Anda di halaman 1dari 22

Proposal

PENELITIAN TINDAKAN KELAS


(PTK)

UPAYA PENINGKATAN MOTIVASI BELAJAR PPKn DENGAN MODEL


YURISPRUDENSI PADA SISWA KELAS XII IPS SMAN 1 KOTA BANDUNG

Disusun Oleh :

Eki Aris Cendika,S.Pd Nim 2314917


Funny W Mukti,S.Pd Nim 2315216
Sri Meilani Wijayanti,S.Pd Nim 2315145
DAFTAR ISI

SAMPUL
DAFTAR ISI
BAB I PENDAHULUAN……………………………………………………………………….1
1.1 Latar Belakang……………………………………………………………………………….1
1.2 Rumusan Masalah……………………………………………………………………………5
1.3 Tujuan Penelitian…………………………………………………………………………….5
1.4 Manfaat Penelitian…………………………………………………………………………...6
BAB II KAJIAN PUSTAKA…………………………………………………………………....7
2.1 Kajian Teori………………………………………………………………………………….7
BAB III METODE PENELITIAN……………………………………………………………..13
3.1 Seting Penelitian…………………………………………………………………………….13
3.2 Hasil Penelitian……………………………………………………………………………...15
BAB IV PENUTUP…………………………………………………………………………….18
4.1 Kesimpulan……………………………………………………………………………….....18
DAFTAR PUSTAKA
BAB I
PENDAHULUAN

Latar Belakang
Pendidikan adalah modal terbesar jangka panjang yang harus disusun, disiapkan dan diberi
sarana maupun prasarana sehingga kelangsungan proses belajar mengajar dapat terlaksana
dengan baik dan sesuai dengan harapan baik dari pendidikan dasar sampai pendidikan tinggi.
Pendidikan kewarganegaraan merupakan mata pelajaran yang menitik beratkan pada
pembentukan warga negara yang memahami dan mampu untuk melaksanakan hak dan
kewajibannya sebagai upaya menjadi warga negara yang baik, cerdas dan berkarakter sesuai
dengan nilai-nilai pancasila. Untuk mencapai keberhasilan dalam pendidikan tentunya banyak
permasalahan baik moril maupun materiil yang perlu dipecahkan bersama baik oleh guru yang
secara langsung berhubungan dengan peserta didik maupun pemerintah yang bertanggung jawab
atas terselenggaranya pendidikan sebagai upaya untuk merealisasikan tujuan pendidikan
nasional. Sebagai upaya untuk mencerdaskan kehidupan bangsa khususnya peserta didik, guru
sebagai orang tua multifungsi atau orang tua disekolah berkewajiban memberikan pemecahan
terhadap permasalahan peserta didik khususnya dalam prestasi atau hasil belajar yang selama ini
menjadi momok yang menakutkan bagi peserta didik dengan standar yang ditentukan oleh
pemerintah setiap tahunnya. Peningkatan mutu pendidikan tidak terlepas dari pembelajaran,
karena pembelajaran berkualitas dan mengoptimalkan hasil belajar siswa yang pada akhirnya
akan berpengaruh pada kualitas pendidikan. Pendidikan berkualitas yang diharapkan adalah
pendidikan yang mampu menghasilkan manusia yang berkemampuan tinggi dalam mencari
solusi dari berbagai permasalahan yang dihadapi. Kualitas pendidikan perlu mendapat perhatian
khusus dari para pengajar, perlu ada perubahan paradigma dalam menelaah proses belajar siswa
dan interaksi antara siswa dan guru. Hal ini dimaksudkan untuk mendapatkan keluaran anak
didik yang sesuai dengan tujuan pembelajaran dan lebih menekankan pada peserta didik agar
menjadi manusia yang memiliki potensi untuk belajar dan berkembang. Siswa harus termotivasi
dalam pengembangan pengetahuan.

Suatu permasalahan yang mendasar saat ini adalah siswa cenderung kurang bersemangat
dalam kegiatan belajar, hal ini mengakibatkan proses pembelajaran selalu dianggap gagal.

1
Belajar merupakan proses perubahan yang terjadi pada diri seseorang melalui penguatan
(reinforcement), sehingga terjadi perubahan yang bersifat permanen dan persisten pada dirinya
sebagai hasil pengalaman (Learning is a change of behaviour as a result of experience).
Perubahan yang dihasilkan oleh proses belajar bersifat progresif dan akumulatif, mengarah
kepada kesempurnaan, misalnya dari tidak mampu menjadi mampu, dari tidak mengerti menjadi
mengerti, baik mencakup aspek pengetahuan (cognitive domain), aspek afektif (affective
domain) maupun aspek psikomotorik (psychomotor domain). Ada empat pilar belajar yang
dikemukakan oleh UNESCO, yaitu: (1) Learning to Know, yaitu suatu proses pembelajaran yang
memungkinkan siswa menguasai teknik menemukan pengetahuan dan bukan semata-mata hanya
memperoleh pengetahuan; (2) Learning to do adalah pembelajaran untuk mencapai kemampuan
untuk melaksanakan Controlling, Monitoring, Maintaining, Designing, Organizing. Belajar
dengan melakukan sesuatu dalam potensi yang konkret tidak hanya terbatas pada kemampuan
mekanistis, melainkan juga meliputi kemampuan berkomunikasi, bekerjasama dengan orang lain
serta mengelola dan mengatasi konflik; (3) Learning to live together adalah membekali
kemampuan untuk hidup bersama dengan orang lain yang berbeda dengan penuh toleransi, saling
pengertian dan tanpa prasangka; dan (4) Learning to be adalah keberhasilan pembelajaran yang
untuk mencapai tingkatan ini diperlukan dukungan keberhasilan dari pilar pertama, kedua dan
ketiga. Tiga pilar tersebut ditujukan bagi lahirnya siswa yang mampu mencari informasi dan
menemukan ilmu pengetahuan yang mampu memecahkan masalah, bekerjasama, bertenggang
rasa, dan toleransi terhadap perbedaan. Bila ketiganya berhasil dengan memuaskan akan
menumbuhkan percaya diri pada siswa sehingga menjadi manusia yang mampu mengenal
dirinya, berkepribadian mantap dan mandiri,memiliki kemantapan emosional dan intelektual,
yang dapat mengendalikan dirinya dengan konsisten, yang disebut emotional intelegence
(kecerdasan emosi). Menurut Kamus Bahasa Indonesia Kontemporer (Salim, 2002) prestasi
adalah hasil yang diperoleh dari sesuatu yang dilakukan. Menurut Sudjana (2005) yang
menyatakan bahwa, prestasi belajar adalah perubahan tingkah laku ke arah tercapainya tujuan
pengajaran yang dapat diukur dan dinilai dari hasil belajar mereka (siswa). Lebih jauh lagi
dikatakan oleh Dimyati (Arifiyanti, 2007), bahwa prestasi belajar mempunyai pengertian; (1)
perubahan tingkah laku sebagai akibat dari proses belajar, (2) kemampuan aktual yang dapat
diukur langsung, dan (3) perubahan tingkah laku yang meliputi ranah kognitif, afektif dan
psikomotorik. Berdasarkan beberapa pendapat di atas, secara sederhana dapat dikatakan bahwa

