PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Virus corona atau COVID-19 telah menjadi bencana non alam yang memberikan
dampak pada semua orang. Kematian ibu dan kematian neonatal di Indonesia masih
menjadi tantangan besar serta perlu perhatian dalam situasi bencana COVID-19.
sebanyak 5.316 orang (2,4%) adalah anak berusia 0- 5 tahun. Sedangkan ibu hamil
terdapat 4,9% yang terkonfirmasi positif COVID-19 dari 1.483 kasus terkonfirmasi
yang memiliki data kondisi penyerta (Komite Penanganan Covid19 dan Pemulihan
Ekonomi Nasional, 2020). Hal ini menunjukkan infeksi COVID-19 dapat menyerang
kelompok ibu hamil, bersalin, nifas dan bayi baru lahir. Kondisi ini dikhawatirkan
akan meningkatkan angka kematian dan kesakitan pada ibu dan bayi baru lahir
(Kemenkes, 2020). Hingga data terkini, jumlah pasien meninggal dari kelompok
Kematian bayi merupakan salah satu masalah kesehatan yang besar di dunia.
ekonomi, sosial, serta lingkungan di suatu negara. Khususnya lagi, angka kematian
bayi menggambarkan level kesehatan di negara tersebut. Data dari WHO tahun
Angka ini menurun jika dibandingkan dengan tahun 2018 yaitu mencapai 21,86
sedangkan pada tahun 2017 mencapai 22,62. Menurut Survei Demografi dan
Kesehatan Indonesia (SDKI) tahun 2017 angka kematian neonatus sebesar 15 per
1.000 kelahiran hidup, sedangkan angka kematian bayi sebanyak 24 per 1.000
kelahiran hidup. Pada tahun 2019, dari 29.322 kematian balita, sebesar 69% (20.244
kematian) diantaranya terjadi pada masa neonatus. Dari seluruh kematian neonatus
yang dilaporkan, sebanyak 16.156 kematian terjadi pada periode enam hari pertama
kehidupan. Faktor penyebab tertinggi kematian neonatus pada 2019 yaitu Bayi Berat
Lahir Rendah (BBLR) dengan angka 7.150 kematian (Ditjen Kesehatan Masyarakat
Bayi Berat Lahir Rendah (BBLR) adalah bayi yang lahir dengan berat badan
kurang dari 2500 gram. Berat badan lahir rendah menjadi masalah kesehatan yang
2020, kondisi bayi Bayi Berat Lahir Rendah (BBLR) biasanya disebabkan karena
kondisi ibu disaat masa kehamilan (kehamilan remaja, malnutrisi, dan komplikasi
kehamilan), bayi kembar, janin memiliki kelainan atau kondisi bawaan, dan
Poedji Rochjati tahun 2015 menyebutkan bahwa faktor yang dapat mempengaruhi
berat bayi lahir dibagi menjadi 2 yaitu, faktor eksternal dan internal. Faktor
internalnya meliputi umur ibu, jarak kelahiran, paritas, kadar hemoglobin, status gizi
ibu hamil, pemeriksaan kehamilan, penyakit pada saat kehamilan, serta lingkar
lengan atas atau LILA. Untuk faktor eksternalnya yaitu kondisi lingkungan dan
KEK (kekurangan energi kronis) menurut Irianto tahun 2014 yaitu gangguan
kesehatan pada seseorang yang timbul karena menderita kekurangan makanan yang
3
berlangsung menahun (kronis) yang ditandai dengan lingkar lengan atas (LILA) <
23,5 cm. Kurang Energi Kronis (KEK) bisa terjadi pada wanita usia subur (WUS)
dan ibu hamil. Kekuangan Energi Kronik (KEK) pada ibu hamil dapat menyebabkan
terganggunya kesehatan ibu ataupun janin yang dikandungnya. Ibu hamil KEK akan
di dalam kandungan, janin yang tidak tumbuh maksimal dapat menyebabkan bayi
lahir dengan berat badan lahir rendah (BBLR), perkembangan organ janin terganggu
mengalami kecacatan, serta dapat beresiko bayi lahir mati (Kristiyanasari, 2014)
Sesuai penelitian yang dilakukan oleh Ice Aan Sholihah tahun 2018 mengenai
Dengan Kejadian BBLR Di Wilayah Kerja Puskesmas Cipendeuy Tahun 2018, hasil
Energi Kronik (KEK) 49 (7,4%) dan Bayi Berat Lahir Rendah (BBLR) sebanyak 30
(4,5%). Yang artinya terdapat hubungan yang signifikan antara riwayat Kekurangan
Energi Kronik (KEK) selama masa kehamilan dengan kejadian Bayi Berat Lahir
mempengaruhi pertumbuhan janin dalam kandungan apabila status gizi ibu buruk,
otak janin, anemia pada bayi baru lahir, bayi baru lahir mudah infeksi, dan abortus
sehingga memiliki risiko melahirkan bayi dengan Berat Badan Lahir Rendah (Ice
Data di kabupaten Klaten jumlah Bayi Berat Lahir Rendah (BBLR) mengalami
kenaikan. Pada 2017 terdapat kenaikan kasus 5,14% tahun 2018 naik menjadi 5,34%
4
dan di tahun 2019 naik lagi menjadi 5,5%. Di Puskesmas Juwiring termasuk dalam
jumlah kasus Bayi Berat Lahir Rendah (BBLR) terbanyak. Di tahun 2018 ada kasus
BBLR sebanyak 43 kasus, dan di tahun 2019 terdapat 45 kasus BBLR. Adapun
faktor penyebabnya salah satunya yaitu kurangnya asupan gizi pada ibu hamil
pada tanggal 6&7 Juli 2021, diperoleh data BBLR bulan Oktober 2020 - Juni 2021
sebanyak 35 bayi. Maka penulis tertarik untuk melakukan penelitian lebih lanjut
mengenai “Hubungan Ibu Kekurangan Energi Kronik (KEK) dengan Kejadian Bayi
Berat Lahir Rendah (BBLR) dalam Masa Pandemi Covid-19 di Puskesmas Juwiring,
Klaten”.
B. Rumusan Masalah
Wilayah kerja Puskesmas Juwiring termasuk memiliki kasus BBLR yang tinggi.
Maka dari itu berdasarkan uraian dan latar belakang masalah yang ada, rumusan
masalah dalam penelitian ini adalah “Adakah hubungan antara Kekurangan Energi
Kronik dengan kejadian Bayi Berat Lahir Rendah dalam masa pandemi covid-19 di
C. Tujuan Penelitian
1. Tujuan Umum
2. Tujuan Khusus
5
a. Untuk mengetahui jumlah bayi Bayi Berat Lahir Rendah selama pandemi
D. Manfaat Penelitian
1. Bagi institusi
Kronik dengan Kejadian Bayi Berat Lahir Rendah dalam Masa Pandemi Covid-
19.
memperhatikan bayi yang lahir dengan berat badan rendah serta memantau
3. Bagi ibu
Dapat menjadi informasi dan pengetahuan agar ibu hamil lebih sadar untuk
4. Bagi peneliti
tentang hubungan Kekurangan Energi Kronik dengan kejadian Bayi Berat Lahir
E. Keaslian Penelitian
Sebelum penelitian ini dilakukan telah ada penelitian sejenis yang mendukung