasis mulut yang meningkat, sebagai
akibat dari pengadaan air dan sterilisasi yang kurang baik (Irawati, 2015).
Faktor resiko penyebab terjadinya diare pada anak selain faktor
agent ( virus, bakteri dan mikroorganisme) juga berasal dari diri sendiri
dan lingkungan, faktor yang berasal dari diri sendiri adalah tingkat
pendidikan, penegathuan, sikap, perilaku, pola asuh, kebiasaan mencuci
tangan, kebiasaaan menjaga kebersihan badan, dll sedangkan yang berasal
dari lingkungan adalah kebersihan lingkungan atau sanitasi, kebersihan
makanan. Kejadian diare pada balita dapat dicegah dengan perilaku hidup
bersih dan sehat. Maka pentingnya mengedukasi kepada pasien tentang
kebersihan diri dan lingkungan untuk menjaga kesehatan, kekambuhan
dan komplikasi diare dapat di cegah dengan penatalaksanaan yang tepat
(Anzani, dkk 2019). Penyebab utama kematian karena diare biasanya
disebabkan karena kekurangan cairan akibat sering buang air besar. Oleh
karena itu, diperlukan oralit untuk menggantikan cairan yang hilang.
Sejak diperkenalkannya oralit, angka kematian diare dapat ditekan
(Sa’diah. 2015).
Dampak masalah fisik yang akan terjadi bila diare tidak diobati akan
berakibat kehilangan cairan dan elektrolit secara mendadak (dehidrasi).
Pada balita akan menyebabkan anoreksia ( kurang nafsu makan) sehingga
5

mengurangi asupan gizi dan diare dapat mengurangi daya serap usus
terhadap sari makanan, dalam keadaan infeksi kebutuhan sari makanan
pada anak yang mengalami diare akan menyebabkan kekurangan gizi, jika
hal ini berlangsung terus menerus akan menghabat proses tubuh kembang
anak. Sedangkan dampak psikologis terhadap anak –anak antara lain anak
akan menjadi rewel, cengeng, dan sangat tergantung pada orang
terdekatnya (Widoyono, 2011).
Sebagai perawat hendaknya dapat memberikan asuhan keperawatan
yang tepat dengan memenuhi kebutuhan pasien diare yaitu salah satu
dengan cara pemberian cairan oralit. Penatalaksanaan diare (tanpa
dehidrasi) yang dapat dilakukan di rumah tangga bertujuan mencegah
dehidrasi dan malnutrisi. tanda dehidrasi memerlukan tambahan cairan
dan garam untuk mengganti kehilangan cairan dan elektrolit akibat diare.
Jika ini tidak diberikan, tanda-tanda dehidrasi dapat terjadi. Ibu atau
keluarga harus diajarkan cara-cara mencegah dehidrasi di rumah dengan
memberikan anak lebih banyak cairan daripada biasanya, bagaimana
mencegah kekurangan gizi dengan terus memberi makan anak dan
mengapa tindakan-tindakan ini penting. Mereka juga harus tahu apa tanda
tanda yang menunjukkan bahwa anak harus dibawa ke petugas kesehatan.
WHO (2006) menyatakan bahwa oral rehidration teraphy (ORT)
merupakan langkah awal tepat dan efektif untuk melawan diare akut pada
anak yang mampu menurunkan angka kematian balita dari 4,5 juta
menjadi 1,8 juta. Oralit diberikan untuk mengganti cairan dan elektrolit
dalam tubuh yang terbuang saat diare. Walaupun air sangat penting untuk
mencegah dehidrasi, air minum tidak mengandung garam dan elektrolit
yang diperlukan untuk mempertahankan keseimbangan elektrolit dalam
tubuh sehingga lebih diutamakan oralit. Campuran glukosa dan garam
yang terkandung dalam oralit dapat diserap dengan baik oleh usus
penderita diare. Namun demikian, walupun lebih dari 90% ibu
mengetahui tentang paket oralit, hanya 1 dari 3 (35%) anak yang
menderita diare diberi oralit dan hanya 22% yang diberi larutan gula
garam (LGG) (SDKI, 2007). Data juga menunjukkan bahwa
6

penatalaksanaan diare dengan cairan rumah tangga mengalami penurunan


dari 50% pada tahun 2006 menjadi 27% pada tahun 2010.
Gastroenteritis adalah suatu peradangan pada mukosa lambung
yang ditandai dengan diare dan muntah-muntah yang berakibat pada
kehilangan cairan yang menimbulkan dehidrasi yang disebabkan oleh
infeksi bakteri dan biasanya terjadi pada bayi atau anak. Penyebab
gastroenteritis salah satunya adalah makanan yang dikonsumsi bisa jadi
telah terkontaminasi virus, bakteri atau parasit dari penyakit diare.
Islam dari awal menganjurkan supaya memilih makanan yang baik
– baik akan sebagaimana ( firman Allah SWT dalam Q.S. al-Baqarah (2):
172 telah dijelaskan Artinya: Wahai orang-orang yang beriman kepada
Allah dan mengikuti Rasul-Nya, makanlah dari rezeki yang Allah berikan
kepada kalian dan Dia berikan kepada kalian. Allah SWT menyebutkan
kepada orang – orang mukmin agar memanfaatkan nikmat – nikmatnya
dan agar tidak mengharapkan sesuatu tanpa dalil dan alasan karena nikmat
tadi pada dasarnya diciptakan untuk mereka. Serta yang dimaksud dengan
makanan yang baik disini adalah makanan yang banyak mengandung gizi,
tidak membuat alergi dan bukan merupakan pantangan atau ketika
dimakan akan menyebabkan suatu hal yang buruk terjadi pada diri
manusia.
Penyebab utama kematian karena diare biasanya disebabkan karena
kekurangan cairan akibat sering buang air besar. Oleh karena itu,
diperlukan oralit untuk menggantikan cairan yang hilang. Sejak
diperkenalkannya oralit, angka kematian diare dapat ditekan (Sasmitawati,
2015). Untuk mengatasi terjadinya diare, Kementrian Kesehatan RI
menemukan langkah-langkah tuntaskan diare (Lintas Diare). Langkah
langkah berikut meliputi: pemberian oralit (pencampuran air gula dan air
garam). Dalam jurnal yang diteliti oleh lizawati dengan judul komparasi
efektifitas oralit dan air kelapa hijau terhadap frekuensi diare pada anak
usia sekolah diperoleh bahwa ada pengaruh pemberian oralit dan air
kelapa hijau, yang berarti bahwa oralit lebih efektif jika dibandingkan
dengan air kelapa hijau. Kesimpulan dari penelitian ini adalah oralit lebih
7

efektif dari air kelapa hijau terhadap frekuensi diare pada anak usia
sekolah di wilayah kerja Puskesmas Tanjungpinang (lizawati, 2015).
Penatalaksaan diare sebenarnya dapat dilakukan di rumah tangga
bertujuan untuk mencegah dehidrasi. Diantaranya memberikan cairan oral.
Masalah yang menyebabkan masih belum optimalnya penggunaan oralit di
tingkat rumah tangga diantaranya adalah tidak tersedianya oralit di rumah,
dan adanya keyakinan masyarakat akan khasiat oralit dan juga merupakan
alasan mengapa oralit tidak digunakan. Persepsi yang salah ini yang
mempengaruhi perilaku masyarakat untuk menggunakan oralit, sehingga
angka kematian dan kesakitan balita masih tinggi.
Sebagai perawat hendaknya dapat memberikan asuhan keperawatan
yang tepat pada pasien yang dengan keluhan resiko ketidakseimbangan
elektrolit cairan karena diare, perawat mampu memberikan informasi
yang tepat kepada keluarga pasien terkait gejala diare, penyebab diare,
dan tindakan awal yang dapat di lakukan untuk mengatasi agar cairan
elektrolit tetap stabil dengan cara langkah awal pemberian cairan oralit.
Berdasarkan penulisan diatas penulis tertarik untuk meneliti lebih
mendalam mengenai “analisis terapi oralit sebagai intervensi pada anak
dengan masalah keperawatan resiko ketidakseimbangan elektrolit ”.
B. Rumusan Masalah
Analisis terapi oralit sebagai intervensi pada anak dengan masalah
keperawatan resiko ketidakseimbangan elektrolit?
C. Tujuan
1. Tujuan Umum
Menganalisis analisis terapi oralit sebagai intervensi pada anak A
dengan masalah keperawatan resiko ketidakseimbangan elektrolit
2. Tujuan Khusus
a. Memaparkan pengkajian keperawatan analisis terapi oralit sebagai
intervensi pada anak dengan masalah keperawatan resiko
ketidakseimbangan elektrolitt
b. Memaparkan diagnosa keperawatan Memaparkan pengkajian
keperawatan analisis terapi oralit sebagai intervensi pada anak
dengan masalah keperawatan resiko ketidakseimbangan elektrolit
8

c. Memaparkan rencana asuhan keperawatan Memaparkan pengkajian


keperawatan analisis terapi oralit sebagai intervensi pada anak
dengan masalah keperawatan resiko ketidakseimbangan elektrolit
d. Menetapkan tindakan keperawatananalisis terapi oralit sebagai
intervensi pada anak dengan masalah keperawatan resiko
ketidakseimbangan elektrolit
e. Memaparkan evaluasi keperawatan analisis terapi oralit sebagai
intervensi pada anak dengan masalah keperawatan resiko
ketidakseimbangan elektrolit
f. Memaparkan analisis inovasi analisis terapi oralit sebagai intervensi
pada anak dengan masalah keperawatan resiko ketidakseimbangan
elektrolit
D. Manfaat Penulisan
Menambah wawasan dan pengalaman tentang konsep penyakit serta
penatalaksanaannya dalam aplikasi melalui proses keperawatan dengan
basis ilmu keperawatan dalam memberikan asuhan keperawatanpada
pasien diare.
1. Bagi anak dan keluarga
Memberikan informasi kepada keluarga dan anak sehingga dapat
mengetahui cara pencegahan dan penanggulangan diare dengan cara
pemberian oralit.
2. Bagi Rumah Sakit
Sebagai evaluasi dalam upaya peningkatan mutu pelayanan dalam
memberikan asuhan keperawatan secara komprehensip terutama pada
pasien diare.
3. Bagi Profesi Keperawatan di STIKes Surya Global
Memberikan kontribusi dalam pengembangan profesi keperawatan
khususnya bidang keperawatan anak yaitu dengan memberikan asuhan
keperawatan pemberian cairan oralit pada masalah ketidakseimbangan
elektolit.
4. Bagi peneliti selanjutnya
9

Peneliti ini di harapkan dapat meningkatkan wawasan dan ilmu


pengetahuan dalam mengkaji permasalahan tentang analisis terapi oralit
sebagi intervensi pada anak dengan masalah keperawatan risiko
ketidakseimbangan elektrolit.
10

BAB II

TINJAUAN TEORI

A. Konsep Dasar Penyakit


1. Pengertian Diare
Diare merupakan salah satu penyakit yang sering mengenai balita
dan anak. Diare adalah buang air besar yang lembek ok usia lainnya,
yaitu dikatakan diare jika frekuensi buang air besar lebih sering dari
kebiasaan seharinya (Juffrie, 2015).sampai dengan cair dan terjadi lebih
dari 3 kali sehari dan dapat di sertai dengan gejala dehidrasi, demam,
mual dan muntah, anoreksia, mata cekung, lemah, pucat, pengeluaran
urin menurun. (Harris, dkk 2017). Dan diare akut merupakan kondisi
diare yang terjadi akibat bakteri patogen Salmonella tyhimurium dan
S.enterica yang umumnya menyerang anak usia 5 tahun (Waithaka, et
n,al.,2018).
Tinja bayi normal atau sehat berbentuk lembut dan tidak padat.
Bayi buang air besar lebih sering pada 1-2 bulan pertama, karena itu sulit
untuk mengatakan apakah bayi menderita diare atau tidak. Kebanyakan
bayi memiliki pola feses yang khas. Pola ini dapat berubah perlahan-
lahan dari waktu ke waktu. Tanda bayi yang mengalami diare
diantaranya seperti frekuensi secara tiba-tiba seperti lebih dari 1 kali
BAB per sekali makan, kotoran menjadi lebih encer, nafsu makan bayi
memburuk dan mengalami hidung tersumbat atau demam juga
menunjukkan kecenderungan diare (Subagyo, 2012).
2. Etiologi
Pada umumnya penyebab terjadinya diare pada anak adalah virus
yang menetap seperti rotavirus dan norovirus adalah yang secara medis
terbanyak pada kanak-kanak. Selain itu, norovirus biasanya tinggal di
daerah semitertutup dan biasa terbawa bersama makanan. Tingginya
angka kejadian diare yang disebabkan oleh virus initelah menyebabkan
pengembangan vaksin, dan setelah tiga dekade uji klinis, vaksin
rotavirus telah terbukti dan telah digunakan di lebih dari 100 negara di
seluruh dunia (Bányai, et al., 2018).
11

Faktor-faktor penyebab diare antara lain Menurut (Mardalena, 2018) :


a. Faktor Infeksi
1) Infeksi virus
a) Rotravirus
(1) Penyebab tersering diare akut pada bayi, sering didahulu
atau disertai dengan muntah.
(2) Timbul sepanjang tahun, tetapi biasanya pada musim
dingin.
(3) Dapat ditemukan demam atau muntah.
(4) Didapatkan penurunan HCC.
b) Enterovirus
Biasanya timbul pada musim panas.
c) Adenovirus
(1) Timbul sepanjang tahun.
(2) Menyebabkan gejala pada saluran pencernaan/pernafasan.
d) Norwalk
(1) Epedemik
(2) Dapat sembuh sendiri dalam 24-48 jam.
2) Infeksi bakteri
a) Shigella
(1) Semusim, puncaknya pada bulan juli-september.
(2) Insiden paling tinggi pada umur 1-5 tahun.
(3) Dapat dihubungkan dengan kejang demam.
(4) Muntah yang tidak menonjol
(5) Sel polos dan feses.
(6) Sel batang dalam darah.
b) Salmonella
(1) Semua umur tetapi lebih tinggi di bawah umur 1 tahun.
(2) Menembus dinding usus, feses berdarah, mukoid.
(3) Mungkin ada peningkatan temperature.
(4) Muntah tidak menonjol.
(5) Sel polos dalam feses.
12

(6) Masa inkubasi 6-40 jam, lamanya 2-5 hari.


