ABSTRAK
Latar Belakang. Inklusifitas di tempat kerja bagi pekerja dengan disabilitas diwajibkan dan diatur oleh
pemerintah. Namun pekerja dengan disabilitas tidak hanya menghadapi tantangan dalam pemenuhan hak untuk
memperoleh pekerjaan yang layak, tetapi juga menghadapi stigma dari rekan kerja. Hal tersebut memengaruhi
kinerja pekerja dengan disabilitas, yang dalam jangka panjang akan memengaruhi kinerja perusahaan.
Tujuan. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui gambaran stigma pekerja terhadap pekerja dengan
disabilitas di tempat kerja.
Metode. Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif dengan desain studi potong lintang. Populasi penelitian
ini adalah pekerja yang sedang bekerja minimal tiga bulan. Teknik pengambilan sampel yang digunakan adalah
accidental sampling dengan melakukan pengisian kuesioner melalui google form dengan total sampel sebesar
71 orang.
Hasil. Hasil penelitian menunjukkan 30,99% responden memiliki stigma yang tinggi, 40,85% responden
mempunyai sikap negatif yang tinggi, 38,03% responden dengan diskriminasi yang tinggi, dan 38,03% dengan
persepsi keadilan yang rendah terhadap pekerja dengan disabilitas.
Kesimpulan. Pekerja dengan disabilitas mendapatkan stigma dan diskriminasi di tempat kerja. Hal ini
merupakan salah satu faktor penyerapan angkatan kerja pada usia produktif kelompok penyandang disabilitas
rendah apabila dibandingkan dengan kelompok non disabilitas.
Kata Kunci: stigma, sikap negatif, diskriminasi, pekerja dengan disabilitas, tempat kerja inklusif
ABSTRACT
Background: Inclusiveness in the workplace for workers with disabilities is required and regulated by the
government. However, workers with disabilities face challenges in fulfilling their right to obtain decent work
and the stigma from colleagues. This situation affects the performance of workers with disabilities, which in
the long run will affect company performance.
Objective: This study aims to describe the stigma of workers against workers with disabilities in the workplace.
Method: The study was a descriptive study with a cross-sectional study design. The population was workers
working for at least three months. The sampling technique was accidental sampling by filling out a
questionnaire through Google form with a total sample of 71 people.
Results: The results showed that 30.99% of respondents had a high stigma, 40.85% of respondents had high
negative attitudes, 38.03% of respondents had high discrimination, and 38.03% had low perceptions of justice
towards workers with disabilities.
Conclusion: Workers with disabilities experience stigma and discrimination in the workplace. This is one of
the factors in the low absorption of the workforce at productive age groups with disabilities when compared
to non-disabled groups.
Keywords: stigma, negative attitudes, discrimination, workers with disabilities, inclusive workplace
30
Mustika et al. Perilaku dan Promosi Kesehatan: Indonesian Journal of Health Promotion and Behavior. 2022; 4(2): 30-42
DOI: 10.47034/ppk.v4i2.6318
tidak terjadi.9 Penelitian lainnya di tahun 2011 umumnya disebabkan oleh prasangka dan ste-
menemukan bahwa pekerja dengan disabilitas reotip (citra kaku tentang rasa atau budaya ter-
merasa bahwa mereka mendapatkan label tentu tanpa mengindahkan kebenaran dari citra
negatif atau dianggap memiliki keterbatasan tersebut).16 Diskriminasi penyandang disabili-
yang lebih besar dari yang sebenarnya mereka tas di tempat kerja ditandai oleh bullying
miliki.10 Mereka merasa terisolasi dalam ling- secara terang-terangan, intimidasi, adanya
kungan kerja, seperti melakukan pekerjaan gurauan atau ucapan yang tidak sopan terkait
sendiri, hanya mendapatkan tugas yang mem- disabilitas dari seorang pekerja, akomodasi
butuhkan sedikit komunikasi dengan rekan yang sesuai dengan kedisabilitasan tidak dise-
kerja lainnya, serta jadwal kerja yang berbeda diakan, dan mendapat perlakuan yang berbeda
dari jadwal pekerja lainnya. Penyandang disa- atas keterbatasan yang dimiliki.17 Diskriminasi
bilitas sebenarnya sadar dan tahu akan perbe- erat kaitannya dengan ketidakadilan. Ketika
daan perlakuan yang mereka terima. Hal ini seseorang diperlakukan tanpa menghormati
dapat membuat mereka melakukan evaluasi atau menjaga akan hak orang tersebut, maka
diri secara negatif, merasa tidak berdaya, dan disana terjadi ketidakadilan. Tindakan dis-
frustasi11, sehingga memicu munculnya self- kriminatif dapat diasosiasikan dengan ketid-
stigma - stigma yang berasal dari dalam diri aksetaraan, misalnya ketidaksetaraan perla-
seorang individu. Sikap negatif terhadap pen- kuan, kesempatan pendidikan, mendapatkan
yandang disabilitas akan mengarahkan pada pekerjaan layak, dan sebagainya.
