Anda di halaman 1dari 42

PENGARUH ELEVASI KEPALA TERHADAP SATURASI OKSIGEN

PADA PASIEN PASCA GENERAL ANESTESI


di RSUD PARIAMAN

PROPOSAL

OLEH :
HELGA ZABRINA ARQAM
NPM. 2010070170059

PROGRAM STUDI KEPERAWATAN ANESTESIOLOGI


PROGRAM SARJANA TERAPAN FAKULTAS VOKASI
UNIVERSITAS BAITURRAHMAH
PADANG, 2023
PENGARUH ELEVASI KEPALA TERHADAP SATURASI OKSIGEN
PADA PASIEN PASCA GENERAL ANESTESI
di RSUD PARIAMAN

PROPOSAL

Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Melaksanakan Penelitian Skripsi D4


Keperawatan Anestesiologi

OLEH :
HELGA ZABRINA ARQAM
NPM. 2010070170059

PROGRAM STUDI KEPERAWATAN ANESTESIOLOGI


PROGRAM SARJANA TERAPAN FAKULTAS VOKASI
UNIVERSITAS BAITURRAHMAH
PADANG, 2023

i
KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis ucapkan kepada Allah SWT atas segala kasih dan

karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan penulisan proposal ini.

Adapun judul proposal ini adalah : “Pengaruh Elevasi Kepala Terhadap

Saturasi Oksigen Pada Pasien Pasca General Anestesi di RSUD Pariaman”.

Penulisan proposal ini dimaksudkan untuk memenuhi syarat tugas akhir

menjadi sarjana terapan, Program Studi Sarjana Terapan D-IV Keperawatan

Anestesiologi Universitas Baiturrahmah Padang.

Penulis sangat menyadari dan merasakan bahwa terwujudnya proposal ini

tidak lepas dari bantuan dan dukungan dari berbagai pihak. Oleh karena itu, pada

kesempatan ini penulis ingin mengucapkan terima kasih kepada :

1. Bapak Prof . Dr. Ir. Musliar Kasim, M.S selaku Rektor Universitas

Baiturrahmah Padang

2. Ibu Oktavia Puspita Sari, Dipl.Rad, S.Si., M.Kes selaku Dekan Fakultas

Vokasi Universitas Baiturrahmah Padang dan selaku Pembimbing 1 yang

telah memberikan masukan, bimbingan dan arahan selama penulisan skripsi

ini.

3. Ibu Ns. Iswenti Novera, S.Kep., M.Kep selaku Wakil Dekan 1 Fakultas

Vokasi Universitas Baiturrahmah Padang dan selaku Pembimbng 2 yang

telah memberikan masukan, bimbingan dan arahan selama penulisan proposal

ini

4. Bapak Ns. Aric Frendi Andriyan, S.Kep., M.Kep selaku Ketua Program studi

D-IV Keperawatan Anestesiologi Universitas Baiturrahmah Padang.

i
5. Seluruh Dosen dan Staf yang mengajar di Universitas Baiturrahmah Padang

yang selama ini telah memberikan banyak ilmu.

6. Teristimewa kedua orang tua yang paling berjasa dalam hidup penulis,

Ayahanda Desrial Al Arqam, S.Pd dan Ibunda Yusriawati Nengsih, S.P yang

telah memberikan cinta dan kasih sayang, dukungan moral maupun material,

terutama doa yang selalu meringankan langkah penulis dalam menyelesaikan

proposal ini sehingga dapat terselesaikan dengan baik.

7. Teristimewa adik tersayang Nayla Tiffany Arqam serta keluarga besar yang

senantiasa memberikan doa, semangat, serta dukungan dalam menyelesaikan

proposal ini.

8. Kepada sahabat-sahabat yang selalu memberikan penulis semangat serta

membantu dalam menyelesaikan proposal ini.

9. Kepada rekan-rekan sejawat yang telah memberikan semangat dan dukungan

dalam pembuatan proposal ini.

10. Terakhir, terima kasih untuk diri sendiri karena telah mampu berusaha keras

dan berjuang sejauh ini. Mampu mengendalikan diri dari berbagai tekanan

diluar keadaan dan tidak pernah memutuskan untuk menyerah sesulit apapun

proses penyusunan proposal ini. Menyelesaikan sebaik dan semaksimal

mungkin merupakan pencapaian yang patut dibanggakan untuk diri sendiri.

Akhir kata, semoga bantuan yang telah diberikan menjadi lading pahala,

amal jariah dan mendapatkan balasan dari Allah SWT. Besar harapan penulis agar

proposal ini dapat bermanfaat.

Padang, Desember 2023

ii
Penulis

iii
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Pembedahan atau operasi adalah suatu penanganan medis yang dilakukan

secara invasif untuk mendiagnosa atau mengobati suatu penyakit,

mencegah kecacatan, serta mengobati kondisi yang sulit atau tidak

mungkin disembuhkan hanya dengan menggunakan obat-obatan

sederhana. Pembedahan itu sendiri merupakan salah satu pelayanan

kesehatan yang berisiko tinggi, yang mana tindakan pembedahan akan

mencederai jaringan yang dapat menimbulkan perubahan fisiologis tubuh

serta mempengaruhi organ tubuh lainnya (Sjamsuhidayat, 2017).

Data yang diperoleh dari World Health Organization (WHO)

jumlah pasien yang melakukan tindakan pembedahan terdapat peningkatan

yang signifikan dari tahun ke tahun. Tercatat di tahun 2019 terdapat 148

juta,tindakan pembedahan yang telah dilakukan di seluruh dunia dan pada

tahun 2020 mengalami peningkatan sebesar 234 juta tindakan

pembedahan, sedangkan di Indonesia pada tahun 2020 tercatat tindakan

pembedahan mencapai 1,2 juta jiwa. Berdasarkan data yang diperoleh dari

Kemenkes RI (2021) tindakan pembedahan menempati urutan ke-11 dari

50 penanganan penyakit yang ada di Indonesia , dengan 32% diantaranya

tindakan pembedahan elektif (Fitri, 2023). Tindakan pembedahan sangat

erat hubungannya dengan penggunaan anestesi yang bertujuan agar pasien

tidak

1
2

merasakan sakit pada saat dilakukan pembedahan, baik menggunakan

anestesi umum, anestesi regional maupun anestesi lokal.

Anestesi adalah suatu keadaan tanpa rasa sakit saat dilakukan

pembedahan yang bekerja menekan jaringan saraf secara memblok sentral

atau pada ujung saraf, efek pemberian anestesi adalah menghilangkan rasa

sakit dan menghilangkan kesadaran atau tanpa menghilangkan kesadaran

(Saputri et al., 2021). Anestesi adalah perawatan dengan obat-obatan yang

digunakan dalam proses pembedahan atau intervensi lainnya, seperti untuk

mengurangi kesadaran, mengurasi rasa nyeri dan sakit (Banerjee & Askin,

2021).

Terdapat tiga jenis anestesi, yaitu anestesi lokal, anestesi regional

dan anestesi umum. Teknik anestesi yang paling sering digunakan adalah

anestesi umum dibandingan dengan teknik anestesi lainnya, sekitar 70%-

80% tindakan pembedahan menggunakan anestesi umum. General

anesthesia atau anestesi umum merupakan suatu tindakan yang bertujuan

untuk menghilangkan rasa nyeri, membuat tidak sadar, dan menyebabkan

hilangnya ingatan saat dilakukan pembiusan dan operasi sehingga saat

pasien sadar pasien tidak mengingat peristiwa pembedahan yang telah

dilakukan (Sudiani et al., 2021).

