Anda di halaman 1dari 13

1

CORONAVIRUS :REGULASI EMOSI

DIKALA PANDEMI

M.Dinah Charlota Lerik1dan Dian Lestari Anakaka2


12
Prodi Psikologi, Fakultas Kesehatan Masyarakat, Universitas Nusa
Cendana
E-mail :1Mdinah.lerik@staf.undana.ac.id,
dian.anakaka@staf.undana.ac.id

1.Situasi Sosial

Virus corona baru (SARS-CoV-2) muncul pada bulan


Desember 2019 di Wuhan, Cina. Virus memicu epidemi
sindrom pernapasan akut (COVID-19) pada manusia. Virus
telah menyebar ke lebih dari 118.000 kasus dan
menyebabkan 4.291 kematian di 114 negara dalam tiga
bulan. Hal tersebut membuat Organisasi Kesehatan Dunia
mengumumkan pandemi global. Pandemi telah
menyebabkan kampanye kesehatan masyarakat global
besar-besaran untuk memperlambat penyebaran virus
dengan meningkatkan peri-laku mencuci tangan, mengurangi
sentuhan wajah, memakai masker di tempat umum dan
menjaga jarak fisik.

Indonesia mengeluarkan beberapa kebijakan


terutama dalam mengatur interaksi sosial masyarakat untuk
2

mencegah angka penyebaran virus semakin tinggi. Upaya


pencegahan penyebaran virus mulai dari anjuran mencuci
tangan, memakai masker dan menjaga jarak fisik hingga
kebijakan resmiseperti Pembatasan Sosial Berskala Besar
(PSBB) yang ditetapkan oleh pemerintah daerah. Kebijakan
dan anjuran pemerintah tersebut berdampak besar bagi
kehidupan sosial masyarakat di Indonesia. Peraturan
Menteri Kesehatan Nomor 9 Tahun 2020 tentang Pedoman
Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) dalam Rangka
Percepatan Penanganan Covid-19 pasal 13 (Kemenkes RI,
2020)terimplikasi dalam beberapa situasi :

1.Peliburan sekolah dan tempat kerja. Aktivitas pendidikan


yang dilakukan langsung di ruang kelas digantikan dengan
pembelajaran berbasis daring di rumah. Aktivitas di dalam
suatu lingkungan pekerjaan diberlakukan anjuran work from
home dan dikecualikan untuk beberapa kantor atau instansi
pokok.

2.Aktivitas keagamaan dilakukan di rumah dan dihadiri


keluarga terbatas, dengan menjaga jarak setiap orang.

3.Aktivitas di tempat dan fasilitas umum yang dibatasi


dengan pembatasan jumlah orang dan juga pengaturan
jarak.

4.Aktivitas sosial dan budaya dihentikan.


3

5.Aktivitas mobilisasi menggunakan moda transportasi.

Aktivitas yang tidak mendesak dianjurkan untuk


dilakukan seminimal mungkin dalam lingkungan luar rumah
dengan wajib melaksanakan protokol kesehatan. Hal ini
mempengaruhi interaksi di masyarakat yang sebelumnya
bersifat langsung (tatap muka pada satu tempat satu waktu)
sedangkanpada masa pandemi diperlukan adaptasi seperti
melakukan interaksi dari rumah masing-masing dengan
memanfaatkan aplikasi teknologi seperti zoom,
googlemeetdan aplikasi lainnya.

2. Situasi Penyebaran Informasi

Serangan informasi online yang cepat menyebar dan


cepat berubah melaporkan data statistik penyebaran virus
dan jumlah pasien positif hingga jumlah korban meninggal
dunia di seluruh Indonesia dan dunia dapat memicu rasa
panik, rasa cemas dan takut (Rommelfanger dan Ibanez,
2020).Berita palsu dan informasi yang salah tentang COVID-
19 telah berkembang secara luas dimedia sosial, dengan
konsekuensi yang berpotensi berbahaya (Nasir,Baequni, &
Nurmansyah,2020; Lerik & Damayanti, 2020).