diskriminasi di tempat kerja serta disparitas Beberapa studi dari luar negeri, dian-
kerja untuk pekerja dengan disabilitas.12 taranya dari negara Australia18, Hong Kong19,
Diskiriminasi merupakan istilah yang be- dan Amerika20 telah mendalami persepsi
rasal dari basa Latin ‘discriminant’ dan telah pekerja terhadap penyandang disabilitas di
dikenal dalam Bahasa Inggris di awal abad ke- tempat kerja dengan menggunakan survey di
17. Kata ‘dis’ bermakna memilah atau mem- beberapa perusahaan baik skala wilayah mau-
isah, dan kata ‘crimen’ bermakna diputusi ber- pun skala nasional. Namun untuk penelitian di
dasarkan suatu pertimbangan baik-buruk.13 dalam negeri terhadap gambaran stigma, sikap,
Sebelum perang saudara di Amerika (abad ke- tingkat diskriminasi, serta persepsi keadilan
18), istilah diskriminasi hanya digunakan da- pekerja terhadap penyandang disabilitas di
lam konteks untuk ‘membedakan’.14 Namun tempat kerja sangat terbatas.12,21,22,23 Oleh ka-
setelah itu, ‘diskriminasi’ berkembang sebagai rena itu tujuan penelitian ini adalah untuk
kosakata untuk menjelaskan sikap prasangka mengetahui gambaran stigma pekerja terhadap
negatif.15 Selanjutnya kata ‘diskriminasi’ penyandang disabilitas di tempat kerja.
diterjemahkan sebagai suatu sikap mem-
bedakan secara sengaja terhadap golongan go- METODE
longan terkait kepentingan tertentu. Pem- Penelitian ini merupakan penelitian
bedaan tersebut umumnya berdasarkan agama, deskriptif dengan desain penelitian cross sec-
etnis, ras, dan suku dan dilakukan oleh ke- tional. Penelitian dilakukan pada bulan Juni
lompok mayoritas terhadap kelompok minori- 2021 melalui pengisian kuesioner meng-
tas.16 gunakan google form yang disebarkan melalui
Pada konteks disabilitas, pengertian dis- WhatsApp grup. Populasi dalam penelitian ini
kriminasi dijelaskan dalam dalam Undang-Un- adalah pekerja yang sedang bekerja minimal
dang Nomor 8 Tahun 2016 pasal 1 ayat 3 (2), tiga bulan, baik di sektor formal maupun infor-
yaitu: “Diskriminasi adalah setiap pembedaan, mal. Teknik pengambilan sampel yang
pengecualian, pembatasan, pelecehan, atau digunakan adalah accidental sampling.24
pengucilan atas dasar disabilitas yang bermak- Penghitungan sampel menggunakan proporsi
sud atau berdampak pada pembatasan atau stigma pekerja terhadap disabilitas pada
peniadaan pengakuan, penikmatan, atau penelitian Widyasari di tahun 202012 sebesar
pelaksanaan hak penyandang disabilitas.” Dis- 37,36%, limit error (d) sebesar 0,1 dan derajat
kriminasi yang terjadi dalam masyarakat kepercayaan 90%, sehingga didapatkan mini-
mal sampel sebesar 64 orang. Untuk mencegah
32
Mustika et al. Perilaku dan Promosi Kesehatan: Indonesian Journal of Health Promotion and Behavior. 2022; 4(2): 30-42
DOI: 10.47034/ppk.v4i2.6318
