Anda di halaman 1dari 40

MODUL PEMBELAJARAN

KOMUNIKASI EFEKTIF DALAM PRAKTIK KEBIDANAN

Dosen pengampu :
Rici Gusti Maulani., S.Tr.Keb.Bdn., MKM

Disusun Oleh :
YUNITA ASMALA SARI
00521036

PROGRAM STUDI S1 KEBIDANAN


UNIVERSITAS AWAL BROS BATAM
TAHUN AKADEMIK 2023/2024
DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL DAFTAR ISI

BAB VIII KETERAMPILAN OBSERVASI ............................................. 1

DAFTAR PUSTAKA .......................................................................... 15

BAB IX MACAM-MACAM KOMUNIKASI PADA KLIEN ....................... 16

DAFTAR PUSTAKA .......................................................................... 25

BAB X KOMUNIKASI DISCHARGE PLANNING .................................. 26

DAFTAR PUSTAKA ........................................................................... 37


BAB VIII
KETERAMPILAN OBSERVASI DAN MEMBINA HUBUNGAN
BAIK

1.1 Keterampilan Observasi


Melatih kepekaan dalam observasi adalah keterampilan dasar dalam
membina komunikasi efektif. Yang perlu kita observasi adalah tingkah laku
verbal, non verbal dan kesenjangan antara tingkah laku verbaldan non
verbal. Bidan perlu mengamati tingkah laku verbal dan non verbal untuk
mengidentifikasi pesan-pesan yang tidak sinkron/tidak sejalan dan
campur aduk. Seorang bidan yang tajam pengamatannya akan mengetahui
bahwa ada beberapa konflik atau ketidaksesuaian antara tingkah laku
verbal dan non verbal, antara apa yang diucapkan dan dikerjakan.
Hal yang perlu kita observasi adalah:
1. Tingkah laku verbal.
2. Non verbal.
3. Kesenjangan antara tingkah laku verbal dan non verbal.
Kepekaan dalam observasi merupakan hal yang paling mendasar dalam
membina komunikasi efektif.

A. Tingkah Laku Verbal dan Non Verbal


1) Komunikasi Non Verbal
Komunikasi non verbal adalah komunikasi yang pesannya
dikemas dalam non verbal, tanpa kata-kata. Secara otomatis dalam
kehidupan sehari-hari komunikasi non verbal selalu dipakai, sehingga
ini lebih bersifat tetap dan selalu ada. Komunikasi non verbal ini
dianggap lebih jujur mengungkapkan apa yang mau diungkapkan
karena lebih bersifat spontan.
Meskipun demikian komunikasi ini lebih sulit ditafsirkan karena
kabur. Misalnya apabila ada orang yang tersenyum pada kita maka kita
tidak dapat dengan cepat mempersiapkan senyum itu, bisa saja dia
senang, kaget, sinis atau bertanya-tanya. Karena itu mempelajari

1
komunikasi non verbal lebih sulit dibanding mempelajari komunikasi
verbal. Komunikasi non verbal memberikan arti pada komunikasi
verbal. Dengan kata lain komunikasi Verbal dan non verbal merupakan
kegiatan yang saling melengkapi dan selalu dilakkan secara
bersamaan.
Bentuk komunikasi non verbal adalah:
1. Bahasa tubuh; meliputi lambaian tangan, Ekspresi wajah, kontak
mata, sentuhan, gerakan kepala, sikap/postur tubuh, dan lain-lain.
2. Tanda; dalam konunikasi non verbal menggantikan kata-kata. Misal:
bendera putih mengartikan ada lelayu.
3. Tindakan atau perbuatan ; tindakan tidak menggantikan kata-kata
tetapi mengandung makna. Misal: menggebrak meja berarti marah.
4. Objek; objek tidak menggantikan kata-kata tetapi juga mengandung
makna. Misal: pakaian Mencerminkan gaya hidup seseorang. Warna;
menunjukkan warna emosional, cita rasa
5. Keyakinan agama, politik, dan lain-lain. Misal: warna merah muda
adalah warna feminim.
Fungsi komunikasi non verbal
1. Melengkapi komunikasi verbal.
2. Menekankan komunikasi verbal.
3. Membesar-besarkan komunikasi non verbal.
4. Melawan komunikasi verbal.
5. Meniadakan komunikasi non verbal
2) Komunikasi Verbal
Komunikasi verbal adalah komunikasi yang menggunakan kata-kata
baik secara lisan maupun tulisan. Bahasa verbal merupakan sarana
untuk menyampaikan perasaan, pikiran dan maksud tujuan. Menurut
Larry L. Barker, bahasa mempunyai tiga fungsi yaitu penamaan,
interaksi dan transmisi Informasi (Mulyana, 2007).
Aspek dalam komunikasi verbal yaitu Perbendaharaan kata-kata
(vocabulary), kecepatan (racing), intonasi suara, humor, waktu yang
tepat dan singkat.

2
3) Kesenjangan Tingkah Laku Verbal dan Non Verbal
Kesenjangan tingkah laku verbal dan non verbal dapat dilihat dari:
a) Kesesuaian antara tingkah verbal dan non verbal.
b) Kesesuaian antara duah buah pertanyaan.
c) Kesesuaian antara apa yang diucapkan dan apa yang dikerjakan.
Komunikasi non verbal memberikan arti pada komunikasi verbal.
Dengan kata lain komunikasi verbal dan non verbal merupakan
kegiatan yang saling melengkapi dan selalu dilakukan secara
bersamaan. Komunikasi non verbal dapat berbentuk bahasa tubuh,
tanda, tindakan/perbuatan atau objek.
a. Bahasa Tubuh
Bahasa tubuh ini meliputi lambaian tangan, raut/ekspresi, wajah,
kontak mata, sentuhan, gerakan kepala, sikap/postur tubuh dll.
1. Ekspresi Wajah
Wajah, terutama mata merupakan sumber yang kaya dengan
pemaknaan komunikasi. Ekspresi wajah merupakan cerminan
suasana emosi seseorang. Apakah ia sedang bahagia atau
bersedih, wajah memberikan sinyal yang nyata bagi orang yang
menatap dan mengerti kejiwaan dan psikologi. Wajah juga dapat
memberikan gambaran seseorang suka, tertarik atau sebaliknya,
tidak suka dan tidak tertarik pada apa yang dikomunikasikan.
2. Kontak Mata
Sebagaimana wajah mata juga merupakan sinyal manusia
secara alamiah untuk berkomunikasi. Dengan mengadakan
kontak mata selama berinteraksi atau tanya jawab berarti orang
tersebut terlibat dan menghargai lawan bicaranya dengan
kemauan untuk memperhatikan bukan sekedar mendengarkan
apa yang dibicarakan. Melalui kontak mata dapat memberikan
kesempatan pada orang lain untuk mengobservasi orang lain
selama berkomunikasi.
3. Sentuhan
Sentuhan merupakan bentuk komunikasi personal mengingat
sentuhan lebih bersifat spontan dari pada komunikasi verbal.

3
Beberapa pesan seperti perhatian yang sungguh-sungguh,
dukungan emosional, kasih saying, atau simpati dapat dilakukan
melalui sentuhan tangan. Sentuhan menimbulkan perasaan dekat
atau akrab, menimbulkan juga perasaan bahwa yang disentuh
dihargai.
4. Postur tubuh dan gaya berjalan
Cara seseorang berjalan, duduk, berdiri dan bergerak
memperlihatkan ekspresi dirinya. Postur tubuh dan gaya berjalan
merefleksikan emosi, konsepdiri dan tingkat kesehatannya. Orang
yang sedang berjalan tergesa-gesa memberikan informasi bagi
yang melihat bahwa ia sedang mengajar atau tidak mau diganggu.
Dalam penyampaian hal yang penting, posisi duduk lebih baik
daripada posisi berjalan. Posisi tubuh yang saling berhadapan
lebih baik dibandingkan bersisihan dalam berkomunikasi.
Demikian juga saat mendengarkan, tubuh lebih condong kea rah
lawan bocara lebih memberikan kesan bahwa pembicaraan lebih
didengarkan dan penting.
5. Sound (suara)
Suara rintihan, desahan saat menarik nafas Panjang, tangisan
salah satu ungkapan perasaan dan pikiran seseorng dapat juga
dijadikan komunikasi. Bila dikombinasikan dengan semua bentuk
komunikasi non verbal lainnya sampai desis atau suara dapat
menjadi pesan yang sangat jelas.
6. Gerak isyarat
Gerak isyarat dapat mempertegas pembicaraan dalam
komunikasi. Menggunakan isyarat saat berkomunikasi
merupakan bagian total dari komuniaksi, seperti mengetuk-
ngetikan kaki atau menggerakkan tangan selama berbicara
menunjukkan seseorang dalam keadaan stress, bingung atau
sebagai upaya untuk menghilangkan stress.
b. Tanda
Tanda dalam komunikasi non verbal menggantikan kata-kata
misalnya bendera, rambu-rambu lalu lintas, dsb. Misalnya bendera