Pada pemberian anestesi umum, kecukupan oksigen dalam darah

mutlak diperhatikan sehingga dapat menghindari halangan yang dapat

mempengaruhi saturasi oksigen. Saturasi oksigen adalah jumlah oksigen

yang diangkut oleh hemoglobin darah, dapat diartikan sebagai persentasi

total oksigen yang terikat pada hemoglobin. Saturasi oksigen diukur

6
3

menggunakan oksimetri, dengan nilai normal berkisar antara 95%-100%

(Malawat & Cahyadi, 2018). Nilai saturasi oksigen yang rendah (<94%)

dapat menyebabkan beberapa masalah salah satunya hipoksia, bahkan

dapat terjadinya kematian jaringan yang akan menghambat proses

pemulihan pascaoperasi, dan dapat menyebabkan kematian (Fadlilah et al.,

2020).

Selain pemberian oksigen, mengatur posisi kepala terhadap pasien

pasca operasi perlu diperhatikan. Posisi kepala yang paling umum adalah

kepala dan tubuh diangkat pada 30º dengan tujuan untuk memaksimalkan

oksigenasi menuju jaringan otak. Posisi kepala lebih tinggi dapat

memfasilitasi peningkatan aliran darah menuju otak sehingga dapat

memaksimalkan oksigenasi menuju jaringan otak (Summers et al., 2009).

Penelitian yang telah dilakukan oleh Pertami et al.,(2019) tentang

“Pengaruh Elevasi Kepala 30 Derajat Terhadap Saturasi Oksigen Dan

Kualitas Tidur Pasien Stroke” yang dilakukan pada 34 pasien di RSUD Dr.

R. Soedarsono Pasuruan menyatakan bahwa penyakit stroke terjadi karena

kurangnya aliran darah dan oksigen ke otak sehingga menyebabkan

hipoksia, dan setelah dilakukan pemberian elevasi kepala 30º kepada

pasien stroke menunjukkan hasil yang berpengaruh dalam meningkatkan

saturasi oksigen pada pasien stroke. Namun belum terdapat data yang

menyatakan bahwa pemberian elevasi kepala 30º juga berpengaruh dalam

meningkatkan saturasi oksigen pada pasien pasca general anestesi.

Hasil studi pendahuluan yang dilakukan pada bulan September

2023 di kamar operasi RSUD Pariaman terdapat 761 paisen yang

6
4

dilakukan tindakan pembedahan dari bulan Juni sampai Agustus. Jumlah

pasien yang dilakukan tindakan pembedahan dengan menggunakan

anestesi umum yakni sebanyak 330 (43%) pasien . Berdasarkan data yang

diperoleh, tercatat tindakan anestesi umum dengan intubasi menggunakan

Laryngeal Mask Airway (LMA) di RSUD Pariaman dari bulan Juli-

September adalah sebanyak 200 pasien. Rata-rata pasien yang dilakukan

intubasi menggunakan Laryngeal Mask Airway (LMA) di RSUD Pariaman

sebanyak 67 pasien setiap bulannya.

Berdasarkan hasil observasi saturasi oksigen sebelum dan setelah

pemberian elevasi kepala pada 15 pasien pasca general anestesi dengan

teknik intubasi menggunakan Laryngeal Mask Airway (LMA) terdapat 11

pasien yang mengalami perubahan saturasi oksigen setelah pemberian

elevasi kepala.

Berdasarkan penjelasan yang telah diuraikan diatas, maka penulis

tertarik melakukan penelitian untuk mengetahui pengaruh pemberian

elevasi kepala 30º terhadap saturasi oksigen pada pasien pasca general

anestesi di RSUD Pariaman.

B. Perumusan Masalah

Berdasarkan permasalahan diatas, maka peneliti merumuskan

permasalahan sebagai berikut : Apakah ada pengaruh elevasi kepala

terhadap saturasi oksigen pada pasien pasca general anestesi ?

C. Tujuan Penelitian

1. Tujuan umum

6
5

Penelitian ini bertujuan untukk mengetahui pengaruh elevasi

kepala terhadap saturasi oksigen pada pasien pasca general anestesi.

2. Tujuan khusus

a) Untuk melihat masing-masing variabel pada pengaruh elevasi kepala

terhadap saturasi oksigen pada pasien pasca general anestesi

berdasarkan studi ilmiah.

b) Untuk mengetahui pengaruh karakteristik elevasi kepala terhadap

saturasi oksigen pada pasien pasca general anestesi berdasarkan studi

ilmiah.

c) Untuk mengetahui pengaruh elevasi kepala terhadap saturasi oksigen

pada pasien pasca general anestesi berdasarkan studi ilmiah.

D. Manfaat Penelitian

1. Bagi institusi rumah sakit

Penelitian ini diharapkan dapat menjadi bahan masukan bagi

RSUD Pariaman khusunya bidang keperawatan anestesiologi dalam

rangka menjaga dan meningkatkan mutu pelayanan dalam

mengembangkan pendidikan di bidang keperawatan anestesiologi.

2. Bagi institusi pendidikan

Penelitian ini diharapkan dapat menjadi acuan penelitian lanjutan

yang berkaitan dengan pengembangan dalam pendidikan keperawatan

anestesiologi.

3. Bagi ilmu keperawatan anestesiologi

6
6

Penelitian ini diharapkan untuk mengembangkan dan

meningkatkan anestesiologi secara professional dalam menjalankan mutu

pelayanan penata anestesi.

4. Bagi peneliti selanjutnya

Penelitian ini diharapkan mampu menjadi referensi bagi penelitian

selanjutnya dan bisa dikembangkan menjadi lebih sempurna.

6
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Konsep Anestesi Umum

1. Definisi

Secara umum anestesi berarti pemberian obat untuk

menghilangkan kesadaran dan rasa sakit saat melakukan pembedahan atau

prosedur lain yang menimbulkan rasa sakit pada tubuh. Anestesi adalah

suatu keadaan tanpa rasa sakit saat dilakukan pembedahan yang bekerja

menekan jaringan saraf secara memblok sentral atau pada ujung saraf, efek

pemberian anestesi adalah menghilangkan rasa sakit dan menghilangkan

kesadaran atau tanpa menghilangkan kesadaran (Saputri et al., 2021).

Anestesi merupakan suatu tindakan untuk menghilangkan rasa

sakit ketika dilakukan pembedahan dan berbagai prosedur lain yang

menimbulkan rasa sakit, dalam hal ini rasa takut perlu ikut dihilangkan

untuk menciptakan kondisi optimal bagi pelaksanaan pembedahan.

Anestesi merupakan tatalaksana untuk mematikan rasa, baik rasa nyeri,

takut, dan tidak nyaman (A. Sari et al., 2022).

Anestesi umum atau general anesthesia adalah menghilangkan

kesadaran dengan pemberian obat-obat tertentu, tidak merasakan sakit

walaupun diberikan rangsangan nyeri, dan bersifat reversible.

Kemampuan untuk mempertahankan fungsi ventilasi hilang, depresi fungsi

neuromuscular, dan juga gangguan kardiovaskular (Veterini, 2021).

6
7

Sedangkan menurut Mangku, G & Senaphati (2010) anestesi

umum atau general anesthesia merupakan suatu tindakan pemberian obat-

obat tertentu untuk menghilangkan nyeri secara sentral yang diikuti

dengan hilangnya kesadaran yang bersifat sementara (reversible). Anestesi

umum menyebabkan mati rasa karena penggunaan obat yang masuk ke

jaringan otak. Tiga komponen anestesi yang biasa disebut trias anestesi,

yaitu hipnotik (kehilangan kesadaran), analgetik (bebas nyeri), relaksasi

(kelumpuhan otot rangka).

2. Teknik Anestesi Umum


a. Teknik Anestesi Intravena

Teknik anestesi umum intravena merupakan anestesi yang

dilakukan dengan cara menyuntikkan obat anestesi parenteral

langsung ke dalam pembuluh darah vena. Teknik anestesi umum

intravena terdiri atas anestesi intravena klasik, anestesi intravena

neurolept, dan anestesi intravena total (Mangku dan Senaphati, 2010).