terjadinya sampel yang drop out maka jumlah sebagaian besar responden penelitian ini ada-
sampel ditambah 10% sehingga total sampel lah pekerja laki-laki (69%) dan jenis pekerjaan
menjadi 71 orang. responden terbanyak pada sektor kesehatan
Karakteristik pekerja yang diukur adalah sebesar 40,85%. Lebih lanjut, lama bekerja re-
jenis kelamin, lama bekerja, jabatan, dan sponden sebagaian besar pada rentang 0-5 ta-
rumpun industri. Untuk mengukur stigma pada hun (53,52%) dengan jabatan atau posisi kerja
pekerja, peneliti mengadaptasi kuesioner AK9. responden tertinggi pada posisi sebagai opera-
HIV Stigma Scale.25 Kuesioner 19 item ini tor/staff (40,84%). Tabel 2 menyajikan pen-
memiliki tiga sub skala yang mengukur: sikap gukuran stigma menggunakan skala sikap
negatif, diskriminasi yang dirasakan, dan negatif, diskriminasi, dan persepsi keadilan.
dukungan untuk kesetaran yang selanjutnya Hasilnya menunjukkan bahwa separuh re-
disebut sebagai persepsi keadilan. Skala sikap sponden (59,15%) mempunyai sikap negatif
negatif yang digunakan terdiri dari 6 pern- yang rendah, 61,97% dengan dis-kriminasi
yataan, skala diskriminasi terdiri dari 6 pern- yang rendah, dan 61,97% responden memiliki
yataan, dan skala persepsi keadilan terdiri dari persepsi ketidakadilan yang rendah. Lebih
5 pernyataan. Penilaian menggunakan skala lanjut, pekerja yang memiliki stigma yang
Likert 1-5 (1 = Sangat Tidak Setuju, 2 = Tidak tinggi terhadap penyandang disabilitas di tem-
Setuju, 3 = Ragu-ragu, 4 = Setuju, dan 5 = San- pat kerja sebesar 30,99% (Tabel 3).
gat Setuju). Skala sikap dan diskriminasi Berdasarkan analisis pada enam pern-
menggunakan cut off point mean skor 15, di- yataan sikap negatif pada Gambar 1, pada sub
mana total skor >15 adalah dikategorikan se- item pertanyaan “Penyandang disabilitas itu
bagai sikap negatif dan diskriminasi yang ren- seharusnya merasa malu”, “Penyandang disa-
dah dan total skor < 15 adalah kategori sikap bilitas itu menjijikkan” dan “Penyandang disa-
negatif dan diskriminasi tinggi. Pada skala per- bilitas tidak boleh ada kegiatan di luar rumah”
sepsi keadilan menggunakan cut off point mempunyai proporsi tertinggi, yaitu 5,6%,
mean skor 12, dimana total skor > 12 adalah 5,6%, dan 7,0%.
kategori persepsi ketidakadilan rendah dan to- Berdasarkan analisis item diskriminasi
tal skor < 12 adalah kategori persepsi ketid- (Gambar 2), proporsi tertinggi (18,3%) pada
akadilan tinggi. Pengukuran stigma dilakukan item pertanyataan “Disabilitas tidak boleh
dengan menggunakan cut off mean total skor menerima perbedaan dalam penerimaan kerja”
dari ketiga subskala yaitu 78,71, dimana total disusul dengan 5,6% pada pernyataan “Pen-
skor > 78,71 artinya stigma responden rendah yandang disabilitas tidak boleh mendapatkan
dan total skor < 78,71 untuk stigma responden penolakan dari rekan kerjanya”.