4
putih untuk daerah tertentu bisa diartikan bahwa ada orang yang
meninggal dunia. Rambu lalu lintas saat berwarna merah
makasemua kendaraan akan berhenti secara otomatis begitu pula
sebaliknya ketika lampu berwarna hijau mereka akan berjalan
kembali.
c. Tindakan Atau Perbuatan
Tindakan atau perbuatan secara khusus tidak menggantikan
kata-kata tetapi mengandung makna, misalnya menggebrak meja,
menutup pintu keras-keras dll. Tindakan tersebut bisa bermakna
marah.
d. Objek
Objek juga secara khusus tidak mengganti kata tetapi
mempunyai makna, misalnya pakaian, aksesoris dandan, dll. Dari
pakaian atau aksesoris dandanan maka bis akita ketahui sosial
ekonomi atau gaya orang tersebut.
e. Warna
Kita sering menggunakan warna untuk menunjukkan suasana
emosional, cita rasa, keyakinan agama, politik, dll. Di Indonesia
warna merah muda adalah feminism (warna romantic, jatuh cinta),
warna biru adalah maskulin, warna hijau sering diasosiasikan
dengan Islam dan muslim karena dipercaya sebagai warna surga,
warna putih sebagai warna suci, murni, bersih. Selain itu warna bisa
bersifat simbolik dalam politik. Suasana hati bisa ditunjukkan
dengan warna missal merah (menggairahkan, merangsang), biru
(aman dan kembut), orange (tertekan, terganggu, bingung), hitam
dan coklat (sangat sedih, patah hati, tidak bahagia, murung), biru
dan hijau (kalem, damai, tenteram), ungu (berwibawa, agung),
kuning (menyenangkan, riang, gembira), hitam (berkuasa, kuat,
bagus sekali) dll.
B. Pengamatan dan Penafsiran
Pengamatan objektif adalah berbagai tingkah laku yang biasa dilihat
dan didengar. Sedangkan penafsiran/interprestasi adalah kesan yang kita
berikan pada apa yang kita lihat dan dengar.

5
Tahap-tahap interprestasi meliputi:
1) Refleksi perasaan; konselor tidak jauh dari apa yang dikatakan klien.
2) Klarifikasi; menjelaskan apa yang tersirat dalam perkataan klien.
3) Refleksi; penilaian konselor terhadap apa yang diungkapkan klien.
4) Konfrontasi; konselor membawa kepada perhatian dan perasaan klien
tanpa disadari.
5) Interprestasi; konselor memperkenalkan konsep-konsep hubungan yang
berakar dari pengalaman.
Dari pembicaraan dengan klien maka kita harus mampu mengamati
pembicaraan sehingga dapat memperoleh data yang diharapkan. Yang bisa
kita amati dari pembicaraan/kata-kata klien adalah kata-kata kunci yang
harus bis akita tangkap, penjelasan-penjelasan, kapan beralih topik.
Antara topik satu dengan lainnya harus kita mengerti dan jelas dan
pertanyaan yang diajukan.

1.2 Keterampilan Membina Hubungan Baik


Dalam konseling, bidan yang baik adalah bidan yang selalu
berusaha untuk mebina hubungan baik dengan klien.hal tersebut akan
terjadi bila ada Kerjasama di antara ke duanya. Keterampilan membina
hubungan baik merupakan dasar dari proses komunikasi interpersonal
bidan dengan klien, dengan petugas Kesehatan yang lain, tokoh
masyarakat dan sebagainya. Dalam membina hubungan baik perlu untuk
memberikan dukungan atau motivasi kepada klien.
Keterampilan membina hubungan baik merupakan dasar dari
proses komunikasi interpersonal bidan dengan klien.
Tiga hal yang perlu diperhatikan dalam membina hubungan baik adalah:
1. Menunjukkan tanda perhatian verbal.
2. Menjalin kerjasama.
3. Memberika respon positif berupa pujian, dukungan.
Membina hubungan baik bisa kita awali dengan sikap hangat,
menghormati, menerima klien apa adanya, empati dan tulus. Hubungan
baik harus dimulai sejak awal hubungan dan tetap dipertahankan
seterusnya. Perilaku atau respon bidan yang mendukung terciptanya

6
hubungan baik antara lain : memberi salam dengan ramah,
mempersilahkan duduk, tidak memotong pembicaraan, menjaga rahasia
klien, tidak menilai klien dll.
Sikap yang hangat, menghormati, menerima klien apa adanya,
empati dan tulus merupakan upaya untuk membina hubungan yang baik.
Sikap dasar yang perlu dimiliki adalah SOLER yaitu:
S : Face your clients squarely (menghadap klien) dan smile/nod at clients
(senyum/ mengganggukkan kepala).
O : Open and Non Judgemental Facial Expression (ekspresi muka
menunjukkan sikap terbuka dan tidak menilai).
L : Lean Towards Client (tubuh condong kearah klien).
E : Eye Contact in a culturally- Acceptable Manner (kontak mata/tatap mata
sesuai dengan cara yang diterima budaya setempat).
R : Relaxed and Friendly Manner (santai dan sikap bersahabat).

1.3 Keterampilan Mendengar


Dalam percakapan dengan orang lain, sebaiknya kita mendengarkan
tidak sebatas isi, tapi juga tidak mendengarkan secara kritis. Tapi
berusaha mendengarkan secara empatik dan aktif. Untuk menjadi bidan
yang baik maka kita harus mampu menajdi seorang pendengar yang baik
pula bagi klien. Tujuannya agar bidan dapat mendengarkan secara efektif
dan akhirnya bisa mencapai tujuan dan hasil yang diharapkan, yaitu bidan
dapat memperoleh informasi. Ada beberapa hal yang sebaiknya dilakukan
agar bidan bisa mendengarkan secara efektif.

1. Punya motivasi
Dengarkan apa yang dikatakan klien dengan seksama dan penuh
perhatian dan bagaimana mengatakan hal itu. Perhatikan bagaimana
intonasi suara, pemilihan kata, ekspresi wajah dan Gerakan tubuhnya.
Dengarkan klien dengan seksama, jangan berfikir apa yang akan anda
katakan selanjutnya.

2. Mengadakan kontak mata

7
Ini membantu untuk memusatkan perhatikan, mengurangi
gangguan pada hal-hal sekitar, mendorong pembicara tetap berminat
untuk berbicara. Jika tidak mengadakan kontak mata maka klien akan
menfasirkan bahwa bidan tidak tertarik untuk berbicara dengannya,
kemudian akan mengambil jarak.
3. Menunjukkan minat
Tunjukkan bahwa bidan tertarik pada apa yang dikatakan klien,
perasaan-perasaan yang menyertai, dan kebutuhan-kebutuhan yang
terkandung dalam pembicaraan. Tempatkan diri pada posisi klien selama
mendengarkan, rasakan apa yang dirasakan/dialami klien seolah-olah itu
terjadi pada diri anda.
4. Menghindari Tindakan-tindakan yang mengganggu
Duduk menghadap klien dengan nyaman, hindari Gerakan yang
menggangu, tatap dan perhatikan Ketika klien berbicara. Bentuk Tindakan
yang menggangu adalah sebentar-bentar melihat jam, menghentak-
hentakkan sepatu, dll. Terima klien apa adanya, jangan menghakimi atau
memberikan penilaian dari luarnya saja.
5. Tidak memotong pembicaraan
Jangan memotong pembicaraan Ketika klien belum menyelesaikan
pembicaraannya. Kadang lakukan mendengar pasif (diam), beri waktu
klien untuk berfikir, bertanya dan bicara sesuai dengan kecepatan klien.
Lakukan pengulangan/refleksikan apayang anda dengar, sehingga baik
anda maupun klien anda tahu bahwa anda paham. Tunjukkan tanda
perhatikan verbal dan non verbal (sesekali mengangguk) atau anda dapat
mengelus tangan atau Pundak klien (sesuaikan dengan budaya dan
keyakinan masing-masing).
6. Bersikap wajar
Tidak berlebihan dalam usaha untuk mendengar dengan melebih-
lebihkan Bahasa tubuh. Ini dapat mengurangi rasa percaya diri dan
ketulusan untuk mendengarkan.
a. Mendengar Aktif
Menjadi pendengar aktif bagi konselor sangat penting karena:
1. Menunjukkan kepedulian

