Anda di halaman 1dari 23

A.

Latar Belakang

Negara Indonesia merupakan negara hukum. Hal ini tercantum dalam

Undang-Undang Dasar Republik Indonesia Tahun 1945, Pasal 1, yaitu “Segala

warga negara bersamaan kedudukannya di dalam hukum dan pemerintahan dan

wajib menjunjung hukum dan pemerintah itu dengan tidak ada kecualinya”. 1

Adapun maknanya yaitu segala peraturan dan perbuatan yang diatur oleh Undang-

Undang Negara Republik Indonesia Tahun 1945 yang juga merupakan sumber

hukum pertama yang berlaku di negara Indonesia. Indonesia sebagai negara

hukum salah satunya harus memberikan perlindungan dan penegakan hak asasi

manusia setiap warga negaranya. Hak Asasi Manusia (HAM) merupakan hak

dasar yang dimiliki serta melekat pada diri setiap manusia sepanjang hidupnya,

sejatinya merupakan hak individu serta kodrat yang diberikan oleh sang pencipta.

Garis besar hak-hak yang terangkum dalam hak asasi manusia antara lain hak-hak

asasi politik ataupun dikenal dengan political right ataupun hak politik. Menurut

Srijanti adalah unsur normatif yang berfungsi sebagai pedoman berperilaku

melindungi kekebalan dan kebebasan, serta menjamin adanya peluang harkat dan

martabat.2

Hak sering kali dikaitkan dengan hak asasi manusia, di mana hak asasi

manusia merupakan hak-hak yang melekat pada setiap diri manusia, yang

tanpanya manusia mustahil dapat hidup sebagai manusia. 3 Berkaitan dengan hak

politik, Undang-Undang Dasar 1945 selaku konstitusi negara Republik Indonesia

sudah mengamanatkan bahwa setiap masyarakat di negara ini mempunyai peran

1
Republik Indonesia, Undang-Undang Dasar Tahun 1945, Pasal 1.
2
Srijanti, Etika Berwarga Negara, (Yogayakarta: Salemba Empat, 2007), h. 43.
3
Tim ICCE UIN Jakarta, Pendidikan Kewarganegaraan: Demokrasi, Hak Asasi Manusia,
dan Masyarakat Madani, (Jakarta: Prenada Media, 2005), h. 117.
yang sama baik dalam hukum serta pemerintah. Disebutkan dalam Pasal 43

Undang-Undang Nomor 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia, yaitu:


1) Setiap warga negara berhak untuk dipilih dan memilih dalam
pemlilihan umum berdasarkan persamaan hak melalui pemungutan
suara yang langsung, umum, bebas, rahasia, jujur, dan adil sesuai
dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
2) Setiap warga negara berhak turut serta dalam pemerintah dengan
langsung atau dengan perantaraan wakil yang dipilihnya dengan bebas,
menurut cara yang ditentukan dalam peraturan perundang.
3) Setiap warga negara dapat diangkat dalam setiap jabatan
pemerintahan.4
Hak tersebut berlaku bagi setiap warga negara termasuk mereka yang

sudah lanjut usia dan penyandang disabilitas intelektual, mental dan sensorik.5

Disabilitas ialah orang dengan keterbelakangan atau kekurangan

(kecatatan) fisik, mental ataupun sensorik dalam jangka waktu yang lama.

Biasanya selama ini penyebutan orang yang mempunyai gangguan fisik atau

mental disebut dengan kata disabilitas mental atau cacat. Jenis disabilitas terbagi

dalam tiga kelompok, yaitu:

1. Disabilitas fisik (kelainan fisik), yaitu kelainan fisik yang disebabkan oleh

trauma atau bawaan lahir.

2. Disabilitas ganda (tuna ganda), yaitu orang yang memiliki kelainan disabilitas

dua atau lebih, contohnya seseorang memiliki kelainan double yaitu tuna netra

dan tuna rungu.

3. Disabilitas mental (kelainan mental), yaitu kelainan pada masalah kejiwaan

biasanya terjadi akibat trauma.6

4
Republik Indonesia, Undang-Undang Nomor 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi
Manusia, Pasal 43.
5
Ghea Monique Putri, “Pemenuhan Hak Pilih Bagi Penyandang Disabilitas (Studi Pada
Pemilihan Umum Tahun 2019 di Kota Padang”, Skripsi, (Padang: Universitas Padang, 2020), h. 1-
2.
6
Yustinus Semiun, Kesehatan Mental Dua, (Yogyakarta: Kanisius, 2007), h 296.
Setiap warga negara memiliki hak untuk memilih dan dipilih tidak

terkecuali oleh yang telah lanjut usia. Lanjut usia yang biasa disebut lansia adalah

fase menurunnya kemampuan akal dan fisik, yang dimulai dengan adanya

beberapa perubahan dalam hidup. Hak pilih dalam pemilu bersifat universal dan

tidak dapat dikurangi (undererogble of right). Hal tersebut diartikan semua orang

memiliki hak pilih dalam pemilu tanpa ada diskriminasi. Namun, segmen

disabilitas (diffable) dan orang tua lanjut usia kurang mendapat perhatian dan

mengalami diskriminasi secara sistemik. Sebagai bagian dari warga negara, sudah

sepantasnya penyandang disabilitas dan lansia mendapatkan perlakuan khusus,

yang dimaksudkan sebagai upaya maksimalisasi penghormatan, pemajuan,

perlindungan, dan pemenuhan hak asasi manusia universal.7

Bagi penyandang disabilitas mental juga sangat memungkinkan untuk

berpartisipasi dalam pemilu yang seperti disebutkan yaitu syarat menjadi pemilih,