3. Situasi Personal Selama Pandemi


4

Situasi-situasi tertentu yang dialami secara personal


menjadi sumber tekanan selama pandemi.Parker (2020)
menyebutkan bebe-rapa contoh situasi tersebut, seperti
situasi tinggal di rumah saja tanpa batas waktu yang pasti.
Situasi tentang masa depan yang tidak pasti. Situasi perduli
dengan keluarga atau teman-teman yang terinfeksi COVID-
19.Situasi pasangan yang masih keluar rumah untuk bekerja
setiap hari. Situasi mempunyai remaja yang tinggal berbeda
kota dengan orangtua. Situasimendapat berita kematian
orangtua atau keluarga tanpa dapat menghadiri
pemakamannya.

Riset-riset secara konsisten menemukan hubungan


antara terjadinya wabah penyakit menular dan sejumlah
konsekuensi psikologis negatif. Konsekuensi psikologis
negatif yang paling sering dilaporkan adalah gangguan
kecemasan, insiden depresi, gangguan tidur dan takut
(Huang & Zhao, 2020; Cao, et al., 2020; Shultz et al., 2016),
kekhawatiran (Thompson, Garfin, Holman, & Silver,2017),
serta penurunan kualitas hidup (van Hoek, Under-wood, Jit,
Miller, & Edmunds, 2011), dan kesejahteraan subjektif (Lau
et al.,2008).

Konsekuensi psikologis negatif merupakan emosi


negatif yang timbul sebagai usaha seseorang beradaptasi
dalam situasi-situasi menekan dan cepat berubah kala
5

pandemi. Emosi negatifmuncul dari hasil evaluasi


rangsangan lingkungan. Ketika sebuah situasi dikala
pandemi diperhatikan dan dinilai oleh individu dengan cara
tertentu, maka satu set respon terkoordinasi yang melibatkan
sistem perilaku dan fisiologis dipicu (John & Gross, 2004).
Emosi memberikan dukungan fisiologis yang diperlukan
untuk kecenderu-ngan tindakan spesifik emosi, sehingga
memfasilitasi tindakan terbuka. Contoh nyata dari proses ini
adalah reaksi melawan-lari, yang menunjukkan peningkatan
denyut jantung dan tekanan darah, pelebaran bronkus, dan
peningkatan aliran darah ke otot, mempersiapkan tubuh
untuk bertindak. Contoh lain, situasi kesedihan yang
menekan dicirikan oleh pola reaksi fisiologis yang sangat
berbeda, yang ditujukan pada konservasi energi. Ada sikap
apatis dan sering kali tonus otot berkurang dengan kepala
mengarah ke bawah — tidak ada niat untuk bertindak.
Kepasifan dan dorongan seksual sangat berkurang
(Lehmiller, Garcia, Gesselman, & Mark, 2020). Idenya
adalah bahwa kondisi pasif ini dapat mengurangi agresi dan
sebaliknya dapat bertindak sebagai sinyal yang nyata untuk
menunjukkan bahwa orang tersebut sangat membutuhkan
dukungan emosional atau instrumental dari orang lain
(Nesse, 2000; Thornhill & Thornhill, 1989).

4. Regulasi Emosi Kala Pandemi


6

John dan Gross (2004) menyebutkan bahwa emosi


sering kali membantu, tetapi terkadang juga merusak. Emosi
mempunyai 2 aspek penting yaitu (i) pengalaman subjektif
emosi itu sendiri dan (ii) pengaturan atau regulasi
emosi.Individu mengatur atau meregulasi emosi mereka
dalam berbagai cara. Dua strategi regulasi emosi yang
umum digunakan adalahreappraisal atau penilaian ulang dan
supresi. Reappraisal atau penilaian ulang adalah mengubah
cara berpikir tentang situasi pandemi Covid-19 yang
berpotensi menimbulkan emosi. Supresi adalah mengubah
caramerespons secara perilaku terhadap situasi pandemi
yang menimbulkan emosi. Penilaian ulang memiliki profil
yang lebih sehat dari konsekuensi afektif, kognitif, dan sosial
jangka pendek daripada supresi. Supresi dapat sangat
membantu dalam beradaptasi dengan situasi penyebaran
COVID-19 dan situasi penyebaran informasi COVID-19 yang
terus berubah dalam hitungan jam, hari, minggu serta bulan
sampai hari ini tertanggal 10 Oktober tahun 2020 ketika
tulisan ini dibuat.