8
2. Merangsang dan memberikan klien bereaksi secara spontan
terhadap konselor
3. Menimbulkan situasi yang mengajarkan
4. Klien membutuhkan gagasan-gagasan baru
Untuk mencapai tujuan dari komuniaksi perlu saling memahami
dan saling mendengarkan. Untuk menjadi pendengar yang baik
konselor harus memiliki kemampuan sebagi berikut :
1. Mampu berhubungan dengan orang diluar kalangannya
2. Mempunyai cara-cara untuk membantu klien
3. Memperlakukan klien untuk menimbulkan respon yang bermakna
4. Bertanggung jawab bersama klien dalam konseling

b. Jenis Pertanyaan
1. Petanyaan tertutup
Pertanyaan tertutup merupakan pertanyaan yang jawabannya
sudah pasti dan ini biasanya hanya membutuhkan jawaban “ya” atau
“tidak” untuk mengumpulkan informasi yang factual (biasanya di awal
percakapan). Pertanyaan tertutup kurang menciptakan suasana akrab
pada saat komuniaksi. Bidan tidak dapat menggali informasi lebih
banyak dengan pertanyaan tertutup karena klien tidak dapat
mengeksplorasikan perasaannya.
2. Pertanyaan terbuka
Merupakan pertanyaan yang menuntut jawaban yang
memungkinkan adanya berbagai macam jawaban, dan memberi
kebebasan menjawab pada klien. Ini akan menuntut partisipasi aktif
dari klien dan merupakan cara efektif untuk menggali informasi dari
klien. Biasanya untuk menggali perasaan, kepercayaan dan
pengetahuan klien. Misalnya “Bagaiman perasaan ibu sekarang?”
pertanyaan terbuka dapat membantu klien dalam memulai
percakapan, meminta penjelasan lebih lanjut, memberikan contoh,
memusatkan pada perasaan klien.
3. Pertanyaan mendalam

9
Dimaksudkan untuk menggali lebih dalam apa yang sudah
diungkapkan oleh klien, sehingga informasi didapat secra lengkap dan
mendetail. Melengkapi dan menggali lebih dalam hal-hal yang
diperlukan, terutama yang bersifat privasi, untuk melakukan ini
memerlukan pendekatan dan keakraban dan didasarkan saling
percaya, dimana ini memerlukan Teknik khusus agar tidak bias.
Misalnya “Apakah maksud ibu dengan peristiwa menakutkan ini?”
4. Pertanyaan mengarahkan/sugestif
Mengarahkan berarti bidan mengarahkan apa yang dibicarakan
klien. Tidak selalu tepat digunakan pada berbagai kondisi. Missal : “
Ibu tidak inginkan punya anak lagi setelah melahirkan anak ke 3?”.
Pertanyaan mengarahkan ini sebaiknya dihindari oleh bidan dan
biarkan klien mengungkapkan perasaannya secara spontan.

c. Bertanya Efektif
Untuk menggali informasi yang dibutuhkan dari klien maka kita
sebagai bidan harus mampu mengajukan pertanyaan dengan terarah.
Berikut tips atau cara bertanya yang efektif yang bisa digunakan oleh
bidan. Tujuannya agar bidan dapat bertanya secara efektif dan
akhirnya bisa mencapai tujuan dan hasil yang diharapkan. Selain itu
tujuannya adalah mendorong klien untuk bicara sehingga apa yang
menjadi masalahnya bisa terkaji secara lengkap, menunjukkan minat
dan perhatian kita terhadap klien, meningkatkan kesadaran kita
terhadap perasaan klien dan memberi suatu arahan percakapan
terhadap klien, hal ini untuk menghindari percakapan-percakapan
yang tidak terarah dan tidak dibutuhkan.
Tips dalam bertanya efektif adalah:
1. Menggunakan intonasi suara yang menunjukkan perhatian, minat
dan keakraban.
2. Menggunakan kata-kata yang dipahami klien.
3. Mengajukan pertanyaan satu per satu dan menunggu jawaban
dengan penuh perhatian, tidak memotong biarkan klien menyelesaikan

10
kalimatnya karena pemotongan ditengah kalimat bisa menimbulkan
salah persepsi.
4. Menggunakan kata-kata yang mendorong klien untuk tetap
berbicara : “dan?”, “bagaimana?”, “lalu?”, “maksudnya?”.
5. Bila harus menyakan hal-hal yang sangat pribadi, jelaskan alasan
mengapa harus ditanyakan.
6. Menghindari penggunaan kata tanya “mengapa?”. Kemungkinan
klien dapat merasa disalahkan.
7. Mengajukan pertanyaan yang sama dengan berbagai cara bila klien
belum paham.
8. Menghindari pertanyaan yang mengarahkan.
9. Menggunakan “pertanyaan terbuka” karena lebih efektif

Macam-Macam Klien dalam Asuhan Kebidanan


Konseling dalam kebidanan merupakan pertolongan dalam bentuk
wawancara sehingga terjadi komunikasi, interaksi, dan usaha dalam
pemecahan masalah antara konselor (bidan) dengan konseli (klien) diruang
lingkup kebidanan. Sesuai dengan wewenang dan ruang lingkup
pelayanan kebidanan, maka bidang konseling kebidanan meliputi siklus
daur kehidupan Wanita, mulai dari bayi balita sampai dengan masa
klimakterium & menopause.
1. Tujuan Konseling Kebidanan
a. Membantu memecahkan masalah/menfasilitasi koping (fasilitating
coping), meningkatkan keefektifan individu dalam pengambilan keputusan
secara tepat. Lebih lanjut, tujuannya adalah menfasilitasi pengembangan
koping yang konstruktif pada klien yang mengalami masalah kehidupan,
khususnya yang berhubungan dengan penyakit, kondisi sakit, atau cacat
yang dialami. Fasilitasi tidak hanya terbatas pada klien tapi juga
keluarganya.
b. Membantu pemenuhan kebutuhan klien, meliputi menghilangkan
perasaan yang menekan/mengganggu dan mencapai kesehatan mental
yang positif.

11
c. Mengubah sikap dan perilaku yang negatif menjadi positif dan dari
yang merugikan kien jadi menguntungkan klien. Banyak klien yang tidak
menyadari bahwa mereka memiliki perilaku yang berisiko. Konseling
diharapkan bisa membantu klien untuk mengubah perilaku rentan mereka
sehingga dapat mengurangi mereka dari keterpaparan terhadap risiko.
d. Meningkatkan rasa percaya diri. Klien yang mengalami
permasalahan kesehatan reproduksi biasanya cenderung menutup diri
dari masyarakat dan keluarga. Konseling dapat membantu menguatkan
klien agar bisa lebih menerima tubuhnya secara positif.
e. Efektifitas personal dimana akar masalah sualitas dan kesehatan
reproduksi (SKR) sangat kompleks, bukan sekedar masalah medis tetapi
sabanyak permasalahan social yang ada. Konsekuensi masalah SKR (sosial
dan medis) tidak hanya berdapak pada klien itu sendiri, namun juga pada
anak-anaknya, pasangannya dan mungkin masyarakatnya. Tujuan
konseling adalah menginformasikan klien mengenai hakhak dan
pilihannya, serta memberdayakan klien untuk membuat keputusan.
Konselor juga dapat menjangkau masyarakat serta mengajarkan mereka
mengenai akar masalah, keterbatasan, dan konsekuensi yang berkaitan
dengan pengobatan

2. Macam-macam Klien Dalam Asuhan Kebidanan


A. Konseling Dalam Asuhan Kebidanan Bayi/Balita
Komunikasi dimulai sejak bayi dilahirkan, ketika menangis sampai bayi
dapat berbicara dengan lancar. Fase pertumbuhan dan perkembangan
Komunikasi bayi meliputi: Fase prelinguistic, kata pertama, kalimat
pertama, kemampuan bicara egosentris dan memasyarakat, dan
perkembangan semantic.