warga negara Indonesia minimal berusia 17 tahun atau sudah menikah. Adapun

dalam Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum, Pasal 5

yaitu:
Penyandang disabilitas yang memenuhi syarat mempunyai kesempatan
yang sama sebagai pemilih, sebagai calon anggot DPR, sebagai calon
anggota DPD, sbagai calon Presiden/Wakil Presiden, sebagai calon
anggota DPRD, dan sebagai penyelenggara Pemilu.8
Adapun dengan adanya peraturan-peraturan yang secara ekplisit tidak

melarang pemberian hak pilih untuk para penyandang disabilitas mental, maka

peneliti ingin melihat lebih jauh lagi mengenai pemenuhan hak-hak untuk

penyandang disabilitas khususnya pada aspek politik yaitu hak pilih pada pemilu

agar pemberian hak pilih kepada penyandang disabilitas tidak hanya sebatas

7
Nugroho W, Perawatan Lanjut Usia, (Jakarta: Kedokteran EGC, 2005), h. 13.
8
Republik Indonesia, Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum,
Pasal 5.
pengeluaran peraturan saja, namun juga dilaksanakan sebagaimana mestinya.

Pemenuhan terhadap hak-hak penyandang disabilitas sebagai salah satu upaya

mewujudkan kesejahteraan didukung penuh oleh Indoneisa dengan menanda-

tangani kesepakatan bersama tentang hak-hak penyandang disabilitas. Aturan

tersebut berfungsi untuk memberikan jaminan serta ruang yang lebih lebar

terhadap pemenuhan hak penyandang disabilitas agar keadilan dan kesejahteraan

bagi penyandang disabilitas segera tercapai. Di Indonesia, sikap diskriminatif

terkait pemenuhan hak politik bagi penyandang disabilitas belum mendapat

kesempatan maksimal untuk berpartisipasi aktif dan turut serta dalam bidang

politik dan pemerintahan di Indonesia.9

Hal tersebut menarik untuk diteliti, karena sebagai indikator melihat

keseriusan negara dalam hal ini adalah KPU dalam menjamin serta memberikan

hak politik khususnya hak pilih untuk penyandang disabilitas mental sesuai

dengan peraturan perundang-undangan. KPU yang memiliki kewenangan dalam

penyelenggaraan pemilu berkewajiban melaksanakan salah satu asas pemilu, yaitu

menjunjung tinggi keadilan. Upaya memfasilitasi setiap warga negara dalam

pelaksanaan hak konstitusionalnya. Penyempurnaan aspek yuridis dan teknis

dalam penyelenggaraan pemilu dilakukan untuk memenuhi prinsip keadilan bagi

semua warga negara. Kepentingan penyandang disabilitas senantiasa diperhatikan

oleh peraturan teknis yang dibuat oleh penyelenggara pemilu. Berdasarkan latar

belakang tersebut maka peneliti tertarik meneliti tentang “Implementasi

Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum Terkait

9
Fajri Nursyamsi, “Aksesibilitas Pemilihan Umum Kepala Daerah Serentak Bagi Warga
Negara Disabilitas”, (Jurnal Magisten Ilmu Politik Universitas Hasanudin, Volume 2, Nomor, 1,
2016), h. 47.
Hak Pilih Penyandang Disabilitas di KPU Kabupaten Bolaang Mongondow

Utara”
B. Rumusan Masalah

1. Bagaimana implementasi Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang

Pemilihan Umum terkait hak pilih penyandang disabilitas di KPU

Kabupaten Bolaang Mongondow Utara?

2. Apa saja hambatan dan tantangan oleh KPU Kabupaten Bolaang

Mongondow Utara dalam mengatasi kendala-kendala penyandang

disabilitas dalam menjalankan hak pilihnya di KPU Kabupaten Bolaang

Mongondow Utara?

C. Tujuan dan Kegunaan Penelitian

1. Tujuan Penelitian

a. Untuk mengetahui implementasi Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017

tentang Pemilihan Umum terkait hak pilih penyandang disabilitas di KPU

Kabupaten Bolaang Mongondow Utara.

b. Untuk mengetahui hambatan dan tantangan oleh KPU Kabupaten Bolaang

Mongondow Utara dalam mengatasi kendala-kendala penyandang disabilitas

dalam menjalankan hak pilihnya di KPU Kabupaten Bolaang Mongondow

Utara.

2. Kegunaan Penelitian

a. Teoretis

Penelitian ini diharapkan dapat memberikan kegunaan untuk

mengembangkan ilmu hukum khususnya dalam implementasi Undang-Undang

Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum terkait hak pilih penyandang

disabilitas di KPU Kabupaten Bolaang Mongondow Utara.


b. Praktis

Penelitian ini secara praktis memiliki kegunaan, yaitu:

1) Membantu dan memberikan masukan serta tambahan pegetahuan bagi para

pihak yang terkait dengan masalah yang diteliti khususnya implementasi

Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum terkait hak

pilih penyandang disabilitas di KPU Kabupaten Bolaang Mongondow Utara.

a. Menjadi sumber referensi ilmiah baru dalam meneliti suatu masalah terkait

permasalahan yang ada di dalam penelitian ini dan menjadi referensi peneliti

berikutnya dalam mencari tahu tentang implementasi Undang-Undang Nomor

7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum terkait hak pilih penyandang

disabilitas di KPU Kabupaten Bolaang Mongondow Utara.