Tantangan utama adalah menemukan cara untuk


mengatur emosi sehingga individu dapat mempertahankan
fitur-fitur emosi yang bermanfaat sambil membatasi aspek-
aspek yang berpotensi merusak. Hal-hal yang individu
lakukan sebelum respons emosi menjadi aktif sepenuhnya
akan menentukan reaksi fisiologis dan perilaku
7

individu.Reapraisalkognitif, atau mengubah cara


memandang peristiwa yang berpotensi menimbulkan emosi,
adalah salah satu cara untuk memodifikasi dampak
emosional dari situasi pandemi. Jika situasi pandemi dinilai
mengandung bahaya, rasa takut, kecemasan kemungkinan
besar merupakan hasil emosional, sedangkan pengalaman
kehilangan anggota keluarga dan sahabat menimbulkan
kesedihan.

Regulasi emosi merupakan proses memulai,


mempertahan-kan, dan memodifikasi pengalaman dan
ekspresi emosional sese-orang (Côté, De-Celles, McCarthy,
Van Kleef, & Hideg, 2011; Gross, 2014). Regulasi emosi
terbukti efektif tidak hanya terkait dengan segudang manfaat
kesehatan dan sosio-psikologis (Okta-viani, 2020). Penting
untuk mengenali dan menghargai kekuatan regulasi emosi
dalam menghadapi COVID-19 yang merusak dan
mengganggu saat ini.

Individu-individu tidak dapat menghindari situasi-


situasi yang menimbulkan stress selama pandemi Covid-19,
namun dapat melakukan regulasi emosi untuk meminimalisir
konsekwensi psikologi negatif yang timbul. Pengaturan
emosi yang efektif sangat penting untuk mengurangi emosi
negatif selama pandemi.Individu-individu merasakan cemas,
tidak pasti dan agak takut, dan ingin hal-hal yang dapat
8

mereka lakukan untuk merasa lebih baik dimasa pandemi ini.


Berikut ini beberapa saran praktis :

1. Berelasi sosial secara daringdengan keluarga dan


sahabat dapat mengurangi perasaan kesepian
karena terpisah jarak fisik.

2. Membantu menyebarkan informasi tentang


penyebaran covid-19 yang benar pada tetangga,
teman atau orang yang dipilih secara randomakan
menimbulkan perasaan positif tentang diri sendiri.
3. Membantu membelikan persediaan makanan bagi
keluarga atau tetangga yang isolasi mandiri di
rumah dapat menimbulkan perasaan positif
tentang diri sendiri.
4. Mindfullness breathing berupa usaha menarik
nafas dan menghembuskan nafas secara teratur
selama 10 menit setiap hari akan membuat pikiran
lebih fokus pada apa yang terjadi pada tubuh
sendiri saat ini.
5. Membicarakan tentang kekuatiran akibat situasi
pandemi dengan seseorang, ingatlah bahwa
masa pandemi ini merupakan masa yang sulit bagi
semua orang dan berbagi perasaan dan hal-hal
yang dilakukan dapat membantu mengurangi
tekanan bagi keluarga dan teman.
9

6. Menjaga kesejahteraan fisik dengan konsumsi


makanan sehat, minum air yang cukup,
berolahraga di dalam rumah dan pola tidur yang
teratur dapat mengurangi ketegangan akibat
COVID-19.
7. Cobalah mengelola perasaan sulit dengan fokus
pada apa yang dapat dikendalikan secara personal
seperti :(a) pilih saluran informasi resmi seperti
WHO dan Pemerintah, sehingga dapat membantu
mengenal risiko tertular Covid-19 untukdapat
mengambil tindakan pencegahan yang wajar.Fakta
meminimalkan rasa takut.(b) Lakukan hal-hal yang
disukai untuk mengaktifkan pikiran positif seperti
memainkan gitar, melukis, memasak, berkebun,
menari atau suatu aktivitas lain yang baru.

5. Penutup

Regulasi emosi dengan strategi penilaian ulang


tentang situasi pandemi COVID-19 disertai dengan supresi
individu untuk mengubah cara berespon perilaku selama
situasi pandemi akan menguragi konsekuensi negatif bagi
individu. Regulasi emosi yang digunakan secara bergantian
akan berdapak pada adaptasi individu dalam situasi yang
terus berubah selama pandemi. Regulasi emosi juga
10

bersumbangsih positif bagi kesehatan mental jangka


panjang.

Daftar Rujukan

Cao, W., Fang, Z., Hou, G., Han, M., Xu, X., Dong, J., &
Zheng, J. (2020). The psychological impact of the
COVID-19 epidemic on college students in China.
Psychiatry research, 112934.