(7) Organisme dapat ditemukan pada feses selama berbulan-
bulan.
c) Escherichia coli
(1) Baik yang menembus mukosa (feses berdarah) atau yang
menghasilkan entenoksin.
(2) Pasien (biasanya bayi) dapat terlihat sangat sakit.
d) Campylobacter
(1) Sifatnya invasis (feses yang berdarah dan bercampur
mucus) pada bayi dapat menyebabkan diare berdarah tanpa
manifestasi klinik yang lain.
(2) Kram abdomen yang hebat.
(3) Muntah/dehidrasi jarang terjadi.
e) Yersenia enterecolitica
(1) Feses mukosa
(2) Sering didapatkan sel polos pada feses.
(3) Mungkin ada nyeri abdomen yang berat.
(4) Diare selama 1-2 minggu.
(5) Sering menyerupai appendicitis.
b. Faktor non infeksi
Malabsorbsi bisa menjadi factor non infeksi pada pasien diare.
Malabsorbsi akan karbohidrat disakarida (intoleransi laktosa, maltosa,
dan sukrosa) atau non sakarida (intoleransi glukosa, fruktosa, dan
galaktosa). Penyebab non infeksi pada bayi dan anak yang menderita
diare paling sering adalah intoleransi laktosa. Malabsorbsi lain yang
umum terjadi adalah malabsorbsi lemak (long chain triglyseride) dan
malabsorbsi protein seperti asam amino, atau B-laktoglobulin.
c. Faktor makanan
Makanan basi, beracun, atau alergi terhadap makanan tertentu
(milk allergy, food allergy, down milk protein senditive
enteropathi/CMPSE).
d. Faktor psikologis
13

Rasa takut dan cemas yang tidak tertangani dapat menjadi


penyebab psikologis akan gangguan diare.
3. Klasifikasi Diare
Klasifikasi diare beserta Tanda dan Gejala Pedoman MTBS (2008):
a. Diare dengan Dehidrasi Berat
Tanda dan gejala
1) Letargis atau tidak sadar
2) Mata cekung
3) Tidak bisa minum atau malas minum
4) Cubitan kulit perut kembalinya sangat lambat
b. Diare dengan dehidrasi ringan/sedang
1) Gelisah, rewel, atau mudah marah
2) Mata cekung
3) Haus, minum dengan lahap
4) Cubitan kembalinya lambat
c. Diare tanpa dehidrasi
1) Tidak cukup tanda-tanda untuk di klasifikasikan sebagai dehidrasi
berat/ringan
d. Diare persistem berat
Diare selama 14 hari atau lebih disertai dengan dehidrasi
e. Diare persistem
Diare selama 14 hari atau lebih disertai/ lebih disertai tanda dehidrasi
f. Disentri
Terdapat darah dalam tinja (berak campur darah)
4. Patofisiologi
Pada dasarnya diare terjadi jika terdapat gangguan terhadap air dan
elektrolit yang terjadi pada sistem pencernaan. Mekanisme terjadinya
gangguan tersebut terdapat dua kemungkinan diantaranya:
Penyebab diare akut adalah masuknya virus (Rotavirus,
Adenovirus enteris, Virus Norwalk), bakteri atau toksin (Compylobacter,
Salmonella, Escherichia coli, Yersinia, dan lainnya), parasite (Biardia
Lambia, Cryptosporidium).
14

Beberapa mikroorganisme pathogen ini menyebabkan infeksi pada


sel-sel, memproduksi enterotoksin atau cytotoksin dimana merusak sel-
sel, atau melekat pada dinding usus pada diare akut.
Penularan diare bisa melalui fekal ke oral dari satu penderita ke
penderita lain. Beberapa kasus ditemui penyebaran pathogen disebabkan
oleh makanan dan minuman yang terkontaminasi.Mekanisme dasar
penyebab timbulnya diare adalah gangguan osmotik. Ini artinya,
makanan yang tidak dapat diserap akan menyebabkan tekanan osmotik
dalam rongga usus meningkat sehingga terjadi pergeseran air dan
elektrolit ke dalam rongga usus, isi rongga usus berlebihan sehingga
timbul diare. Selain itu muncul juga gangguan sekresi akibat toksin di
dinding usus, sehingga sekresi air dan elektrolit meningkat kemudian
terjadi diare. Gangguan motilitas usus mengakibatkan hiperperistaltik
dan hipoperistaltik.
Diare dapat menimbulkan gangguan lain misalnya kehilangan air
dan elektrolit (dehidrasi). Kondisi ini dapat menggangu keseimbangan
asam basa (asidosis metabolic dan hypokalemia), gangguan gizi (intake
kurang, output berlebih), hipoglikemia, dan gangguan sirkulasi darah.
Normalnya makanan atau feses bergerak sepanjang usus dengan
bantuan gerakan peristaltik dan segmentasi usus, akan tetapi
mikroorganisme seperti salmonella, Escherichia coli, vibrio disentri dan
virus entero yang masuk ke dalam usus dan berkembang biak dapat
meningkatkan gerak peristaltik usus tersebut Usus kemudian akan
kehilangan cairan dan elektrolit kemudian terjadi dehidrasi. Dehidrasi
merupakan komplikasi yang sering terjadi jika cairan yang dikeluarkan
oleh tubuh melebihi cairan yang masuk, dan cairan yang keluar disertai
elektrolit.
Menurut (Wijaya & Putri, 2014), yang merupakan dampak dari
timbulnya diare adalah :

a. Gangguan osmolitik akibat terdapatnya makanan atau zat yang tidak


diserap akan menyebabkan tekanan osmotik dalam rongga usus
meninggi, sehingga terjadi pergeseran air dan elektrolit ke dalam
15

rongga usus. Isi rongga usus yang berlebihan ini akan merangsang
mengeluarkannya sehingga timbul diare.
b. Gangguan sekresi akibat rangsangan tertentu (misalnya oleh toksin)
pada dinding usus akan terjadi peningkatan sekresi air dan elektrolit
ke dalam rongga usus dan selanjutnya diare timbul karena terdapat
peningkatan isi rongga usus.
c. Gangguan motilitas usus, hiperperistaltik akan mengakibatkan
berkurangnya kesempatan usus untuk menyerap makanan, sehingga
timbul diare. Sebaliknya bila peristaltik usus menurun akan
mengakibatkan bakteri tumbuh berlebihan yang selanjutnya dapat
menimbulkan diare pula.
5. Manifestasi Klinik
Beberapa tanda dan gejala diare berdasarkan Kementrian
Kesehatan (2017) antara lain:
a. Gejala umum
1) Berak cair atau lembek dan sering.
2) Muntah.
3) Demam yang dapat mendahului atau tidak sebagai gejala diare.
4) Dehidrasi. Gejala dehidrasi ini berbeda setiap golongan umur dan
derajat dehidrasinya, seperti mata cekung, ketegangan kulit
menurun, apatih dan gelisah.
b. Gejala spesifik
1) Vibrio cholera. Yaitu diare hebat dengan warna tinja seperti
cucian beras dan berbau amis.
2) Disenteriform yaitu tinja berlendir dan berdarah. Sebagian akibat
dari kehilangan cairan dan elektrolit secara mendadak, dapat
terjadi bebagai macam komplikasi, seperti dehidrasi, renjatan
hipopolemik, hipokalemia, hipoglikemia, intoleransi glukosa,
kejang dan malnutrisi.
6. Komplikasi
Komplikasi utama diare akut adalah kehilangan cairan dan
kelainan elektrolit, terutama pada lanjut usia dan anak-anak. Pada kasus-
16

kasus yang terlambat mendapat pertolongan medis, syok hipovolemik


sudah tidak dapat diatasi lagi, dapat timbul nekrosistubular akut ginjal
dan selanjutnya terjadi 15 gagal multi organ. Komplikasi ini terjadi
karena pemenuhan kebutuhan cairan tubuh yang tidak adekuat. Kejadian
rata-rata gagal ginjal akut pada anak-anak yang dirawat di rumah sakit
dengan penyakit diare adalah 1,0%, 0,6%, dan 0,8% masing-masing
untuk infeksi, tidak menular, dan semua diare (Bradshaw et al., 2019).
Selain itu Haemolityc Uremic Syndrome (HUS) adalah komplikasi
terutama oleh EHEC.
Pasien HUS menderita gagal ginjal, anemia hemolysis dan
trombositopeni 12-14 hari setelah diare. Sindrom Guillain – Barre,
merupakan komplikasi potensial lain, khususnya setelah infeksi C.
jejuni, 20- 40% pasien Guillain – Barre menderita infeksi C. jejuni
beberapa minggu sebelumnya. Pasien menderita kelemahan motorik dan
mungkin memerlukan ventilasi mekanis. Kemudian arthritis pasca-
infeksi dapat terjadi beberapa minggu setelah penyakit diare karena
Campylobacter, Shigella, Salmonella, atau Yersinia spp (Amin, 2015).
Menurut Putra et al., (2008) terdapat beberapa penyakit penyerta diare
pada balita yaitu gizi buruk 36,6%, alergi susu sapi 31,7%, infeksi
saluran kencing 24,4% dan infeksi HIV 19,5% sedangkan menurut
Yusuf (2016) menemukan penyakit penyerta seperti gizi kurang 68,9%,
gizi buruk 15,5%, bronkopneumonia 6,9%, tonsilofaringitis akut 3,5%,
kejang demam kompleks 3,5%, dan varisela 1,7%. Berbeda halnya
dengan Ide & Alex-Hart (2019) menyebutkan bahwa malaria adalah
penyakit penyerta paling umum yaitu 16,8%, diikuti oleh tonsilitis
sebesar 16% dan pneumonia 11,4%
7. Penatalaksanaan Medis
Menurut Depkes RI (2015), prinsip tatalaksana diare pada balita
adalah LINTAS DIARE (Lima Langkah Tuntaskan Diare), yang
didukung oleh Ikatan Dokter Anak Indonesia dengan rekomendasi
WHO. Rehidrasi bukan satu-satunya cara untuk mengatasi diare tetapi
memperbaiki kondisi usus serta mempercepat
17

penyembuhan/menghentikan diare dan mencegah anak kekurangan gizi


akibat diare juga menjadi cara untuk mengobati diare. Adapun program
LINTAS Diare (Lima Langkah Tuntaskan Diare) yaitu:
a. Berikan obat Zinc
Zinc merupakan salah satu mikronutrien yang penting dalam
tubuh. Zinc dapat menghambat enzim INOS (Inducible Nitric Oxide
Synthase), dimana ekskresi enzim ini meningkat selama diare dan
mengakibatkan hipersekresi epitel usus. Zinc juga berperan dalam
epitelisasi dinding usus yang mengalami kerusakan morfologi dan
fungsi selama kejadian diare.Pemberian Zinc selama diare terbukti
mampu mengurangi lama dan tingkat keparahan diare, mengurangi
frekuensi buang air besar, mengurangi volume tinja, serta
menurunkan kekambuhan kejadian diare pada 3 bulan berikutnya.
Penelitian di Indonesia menunjukkan bahwa Zinc mempunyai efek
protektif terhadap diare sebanyak 11 % dan menurut hasil pilot study
menunjukkan bahwa Zinc mempunyai tingkat hasil guna sebesar 67
% (Hidayat 1998 dan Soenarto 2007). Berdasarkan bukti ini semua
anak diare harus diberi Zinc segera saat anak mengalami diare.
Dosis pemberian Zinc pada balita:
1) Umur < 6 bulan : ½ tablet ( 10 Mg ) per hari selama 10 hari
2) Umur > 6 bulan : 1 tablet ( 20 mg) per hari selama 10 hari.
Zinc tetap diberikan selama 10 hari walaupun diare sudah
berhenti. Cara pemberian tablet zinc: Larutkan tablet dalam 1 sendok
makan air matang atau ASI, sesudah larut berikan pada anak diare.
b. Pemberian ASI / Makanan :
Pemberian makanan selama diare bertujuan untuk memberikan
gizi pada penderita terutama pada anak agar tetap kuat dan tumbuh
serta mencegah berkurangnya berat badan. Anak yang masih minum
Asi harus lebih sering di beri ASI. Anak yang minum susu formula
juga diberikan lebih sering dari biasanya. Anak uis 6 bulan atau lebih
termasuk bayi yang telah mendapatkan makanan padat harus
diberikan makanan yang mudah dicerna dan diberikan sedikit lebih
18