D. Definisi Operasional dan Ruang Lingkup Penelitian

1. Definisi Operasional

Beberapa istilah terkait judul penelitan akan diuraikan dengan maksud

menghindari terjadinya kekeliruan dalam penafisran pembaca dalam memahami

isi dari penelitian tersebut.

a. Implementasi

Implementasi yaitu pelaksanaan atau penerapan. Sedangkan pengertian

umum adalah suatu tindakan atau pelaksanaan rencan yang telah disusun secara

cermat dan rinci (matang).10 Kata implementasi berasal dari bahasa Inggris yaitu

to implement artinya mengimplementasikan. Pada kamus besar Webster, to

implement (mengimplementasikan) berarti to provide the means for carrying out

10
Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia, Kamus Besar Bahasa
Indonesia, (Jakarta: Badan Pengembangan Bahasa dan Perbukuan, 2016), h. 427.
(menyediakan sarana untuk melaksanakan sesuatu) dan to give practical effect to

(untuk menimbulkan dampak atau akibat terhadap sesuatu).11

Menurut Van Meter dan Van Horn implementasi adalah tindakan-tindakan

yang dilakukan baik oleh individu-individu atau kelompok-kelompok pemerintah

atau swasta yang diarahkan pada tercapainya tujuan-tujuan yang telah digariskan

dalam keputusan kebijakan.12 Jadi implementasi merupakan sebuah proses ide,

kebijakan, inovasi dalam sebuah tindakan aplikatif sehingga memberikan dampak

nilai maupun sikap yang terealisasi. Adapun implementasi yang dimaksud dalam

penelitian ini adalah implementasi Undang-Undang Undang-Undang Nomor 7

Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum terkait hak pilih penyandang disabilitas di

KPU Kabupaten Bolaang Mongondow Utara.

b. Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum

Adapun Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum

yang dimaksud dalam penelitian ini adalah pada Pasal 5, yaitu:


Penyandang disabilitas yang memenuhi syarat mempunyai kesempatan
yang sama sebagai pemilih, sebagai calon anggot DPR, sebagai calon
anggota DPD, sbagai calon Presiden/Wakil Presiden, sebagai calon
anggota DPRD, dan sebagai penyelenggara Pemilu.13

c. Hak Pilih Penyandang Disabilitas

Konvensi mengenai hak-hak penyandang disabilitas dapat juga disebut

sebagai Convention on the Right of Person with Disabilitas (CRPD) merupakan

perjanjian multirateral yang melindungi hak-hak dan martabat penyandang

disabilitas. Deklarasi ini telah menjelaskan secara tegas bahwa setiap orang

berhak atas seluruh hak dan kebebasan sebagaimana yang telah diatur di
11
Solichin Abdul Wahab, Analisis Kebijakan dari Formulasi ke Implementasi Kebijakan
Negara, (Jakarta: Bumi Aksara, 2005), h. 65.
12
Ibid., h. 66.
13
Republik Indonesia, Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum,
Pasal 5.
dalamnya, tanpa perbedaan dalam bentuk apa pun. Adanya perjanjian ini dapat

meng-implementasikan bahwa menyandang disabilitas memiliki hak-hak yang

sama dengan masyarakat pada umumnya. Negara yang terlibat dalam perjanjian

ini harus terlibat melindungi, mempromosikan, dan menjamin pemenuhan hak

penyandang disabilitas.14 Adapun hak pilih penyandang disabilitas yang dimaksud

dalam penelitian ini adalah implementasi Undang-Undang Undang-Undang

Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum terkait hak pilih penyandang

disabilitas di KPU Kabupaten Bolaang Mongondow Utara.

d. KPU

Kewenangan Komisi Pemilihan Umum sebagai penyelenggara pemilihan

umum, hanya ditegaskan dalam Pasal 22E ayat (5) Undang-Undang Dasar

Republik Indonesia Tahun 1945, yaitu pemilihan umum diselenggarakan oleh

suatu Komisi Pemilihan Umum yang bersifat nasional, tetap, dan mandiri. Komisi

Pemilihan Umum dengan demikian adalah penyelenggara pemilihan umum, dan

sebagai penyelenggara yang bersifat nasional, tetap dan mandiri (independen).

Adapun menurut Jimly Asshiddiqie, komisi pemilihan umum adalah lembaga

negara yang meliputi Pemilihan Umum Anggota DPR/DPD/DPRD, Pemilihan

Umum Presiden dan Wakil Presiden, serta Pemilihan Umum Kepala Daerah dan

Wakil Kepala Daerah. Komisi Pemilihan Umum tidak dapat disejajarkan

kedudukannya dengan lembaga-lembaga negara yang lain yang kewenangannya

ditentukan dan diberikan oleh UUD 1945. Bahkan nama Komisi Pemilihan

Umum belum disebut secara pasti atau tidak ditentukan dalam UUD 1945, tetapi

kewenangannya sebagai penyelenggara pemilihan umum sudah ditegaskan dalam

Pasal 22E ayat (5), UUD 1945 yaitu Pemilihan Umum diselenggarakan oleh suatu
14
Muhammad Risal Arifin, Buku Panduan Pemilu 2024 untuk Pemilih Disabilitas,
(Jakarta: Universitas Bakrie Press, 2023), h. 31.
Komisi Pemilihan Umum yang bersifat nasional, tetap, dan mandiri. Artinya,

bahwa Komisi Pemilihan Umum itu adalah penyelenggara pemilu, dan sebagai

penyelenggara bersifat nasional, tetap dan mandiri (independen).15

Adapun berdasarkan hal tersebut bahwa Komisi Pemilihan Umum adalah

lembaga negara yang menyelenggarakan Pemilihan Umum di Indonesia yang

bersifat nasional, tetap dan mandiri (independen). Adapun Komisi Pemilihan

Umum yang dimaksud dalam penelitian ini adalah Komisi Pemilihan Umum di

Bolaang Mongondow Utara dalam implementasi Undang-Undang Undang-

Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum terkait hak pilih

penyandang disabilitas.

2. Ruang Lingkup Penelitian

Penelitian ini difokuskan pada implementasi Undang-Undang Nomor 22

Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan dalam penegakan hukum

terhadap pelaku balap liar di Kota Gorontalo.

