Anda di halaman 1dari 23

COMPLETE SPINAL

TRANSECTION

DR. dr. Jumraini Tammasse, Sp.S

DEPARTEMEN NEUROLOGI
FK UH
DEFINISI
Cedera medula spinalis didefinisikan
sebagai kerusakan pada medula spinalis
baik secara parsial atau komplit yang
berpengaruh terhadap 3 fungsi utama
medula spinalis yaitu motorik, sensorik
otonom dan aktivitas refleks.
ETIOLOGI
Primer
Traumatik :
- Dislokasi vertebra
- Fraktur vertebra
- Luka tembak
Non traumatik :
- Infeksi
- Tumor atau keganasan
Sekunder
Cedera sekunder diakibatkan oleh cedera vaskular
medula spinalis menyebabkan pecahnya arteri,
trombosis, atau hipoperfusi karena syok.
Patofisiologi
Trauma mekanisà traksi & kompresi. Kompresi
langsung terhadap saraf –saraf oleh fragmen tulang,
diskus, dan ligamen merusak kedua sistem saraf (saraf
sentral & perifer)
Kerusakan pembuluh darah à iskemi.
Robeknya axon dan membran sel neuron
Perdarahan mikro terjadi pada substansia grisea
sentralà meluas dalam beberapa jam.
Edema masif terjadi dalam beberapa menit. Med.spinalis
setinggi lesi akan mengisi seluruh rongga kanal
spinalisà mengakibatkan iskemi sekunder.
Hilangnya autoregulasi dan spinal syok menyebabkan
hipotensi sistemik dan memperburuk iskemi.
Patofisiologi
Cedera sekunder : akibat iskemi, kandungan toksik
metabolikIschemia, dan perubahan elektrolit.
Spinal syok: akibat hipoperfusi pada substansia grisea
meluas ke substansia alba dan mengubah proses aksi
potensial sepanjang akson.
Pelepasan glutamat yang besar à mengakibatkan
stimulasi berlebihan pada neuron dan memproduksi
radikal bebas sehingga membunuh neuron sehat.
Mekanisme eksitotoksik membunuh neuron dan
oligodendrosit, dan menyebabkan demielinisasi.
Reseptor AMPA (alpha-amino-3-hydroxy-5-methyl-4-
isoxazole propionic acid) glutamate berperan besar
dalam kerusakan oligodendrosit.
Dapat berkembang menjadi siringomielia.
Gejala klinis
Pada fase akut, gejala klinis klasik dari transeksi komplit
medulla spinalis

Cervical atas yaitu :


– Insufisiensi respiratorik
– Tetraplegi dengan arefleksia
– Anestesi di bawah segmen yang terganggu
– Shock neurogenik (hipotermi dan hipotensi tanpa disertai
takikardi)
– Tonus sphincter rektal & kandung kemih menghilang
– Retensi urin & retensi alvi sehingga terjadi distensi abdomen,
ileus, terhambatnya pengosongan lambung (spinal shock)
– Sindroma Horner (ptosis ipsilateral, miosis, anhidrosis)
Gejala klinis

Cidera pada segmen cervical bagian bawah:


– Gejala yang sama dengan di atas tanpa terlibatnya
otot pernafasan
Cidera pada segmen thoracal atas :
– Paraparesis
– Gangguan SSO
Gangguan setinggi segemen thoracal bawah
atas lumbosacral:
– Retensi urin & retensi alvi
– Tidak disertai hipotensi
PEMERIKSAAN KLINIK
Cedera komplit medula spinalis
à Hilangnya fungsi sensoris atau motorik
bilateral
Syok hemoragik kadang sulit didiagnosis karena
gejala klinis syok ini dapat diakibatkan karena
disfungsi otonom.
Pada cedera spinalis akut, dapat terjadi syok
spinal, hemoragik, atau keduanya.
Pada disfungsi otonom tidak didapatkan
takikardi dan vasokonstriksi periferal.
Pemeriksaan klinis untuk membedakan syok
hemoragik dan neurogenik:
Syok neurogenik hanya terjadi pada cedera
spinalis diatas Thorakal 6. Hipotensi dan syok
pada cedera spinalis akut pada atau dibawah
thorakal 6 disebabkan oleh syok hemoragik.
Hipotensi dengan fraktur tulang vertebra tanpa
adanya defisit neurologis merupakan syok
hemoragik.