Anestesi intravena klasik pemakaiannya dengan

mengkombinasikan obat ketamin dengan sedative (misalnya

midazolam, diazepam). Komponen trias anestesi yang dipenuhi yaitu

hipnotik dan analgetik. Diindikasikan pada operasi kecil dan sedang

yang tidak memerlukan relaksasi lapangan operasi yang optimal dan

berlangsung singkat (Mangku & Senaphati, 2010).

Anestesi intravena neurolept pemakaiannya dengan

mengkombinasikan obat neuroleptic dengan anaklgetik opiate secara

intravena. Komponen trias anestesi yang dipenuhi yaitu hipnotik

ringan dan analgetik ringan. Diindikasikan untuk tindakan diagnostic


8

endoskopi, seperti laringoskopi, bronkoskopi, serta esofaguskopi

(Mangku & Senaphati, 2010)

Anestesi intravena total atau total intravenous anesthesia

(TIVA) merupakan salah satu teknik anestesi umum di mana induksi

dan pemeliharaan anestesi hanya melalui kombinasi obat-obatan

anestesi yang dimasukkan lewat jalur intravena tanpa menggunakan

anestesi inhalasi (Iqbal et al., 2014). Pemakaian TIVA dengan

mengkombinasikan obat yang berkhasiat hipnotik, analgetik dan

relaksasi otot secara seimbang. Diindikasikan untuk operasi yang

memerlukan relaksasi lapangan operasi yang optimal (Mangku &

Senaphati, 2010).

b. Anestesi Umum Inhalasi

Anestesi umum inhalasi merupakan teknik anestesi umum

dengan menggunakan kombinasi obat anestesi inhalasi yang berupa

gas atau cairan yang mudah menguap melalui alat atau media anestesi

langsung ke udara inspirasi (Mangku & Senaphati, 2010). Anestesi

umum inhalasi menggunakan alat bantu pernapasan, yaitu

Endotracheal Tube, Nasotracheal Tube, Laryngeal Mask Airway.

1) Laryngeal Mask Airway

a) Pengertian

Laryngeal mask airway (LMA) adalah alat bantu jalan

napas yang berguna untuk manajemen jalan napas selama

anestesi umum dan situasi darurat (Obsa et al., 2020).

Laryngeal mask airway (LMA) merupakan suatu alat jalan


9

napas yang relative baru, yang berperan diantara sungkup muka

dengan pipa endotrakea (ETT). LMA telah digunakan secara

luas pada praktek anestesia baik dewasa ataupun anak-anak

semenjak alat ini diperkenalkan pada pertengahan tahun

1980an. LMA memberikan strategi baru dalam

penatalaksanaan jalan napas (Erwin & Kusuma, 2017)

b) Jenis-jenis laryngeal mask airway (LMA)

(1) LMA classic

Merupakan suatu peralatan yang digunakan pada

manajemen jalan napas yang dapat digunakan ulang dan

digunakan sebagai alternatif baik itu untuk ventilasi

facemask maupun intubasi Endotracheal Tube. LMA juga

memegang peranan penting dalam penatalaksanaan

kesulitan jalan napas.

(2) LMA flexible

Bentuk dan ukuran masknya menyerupai LMA

classic, dengan airway tube terdapat gulungan kawat yang

menyebabkan fleksibilitasnya meningkat dan

memungkinkan posisi proximal tanpa menyebabkan

pergeseran mask. Berguna pada pembedahan kepala,

leher, dan THT.

(3) LMA proseal

LMA proseal lebih sesuai secara anatomis untuk

jalan nafas dan lebih cocok untuk ventilasi tekanan positif.


10

(4) LMA fast track

LMA fast track terdiri dari satu tube stainless steel

yang melengkung (diameter internal 13 mm ) yang dilapisi

dengan silicone, connector 15 mm, handle, cuff, dan suatu

batang pengangkat epiglottis. Laryngeal mask yang

dirancang khusus untuk dapat pula melakukan intubasi

tracheal.

(5) LMA unique

LMA unique adalah alat jalan nafas yang baik

dengan sekali pemakaian dan digunakan untuk indikasi

yang sama seperti LMA classic. LMA unique juga dapat

digunakan untuk berbagai macam aplikasi rutin mulai dari

anestesi umum, penggunaan darurat atau sebagai suatu alat

resusitasi. Tabung saluran udara pada LMA unique lebih

kaku dan cuff lebih tebal. Hal ini disediakan dalam

keadaan steril dan untuk penggunaan satu kali pakai saja.

c) Ukuran LMA

Ada berbagai variasi ukuran pada LMA yang tersedia,

mulai dari nomer 1 yang digunakan pada pasien neonatus

sampai ukuran yang paling besar yaitu 5 yang digunakan pada

pasien dewasa dengan BB lebih dari 70 kg. Pada penggunaan

LMA, ada yang menggunakan jenis kelamin sebagai patokan

ukuran penderita dewasa yaitu nomer 3 untuk wanita dan

nomer 4 untuk pria. Hal yang perlu menjadi perhatian adalah


11

setelah pemasangan LMA, pengembangan cuff tidak boleh

melebihi volume maksimal yang telah ditentukan dari setiap

ukuran (Setiawaty, 2012).

d) Indikasi LMA

Laryngeal mask airway (LMA) digunakan pada pasien

emergensi atau pasien yang sudah teranestesi, atau tidak

memungkinkan untuk di pasang sungkup muka (Pramono,

2016). Menurut Setiawaty (2012) indikasi penggunaan LMA

adalah sebagai berikut :

1) Alternatif face mask dan intubasi endotrakheal untuk

penanganan jalan nafas sulit.

2) Penanganan airway selama anestesi umum pada : rutin

ataupun emergency, radioterapi, CT-Scan/MRI, resusitasi

luka bakar, ESWL, adenotonsilektomi, bronkoskopi

dengan fiberoptik fleksibel, resusitasi neonatal.

3) Situasi jalan nafas sulit: terencana penyelamatan jalan

nafas, membantu intubasi endotrakeal.

e) Kontra indikasi LMA

Menurut Setiawaty (2012) ada beberapa kondisi yang

diperkirakan akan mengalami kesulitan penggunaan LMA,

antara lain :

1) Resiko meningkatnya regurgitasi isi lambung (tidak

puasa).
12

2) Terbatasnya kemampuan membuka mulut atau ekstensi

leher (misalnya artitis rematoid yang berat atau ankilosing

spondilitis), menyebabkan memasukkan LMA lebih jauh

ke hipofaring sulit.

3) Compliance paru yang rendah atau tahanan jalan nafas

yang besar.

4) Obstruksi jalan nafas setinggi level larynx atau

dibawahnya.

5) Kelainan pada orofaring (misalnya hematoma, dan

kerusakan jaringan).

6) Ventilasi satu paru.

c. Anestesi Imbang (Balanced)

Anestesi imbang merupakan teknik anestesi yang

menggunakan kombinasi obat-obatan baik obat anestesi intravena

maupan obat anestesi inhalasi, atau kombinasi antara teknik

anestesi umum dengan anestesi regional untuk mencapai trias

anestesi secara optimal dan berimbang (Mangku & Senaphati,

2010).

3. Indikasi Anestesi Umum


Anestesi umum biasanya dimanfaatkan untuk tindakan operasi

besar yang memerlukan ketenangan pasien, pembedahan yang

memerlukan waktu yang panjang, pasien yang tidak kooperatif juga lebih

baik menggunakan anestesi umum (Guerin et al., 2023).


13

4. Komplikasi Anestesi Umum


Komplikasi yang terjadi akibat anestesi umum dalam Rehatta et al.