Adapun ruang lingkup dalam penelitian ini, yaitu:

a. Implementasi Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan

Umum terkait hak pilih penyandang disabilitas di KPU Kabupaten Bolaang

Mongondow Utara.

b. Hambatan dan tantangan oleh KPU Kabupaten Bolaang Mongondow Utara

dalam mengatasi kendala-kendala penyandang disabilitas dalam menjalankan

hak pilihnya di KPU Kabupaten Bolaang Mongondow Utara.

E. Telaah Pustaka

15
Jimly Asshiddiqie, Konstitusi dan Konstitusionalisme Indonesia, (Jakarta: Sekretariat
Jendral dan Kepaniteraan MKRI, 2005), h. 238-239.
Beberapa temuan kajian teori ataupun pendukung dapat dijadikan sebagai

sumber rujukan dalam penelitian ini. Adapun penelitian-penelitian tersebut

sebagai berikut:

1. Skripsi dari Alfiena Sahriya yang berjudul, “Implementasi Hak Memilih Bagi

Penyandang Disabilitas Berdasarkan Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017

tentang Pemilihan Umum dalam Pemilihan Umum (Studi Kasus Pelaksanaan

Pemilihan Umum Tahun 2019 di Kabupaten Lumajang)”. Adapun penelitian

Alfiena Sahriya membahas tentang mengapa pentingnya hak politik terutama

hak memilih bagi penyandang disabilitas, kemudian bagaimana implementasi

hak memilih bagi pendang disabilitas berdasarkan Undang-Undang Nomor 7

Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum dalam pemilu tahun 2019 di Kabupaten

Lumajang, dana pa saja faktor-faktor penghambat pelaksanaan hak memilih

bagi penyandang disabilitas berdasarkan Undang-Undang Nomor 7 Tahun

2017 tentang Pemilihan Umum dalam pemilu tahun 2019 di Kabupaten

Lumajang. Kesimpulan penelitian Alfiena Sahriya adalah hak politik terutama

hak memilih bagi penyandang disabilitas dalam Pemilihan Umum sangat

penting karena sebagai sarana terwujudnya suatu kebijaksanaan yang sesuai,

aksesibel, dan inklunsif terhadap penyandang disabilitas, kemudian

implementasi hak memilih bagi penyandang disabilitas berdasarkan Undang-

Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum dalam pemilihan

umum tahun 2019 di Kabupaten Lumajang sudah sesuai dengan yang

ditentukan seperti KPU Kabupaten Lumajang melakukan pemutakhiran data

pemilih, memberikan sosialisasi dan pendidikan pemilu, penyediaan

aksesibilitas bagi penyandang disabilitas, dan menyediakan layanan bantuan

terhadap pemilih disabilitas, namun dalam hal ini masih terdapat beberapa
kendala dalam proses pelaksanaannya. Kemudian faktor-faktor yang

menghambat implementasi hak memilih bagi penyandang disabilitas

berdasarkan Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum

dalam pemilihan umum tahun 2019 di Kabupaten Lumajang adalah masih ada

pemilih disabilitas yang belum menerima sosialisasi tentang pemilu, petugas

PPS masih ada yang belum paham memberikan pelayanan kepada pemilih

disabilitas, dan KPU memberikan sosialisasi tentang pemilu melalui

komunitas penyandang disabilitas Indonesia Kabupaten Lumajang, sedangkan

pemilih disabilitas lainnya yang tidak bergabung dalam komunitas masih ada

yang belum menerima sosialisasi.16

2. Skripsi dari Ghea Monique Putri yang berjudul, “Pemenuhan Hak Memilih

Bagi Penyandang Disabilitas (Studi pada Pemilihan Tahun 2019 di Kota

Padang)”. Adapun penelitian Ghea Monique Putri membahas tentang

bagaimana pengaturan tentang hak memilih bagi penyandang disabilitas dalam

pelaksanaan pemilu tahun 2019 tentang Padang dan juga bagaimana

penerapan Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum

terkait pemenuhan hak memilih bagi penyandang disabilitas pada pemilu

tahun 2019 di Kota Padang. Kesimpulan penelitian dari Ghea Monique Putri

yaitu pengaturan tentang hak memilih bagi penyandang disabilitas dalam

pelaksanaan pemilu tahun 2019 sesuai ketentuan Undang-Undang Nomor 7

Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum sudah jelas bahwasannya penyandang

disabilitas diakui hak pilihnya sesuai dengan Undang-Undang Dasar Negara

Repulik Indonesia Tahun 1945, Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017

16
Alfiena Sahriya, “Implementasi Hak Memilih Bagi Penyandang Disabilitas Berdasarkan
Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum dalam Pemilihan Umum (Studi
Kasus Pelaksanaan Pemilihan Umum Tahun 2019 di Kabupaten Lumajang)”, Skripsi, (Jember:
Fakultas Syariah, Universitas Islam Negeri Kiai Haji Achmad Siddiq Jember, 2023).
tentang Pemilihan Umum, dan regulasinya lainnya seperti Undang-Undang

Nomor 8 Tahun 2016 tentang Disabilitas dan Undang-Undang Nomor 39

Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia. Regulasi mengenai hak memilih bagi

penyandang disabilitas ini sudah jelas, sehingga dapat dilihat kembali pada

implementasi dari peraturan tersebut. Kemudian penerapan Undang-Undang

Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum terkait pemenuhan hak

memilih bagi penyandang disabilitas pada pemilu tahun 2019 di Kota Padang.

Adapun langkah atau program yang dilakukan oleh KPU Kota Padang dalam

pemenuhan hak memilih penyandang disabilitas yaitu, melakukan

pemutakhiran data, melakukan sosialisasi, membuat TPS yang aksesibel bagi

pemilih disabilitas, mengadakan surat suara berupa huruf braille untuk

penyandang disabilitas, dan memberikan layanan ramah disabilitas dalam

pemungutan suara.17

3. Skrpri dari Wiwin Novi Yulinda yang berjudul, “Hambatan Rendahnya

Partisipasi Penyandang Disabilitas dalam Pemilu 2019 Berdasarkan Pasal 5

Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 (Studi Kasus Kota Banda Aceh)”.