sedikit dan lebih sering. Setelah diare berhenti, pemberian makanan


ekstra diteruskan selama 2 minggu untuk membantu pemulihan berat
badan.
c. Pemberian Antibiotika
Pemberian Antibiotika hanya atas indikasiAntibiotika tidak
boleh digunakan secara rutin karena kecilnya kejadian diare pada
balita yang disebabkan oleh bakteri. Antibiotika hanya bermanfaat
pada penderita diare dengan darah (sebagian besar karena shigellosis),
suspek kolera.Obat-obatan Anti diare juga tidak boleh diberikan pada
anak yang menderita diare karena terbukti tidak bermanfaat. Obat anti
muntah tidak di anjurkan kecuali muntah berat. Obat-obatan ini tidak
mencegah dehidrasi ataupun meningkatkan status gizi anak, bahkan
sebagian besar menimbulkan efek samping yang bebahaya dan bisa
berakibat fatal. Obat anti protozoa digunakan bila terbukti diare
disebabkan oleh parasit (amuba, giardia).
d. Berikan Oralit
1) Pengertian Oralit
Oralit merupakan cairan elektrolit bagi penderita diare yang
berfungsi untuk menggantikan kehilangan cairan didalam tubuh
serta mencegah terjadinya dehidrasi. Terutama untuk pengobatan
diare akut. Sangat penting terutama bagi pasien bayi dan usia
lanjut.
Garam rehidrasi oral adalah minuman khusus yang terdiri
dari kombinasi garam kering. ketika di campur dengan air matang
yang benar, maka minuman oralit dapat membantu rehidrasi tubuh
ketika banyak kehilangan cairan karena diare (Zareen. 2015).
pemberian cairan pengganti (cairan rehidrasi) baik yang diberikan
secara oral (diminum) berhasil menurunkan angka kematian
akibat dehidrasi pada ribuan anak yang menderita diare (Zareen.
2015).
Untuk mencegah terjadinya dehidrasi dapat dilakukan mulai
dari rumah tangga dengan memberikan oralit osmolaritas rendah,
19

dan bila tidak tersedia berikan cairan rumah tangga seperti air
tajin, kuah sayur, air matang. Oralit saat ini yang beredar di
pasaran sudah oralit yang baru dengan osmolaritas yang rendah,
yang dapat mengurangi rasa mual dan muntah. Oralit merupakan
cairan yang terbaik bagi penderita diare untuk mengganti cairan
yang hilang. Bila penderita tidak bisa minum harus segera di bawa
ke sarana kesehatan untuk mendapat pertolongan cairan melalui
infus.
2) Derajat dehidrasi dibagi dalam 3 klasifikasi :
1) Diare tanpa dehidrasi
Tanda diare tanpa dehidrasi, bila terdapat 2 tanda di bawah ini
atau lebih :
a) Keadaan Umum : baik
b) Mata : Normal
c) Rasa haus : Normal, minum biasa
d) Turgor kulit : kembali cepat
 Dosis oralit bagi penderita diare tanpa dehidrasi sbb :
a) Umur < 1 tahun : ¼ - ½ gelas setiap kali anak
mencret
b) Umur 1 – 4 tahun : ½ - 1 gelas setiap kali anak mencret
c) Umur diat 5 Tahun : 1 – 1½ gelas setiap kali anak
mencret
2) Diare dehidrasi Ringan/Sedang
Diare dengan dehidrasi Ringan/Sedang, bila terdapat 2 tanda
di bawah ini atau lebih:
a) Keadaan Umum : Gelisah, rewel
b) Mata : Cekung
c) Rasa haus : Haus, ingin minum banyak
d) Turgor kulit : Kembali lambat
Dosis oralit yang diberikan dalam 3 jam pertama 75 ml/ kg bb
dan selanjutnya diteruskan dengan pemberian oralit seperti
diare tanpa dehidrasi.
20

3) Diare dehidrasi berat


Diare dehidrasi berat, bila terdapat 2 tanda di bawah ini atau
lebih:
a) Keadaan Umum : Lesu, lunglai, atau tidak sadar
b) Mata : Cekung
c) Rasa haus : Tidak bisa minum atau malas minum
d) Turgor kulit : Kembali sangat lambat (lebih dari 2)
Penderita diare yang tidak dapat minum harus segera dirujuk ke
Puskesmas untuk di infus.
3) Manfaat oralit
Diberikan untuk mengganti cairan dan elektrolit dalam tubuh
yang terbuang saat diare. walaupun air sangat penting untuk
pengganti dehidrasi, air minum tidak mengandung garam
elektrolit yang diperlukan untuk mempertahankan keseimbangan
elektrolit dalam tubuh sehingga lebih di utamakan oralit.
campuran glukosa dan garam yang terkanung dalam oralit dapat
diserap dengan baik oleh usus penderita diare (Zareen. 2015).
4) Dosis oralit
a. Bagi penderita diare tanpa dehidrasi sbb :
a) Umur < 1 tahun : ¼ - ½ gelas setiap kali anak
mencret
b) Umur 1 – 4 tahun : ½ - 1 gelas setiap kali anak
mencret
c) Umur diatas 5 Tahun : 1 – 1½ gelas setiap kali anak
mencret
b. Diare dehidrasi Ringan/Sedang
a) Dosis oralit yang diberikan dalam 3 jam pertama 75 ml/ kg
bb dan selanjutnya diteruskan dengan pemberian oralit
seperti diare tanpa dehidrasi.
b) Diare dehidrasi berat
langsung di rujuk ke RS atau pelayanan kesehatan terdekat.
21

Tabel 2.2 Pemberian Oralit (Sumber: MTBS, 2015)


Umur <4 bulan 4<12 bulan 1-<2 bulan 2- <5 bulan
Berat <6 kg 6 -< 10 kg 10 -< 10 kg 12-19 kg
Jumla 200 -400 400-700 700 – 900 900-1400
h
Tentukan jumlahoralit untuk 3 jam pertama, jika anak
menginginkan boleh diberikan lebih banyak dari pedoman di atas.
Untuk anak berumur kurang dari 6 bulan yang tidak menyusu
berikan juga 100-200 ml air matang selama periode ini.
5) Tunjukan cara memberikan larutan oralit
a. Minumkan sedikit-sedikit tapi sering dari cangkir/gelas.
b. Jika anak muntah, tunggu 10 menit . Kemudian berikan lagi l
ebih lambat.
c. Lanjutkan ASI selama anak mau
6) Cara membuat larutan gula-garam:
Bahan terdiri dari 1 sendok teh gula pasir, seperempat sendok
teh garam dapur dan 1 gelas (200 cc) air matang. Setelah diaduk
rata pada sebuah gelas diperoleh larutan gulagaram yang siap
digunakan.
22

A. Konsep Dasar Masalah Keperawatan


1. Pengertian Risiko Ketidakseimbangan Elektrolit
Beresiko mengalami perubahan kadar serum elektrolit.
2. Faktor Risiko
a. Ketidakseimbangan cairan (dehidrasi dan intoksikasi air)
b. Kelebihan volume cairan
c. Gangguan mekanisme regulasi (diabetes)
d. Efek samping prosedur (pembedahan)
e. Diare
f. Muntah
g. Disfungsi ginjal
h. Disfungsi regulasi endokrin
3. Kondisi Klinis Terkait
a. Gagal ginjal
b. Anoreksia nervosa
c. Diabetes militus
d. Penyakit Chron
e. Gastrointeristis
f. Pankreatitis
g. Cedera kepala
h. Kanker
i. Trauma multipel
j. Luka bakar
k. Anemia sel sabit
(Tim Pokja SDKI DPP PPNI, 2016).

B. Konsep Asuhan Keperawatan pada pasien diare dengan Risiko


Ketidakseimbangan Elektrolit
1. Pengkajian Keperawatan
a. Identitas
Meliputi nama lengkap, tempat tinggal, jenis kelamin, tanggal
lahir, umur, tempat lahir, asal suku bangsa, nama orang tua, pekerjaan
23

orang tua, penghasilan. Untuk umur dari pasien diare akut, sebagian
besar adalah anak di bawah 2 tahun. Insiden paling tinggi pada umur
6-11 bulan karena pada masa ini bayi mulai diberikan makanan
pendamping. Kejadian diare akut pada anak laki-laki hampir sama
dengan anak perempuan Depkes RI dalam (Susilaningrum et al.,
2013).
b. Keluhan utama
Buang air besar lebih dari 3 kali sehari. BAB kurang dari 4 kali
dengan konsistensi cair (diare tanpa dehidrasi). Buang air besar 4-10
kali dengan konsistensi encer/cair (dehidrasi ringan/sedang). Buang
air besar lebih dari 10 kali (dehidrasi berat). Bila diare berlangsung <
14 hari adalah diare akut. Bila berlangsung 14 hari atau lebih adalah
diare persisten.
c. Riwayat penyakit sekarang
1) Mula-mula anak/bayi menjadi cengeng, gelisah, suhu badan
mungkin meningkat. Nafsu makan berkurang atau tidak ada,
kemungkinan timbul diare.
2) Tinja makin cair, mungkin disertai lendir atau lendir dan darah.
Warna tinja berubah menjadi kehijauan karena bercampur
empedu.
3) Anus dan daerah sekitarnya timbul lecet karena sering defekasi dan
sifatnya makin lama makin asam.
4) Bila pasien telah banyak kehilangan cairan dan elektrolit, gejala
dehidrasi mulai tampak.
5) Gejala muntah dapat terjadi sebelum atau sesudah diare.
6) Diuresis, yaitu terjadi oliguri (kurang 1 ml/kg/BB/jam) bila terjadi
dehidrasi. Urine normal pada diare tanpa dehidrasi. Urine sedikit
gelap pada dehidrasi ringan atau sedang. Tidak ada urin dalam
waktu enam jam (dehidrasi berat).
d. Riwayat kesehatan
1) Riwayat riwayat imunisasi terutama anak yang belum imunisasi
campak. Diare ini lebih sering terjadi dan berakibat berat bdan
24

pada anak-anak dengan campak atau yang menderita campak


dalam 4 minggu terakhir, yaitu akibat penurunan kekebalan pada
pasien.
2) Riwayat alergi terhadap makanan atau obat-obatan (antibiotik)
karena faktor ini salah satu kemungkinan penyebab diare menurut
Axton dalam (Susilaningrum et al., 2013).
3) Riwayat penyakit yang sering pada anak berumur di bawah 2 tahun
biasanya batuk, panas, pilek, serta kejang yang terjadi sebelum,
selama, atau setelah terjadinya diare. Hal ini untuk melihat tanda
atau gejala infeksi lain yang menyebabkan diare, seperti OMA,
faringitis, bronko pneumonia, tonsillitis, ensefalitis menurut
Suharyono dalam (Susilaningrum et al., 2013).
e. Riwayat Nutrisi
Riwayat pemberian makanan sebelum sakit diare meliputi :
1) Pemberian ASI penuh pada anak umur 4-6 bulan sangat mengurangi
resiko diare dan infeksi yang serius.
2) Pemberian susu formula. Apakah di buat mengunakan air masak dan di
berikan dengan botol atau dot, karena botol yang tidak bersih akan
mudah menimbulkan pencemaran.
3) Perasaan haus. Anak yang diare tanpa dehidrasi tidak merasa haus
(minum biasa). Pada dehidrasi ringan/ sedang anak merasa haus minum
banyak. Sedangkan pada dehidrasi berat anak merasa malas minum atau
tidak bisa minum.
f. Pemeriksaan fisik
1) Keadaan umum:
a) Baik, sadar (tanpa dehidrasi).
b) Gelisah, rewel (dehidrasi ringan atau sedang).
c) Lesu , lunglai, atau tidak sadar (dehidrasi berat).
2) Berat badan anak yang mengalami dehidrasi biasa mengalami
penurunan berat badan sebagai berikut:
3) Kulit
Untuk mengetahui elestisitas kulit, dapat dilakukan pemeriksaan
turgor, yaitu dengan cara mencubit daerah perut mengunakan
25

kedua ujung jari (bukan kedua kuku). Apabila turgor kembali


dengan cepat (kurang dari 2 detik), berarti diare tersebut tanpa
dehidrasi. Apabila turgor kembali dengan waktu lambat ( cubit
kembali dalam waktu 2 detik), ini berarti diare dengan dehidrasi
ringan/sedang. Apabila turgor kembali dengan sangat lambat
( cubitan kembali lebih dari 2 detik), ini termasuk diare dengan
dehidrasi berat.
4) Kepala
Anak berusia di bawah 2 tahun yang mengalami dehidrasi ubun-
ubunya biasanya cekung.
5) Mata
Anak yang diare tanpa dehidrasi, bentuk matanya normal. Apabila
mengalami dehidrasi ringan/sedang, kelopak matanya cekung
(cowong). Sedangkan apabila mengalami dehidrasi berat kelopak
matanya sangat cekung.
6) Mulut dan lidah
a) Mulut dan lidah basah ( tanpa dehidrasi).
b) Mulut dan lidah kering ( dehidrasi ringan/sedang).
c) Mulut dan lidah kering ( dehidrasi berat).
7) Abdomen
Kemungkinan mengalami distensi, kram dan bising usus yang
meningkat. Bising usus normal pada balita 6-15x/menit.
8) Anus, apakah ada iritasi pada kulitnya.