tinggi. Ditinjau dari item persepsi keadilan
Uji validitas dilakukan pada 20 responden (Gambar 3), pada sub item pernyataan “Disa-
menggunakan uji analisis korelasi Pearson bilitas harus diperlakukan sama seperti pekerja
didapatkan nilai r = 0,444 pada tingkat kemak- lain terkait tunjangan/gaji” dan “Perusahaan
naan 5%. Uji reabilitas instrumen meng- tidak boleh membeda-bedakan antara pekerja
gunakan uji Cronbach Alpha dengan nilai r Al- disabilitas dengan pekerja lain terkait promosi
pha (0,632) > 0,6. Sehingga, tujuh belas pern- jabatan” memiliki persentase tertinggi, mas-
yataan untuk mengukur stigma pada instrumen ing-masing sebesar 7%. Hal ini mungkin
yang digunakan adalah reliabel. Data dikarenakan persepsi pekerja dengan disbilitas
kemudian diolah dan dianalisis secara tertentu yang membutuhkan waktu lebih lama
deskriptif/univariat untuk mendapatkan gam- dibandingkan pekerja non disabi-litas untuk
baran stigma pekerja pada penyandang disabil- menyelesaikan suatu pekerjaan. Oleh karena
itas. itu, rekan kerja menganggap bahwa pekerja
dengan disabilitas memiliki performa kerja
HASIL yang rendah dan tidak adil bila mendapatkan
Tabel 1 menunjukkan gambaran karakter- gaji yang sama untuk jenis tugas dan tanggung
istik pekerja yang menunjukkan hasil bahwa jawab yang sama tersebut, apalagi untuk
mendapatkan promosi jabatan.
33
Mustika et al. Perilaku dan Promosi Kesehatan: Indonesian Journal of Health Promotion and Behavior. 2022; 4(2): 30-42
DOI: 10.47034/ppk.v4i2.6318
Tabel 2. Distribusi Pengukuran Stigma Pekerja Berdasarkan Skala Sikap Negatif, Diskriminasi, dan Persepsi
Keadilan terhadap Penyandang Disabilitas (n = 71)
Variabel dan Kategori* n %
Sikap negatif
Rendah (total skor >15) 42 59,15
Tinggi (total skor < 15 29 40,85
Diskriminasi
Rendah (total skor >15) 44 61,97
Tinggi (total skor < 15) 27 38,03
Persepsi keadilan
Rendah (total skor >12) 44 61,97
Tinggi (total skor < 12) 27 38,03
Catatan: *Kategori pengukuran menggunakan cut
off point mean total skor = 15 pada variabel sikap
negatif dan diskriminasi, cut off point mean total
skor = 12 pada variabel persepsi keadilan
Tabel 3. Distribusi Stigma Pekerja terhadap Penyandang Disabilitas di Tempat Kerja (n = 71)
Variabel dan Kategori* n %
Stigma
Rendah (total skor > 78,71) 49 69,01
Tinggi (total skor < 78,71) 22 30,99
Total 71 100
Catatan: *Kategori pengukuran menggunakan cut
off point mean total skor = 78,71
34
Mustika et al. Perilaku dan Promosi Kesehatan: Indonesian Journal of Health Promotion and Behavior. 2022; 4(2): 30-42
DOI: 10.47034/ppk.v4i2.6318
Gambar 1. Distribusi Sikap Pekerja terhadap Penyandang Disabilitas Berdasarkan Item Pernyataan (n = 71)
Gambar 2. Distribusi Diskriminasi Pekerja terhadap Penyandang Disabilitas Berdasarkan Item Pern-
yataan (n = 71)
Gambar 3. Distribusi Persepsi Keadilan Pekerja terhadap Penyandang Disabilitas Berdasarkan Item Pern-
yataan (n = 71)
35
Mustika et al. Perilaku dan Promosi Kesehatan: Indonesian Journal of Health Promotion and Behavior. 2022; 4(2): 30-42
DOI: 10.47034/ppk.v4i2.6318
36
Mustika et al. Perilaku dan Promosi Kesehatan: Indonesian Journal of Health Promotion and Behavior. 2022; 4(2): 30-42
DOI: 10.47034/ppk.v4i2.6318
pekerjaan, tetapi juga disertai dengan kualifi- disabilitas yang telah bekerja terkadang ditem-
kasi khusus dari pekerjaan yang dibutuhkan patkan ditempatkan berdasarkan asumsi jenis
dan klasifikasi disabilitas yang cocok untuk pekerjaan yang cocok dengan jenis keterbata-
pekerjaan tersebut.31 Selain itu, terdapat ragam san yang dimiliki, bukan atas dasar keahl-
informasi yang terus diperbaharui terkait ke- ian/keunggulannya.35 Konsekuensinya pekerja
cakapan hidup dan pengembangan diri yang dengan disabilitas kesulitan untuk mengakses
mampu meningkatkan kemampuan pekerja pekerjaan di sektor formal (instansi
dengan disabilitas untuk bersaing di dunia pemerintah atau perusahaan swasta) dan men-
kerja.30 jadi karyawan tetap.