Adapun penelitian dari Wiwin Novi Yulinda membahas tentang bagaimana

mekanisme pelaksanaan partisipasi penyandang disabilitas dalam Pemilu 2019

di Kota Banda Aceh berdaskan Pasal Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017,

dan juga apakah faktor-faktor hambatan rendahnya partisipasi penyandang

disabilitas dalam Pemilu 2019 di Kota Banda. Kesimpulan penelitian Wiwin

Novi Yulinda yaitu mekanisme pelaksanaan hak pilih bagi penyandang

disabilitas dalam pemilu 2019 di Kota Banda Aceh dengan melakukan

17
Ghea Monique Putri, “Pemenuhan Hak Memilih Bagi Penyandang Disabilitas (Studi
pada Pemilihan Umum Tahun 2019 di Kota Padang)”, Skripsi, (Padang: Fakultas Hukum,
Universitas Andalas Padang, 2020).
pendekatan hak pilih bagi penyandang disabilitas agar hak pilih bagi

penyandang disabilitas dapat terpenuhi, upaya untuk memastikan setiap

penyandang disabilitas yang telah memenuhi syarat sebagai pemilih dalam

pemilu terdaftar dalam daftar pemilih tetap. Sosialisasi kepada petugas

pelaksanan pemilu, pengawas, relawan dan sampai pada penyandang

disabilitas itu sendiri. KPU juga melakukan sosialisasi kepada organisasi

penyandang disabilitas yang aktif dalam komunitas. Kemudian faktor-faktor

hambatan yang dihadapi oleh penyandang disabilitas yaitu kurang optimalnya

kerja KIP dalam praktik di lapangan, fasilitas pada pemilu tersebut tidak ada

perbedaan antara penyandang disabilitas, kurang jelasnya sosialisasi yang KIP

Kota Banda Aceh lakukan dan penyandang disabilitas tidak bisa menjangkau

lokasi TPS yang mungkin bisa dikatakan sulit untuk dilalui oleh penyandang

disabilitas dari rumah, karena lokasi pencoblosan sehingga sulit jika

penyandang disabilitas khususnya tuna netra untuk menjangkau TPS sendiri

tanpa ditemani oleh saudara atau tetangga. Faktor hambatan yang dihadapi

KIP Kota Banda Aceh yaitu fasilitas yang tidak mencukupi dan dana

terbatas.18

Adapun yang menjadi pembeda dari ketiga penelitian tersebut adalah

penelitian peneliti membahas tentang implementasi Undang-Undang Nomor 7

Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum terkait hak pilih penyandang disabilitas di

KPU Kabupaten Bolaang Mongondow Utara dan juga hambatan dan tantangan

oleh KPU Kabupaten Bolaang Mongondow Utara dalam mengatasi kendala-

18
Wiwin Nova Yulinda, “Hambatan Rendahnya Partisipasi Penyandang Disabilitas dalam
Pemilu 2019 Berdasarkan Pasal 5 Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan
Umum (Studi Kasus Kota Banda Aceh)”, Skripsi, (Banda Aceh: Fakultas Syari’ah dan Hukum,
Universitas Islam Negeri Ar-Raniry Darussalam Banda Aceh, 2022).
kendala penyandang disabilitas dalam menjalankan hak pilihnya di KPU

Kabupaten Bolaang Mongondow Utara.

F. Kajian Teori

1. Teori Implementasi Hukum

Dasar pijakan skripsi ini berangkat dari prinsip demokrasi tentunya

menjadikan Indonesia sebagai negara hukum (rechtstaat) bukan negara kekuasaan

(machtstaat). Oleh karena itu, hukum harus dijadikan sebagai prinsip serta pijakan

dalam mengimplementasikan norma hukum yang bermanfaat dan berkeadilan

sesuai dengan Pancasila dan Undang Undang Dasar 1945 yang menjunjung tinggi

hak asasi manusia dan menjamin setiap warga negara mempunyai kedudukan

yang sama di muka hukum, serta wajib menjunjung hukum dan pemerintahan

tanpa terkecuali. Oleh karena itu, hukum yang efektif adalah hukum yang sesuai

dengan apa yang tertulis (law in book) dengan apa yang diterapkan dalam

masyarakat (law in action). Dahulu melalui paham legal positivistic semata,

diketahui bahwa efektivitas dibedakan dengan validitas. 19 Karena hukum

berbicara tentang apa yang seharusnya (das sollen) dan bukan apa yang

semestinya (das sein), maka beberapa pakar seperti Hans Kelsen menegasikan

efektivitas hukum. Selama suatu hukum sudah dapat dinyatakan valid, yakni

merupakan norma yang mengatur perbuatan manusia, dibentuk oleh organ negara

yang tepat dan berjenjang sesuai implementasi hierarki perundang-undangan,

maka hukum tersebut adalah sah dan dapat dianggap sebagai hukum.20

Definisi implementasi yaitu pelaksanaan atau penerapan. Hukum

diciptakan untuk dilaksanakan. Hukum dapay di lihat dari bentuknya melalui

19
Hans Kelsen, Teori Umum Tentang Hukum Negara, (Bandung: Nusa Media, 2014), h.
21.
20
Hans Kelsen, Teori Umum Hukum Dan Negara, Dasar-Dasar Ilmu Hukum Normatif
Sebagai Ilmu Hukum Deskriftif-Empirik, (Jakarta: BEE Media Indonesia, 2007), h. 10.
kaidah yang dirumuskan secara eksplisit, di dalamnya terkandung tindakan yang