g. Pemeriksaan penunjang
Pemeriksaan laboratorium penting artinya dalam menegakan
diagnose (kausal) yang tepat sehingga dapat memberikan terapi yang
tepat pula. Pemeriksaan yang perlu di lakukan terhadap anak yang
terkena diare yaitu:
a) Pemeriksaan tinja baik secara makroskopi maupun mikroskopi
dengan kultur.
26

b) Test malabsorbi yang meliputi karbohid rat (Ph Clini Test), lemak
dan kultur urine.
2. Diagnosa Keperawatan
Diagnosa keperawatan untuk membantu klien dalam mencapai
kesehatan yang optimal diantaranya: Masalah keperawatan yang mungkin
muncul pada anak dengan diare menurut (PPNI, 2016) dalam buku
Standar Diagnosis Keperawatan, diagnosa yang dapat dirumuskan pada
pasien diare yaitu :
a. Risiko ketidakseimbangan elektrolit.
b. Defisit nutrisi.
c. Gangguan integritas kulit.
d. Defisit pengetahuan
3. Intervensi Keperawatan Rencana keperawatan yang dapat dirumuskan
pada :
Rencana keperawatan yang dapat dirumuskan pada resiko
ketidakseimbangan elektrolit menurut (SDKI) yaitu :
No Diagnosa SDKI SLKI
1. Risiko Setelah dilakukan asuhan Fluid Management
ketidakseimbanga
keperawatan selama 3x24 2. Monitor intake dan output
n elektolit
. jam dengan tujuan : tidak3. Berikan edukasi kepada pasien
terjadi risiko dan keluarga tentang diare dan
ketidakseimbangan elektrolit pencegahannya
Dengan kriteria hasil sebagai4. Ajarkan pasien dan keluarga cara
berikut : mencuci tangan yang baik dan
1.Mempertahankan dan benar
konsistensi BAB kembali5. Ajarkan keluarga untuk membuat
normal) larutan gula garam
2) Tekanan darah, nadi, suhu,6. Monitor status hidrasi
bising usus dalam batas ( kelembaban, membran mukosa,
normal mata, turgor kulit)
3) Tidak ada tanda-tanda7. Monitor vital sign
dehidrasi (Elastisitas turgor8. Monitor status nutrisi
27

kulit baik, membran mukosa9. Dorong masukan oral


lembab, tidak ada rasa haus10. Dorong keluarga untuk
yang berlebihan) membantu pasien makan
11. Tawarkan snack (jus buat
atau buah segar)
12. Kolaborasi dokter jika tanda
cairan berlebih muncul
memburuk

2) Implementasi Keperawatan
Menurut (Dinarti, Aryani, Nurhaeni, & Chairani, 2013) Implementasi
dalam proses keperawatan terdiri rangkaian aktivitas keperawatan dari hari ke
hari yang harus dilakukan dan didokumentasikan dengan cermat. Perawat
melakukan pengawasan terhadap efektifitas tindakan/intervensi yang
dilakukan, bersamaan pula dengan menilai perkembangan pasien terhadap
pencapaian tujuan atau hasil yang diharapkan. Bagian dari pengumpulan data
ini memprakarsai tahap evaluasi proses keperawatan.
Adapun implementasi yang dilakukan sesuai dengan perencanaan menurut
(Nurarif & Kusuma, 2015) yaitu:
a. Mempertahankan catatan intake dan output yang akurat.
b. Memonitor status hidrasi (kelembaban membrane mukosa, nadi adekuat,
tekanan darah ortostatik), jika diperlukan.
c. Memonitor vital sign.
d. Memonitor masukan makanan atau cairan dan hitung intake kalori harian.
e. Melakukan kolaborasi pemberian cairan IV, berikan cairan IV pada suhu
ruangan.
f. Memonitor status nutrisi, motivasi masukan oral, motivasi keluarga untuk
27 membantu pasien makan, tawarkan snack (jus buah, buah segar).
g. Memberikan penggantian nesogatrik sesuai output.
h. Melakukan kolaborasi dengan dokter jika tanda cairan berlebih muncul
memburuk.
28

i. Mengatur kemungkinan transfusi dan persiapan untuk transfuse.


3) Evaluasi Keperawatan
Evaluasi dalam dokumentasi keperawatan mengharuskan perawat
melakukan pemeriksaan secara kritikal serta menyatakan respon yang
dirasakan pasien terhadap intervensi yang telah dilakukan. Evaluasi ini terdiri
dari dua tingkat yaitu evaluasi formatif dan evaluasi sumatif. Evaluasi formatif
atau biasa juga dikenal dengan evaluasi proses, yaitu evaluasi terhadap respon
yang segera timbul setelah intervensi keperawatan dilakukan. Sedangkan
evaluasi sumatif atau evaluasi hasil, yaitu evaluasi respon (jangka panjang)
terhadap tujuan, dengan kata lain bagaimana penilaian terhadap perkembangan
kemajuan kearah tujuan atau hasil akhir yang diinginkan.
Evaluasi untuk setiap diagnosis keperawatan meliputi data subjektif (S)
data objektif (O), analisa permasalahan (A) berdasarkan S dan O, serta
perencanaan (P) berdasarkan hasil analisa diatas. Evaluasi ini disebut juga
dengan evaluasi proses. Format dokumentasi SOAP biasanya digunakan
perawat untuk mengidentifikasi dan mengatasi masalah pasien (Dinarti et al.,
2013). Evaluasi yang diharapkan sesuai dengan masalah yang pasien hadapi
dimana sudah dibuat pada perencanaan tujuan dan kriteria hasil.
Adapun hasil yang diharapkan menurut (Nurarif & Kusuma, 2015) yaitu:
a. Mempertahankan urine output sesuai dengan usia dan BB, BJ urine normal,
28 HT normal.
b. Tekanan darah, nadi, suhu tubuh dalam batas nomal.
c. Tidak ada tanda-tanda dehidrasi.
d. Elastisitas turgor kulit baik, membrane mukosa lembab, tidak ada rasa haus
yang berlebihan.
BAB III
METODE PENELITIAN

A. Jenis Penelitian
Jenis penelitian ini adalah kualitatif dengan menggunakan
pendekatan studi kasus. Menurut (Sugiyono, 2018) metode penelitian
kualitatif yaitu metode penelitian yang berlandaskan pada filsafat
postpositivisme, digunakan untuk meneliti pada kondisi obyek yang
alamiah, dimana peneliti adalah sebagai instrument kunci, teknik
pengumpulan data dilakukan secara gabungan, analisis data bersifat
indukti/kualitatif, dan hasil penelitian kualitatif lebih menekankan makna.
B. Subjek Penelitian
Menurut (Sugiyono, 2018) Teknik yang sering digunakan dalam
penelitian kualitatif adalah purposive sampling. Purposive sampling
merupakan pengambilan data dengan berdasarkan pertimbangan tertentu,
misalnya seseorang yang dianggap paling tahu situasi dan kondisi
partisipan untuk memudahkan peneliti dalam pengambilan data.
Penelitian ini melibatkan 1 responden sebagai subjek penelitian, yakni
pasien anak yang memiliki masalah BAB lebih dari biasa dengan diare
tanpa dehidrasi di desa potorono banguntapan bantul.
C. Tempat dan Waktu Penelitian
Penelitian ini dilakukan di Keluarga Tn A Desa potorono
banguntapan bantul Februari 2022.
D. Fokus Studi Kasus
Menurut (Sugiyono, 2018) menjelaskan bahwa penelitian kualitatif
bersifat holistic (menyeluruh, tidak dapat dipisah-pisahkan), sehingga
peneliti kualitatif tidak akan menetapkan penelitiannya hanya berdasarkan
variable penelitian, tetapi keseluruhan situasi social yang diteliti yang
meliputi aspek tempat (place), Pelaku (actor), dan aktivitas (activity) yang
berinteraksi secara sinergis. Pada penelitian ini peneliti menetapkan fokus
studi kasusnya yaitu Intervensi yaitu pemberian terapi oralit pada masalah
keperawatan risiko ketidakseimbangan elektrolit.
30

E. Batasan Istilah
1. Oralit
Oralit adalah minuman khusus yang terdiri dari kombinasi garam
kering. ketika di campur dengan air matang yang benar, maka
minuman oralit dapat membantu rehidrasi tubuh ketika banyak
kehilangan cairan karena diare. Mengganti cairan dan elektrolit dalam
tubuh yang terbuang saat diare.
2. Risiko Ketidakseimbangan Cairan Elektrolit
Diare pengeluaran feses yang sering, lunak dan tidak berbentuk (Tim
Pokja SDKI DPP PPNI. (2016).
F. Instrumen Penelitian
Instrumen penelitian adalah alat yang digunakan untuk
melakukan kegiatan penelitian terutama sebagai pengukuran dan
pengumpulan data berupa angket, seprangkat soal tes, lembar
observasi, dsb. Pernyataan tersebut seperti halnya dengan pengertian
instrument penelitian menurut (Sugiyono, 2018) Instrumen penelitian
adalah suatu alat yang digunakan mengukur fenomena alam maupun
sosial yang diamati.

Menurut Nasution (1988) dalam Sugiyono (2018) menyatakan


: Dalam penelitian kualitatif, tidak ada pilihan lain daripada
menjadikan manusia sebagai instrument penelitian utama. Alasannya
ialah bahwa, segala sesuatunya belum mempunyai bentuk yang pasti.
Masalah, fokus penelitian, prosedur penelitian, hipotesis yang
digunakan, bahkan hasil yang diharapkan itu semuanya tidak dapat
ditentukan secara pasti dan jelas sebelumnya. Segala sesuatu masih
perlu dikembangkan sepanjang penelitian itu. Dalam keadaan yang
serba tidak pasti dan tidak jelas, tidak ada pilihan lain dan hanya
peneliti itu sendiri sebagai alat satu-satunya yang dapat mencapainya.
Pada penelitian ini, peneliti menggunakan metode pendekatan
studi kasus. Maka yang menjadi instrument penelitian atau alat yang
digunakan dalam penelitian ini adalah dengan observasi, studi
dokumentasi, dan wawancara.
31

G. Jalannya Penelitian
Penelitian ini dilakukan di Keluarga Tn A Desa potorono
banguntapan bantul Februari 2022. dengan beberapa tahap pelaksanaan
yang dijelaskan sebagai berikut:
1. Tahap Pra Persiapan
Tahap dimana melakukan pengajuan judul penelitian dengan
dosen pembimbing. Kemudian peneliti melakukan bimbingan dengan
dosen pembimbing dalam proses pembuatan proposal penelitian.
Dalam proses ini, peneliti mencari informasi dan referensi dari
literarure review berupa jurnal-jurnal penelitian, Karya Tulis Ilmiah
dan buku. Setelah proposal penelitian jadi, dilanjutkan dengan seminar
proposal.
2. Tahap Persiapan
Pada tahap ini peneliti melakukan perizinan pada pihak terkait
Panti Hafara Yogyakarta. Setelah itu peneliti mendapatkan ijin
penelitian langsung melakukan uji etik sebelum melakukan asuhan
keperawatan dengan menerapkan intervensi inovasi.
3. Tahap Pelaksanaan
Tahap pelaksanaan dimana pada tahap ini peneliti melaksanakan
penelitian ditempat yang telah ditentukan yaitu di Keluarga Tn A Desa
potorono banguntapan bantul Februari 2022. Peneliti menentukan
salah satu pasien untuk menjadi responden melalui lembar
permohonan persetujuan menjadi responden kemudian sebelum terapi
diberikan, peneliti menjelaskan secara detail terkait prosedur
pelaksanaan pada responden. Setelah itu peneliti melaksanakan
penerapan standar pemberian oralit pada pasien risiko
ketidakseimbangan cairan elektrolit dengan pasien tanpa dehidrasi.
Penelitian melakukan pemberian terapi oralit untuk mengurangi
dehidrasi dan diare selama 3 hari di rumah.