1) Fase Prelinguistic (Fase Sebelum Bicara)


Suara pertama yang dikeluarkan bayi bayi baru lahir adalah tangisan.
Tangisan bayi ini merupakan reaksi perubahan tekanan udara dan suhu
luar uterin. Penyabab bayi menangis bisa karena lapar, rasa tidak nyaman,

12
kesakitan atau minta perhatian. Bunyi refleksi (reflek vocal) juga termasuk
dalam fase Prelinguistic, dibagi menjadi 2 yang meliputi :
(a) Babling (meraban) yaitu fase ini dimulai ketika bayi tahu suaranya,
senang mendengar suaranya dan kemudian diulang seperti berbicara
sendiri.
(b) Echolalia yaitu mengulang gema suara dari suara yang diucapkan
orang lain.
2) Kata Pertama
Fase ini dimulai usi 4 – 5 bulan dengan merespon terhadap kata-kata yang
sering dia dengar seperti ibu, mama, ayah dan lain sebagainya. Sering
orang tua tidak mengetahui kata pertama dari anaknya, orang tua
seharusnya melihat juga konteks kata yang diucapkan anaknya. Anak
memberikan reaksi yang berbeda pada satu kata yang diucapkan dengan
intonasi pada usia 4-5 bulan. Ketika ada orang bilang diam sambil
membentak akan berbeda ketika orang bilang diam dengan nada lembut
untuk menenangkan ketika dia menangis. Anak sudah bisa mengerti
maksud suatu kata ketika usia 12-18 bulan, saat ini sesungguhnya
seorang anak bisa bicara sesungguhnya. Satu kata mengandung satu
kalimat, misalnya minum berarti saya ingin minum.
3) Kalimat Pertama
Kalimat pertama dimulai ketika anak berusia 2 tahun. Kalimat pertama
anak mempunyai arti pribadi dan tidak mengikuti tata aturan bahasa.
Pada fase ini anak sudah mulai Menyusun kata yang dikenal dengan
periode permulaain pembicaraan komplit.
4) Kemampuan Bicara Egosentris dan Memasyarakat
Bicara egosentris merupakan petunjuk dan bantuan bagi anak dalam
menyelesaian masalahnya sendiri. Kemampuan berbibcara egosentris
meliputi:
(a) Repetitif (pengulangan)
(b) Monolog (berbicara satu arah)
(c) Monolog kolektif
5) Perkembangan Semantic

13
Sematic merupakan pengetahuan yang mempelajari arti dari kata pada
bahasa yang diajarkan. Pada awal perkembangan seorang akan
mengetahui arti kata kongkrit seperti pohon, langit dan dengan
perkembangan waktu anak akan memahami kata abstrak seperti panas,
pahit dan lain sebagainya.

14
DAFTAR PUSTAKA

Yanik Purwanti, dkk. 2019. Buku Ajar Mata Kuliah Komunikasi & Konseling
dalam Praktik Kebidanan . Jawa Timur: UMSIDA Press
Arianti Eka F. 2014. Keteramilan Observasi ( Komunikasi Konseling ).
Jakarta: Selemba Medika
Prasetya Lestari. 2020. Komunikasi dalam Pelayanan Kebidanan .
Yogyakarta : Universitas Alma Ata
Fitria Melina , dkk. 2023. Komunikasi Dan Konseling Dalam Praktik
Kebidanan.Yogyakarta : K-Media

15
BAB IX
KOMUNIKASI PADA MACAM-MACAM KLIEN

Komunikasi yang efektif merupakan kunci utama dalam


memberikan pelayanan kesehatan yang berkualitas. Dalam konteks
pelayanan kesehatan, perawat dan tenaga medis lainnya harus mampu
berkomunikasi dengan berbagai jenis klien, termasuk mereka yang
memiliki kebutuhan khusus. Modul ini akan membahas strategi
komunikasi yang efektif dengan berbagai jenis klien dalam konteks
pelayanan kesehatan.

1. Komunikasi Pada Bayi Atau Balita Komunikasi Pada Bayi &


Balita
Komunikasi pada bayi dimulai sejak kelahiran sejak bayi mulai
menangis sampai lancar berbicara. Fase pertumbuhan danperkembangan
Komunikasi bayi meliputi :
1) fase prelinguistic
2) kata pertama
3) kalimat pertama
4) kemampuan bicaraegosentris dan memasyarakat
5) perkembangan semantik

1. Fase Prelinguistic
Suara pertama kali yang dikeluarkan bayi baru lahir adalah
tangisan. Hal tersebut sebagai reaksi perubahan tekanan udara dan
suhu luar uterin. Bayi menangis dikarenakan lapar, tidak nyaman oleh
karena basah, kesakitan atau minta perhatian. Bunyi refleksi (reflek
vocal) juga termasuk dalam fase prelinguistic yang meliputi:
• Babling (meraban), fase ini dimulai ketika bayi tahu suaranya, senang
mendengar suaranya dan kemudian diulang seperti berbicara sendiri.
• Echolalia, mengulang gema suara dari suara yang diucapkan orang
lain.

16
2. Kata PertamaBayi merespon terhadap kata-kata familier. Fase ini
dimulai usia 4-5 bulan.
3. Kalimat PertamaPeriode ini dikenal sebagai permulaan berbicara
komplit Usia 2 tahun sudah mulai menyusun kata-kata.
4. Kemampuan Bicara Egosentris dan Memasyarakat
Kemampuan berbicara egosentris meliputi:
a. Repetitif (pengulangan)
b. Monolog (berbicarasatu arah)
c. Monolog kolektif. Menurut Lev Vygotsky, bicara egosentris
merupakan petunjuk dan bantuan bagi anak dalam menyelesaikan
masalahnya sendiri.
5. Perkembangan Semantik
Semantik adalah pengetahuan yang mempelajari arti kata pada
bahasa yang diajarkan. Fase ini mulai memahami arti konkrit dan jenis
kata konkrit dan mulai mengetahui arti kata abstrak.
Faktor yang Mempengaruhi Perkembangan BahasaFaktor yang
mempengaruhi perkembangan bahasa adalah:
• intelegensi (kecerdasan)
• jenis kelamin
• bilingual (dua bahasa)
• status tunggal atau kembar
• rangsangan/dorongan orang tua.
Proses Komunikasi mengikuti perkembangan psikologis anak.
Dalam hal ini, kontak kasih sayang orang tua dan anak, dapat
memperkuat kepribadian anak. Bidan dapat memberikan dorongan,
bantuan kepada ibu serta pihak lain dalam memberi dukungan
rangsangan aktif dalam dan emosi. Bahasa adapun cara :
(1) Memberikan dukungan rangsangan aktif adalah memperbaiki
model orang tuanya
2) Mendorong kemampuan Komunikasi verbal dan non verbal
(3) Memberikan anak pengalaman untuk berbicara
(4) Mendorong anak untuk mendengar
(5) Menggunakan kata yang pasti dan benar.

17
Prinsip Komunikasi efektif pada anak meliputi:
(1) kesabaran mendengar
(2) role playing, bermain peran sebagai guru, ayah-ibu dan
sebagainnya yang dapat mengekspresikan kemampuan anak dalam hal
pikiran, emosi, perasaan dan keinginan mereka secara bebas.

2. Komunikasi Pada Remaja


Tujuan Komunikasi pada remaja adalah memberikan pemahaman
dan upaya penyesuaian diri terhadap perubahan fisik dan emosi yang
terjadi. Bidan perlu menjalin hubungan Komunikasi terbuka,
mengungkapkan hal-hal yang belum diketahui oleh remaja.
Permasalahan yang dapat diselesaikan dalam bentuk Komunikasi
terapeutik pada remaja misalnya; perubahan fisik/ biologis sesuai usia,
perubahan emosi dan perilaku remaja, kehamilan pada remaja,
narkotika, kenakalan remaja dan hambatan dalam belajar.
Adapun Komunikasi yang efektif pada remaja, seorang bidan harus
memperhatikan :
(1) kenyamanan remaja dalam menerima informasi
(2) cara pandang remaja dalam mensikapi pesan yang
disampaikan
(3) memfokuskan persoalan yang akan disampaikan
(4) menggunakan bahasa yang mudah dimengerti
(5) menjalin sikap terbuka dan menumbuhkan kepercayaan
(6) menjalin keakraban dengan remaja.

3. Komunikasi Pada Calon Ibu


Komunikasi terapeutik pada calon ibu perlu memperhatikan dan
mempelajari kondisi psikologis wanita. Bidan dapat melakukan
komunikasi terapeutik pada calon ibu dengan menitik beratkan :
(1) memberikan penjelasan tentang fisiologis menstruasi
(2) memberikan bimbingan tentang perawatan diri sehubungan
dengan peristiwa menstruasi
(3) memberi bimbingan pra perkawinan

18
(4) pendidikan kesehatan calon ibu
(5) memberikan pemahaman dan upaya penyesuaian diri terhadap
perubahan fisik dan emosi serta peran yang terjadi.