harus dilaksanakan berupa penegakan hukum. Penegakan hukum merupakan suatu

proses berlangsungnya pelaksanaan hukum yang melibatkan manusia dan tingkah

lakunya.21

Implementasi merupakan serangkaan aktifitas dalam rangka

menghantarkan kebijakan kepada masyarakat sehingga kebijakan tersebut dapat

membawa hasil sebagaimana yang diharapkan. Dapat dipahami bahwa

implementasi merupakan salah satu tahap dalam kebijakan publik. Kebijaka

publik dalam bentuk Undang-Undang adalah jenis kebijakan yang memerlukan

kebijakan publik penjelas atau sering disebut peraturan pelaksana.22

Implementasi merupakan bermuara pada aktivitas, aksi, tindakan, atau

adanya mekanisme suatu sistem. Implementasi bukan sekadar aktivitas, tetapi

suatu kegiatan yang terencana dan untuk mencapai tujuan kegiatan. 23Menurut

Guntur Setiawan implementasi adalah aktivitas yang saling menyesuaikan proses

interaksi antara tujuan dan tindakan untuk mencapainya serta memerlukan

jaringan pelaksana, birokrasi yang efektif.24

Sedangkan teori implementasi hokum menurut Edward adalah terdapat

empat variabel kritis dalam implementasi kebijakan public atau program

diantaranya; komunikasi atau kejelasan informasi, konsistensi informasi,

ketersediaan sumber daya dalam jumlah dan mutu tertentu, sikap dan komitmen

21
Ishaq, Dasar-Dasar Ilmu Hukum, (Jakarta: Sinar Grafika, 2008), h. 244.
22
Affan Gaffar, Otonomi Daerah dalam Negara Kesatuan, (Yogyakarta: Pustaka Belajar
Kedasama, 2009), h. 294.
23
Nurdin Usman, Konteks Implementasi Berbasis Kurikulum, (Bandung: CV Sinar Baru,
2002), h. 65.
24
Guntut Setiawan, Implementasi dalam Birokrasi Pembangunan, (Jakarta: Balai Pustaka,
2004), h. 40.
dari pelaksana program atau kebijakan birokrat, dan struktur birokrasi atau standar

operasi mengatur tata kerja dan tata laksana.25

Jadi implementasi ialah aktivitas, adanya aksi, tindakan, atau mekanisme.

Ungkapan mekanisme mengandung arti bahwa implementasi bukan sekadar

aktivitas, tetapi suatu kegiatan yang terencana dan dilakukan secara sungguh-

sungguh berdasarkan acuan norma tertentu untuk mencapai tujuan kegiatan.

Tiga unsur penting dalam proses implementasi, yaitu:

a. Adanya program atau kebijakan yang dilaksanakan.

b. Target grup yaitu kelompok masyarakat yang menjadi sasaran dan ditetapkan

akan menerima manfaat dari program, perubahan atau peningkatan.

c. Unsur pelaksaba (implementor) baik organisasi atau perorangan untuk

pertanggungjawaban dalam memperoleh pelaksanaan dan pengawasan dari

proses implementasi tersebut.26

Keberhasilan implementasi kebijakan akan ditentukan oleh banyak faktor

yang berkesinambungan. Dalam pandangan Edwars III, implementasi dipengaruhi

tiga variabel, yaitu:

a. Komunikasi

Komunikasi menjadi faktor keberhasilan implementasi hokum. Tujuan

dari implementasi hukum harus disampaikan kepada kelompok sasaran sehingga

akan mengurangi penyimpangan dari tujuan implementasi.

b. Sumber Daya

Sumber daya merupakan faktor penting untuk implementasi. Walaupun

hukum sudah dikomunikasikan secara jelas dan konsisten, apabila

25
Ibid., h. 45.
26
Ibid., h. 55.
pengimplementasi kekurangan sumber daya dalam pelaksanaan baik sumber daya

dalam wujud sumber daya manusia, kompetensi pengimplementasi dan sumber

daya finansial.

c. Sikap atau Kecenderungan (Disposisi)

Disposisi adalah watak dan karakteristik yang dimiliki pengimplementasi.

Apabila pengimplementasi memiliki disposisi yang baik, maka dia akan

menjalankan kebijakan dengan baik seperti apa yang diinginkan oleh pembuat

kebijakan. Ketika pengimplementasi memiliki sikap atau perspektif yang berbeda

dengan pembuat kebijakan, maka proses implementasi kebijakan juga menjadi

tidak efektif. Berbagai pengalaman pembangunan di negara-negara dunia ketiga

menunjukan bahwa tingkat komitmen dan kejujuran aparat rendah.27

Hukum dalam arti luas meliputi keseluruhan aturan normatif yang

mengatur dan menjadi pedoman perilaku dalam kehidupan bermasyarakat dan

bernegara dengan didukung oleh sistem sanksi tertentu terhadap setiap

penimpangan terhadapnya. Hukum dibagi menjadi empat kelompok pengertian

hukum; pertama, hukum yang dibuat oleh institusi kenegaraan, dapat kita sebut

hukum negara. Misalnya Undang-Undang dan yurisprudensi; kedua, hukum yang

dibuat oleh dinamika kehidupan masyarakat atau yang berkembang dalam

kesadaran hukum dan budaya hukum, seperti hukum adat; ketiga, hukum yang

dibuat atau terbentuk sebagai bagian dari perkembangan pemikiran di dunia ilmu

hukum, biasanya disebut doktrin. Berbicara implementasi hukum berarti berbicara

mengenai pelaksanaan hukum selalu melibatkan manusia dan tingkah lakunya.

