Anda di halaman 1dari 63

BAB II PEMBAHASAN

A. Membangun Hubungan Melalui Komunikasi Verbal dan Non-Verbal

1. Pengertian Ada dua macam komunikasi yang kita lakukan dalam hidup kita. Cara komunikasi itu adalah komunikasi verbal dan non verbal. a. Komunikasi verbal Komunikasi yang dilakukan secara lisan. Kualitas proses komunikasi verbal sering ditentukan oleh intonasi suara, mimik dan body language. Komunikasi verbal tidak bisa efektif tanpa dilengkapi dengan komunikasi non verbal. b. Komunikasi non verbal : Komunikasi yang informasinya disampaikan melalui penggunaan isyarat (gestures), gerak-gerik (movement), sesuatu barang, waktu, cara berpakaian atau sesuatu yang dapat menunjukkan suasana hati atau perasaan pada saat tertentu. 2. Faktor yang memperngaruhi komunikasi lisan a. Pengetahuan. b. Pengalaman. c. Inteligensi. d. Kepribadian.

e. Biologis. 3. Macam macam komunikasi lisan a. Segi jarak (langsung dan tidak langsung) b. Segi sarana/saluran/media c. Segi tujuan (pemberian, pengumpulan info dll) d. Segi kedinasan e. Segi bahasa f. Segi lawan bicara (1-1, 1-banyak, 1-kelompok) g. Segi hierarkhi (info, tugas, umpan balik, lap dll) h. Segi isi (egosentris, sosial) i. Segi pertumbuhan bicara (pada anak) 4. Beberapa Fungsi Ke Non Verbalan Komunikasi a. Repetition (pengulangan) b. Contradiction (pertentangan/penyangkalan) c. Substitution (pengganti pesan) d. Complementing (melengkapi pesan verbal) e. Accenting (Cara berpakaian, waktu dan tempat dapat menentukan tingkat efektivitas komunikasi). 5. Ragam Non Verbal Communication a. Rejection Gestures, gerak penolakan.

b. Cooperation Gerstures, gerakan tertarik. c. Interuption Gestures, ingin interupsi. d. Confidence Gestures, gerakan meyakini. e. Frustration Gestures, gerakan frustrasi. f. Nervous Gestures, gerakan grogi. g. Boredom Gestures, gerakan kebosanan.

6. Membangun komunikasi yang efektif a. Komunikasi yang efektif bermakna : Mencapai sasaran yang diinginkan Berdampak menyenangkan Bersifat aktual dan nyata

b. Komunikasi yang efektif adalah adanya penerimaan pesan oleh komunikan sesuai pesan yang dikirim oleh komunikator dan komunikan memberikan respon positif seperti yang diinginkan. c. Komunikasi efektif akan terjadi bila terdapat aliran informasi dua arah antara komunikator dan komunikan, dan informasi tersebut sama-sama direspon sesuai dengan harapan keduanya. 7. Strategi membangun komunikasi efektif a. Ketahui mitra bicara (audience) b. Ketahui tujuan

c. Perhatikan konteks d. Pelajari kultur e. Pahami bahasa 8. Faktor Penentu Keberhasilan dalam Komunikasi Efektif a. Sumber : Memahami pesan Kemampuan berbicara, menulis dan berbuat. Kemampuan menyusun kronologi pesan. Kemampuan memilih kata, kalimat dan istilah. Cara penyampaian pesan.

b. Pesan : urgen, konkrit, kekinian dan kemasan. c. Saluran : sesuai dengan sumber dan penerima. d. Penerima : siap jasmani/rokhani, daya tangkap, pengalaman dan pendidikan. e. Lingkungan: Sikon yang mendukung. 9. Peranan bahasa pada keefektifan komunikasi lisan Dalam buku Silent Message pada tahun 1971, Albert Mehrabian mengemukakan bahwa manusia berkomunikasi secara veral dan non verbal. Bila kita membandingkan prosentase maka total feeling : facial feeling 7 % verbal feeling + 38 %, vocal feeling 55 % (Mehrablihan, 1971). Ini berararti bahwa 93 % dari perilaku komunikasi kita, dalam hal ini pengalihan pesan, menggunakan pesan simbol non verbal, sisanya 7 % menggunakan pesan verbal).