(2019), yaitu :

a. Sistem respirasi. Pasien yang menjalani anestesi umum akan

mengalami perubahan pola ventilasi paru dan alveolar, depresi

ventilasi dapat terjadi karena efek obat anestesi terhadap saraf pusat

dan respirasi. Opioid merupakan contoh golongan obat yang

mengakibatkan kondisi tersebut.

b. Edema paru selama pembedahan. Edema paru periode pembedahan

sering bersifat kardiogenik, hasil dari kenaikan dari volume

intravaskuler atau disfungsi jantung. Edema nonkardiogenik terjadi di

ruang operasi sebagai akibat aspirasi isi lambung atau sepsis. Penyebab

lain edema paru selama pembedahann adalah sumbatan jalan nafas

(post obstructive pulmonary edema) atau hasil darah (transfusion

related acute lung injury).

c. Komplikasi pada kardiovaskuler. Ketidakstabilan hemodinamik pada

periode selama pembedahan dapat berdampak pada luaran pasien.

Hipertensi sistemik dan takikardi merupakan kejadian yang sering kali

tidak terduga dan dapat menyebabkan kejadian morbiditas dan

mortalitas sehingga pasien harus dirawat di ruang intensif.

d. Komplikasi pada genitourinaria. Resiko cedera ginjal akut selama

pembedahan berkisar anatara 5% hingga 10%. Penyebabnya dapat

berupa insufiensi ginjal yang ada sebelumnya dan diperburuk oleh

kondisi selama pembedahan. Misalnya tindakan angiografi pra bedah

atau selama pembedahan dapat menyebabkan cedera iskemik akibat


14

vasokonstriksi renal dan cedera tubular ginjal. Deplesi volume

intravaskuler dapat memperburuk sindrom hepatorenal atau nekrosis

tubular akut yang disebabkan oleh sepsis. Di ruang operasi harus

berfokus pada identifikasi dan pengobatan penyebab oliguria (output

urine <0,5ml/kgbb/jam).

e. Hipotermi dan shivering. Shivering adalah salah satu efek samping

dari anestesi umum. Shivering juga meningkatkan konsumsi oksigen

dan berpotensi merugikan pasien dengan riwayat jantung. Penghangat

aktif dapat digunakan sebelum operasi dan diruang operasi untuk

mencegah hipotermia. Opioid dan agonis efektif mengatasi menggigil.

Meperidine (12,5 mg hingga 25 mg IV) menjadi pilihan pengobatan

paling efektif.

f. Komplikasi pada saraf pusat. Pembengkakan otak dapat terjadi secara

tidak terprediksi saat bedah otak. Penyebab utamanya adalah oklusi

vena, perdarahan intraparenkim, edema jaringan otak akibat penyakit

atau trauma.

g. Regurgitasi dan muntah yang dapat disebabkan karena hipoksia selama

anestesi, anestesi terlalu dalam, rangsangan anestetik misalnya eter

langsung pada pusat muntah di otak, ditambah dengan tekanan

lambung yang tinggi karena lambung penuh atau akibat tekanan dalam

rongga perut yang tinggi, misalnya karena ileus. Muntah dapat

menyebabkan aspirasi sehingga sebaiknya muntah pada pasien harus

dicegah misalnya dengan cara merendahkan serta memiringkan kepala


15

sehingga cairan mengalir keluar dari sudut mulut karena dibantu oleh

gaya berat.

5. Keuntungan dan Kekurangan Anestesi Umum


Keuntungan anestesi umum menurut Rehatta et al. (2019):

a. Mengurangi kesadaran dan ingatan (khususnya ingatan buruk)

intraoperative pasien.

b. Memungkinkan penggunaan pelumpuh otot.

c. Memfasilitasi kendali penuh pada saluran napas, pernapasan, dan

sirkulasi.

d. Dapat digunakan dalam kasus alergi atau kontraindikasi terhadap agen

anestesi lokal.

e. Dapat diberikan tanpa memindahkan pasien dari terlentang.

f. Dapat digunakan pada prosedur dengan durasi dan kesulitan yang tidak

dapat diprediksi.

g. Dapat diberikan dengan cepat dan reversible.

Beberapa kekurangan anestesi umum menurut Rehatta et al. (2019):

a. Membutuhkan persiapan pasien prabedah.

b. Membutuhkan perawatan dan biaya yang relatif lebih tinggi.

c. Dapat menginduksi fluktuasi fisiologis yang memerlukan intervensi

aktif.

d. Menimbulkan komplikasi mual dan muntah, sakit tenggorokan, sakit

kepala dan menggigil.

e. Penggunaan agen inhalasi memicu hipertermia maligna pada individu

penyandang kelainan genetik.


16

B. Konsep Saturasi Oksigen


1. Pengertian saturasi oksigen

Saturasi oksigen merupakan perbandingan presentase oksigen (O2)

yang diangkut oleh hemoglobin dalam pembuluh darah arteri (Pranata &

Ekaprasetia, 2022). Saturasi oksigen adalah total oksigen yang mampu

dibawa hemoglobin, yang kemudian dicatat dalam bentuk persentasi, yang

menggambarkan jumlah oksigen yang dibawa oleh hemoglobin (Rahadi et

al., 2023). Saturasi oksigen adalah persentase dari hemoglobin yang

mengikat oksigen dibandingkan dengan jumlah total hemoglobin yang ada

di dalam darah. Persentase saturasi oksigen normal pada manusia sama

pada seluruh jenjang umur, yakni 95%-100% baik bagi bayi baru lahir

maupun lansia (Budi et al., 2019).

Penurunan nilai dari saturasi oksigen dapat diartikan adanya

gangguan pada sistem pernapasan seperti hipoksia dan obstrusi saluran

napas (R. P. Sari & Ikbal, 2019). Penurunan saturasi oksigen dapat

disebabkan karena terjadinya obstruksi jalan nafas yang dapat

menyebabkan hipoksemia dan berujung terjadinya hipoksia. Hipoksemia

didefinisikan sebagai penurunan tekanan parsial oksigen dalam darah

sedangkan hipoksia didefinisikan sebagai penurunan tingkat oksigenasi

jaringan (Sarkar et al., 2017). Hipoksia merupakan salah satu kondisi

berbahaya karena dapat mengganggu fungsi otak, hati, dan organ lainnya

dengan cepat. Hipoksia dapat dideteksi dengan sataurasi oksigen yang

rendah dengan gejala seperti sesak napas, napas cenderung cepat dan detak

jantung yang cepat (Budi et al., 2019).


17

2. Tanda dan gejala penurunan saturasi oksigen

Sianosis merupakan salah satu tanda dan gejala penurunan saturasi

oksigen (Kozier et al., 2011). Sianosis adalah tanda kebiruan pada kulit,

bantalan kuku, dibawah lidah, cuping telinga dan pada daerah wajah.

Sianosis yang ditandai dengan kebiruan dikarenakan akibat peningkatan

jumlah absolute Hb (haemoglobin) tereduksi (Hb yang tidak berkaitan

dengan oksigen). Selain itu tanda dan gejala lainnya yaitu wajah pasien

akan tampak cemas, letih karena pasien merasa sesak napas dengan

frekuensi napas tidak normal, biasanya pasien akan mengambil sikap

duduk dan condong kedepan memungkinkan ekspansi rongga thorak yang

lebih besar.

3. Alat Untuk Mengukur Saturasi Oksigen

Pengukuran saturasi oksigen dapat dilakukan dengan beberapa

teknik. Saturasi oksigen dapat diukur secara invasive yaitu dengan

pemeriksaan analisa gas darah dan secara non invasive dengan

menggunakan alat pulse oximentry (Andriani & Hartono, 2017).