4. Tahap Penyelesaian
Setelah selesai melakukan implementasi keperawatan dengan
penerapan standar penanganan pertama di rumah pasien dengan diare
32

dengan cara pemberian oralit apakah efektif dengan pemberian oralit,


selanjutrnya peneliti membuat bab pembahasan dan bab kesimpulan,
penyusunan laporan dalam peneliti ini harus sesuai dengan tujuan
peneliti dan juga data yang diperoleh. Setelah itu, data ditampilkan
sebagai data secara keseluruhan. Data dokumen yang didapatkan
peneliti dibatasi aksesnya untuk dilakukan penelitian selanjutnya.
H. Analisis dan Penyajian Data
Menurut Sugiyono (2018) Penyajian data dibatasi sebagai sekumpulan
informasi tersusun yang disesuaikan dan diklarifikasi untuk
mempermudah peneliti dalam menguasai data dan tidak terbenam dalam
setumpuk data. Penyajian data dalam penelitian kualitatif dilakukan dalam
bentuk uraian singkat atau bagan.
Dalam penelitian ini peneliti menganalisis dan menyajikan
datamenggunakan pendekatan naratif dan deskriptif.
I. Etik Penelitian
1. Prinsip Etika Penelitian
Menurut Notoatmodjo, 2014 prinsip-prinsip etika penelitian yang
harus diperhatikan adalah sebagai berikut:
a) Kerahasiaan (Confidentiality)
Peneliti menjamin semua informasi yang diberikan responden
dengan tidak dipublikasikan kepada khalayak umum kecuali demi
kepentingan penelitian. Jaminan kerahasiaan ini akan memberikan
rasa nyaman nyaman pada responden saat penelitian meminta
informasi. Kuesioner penelitian yang telah diisi hanya diketahui pihak
yang berkepentingan terhadap penelitian yang diteliti yaitu peneliti,
asisten peneliti dan pembimbing.
b) Keanoniman (Anonymity)
Peneliti tidak menampilkan identitas responden. Responden
dijamin kerahasiaan identitas dengan tidak mencantumkan nama
responden pada lembar pengumpulan data. Pengolahan data dan
pembahasan serta dokumentasi dalam penelitian ini hanya
mencantumkan kode nomor responden.
33

c) Privasi (Privacy)
Peneliti menjamin privacy responden dan menjunjung tinggi
harga diri responden. Peneliti tidak menanyakan hal-hal yang
dianggap sebagai privacy bagi responden, kecuali hal yang tidak
berkaitan dengan penelitian. Kerahasiaan inormasi yang diberikan
oleh responden dijamin oleh peneliti, hanya kelompok data tertentu
saja yang akan disajikan atau dilaporkan sebagai hasil penelitian.
d) Keadilan (Justice)
Setiap responden diperlakukan sama berdasarkan moral, martabat,
dan hak asasi manusia. Hak dan kewajiban peneliti maupun subyek
juga harus diseimbangkan. Prinsip keadilan berarti lingkungan
penelitian dikondisikan agar memenuhi prinsip keterbukaan yaitu
kejelasan prosedur penelitian. Peneliti tidak melakukan diskriminasi
saat memilih responden penelitian. Peneliti melakukan perlakuan
yang sama kepada responden yang dipilih, selain itu peneliti
memberikan reward yang sama antar responden yang satu dengan
responden yang lain.
e) Perlindungan dan Bahaya (Protection from discomfort and harm)
Peneliti memberikan kesempatan kepada responden untuk
menyampaikan ketidaknyamanan dan tidak melanjutkan pengisian
kuesioner bila mengalami ketidaknyamanan selama mengikuti proses
penelitian. Saat pengambilan data berlangsung, semua responden
tidak ada yang mengalami penurunan kesehatan atau menyatakan
ketidaknyamanan sehingga semua responden dapat menyelesaikan
pengisian kuesioner penelitian.
f) Lembar Persetujuan (Informed Consent)
Informed consent merupakan pernyataan kesediaan dari subyek
dari penelitian untuk diambil datanya dan ikut serta dalam penelitian.
Informed consent berisi penjelasan tentang penelitian, tata cara
penelitian, manfaat yang diperoleh, resiko yang mungkin terjadi, dan
adanya pilihan bahwa subyek penelitian dapat menarik diri kapan saja
34

Uji Etik dalam penelitian ini dilakukandi RS PKU


MUHAMMADIYAH Bantul pada Bulan Desember 2021
BAB IV
HASIL PENELITIAN DAN
PEMBAHASAN

A. HASIL PENELITIAN
Penulis melakukan pengkajian menggunakan teknik pengumpulan data
melalui studi kepustakaan dan studi kasus menggunakan proses keperawatan
dengan pendekatan observasi dan wawancara. Dari hasil pengkajian penulis
dapat disajikan sebagai berikut :
Wawancara merupakan kegiatan utama dalam kajian pengamatan. Definisi
wawancara adalah metode pengumpulan data dengan cara mewawancarai
langsung responden yang diteliti. metode ini memberikan hasil secara
langsung dari kegiatan tanya-jawab secara lisan untuk memperoleh informasi.
Bentuk informasi yang diperoleh dinyatakan dalam tulisan, pada studi kasus
ini sumber data diperoleh dari hasil wawancara terhadap klien dan
pendamping pasien. Observasi merupakan salah satu metode pengumpulan
data dengan cara mengamati atau meninjau secara cermat dan langsung di
lokasi penelitian untuk mengetahui kondisi yang terjadi atau membuktikan
kebenaran dari sebuah desain penelitian yang sedang dilakukan
(Damaiyanti&Iskandar,2014).
Hasil pengkajian penulis sajikan sebagai berikut:
1. Pengkajian Keperawatan
Penulis melakukan pengkajian asuhan keperawatan pada pasien dilakukan
pada tanggal 24 Februari 2022 di Keluarga Tn A Desa potorono
banguntapan bantul.
Penulis melakukan pengkajian asuhan keperawatan anak pada pasien
dengan Risiko Ketidakseimbangan Elektrolit di Keluarga Tn A Desa
potorono banguntapan bantul 24 Februari 2022 pukul 13.00 dan di
dapatkan hasil bahwa pasien saat mengalami diare tanpa dehidrasi
36

a. Identitas dan Data Pengkajian

Tabel 4.1
Identitas dan Data Pengkajian
Identitas pasien Identitas pasien yaitu An. A, pasien berjenis kelamin
laki-laki, dengan usia 4 tahun, pasien berasal dari
Bantul. Pasien beragama Islam, suku jawa, warga
negara Indonesia.
Identitas penanggung jawab pasien yaitu orang tua
atas nama Tn. B berusia 30 Tahun, Pekerjaan
sebagai Wiraswasta dan pendidikan terakhir SMK
sedangkan Ibu atas nama Ny S, pekerjaan sebagai
Ibu Runah Tangga, Pendidikan Terakhir Tamat
SMA dan beralamat di Bantul..
Alasan masuk Saat dilakukan pengkajian di rumah Tn. A ibu
pasien mengatakan An. A diare sudah lebih dari 4
hari dan nafsu makan menurun.
Riwayat kesehatan sekarang Ibu An. A mengatakan
anaknya mengalami perut sakit, muntah dan tidak
mau makan. Kemudian di hari kedua anak A
mengalami demam tinggi dan BAB lebih dari 5x tdai
pagi dan tidak mau makan. Saat dilakukan
pengkajian tentang keluhan utama pasien menangis,
badannya lemas, Ibu Klien juga mengatakan tidak
nyaman dan tidak bisa beristirahat dengan kondisi
yang dialaminya, tidak nafsu makan.
Faktor Klien pernah di rawat di RS PKU
predisposisi MUHAMMADIYAH Bantul selama 1 minggu
dengan kasus yang sama Diare pada tahun 2021.
dan pasien sempat pulang dan di rawat jalan.
Pemeriksaan Hasil pemeriksaan fisik yaitu Keadaan umum anak
Fisik baik, kesadaran composmetis dengan GCS 15 (E:4,
M:6, V:5), dan tanda-tanda vital TD: 130/80 mmHg,
37

Suhu: 39,2oC, RR 25 x/menit, Nadi: 120x/menit.


Pemeriksaan antropometri normal dengan tinggi
badan : 95 Cm dan berat badan 14 kg dan dan status
gizi yaitu gizi baik.
 Pemeriksaan head to toe di dapatkan hasil yaitu
kepala bentuk bulat, rambut pendek, warna
rambut hitam, kulit kepala bersih, mata yaitu
mata simestris antara kanan dan kiri, konjungtiva
anemis, hidung yaitu tidak terlihat cuping
hidung.
 Telinga simestris antara kanan dan kiri, tidak
terlihat ada kotoran pada telinga,
 mulut yaitu tidak ada pembengkakan pada
kelenjar tiroid dan tidak ada nyeri tekan.
 Pemeriksaan thoraks/ dada: paru- paru inspeksi
yaitu bentuk simestris antara kanan dan kiri,
palpasi tidak ada nyeri tekan, ictuskordis teraba
di intercosta ke 5, perkusi yaitu suara sonor,
auskultasi vesikuler.
 Pemeriksaan jantung: inspeksi tidak ada terlihat
pembesaran jantung, palpasi apek jantung tidak
teraba, perkusi yaitu pekak, auskultasi yaitu S1
dan S2 reguler tidak ada suara tambahan.
 Pemeriksaan abdomen: inspeksi yaitu perut tidak
ada luka atau jejas, auskultasi yaitu bising usus
terdengar 22x/menit, perkusi suara perut timpani,
palpasi tidak teraba benjolan dan nyeri tekan.
 Pemeriksaan genetalia: jenis kelamin laki-laki,
Anus lembab,
 Pemeriksaan ekstremitas atas yaitu tidak
mengalami masalah gerak.
Ekstremitas bawah tidak terdapat adanya
38

nekrosis maupun abrasi.


 Intergumen: akral teraba hangat. Pemeriksaan
muskuloskeletal; kekuatan otot bagian atas kanan
dan kiri dengan nilai 5 dengan hasil kekuatan
otot normal dengan gerakan penuh gratvitasi
dengan tahanan penuh.
Psikososial Pasien merupakan anak pertama, pasien tinggal di
rumah bersama kedua orang tuanya. Di dalam
keluarga diterapkan komunikasi dua arah antara
pasien dengan keluarga yang tinggalserumah.
Gambaran diri : -
Ideal diri: Ny. S mengatakan An. A berumur 3tahun
dan ingin An. A cepat sembuh dan bisa berkumpul
di rumah.
Identitas diri:An. A berjenis kelamin laki-laki
Peran diri: An. A berperan sebagai anak
Harga diri,-
Hubungan sosial: ibu An. A mengatakan anaknya
main dengan kakaknya saja di rumah
Spiritual Pasien mengatakan meyakini adanya Allah SWT,
pasien mengatakan memiliki keyakinan agama
Islam, namun cuma sekedar melakukan sholat yang
dijadwalkan oleh yayasan hafara. karena di
lingkungan keluarga pasien
Status mental Penampilan pasien tampak bersih, rambut rapi,
pasien menggunakan pakaian lengan panjang,
menggunakan alas kaki, Ny. S mengatakan An. A
mandi 2x sehari, kebersihan gigi dan mulut cukup
bersih. Dengan kesan semuanya yaitu rawat diri
cukup.
Kegiatan hidup Perawatan diri dalam kegiatan hidup sehari-hari
sehari-hari An.A seperti mandi, kebersihan, BAK/BAB, ganti
39

(ADL) pakaian, dan makan semuanya dilakukan Dibantu


total oleh ibunya sendiri karena An. A dengan
seusianya belum memahami arti dari kebersihan.
Pasien makan 3x/hari pagi, siang, dan sore dengan
porsi yang disediakan oleh ibunya tetapi tidak Habis.
Untuk makan dan minum anak A di bantu Oleh
Ibunya. Berat badan pasien saat ini tidak stabil
karena nafsu makan menurun jadi BB menurun yaitu
17 kg. BAK ±6x/Hri, BAB ±5x/hari
Ny. S mengatakan An. A mandi 2x/hari memakai
sabun, dan kramas dengan shampo.
Ny. S mengatakan An. A tadi malam tidak bisa tidur
karena Tidak nyaman dengan kondisi saat ini.
Kemampuan Tidak ada keluhan
klien
Mekanisme Ibu anak A mengatakan, akan selalu mendampingi
Koping anaknya dan memberikan kasih sayang pada
anaknya.
Masalah Tidak ada keluhan
psikososial dan
lingkungan

2. Analisa Data
Analisis data dalam penelitian merupakan proses penelitian yang
sangat penting karena dengan analisis inilah data yang ada akan
tampak manfaatnya terutama dalam memecahkan masalah penelitian
dan mencapai tujuan akhir penelitian. (Damaiyanti&Iskandar,2014).
Tabel. 4.2
Analisa Data
No Tgl/Jam Data (Subjektif & objektif) Etiologi Proble
m
1 24/02/21 DS: Kekurangan Risiko
40

13.00 - Ny S mengatakan anaknya volume cairan ketidak


BAB sebanyak 7x/perhari seimba
dan BAB cair dan ngan
berlendir. elektro

- Ibu mengatakan anak A lit

tidak nafsu makan dan


minum, muntah
- Ibu mengatakan anaknya
rewel .