a. Bahasa tubuh b. Nada suara c. Kata-kata

: 55 % : 38 % : 7%

B. Berempati secara verbal dan non verbal

1. Pengertian Dalam kehidupan ini banyak peristiwa yang lepas dari pandangan kita yang sejatinya dapat memberikan banyak pelajaran bagi perjalanan hidup kita. Peristiwa yang mengharukan maupun membahagiakan tetap memiliki arti dalam kehidupan setiap orang. Kemampuan kita untuk memahami dan mengalami suatu perasaan positif dan negatif akan membantu kita memahami makna kehidupan yang sebenarnya. Kemampuan ini sering disebut sebagai social competency (kemampuan social) yang kita kenal dengan atribut empati. Kemampuan berempati akan mampu menjadi kunci dalam keberhasilan bergaul dan bersosialisasi di masyarakat. Seseorang dapat diterima oleh orang lain jika ia mampu memahami kondisi (perasaan) orang lain dan memberikan perlakuan yang semestinya sesuai dengan harapan orang tersebut. Kemampuan empati perlu diasah setiap orang agar dirinya dapat menyesuaikan diri dengan lingkungan sekitarnya.

Empati merupakan kemampuan meletakkan diri sendiri dalam posisi orang lain dan menghayati pengalaman tersebut. Dengan bahasa yang lain empati adalah kemampuan seseorang dalam ikut merasakan atau menghayati perasaan dan pengalaman orang lain dengan tidak hanyut dalam suasana orang lain melainkan memahami apa yang dirasakan orang lain. Disamping itu empati bisa berarti kemampuan untuk mendeteksi perbedaan-perbedaan dalam diri orang lain dan memiliki kapasitas untuk menerima sudut pandang orang lain dengan tujuan untuk memahami keadaan emosional orang tersebut. Secara lebih luas empati diartikan sebagai ketrampilan social yang dimiliki oleh seseorang untuk ikut merasakan pengalaman orang lain (vicarious affect response) dan mampu melakukan respon kepedulian (concern) terhadap perasaan dan perilaku orang tersebut. Kemampuan menyelami perasaan orang lain tersebut tidak mensyaratkan kita tenggalam dan larut dalam situasi perasaannya tetapi kita mampu memahami perasaan negatif atau positif seolah-olah emosi itu dialami sendiri (resonansi perasaan). Empati akan membantu kita bisa cepat memisahkan antara masalah dengan orangnya. Kemampuan empati akan mendorong kita mampu melihat permasalahan dengan lebih jernih dan menempatkan objektifitas dalam memecahkan masalah. Banyak alternatif yang memungkinkan dapat diambil manakala kita dapat berempati dengan orang lain dalam menghadapi masalah. Tanpa adanya empati sulit rasanya kita tahu apa yang sedang dihadapi seseorang karena kita tidak dapat memasuki perasaannya dan memahami kondisi yang sedang dialami. Kunci untuk memahami perasaan orang lain adalah mampu membaca pesan non verbal, nada bicara, ekspresi wajah dan sebagainya. Penelitian Rosenthal membuktikan bahwa anak yang mampu membaca perasaan orang lain melalui isyarat non verbal lebih pandai menyesuaikan