2
prestasi belajar adalah hasil dari sebuah tindakan yang telah dilakukan berupa perubahan tingkah
laku yang meliputi tiga ranah, yaitu kognitif, afektif, dan psikomotorik. Untuk mengetahui
prestasi belajar yang sudah dicapai oleh siswa, maka dibutuhkan suatu penilaian terhadap hasil
belajar tersebut. Penilaian hasil belajar merupakan proses pemberian nilai terhadap hasil-hasil
belajar yang dicapai siswa dengan kriteria tertentu yang dapat dilakukan baik dengan cara tes
maupun dengan cara non tes (Sudjana, 2021). Adapun tujuan dari penilaian hasil belajar menurut
Sudjana (2005), yaitu: (1) mendeskripsikan kecakapan belajar para siswa sehingga dapat
diketahui kelebihan dan kekurangannya dalam berbagai bidang studi atau mata pelajaran yang
ditempuhnya, (2) mengetahui keberhasilan proses pendidikan dan pengajaran di sekolah, yaitu
seberapa jauh efektivitas dalam mengubah tingkah laku para siswa ke arah tujuan pendidikan
yang diharapkan, (3) menentukan tindak lanjut hasil penilaian, yaitu melakukan perbaikan dan
penyempurnaan dalam hal program pendidikan dan pengajaran serta strategi pelaksananya, (4)
memberikan pertanggungjawaban (accountability) dari pihak sekolah kepada pihak-pihak yang
berkepentingan.

Mata Pelajaran Pendidikan Kewarganegaraan merupakan mata pelajaran yang


memfokuskan pada pembentukan warga negara yang memahami dan mampu melaksanakan hak-
hak dan kewajibannya untuk menjadi warga negara Indonesia yang cerdas, terampil, dan
berkarakter yang diamanatkan oleh pancasila dan UUD 1945. Pendidikan kewarganegaraan
adalah sebagai wahana untuk mengembangkan kemampuan, watak dan karakter warganegara
yang demokratis dan bertanggung jawab. Ada beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam
pelajaran PKn dalam rangka “nation and character building”: a) PKn merupakan bidang kajian
kewarganegaraan yang ditopang berbagai disiplin ilmu yang relevan, yaitu ilmu politik, hukum,
sosiologi, antropologi, psikologi dan disiplin ilmu lainnya yang digunakan sebagai landasan
untuk melakukan kajian-kajian terhadap proses pengembangan konsep, nilai dan perilaku
demokrasi warganegara; (b) PKn mengembangkan daya nalar (state of mind) bagi para peserta
didik. Pengembangan karakter bangsa merupakan proses pengembangan warganegara yang
cerdas dan berdaya nalar tinggi; (c) PKn sebagai suatu proses pencerdasan, maka pendekatan
pembelajaran yang digunakan adalah yang lebih inspiratif dan partisipatif dengan menekankan
pelatihan penggunaan logika dan penalaran; dan (d) kelas PKn sebagai laboratorium demokrasi.
Melalui PKn, pemahaman sikap dan perilaku demokratis dikembangkan bukan semata-mata
melalui ‘mengajar demokrasi” (teaching democracy), tetapi melalui model pembelajaran yang