Pulse oksimetry merupakan alat yang digunakan untuk memonitor

keadaan jumlah oksigen dalam darah tanpa melalui tes darah (non

invasive) (Nugroho et al., 2020)

Pulse oximetry merupakan salah satu alat pemantauan oksigenasi

darah arteri secara kontinyu. Alat pulse oximetry memiliki keunggulan

karena muda digunakan, tidak sakit, cukup praktis, sederhana, serta respon

cepat. Penggunaan pulse oximetry sangat efektif untuk memantau


18

terjadinya perubahan kecil saturasi oksigen atau perubahan yang secara

mendadak (Andriani & Hartono, 2017).

4. Cara Kerja Pulse Oximetry

Oksimeter (pulse oximetry) merupakan alat yang berfungsi

mengamati saturasi oksigen dan menjamin kadar oksigen cukup pada

pembuluh darah. Biasanya digunakan pada pasien dengan tindakan

pembedahan, neonatus (bayi baru lahir yang berusia di bawah 28

hari), pasien yang mengalami kondisi buruk (Hotromasari & Salomo,

2020).

Penggunaan pulse oximetry memanfaatkan sifat gelombang cahaya

infrared dan LED (Light Emiting Diode) merah yang dapat menembus

jaringan dan dipantulkan kembali oleh tulang atau jaringan lain dalam

tubuh serta sensor cahaya sebagai penerima gelombang cahaya (Nugroho

et al., 2020). Sensor pulse oximetry tersebut masing-masing memancarkan

panjang gelombang cahaya. Probe umumnya ditempatkan pada jari atau

daun telinga. Sebuah fotodetektor mengukur intensitas cahaya yang

berasal dari transmisi sumber cahaya yang menembus jari. Transmisi

cahaya melalui arteri adalah denyutan yang diakibatkan pemompaan darah

oleh jantung (Hotromasari & Salomo, 2020). Fotodetektor tersebut

mengukur jumlah cahaya merah dan inframerah yang terabsorbsi oleh

hemoglobin teroksigenasi dan hemoglobin deoksigenasi dalam darah arteri

dan dilaporkan sebagai saturasi oksigen (Tobias, 2011).

Perlu diketahui hemoglobin yang mengandung oksigen akan

menyerap panjang gelombang cahaya 910 nm dan hemoglobin yang tidak


19

mengikat oksigen menyerap panjang gelombang cahaya 650 nm sehingga

hal inilah yang mengapa LED merah dan inframerah digunakan sebagai

komponen utama pembangun sensor karena kedua LED ini memiliki

panjang gelombang yang sesuai kriteria (Hotromasari & Salomo, 2020).

5. Kategori Hasil Saturasi Oksigen

Nilai saturasi oksigen penting untuk dipantau karena dapat

menunjukkan keadekuatan oksigenasi dan menurunnya saturasi oksigen

yang dapat menyebabkan kegagalan dalam transportasi oksigen. Tingkat

saturasi oksigen menunjukkan persentase hemoglobin yang tersaturasi

dengan oksigen (Andriani & Hartono, 2017).

Tingkat saturasi oksigen menunjukkan persentase hemoglobin yang

tersaturasi dengan oksigen. Ketika hemoglobin memiliki afnitas yang lebih

besar terhadap oksigen, oksigenasi ke jaringan menjadi berkurang. Afnitas

hemoglobin mempengaruhin proses pelepasan oksigen. Seperti kondisi pH

meningkat, penurunan tekanan partial karbondioksida, penurunan suhu

akan meningkatkan afnitas hemoglobin terhadap oksigen dan membatasi

oksigen ke jaringan dan akan terjadi Hipoksemia. Hipoksemia terjadi

karena penurunan tekanan oksigen dalam darah (PaO2). Tingkat atau level

hipoksemia dengan saturasi oksigen adalah:

a. Normal: 95% - 100%

b. Hipoksemia ringan: 90% - 94%

c. Hipoksemia sedang: 75% - 89%

d. Hipoksemia berat; <75%


20

C. Konsep Elevasi Kepala

1. Pengertian Elevasi Kepala

Elevasi kepala 30 derajat adalah tindakan pemberian posisi

berbaring dengan bagian kepala pada tempat tidur dinaikkan 30 derajat

dan posisi tubuh dalam keadaan sejajar. Posisi elevasi kepala ini hampir

sama dengan posisi semifowler, yaitu dengan cara meninggikan bagian

kepala dengan menggunakan bantalan atau menggunakan tempat tidur

fungsional yang dapat diatur secara otomatis.

Elevasi kepala 30 derajat merupakan bentuk tipe intervensi standar

comfort yang artinya tindakan dilakukan dalam upaya untuk

mempertahankan atau memulihkan peran tubuh dan memberikan

kenyamanan serta mencegah terjadinya komplikasi. Teori yang mendasari

pemberian elevasi kepala ini yaitu peninggian anggota tubuh di atas

jantung dengan vertical axis akan mengakibatkan cairan serebrospinal

(CSS) terdistribusi dari kranial ke ruang subarakhnoid spinal dan

memaksimalkan volume darah yang masuk (venous return) (Alarcon et al.,

2017).

2. Tujuan Elevasi Kepala

Pemberian elevasi kepala 30 derajat bertujuan untuk

memaksimalkan venous return supaya aliran darah ke serebral menjadi

lancar, metabolisme jaringan serebral meningkat, dan oksigenasi jaringan

otak terpenuhi. Oleh karena itu, pemberian elevasi kepala 30 derajat ini

dapat memberikan keuntungan dalam peningkatan oksigenasi. Pasien yang


21

diposisikan elevasi kepala 30 derajat akan terjadi peningkatan aliran darah

di otak dan oksigenasi jaringan serebral yang optimal.

Hal ini sesuai dengan penelitian yang dilakukan Hasan (2018) yang

menunjukkan hasil bahwa ada pengaruh elevasi kepala 30 derajat terhadap

saturasi oksigen pada pasien stroke hemoragik, dimana pada saat pasien

diposisikan supinasi saturasi oksigennya 96% tetapi pada saat pasien

dielevasikan 30 derajat selama 30 menit saturasi oksigennya meningkat

menjadi 98% (Hasan, 2018).

3. Prosedur Elevasi Kepala

Prosedur pemberian intervensi elevasi kepala 30 derajat adalah

sebagai berikut (Kusuma & Anggraeni, 2019) :

a. Meletakkan posisi pasien dalam keadaan terlentang

b. Mengatur posisi kepala lebih tinggi dan tubuh dalam keadaan datar

c. Kaki dalam keadaan lurus dan tidak fleksi

d. Mengatur ketinggian tempat tidur bagian atas setinggi 30 derajat.

Hal-hal yang harus diperhatikan dalam pemberian intervensi elevasi

kepala 30 derajat adalah fleksi, ekstensi dan rotasi kepalayang akan

menghambat venous return, sehingga akan meningkatkan tekanan perfusi

serebral yang dapat menyebabkan peningkatan tekanan intrakranial

(Kusuma & Anggraeni, 2019).


22

D. Kerangka Teori

Anestesi umum

1. Anestesi intravena
2. Anestesi inhalasi
3. Anestesi imbang

Post operasi

Pasien tidak Pasien sadar


sadar

Elevasi kepala 30 Perubahan nilai


derajat saturasi oksigen

Di ukur dengan
pulse oksimetry

Hasil pengukuran :
1. Normal : 95% - 100%
2. Tidak normal : 90% - 94%
23

BAB III
KERANGKA KONSEP

A. Kerangka Konsep

Variabel Independen Variabel Dependen


Elevasi kepala Perubahan Saturasi
Oksigen

B. Hipotesis Penelitian

Hipotesis adalah penyataan awal peneliti mengenai hubungan antar

variabel yang merupakan jawaban peneliti tentang kemungkinan hasil

penelitian (Dharma, 2011).