diri secara emosional, lebih populer, lebih mudah bergaul dan lebih peka. Kemampuan membaca pesan non verbal akan membantu seseorang melihat apa yang sebenarnya sedang terjadi yang tidak dapat disampaikan secara verbal. Pesan non verbal memberikan banyak peluang kita memahami apa yang sebenarnya terjadi dalam diri seseorang karena pesan tersebut sulit untuk direkayasa. Begitu pula dengan nada bicara, ekspresi wajah dan gerak-gerika tubuhnya. Seseorang yang mampu membaca pesan ini akan menjadi mudah untuk memahami perasaan orang lain. 2. Karakteristik kemampuan empati Goleman (1997) menyatakan ada 3 (tiga) karakteristik kemampuan empati yaitu : a. Mampu menerima sudut pandang orang lain Individu mampu membedakan antara apa yang dikatakan atau dilakukan orang lain dengan reaksi dan penilaian individu itu sendiri. Dengan perkembangan aspek kognitif seseorang, kemampuan untuk menerima sudut pandang orang lain dan pemahaman terhadap perasaan orang lain akan lebih lengkap dan akurat sehingga ia akan mampu memberikan perlakuan dengan cara yang tepat. b. Memiliki kepekaan terhadap perasaan orang lain Individu mampu mengidentifikasi perasaan-perasaan orang lain dan peka terhadap hadirnya emosi dalam diri orang lain melalui pesan non verbal yang ditampakkan, misalnya nada bicara, gerak-gerik dan ekspresi wajah. Kepekaan yang sering diasah akan dapat membangkitkan reaksi spontan terhadap kondisi orang lain, bukan sekedar pengakuan saja. c. Mampu mendengarkan orang lain

Mendengarkan merupakan sebuah ketrampilan yang perlu dimiliki untuk mengasah kemampuan empati. Sikap mau mendengar memberikan pemahaman yang lebih baik terhadap perasaan orang lain dan mampu membangkitkan penerimaan terhadap perbedaan yang terjadi. 3. Bentuk empati Empati dapat dikomunikasikan oleh konselor dengan cara verbal(menggunakan kata-kata atau bahasa) dan non verbal (menggunakan isyarat tubuh). Berikut adalah penjelasan dan contoh dari dua empati tersebut . a. Empati Non Verbal Konselor menyatakanadanya prilaku non dapat mengkomunikasikan dan penting. empati melalui

berbagai bentuk isyarat tubuh yang mengindikasikan atau perhatian ini pemahaman. Penampakan untuk verbal Setidak-tidaknya

menunjukkan kepada konseli bahwa konselor konsisten dan sungguh-sungguh ingin memahami dirinya. Konseli perlu memiliki persepsi bahwa apa yang diucapkan oleh konselor adalah tidak palsu,dan ini dapat ditangkap oleh konseli melalui ekspresi non verbal konselor. Bahkan, meskipun konselor mengatakan naik, sekarang ceritakan kesulitanmu dan saya akan mendengarnya, konseling mungkin tidak akan langsung mempercayainya jika konselor melihat kearah lain dan/atau menyandarkan badannya kesandaran kursi sehingga tanpa malas dan tidak berminat. Menurut para ahli dalam bidang konseling, jika pesan verbal dan non verbal konstradiksi satu sama lain, konseli akan lebih mempercayai pada prilaku non verbal konselor (gazda, Asbury, Balzer, Childers & Walters,1984). Berikut adalah beberapa bentuk prilaku non verbal yang telah diyakini dapat digunakan sebagai alat untuk menyampaikan/menyatakan empati :

1. Menjaga kontak/tatapan mata Kontak/tatapan mata berkenaan dengan arah pandangan mata konselor ketika ia berbicara dengan konseli. Tatapan seperti apa yang menyatakan empati ? tentu saja ini dapat bervariasai atau berbeda antara budaya yang satu dengan yang lainnya. Sebgai contoh, dalam budaya barat pada umumnya, memandang langsung kearah mata konseli ketika sedang berkomunikasi dinilai lebih empatik karena tindakan itu mengindikasikan adanya keinginan untuk mendengarkan dan memahami. Namun perlu diingat tatapan langsung ini harus tidak menakutkan atau membuat konseli menjadi takut, gelisah, atau tidak nyaman. Tatapan yang empatik adalah memandang kearah titik tengah antara dua mata konseli dengan cara yang lembut dan mengalihkan tatapannya untuk tiap beberapa saat dengan cara mengikuti arah pandangan mata konseli. Dalam budaya Eropa, menjaga kontak mata ketika sedang mendengarkan mengindikasikan adanya empati. 2. Mencondongkan badan ke arah konseli Cara konselor memposisikan tubuhnya secara keseluruhan dihadapan konselinturut mempengaruhi sikap empatinya. Sebagai contoh, Konselor yang agak mencondongkan badannya ke arah konseli dinilai lebih empatik. Sebaliknya, konselor yang menyandarkan badannya kebelakang ketika berbicara dengan konseli dinilai tidak empatik karena menindikasikan kurang adanya keinginan konselor untuk mendengarkan secara aktif apa yang dikatakan oleh konseli. Oleh karena itu, onselor baik direkomendasikan ketika untuk itu mencondongkan badannya ke arah konseli ketika sedang berkomunikasi dengannya, komunikasi