3
secara langsung menerapkan cara hidup secara demokrasi (doing democracy). Metode debat
merupakan salah satu metode pembelajaran yang sangat penting untuk meningkatkan
kemampuan akademik siswa. Materi ajar dipilih dan disusun menjadi paket pro dan kontra.
Siswa dibagi ke dalam beberapa kelompok dan setiap kelompok terdiri dari empat orang. Di
dalam kelompoknya, siswa (dua orang mengambil posisi pro dan dua orang lainnya dalam posisi
kontra) melakukan perdebatan tentang topik yang ditugaskan. Laporan masing-masing kelompok
yang menyangkut kedua posisi pro dan kontra diberikan kepada guru. Selanjutnya guru dapat
mengevaluasi setiap siswa tentang penguasaan materi yang meliputi kedua posisi tersebut dan
mengevaluasi seberapa efektif siswa terlibat dalam prosedur debat. Pada dasarnya, agar semua
model berhasil seperti yang diharapkan pembelajaran kooperatif, setiap model harus melibatkan
materi ajar yang memungkinkan siswa saling membantu dan mendukung ketika mereka belajar
materi dan bekerja saling tergantung (interdependen) untuk menyelesaikan tugas. Keterampilan
sosial yang dibutuhkan dalam usaha berkolaborasi harus dipandang penting dalam keberhasilan
menyelesaikan tugas kelompok. Ketrampilan ini dapat diajarkan kepada siswa dan peran siswa
dapat ditentukan untuk memfasilitasi proses kelompok. Peran tersebut mungkin bermacam-
macam menurut tugas, misalnya, peran pencatat (recorder), pembuat kesimpulan (summarizer),
pengatur materi (material manager), atau fasilitator dan peran guru bisa sebagai pemonitor proses
belajar. Membuat pembelajaran yang menarik dan sekaligus mengaktifkan siswa banyak sekali
caranya. Salah satu cara yang bisa digunakan adalah dengan model debat aktif. Model
pembelajaran debat aktif merupakan modifikasi dari model-model diskusi terbuka yang terjadi di
kalangan kampus. Bagaimana membawa suasana debat tersebut di pada jenjang pendidikan yang
lebih rendah. Dimana pelaku debat adalah siswa SMA yang belum banyak menguasai konsep
atau argumentasi yang kuat untuk mempertahankan pendapatnya?

Model pembelajaran yurisprudensi tersebut dapat dilakukan dengan langkah-langkah


sebagai berikut:

1. Membuat sebuah pernyataan yang kontroversi terhadap materi yang telah kita berikan
sebelumnya.

2. Membentuk siswa dalam 2 kelompok besar di dalam kelas

3. Satu kelompok adalah sebagai kelompok PRO atau pendukung pernyataan tersebut, sementara

4
satu kelompok yang lain adalah sebagai kelompok KONTRA atau kelompok yang menolak

pernyataan tersebut.

4. Silahkan tanyakan kepada kelompok PRO, mengapa mereka mendukung pernyataan tersebut.

Alasan-alasan apa yang menguatkan pernyataan tersebut.

5. Sementara kelompok KONTRA harus mempertahankan pendapatnya tersebut juga disertai

dengan argumentasi-argumentasi yang masuk akal

6. Atur lalu lintas debat agar tidak terjadi “Debat Kusir”Model pembelajaran ini mempunyai

banyak kelebihan, antara lain:

1. Memantapkan pemahaman konsep siswa terhadap materi pelajaran yang telah diberikan.

2. Melatih siswa untuk bersikap kritis terhadap semua teori yang telah diberikan.

3. Melatih siswa untuk berani mengemukakan pendapat.

Rumusan Masalah
Untuk mempermudah penelitian ini nantinya, peneliti akan fokus pada permasalahan yang akan
diteliti. Berdasarkan latar belakang di atas maka rumusan masalah dalam penelitian ini adalah:

1. Apa upaya yang dilakukan oleh guru PPKn dalam meningkatkan motivasi belajar PPKn
dengan model yurisprudensi pada siswa kelas XII IPS SMA 1 kota bandung ?
2. Apa kendala yang dihadapi oleh guru PPKn dalam meningkatkan motivasi belajar melalui
model pembelajaran yurisprudensi pada siswa kelas XII IPS SMA 1 kota Bandung ?

Tujuan Penelitian

Meningkatkan hasil motivasi belajar PPKn dengan model yurisprudensi pada siswa kelas XII IPS
SMA 1 Kota Bandung

5
Manfaat Penelitian

Setelah penelitian selesai diharapkan dapat memberikan manfaat sebagai berikut :

1. Bagi peneliti: penelitian ini dapat mempengaruhi pembelajaran, membantu untuk


meningkatkan hasil belajar Pendidikan Kewarganegaraan siswa, memberikan alternatif
pembelajaran yang aktif, kreatif efektif, dan menyenangkan bagi siswa, serta meningkatkan
mutu pembelajaran Pendidikan Kewarganegaraan.

2. Bagi siswa : untuk meningkatkan pemahaman konsep Pendidikan Kewarganegaraan dan


menerapkannya dalam kehidupannya sehari – hari sehingga pelajaran Pendidikan
Kewarganegaraan menjadi lebih sederhana.

3. Bagi sekolah : penelitian ini dapat menjadi salah satu alternatif model pembelajaran untuk
meningkatkan kualitas pembelajaran

6
BAB II

2.1 Definisi Motivasi

Motivasi belajar mempunyai peranan penting dalam memberi rangsangan, semangat dan
rasa serang dalam belajar sehingga yang mempunyai motivasi tinggi mempunyai energi yang
banyak untuk melaksanakan proses pembelajaran.

Menurut (Winkel, 1987). “Motivasi belajar merupakan motivasi yang diterapkan dalam
kegiatan belajar mengajar dengan seluruhan penggerak psikis dalam diri siswa yang
menimbulkan kegiatan belajar, menjamin kelangsungan belajar dalam mencapai satu tujuan”.