Côté, S., DeCelles, K. A., McCarthy, J. M., Van Kleef, G. A.,


& Hideg, I. (2011). The Jekyll and Hyde of emotional
intelligence: Emotion-regulation knowledge facilitates
both prosocial and interpersonally deviant behavior.
Psychological science, 22(8), 1073-1080.

Huang, Y., & Zhao, N. (2020). Generalized anxiety disorder,


depressive symptoms and sleep quality during COVID-
19 outbreak in China: a web-based cross-sectional
survey. Psychiatry research, 112954.

John, O. P., & Gross, J. J. (2004). Healthy and unhealthy


emotion regulation: Personality processes, individual
differences, and life span development. Journal of
personality, 72(6), 1301-1334.

Lehmiller, J. J., Garcia, J. R., Gesselman, A. N., & Mark, K.


P. (2020). Less sex, but more sexual diversity: Changes
in sexual behavior during the COVID-19 coronavirus
pandemic. Leisure Sciences, 1-10.

Lerik, M.D.C., & Damayanti, Y. (2020). Mitos Covid-19


dikalangan masyarakat kota Kupang : survey cross-
sectional. Journal of health and behavioral science, 2,
(2).
11

Nasir, N.M., Baequni, Nurmansyah, M.Q. (20200. Kesalahan


Infor-masi COVID-19 di Indonesia. Journal Administrasi
Keseha-tan Indonesia, 8,(1).51-59. Special Issue. Doi:
10.20473/jaki.v8i2.2020.

Nesse, R. M. (2000). Is depression an adaptation?.Archives


of general psychiatry, 57(1), 14-20.

Oktaviani, S. A. (2020). Hubungan regulasi emosi dengan


kecema-san menghadapi pandemic COVID-19 pada
kelompok usia rentan COVID-19 di Surabaya.(Doctoral
dissertation, Uni-versitas 17 Agustus 1945 Surabaya).

Restubog, S. L. D., Ocampo, A. C. G., & Wang, L. (2020).


Taking control amidst the chaos: Emotion regulation
during the COVID-19 pandemic.Journal of vocational
behavior, 119.

Rommelfanger, K., &Ibanez, Alvaro. F. (2020). 3 way to


protect your mental health during and after COVID-
19.https://www. weforum. org/agenda/2020/04/three-
ways-to-protect-your-mental-health-from-covid-19.
Diunduh pada 13 April 2020.

Shultz, J. M., Cooper, J. L., Baingana, F., Oquendo, M. A.,


Espinel, Z., Althouse, B. M., ...& Mazurik, L. (2016). The
role of fear-related behaviors in the 2013–2016 West
Africa Ebola virus disease outbreak. Current psychiatry
reports, 18(11), 104.

Thompson, R. R., Garfin, D. R., Holman, E. A., & Silver, R.


C. (2017). Distress, worry, and functioning following a
global health crisis: A national study of Americans’
responses to Ebola. Clinical psychological science,
5(3), 513-521.

Thornhill, R., & Thornhill, N. W. (1989). The evolution of


psychological pain. In R. W. Bell & N. J. Bell (Eds.),
12

Sociobiology and the social sciences (p. 73–103).


Texas Tech University Press.

Van Hoek, A. J., Underwood, A., Jit, M., Miller, E., &
Edmunds, W. J. (2011). The impact of pandemic
influenza H1N1 on health-related quality of life: a
prospective population-based study. PloS one, 6(3).
e17030

Riwayat Hidup

M.dinah Charlota Lerik menyelesaikan


pendidikan doktoral dibidang Psikologi dari
Universitas Gadjah Mada pada tahun 2018.
Aktif menjadi Dosen Universitas Nusa
Cendana sejak tahun 2007. Aktif menulis dan
mereviev artikel untuk jurnal. Aktif menulis
buku ajar dan book chapter yang diterbitkan
oleh Undana Press. Aktif menulis book chapter
yang diterbitkan oleh Kampus Desa dengan
judul Menalar COVID-19.

Dian Lestari Anakaka menyelesaikan studi


Magister Profesi Psikolog Klinis di Universitas
13

Gadjah Mada pada tahun 2013. Saat ini aktif


sebagai Psikolog dan Dosen tetap pada Prodi
Psikologi Universitas Nusa Cendana.

Anda mungkin juga menyukai