berlangsung dengan cara duduk atau berdiri. Di samping itu, konselor juga perlu menghadapkan badannya ke arah konseli dan bukan ke arah lain. 3. Sikap Tangan dan Kaki Cara konselor mengontrol tangan kakinya ketika sedang berkomunikasi dengan konseli juga mempengaruhi kualitas empati. Sebagai contoh, dalam budaya barat pada umumnya, berpangku tangan, bersedeku, atau selalu menggerak-gerakkan anggota badan, khususnya kaki, merupakan benntuk prilaku nonverbal yang tidak empatik. Untuk itu konselor sebaiknya menghindari prilaku-prilaku tersebut. Untuk memperhatikan respon empatik, konselor dapat mengambil posisi tangan terbuka, seperti meletakkan kedua tangan pada lengan kursi atau di atas pangkuannya. Demikian kaki jangan diangkat ke atas dan/atau digerak-gerakkan. 4. Mengikuti gerakan konseling Mengikuti gerakan konseli (Pacing) adalah menyesuaikan prilaku secara tepat dengan prilaku konseli. Sebagai contoh, ketika konseli tampak gelisah dan/atau menangis ketika menceritakan sesuatu, konselor dapat berdiam sejenak untuk memberikan kesempatan kepada konseli menumpahkan beban psikologisnya; ketika konseli memandang ke suatu arah, konselor mengikuti arah pandangan mata konseli;konselor menyesuaikan posisi duduknya dengan posisi duduk konseli; konselor menghadapkan badannya ke arah konseli ketika sedang berkomunikasi (tidak miring) dengannya; dan sebagainya 5. Memberikan sentuhan

10

Sentuhan

dapat

menyatakan

suatu

dukungan

atau

pemahaman. Sentuhan (touching) merupakan bentuk tindakan menyentuhkan badan (umumnya tangan) ke badan konseli. Sentuhan dapat dilakukan dengan beberapa cara, misalnya, menepuk-nepuk punggung konseli atau memegang tangannya (untuk tujuan menguatkan hatinya). Cara lain untuk memberikan sentuhan adalah dengan memeluk konseli ketika mereka sedang mengekspresikan kesedihan yang mendalam, atau menjabat tangannya dengan hangat sebagai ucapan selamat dan turut senang ketika konseli sedang bersuka cita karena sedang mengalami keberhasilan. Tentu saja perlu diperhatikan batas-batas tertentu dalam memberikan sentuhan sesuai dengan norma atau tuntutan budaya yang berlaku pada konteks kehidupan konseli berkenaan dengan apa yang patut dan tidak patut. 6. Menjaga Jarak Fisik Jarak fisik menunjuk jarak antara posisi konselor dan konseli ketika sedang berkomunikasi. Jarak fisik antara konselor-konseli yang umumnya dipandang mengandung nilai empati adalah sekitar setengan hingga satu meter., baik ketika duduk maupun berdiri. Meskipun demikian, yang paling krusial berkenaan dengan jarak fisik ini adalah dapat tidak kenselor dan konseli saling mendengarkan dengan jelas tentang apa yang dikomunikasikan oleh keduanya dalam volume suara yang wajar (tidak berteriak dan tidak berbisik). 7. Memperhatikan Waktu Waktu (timing) juga dapat digunakan untuk

mengkomunikasikan empati. Sebagai contoh, konselor yang datang tepat waktu atau sesuai janji yang telah ditetapkan lebih

11

sering terlambat dalam memenuhi janji atau kesepakatannya dengan baik.