Motivasi dan pembelajaran adalah dua hal yang saling mempengaruhi. Pembelajaran
adalah kegiatan yang merubah tingkah laku melalui latihan dan pengalaman sehingga menjadi
lebih baik sebagai hasil dari penguatan yang dilandasi untuk mencapai tujuan. Menurut Jamaris
(2013:170) “motivasi merupakan faktor penting yang selalu mendapat perhatian di dalam
berbagai usaha yang ditujukan untuk mendidik dan membelajarkan manusia, baik di dalam
pendidikan formal, non formal ataupun informal”. Motivasi merupakan salah satu hal penting
dalam proses pembelajaran, seseorang siswa tidak mempunyai motivasi untuk belajar, maka
tidak akan mungkin aktivitas belajar terlaksana dengan baik, sedang bagi guru (pendidik) apabila
tidak mempunyai motivasi untuk mengajar ilmunya kepada siswa juga tidak akan ada proses
pembelajaran. Ini menunjukkan bahwa sesuatu yang dikerjakan tidak menyentuh substansi
kebutuhannya akan proses pembelajaran.

Secara umum munculnya motivasi seseorang individu disebabkan adanya hirarki


kebutuhan (need). Kebutuhan akan pembelajaran bagi seseorang yang menyebabkan seseorang
berusaha untuk menyelenggarakan kegiatan untuk mencapai tujuan pembelajaran, untuk
mencapai tujuan diperlukan proses pembelajaran. Dengan demikian, motivasi pembelajaran
merupakan kegiatan untuk mendorong seseorang siswa (peserta didik) dan guru (pendidik)
melakukan kegiatan pembelajaran.

7
Dasar-Dasar Pemberian Motivasi

Salah satu tugas pokok yang melekat pada diri seseorang pendidik adalah sebagai
motivator bagi peserta didik agar memiliki semangat dan kemauan untuk lebih giat belajar.
Sosok seorang guru didepan kelas adalah sebagai motivator siswa (peserta didik) agar memiliki
semangat dan kemauan untuk belajar yang lebih aktif, kreatif dan inovatif. Selama kegiatan
pembelajaran di kelas, faktor motivasi memegang peranan yang besar untuk menjaga
kelangsungan pembelajaran siswa di kelas dalam tingkat kesungguhan dan ketekunan belajar
yang tinggi di kelas.

Tugas seorang guru (pendidik) disini dituntut sebagai motivator untuk mendorong
menggerakkan supaya siswa (peserta didik) melakukan atau tidak melakukan sesuatu untuk
tercapainya tujuan pembelajaran di kelas. Petunjuk praktis yang perlu dilakukan oleh guru
(pendidik) dalam membangkitkan motivasi siswa (peserta didik) belajar di kelas, sebagai berikut:

1. menjelaskan tujuan belajar ke peserta didik. Pada permulaan belajar mengajar


seharusnya terlebih dahulu seorang guru menjelaskan mengenai tujuan instruksional khusus yang
akan dicapainya kepada siswa. Makin jelas tujuan maka makin besar pula motivasi dalam
belajar.

2. Hadiah atau Reward. Berikan hadiah untuk siswa yang berprestasi. Hal ini akan
memacu semangat mereka untuk bisa belajar lebih giat lagi. Disamping itu, siswa yang belum
berprestasi akan termotivasi untuk bisa mengejar siswa yang berprestasi.

Peranan Motivasi dalam Proses Pembelajaran

Proses pembelajaran merupakan kegiatan yang melibatkan seseorang individu (jasmani


dan rohani), kegiatan pembelajaran tidak pernah dilakukan tanpa adanya dorongan atau motivasi
yang kuat dari diri individu ataupun dari luar individu yang mengikuti kegiatan pembelajaran.

Kegiatan pembelajaran yang dilakukan oleh siswa sangat membutuhkan adanya motivasi,
baik motivasi internal maupun motivasi eksternal. Contoh; seorang siswa mengurangi jam
bermain sepulang sekolah untuk belajar mengulangi pelajaran-pelajaran yang telah dipelajari,
karena dia akan menghadapi ujian naik kelas minggu depan. Kegiatan yang dilakukan siswa
(peserta didik) dilatar belakangi oleh sesuatu, yaitu motivasi. Motivasi inilah yang mendorong,

8
menggerakkan siswa (peserta didik) mengurangi jam bermain dan meningkatkan jam belajar
mengurangi materi pelajaran yang telah dipelajari untuk persiapan ujian. Menurut Sardiman
(2003:84) “kegiatan belajar sangat memerlukan motivasi. Motivation is an essential condition of
learning. Hasil belajar akan menjadi optimal, kalau ada motivasi. Makin tepat motivasi yang
diberikan, akan makin berhasil pula pelajaran yang dipelajarinya. Jadi motivasi akan senantiasa
menentukan intensial usaha belajar bagi para siswa (peserta didik)”. Motivasi mempunyai
peranan yang sangat penting dalam kegiatan pembelajaran, tidak ada kegiatan pembelajaran
tanpa motivasi, oleh karena itu motivasi mempunyai peranan yang strategis dalam mencapai
tujuan atau hasil dari pembelajaran.

Adapun peranan motivasi dalam pembelajaran, sebagai berikut:

1) Peranan motivasi sebagai motor penggerak atau pendorong kegiatan pembelajaran. Motivasi
dalam hal ini berperan sebagai motor penggerak utama bagi siswa untuk belajar, baik berasal
dari dalam dirinya (internal) maupun dari luar diri (eksternal) untuk melakukan proses
pembelajaran.

2) Peran motivasi memperjelaskan tujuan pembelajaran. Motivasi bertalian dengan suatu tujuan,
tanpa ada tujuan maka tidak ada motivasi seseorang. Oleh sebab itu, motivasi sangat berperan
penting dalam mencapai hasil pembelajaran siswa (peserta didik) menjadi optimal. Dengan
demikian motivasi dapat memberikan arah dan kegiatan siswa / (peserta didik) yang harus
dikerjakan sesuai dengan tujuan tersebut.