DO:
- Anak A Tampak pucat,
lemas
- Minum jarang
- Tidak mau makan
- BAB Sering
- Akral teraba dingin
- Bising usus hiperaktif dan
peristaltik 20x/menit

3. Diagnosa Keperawatan
Diagnosa keperawatan yang dapat diangkat pada An. A meliputi :
a. Risiko ketidakseimbangan elektrolit berhubungan dengan kekurangan
volume cairan ditandai dengan DS: Ny S mengatakan anaknya BAB
sebanyak 7x/perhari dan BAB cair, Ibu mengatakan anak A tidak nafsu
makan dan minum, muntah, Ibu mengatakan anaknya rewel. DO: Anak
A Tampak pucat, lemas, Minum jarang, Tidak mau makan, BAB
Sering, Akral teraba dingin.
4. Diagnosa Keperawatan Prioritas
Diagnosa keperawatan priorotas sebagai berikut :
a. Risiko ketidakseimbangan elektrolit berhubungan dengan kekurangan
41

volume cairan ditandai dengan DS: Ny S mengatakan anaknya BAB


sebanyak 7x/perhari dan BAB cair, Ibu mengatakan anak A tidak nafsu
makan dan minum, muntah, Ibu mengatakan anaknya rewel. DO: Anak
A Tampak pucat, lemas, Minum jarang, Tidak mau makan, BAB
Sering, Akral teraba dingin.
5. Intervensi Keperawatan
Intervensi keperawtan yang di berikan kepada Tn. A sesuai dengan buku
panduan buku SLKI dan SIKI (Tim Pokja PPNI, 2016), disusun pada hari
Kamis tanggal 24 februari 2022 dengan meliputi:
Intervensi keperawatan yang di berikan kepada An. A sesuai dengan buku
SDKI meliputi:
a. Risiko ketidakseimbangan elektrolit berhubungan dengan kekurangan
volume cairan dilakukan tindakan keperawatan selama 3x pertemuan
Pemantauan Elektrolit : monitor mual dan muntah berkurang, monitor
kehilangan cairan membaik, diharapkan tanda dan gejala dehidrasi, kaji
status nutrisi anak dari sedikir menjadi sering, monitor tanda – tanda vital,
timbang berat badan setiap hari dari bb menurun menjadi ada kenaikan,
monitor pemeriksaan laboratorium, dorong masukan oral (pemberian
oralit), kolaborasi pemberian obat.
6. Implementasi Keperawatan
Implementasi dilakukan selama tiga hari, yang pertama dilakukan pada
hari kamis 24 Februari 2022, kedua dilakukan pada hari jumat 25 februari
2022, yang ketiga dilakukan pada hari sabtu 26 februari 2022,
implementasi keperawatan yang diberikan kepada An. A disesuaikan
dengan diagnosa dan prioritasnya
Tabel 4.3 Implementasi Keperawatan Dengan Diagnosa Risiko
Ketidakseimbangan Elektrolit
Hari ke-1 Risiko ketidakseimbangan elektrolit berhubungan dengan kekurangan
24/02/202 volume cairan pada pukul 14.00: memonitor tanda dan gejala diare,
2 mengedukasikan memberikan makanan dalam porsi sering,
mengobservasi turgor kulit, memonitoring kulit akan adanya kemerahan.
Menjelaskan ke orang tua anak A untuk memberikan Cairan elektrolit
42

yaitu Oralit untuk mengatisipasi terjadi diare berat. Penatalaksanaan


Oralit di berikan 1 bungkus setiap An. A Diare. Melakukan kontrak
selanjutnya.
Hari ke-2 Risiko ketidakseimbangan elektrolit berhubungan dengan kekurangan
25/2/2022 volume cairan pada pukul 10.00 menyapa dengan ramah An. A secara
verbal dan nonverbal, mengevaluasi kondisi anak A, Memonitor BB,
menanyankan kondisi An.A Kondisi anak A semakin Membaik,
kontinutas BAB berkurang menjadi 4x tetapi masih cair, memberikan
lagi oralit sesuai dosis yaitu 1 bungkus setiap BAB, mengedukasikan
tetap makan dalam porsi sering, mual muntah sudah tidak ada lagi. ibu
pasien sudah bisa membuat larutan oralit, Anak A sudah tidak rewel lagi.
Hari ke-3 Risiko ketidakseimbangan elektrolit berhubungan dengan kekurangan
26/2/2022 volume cairan pada pukul 10.00 menyapa dengan ramah An. A secara
verbal dan nonverbal, memantau kondisi Anak A, diare berkurang, turgor
kulit baik, porsi makan membaik, mengevaluasi pemberian oralit sangat
efektif di berikan pada pasien tanpa.

7. Evaluasi Keperawatan
Evaluasi keperawatan pada Tn. A pada tanggal 24 - 26 februari 2022,
meliputi:
Table 4.5 Evaluasi Keperawatan Dengan Diagnosa risiko
ketidakseimbangan elektrolit
Hari ke-1 Resiko ketidakseimbangan elektrolit, pukul 11.00 yaitu Ds: ibu
24/02/2022 AN. A mengatakan bahwa diarenya sudah berkurang yaitu
3x/hari, keadaan umum baik, membrane mukosa lembab, suhu:
36,8˚C RR: 28x/menit, 110x/menit, anak tidak tampak
kehausan. Hal ini tampak dari keberhasilan pencapaian tujuan
yaitu dapat teratasinya masalah keperawatan yang timbul
dengan kriteria hasil keafikan pada pasien, dari daan umum
baik, tanda – tanda vital dalam rentang normal, tidak ada tanda –
tanda dehidrasi, dan tidak ada rasa haus yang berlebihan
Hari ke-2 Resiko ketidakseimbangan elektrolit, pukul 11.00 yaitu Ds: ibu
43

25/02/2022 AN. A mengatakan bahwa diarenya sudah berkurang yaitu


3x/hari, keadaan umum baik, membrane mukosa lembab, suhu:
36,8˚C RR: 28x/menit, 110x/menit, anak tidak tampak
kehausan, Anak BB terjadi peningkatan 500 gram, porsi makan
sudah baik, mual muntah sudah tidak terjadi. Hal ini tampak
dari keberhasilan pencapaian tujuan yaitu dapat teratasinya
masalah keperawatan yang timbul dengan kriteria hasil keafikan
pada pasien, dari dan umum baik, tanda – tanda vital dalam
rentang normal, tidak ada tanda – tanda dehidrasi, dan tidak ada
rasa haus yang berlebihan, tidak ada mual muntah.

8. Hasil Penerapan Tindakan Keperawatan Utama


Tindakan keperawatan utama yang di gunakan saat impementasi
pasien yang memiliki masalah keperawatan risiko ketidakseimbangan
elektrolit: Tindakan keperawatan utama yang di gunakan saat impementasi
pasien yang memiliki masalah kepeawatan risiko ketidakseimbangan
cairan elektrolit yaitu dengan pemberian oralit dimana sudah dijelaskan
dibagian implementasi dan evaluasi yang terdapat perubahan yang
signifikan pada pasien, dari awalnya pasien mengatakan BAB 7X, sehari
lemas, nafsu makan berkurang hanya diberikan minum air hangat.
kemudian setelah diberikan terapi oralit setiap pasien diare, dampak yang
terjadi jika diare tidak segera di tangani, diberikan intervensi selama 3 hari
terdapat perubahan yang signifikan dimana pasien merasa tenang, nafsu
makan bertambah, ibu pasien mengatakan Diare berkurang, pasien dapat
tidur nyenyak. pasien juga telah di berikan oralit sebelum tidur, ibu pasien
tampak lega dengan kondisi An A semakin membaik, dan ingin anaknya
bermain bersama teman-temanya.
B. PEMBAHASAN
Penulis melakukan pembahasan pada bab ini tentang masalah-
masalah yang muncul pada kasus yang di temukan selama pemberian
asuhan keperawatan yang di mulai pada tanggal 24-26 Februari 2022.
Peneliti akan membahas tentang masalah-masalah yang muncul
44

pada kasus yang di temukan selama observasi pemberian asuhan


keperawatan pada An. A dengan diagnose medis Diare. Kesenjangan
tersebut dilihat dengan memperhatikan aspek-aspek pada tahap
keperawatan di mulai dari pengkajian, diagnosa keperawatan, intervensi,
implementasi, sampai evaluasi. Sesuai dengan buku aplikasi asuhan
keperawatan berdasarkan diagnosa medis (Nurafif dan kusuma, 2015),
dalam buku tersebut metodologi proses keperawatan berdasarkan diagnosa
medis untuk mempermudah menyelesaikan masalah kesehatan pasien
secara teori ilmiah dan asuhan keperawatan yang meliputi pengkajian,
diagnosa, keperawatan, intervensi, implementasi, sampai evaluasi.
Kesenjangan tersebut dilihat dengan memperhatikan aspek-aspek
tahapan penyusunan asuhan keperawatan dimulai dari tahap pegkajian,
perencanaan, pelaksanaan, sampai ke tahap evaluasi pada asuhan
keperawatan An. A dengan diagnosa medis Diare di Desa Potorono
Banguntapan Bantul.
1. Pengkajian Keperawatan
.Identitas pasien yaitu An. A, pasien berjenis kelamin laki-laki,
usia 5 tahun, pasien berasal dari bantul. Pasien beragama Islam, suku
jawa, Warga Negara Indonesia. Identitas penanggung jawab yaitu
orang tua atas nama Ny. S pekerjaan sebagai Ibu Rumah Tangga dan
pendidikan terakhir tamat SMA, alamat Bantul.dan masalah
keperawatan risiko gangguan cairan elektrolit dengan pemberian oralit.
Hal in sesuai dengan teori (Ahmed, et al, 2011) mengatakan
Peneliti akan membahas tentang masalah-masalah yang muncul pada
kasus yang di temukan selama observasi pemberian asuhan
keperawatan pada An. A dengan diagnose medis Diare. Kesenjangan
tersebut dilihat dengan memperhatikan aspek-aspek pada tahap
keperawatan di mulai dari pengkajian, diagnosa keperawatan,
intervensi, implementasi, sampai evaluasi. Sesuai dengan buku aplikasi
asuhan keperawatan berdasarkan diagnosa medis (Nurafif dan kusuma,
2015), dalam buku tersebut metodologi proses keperawatan
berdasarkan diagnosa medis untuk mempermudah menyelesaikan
45

masalah kesehatan pasien secara teori ilmiah dan asuhan keperawatan


yang meliputi pengkajian, diagnosa, keperawatan, intervensi,
implementasi, sampai evaluasi.
Kesenjangan tersebut dilihat dengan memperhatikan aspek-
aspek tahapan penyusunan asuhan keperawatan dimulai dari tahap
pegkajian, perencanaan, pelaksanaan, sampai ke tahap evaluasi pada
asuhan keperawatan An. A dengan diagnosa medis Diare dan diagnosa
keperawatan Risiko Ketidakseimbangan Cairan Elektrolit di Potorono
Banguntapan Bantul.
Dari hasil penelitian yang di ambil oleh dwi (2018) Intervensi dan
kriteria hasil pada diagnosa keperawatan defisit nutrisi berhubungan
dengan penurunan intake makanan yaitu setelah dilakukan intervensi
keperawatan selama 3 x 24 jam diharapkan status nutrisi pasien membaik
( L.03119 ) dengan kriteria hasil porsi makanan yang dihabiskan
meningkat, diare menurun, frekuensi makan membaik, nafsu makan
membaik, bising usus membaik, dengan intervensi observasi : identifikasi
status nutrisi, identifikasi alergi dan intoleransi makanan, identifikasi
makanan yang disukai, identifikasi keburuhan kalori dan nutrisi, monitor
asupan makanan, monitor berat badan, terapeutik : berikan makanan
secara menarik dan suhu yang sesuai, berikan makanan tinggi kalori dan
protein, edukasi : anjurkan diet yang diprogramkan, kolaborasi :
kolaborasi dengan ahli gizi untuk menentukan jumlah kalori dan jenis
nutrisi yang dibutuhkan jika perlu, kolaborasi pemberian obat antimetik
jika perlu. Diare merupakan penyakit yang ditandai dengan berubahnya
bentuk tinja dengan intensitas buang air besar secara berlebihan lebih dari
3 kali dalam kurun waktu satu hari (Prawati & Haqi, 2019).
Ketika infeksi mikroorganisme terjadi dalam saluran pencernaan
kemudian berkembang dalam usus dan merusak sel mukosa usus.
Sehingga menyebabkan gangguan fungsi usus dalam mengabsorpsi
(penyerapan) cairan dan elektrolit. Dengan adanya
2. Pengkajian Keperawatan
Identitas pasien yaitu An. A, pasien berjenis kelamin laki-laki, usia
5 tahun, pasien berasal dari Bantul. An.A beragama Islam, suku jawa,
46