Stigma masih sering ditemukan pada saat
Persepsi Keadilan
rekrutmen pekerja yang dilakukan baik in-
Hasil studi ini (Tabel 2 dan Gambar 3) se-
stansi pemerintah maupun perusahaan, dian-
jalan dengan penelitian Hwa di Malaysia, di-
taranya dengan mensyaratkan kesehatan jas-
mana penyandang disabilitas akan mengalami
mani dan rohani dalam proses seleksinya. Per-
kesulitan dalam promosi dan peningkatan upah
syaratan ini dengan cepat mengguggurkan
kerja.29 Hal ini terkait dengan faktor kompe-
banyak calon pekerja dengan disabilitas. Hal
tensi dan kualitas yang dimiliki oleh penyan-
ini terkait dengan pertimbangan kemampuan
dang disabilitas. Studi oleh Mclaughlin, dkk
perusahaan dalam mengelola tenaga kerja
mengungkapkan nilai-nilai yang dirasakan
dengan keragaman. Kusumawardhani me-
rekan kerja penyandang disabilitas kepada pe-
nyebutkan bahwa dalam mengelola diversitas
rusahaan adalah aspek penerimaan yang sangat
tenaga kerja merupakan tantangan yang be-
relevan di tempat kerja dan dapat dibuktikan
sar.36 Contohnya pada tuna rungu dan/atau
dalam penilaian tentang mempekerjakan,
wicara memerlukan cara berkomunikasi dan
mempertahankan, dan mempromosikan indi-
bertindak yang berbeda dari pekerja non disa-
vidu tersebut.31 Artinya apabila terdapat nilai
bilitas pada umumnya. Pemberi kerja
negatif/stigma dari rekan kerja dan atasan ter-
berasumsi bahwa ketika mereka merekrut pen-
hadap pekerja dengan disabilitas, maka dalam
yandang disabilitas tersebut maka mereka ha-
melakukan penilaian performa kerja akan
rus merekrut juru bahasa isyarat sehingga
menjadi bias. Begitu halnya dengan bias ter-
biaya yang dikeluarkan untuk membayar gaji
hadap penerimaan dan cara memperlakukan
menjadi lebih besar dibandingkan merekrut
pekerja dengan disabilitas. Oleh karena itu un-
pekerja non disabilitas. Padahal pemberi kerja
tuk mendapatkan gaji yang sama atau untuk
mendapatkan promosi jabatan menjadi hal bisa mengantisipasi hal tersebut dengan mem-
berikan pelatihan bahasa isyarat, utamanya
yang sulit diterima. Hal ini apabila tidak di-
pada bagian sumber daya manusia (SDM) dan
tangani dengan baik, maka akan memengaruhi
rekan kerja yang berhubungan langsung
performa kinerja pekerja dengan disabilitas
dengan mereka. Seiring dengan kemajuan
yang dalam jangka panjang akan memengaruhi
teknologi saat ini, banyak inovasi aplikasi
kinerja perusahaan. Di sisi lain kehadiran
yang dapat diunduh secara gratis untuk men-
stigma pada pekerja akan memunculkan kesu-
jembatani keterbatasan tersebut. Oleh karena
litan dalam mencari bantuan bagi penyandang
itu menjadi penting upaya penghapusan stigma
disabilitas dan mengikis kepercayaan diri
di tempat kerja.
pekerja dengan disabilitas. Sehingga penyan-
dang disabilitas secara tidak langsung juga Penghapusan Stigma di Tempat Kerja
akan mengalami self-stigma.