3) Peran motivasi menyeleksi arah perbuatan. Disini motivasi dapat berperan menyeleksi arah
perbuatan bagi siswa (peserta didik) apa yang harus dikerjakan guna mencapai tujuan. Contoh:
untuk menghadapi ujian siswa (peserta didik) supaya lulus dan mendapatkan hasil yang baik,
maka siswa (peserta didik) harus mampu menyisihkan waktu yang optimal untuk kegiatan
belajar dan tidak menyia-nyiakan waktu untuk menonton TV, membaca novel, bermain, karena
tidak sesuai dengan tujuan.

Indikator Motivasi Belajar

Menurut Uno 2007 (Iskandar, 2012:188) Adapun indikator atau petunjuk yang dapat
dijadikan sebagai acuan bagi motivasi belajar siswa adalah sebagai berikut:

9
(a) adanya hasrat dan keinginan berhasil; (b) adanya dorongan kebutuhan dalam belajar; (c)
adanya harapan dan cita-cita masa depan; (d) adanya penghargaan dalam belajar; (e) adanya
kegiatan yang menarik dalam belajar; (f) adanya lingkungan belajar yang kondusif, sehingga
memungkinkan seseorang siswa (peserta didik) dapat belajar dengan efektif dan efisien. Dari
indikator diatas, hasil belajar siswa dapat diukur dalam bentuk perubahan perilaku siswa yaitu
semakin bertambahnya pengetahuan siswa terhadap sesuatu, sikap dan keterampilan.

2.2 Definisi Yurisprudensi

A. Pengertian Yurisprudensi

Joyce, Weil, dan Calhoun mendeskripsikan empat kategori model mengajar, yaitu
kelompok model sosial (social 21 Ibid, h. 38. 20 family), kelompok pengolahan informasi
(information processing family), kelompok model personal (personal family), dan kelompok
model sistem perilaku (behavioral system family). Tiap-tiap model tersebut diajarkan ke dalam
beberapa tipe yang lebih terukur.

Berdasarkan uraian di atas, maka yurisprudensi merupakan salah satu model


pembelajaran yang termasuk ke dalam kelompok model sosial (social family).

Model pembelajaran yang dipelopori oleh Donal Oliver dan James P.Shaver ini
didasarkan atas pemahaman masyarakat di mana setiap orang berbeda pandangan dan prioritas
satu sama lain, dan nilai-nilai sosialnya saling berkonfrontasi satu sama lain. Memecahkan
masalah kompleks dan kontroversial di dalam konteks aturan sosial yang produktif
membutuhkan warga negara yang mampu berbicara satu sama lain dan bernegosiasi tentang
keberbedaan tersebut. Jadi, model pembelajaran telaah yurisprudensial melatih peserta didik
untuk peka terhadap permasalahan sosial, mengambil posisi (sikap) terhadap permasalahan
tersebut, serta mempertahankan sikap tersebut dengan argumentasi yang relevan dan valid.
Model ini juga dapat mengajarkan peserta didik untuk dapat menerima atau menghargai sikap
orang lain terhadap suatu masalah yang mungkin bertentangan dengan sikap yang ada pada
dirinya. Atau sebaliknya, ia bahkan menerima dan mengakui kebenaran sikap yang diambil
orang lain terhadap suatu isu sosial tertentu. Sebagai contoh, seorang peserta didik mengambil

10
sikap tidak setuju atas kenaikan harga bahan bakar minyak dengan berbagai argumentasi yang
rasional dan logis. Tentunya yang mengambil sikap

sebaliknya (setuju) juga dengan berbagai argumentasi yang logis dan rasional. Akhirnya,
keduanya sama-sama dapat menganalisis kelebihan dan kelemahan dari masing-masing posisi
(sikap) yang diambilnya. Sebaliknya, bisa saja teman yang setuju kenaikan Bahan Bakar Minyak
(BBM) akan berubah sikapnya jadi tidak setuju setelah mendengar argumentasi dari temannya
yang lain yang menurutnya lebih baik, lebih rasional, dan lebih mempunyai implikasi yang
positif terhadap masyarakat.

Secara umum tahap pembelajaran inkuiri yurisprudensi, yaitu (1) orientasi kasus/
permasalahan (orientation to the case), (2) identifikasi isu (identifying issue), (3) penetapan
posisi/pendapat (taking position), (4) menyelidiki cara berpendirian, pola argumentasi (exploring
the stance, patterns of argumentation), (5) memperbaiki dan mengkualifikasi posisi (refining and
qualifying the position), dan (6) melakukan pengujian asumsi-asumsi terhadap
posisi/pendapatnya (testing factual assumstions behind qualified positions).

B. Kelebihan dan kelemahan

Setiap model pembelajaran mempunyai kelebihan dan kekurangannya masing-masing.


Dengan adanya kelebihan dan kekurangan tersebut dapat menjadi acuan guru untuk
menyampaikan materi pembelajaran. Adapun kelebihan dan kekurangan model pembelajaran
yurisprudensi adalah:

Menurut Sanjaya bahwa model ini memiliki beberapa kelebihan dan kekurangan,
diantaranya :

Kelebihan

1. Model yurisprudensi merupakan model pembelajaran yang menekankan kepada


pengembangan aspek kognitif, afektif, dan psikomotor, secara seimbang sehingga pembelajaran
akan lebih bermakna.

2. Model yurisprudensi memberikan ruang kepada siswa untuk belajar sesuai dengan gaya
belajar mereka.

11
3. Model yurisprudensi merupakan model yang dianggap sesuai dengan perkembangan psikologi
belajar modern yang menganggap belajar adalah proses perubahan tingkah laku.

4. Keuntungan lain adalah model pembelajaran ini dapat melayani kebutuhan siswa yang
memiliki kemampuan di atas rata-rata. Artinya, siswa yang memiliki kemampuan belajar yang
bagus tidak akan terlambat oleh siswa yang lemah dalam belajar.