H0 : Tidak ada pengaruh elevasi kepala terhadap saturasi oksigen pada

pasien pasca general anestesi di RSUD Pariaman

Ha : Ada pengaruh elevasi kepala terhadap saturasi oksigen pada pasien

pasca general anestesi di RSUD Pariaman

C. Definisi Operasional

Definisi operasional adalah unsur penelitian yang menjelaskan

bagaimana cara menentukan variabel dan mengukur suatu variabel, sehingga

definisi operasional ini merupakan suatu infoemasi ilmiah yang akan

membantu peneliti lain yang akan menggunakan variabel yang sama (Rina

Andriani, Suhrawardi, 2022). Definisi operasional yang terkait dalam

penelitian dijelaskan dalam tabel berikut.

Variabel Definisi Alat Ukur Cara Ukur Hasil Ukur Skala Ukur
24

Dependen
Saturasi Saturasi Pulse Observasi 1% - 100% Rasio
Oksigen oksigen Oximeter
adalah
persentasi
hemoglobin
yang
berkaitan
dengan
oksigen
dalam arteri
Independen
Elevasi Kepala Posisi elevasi Lembar observasi - -
kepala ini observasi
hampir sama
dengan posisi
semifowler,
yaitu dengan
cara
meninggikan
bagian kepala
dengan
menggunakan
bantalan atau
menggunakan
tempat tidur
fungsional
yang dapat
diatur secara
otomatis
BAB IV

METODE PENELITIAN

A. Jenis Penelitian

Jenis penelitian ini adalah penelitian kuantitatif dengan menggunakan

metode penelitian Quasi Experiment. Quasi Experiment adalah penelitian

yang mengujicoba suatu intervensi pada sekelompok subyek dengan atau

tanpa kelompok permbanding namun tidak dilakukan randomisasi untuk

memasukkan subyek ke dalam kelompok perlakuan atau kontrol (Dharma,

2011). Pada penelitian ini menggunakan desain penelitian two group pre-post

test with control group yaitu terdiri dari dua kelompok intervensi dan

kelompok kontrol (kelompok pembanding). Penelitian ini untuk mengatuhi

pengaruh elevasi kepala terhadap saturasi oksigen pada pasien pasca general

anestesi, dengan rancangan penelitian yang digambarkan sebagai berikut :

R1 O1 X1 O2

R2 O1 X0 O2

Keterangan :
R1 : responden kelompok perlakuan
R2 : resonden kelompok kontrol
O1 : saturasi oksigen sebelum pemberian elevasi kepala pada kedua
kelompok
O2 : saturasi oksigen setelah pemberian elevasi kepada pada kelompok
perlakuan
O3 : saturasi oksigen pada pengukuran akhir pada kelompok kontrol
X1 : intervensi pada kelompok perlakuan sesuai protocol
X0 : kelompok kontrol tanpa intervensi

25
26

B. Populasi dan Sampel Penelitian

1. Populasi
Populasi adalah wilayah generalisasi yang terdiri atas objek atau

subjek yang mempunyai kuantitas dan karakteristik tertentu yang

ditetapkan oleh peneliti untuk dipelajari dan kemudian ditarik

kesimpulannya (Sugiyono, 2021). Populasi pada penelitian ini adalah

seluruh pasien yang akan menjalani operasi dengan menggunakan anestesi

umum dengan LMA di RSUD Pariaman dalam tiga bulan terakhir

sebanyak 200 responden.

2. Sampel
Sampel adalah bagian dari jumlah dan karakteristik yang dimiliki

populasi tersebut (Sugiyono, 2021). Teknik pengambilan sampel pada

penelitian ini menggunakan metode non probability sampling dengan

teknik consecutive sampling yaitu suatu metode pengambilan sampel yang

dilakukan dengan memilih semua individu yang ditemui dan memenuhi

kriteria pemilihan, sampai jumlah sampel yang diinginkan terpenuhi

(Dharma, 2011). Sampel pada penelitian ini merupakan bagian dari

populasi yang memenuhi kriteria inklusi sebagai berikut :

Kriteria inklusi :

a) Pasien yang menjalani operasi menggunakan anestesi umum dengan

LMA.

b) Bersedia menjadi responden penelitian.

c) Pasien dengan kondisi fisik normal.

d) Pasien dengan spo2 <99%.


27

e) Pasien dengan ASA 1 dan 2.

f) Pasien dengan umur 18-60 tahun

g) Pasien yang berada di ruang pemulihan.

Kriteria ekslusi :

a) Pasien operasi cito.

b) Pasien yang tidak bersedia menjadi responden.

Besaran populasi pada penelitian ini berjumlah 200.

Menghitung sampel menggunakan rumus :

n=Nz ¿ ¿

keterangan :
n = besaran sampel
N = besaran populasi
z ¿ = nilai sebaran normal baku dengan besaran kepercayaan
95% = 1,96
P = proporsi kejadian, jika tidak diketahui dianjurkan =0,5
D = besar penyimpangan 0,1

Didalam penelitian terdapat satu kelompok sampel yang akan diteliti yaitu

yang terpasang LMA.

Jadi :

n=Nz ¿ ¿

( 67 )( 1 , 96 )2 0 , 5(1−0 ,5)
n=
( 67 ) ( 0 ,1 )2 + ( 1 , 96 )2 0 ,5 (1−0 , 5)

67 x 3 , 84 x 0 , 25
n=
0 , 67+0.96

64 , 34
n=
1 ,63
28

n=39 , 47

Berdasarkan hasil diatas, sampel dalam penelitian ini yaitu sebanyak

39,47. Kemudian dibulatkan oleh peneliti menjadi 40 responden. Peneliti

membuat perbandingan antara jumlah sampel kelompok kasus dan kelompok

control yakni 1:1 sehingga sampel yang di butuhkan sebanyak 20 responden

kelompok kasus dan 20 responden kelompok kontrol

C. Lokasi dan Waktu Penelitian

Lokasi penelitian akan dilakukan di RSUD Pariaman pada bulan

Januari-Februari 2024.

D. Etika Penlitian

Etika penelitian merupakan pedoman etika yang berlaku pada setiap

kegiatan penelitian yang melibatkan baik pihak peneliti, subjek peneliti dan

masyarakat yang mendapatkan hasil dari penelitian tersebut. Etika penelitian

juga mencakup perlakuan peneliti terhadap subjek penelitian dan sesuatu yang

dihasilkan oleh peneliti bagi masyarakat (Notoatmodjo, 2018). Dalam

melakukan penelitian, peneliti harus memperhatikan prinsip-prinsip etik yaitu,

antara lain:

1. Autonomy

Pada penelitian ini, peneliti akan meminta persetujuan kepada

calon responden dengan memberikan informed consent. Penjelasan

informed consent mencakup penjelasan judul penelitian yang akan

dilakukan peneliti yaitu “Efektivitas Tindakan Suction Terhadap

Peningkatan Saturasi Oksigen Pasca Anestesi Umum”. Peneliti juga


29

menjelaskan kepada responden bersedia menjadi bagian dari penelitian,

dan tidak ada paksaan kepada responden untuk terlibat dalam penelitian

yang dilakukan responden.

2. Beneficience

Penelitian merupakan prinsip etik berbuat baik dengan

meminimalkan resiko dari penelitian agar sebanding dengan manfaat yang

akan diterima dan diteliti oleh peneliti serta merancang penelitian dengan

memenuhi syarat ilmiah dan berdasarkan referensi terkait, jika terjadi

ketidaknyamanan pada pasien, maka peneliti akan menghentikan

penelitian dan membebaskan pasien ingin melanjutkan penelitian atau

tidaknya.