Warga Negara Indonesia. Identitas penanggung jawab yaitu orang tua


atas nama Ny. S pekerjaan sebagai Ibu Rumah Tangga dan pendidikan
terakhir tamat SMA, alamat Bantul. An. A memiliki diagnose medis
Diare dan masalah Keperawatan Risiko gangguan cairan elektrolit.
Hal in sesuai dengan teori (Ahmed, et al, 2011) mengatakan bahwa
Riskesdas (2013), mengatakan diare merupakan gangguan buang air
besar atau BAB ditandai dengan BAB lebih dari 3 kali sehari dengan
konsistensi tinja cair, dapat disertai dengan darah dan atau lender.
Anak yang mengalami diare akibat infeksi bakteri mengalami kram
perut, muntah, demam, mual, dan diare cair akut. Diare karena infeksi
bakteri invasif akan mengalami demam tinggi, mencret berdarah dan
berlendir (Wijoyo, 2013). Menurut Ngastiyah (2014), mengatakan
anak yang mengalami diare mula-mula akan cengeng, gelisah, suhu
tubuh meningkat, nafsu makan berkurang. BAB cair. Dalam hal ini
perawat harus dapat melakukan pengkajian lebih dalam agar semua
masalah yang dirasakan oleh klien dapat diketahui dan dapat dilakukan
implementasi secara menyeluruh ( holistik ).
Menurut peneliti keluhan yang ditemukan pada kasus An.A dan
sesuai dengan teori dan yang ada dimana pasien dengan diare datang
kerumah sakit karena BAB encer, frekuensi lebih dari 5 kali dalam
sehari, mual muntah, nafsu makan berkurang, anak menjadi gelisah,
dan rewel. Hal ini disebabkan karena jenis dari bakteri yang
menginfeksi di feses. Dari hasil pemeriksaan fisik An.A mengalami
penurunan berat badan, kulit disekitar anus lembab.
Secara klinis, pada anak yang diare mengalami penurunan pH
karena akumulasi beberapa asam non-volatil, maka akan terjadi
hiperventilasi yang akan menurunkan pCO2 menyebabkan pernafasan
bersifat cepat, teratur, dan dalam (pernapasan kusmaul) (Suharyono,
2008). Anak yang mengalami diare tanpa dehidrasi turgor kulit
biasanya kembali normal.
3. Diagnosa Keperawatan
Diagnosa keperawatan merupakan suatu penilaian klinis mengenai
47

respons klien terhadap masalah kesehatan atau proses kehidupan yang


dialaminya, baik berlangsung secara aktual maupun potensial (Tim Pokja
SDKI DPP PPNI, 2017).
Berdasarkan teori, setelah data terkumpul dan didokumentasikan
dalam format pengkajian kesehatan Anak maka seorang perawat harus
mampu melakukan analisa data dan menetapkan suatu kesimpulan
terhadap masalah yang dialami pasien.
Berdasarkan hasil analisa data dari pengkajian penulis
mendapatkan diagnose yang disusun dengan panduan ermusuhan
diagnosa, yaitu:
a. Risiko ketidakseimbangan elektrolit berhubungan dengan
kekurangan volume cairan ditandai dengan DS: Ny S mengatakan
anaknya BAB sebanyak 7x/perhari dan BAB cair, Ibu mengatakan
anak A tidak nafsu makan dan minum, muntah, Ibu mengatakan
anaknya rewel. DO: Anak A Tampak pucat, lemas, Minum jarang,
Tidak mau makan, BAB Sering, Akral teraba dingin.
Kondisi ini sesuai dengan teori dari Standar Diagnosa Keperawatan
Indonesia (SDKI), Hal ini sesuai dengan teori Betz (2009) bahwa
diare di definisikan adanya inflamasi pada membran mukosa lambung
dan usus halus yang ditandai dengan diare, muntah- muntah yang
berakibat kehilangan cairan dan elektrolit yang menimbulkan
dehidrasi dan gangguan keseimbangan cairan dan elektrolit.
4. Intervensi Keperawatan
Intervensi asuhan keperawatan yang telah dilakukan pada kedua klien
belum menggunakan standar intervensi keperawatan indonesia (SIKI)
dan standar luaran keperawatan indonesia (SLKI). adapun tindakan
pada standar intervensi keperawatan indonesia terdiri atas observasi,
terapeutik, edukasi, dan kolaborasi (Tim Pokja SIKI DPP PPNI, 2018)
a. Risiko ketidakseimbangan elektrolit berhubungan dengan
kekurangan volume cairan, dengan SLKI Perencanaan keperawatan
adalah bagian dari fase pengorganisasian dalam proses
keperawatan sebagai pedoman untuk mengarahkan tindakan
48

keperawatan dalam usaha membantu, meringankan, memecahkan


masalah atau untuk memenuhi kebutuhan pasien (Setiadi, 2012).
Pemantauan elektrolit (03122) Observasi Monitor mual, muntah
dan diare, monitor kehilangan cairan, jika perlu, identifikasi
penyebab diare monitor mukosa kulit, monitor BB, berikan oralit
sesuai dosis dan keluhan.
5. Implementasi Keperawatan
Setelah dilakukan penyusunan intervensi keperawatan pada An. A
penulis melakukan penyusunan implementasi keperawatan berdasarkan
diagnosis dan intervensi yang telah tersusun
Serangkaian kegiatan yang dilakukan oleh perawat untuk membantu
klien dari masalah status kesehatan yang dihadapi kestatus kesehatan yang
baik yang menggambarkan kriteria hasil yang diharapkan. Ukuran
implementasi keperawatan yang diberikan kepada klien terkait dengan
dukungan, pengobatan, tindakan untuk memperbaiki kondisi, pendidikan
untuk klien-keluarga, atau tindakan untuk mencegah masalah kesehatan
yang muncul dikemudian hari. Proses pelaksanaan implementasi harus
berpusat kepada kebutuhan klien, faktor-faktor lain yang mempengaruhi
kebutuhan keperawatan, strategi implementasi keperawatan dan kegiatan
komunikasi.
Peneliti melakukan observasi terhadap pelaksanaan atau
implementasi asuhan keperawatan pada An. A dan peneliti menilai
terhadap hubungan yang sesuai dari pelaksanaan asuhan keperawatan
An. A dengan konsep pelaksanaan asuhan keperawatan teori dalam
buku keperawatan Anak (Damaiyanti&Iskandar, 2014).
Adapun implementasi yang dilakukan antara lain: memantau
perkembangan BB anak A terdapat peningkatan BB, diare berkurang
setealah di berikan oralit sesuai dosis, dan tidak lupa memberikan
input makanan yang bernutrisi. Anak.A tidak rewel lagi.
Dalam penelitian dwi (2018) dengan hasil implementasi
Implementasi yang dilakukan pada klien 1 pada dan pada klien 2
dilakukan disesuaikan dengan perencanaan yang telah disusun.
Implementasi yang dilakukan pada klien 1 pada tanggal 25 Juni 2018
49

yaitu menganjurkan kepada ibu klien untuk memberikan obat anti diare
pada klien, mengobservasi turgor kulit, anjurkan pada ibu klien untuk
mengganti pakaian yang longgar pada klien, memonitoring kulit akan
adanya kemerahan, penatalaksanaan pemberian medikasi infuse.
Implementasi yang dilakukan klien 1 pada tanggal 26 Juni 2018 yaitu
menganjurkan kepada ibu klien untuk memberikan obat anti diare pada
klien, mengobservasi turgor kulit, anjurkan pada ibu klien untuk
mengganti pakaian yang longgar pada klien, memonitoring kulit akan
adanya kemerahan, penatalaksanaan pemberian medikasi infuse, dan
mengoleskan lotion atau baby oil pada daerah anus. Implementasi yang
dilakukan pada klien 1 pada tanggal 27 Juni 2018 yaitu Menganjurkan
kepada ibu klien untuk memberikan obat anti diare pada klien
mengobservasi turgor kulit, anjurkan pada ibu klien untuk mengganti
pakaian yang longgar pada klien, memonitoring kulit akan adanya
kemerahan, dan penatalaksanaan pemberian medikasi infuse Dalam
implementasi diagnosa keperawatan diare berhubungan dengan fisiologis
(proses infeksi) pada klien 1 ada beberapa tindakan yang tidak dilakukan
yaitu diarhae management, evaluasi efek samping pengobatan terhadap
gastrointestinal, evaluasi intake makanan yang masuk, identifikasi faktor
penyebab dari diare, monitor tanda dan gejala diare, observasi turgor kulit
secara rutin, ukur diare/keluaran BAB, hubungi dokter jika ada kenaikan
bising usus, dan monitor persiapan makanan yang aman.
6. Evaluasi Keperawatan
Evaluasi yang sesuai dengan landasan teori adalah melakukan
identifikasi sejauh mana dari rencana keperawatan tercapai atau tidak,
dimana evaluasi ini menggunakan format SOAP (subjektif, objektif,
assessment, planning). Dan evaluasi dilakukan setelah kegiatan
implementasi yaitu mengevaluasi kembali kegiatan yang telah
dilakukan oleh perawat kepada pasien ( Damaiyanti&Iskandar, 2014).
Dalam kasus An. A evaluasi yang di lakukan berdasarkan SOAP
selama 3 hari dan tidak terdapat kesenjangan antara teori dan praktek
karena evaluasi yang dilakukan berdasarkan tindakan keperawatan
yang telah dilakukan pada pasien untuk mencapai kriteria hasil yang di
50

tetapkan. Hasil evaluasi dari diagnosa risiko ketidakseimbangan


elektrolit didapatkan Ibu mengatakan anaknya masih diberi oralit, ibu
mengatakan BAB anaknya sudah normal frekuensi 3 kali, konsistensi
lembek, ibu mengatakan sudah paham dengan apa yang dijelaskan,
anak tampak tenang, mata tidak cekung, turgor kulit baik.
Depkes (2011), mengatakan oralit diberikan bila anak diare dan
sampai diare berhenti. Untuk anak usia kurang dari satu tahun
diberikan 50 sampai 100 cc cairan oralit setiap kali buang air besar
sedangkan anak lebih dari 1 tahun diberikan 100 sampai 200 cc cairan
oralit setiap kali buang air besar. Menurut peneliti apa yang ditemukan
pada kasus sama dengan apa yang ada diteori. Anak yang diare banyak
kehilangan air dan elektrolit. Oralit berguna untuk membantu
menggantikan cairan yang keluar bersama BAB yang encer.
Dalam penelitian dwi (2018) Sedangkan Implementasi diagnosa
keperawatan defisit nutrisi berhubungan dengan penurunan intake
makanan pada klien 2 yang telah dilakukan adalah kaji pola nutrisi pasien,
timbang berat badan pasien, kaji fakor penyebab gangguan pemenuhan
nutrisi, anjurkan pasien untuk meningkatka protein dan vitamin, berikan
diet dalam kondisi hangat dan porsi kecil tapi sering, dan kolaborasi
dengan tim ahli gizi dalam pemenuhan / penentuan diet pasien.
BAB V
PENUTUP
A. KESIMPULAN
Berdasarkan hasil penelitian observasi pasien anak A dei potorono
banguntapan bantul dengan diagnosa medis diare dilakukan pengkajian
hingga evaluasi, peneliti dapat mengambil kesimpulan dan saran sebagai
berikut:
1. Hasil pengkajian telah ditemukan masalah Risiko gangguan cairan
elektrolit
2. Diagnosa yang muncul Risiko gangguan cairan elektrolit
3. Untuk intervensi yang di gunakan pada pasien sudah menggunkana
Standard Diagnosa Keperawatan Indonesia (SDKI) tahun (2017),
dengan Intervensi untuk Risiko gangguan cairan elektrolit. Dengan
intervensi pemberian oralit.
4. Tindakan keperawatan pada pasien di sesuaikan dengan rencana
tindakan yang telah penulis susun sesuai dengan asuhan keperawatan
Anak. Tindakan keperawatan yang dilakukan pada pasien sesuai
dengan rencana keperawatan yang telah direncanakan berdasarkan
teori yang ada dan disesuaikan dengan kebutuhan dengan masalah-
masalah keperawatan yang di alami pasien.
5. Evaluasi pada pasien berdasarkan kriteria yang peneliti susun pada
kasus Diare dari 1 diagnosa keperawatan yang ditegakkan, kedua
diagnosa keperawatan memiliki evaluasi tujuan tercapai yang berarti
tujuan dari asuhan keperawatan yang diberikan penulis mendapatkan
pencapaian yang hampir sempurna.
52

B. SARAN
Hasil penelitian yang dilakukan oleh penelti dapat digunakan
sebagai salah satu bahan pembelajaran dan acuan bagi perawat dalam
memberikan asuhan keperawatan secara komperhensif dan professional
khususnya pada pasien Anak
1. Bagi STIKes Surya Global
Laporan karya tulis akhir ini diharapkan enjadi referensi tambahan
yang bermanfaat khususya bagi mahasiswa keperawatan serta dapat
dijadikan sumbervrujukan bagi penulis yang akan datang tentang
asuhan kepeawatan terhadap pasien dengan gangguan elektrolit.
2. Bagi Masyarakat
Masyarakat dapat menambah ilmu dan pengetahuan tentang manfaat-
manfaat terapi oralit
3. Bagi Peneliti lainnya
Diharapkan dapat membeikan intervensi inovasi lainnya dalam
penurunan tanda dan diare.
53

.
DAFTAR PUSTAKA

Afnuhazi, Ridhyallah. 2015. Komunikasi Terapeutik dalam Keperawatan Jiwa.


Yogyakarta: Gosyen Publishing

Ah. Yusuf, Rizky Fitryasari PK, dan Hanik Endang Nihayati (2015). Buku
AjarKeperawatan Kesehatan Jiwa, Salemba Medika, Jakarta.
Ahmad, M., Pulungan, Z. S. A., Hardiyati. 2019. Psikoedukasi Meningkakan
Peran Keluarga dalam Merawat Klien Gangguan Jiwa. Journal
Keperawatan Volume 11 No 3; 191-
198.http://journal.stikeskendal.ac.id/index.php/keperawatan/article/
view/553Diakses pada 20 Desember 2021

Aiyub, A. (2018). Stigmatisasi pada Penderita Gangguan Jiwa: Berjuang Melawan


Stigma dalam Upaya Mencapai Tujuan Hidup untuk Kualitas Hidup yang
Lebih Baik. Idea Nursing Journal, 9(1), 2–3

Choiri, Imam. 2017. Rasionalitas Penggunaan Obat Antidepresan pada


PasienSkizoafektif di Instalasi Rawat Inap Rumah Sakit Jiwa Daerah
SurakartaPeriode 2015 – 2016. Skripsi. Fakultas Farmasi Universitas
Setia BudiSurakarta.