Timbul hipotensi yang hebat, yang mana bila


tidak segera ditangani dapat menurunkan aliran
darah ke tempat terjadinya cedera, yang
kemudian memicu timbulnya kerusakan
sekunder.
Refleks tendon harus dievaluasi pada
daerah lengan dan kaki, dimana hilangnya
refleks pada tempat tersebut dapat
membantu mengetahui dimana level
cedera-nya. Hilangnya refleks kontraksi
abdominal lokasi cedera diantara daerah T
9 – T 11. Hilangnya refleks kremaster
menunjukkan lokasi cedera pada daerah T
12 – L 1.
American Spinal Injury Association
(ASIA)
A : Komplit. Tidak ada fungsi motorik dan sensorik pada
segmen S 4 – 5
B : Inkomplit. Sensorik masih ada, namun fungsi motorik
terganggu sampai segmen S 4 – 5
C : Inkomplit. Fungsi motorik masih terpelihara dibawah level
neurologik dan kekuatan yang masih dapat dimliki oleh otot
di bawah level neurologik kebanyakan < 3
D : Inkomplit. Fungsi motorik masih terpelihara dibawah level
neurologik kekuatan yang masih dapat dimiliki oleh otot di
bawah level neurologik kebanyakan > 3
E : Normal. Fungsi sensorik maupun motorik normal
Derajat disfungsi pernapasan berhubungan
dengan tinggi cedera spinalis:
Lesi tinggi (C1 atau C2), kapasitas vital hanya
5 -10 % dari normal, reflek batuk (-)
Lesi C3 – C6, kapasitas vital 20 % dari normal,
reflek batuk lemah dan inefektif.
Lesi T2 – T4 , kapasitas vital 30 – 50 % dari
normal, batuk lemah.
Cedera spinalis dibawah, fungsi respirasi baik.
Cedera T11, disfungsi respirasi spinal minimal.
Kapasitas vital normal, reflek batuk kuat
EVALUASI RADIOLOGI

CT Scan
Mielografi
MRI
PENATALAKSANAAN
Pre Rumah sakit
Imobilisasi tulang belakang dengan spine
board, collar cervical à Sampai fraktur
dapat disingkirkan dengan pemeriksaan
rontgen.
Tujuan yang diharapkan adalah menjaga
kelangsungan hidup.
Airway, Breathing dan Circulation
A,B,C
Manajemen di Rumah Sakit
Aspirasi harus dicegah à jaw thrust dan
bila perlu juga dilakukan intubasi.
Cedera medula spinalis yang tinggi (mid
cervical)

Cek fungsi diafragma (phrenik: C 3 – 5).


Kapasitas vital harus dimonitoring.
A. Menghindari timbulnya kerusakan
sekunder
Kerusakan neuron pada cedera medula spinalis
Primer (akibat langsung oleh trauma) à
ireversibel
Sekunder (akibat hipoksia, hipoperfusi,
peroksidasi lemak dan peradangan).
Tujuan penanganan menghindari
kerusakan sekunder dengan steroid
methylprednisolone pada waktu 8 jam pertama
setelah cedera memberi perbaikan fungsi
motorik dan sensorik.
Metilprednisolone dosis 30mg/kg bolus IV dalam
15 menit pertama, diikuti infus 5,4 mg/kg/jam
untuk 23 jam berikutnya, dimulai 45 menit
setelah pemberian bolus.
B. Spinal shock
Timbul akibat disfungsi otonom.
Tercapainya normotensi didapat dengan
penggantian cairan.
Kurangnya perfusi ke organ vital seperti
ginjal, dapat menimbulkan gagal ginjal
(urin < 30 ml/jam)
– α-Agonist (Phenylephrine) à meningkatkan
resistensi perifer vaskular.
– Dopamine dengan dosis 2 – 5 µg/kg/menit.
C. Acute Respiratory Failure
Penanganannya hanya bersifat suportif
dengan pemberian oksigen kadar tinggi.
Indikasi intubasi pada cedera spinal
adalah gagal nafas akut, penurunan
kesadaran (GCS <9), peningkatan
frekuensi napas dengan hipoksia, PCO2
lebih dari 50, dan kapasitas vital kurang
dari 10 ml/kg.
E. Penggantian cairan dan nutrisi

Intake cairan pada cedera medula spinalis


merupakan hal yang vital untuk
mempertahankan volume plasma dan menjaga
penurunan fungsi ginjal.
Pada pasien dengan fase akut, biasanya
ditemukan hilangnya peristaltik usus. Sehingga
pasien akan membutuhkan cairan parenteral
dan jika bising usus hilang, maka penggunaan
parenteral nutrisi diperlukan.
G. Tindakan Bedah

Tindakan bedah pada kasus cedera medula spinalis


harus mempertimbangkan 2 hal :
– dekompresi
– stabilitas.
Pengembalian kesegarisan (alignment) dari canalis
spinalis à melalui traksi, penyesuaian postural dan
manipulasi spinal.
Indikasi pembedahan: tulang atau korpus alienum
berada dalam kanalis spinalis atau jika cedera diikuti
dengan defisit neurologik yang progresif yang terlihat
dari adanya epidural atau subdural hematom.
Penanganan instabilitas tulang belakang : spinal fusion
dengan plate metal, tiang, dan screw kombinasi dengan
fusi pada tulang.
PROGNOSIS
Pasien dengan cedera medula spinalis komplit
kesempatan untuk sembuh adalah kurang dari
5%. Bila komplit paralisis menetap dalam 72
jam setelah cedera, angka kesembuhannya
adalah 0. 4
Cedera spinal inkomplit memiliki prognosis
yang lebih baik dibandingkan dengan tetraplegi
disertai hilangnya sensasi dibawah lesi.5
Jika masih terdapat beberapa fungsi sensoris,
kemungkinan pasien untuk dapat berjalan
kembali adalah 50%.4
Pasien Brown Sequard Syndrome memiliki
potensi kesembuhan paling baik: 75-90%
dapat berjalan normal kembali setelah
rehabilitasi. 5

Anda mungkin juga menyukai