3. Justice

Merupakan kewajiban untuk memberlakukan partisipan secara adil

dalam setiap tahapan yang dilakukan oleh peneliti, hal ini juga dapat

diterapkan untuk memenuhi hak partisipan untuk mendapatkan

penanganan yang adil. Peneliti juga tidak akan membedakan responden

baik dari segi suku, agama, ras, budaya dan juga pada status ekonomi.

4. Non-malficience

Sebelum peneliti akan melakukan penelitian, responden akan

diberikan terlebih penjelasan terlebih dahulu terkait dengan tujuan dan

prosedur dalam melakukan penelitian. Responden juga mendapatkan

penjelasan bahwa penelitian yang dilakukan oleh peneliti tidak akan

membahayakan bagi responden yang akan diteliti. Dan penelitian yang


30

dilakukan oleh peneliti tidak akan menimbulkan dampak yang akan

merugikan bagi responden dalam penelitian ini

5. Confidentiality

Merupakan suatu masalah dalam menjaga informasi dan tidak

menyebarluaskan biodata responden yang nantinya akan merugikan bagi

responden dan tidak mencantumkan nama asli responden. Peneliti tidak

dibenarkan untuk menyampaikan kepada orang lain tentang apa pun yang

diketahui oleh peneliti

E. Uji vadilitas dan reabilitas

Pada penelitian ini tidak dilakukan uji validitas dan reliabilitas, hal ini

dikarenakan penelitian tidak menggunakan kuesioner, penelitian ini

menggunakan lembar observasi untuk mencatat hasil pengukuran saturasi

oksigen sebelum dan sesudah pemberian elevasi kepala.

F. Alat Pengumpulan data

Instrumen pengumpulan data adalah alat-alat yang digunankan dalam

pengumpulan data. Dalam penelitian ini menggunakan pulse oxymeter yang di

isikan kedalam lembar observasi.

G. Prosedur Pengumpulan Data

Prosedur pengumpulan data yang akan dilakukan peneliti terdapat

beberapa tahap sebagai berikut :

1. Tahap Persiapan

Pada tahap persiapan ini peneliti melakukan persiapan sebagai berikut:

a. Peneliti mengajukan judul kepada pembimbing skripsi


31

b. Setelah judul peneliti disetujui oleh pembimbing, peneliti meminta

surat izin penelitian dari Dekan Fakultas Vokasi untuk melakukan

penelitian di RSUD Pariaman.

c. Surat yang didapat dari Universitas Baiturrahmah di ajukan oleh

peneliti kepada Kepala Diklat RSUD Pariaman.

d. Setelah mendapat perizinan dari RSUD Pariaman selanjutnya

melakukan survey pendahuluan dan mendapatkan populasi melalui

rekam medik RSUD Pariaman.

e. Peneliti melakukan observasi kepada pasien pasca dilakukan tindakan

anestesi umum dengan LMA di ruangan operasi RSUD Pariaman.

2. Tahap Pelaksanaan

a. Peneliti mengambil 40 responden untuk menjadi sampel dan

membaginya menjadi 2 kelompok, yaitu 20 responden di kelompok

intervensi dan 20 responden di kelompok kontrol.

b. Setelah itu, peneliti menjelaskan kepada responden tentang penelitian

yang akan dilakukan berisi tujuan, manfaat, prosedur penelitian,

apabila responden bersedia dipersilahkan mendantangani inform

consent.

c. Pasien yang telah selesai menjalani operasi dengan anestesi umum

dengan LMA akan peneliti ukur saturasi oksigen menggunakan pulse

oximeter sesaat pasien pindah ke ruang post operasi dan hasil ukur

akan dipindahkan kedalam lembar observasi.


32

d. Pada kelompok intervensi, responden diberi intervensi elevasi kepala

selama 10 menit. Sedangkan pada kelompok kontrol tidak diberi

intervensi.

e. Setelah 10 menit selanjutnya peneliti akan mengukur kembali saturasi

oksigen pada kedua kelompok menggunakan pulse oximeter dan

mengisi lembar observasi.

H. Teknik Analisa Data

1. Analisa Univariat

Analisa univariat bertujuan untuk menjelaskan secara deskriptif

karakteristik (Umur, Jenis Kelamin, Tindakan Operasi, Saturasi Pre,

Saturasi Post) tiap variabel yang diteliti. Dalam penelitian ini analisa

univariat dilakukan untuk mengetahui frekuensi bukti langsung dari

tindakan elevasi kepala terhadap peningkatan saturasi oksigen.

2. Analisa Bivariat

Analisa bivariat yang dilakukan dalam penelitian ini adalah untuk

mengetahui adanya pengaruh antara tindakan elevasi kepala dengan

perubahan saturasi oksigen. Dimana sebelum melakukan uji hipotesis

peneliti melakukan uji normalitas dengan menggunakan uji paired t-test

untuk menguji beda mean dari 2 hasil pengukuran pada kelompok yang

sama, jika asumsi tidak terpenuhi (data tidak berdistribusi normal), maka

gunakan Wilcoxon test (Dharma, 2011).

I. Alur Penelitian
DAFTAR PUSTAKA

Alarcon, AM, R., DO, O., J, A., MJ, M.-Z., G, U., & X, B. C. (2017). Elevation of
the head during intensive care management in people with severe traumatic
brain injury. The Cochrane Database of Systematic Reviews, 12(12).
https://doi.org/10.1002/14651858.CD009986.pub2.www.cochranelibrary.co
m
Andriani, A., & Hartono, R. (2017). Saturasi Oksigen Dengen Pulse Oxymetri
Dalam 24 jam Pada Pasien Dewasa Terpasang ventilator di Ruang ICU RS.
Panti Wilasa Citarum Semarang. In Saturasi Oksigen dengan Pulse Oximetry
dalam 24 Jam Pada Pasien Dewasa Terpasang Ventilator di Ruang ICU
Rumah Sakit Panti Wilasa Citarum Semarang (Vol. 2, Issue 1, pp. 258–263).
https://media.neliti.com/media/publications/243373-saturasi-oksigen-dengan-
pulse-oximetry-d-d46bdd55.pdf
Banerjee, S., & Askin, N. (2021). Anesthesia Care Provided by Nurses. Canadian
Journal of Health Technologies, 1(9), 1–31.
https://doi.org/10.51731/cjht.2021.143
Budi, D. B. S., Maulana, R., & Fitriyah, H. (2019). Sistem Deteksi Gejala
Hipoksia Berdasarkan Saturasi Oksigen Dengan Detak Jantung
Menggunakan Metode Fuzzy Berbasis Arduino. Jurnal Pengembangan
Teknologi Informasi Dan Ilmu Komputer., 3(2), 1925–1933. http://j-
ptiik.ub.ac.id
Dharma, K. K. (2011). METODOLOGI PENELITIAN KEPERAWATAN
(Pedoman Melaksanakan dan Menerapkan Hasil Penelitian). CV. Trans Info
Media.
Erwin, I., & Kusuma, D. I. (2017). Inhibitor Asetilkolinesterase untuk
Menghilangkan Efek Relaksan Otot Non-depolarisasi. 39(5), 333–339.
https://www.researchgate.net/publication/321793807
Fadlilah, S., Hamdani Rahil, N., & Lanni, F. (2020). Analisis Faktor Yang
Mempengaruhi Tekanan Darah Dan Saturasi Oksigen Perifer (Spo2). Jurnal
Kesehatan Kusuma Husada, Spo 2, 21–30.
https://doi.org/10.34035/jk.v11i1.408
Fitri, D. R. dan K. M. F. dan N. (2023). PENGARUH KONSELING DENGAN
PENDEKATAN, THINKING, FEELING DAN ACTING (TFA)
TERHADAP TEKANAN DARAH PADA PASIEN PRE OPERASI. Jurnal
Penelitian Perawat Profesional, 5(2), 637–644.
Guerin, S., R., D. J., Bryan, R., & Julie, G. (2023). General Anesthesia for
Surgeons. StatPearls Publishing.
Hadizah, N., Rukaya, B. E., & Syuhada. (2022). Journal Borneo. Jurn, 2(2), 86–
92.
Hasan, A. K. (2018). Gangguan Perfusi Jaringan Serebral dengan Penurunan