4. Komunikasi Pada Ibu Hamil


Konseling pada ibu hamil ini mulai diberikan pada trimester pertama dan
kedua. Konseling yang diberikan adalah pemberian informasi mengenai
perubahan yang terjadi pada perkembangan janin sesuai usia kehamilan
serta perubahan yang terjadi pada ibu sendiri dan pencegahannya.
Sedangkan focus konseling pada trimester 3adalah keadaan janin dalam
Rahim, posisi janin yang berkaitan dengan letak janin, dan persiapan
persalinan.
1) Konseling Kehamilan Trimester I
Perubahan fisik yang dialami pada masa kehamilan trimester I yaitu:
a) Ketidaknyamanan selama kehamilan
(1) Mual dan muntah
(2) Hipersalivasi (air liur yang berlebihan)
(3) Mudah Lelah (pada awal kehamilan, wanita sering mengeluhkan
mudah Lelah)
(4) Perubahan Psikologis:
Perubahan pada ibu hamil bukan merupakan gangguan psikologis
atau kejiwaan, tetapi merupakan bentuk perubahan fisiologis pada
ibu hamil. Hal ini disebabkan karena adanya perubahan fisik. Ibu
hamil kadang senang,sedih, perasaan ingin marah yang tidak
menentu dan tidak diketahui penyebabnya.
(5) Libido menurun (penurunan keinginan seksual)
b) Komplikasi kehamilan trimester I
(1)Hyperemesis gravidarum
Hiperemesis gravidarum adalah suatu keadaan mual dan muntah pada
kehamilan yang menetap, dengan frekuensi muntah lebih dari 5 kali
sehari, disertai penurunan berat badan (>5% dari berat sebelum
hamil)dan biasanya mencapai puncaknya antara minggu ke-8dan ke-12
dan hilang pada minggu ke-16.3 atau pada minggu ke-20.

19
(2) Abortus
Abortus adalah berakhirnya kehamilan sebelum janin mencapai berat
500 gram atau umur kehamilan kurang dari 20 minggu.
(3) Kehamilan ektopik Kehamilan ektopik
adalah kehamilan diluar rongga rahim, dimana telur yang dibuahi
berimplantasi dan tumbuh di lokasi lain selain lapisan dalam rahim.
Kehamilan ektopik paling sering dijumpai di tuba falopi (95%), dan dapat
terjadi dalam ligamentum latum, ovarium, serviks atau tempat lain
dirongga perut.
(4) Molahidatidosa
Mola hidatidosa adalah bagian dari penyakit trofoblastik gestasional,
yang disebabkan oleh kelainan pada vili korionik yang disebabkan oleh
proliferasi trofoblastik dan edema.
2) Konseling Kehamilan Trimester II
Kehamilan trimester II yaitu keadaan dimana usia gestasi janin mencapai
usia 13 minggu hingga akhir minggu ke 27. Dalam kehamilan terjadi
banyak perubahan baik fisik maupun psikologis. Berdasarkan perubahan
fisiologi yang terjadi pada kehamilan trimester II dan gejala yang
mengakibatkan ketidaknyamanan pada ibu.Ketidaknyamanan
merupakan suatu perasaan atau yang tidak menyenangkan bagi kondisi
fisik maupun mental pada ibu hamil. Untuk mengurangi dan mengatasi
masalah saat kehamilan diperlukan bantuan dalam bentuk konseling
kehamilan. Perubahan fisik yang terjadi pada kehamilan
trimester II antara lain:
a) Ketidaknyamanan kehamilan trimester II
(1) Pusing Sakit kepala selama dan setelah kehamilan adalah kejadian
umum yang mengakibatkan gangguan dalam aktivitas ibu hamil sehari-
hari. Faktor risiko yang berhubungan dengan sakit kepala seperti riwayat
sakit kepala sebelumnya, multiparitas dan bertambahnya usia.
(2) Kram kaki
Kram pada kaki sering dikeluhkan ibu hamil pada Komunikasi Dan
Konseling Dalam Praktik Kebidanan 75malam hari dan menjelang pg pagi
hari. Kram ini terjadi di malam hari yang mengakibatkan gangguan tidur.

20
Kram kaki dapat muncul setelah usia kehamilan 24 minggu sampai
dengan 36 minggu kehamilan.
(3) Nyeri punggung
Nyeri punggung merupakan ketidaknyamanan selama kehamilan yang
dirasakan oleh sebagian ibu hamil. Ibu hamil yang merasakan nyeri
punggung dapat memengaruhi aktivitas sehari-hari dan mengurangi
kualitas hidup mereka. Nyeri punggung ini biasanya dimulai antara
kehamilan pada minggu ke-20 dan minggu ke-28 kehamilan.
(4)Hiiperpigmenntasi
Perubahan warna kulit terjadi selama kehamilan dan 90% ibu hamil
mengalaminya. Perubahan ini menimbulkan rasa kurang nyaman pada
ibu hamil, yaitu menimbulkan efek yang berhubungan dengan
estetika,sehingga mempengaruhi psikologis seorang ibu hamil.
(5) Secret vagina berlebih
Keputihan yang sering disebut juga leukorrhea merupakan pengeluaran
yang dihasilkan oleh servik maupun vagina, yang berasal dari metabolisme
glikogen dan dikeluarkan dalam bentuk lender maupun semi cair.
(6) Konstipasi
Konstipasi adalah suatu keadaan dimana sekresi dari sisa metabolisme
nutrisi tubuh dalam bentuk feses mengalami gangguan yang
menyebabkan feses menjadi keras, mengejan saat buang air besar dan
frekuensi buang air besar kurang dari tiga kali per minggu. Seiring
bertambahnya usia kehamilan maka lambung dan usus tergeser oleh
uterus yang terus membesar sehingga terjadi kompresi pada usus bagian
bawah serta perubahan hormon estrogen dan progesteron yang menjadi
penyebab dari konstipasi.
(7) Varises
Varises vena karena sirkulasi yang buruk dan lemahnya dinding
pembuluh darah.
(8)Hemorroid
Hemorroid terjadi karena adanya tekanan uterus kehamilan pada spina
yang mengganggusirkulasi vena.

21
b) Perubahan psikologis Ibu sudah menerima kehamilannya dan dapat mulai
menggunakan energi dan pikirannya secara lebih konstruktif. Pada trimester
ini ibu dapat merasakan gerakan janinnya, banyak ibu yang merasa terlepas
dari kecemasan dan rasa tidak nyaman seperti yang dirasakannya pada
trimester pertama.
c) Komplikasi kehamilan trimester II
(1)Perdarahan
(2) Pre-eklampsia dan Eklampsia
3) Konseling Kehamilan Trimester III
Perubahan psikologis seorang ibu mulai merasa takut akan rasa sakit dan
bahaya fisik yang akan timbul pada waktu melahirkandan merasa khawatir
akan keselamatannya.

5. Komunikasi pada Ibu Bersalin


Komunikasi Pada Ibu Bersalin Proses persalinan merupakan hal yang
fisiologis yang dialami oleh setiap wanita dan setiap individu berbeda beda.
Perubahan fisiologis pada ibu bersalin diantaranya: terjadi kontraksi terus,
otot-otot panggul dan jalan lahir mengalami pemekaran, dsb. Sedangkan
perubahan psikologis yang sering terjadi pada ibu bersalin adalah rasa
cemas pada kondisi bayinya saat lahir, kesakitan saat kontraksi dan nyeri,
ketakutan saat melihat darah, dsb.

6. Komunikasi Pada Ibu Nifas


Ibu setelah melahirkan akan mengalami fase ini yaitu fase ibu nifas.
Ibu nifas juga mengalami perubahan-perubahan yang bersifat fisiologis
maupun psikologis. Oleh karena itu, diperlukan juga Komunikasi pada saat
nifas. Perubahan fisiologis pada ibu nifas meliputi: proses pengembalian
fungsi rahim, keluarnya lochea, dsb. Sedangkan perubahan psikologis
meliputi:perasaan bangga setelah melewati proses persalinan,bahagia bayi
telah lahir sesuai dengan harapan,kondisi-kondisi yang membuat ibu sedih
saat nifas (keadaan bayi tidak sesuai harapan, perceraian,dsb).
Pelaksanaan Komunikasi yang dilakukan bidan pada ibu nifas harus
memperhatikan kestabilan emosi ibu, arah pembicaraan terfokus pada

22
penerimaan kelahiran bayi,penyampaian informasi jelas dan mudah
dimengerti oleh ibu dan keluarga,dsb

7. Komunikasi Pada Ibu Menyusui


Perubahan fisiologis yang dialami pada ibu menyusui diantaranya:
pembesaran kelenjar susu oleh karena hormon,pengeluaran ASI. Perubahan
psikologis ibu menyusui meliputi: kecemasan ibu dalam ketidaksanggupan
dalam perawatan bayi, pemberian ASI tidak maksimal,ketakutan dalam hal
body image, cemas akan kondisi bayinya.Komunikasi bidan pada saat
menyusui sangat diperlukan ibu untuk pemberian motivasi dengan peranan
ibu dalam kesuksesan pemberian dan perawatan bayinya.

8. KIE Pada Akseptor KB


Tidak semua akseptor KB mengalami kenyamanan dalam
menggunakan alat kontrasepsi. Ada juga yang mengalami perubahan baik
secara fisiologis maupun psikologis setelah penggunaan alat kontrasepsi.
Perubahan fisiologis yang sering terjadi adalah akibat dari efek samping
penggunaan alat kontrasepsi tersebut. Misalnya pusing, BB bertambah,
timbul flek-flek di wajah, gangguan menstruasi keputihan gangguan libido,
dll. Adapun perubahan psikologis yang dialami adalah kecemasan atau
ketakutan akan keluhan-keluhan yang terjadi, kegagalan dalam pemakaian
alat kontrasepsi. Pelaksanaan Komunikasi bagi akseptor KB yaitu terfokus
pada KIE efek samping kontrasepsi dan cara mengatasinya, cara kerja dan
penggunaan alat kontrasepsi.