Perlakuan yang setara dan non-diskrimi-
Stigma natif adalah hak asasi bagi setiap orang yang
Penyandang disabilitas rentan terhadap telah dijamin oleh Undang-Undang Dasar
stigma dan perlakuan diskriminatif baik dari 1945, Sila ke-2 Pancasila, Undang-Undang
penyedia kerja maupun rekan kerja. Anggapan No.39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manu-
bahwa penyandang disabilitas tidak bisa sia, hingga Undang-Undang No.8 Tahun 2016
bekerja,34 atau bahkan bagi pekerja dengan tentang Penyandang Disabilitas. Namun ken-
yataanya stigma dan ketidaksetaraan di tempat
37
Mustika et al. Perilaku dan Promosi Kesehatan: Indonesian Journal of Health Promotion and Behavior. 2022; 4(2): 30-42
DOI: 10.47034/ppk.v4i2.6318
kerja bagi pekerja dengan disabilitas masih (HC).40 Hasil akhir dari pelatihan ini ada-
kerap terjadi.37,38 Public stigma, diskriminasi, lah pemberi kerja mampu menganalisis po-
serta perilaku negatif lainnya yang diterima sisi yang tepat untuk calon pekerja dengan
oleh pekerja dengan disabilitas, apabila tidak disabilitas berdasarkan dengan keu-
tertangani dengan baik, maka dapat terinternal- nikannya. Selain itu juga dapat
isasi menjadi nilai-nilai dan membentuk self- menganalisis kebutuhan akomodasi serta
stigma bagi mereka.39 Hal ini akan merugikan standard operational procedure (SOP) da-
baik bagi yang bersangkutan maupun bagi pe- lam mengelola pekerja dengan disabilitas.
rusahaan. Untuk itu upaya penghapusan stigma Pemenuhan akomodasi bagi penyan-
di tempat kerja sangatlah penting untuk dil- dang disabilitas di tempat kerja merupakan
akukan. Penghapusan stigma dapat dilakukan kewajiban bagi pemberi kerja demi terciptanya
dengan beberapa upaya,29 diantaranya: lingkungan kerja yang inklusif. Pemberi kerja
1. Meningkatkan literasi terkait hak-hak pen- seringkali menganggap bahwa penyediaan
yandang disabilitas dan kewajiban perus- akomodasi membutuhkan biaya besar se-
ahaan dalam merekrut pekerja dengan dis- dangkan perusahaan tidak memiliki anggaran
abilitas (merujuk pada Undang-Undang khusus untuk hal tersebut. Salah satu contoh
No. 8 tahun 2016, Undang-Undang No. 13 kasus pada pekerja dengan disabilitas fisik
tahun 2003, dan turunannya). (pengguna kursi roda), untuk memudahkan
2. Memahami karakteristik dan keunikan mereka dalam mengakses tempat kerja, pintu
ragam disabilitas sehingga penempatan ruangan kerja mereka haruslah cukup untuk
kerja dapat sesuai dengan keahlian pekerja kursi roda melintas, ketersediaan jalur landai,
dengan disabilitas. lift (apabila ruang kerja bukan di lantai dasar),
3. Mempromosikan kesadaran terhadap atau harus menyediakan meja yang ergonomis
kesetaraan hak dan kewajiban pada pekerja untuk bekerja.41 Pemberi kerja biasanya lang-
dengan disabilitas di tempat kerja, dian- sung berasumsi bahwa jika gedung tempat
taranya dengan melakukan kerjasama pekerja dengan disabilitas tersebut tidak me-
dengan komunitas disabilitas untuk men- menuhi kriteria tersebut, mereka harus menge-
gadakan sharing session sebagai kegiatan luarkan dana besar untuk renovasi gedung atau
rutin perusahaan. Sehingga pekerja dapat membeli perlengkapan baru yang sesuai