Kekurangan

1. Jika model yurisprudensi digunakan sebagai model pembelajaran, maka akan sulit mengontrol
kegiatan dan keberhasilan siswa.

2. Model ini sulit dalam merencanakan pembelajaran oleh karena terbentur dengan kebiasaan
siswa dalam belajar.

3. Dalam mengimplementasikannya, memerlukan waktu yang panjang sehingga sering guru sulit

menyesuaikannya dengan waktu yang telah ditentukan.

4. Semua kriteria keberhasilan ditentukan oleh kemampuan siswa menguasai materi pelajaran,
maka model yurisprudensi akan sulit diimplementasikan oleh setiap guru.

12
BAB III

METODE PENELITIAN

Metode yang diterapkan dalam penelitian ini adalah metode kualitatif, yang bertujuan
untuk memahami fenomena yang dialami oleh subjek penelitian. Contohnya, perilaku,
persepsi, motivasi, tindakan, dan aspek lainnya dijelaskan secara menyeluruh dan deskriptif
menggunakan kata-kata dan bahasa. Pendekatan ini dilakukan dalam konteks alamiah
tertentu dengan memanfaatkan berbagai metode alamiah (moleong, 2005: 6). Penelitian ini
menggunakan pendekatan Penelitian Tindakan Kelas (Classroom Action Research) sebagai
jenis penelitian yang dilakukan.

Partisipan dalam penelitian ini adalah siswa kelas XII IPS di SMAN 1 Bandung, yang
diadakan pada semester genap tahun akademik 2023/2024. Sebanyak 37 siswa menjadi
subjek penelitian, terdiri dari 9 siswa laki-laki dan 28 siswa perempuan. Pemilihan siswa
kelas XII IPS sebagai subjek penelitian didasarkan pada pertimbangan bahwa mereka
menghadapi kendala dalam pembelajaran PPKn, terutama terkait dengan kurangnya motivasi
belajar.

Jadwal penelitian

Partisipan dalam penelitian ini adalah siswa kelas XII IPS di SMAN 1 Bandung, yang
diadakan pada semester ganjil tahun akademik 2023/2024. Sebanyak 37 siswa menjadi
subjek penelitian, terdiri dari 9 siswa laki-laki dan 28 siswa perempuan. Pemilihan siswa
kelas XII IPS sebagai subjek penelitian didasarkan pada pertimbangan bahwa mereka
menghadapi kendala dalam pembelajaran PPKn, terutama terkait dengan kurangnya motivasi
belajar.

Pengumpulan data merupakan tugas yang signifikan dalam penelitian (Arikunto,


2002:198). Oleh karena itu, diperlukan kehati-hatian dan persiapan yang matang dalam
melaksanakannya. Metode pengumpulan data dalam penelitian ini melibatkan langkah-
langkah berikut:

13
Observasi

Observasi atau pengamatan adalah aktivitas fokus terhadap suatu objek menggunakan
seluruh indera secara langsung (Arikunto, 2002:133). Observasi yang dilakukan dalam
penelitian ini adalah observasi sistemis, yaitu pengamat menggunakan pedoman sebagai
instrumen. Fokus observasi melibatkan penilaian ketepatan guru dalam menerapkan rencana
pembelajaran, aktivitas siswa, dan aktivitas kelompok selama proses pembelajaran. Selain
itu, observasi juga dilakukan untuk memantau siswa dalam kegiatan pembelajaran dengan
model debat aktif.

Dokumentasi

Dokumentasi, seperti yang dijelaskan oleh Guba dan Lincoln (dalam Moleong,
2005:216), merujuk pada setiap materi tertulis atau film. Dalam penelitian ini, dokumentasi
digunakan untuk mengevaluasi hasil nilai ulangan siswa sebelum pelaksanaan tindakan, serta
sebagai sumber informasi latar belakang siswa yang dapat digunakan sebagai referensi untuk
pembentukan kelompok.

Prosedur PTK ini didesain dengan mengacu pada jam pembelajaran yang ada.
Rencana tindakan pada kegiatan pembelajaran dalam PTK ini dibagi dalam 4 (empat)
kegiatan yaitu : 1) perencanaan, 2) implementasi tindakan, 3) observasi dan evaluasi, dan 4)
refleksi.

Prosedur Penelitian

Jenis penelitian ini adalah penelitian tindakan kelas, “Penelitian tindakan kelas (PTK)
adalah pencermatan dalam bentuk tindakan terhadap kegiatan belajar yang sengaja
dimunculkan dan terjadi dalam sebuah kelas secara bersama (Suyadi, 2012:3)”. Penelitian
tindakan kelas adalah penelitian praktis yang dimaksudkan untuk memperbaiki pembelajaran
di kelas. Penelitian ini merupakan salah satu upaya guru atau praktisi dalam bentuk berbagai
kegiatan yang dilakukan memperbaiki dan atau meningkatkan mutu pembelajaran di kelas.
Dalam penelitian ini, peneliti menggunakan model Kemmis & Mc Taggart, yaitu setiap
siklus terdiri dari empat komponen, yaitu: 1) perencanaan (planning), 2) pelaksanaan, 3)
pengamatan (observing), dan 4) refleksi (reflecting). Penelitian ini dilakukan atas dua siklus

14
dimana setiap siklus merupakan rangkaian yang saling berkaitan. Dalam arti pelaksanaan
tindakan siklus berikutnya merupakan kelanjutan dan perbaikan dari pelaksanaan tindakan
siklus pertama dan seterusnya.