9. Komunikasi Pada Wanita Klimakterium Dan Menopause


Pada fase ini wanita juga mengalami perubahan fisiologis dan
perubahan psikologis. Perubahan fisiologis yang dapat terjadi misalnya hot
flash, keringat dingin, haid tidak teratur, dispareunia, jantung berdebar-
debar,dll. Adapun perubahan yang bersifat psikologis adalah kecemasan
terhadap keluhan-keluhan yang dialami.Pelaksanaan Komunikasi pada
wanita menopause dan klimakterium ini adalah
(a) pemberian penjelasan tentang pengertian, tanda menopause

23
(b) deteksi dini terhadap gangguan yang terjadi pada masa ini;
(c) pemberian informasi tentang pelayanan yang dapat dikunjungi;
(d) membantu klien dalam pengambilan keputusan
(e) pemakaian alat bantu dalam pemberian KIE;
(f) melakukan Komunikasi dengan pendekatan biologis,psikologis dan sosial
budaya.
Prinsip Komunikasi pada masa menopause adalah
(1) fungsi kognitif terdiri dari: kemampuan belajar (learning), kemampuan
pemahaman (comprehension),kinerja (performance), pemecahan masalah
(problem solving), daya ingat (memory), motivasi pengambilan
keputusan,kebijaksanaan.
(2) fungsi afektif, fenomena kejiwaan yang dihayati secara subyektif sebagai
sesuatu yang menimbulkan kesenangan atau kesedihan.
(3) fungsi konatif (psikomotor), fungsi psikis yang melaksanakan tindakan
dari apa yang diolah melalui proses berpikir dan perasaan ataupun
keduanya.

10. Komunikasi Pada Wanita Dengan Gangguan Sistem Reproduksi


Wanita dengan gangguan sistem reproduksi akan mengalami
gangguan atau perubahan yang bersifat fisiologis maupun psikologis.
Perubahan fisiologis yang terjadi seperti keputihan gangguan haid, penyakit
menular seksual dll.Sedangkan perubahan yang bersifat psikologis
diantaranya ibu cemas, takut akan masalah-masalah yang terjadi dan
ketidaksiapan dalam menerima kenyataan. Pelaksanaan Komunikasi pada
wanita dengan gangguan sistem reproduksi adalah penjelasan kemungkinan
penyebab gangguan yang dialaminya, deteksi dini terhadap kelainan
sehubungan dengan gangguan reproduksi, pemberian informasi tentang
layanan kesehatan membantu dalam pengambilan keputusan dan
pemberian support mental.

24
DAFTAR PUSTAKA

Yanik Purwanti, dkk. 2019. Buku Ajar Mata Kuliah Komunikasi & Konseling
dalam Praktik Kebidanan . Jawa Timur: UMSIDA Press

Fitria Melina , dkk. 2023. Komunikasi Dan Konseling Dalam Praktik


Kebidanan.Yogyakarta : K-Media

25
BAB X
KOMUNIKASI DISCHARGE PLANNING

A. Definisi Discharge Planning


Perencanaan pulang (discharge planning) merupakan suatu proses yang
dinamis dan sistematis dari penilaian,persiapan, serta koordinasi yang
dilakukan untuk memberikan kemudahan pengawasan pelayanan
kesehatan dan pelayanan sosial sebelum dan sesudah pulang.

B. Tujuan Discharge Planning


Adapun tujuan discharge planning menurut Spath (2003) adalah sebagai
berikut:
1. Mempersiapkan pasien dan keluarga secara fisik dan psikologis untuk
pulang dan beradaptasi dengan perubahan lingkungan.
2. Mempersiapkan keluarga secara emosional dan psikologis terhadap
perubahan kondisi pasien.
3. Memberikan informasi pada pasien dan keluarga sesuai kebutuhan
mereka baik secara tertulis maupun secara verbal.
4. Memfasilitasi kelancaran perpindahan dan meyakinkan bahwa semua
fasilitas kesehatan dan lingkungan pasien telah siap menerima kondisi
pasien.
5.Meningkatkan kemandirian pasien dan keluarga untuk meningkatkan
derajat kesehatan pasien
6. Memberikan kontinuitas perawatan antara rumah sakit dengan
lingkungan baru pasien dengan menjalin komunikasi yang efektif

C. Manfaat Discharge Planning


Menurut Spath (2003) dalam Nursalam & Efendi (2008:229), perencanaan
pulang mempunyai manfaat sebagai berikut:
1. Dapat memberikan kesempatan untuk memperkuat pengajaran kepada
pasien yang dimulai dari rumah sakit

26
2. Dapat memberikan tindak lanjut secara sistematis yang digunakan untuk
menjamin kontinuitas perawatan pasien
3. Mengevaluasi pengaruh dari intervensi yang terencana pada
penyembuhan pasien dan mengidentifikasi kekambuhan atau kebutuhan
perawatan baru
4. Membantu kemandirian dan kesiapan pasien dalam melakukan
perawatan di rumah
Wulandari (2011:11) dalam penelitiannya menyebutkan bahwa manfaat
dari pelaksanaan discharge planning adalah sebagai berikut:
1. Mengurangi pelayanan yang tidak terencana (unplanned admission)
2. Mengantisipasi terjadinya kegawatdaruratan setelah kembali ke rumah
3. Mengurangi LOS (Length Of Stay) pasien di rumah sakit
4. Meningkatkan kepuasan individu dan pemberi layanan
5. Menghemat biaya selama proses perawatan
6. Menghemat biaya ketika pelaksanaan perawatan di luar rumah sakit atau
di masyarakat karena perencanaan yang matang.
7.Hasil kesehatan yang dicapai menjadi optimal.

D. Prinsip Discharge Planning


Ketika melakukan discharge planning dari suatu lingkungan ke
lingkungan yang lain, ada beberapa prinsip yang harus diikuti/diperhatikan.
Menurut Nursalam & Efendi (2008:229), prinsip-prinsip yang diterapkan
dalam perencanaan pulang adalah sebagai berikut:
1. Pasien merupakan fokus dalam perencanaan pulang.Nilai keinginan dan
kebutuhan dari pasien perlu dikaji dan dievaluasi.
2. Kebutuhan dari pasien diidentifikasi, kebutuhan ini dikaitkan dengan
masalah yang mungkin muncul pada saat pasien pulang nanti, sehingga
kemungkinan masalah yang muncul di rumah dapat segera diantisipasi.
3. Perencanaan pulang dilakukan secara kolaboratif.Perencanaan pulang
merupakan pelayanan multidisiplin dan setiap tim harus saling bekerja
sama.
4.Perencanaan pulang disesuaikan dengan sumber daya dan fasilitas yang
ada. Tindakan atau rencana yang akan dilakukan setelah pulang

27
disesuaikan dengan pengetahuan dari tenaga yang tersedia maupun fasilitas
yang tersedia di masyarakat.
5. Perencanaan pulang dilakukan pada setiap sistem pelayanan kesehatan.
Setiap pasien masuk tatanan pelayanan maka perencanan pulang harus
dilakukan.

E. Jenis Discharge Planning


Menurut Chesca (1982) dalam Nursalam & Efendi (2008:229),
discharge planning dapat diklasifikasikan menjadi tiga jenis, yaitu:
1. Pulang sementara atau cuti (conditioning discharge).Keadaaan pulang
ini dilakukan apabila kondisi klien baik dan tidak terdapat komplikasi.
Klien untuk sementara dirawat di rumah namun harus ada pengawasan
dari pihak rumah sakit atau Puskesmas terdekat.
2.Pulang mutlak atau selamanya (absolute discharge).Cara ini merupakan
akhir hari hubungan klien dengan rumah sakit. Namun apabila klien perlu
dirawat kembali,maka prosedur perawatan dapat dilakukan kembali.
3.Pulang paksa (judicial discharge). Kondisi ini klien diperbolehkan pulang
walaupun kondisi kesehatan tidak memungkinkan untuk pulang, tetapi
klien harus dipantau dengan melakukan kerjasama dengan perawat
puskesmas terdekat.