meningkatkan pengetahuan dan sikap ten- dengan kebutuhan. Padahal untuk menye-
tang stigma dan disabilitas di tempat kerja. diakan akomodasi yang layak di tempat kerja
4. Menyediakan kesempatan bagai pekerja tidak selalu memerlukan anggaran dana yang
dengan disabilitas dalam kegiatan rutin di besar. Penyediaan akomodasi yang layak bagi
tempat kerja, misalnya pada saat rapat bu- pekerja disabilitas memiliki beberapa prin-
lanan, mereka diikutsertakan dan diberi sip,41 diantaranya:
waktu untuk mengutarakan opini dan pen- 1. Pekerja disabilitas bertanggung jawab
galamannya selama bekerja, atau pada mengusulkan kebutuhan akomodasi untuk
kegiatan rutin perusahaan seperti employee mengurangi/menghilangkan hambatan da-
of the month/year. Hal ini bertujuan untuk lam bekerja
meningkatkan rasa percaya diri dan aktual- 2. Akomodasi yang layak harus efektif (tidak
isasi diri bagi penyandang disabilitas di perlu sempurna). Artinya pemberi kerja
tempat kerja. Di sisi lain kegiatan ini juga dapat menggunakan akomodasi yang su-
menjadi ajang pengenalan pekerja dengan dah tersedia namun dengan melakukan
disabilitas terhadap pekerja non disabilitas. reparasi sesuai kebutuhan (contohnya pen-
5. Mengadakan persiapkan sebelum merekrut gadaan meja untuk pekerja dengan kursi
penyandang disabilitas, seperti kegiatan roda, bisa menggunakan meja lama dan
edukasi dan pelatihan Disability Equality memotong kaki meja agar tinggi meja
Training (DET) terutama bagi Human Re- menjadi sesuai dengan tinggi pekerja terse-
sources (HR) terkait membuka peluang but ketika duduk di kursi roda).
kerja dan biro SDM/Human Capital
38
Mustika et al. Perilaku dan Promosi Kesehatan: Indonesian Journal of Health Promotion and Behavior. 2022; 4(2): 30-42
DOI: 10.47034/ppk.v4i2.6318
3. Perusahaan memiliki hak dalam menen- penting guna mencapai lingkungan kerja yang
tukan apakah perlu mengadakan ako- inklusif. Upaya yang dapat dilakukan dalam
modasi spesifik. rangka penghapusan stigma di tempat kerja
Ragam akomodasi bagi pekerja disabilitas terhadap penyandang disabilitas, diantaranya
di tempat kerja, diantaranya restrukturisasi dengan memberikan edukasi dan pelatihan
pekerjaan, jadwal kerja yang adaptif, retensi kepada pemberi kerja, diseminasi informasi
karyawan/penugasan kembali, relokasi kerja, untuk meningkatkan literasi dan pemahaman
lingkungan aksesibel, teknologi pendukung, pekerja non disabilitas, serta mengikutsertakan
dan rekan kerja.41 Dalam pemenuhan ako- pekerja dengan disabilitas dalam kegiatan
modasi bagi pekerja disabilitas, teknologi pen- operasional di kantor maupun kegiatan rutin
dukung seringkali menjadi jawaban dalam perusahaan. Penyediaan akomodasi layak bagi
membantu pekerja disabilitas. Pemenuhan pekerja disabilitas tidak selalu mahal jika
teknologi pendukung dapat disiasati dengan mampu menerapkan prinsip dalam menye-
penggunaan ragam aplikasi yang kini sudah diakan akomodasi. Diantara ragam akomodasi,
tersedia di Appstore dan dapat diunduh baik rekan kerja merupakan hal terpenting bagi
secara gratis maupun berbayar. Hal terpenting pekerja disabilitas guna menjawab tan-
dalam penyediaan akomodasi bagi pekerja dis- tangan/hambatan di tempat kerja.