Lembaga Kepolisian diberi tugas untuk menangani pelanggaran hukum,

27
Usman, Konteks….., h. 74-75.
Kejaksaan disusun dengan tujuan untuk mempersiapkan pemeriksaan perkara di

depan siding pengadilan.28

2. Teori Persamaan Hukum

Persamaan hukum merupakan salah satu prinsip yang digunakan oleh

negara hukum yang demokratis. Persaman hukum sendiri merupakan HAM yang

dilindungi oleh konstitusi. Oleh sebab itu, setiap rakyat selalu memiliki kesetaraan

kedudukan dan posisi yang sama di muka hukum. Artinya, setiap masyarakat

dalam negara diperlukan sama dalam memperoleh haknya sebagai warga negara

dan diperlukan di hadapan hukum menurut hak asasi manusia. Taat hukum adalah

menjunjung tinggi hukum, mengambil sikap dengan hati nurani, dan mentaati

hukum termasuk komitemen semua warga negara, dan tidak ada diskiminasi

terhadap taat hukum. Artinya tidak ada seorang pun yang dikecualikan dari

hukum, baik sipil maupun tentara. Persamaan ini menyangkut hubungan antara

kekuasaan dan individu atau masyarakat. Di mana posisi individu dalam sistem

kekuasaan, hubungan antara kekuasaan dan individu atau masyarakat. Pasal 28D

UUD 1945 menyatakan bahwa semua orang sama di depan hukum, di mana

“setiap orang berhak atas pengakuan, jaminan, perlindungan, dan kepastian

hukum yang adil serta perlakuan yang sama di depan hukum”.29

Terutama penyandang disabilitas juga harus diberikan kesetaraan dalam

semua bidang kehidupan karena hal ini sudah dijelaskan di dalam UUD 1945

lebih tepatnya Pasal 27 ayat (1) mengatakan “bahwa semua warga negara

persamaan kedudukannya di dalam hukum dan pemerintahan dan wajib

menjunjung hukum dan pemerintahan itu denan tidak ada kecualinya”. Hal ini

28
Ibid., h. 85.
29
Muladi, Hak Asasi Manusia Hakikat, Konsep dan Implikasi dalam Perspektif Hukum
dan Masyarakat, (Bandung: Refika Aditama, 2005), h. 253.
sebagai pedoman bahwasannya setiap warga negara tidak diperkenankan

mendapatkan sikap diskriminasi dan wajib diberikan semua haknya secara penuh

tanpa dikurangi salah satunya hak politik terutama hak politik terutama hak

memilih dalam pemilihan umum.30

Setiap orang, termasuk penyandang disabilitas, memiliki kedudukan yang

sama di depan hukum. Persamaan di depan hukum yaitu hal yang sangat urgent

pada negara hukum saat ini. Persamaan hukum ini menjadi landasan ajaran the

rule of law yang telah digunakan prinsipnya dibanyak negara, termasuk Negara

Indonesia. Persamaan hukum ini juga sesuai dengan UUD 1945 Pasal 1 ayat (3)

yang menyatakan bahwasannya negara Indonesia merupakan negara hukum.

Sebagai negara hukum, negara harus menjamin persamaan di depan hukum bagi

setiap orang, tanpa membedakan latar belakang, ras, agama, termasuk disabilitas.

Kenyataannya penyandang disabilitas masih dianggap tidak kompeten secara

hukum hanya karena kekurangan mereka. Padahal tujuan persamaan hukum

adalah persaman hukum dan keadilan tanpa diskriminasi atas dasar apa pun.31

Adapun dalam konsep persamaan hak telah dijelaskan bahwa HAM

melarang bahwa adanya sikap saling membeda-bedakan terhadap sesame

masyarakat tanpa terkecuali penyandang disabilitas. Walaupun sudah diatur dalam

ketentuan konstitusi penyandang disabilitas tetap saja ada yang diperlakukan

secara diskriminatif dan mendapatkan sikap yang tidak sesuai kodrat manusia dan

juga mendapat hambatan dan halangan dalam pemenuhan hak-hak penyandang

disabilitas.32 Adapun dalam pasal tersebut juga menjelaskan bahwa tidak boleh

30
As’ad Said Ali, Negara Pancasila Jalan Kemaslahatan Bangsa, (Yogyakarta: Pustaka
LP3ES, 2009), h. 107.
31
Arni Surwanti, Advokasi Kebijakan Prodisabilitas Pendekatan Partisipatif,
(Yogyakarta: MPMPP Muhammadiyah, 2016), h. 33-34.
32
Mugi Riskiana Halalia, “Pemenuhan Hak Politik Penyandang Disabilitas Sesuai dengan
Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2016 tentang Penyandang Disabilitas oleh Komisi Pemilihan
siapa pun untuk merusak, menghapus bahkan mengurangi hak memilih warga

negara Indonesia kecuali ada sesuatu yang mengarah pada penghapusan,

pengurangan atau pembatasan hak pilih seseorang, sebagaimana disyaratkan oleh

Undang-Undang.33 Asas dasar HAM yang telah dijelaskan dalam Undang-Undang

Nomor 39 Tahun 1999 tentang HAM pada Pasal 3 ayat (3) yang berbunyi, “setiap

orang berhak atas perlindungan hak asasi manusia dan kebebasan manusia, tanpa

diskriminasi”.34 Ini berarti bahwa semua warga negara berhak untuk diberlakukan

sama dengan yang lainnya karena ini terkait dengan asas non-diskriminasi yang

telah dianut di Indonesia.

Adanya persamaan hukum penyandang disabilitas dapat menyuarakan

aspirasi atau pendapatnya terutama dalam pelaksanaan hak dalam pemilu

(memilih dan dipilih). Karena dalam penyampaian aspirasi masyarakat

memerlukan payung hukum agar mendapat perlindungan dan keadilan terhadap

hukum. Penyandang disabilitas dalam pemilu memerlukan aksebilitas secara

khusus agar dapat menyalurkan hak suara dalam pemilu. Aksesibilitas khusus

yang harus diperoleh penyandang disabilitas dalam kehidupan terutama dalam

pemilu, yaitu:
1. Menyediakan informasi pemilu yang mudah diterima. Misalnya,
menggunakan metode visual untuk mensosialisasikan prosedur
pemungutan suara kepada penyandang tunarungu; atau menggunakan
templat untuk memperkenalkan contoh surat suara kepada penyandang
tunanetra.
2. TPS yang mudah diakses. Misalnya untuk pengguna kursi roda, kotak
suara harus diletakkan pada tempat yang mudah dilalui oleh pengguna
kursi roda, dan tanahnya harus rata dan tidak licin.
3. Menyediakan layanan jemput bola.