F.Mengidentifikasi Alur Discharge Planning


Terdapat beberapa tahap discharge planning:
1.Pre (saat pasien masuk ruangan)
Pada tahapan ini mencakup kegiatan yang dimulai dari kedatangan
pasien, mengorientasikan ruangan,jenis pasien, peraturan ruangan, serta
denah ruangan,memperkenalkan pasien pada perawat, tenaga medis maupun
kesehatan lainnya, mengkaji keluhan yang dirasakan pasien dan
menyampaikan kepada keluarga tentang masa perawatan.
2.Intra (selama masa perawatan)
Pasien dengan masa perawatan juga memerlukan discharge planning
yang meliputi pemeriksaan klinis dan penunjang yang akan dilakukan. Selain
itu pada tahap intra dilakukan penyuluhan kesehatan mengenai penyakit

28
pasien,perawatan, pengobatan, diet,serta aktivitas. Asuhan keperawatan yang
dilakukan berdasarkan masalah yang timbul hingga evaluasi hasil intervensi
selama dirawat.
3.Post (persiapan pasien pulang)
Pada tahap ini terdapat beberapa tindakan yang dapat diberikan kepada
pasien sebelum paien diperbolehkan pulang antara lain sebagai berikut:
1) Pendidikan kesehatan
Pendidikan kesehatan yang dilakukan bertujuan untuk mengurangi angka
kekambuhan atau komplikasi serta meningkatkan pengetahuan pasien dan
keluarga dalam perawatan di rumah.Adapun pendidikan kesehatan tersebut
mencakup waktu dan tempat kontrol, diet/nutrisi yang dikonsumsi, aktivitas
istirahat, kebersihan diri.Selain itu obat yang dikonsumsi perlu dijelaskan
kepada keluarga dan pasien meliputi dosis, cara pemberian serta efek samping
obat yang mungkin muncul. Sebelum memberikan pendidikan kesehatan
perawat perlu menggali dulu pemahaman keluarga dan klien tentang materi
yang akan disampaikan. Kemudian Lakukan evaluasi bertahap dari hal-hal
yang sudah disampaikan untuk mengetahui tentang pemahaman klien.
Selama pendidikan kesehatan dilakukan, berikan kesempatan bertanya
kepada keluarga maupun klien. Perawat perlu meyakinkan pemahaman
keluarga agar pasien tidak kembali dengan kasus yang sama.
2) Program pulang bertahap Pada intervensi ini bertujuan untuk melatih
pasien untuk kembali ke lingkungan keluarga yang diharapkan pasien serta
keluarga faham tentang apa yang harus dilakukan.
3) Rujukan Integritas pelayanan kesehatan mempunyai hubungan langsung
antara keperawatan komunitas atau praktik mandiri keperawatan dengan
rumah sakit.

G. Mengidentifikasi Proses discharge Planning


Proses discharge planning mencakup kebutuhan fisik pasien, psikologis,
sosial, budaya, dan ekonomi. Discharge planning dibagi atas tiga fase, yaitu
akut, transisional,dan pelayanan berkelanjutan (Potter and Perry, 2006). Fase
akut,perhatian utama berfokus pada usaha discharge planning.Fase
transisional, kebutuhan pelayanan akut selalu terlihat,tetapi tingkat

29
urgensinya semakin berkurang dan pasien mulai dipersiapkan untuk pulang
dan merencanakan kebutuhan perawatan selanjutnya. Fase pelayanan
selanjutnya, pasien mampu untuk berpartisipasi dalam perencanaan dan
pelaksanaan aktivitas perawatan berkelanjutan yang dibutuhkan setelah
pemulangan.
Potter and Perry (2006) menyusun format discharge planning disusun sebagai
berikut:
1. Pengkajian
Pengkajian discharge planning terdiri dari “apa dan kapan" maksud dari apa
adalah apa yang harus dikaji dalam discharge planning dan kapan yang berarti
pengkajian tersebut dilaksanakan (Bull and Robert, 2001).Pengkajian tentang
apa meliputi lima area yaitu area kognitif, psikologis, status ekonomi atau
finansial, akses dan dukungan lingkungan baik formal maupun
informal.Sedangkan untuk mengetahui kapan pengkajian discharge planning
dilakukan adalah sejak pasien masuk ke rumah sakit atau pada saat screening
atau kontrol kesehatan.Pada tahap ini diharapkan discharge planner
mengetahui semua kebutuhan pasien (Bull and Robert, 2001).
2.Diagnosa
Penentuan diagnosa keperawatan secara khusus bersifat individual
berdasarkan kondisi atau kebutuhan pasien. Adapun diagnosa keperawatan
yang dapat ditegakkan antara lain:
a.Kecemasan
Hal ini dapat menginterupsi proses keluarga
b.Tekanan terhadap caregiver
Hal yang menyebabkannya adalah ketakutan
c. Kurang pengetahuan terhadap pembatasan perawatan di rumah
Pasien mengalami defisit perawatan diri dalam hal:
makan, toileting, berpakaian, mandi atau kebersihan
d. Stress sindrom akibat perpindahan
Stress sindrom akibat perpindahan ini berhubungan dengan upaya
meningkatkan pertahanan atau pemeliharaan di rumah.
3.Perencanaan

30
Menurut Luverne dan Barbara (1988) discharge planning pasien
membutuhkan identifikasi kebutuhan pasien, kelompok perawat berfokus
pada kebutuhan rencana pengajaran yang baik untuk persiapan pulang
pasien, yang disingkat dengan METHOD yaitu:
a. Medication (obat), pasien sebaiknya mengetahui tentang:
1) Nama obat
2) Dosis yang harus diberikan dan waktu pemberiannya
3) Tujuan penggunaan obat
4) Efek obat yang seharusnya
5) Gejala yang mungkin menyimpang dari efek obat dan hal-hal yang perlu
dilaporkan (pengulangan untuk tiap-tiap obat melalui resep)
b. Environment (lingkungan), pasien akan dijamin tentang:
1) Instruksi yang adekuat mengenai ketrampilan-ketrampilan penting yang
diperlukan di rumah
2) Investigasi dan koreksi berbagai bahaya di lingkungan rumah
3) Support emosional yang adekuat
4) Investigasi sumber-sumber support ekonomi
5) Investigasi transportasi yang akan digunakan pasien
c. Treatment (pengobatan), pasien dan keluarga dapat:
1) Mengetahui tujuan perawatan yang akan dilanjutkan di rumah
2) Mampu mendemonstrasikan cara perawatan secara benar
d.Health, pasien akan dapat:
1) Mendeskripsikan bagaimana penyakitnya atau kondisinya yang terkait
dengan fungsi tubuh
2) Mendeskripsikan makna-makna penting untuk memelihara derajat
kesehatan, atau mencapai derajat kesehatan yang lebih tinggi
e. Outpatient Referral, pasien dapat:

31
1) Mengetahui waktu dan tempat untuk kontrol kesehatan
2) Mengetahui dimana dan siapa yang dapat dihubungi untuk membantu perawatan
dan pengobatannya
f. Diet, diharapkan pasien mampu:
1) Mendeskripsikan tujuan pemberian diet Merencanakan jenis-jenis menu yang
sesuai dengan dietnya
4. Penatalaksanaan
Penatalaksanaan dapat dibedakan dalam dua bagian,yaitu penatalaksanaan yang
dilakukan sebelum hari pemulangan, dan penatalaksanaan yang dilakukan pada
hari pemulangan.
a.Persiapan sebelum hari pemulangan pasien;mempersiapkan pasien dan keluarga
dengan memberikan informasi tentang sumber-sumber pelayanan kesehatan,setelah
menentukan segala hambatan untuk belajar serta kemauan untuk belajar.
Mengadakan sesi pengajaran dengan pasien dan keluarga secepat mungkin selama
dirawat di rumah sakit (seperti tanda dan gejala terjadinya komplikasi, kepatuhan
terhadap pengobatan, kegunaan alat-alat medis, perawatan lanjutan, diet,
komunikasikan respon pasien dan keluarga terhadap penyuluhan dan usulan
perencanaan pulang kepada anggota tim kesehatan lain yang terlibat dalam
perawatan pasien.
b. Penatalaksanaan pada hari pemulangan
Jika beberapa aktivitas berikut ini dapat dilakukan sebelum hari pemulangan
perencanaan yang dilakukan akan lebih efektif. Adapun aktivitas yang dilakukan
adalah :
1) Biarkan pasien dan keluarga bertanya dan diskusikan isu-isu yang berhubungan
dengan perawatan di rumah. Kesempatan terakhir untuk mendemonstrasikan
kemampuan juga bermanfaat.
2) Periksa instruksi pemulangan dokter, masukkan dalam terapi atau kebutuhan
akan alat-alat medis yang khusus. Instruksi harus dituliskan sedini mungkin.
Persiapkan kebutuhan dalam perjalanan dan sediakan alat-alat yang dibutuhkan
sebelum pasien sampai di rumah ( seperti tempat tidur rumah sakit, oksigen, feeding
pump, tempat perawatn bayi,bak mandi untuk bayi,dll)
3) Tentukan apakah pasien dan keluarga telah dipersiapkan dalam kebutuhan
transportasi menuju rumah.