6
Kesadaran pada Stroke Hemoragik Setelah Diberikan Posisi Kepala Elevasi
30 Derajat. Jurnal Ilmiah Multi Science Kesehatan, 9(2).
Hotromasari Dabukke, Salomo Sijabat, A. (2020). Rancang Bangun Pulse
Oximetry (Spo2) Pada Alat Pasien Monitor. Jurnal TEKESNOS, 2(2), 122–
140.
Iqbal, M., Sudadi, & Ngurah, I. G. (2014). TIVA (Total Intravenous Anesthesia).
Essential Clinical Anesthesia Review: Keywords, Questions and Answers for
the Boards, 2(Jurnal Komplikasi Anestesi), 61–72.
Kozier, B., Erb, G., Berman, A., & Snyder, S. J. (2011). BUKU FUNDAMENTAL
KEPERAWATAN (1st ed.). EGC.
Kusuma, A. H., & Anggraeni, A. D. (2019). Pengaruh Posisi Head Up 30 Derajat
Terhadap Nyeri Kepala Pada Pasien Cedera Kepala Ringan. Jurnal Ilmu
Keperawatan Dan Kebidanan, 10(2), 417.
https://doi.org/10.26751/jikk.v10i2.699
Malawat, F. R., & Cahyadi, B. I. (2018). Preoksigenasi pada Anestesi Umum. JAI
(Jurnal Anestesiologi Indonesia), 10(2), 127.
https://doi.org/10.14710/jai.v10i2.22324
Mangku, G & Senaphati, T. (2010). Buku Ajar Ilmu Anestesia dan Reanimasi. PT.
Indeks.
Notoatmodjo. (2018). Metodologi Penelitian Kesehatan. PT. Rineka Cipta.
Nugroho, C. R., Yuniarti, E., & Hartono, A. (2020). Alat Pengukur Saturasi
Oksigen Dalam Darah Menggunakan Metode Photoplethysmograph
Reflectance. Al-Fiziya: Journal of Materials Science, Geophysics,
Instrumentation and Theoretical Physics, 3(2), 84–93.
https://doi.org/10.15408/fiziya.v3i2.17721
Obsa, M. S., Sholla, A. L., Baraki, B. G., Welde, G. D., Gelgelu, T. B., &
Kuruche, M. M. (2020). Effect of Laryngeal Mask Air Way Insertion versus
Endotracheal Intubation over Hemodynamic Responses in Pediatrics Patient
Who Underwent Ophthalmic Surgery at Menelik II Hospital, Addis Ababa:
A Prospective Observational Study Design. Anesthesiology Research and
Practice, 2020. https://doi.org/10.1155/2020/7021641
Pertami, S. B., Munawaroh, S., & Dwi Rosmala, N. W. (2019). Pengaruh Elevasi
Kepala 30 Derajat terhadap Saturasi Oksigen dan Kualitas Tidur Pasien
Strok. Health Information : Jurnal Penelitian, 11(2), 133–144.
https://doi.org/10.36990/hijp.v11i2.133
Pramono. (2016). BUKU KULIAH ANESTESI. EGC.
Pranata, A. E., & Ekaprasetia, F. (2022). Saturasi oksigen menurunkan kuantitas
nyeri pada klien post Sectio Caesarea. NURSCOPE: Jurnal Penelitian Dan
Pemikiran Ilmiah Keperawatan, 8(1), 37–42. http://www.lppm-
unissula.com/jurnal.unissula.ac.id/index.php/jnm/article/view/23129
Rahadi, F. R., Asnawati, A., Muttaqien, F., Huldani, H., & Bakhriansyah, M.

6
(2023). Literature Review: Perbedaan Saturasi Oksigen Pada Pria Dan
Wanita Aktif Secara Fisik. Homeostasis, 5(3), 553.
https://doi.org/10.20527/ht.v5i3.7729
Rehatta, N. M., Hanindito, E., Tantri, A. R., Redjeki, I. S., Soenarto, R. F., Bisri,
D. Y., Musba, A. M. T., & Lestari, M. I. (2019). Anestesiologi dan Terapi
Intensif Buku Teks KATI-PERDATIN. PT. Grsmedia Pustaka Utama.
Rina Andriani, Suhrawardi, H. (2022). Hubungan Tingkat Pengetahuan Dan Sikap
Remaja Dengan Perilaku Seksual Pranikah. Jurnal Inovasi Penelitian, 2(10),
3441–3446. https://stp-mataram.e-journal.id/JIP/article/view/1341
Saputri, G. A. R., Nofita, & Tiwi, T. S. (2021). Rasionalitas Penggunaan Obat
Anestesi Pada Sentral Rumah Sakit Pertamina Bintang Amin Lampung
Tahun 2019. Jurnal Farmasi Malahayati, 4(2), 194–204.
http://www.ejurnalmalahayati.ac.id/index.php/farmasi/article/view/5306
Sari, A., Aroni, D., Pamudi, F. B., & Fatimah. (2022). Gambaran Penggunaan
Obat Anestesi di Instalasi Bedah Sentral RSUD dr. Fauziah Kabupaten
Bireun. Jurnal Ilmiah Farmasi Simplisia, 2(1), 30–34.
Sari, R. P., & Ikbal, R. N. (2019). Tindakan Suction dan Perubahan Saturasi
Oksigen pada Pasien Penurunan Kesadaran Diruangan ICU Rumah Sakit.
Jik- Jurnal Ilmu Kesehatan, 3(2), 85. https://doi.org/10.33757/jik.v3i2.223
Sarkar, M., Niranjan, N., & Banyal, P. K. (2017). Mechanisms of hypoxemia.
Lung India, 34(1), 47–60. https://doi.org/10.4103/0970-2113.197116
Setiawaty. (2012). Laryngeal Mask Airway (LMA). Bagian Anestesi Universitas
Hasanuddin.
Sjamsuhidayat, R. J. (2017). Buku Ajar Ilmu Bedah : Masalah, Pertimbangan
Klinis Bedah, dan Metode Pembedahan (4th ed.). EGC.
Sudiani, N. K., Sukmandari, N. M. A., & Dewi, D. P. R. (2021). Hubungan Status
Perokok dengan Nilai Saturasi Oksigen Pada Pasien Pasca General Anestesi
di Ruang Instalasi Kamar Operasi RSD Mangusada Badung. Lmiah Ilmu
Keperawatan, 12, 60.
https://stikes-nhm.e-journal.id/NU/article/download/309/282
Sugiyono. (2021). Metode Penelitian Kuantitatif Kualitatif dan R&D (Sutopo
(ed.) (3rd ed.). alfabeta.
Summers, D., Leonard, A., Wentworth, D., Saver, J. L., Simpson, J., Spilker, J.
A., Hock, N., Miller, E., & Mitchell, P. H. (2009). Comprehensive overview
of nursing and interdisciplinary care of the acute ischemic stroke patient: A
scientific statement from the American heart association. Stroke, 40(8),
2911–2944. https://doi.org/10.1161/STROKEAHA.109.192362
Tobias, J. D. (2011). Assessment of cerebral oxygenation using near infrared
spectroscopy during isovolemic hemodilution in pediatric patients. Journal
of Clinical Monitoring and Computing, 25(3), 171–174.
https://doi.org/10.1007/s10877-011-9292-2

6
Veterini, A. S. (2021). Buku Ajar Teknik Anestesi Umum (Hamzah & Bambang
Pujo Semedi (ed.)). Airlangga University Press.

Anda mungkin juga menyukai