Umum (KPU) Kota Yogyakarta”, (Jurnal Supremasi Hukum, Volume 6, Nomor 2, 2017), h. 2.
33
Hilmi Ardani Nasution, Marwandianto, “Memilih dan Dipilih Hak Politik Penyandang
Disabilitas dalam Kontestasi Komisi Pemilihan Umum: Studi Daerah Istimewa Yogyakarta”,
(Jurnal HAM, Volume 10, Nomor 2, 2019), h. 162.
34
Republik Indonesia, Undang-Undang Nomor 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi
Manusia, Pasal 3 ayat (3).
4. Menyediakan alat bantu pemungutan suara bagi tuna netra di setiap
tingkat pemilihan. Adanya alat bantu pemungutan suara ini sangat
membantu para tuna netra untuk menyampaikan keinginannya secara
mandiri dan rahasia.35
Setiap orang memiliki keterbatasan atau disebut penyandang disabilitas

memiliki hak yang sama di semua bidanh dalam kehidupan. Oleh karena itu, maka

harus diberikan secara keseluruhan tanpa adanya pengurangan hak-hak

penyandang disabilitas agar dapat melakukan aktivitas seperti manusia pada

umumnya tanpa ada hambatan dan kekurangan satu apa pun.

3. Konsep Hak Memilih

Hak memilih yaitu hak yang dipunyai atau dimiliki oleh rakyat suatu

negara dalam memilih orang yang memegang kebijakan dan kekuasaan di

negaranya melalui pemilihan umum. Partisipasi rakyat dalam pemilihan umum

adalah suatu rangkaian penyelenggaraan pengambilan keputusan, yaitu memilih

atau tidak memilih atau memberikan suara atau tidaknya dalam pemilu. Hak

memilih adalah bentuk partisipasi politik dalam negara demokrasi yang dalam

konsep partisipasi politik sejalan dengan gagasan bahwa kedaulatan rakyat,

diadakan dengan kegiatan secara bersama yang bertujuan untuk menentukan masa

depan negara dan warganya dan menetapkan siapa pemegang kekuasaan dalam

suatu pemerintahan negara.36 Orang yang akan menduduki kursi kepemimpinan di

dalam suatu negara. Sehingga pemilu sebagai penyalur aspirasi dan kehendak

dalam menentukan pemimpin yang akan memperjuangkan hak rakyat dalam

negara begitu pun hak masyarakat disabilitas. Hak untuk memilih penyandang

disabilitas dalam pemilu diantara lain, yaitu hak informasi terutaa hak terkait

35
Arni Surwanti, Advokasi Kebijakan Prodisailitas Pendekatan Partisipatif, (Yogyakarta:
Majelis Pemberdayaan Masyarakat Pimpinan Pusat Muhammadiyah, 2016), h. 38.
36
Miriam Budiardjo, Dasar-Dasar Ilmu Politik, (Jakarta: Gramedia Pustaka Utama,
2008), h. 368.
pemilu, hak untuk daftar mengikuti serangkaian penyelenggaraan pemilu, dan hak

untuk mengakses tempat pemungutan suara.37

Hak untuk memilih dimiliki oleh seluruh rakyat dalam suatu negara telah

dinyatakan sebagai pemilih yang memenui syarat tertentu untuk memilih orang-

orang yang akan duduk di badan perwakilan. Syarat-syarat yang dimaksud, yaitu

menurut Pasal 4 PKPU RI Nomor 7 Tahun 2022 tentang Penyusunan Daftar

Pemilih dalam Penyelenggaraan Pemilihan Umum dan Sistem Informasi data

Pemilih, yaitu:

WNI dapat terdaftar sebagai Pemilih, harus memenuhi syarat:


a. Genap berumur 17 (tujuh belas) tahun atau lebih pada hari pemungutan
suata, sudah kawin, atau sudah pernah kawin;
b. Tidak sering dicabut hak pilihnya berdasarkan putusan pengadilan
yang telah mempunyai kekuatan hukum tetap;
c. Berdomisili di wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia
dibuktikan dengan KTP-el;
d. Berdomisili di luar negeri yang dibuktikan dengan KTP-el, Paspor
dan/atau Surat Perjalanan Laksana Paspor;
e. Dalam hal Pemilih belum mempunyai KTP-el sebagaimana dimaksud
dalam huruf c dan huruf d, dapat menggunakan Kartu Keluarga; dan
f. Tidak sedang menjadi prajurit Tentara Nasional Indonesia atau
anggota Kepolisian Negara Republik Indonesia.38
Adapun dalam hak memilih dan dipilih sebagai hak politik, Pasal 21

Deklarasi Universal Hak-Hak Asasi Manusi, disebutkan bahwa:

37
Henny Andriani, Feri Ansori, “Hak Pilih Kelompok Penyandang Disabilitas dalam
Pemilihan Umum Tahun 2019 di Sumatera Barat”, (Jurnal Konstitusi, Volume 17, Nomor 4,
2020), h. 784.
38
Republik Indonesia, Peraturan Komisi Pemilihan Umum Nomor 7 Tahun 2022 tentang
Penyusunan Daftar Pemilih dalam Penyelenggaraan Pemilihan Umum dan Sistem Informasi Data
Pemilih, Pasal 4.

Anda mungkin juga menyukai