Penelitian ini akan dilaksanakan dalam beberapa siklus, yang daur siklusnya akan
dihentikan apabila kondisi kelas sudah mampu meningkatkan motivasi siswa dan siswa telah
terbiasa dengan penggunaan model yurisprudensi, data yang dihasilkan dari kelas yaitu
adanya peningkatan motivasi siswa. Penelitian ini akan berkolaborasi dengan guru wali kelas
XII IPS SMA 1 Kota Bandung.

Teknik Analisis Data

Analisis data dilakukan untuk menguji hipotesis dari penelitian. Analisis penelitian
menggunakan analisis data kualitatif dan data kuantitatif. Analisis kualitatif yaitu
menggambarkan data dengan kalimat untuk memperoleh keterangan yang jelas dan
terperinci. Teknik analisis data ini diperoleh dengan cara merefleksikan hasil observasi. Data
observasi yang telah diperoleh kemudian dilakukan analisis secara deskriptif, sehingga
mampu memberikan gambaran yang jelas tentang pembelajaran yang dilakukan guru pada
saat pembelajaran PPKn berlangsung yaitu dengan menggunakan model pembelajaran
yurisprudensi.

HASIL PENELITIAN

Dari hasil kegiatan pembelajaran menggunakan metode yurisprudensi inquiri untuk


meningkatkan Motivasi Belajar yang dilakukan selama dua siklus, diperoleh beberapa
temuan hasil tindakan sebagai berikut :

1. Penerapan metode yurisprudensi dalam meningkatkan Motivasi Belajar siswa.

Hasil yang diperoleh menunjukan bahwa penggunaan metode yurisprudensi dalam


meningkatkan Motivasi Belajar siswa berjalan dengan baik dengan perbaikan perbaikan pada
tiap siklusnya dan dapat mencapai kriteria keberhasilan penelitian. Pada siklus pertama siswa
langsung diberikan atau diberikan cara belajar dengan metode yurisprudensi yaitu dengan
siswa yang intelektual lebih dari temannya akan dipecah menjadi beberapa kelompok kecil.

15
pemberian treatment ini bertujuan agar siswa terbiasa dengan cara belajar yang peneliti
inginkan.

Langkah-langkah yang dilakukan di model ini ialah mengidentifikasi masalah,


mengumpulkan data, mengolah data sampai ditarik kesimpulan pembelajaran. Disini pada
siklus pertama memakai materi PPKN sebagai mata pelajaran penelitian, dengan materi
Negara Kesatuan Republik Indonesia di dalam pembelajaran yang bersifat menelaah, pada
siklus satu siswa bekerja langsung secara berkelompok dan apabila ada permasalahan-
permasalahan yang siswa temukan guru siap untuk menjawab dan menolong. Pada siklus ke-
2 menggunakan teknik berkelompok juga. Pada proses pembelajaran, tindakan ini merupakan
rancangan pada kerangka berpikir yang telah tertuang di proposal penelitian. Seringnya
disuguhkan murid dalam memecahkan masalah sendiri mampu menumbuhkan Motivasi
Belajar siswa di dalam kelas. Media yang digunakan dalam pembelajaran ini adalah gambar-
gambar sistem hukum dan perdamaian dunia, karena lebih mudah dalam memberikan contoh
dan lebih efisien, dan sangat berhubungan dengan materi pembelajaran dan juga
menggunakan media konkret. Pembiasan siswa dalam menelaah gambar pembelajaran tidak
semata-mata mengarah pada pembelajaran berbasis mengamati saja, tetapi dengan desain
tersendiri hal ini dapat dirubah menjadi model pembelajaran menarik dan menyenangkan.

Pada siklus kedua langkah-langkah pembelajarannya sama dengan siklus satu dan
dengan pada materi pembelajaran yaitu PPKn. Namun pada tindakan pertama masih
menggunakan gambar sebagai media pembelajaran, karena masih cocok dengan materi
pembelajarannya yaitu “Dinamika Peran Indonesia dalam Perdamaian Dunia”. Alasan masih
menggunakan media gambar adalah tindak lanjut dari siklus satu yang keberhasilan
pembelajarannya didominasi menggunakan gambar yang menarik.

2. Peningkatan Motivasi Belajar siswa setelah menggunakan model yurisprudensi.

Berdasarkan analisis data yang dilakukan dalam penelitian tindakan kelas ini dapat
diketahui peningkatan Motivasi belajar siswa, adapun hasil analisis data tersebut adalah
sebagai berikut :

16
a) Peningkatan motivasi belajar Siswa

Motivasi Belajar siswa meningkat setelah menerapkan model yurisprudensi hal ini
ditunjukkan dari hasil lembar pengamatan siswa yang mengalami peningkatan di setiap
siklusnya yang didasari pada indikator pengamatan. Melalui penelitian ini menunjukan
bahwa penerapan model yurisprudensi memiliki dampak positif dalam meningkatkan
Motivasi Belajar siswa. Hal ini dapat dilihat dari peningkatan setiap pertemuan di setiap
siklus, yang pada siklus 1 pertemuan pertama rata-rata kelas hanya 49% meningkat di
pertemuan kedua menjadi 60% dan dilanjutkan di siklus kedua dengan hasil pertemuan
pertama 85% dan pertemuan kedua 89%. Dengan adanya peningkatan pada persentase
Motivasi Belajar siswa hingga mencapai kriteria keberhasilan 75% sehingga proses
peningkatan Motivasi Belajar siswa menggunakan model yurisprudensi langsung dinyatakan
tuntas.

b) Aktifitas guru dalam mengelola pembelajaran

Aktifitas guru yang dinilai dari penelitian ini adalah bagaimana cara menerapkan
langkah-langkah pembelajaran yurisprudensi, dari hasil analisis bahwa perbaikan di setiap
siklus membuat aktifitas guru di setiap siklus mengalami peningkatan juga.

c) Aktifitas siswa dalam Pembelajaran

Aktifitas siswa dalam pembelajaran diamati dan dinilai adalah bagaimana siswa aktif
dalam mengikuti pembelajaran di dalam kelas pada proses pembelajaran berlangsung,
diperoleh data bahwa Motivasi Belajar siswa dengan memperhatikan kriteria ketuntasan
kelas mencapai 89%, maka peneliti mengkategorikan tingkat Motivasi Belajar siswa adalah
sangat baik.