abilitas adalah rekan kerja. Ketersediaan rekan
kerja/buddies yang loyal dan memiliki mindset SARAN
positif terhadap pekerja dengan disabilitas, Penelitian yang akan datang diharapkan
dapat membantu mengatasi hambatan dari dapat menggunakan kelompok pekerja disabil-
lingkungan tempat bekerja. itas secara spesifik agar dapat menunjukkan
lebih detail terkait tantangan kerja yang
Keterbatasan Penelitian dihadapi, mengukur tingkat stigma pada ting-
Penelitian ini menggunakan teknik sam- kat literasi yang sama terkait penyandang dis-
pling accidental sampling dimana peneliti abilitas, serta dilakukan pada tingkat mana-
mengambil sampel pada siapa saja yang jerial dimana mampu mengkaji lebih dalam
ditemui tanpa perencanaan.24 Oleh karena itu terkait SOP dan lingkungan kerja untuk men-
hasil penelitian tidak terlalu akurat untuk capai inklusifitas kerja.
menggambarkan populasi yang sebenarnya.
Pada pengukuran stigma, peneliti tidak men- UCAPAN TERIMA KASIH
gukur tingkat literasi dan pemahaman pekerja Ucapan terimakasih kepada para dosen
terhadap penyandang disabilitass sehingga yang membantu dalam penelitian ini dian-
hasil pengukuran stigma dengan variabel sikap taranya adalah Dr. dra. Rita Damayanti, MSPH
dan diskriminasi tidak dapat diidentifikasi, dan Dr. Adang serta Cicilya Candi. Kami juga
apakah terjadi karena tingkat literasi dan pem- mengucapkan terimakasih kepada Marthella
ahamannya yang rendah sehingga terjadinya Rivera Roidatua, S.IP, MA dari Kementerian
stigma atau tingkat literasi dan pemahaman Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan
cukup namun tetap melakukan stigma kepada Transmigrasi atas masukan terhadap penelitan
penyandang disabilitas di tempat kerja. kami.
KESIMPULAN DAFTAR REFERENSI
Pekerja dengan disabilitas mendapatkan 1. [
Republik Indonesia, "Undang-Undang
stigma dan diskriminasi di tempat kerja. Hal Nomor 13 tahun 2003 tentang
1
ini merupakan salah satu faktor penyerapan Ketenagakerjaan," [Online]. Available:
angkatan kerja pada usia produktif kelompok ]
https://kemenperin.go.id/kompetensi/UU
penyandang disabilitas rendah apabila _13_2003.pdf.
dibandingkan dengan kelompok non disabili-
tas. Penghapusan stigma dan diskriminasi pen- 2. Republik Indonesia, "Undang-Undang
yandang disabilitas di tempat kerja sangat No. 8 tahun 2016 tentang Penyandang
39
Mustika et al. Perilaku dan Promosi Kesehatan: Indonesian Journal of Health Promotion and Behavior. 2022; 4(2): 30-42
DOI: 10.47034/ppk.v4i2.6318
https://bandungbergerak.id/article/detail/2
764/pekerja-penyandang-disabilitas-
bukanlah-hambatan-perusahaan.
[Accessed 26 Oktober 2022].
38. D. A. Zaelani, D. S. Yusuf, A. Y.
Mafruhat and W. Y. Essa, "Tantangan dan
Peluang Penyandang Disabilitas Fisik di
Kota Bandung," Jurnal Sosial
Humaniora, vol. 15, no. 1, pp. 16-29,
2022.
39. Human Right Watch, "Hidup di Neraka:
Kekerasan terhadap Penyandang
Disabilitas Psikososial di Indonesia,"
Maret 2016. [Online]. Available:
https://www.hrw.org/sites/default/files/re
port_pdf/indonesia0316bahasa_brochure
_web.pdf. [Accessed 3 Juli 2021].
40. International Labour Organization,
"Disability Equality Training (DET)
Workshop for Government Officials,"
2014. [Online]. Available:
https://www.ilo.org/jakarta/whatwedo/ev
entsandmeetings/WCMS_307803/lang--
en/index.htm. [Accessed 2021 Juli 4].
41. Asosiasi Pengusaha Indonesia, USAID,
Kementerian Ketenagakerjaan Republik
Indonesia, Panduan Kesetaraan dan
Inklusivitas di Tempat Kerja, 2020.
42