32
4) Tawarkan bantuan untuk memakaikan baju pasien dan mengepak semua barang
milik pasien, jaga privasi pasien sesuai kebutuhan.
5) Periksa seluruh ruangan dan laci untuk memastikan barang barang pasien.
Dapatkan daftar pertinggal barang-barang berharga yang telah ditandatangani oleh
pasien dan instruksikan penjaga atau administrator yang tersedia untuk
menyampaikan barang barang berharga kepada pasien.
6) Persiapkan pasien dengan prescription atau resep pengobatan pasien sesuai
dengan yang diinstuksikan oleh dokter. Lakukan pemeriksaan terakhir untuk
kebutuhan informasi atau fasilitas pengobatan yang aman untuk administrasi diri.
7) Berikan informasi tentang petunjuk untuk janji Follow Up ke kantor dokter.
8) Hubungi kantor agen bisnis untuk menentukan apakah pasien membutuhkan
daftar pengeluaran untuk kebutuhan pembayaran. Anjurkan pasien dan keluarga
mengunjungi kantornya.
5.Evaluasi
a) Minta pasien dan anggota keluarga menjelaskan tentang penyakit, pengobatan
yang dibutuhkan,tanda-tanda fisik atau gejala yang harus di laporkan kepada dokter
b) Minta pasien atau anggota keluarga mendemonstrasikan setiap tindakan yang
akan dilanjutkan di rumah.
c) Perawat yang melakukan perawatan rumah memperhatikan keadaan rumah,
mengidentifikasikan rintangan yang dapat membahayakan bagi pasien dan
menganjurkan perbaikan.

H. Mengidentifikasi hal yang perlu diketahui pasien pulang


Menurut Nursalam (2008) menguraikan hal-hal yang harus diketahui klien sebelum
pulang adalah sebagai berikut:
1. Instruksikan tentang penyakit yang diderita, pengobatan yang harus dijalankan
serta masalah-masalah atau komplikasi yang dapat terjadi.
2. Informasi tertulis tentang perawatan yang harus dilakukan di rumah.
3. Pengaturan diet khusus dan berharap yang harus dijalankan.
4. Jelaskan masalah yang mungkin muncul dan cara mengantisipasi.
I. Mengidentifikasi komponen Discharge Planning
Menurut Raden dan Traft, 1990 dalam Kholid Rosyidi,(2013) komponen perencanaan
pulang yaitu:

33
Pada saat pasien masuk ruangan :
a. Menyambut kedatangan pasien
b. Orientasi ruangan, jenis pasien, peraturan dan denah ruangan.
c. Memperkenalkan pasien dengan teman sekamar,perawat, dokter, dan tenaga
kesehatan lainnya
d. Menyampaikan kepada keluarga perkiraan lama masa perawatan
Selama masa perawatan
a. Pemeriksaan klinis dan penunjang yang lain.
b. Melakukan asuhan keperawatan berdasarkan masalah yang muncul sampai
dengan evaluasi perkembangan pasien di rawat.
c. Penyuluhan kesehatan : penyakit, perawatan, pengobatan ,diet, aktivitas, kontrol.

J. Roleplay Kb
Soal Kasus
Seorang perempuan, umur 28 tahun, datang ke BPM dengan keluhan batang susuk
keluar, hasil anamnesis :pemasangan KB susuk dilakukan 2 hari yang lalu. Hasil
pemeriksaan: KU baik, TD 110/80 mmHg, P 22x/menit, N 84x/permenit, S 36,8 c,
tampak implan di ujung luka pemasangan, tidak ada tanda infeksi.
Pasien: permisi buk, mau konsul
Asisten Bidan: maaf ini yang mana yang mau konsul?
Pasien:saya aja buk
Asisten Bidan: iya bu, silahkan masuk. Mohon diisi formulir pendaftarannya dulu ya
Pasien:baik bu
Asisten Bidan: bawa ktp sama kk kan bu? nanti diisi ya NIK
kk sama ktp nya ya
Pasien: iya buk kami bawa kok
Asisten Bidan: oke tunggu sebentar ya, saya panggil bidan
Pasien:ya bu
Asisten Bidan: kak,ada pasien di luar
Bidan:berapa orang?
Asisten Bidan: 1 aja yang mau konsul kak
Bidan:selamat siang bu, ada yang bisa saya bantu?
Pasien: siang bu, mau konsul sekalian cek bu

34
Bidan: oh iya mau cek apa ya?
Pasien: ini bu 2 hari yang lalu baru pasang Kb implan terus saya lihat ada kayak
keluar gitu buk implannya
Bidan: oh gitu, saya periksa dulu ya
Pasien:iya bu
Bidan: (periksa ttv) oke keadaan umum ibu normal ya,nah coba saya liat bekas
implannya.
Pasien:iya bu
Bidan: ini masih aman tidak ada tanda-tanda infeksi ya bu,untungnya ibu cepat
bawa, jadi ini ibu mau ganti metode kb atau tetap pakai ini? Kalau mau tetap pakai
ini kita keluarkan dulu yang lama terus kita pasang yang baru.Kalau mau ganti juga
tetap kita keluarkan.
Pasien: sebentar saya bilang sama suami dulu ya bu.
Bidan:oke bu
Pasien: mas kata bu bidan mau ganti atau ngga? Kalau engga dikeluarkan dulu yg
lama terus pasang implan baru.Kalau ganti pun tetap dikeluarkan dulu
Suami Pasien: tetap aja lah dek, kan kemarin sudah sepakat kita.
Pasien: oh iya sudah tunggu ya
Suami Pasien:iya
Bidan:gimana bu?
Pasien: tetap pakai implan aja lah bu
Bidan: oke saya ganti dulu ya (tindakan)
Pasien: siya bu
Bidan: oke sudah selesai semua bu, semoga ga keluar lagi implannya ya, selama
beberapa hari kedepan jangan sampai perban bekas pemasangan implan basah ya
bu, pastikan selau bersih dan kering, jangan melakukan aktivitas yang berat dulu
menggunakan lengan yg dipasang implan ya.
Pasien: iya bu, terimakasih
Bidan: sudah mengerti ibu? Ada yang kurang paham?
Pasien: sudah semua kok bu
Bidan: oke coba boleh diulangi tadi pantangan nya?
Pasien: perbannya tidak boleh basah dan kotor dan jangan melakukan aktivitas
berat menggunakan lengan yang dipasang implan kan bu

35
Bidan: oke benar sekali
Teman Pasien: maaf ibu boleh saya minta brosur ini?
Bidan: oh iya bu boleh silahkan saja. Ibu mau pasang kb?
Teman Pasien: iya bu tapi masih bingung, belum dikomunikasikan juga sama suami
bu, masih mau lihat lihat dulu
Bidan: oh iya kalau boleh tau usia ibu berapa?
Teman Pasien: saya 29 bu, anak 2
Bidan: oh begitu kalau butuh apa apa terkait kb atau yg lain boleh langsung ke sini
ya bu atau hubungi nomor saya yang ada di brosur
Teman Pasien: baik bu terima kasih banyak bu
Bidan:iyaa sama sama
Pasien: baik bu kami permisi dulu ya
Bidan: iya silahkan ibu

36
DAFTAR PUSTAKA

Agus, Evi Setyawati, et al. "Jurnal Ilmiah Mahasiswa & Penelitian


Keperawatan.”FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN PELAKSANAAN DISCHARGE
PLANNING PADA PERAWAT, vol.Volume 1 Nomor 2, 2021, pp. 1-7, DOI:
https://doi.org/10.35892/jimpk.v1i2.570.

Darliana, Devi. "Idea Nursing Journal.” DISCHARGE PLANNING DALAM


KEPERAWATAN, vol.vol.III no 2, 2012,pp.32-41.

Lianawati, Ayong. "SEMINAR & WORKSHOP NASIONAL BIMBINGAN DAN


KONSELING." Implementasi keterampilan konseling dalam layanan konseling
individual, 2017,p.8.

Melina, Fitria, et al. Komunikasi dan konseling Dalam Praktik Kebidanan. Yogyakarta,
K-Media, 2023.

Purwanti,Yanik.KOMUNIKASI DAN KONSELING DALAM KEBIDANAN. Jawa Timur,


UMSIDA Press, 2021.

Purwanti, Yanik, and Siti Cholifah. KOMUNIKASI & KONSELING DALAM PRAKTIK
KEBIDANAN. Jawa Timur, UMSIDA Press, 2019.

Rosya, Ernalinda,et al. DISCHARGE PLANNING (perencanaan pasien pulang) di


rumah sakit. Jawa Tengah, CV. Pena Persada,

37

Anda mungkin juga menyukai