17
BAB IV
PENUTUP

Kesimpulan

Berdasarkan hasil kegiatan pembelajaran dengan menggunakan metode yurisprudensi


inquiri untuk meningkatkan motivasi belajar selama dua siklus, dapat disimpulkan bahwa
penerapan metode tersebut berhasil meningkatkan motivasi belajar siswa. Dalam siklus pertama,
penggunaan metode yurisprudensi dengan memecah siswa menjadi kelompok kecil memberikan
hasil yang baik. Langkah-langkah pembelajaran melibatkan identifikasi masalah, pengumpulan
data, pengolahan data, dan penarikan kesimpulan pembelajaran.
Pada siklus kedua, langkah-langkah pembelajaran tetap sama dengan siklus pertama,
dengan materi pembelajaran tetap berfokus pada PPKN dan menggunakan teknik berkelompok.
Media pembelajaran yang digunakan adalah gambar-gambar sistem hukum dan perdamaian
dunia, yang terbukti efisien dan relevan dengan materi.
Hasil analisis data menunjukkan peningkatan motivasi belajar siswa setelah menerapkan
model yurisprudensi. Peningkatan ini dapat dilihat dari hasil lembar pengamatan siswa yang
menunjukkan kenaikan persentase motivasi belajar di setiap siklusnya. Aktivitas guru dalam
mengelola pembelajaran juga mengalami peningkatan, seiring dengan perbaikan yang dilakukan
pada setiap siklus.
Aktivitas siswa dalam pembelajaran juga dinilai positif, dengan tingkat motivasi belajar
siswa mencapai 89%, sehingga dapat dikategorikan sebagai sangat baik. Keseluruhan, hasil
tindakan kelas menunjukkan bahwa penerapan model yurisprudensi memiliki dampak positif
dalam meningkatkan motivasi belajar siswa, sesuai dengan kriteria keberhasilan penelitian.

18
DAFTAR PUSTAKA

Abdillah, Husni. 2002. Pengertian Belajar dari Berbagai Sumber.

http://husniabdillah.multiply.com/journal/item/9. (Online)

Andriana. 2013 . Meningkatkan Hasil Belajar IPS Melalui Penggunaan Model

Pembelajaran Kooperatif Tipe Student Teams pada siswa kelas V A SD 2

Sungkapan Kabupaten Bantul. Universitas Negri Yogyakarta.

Aunurrahman. 2013. Belajar dan Pembelajaran. Bandung: Alfabeta.

A.M, Sardiman. 2003. Interaksi dan Motivasi Belajar Mengajar. Jakarta:PT Raja

Grafindo.

Arikunto, Suharsimi.2013.Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktik.

Jakarta:Rineka Cipta.

Barr, Barth dan Shermis. 1977. The Nature of The social Studies. Palm Springs,

Calif:ETC Publications.

Frandsen, Ardan N. 1961. Educational Psychology: The Principles of Learning in

Teaching. New York: McGraw-Hill Book Company, Inc.

Iskandar. 2012. Psikologi Pendiidkan sebuah Orientasi Baru. Jakarta: Referensi.

Jamaris, Martini. 2013. Orientasi Baru dalam Psikologi Pendidikan. Bogor: Galia

Indonesia.

Martinis, Yamin. 2006. Profesionalisasi Guru dan Implementasi Kurikulum

Berbasis Kompetensi. Jakarta: Gaung Persada Press.

Mutakin, Awan. 1998. Pengantar Ilmu sosial. Bandung: FKIP IKIP.

Nur, Mohamad. 2008. Pembelajaran Kooperatif. Surabaya: Pusat Sains dan

Matematika sekolah UNESA.


Purwanto, ngalim. 2010. Psikologi Pendidikan. Bandung: PT Remaja Rosdakarya.

Rahayu Winarti. 2014. Upaya Meningkatkan Hasil Belajar Siswa Melalui

pembelajaran Kooperatif Tipe STAD (Student Teams Achievement) Pada

Pembelajaran IPS Kelas IV MI Miftahul Khair Tanggerang.UIN Jakarta.

Rusman. 2012. Model-Model Pembelajaran. Jakarta: PT Raja Grafindo Persada.

Sugiyono. 2014. Metodologi Penelitian Pendidikan (pendekatan kuantitatif,

kualitatif dan R&D). Bandung: Alfabeta.

RANDA RUSTIAN FKIP S-1 PGSD Page 13

Sugiyono. 2015. Metode penelitian pendidikan:pendekatan kuantitatif, kualitatif,

dan R&D. Bandung: Alfabeta.

Susanto, Ahmad. 2013. Proses Belajar dan Pembelajaran Di Sekolah Dasar.

Jakarta: Prenada Media Group.

Trianto. 2007. Model-Model Pembelajaran Inovatif Berorientasi Konstruktivistik.

Jakarta: Prestasi Pustaka.

Winkel, W.S. 1989. Psikologi Pengajaran. Jakarta: Gramedia.

Anda mungkin juga menyukai