Damaiyanti dan Iskandar. (2014). Asuhan Keperawatan Jiwa. Bandung : Refika


Aditama.
Dermawan, R., & Rusdi. (2017). Keperawatan Jiwa: Konsep dan Kerangka
Kerja Asuhan Keperawatan Jiwa. Yogyakarta : Gosyen Publishing.
Emulyani, & Herlambang (2020) Pengaruh Terapi Dzikir Terhadap Penurunan
Tanda dan Gejala Halusinasi pada Pasien Halusinasi di Rumah Sakit
Jiwa Tampan Provinsi Riau..Healthcare: Jurnal Kesehatan 9 (1) Juni
2020 (17-25)
Farida, Yudi. (2018). Buku Ajar Keperawatan Jiwa.Jakarta. Salemba Medika
Firdaus. (2016). Spiritualitas Ibadah sebagai Jalan Menuju Kesehatan Mental
yang Hakiki. Journal Kesehatan Al-Adyan Vol XI No 1 Januari-juni
2016.
55

http://ejournal.radenintan.ac.id/index.php/alAdyan/article/download/
1440/1556Diakses 20 Desember 2021.

Hernandi, B. (2020). Penerapan Aktivitas Terjadwal Pada Klien Dengan


Gangguan Halusinasi Di Wilayah Kerja Puskesmas Godean 1 (Skripsi
dissertation, Poltekkes Kemenkes Yogyakarta).
http://eprints.poltekkesjogja.ac.id/id/eprint/2581Diakses pada 20
Desember 2021.

Hidayati,Rochmawati,Targunawan, (2014).PengaruhTerapiReligiusZikir
TerhadapPeningkatanKemampuanMengontrolHalusinasiPendengaranPa
da
PasienHalusinasidiRSJDDr.AminoGondohutomoSemarang,JurnalIlmu
Keperawatandan Kebidanan
Ikawati, Z., 2014, Farmakoterapi Penyakit Sistem Syaraf Pusat. Yogyakarta:
Bursa Ilmu.
Intan Mega Putri P, Uswatun Hasanah , Anik Inayati (2021). Penerapan Terapi
Psikorelegius Dzikir Untuk Mengontrol Halusinasi Pada Pasien GSP :
Halusinasi Pendengaran di Rumah Sakit Jiwa Provinsi Lampung:
Cendikia Muda, Volume 1, Nomor 2, Juni 2021
Keliat, B A. dkk. 2014. Keperawatan Kesehatan Jiwa Komunitas : CMHN (Basic
Course). Jakarta : Buku Kedokteran EGC.
Kementrian Kesehatan (2018) Direktorat Promosi Kesehatan dan Pemberdayaan
Masyarakat tentang kesehatan mental.
https://promkes.kemkes.go.id/pengertian-kesehatan-mental(diakses 18
November 2021).
Kementrian Kesehatan. (2014) Undang Undang No 18 Tahun 2014 Tentang
Kesehatan Jiwa. https://binfar.kemkes.go.id/?
wpdact=process&did=MjAxl mhvdGxpbms ( di akses tgl 8 Oktober
2021)
Kumala, D.O dkk. 2017. Efektivitas Pelatihan Dzikir dalam Meningkatkan
Ketenangan Jiwa pada Lansia Penderita Hipertensi. Jurnal Ilmiah
Psikologi Volume 4, Nomor 1, 2017: 55-66. Diakses di
http://journal.uinsgd.ac.id/index.php/psy/article/view/4866/3652
56

Muhith, A. (2015). Pendidikan Keperawatan Jiwa ( Teori dan Aplikasi).


Yogyakarta: Andi.

Notoatmodjo. (2014). Promosi Kesehatan dan Ilmu Perilaku. Jakarta: Rineka


Cipta.
Nurarif .A.H. dan Kusuma. H. (2015). APLIKASI Asuhan Keperawatan
Berdasarkan Diagnosa Medis & NANDA NIC-NOC. Jogjakarta:
MediAction.

Okfia, T. (2020). Studi Dokumentasi Pada Pasien Defisit Perawatan Diri Dengan
Skizofrenia Di Yayasan Keperawatan Yogyakarta Akademik
Keperawatan Yogyakarta 2020.
http://respiratory.akperykyjogja.ac.id/88/Diakses 21 Desember 2021
Potter, A & Perry, A 2012, Buku Ajar Fundamental Keperawatan; Konsep,
proses, dan Praktik, vol.2, Edisi keempat, EGC, Jakarta.
Prabowo, E. 2014. Konsep dan Aplikasi Asuhan Keperawatan Jiwa.Jakarta :
Nuha Medika
Pratiwi Gasril, Suryani, Heppi Sasmita (2020). Peneliti. Pengaruh Terapi
Psikoreligious: Dzikir dalam Mengontrol Halusinasi Pendengaran Pada
Pasien Skizofrenia yang Muslim di Rumah Sakit Jiwa Tampan Provinsi
Riau. Jurnal Ilmiah Universitas Batanghari Jambi, 20(3), Oktober 2020.
Puspitasari, E. (2017). Faktor yang Mempengaruhi Kekambuhan Orang dengan
Gangguan Jiwa. Jurnal Perawat Indonesia, 1(2), 58–62.

Satrio, dkk. (2015). Buku Ajar Keperawatan Jiwa. Lampung: LP2M.


Stuart.Gail.W (2016). Keperawatan Kesehatan Jiwa : Indonesia: Elsever.
Sugiyono. (2018). Metodologi Penelitian Kuantitatif Kualitatif dan RD. Bandung:
Alfabeta.
Sumangkut, C. E., Boham, A., &Marentek, E. A. (2019). Peran Komunikasi Antar
Pribadi Perawat dengan Pasien Gangguan Jiwa di Rumah Sakit
Ratumbuysang Manado. E-Journal Universitas Sam Ratulangi, 8(1), 11–
12.

Sutejo. (2016). Keperawatan kesehatan jiwa.Yogyakarta: Pustaka Baru


Sutejo. (2017). Konsep dan Praktik Asuhan Keperawatan Kesehatan Jiwa:
Ganguan Jiwa dan Psikososial. Yogyakarta: PT. Pustaka Baru.
57

Sutinah, 2016. Penerapan Standar Asuhan Keperawatan dan TAK Stimulus


Persepsi terhadap Kemampuan Mengontrol Halusinasi, (Online),
(http://ejournal.kopertis10.or.id, diakses 21 Januari 2020).
Tim Pokja SDKI DPP PPNI. (2016). Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia
(SDKI). Edisi 1. Jakarta : PersatuanPerawat Indonesia.
Trimelia. (2011). Asuhan Keperawatan Klien Halusinasi. Jakarta : TIM
Videbeck, S.L.(2008). Buku Ajar Keperawatan Jiwa. Jakarta: EGC.
WHO (2019) Gangguan Jiwa, lembar fakta. Di unduh pada tanggal 10 Oktober
2021
Yosep dan Sutini. (2014). Buku Ajar Keperawatan Jiwa dan Advance ;
RefikaAditama
Yosep, I & Sutini, T. (2016). Buku Ajar Keperawatan Jiwa. Bandung: Refika
Aditama
Yosep, I & Sutini, T. (2016). Buku Ajar Keperawatan Jiwa. Bandung: Refika
Aditama
Yosep.(2016).Buku AjarKeperawatanJiwa. Bandung:Refika Aditama
Zelika, AA & Deden D (2015). Kajian Asuhan Keperawatan Jiwa Halusinasi
Pendengaran Pada Sdr. D di Ruang Nakula RSJD Surakarta, Journal
STIKES PKU Muhammadiyah Surakarta. 12(2): 10-1.
58

LAMPIRAN

PERNYATAAN PERSETUJUAN MENJADI RESPONDEN


(Informed Consent)
59

Saya yang bertanda tangan dibawah ini:

Nama :

Umur :

Jenis Kelamin :

Ruang :

Menyatakan bersedia untuk menjadi responden dalam penelitian yang


dilakukan oleh Ulfa Jumrotin Abutalib Program Studi Pendidikan Profesi Ners
STIKes Surya Global Yogyakarta yang berjudul “ Analisis Terapi oralit sebagai
intervensi pada anak A dengan masalah keperawatan diare” dan saya akan
mengikuti proses penelitian serta menjawab setiap pertanyaan dengan sejujur-
jujurnya.

Oleh karena itu, saya menyatakan bahwa saya bersedia untuk menjadi
responden pada penelitian ini dengan suka rela dan tanpa paksaan dari pihak
manapun.

Yogyakarta, …. April 2022

Responden/Keluarga

(…………………………)

PENGKAJIAN KEPERAWATAN ANAK


60

Nama Mahasiswa :
A. ANAMNESA
Tanggal masuk RS : Jam :
Tanggal pengkajian : Jam :

1. Identitas
a. Identitas Klien
1) Nama :
2) No.RM :
3) Jenis kelamin :
4) Tempat dan tanggal lahir :
5) Alamat :
6) Suku bangsa :
7) Agama :
8) Pendidikan :
9) Anak ke- :
10) Diagnosa Medis :

b. Identitas Penanggung Jawab Klien


1) Nama ayah/wali :
2) Nama ibu/wali :
3) Pekerjaan ayah/wali :
4) Pekerjaan ibu/wali :
5) Pendidikan ayah/wali :
6) Pendidikan ibu/wali :
7) Alamat :

2. Riwayat Kesehatan :
a. Keluhan utama :
b. Riwayat kesehatan sekarang :
c. Riwayat kesehatan yang lampau :.
61

1) Riwayat kehamilan dan kelahiran :

2) Penyakit yang pernah diderita :

3) Hospitalisasi/tindakan operasi :

4) Kecelakaan/cidera yang pernah dialami:

5) Alergi :

6) Imunisasi :

d. Riwayat pertumbuhan :

e. RiwayatKeluarga :
1) Sosial ekonomi
2) Penyakit yang diderita keluarga
3) Genogram
3. Pengkajian tingkat perkembangan saat ini (menggunakan format
DDST)
a. Personal sosial :
b. Adaptasi motorik halus :
c. Bahasa :
d. Motorik kasar :
Interpretasi :
4. Riwayat Sosial
a. Pengasuh :
b. Hubungan dengan anggota keluarga :
c. Hubungan dengan teman sebaya :
d. Pembawaan secara umum :
e. Lingkungan rumah :
f.
5. Pengkajian Pola Kesehatan Saat ini
a. Nutrisi
Sebelum sakit :
Saat sakit :
62

Sebelum sakit Keadaan saat ini


Jenis makanan

Makanan 24 jam
terakhir
Alat makan yang
digunakan
Jam makan

Alergi makanan

b. Cairan :
Keadaan saat ini
Intake
Output
IWL
Balance cairan

c. Aktivitas :
d. Tidur dan istirahat :
e. Eliminasi :
f. Nyeri/ketidaknyamanan :
g. Kognitif dan persepsi :
h. Konsep diri :
i. Koping :
j. Seksual/reproduksi :
B. PEMERIKSAAN FISIK
1. Umum
a. Keadaanumum :
b. Kesadaran :
GCS: …. (E : , M: , V: )
c. Tanda-tanda vital :
Nadi : RR : S: TD :
d. Antropometri : Tinggi badan : Berat badan :
e. Status gizi :
2. Head to toe
63

a. Kepala :
b. Mata:
c. Hidung:
d. Telinga:
e. Mulut:
f. Leher :
g. Thoraks / Dada :
1) Paru- paru
Inspeksi :
Palpasi :
Perkusi :
Auskultasi :
2) Jantung
Inspeksi :
Palpasi :
Perkusi :
Auskultasi :
h. Abdomen
Inspeksi :
Auskultasi :
Perkusi :
Palpasi :
i. Genetalia :
Anus :
j. Ekstremitas
Atas :
Bawah :
k. Integumen :

l. Muskuloskeletal :
Kekuatanotot :
64

Keterangan :
0 :otot paralisis total
1 :tindakan dengan gerakan, ada kontraksi
2 :gerakan otot penuh menentang gravitasi dengan sokongan
3 :gerakan normal menentang gravitasi
4 :gerakan normal menentang gravitasi dengan sedikit gerakan
5 :gerakan normal penuh menentang gravitasi dengan tahanan penu
C. PEMERIKSAAN PENUNJANG

No Tanggal Hasil Interpretasi


65

D. ANALISA DATA
66

E. PRIORITAS MASALAH

NO TGL/JAM DIAGNOSA KEPERAWATAN PRIORITAS


67

F. RENCANA KEPERAWATAN

NO DIAGNOSA NOC
KEPERAWATAN
68
70

Anda mungkin juga menyukai