b. Empati Verbal Banyak cara vebal yang dapat digunakan oleh konselor untuk mengkomunikasikan empati tetapi semua itu tidak akan dikomunikasikan di sini. Berikut inio hanya akan diberikan caracara verbal mengkomunikasikan empati dari Hackney & Cormier (2001) yang dipandang mencukupi untuk dijadikan sebagai model. Hackney & Cormier mengemukakan beberapa bentuk empati verbal: yakini Perhatian verbal (verbal attentiveness), pernyataan eksploratif, meminta penjelasan, merefleksikan isi pesan konseli, merefleksikan perasaan konseli, dan merangkum tema pesan konseli. Semua bentuk prilaku verbal empati verbal tersebut sering dimasukkan kedalam elemen-elemen ketrampilan dasar konseling yang biasa disebut ketrampilan mendengarkan (attending dan listening skills) (Egan, 1991; Ivey, et al, 1997), Berikut adalah uraian konsep dan contoh dari bentuk-bentuk empati verbal tersebut : 1. Memberikan perhatian verbal Cara paling umum untuk menyatakan perhatian verbal adalah dengan menggunakan dorongan-dorongan verbal singkat seperti, Mm-hmm, saya tahu, Bagus, lalu? dan selanjutnya. Jika digunakan secara selektif, ucapan-ucapan singkat tersebut dapat memiliki efek yang sangat berdaya guna untuk mengkomunikasikan minat konselor dan mendorong ekspresi digunakan konseli. secara Namun, jika respon-respon justru dapat tersebut merusak berlebihan

12

(menghambat) eksplorasi diri konseli. Bentuk lai dari perhatian verbal dapat dinyatakan dalam tekanan atau volume suara. Konselor perlu belajar menggunakan suara secara efektif dan beradaptasi dengan volume, dan rata-rata percakapan. Ada satu konsep penting yang perlu mendapatkan perhatian dan secara verbal, yakni verbal mengkomunikasikan empati

undermining manipulasi volume dan penekanan (Ivey, 1994), Ivey, et all (1997) juga memperkenalkan fokus sebagai aspek perhatian verbal. Memusatkan perhatian (focusing) sering disebut dengan selective attending menunjuk pada upaya konselor untuk memilih aspek-aspek penting dari pesan konseli yang perlu di respon . 2. Mengajukan Pertanyaan. Dalam konseling, konselor sering kali perlu mengungkap hal-hal yang tidak diceritakan oleh konseli, atau harus mendorong konseli untiuk berbicara lebih luas dan mendalam tentang apa yang telah diceritakannya. Untuk mencapai tujuan ini, konselor dapat menggunakan teknik bertanya. Bentuk pertanyaan yang dipandang lebih baik untuk mendatangkan informasi adalah pertanyaan terbuka. Pertanyaan terbuka adalah pertanyaan yang mengundang jawaban luas, uraian, ceritera, dan bukan jawaban Pertanyaan terbuka adalah pertanyaan yang mengundang jawaban luas, uraian, ceritera, dan bukan jawaban ya atau tidak. Bentuk pertanyaan ini seringkali disebut pertanyaan eksploratif atau pertanyaan untuk menggali informasi (Probing, atau inguiry quistioning). 3. Meminta Penjelasan. Meminta penjelasan dalam bahasa teknis diebut klarifikasi (Clarification). Klarifikasi adalah suatu bentuk

13

pertanyaan untuk meminta penjelasan tentang sebagian atau seluruh pesan konseli yang belum/tidak jelas atau ambigu. Ketidak jelasan pesan konseli disebabkan oleh karena konseli seringkali mengekspresikan pesan atau mempersepsi masalah atau peristiwa lain yang berkaitan dengan masalahnya ituatasdasar kerangka acuan internalnya. Diantara pesan-pesan yang mungkin samar adalah yang menggunakan istilah-istilah inklusif (dia, mereka), prase ambigu (bapak tahu...., ibu tahu....), dan kata-kata yang memiliki makna ganda (bapak saya memang keras .....). Klarifikasi selalu dimulai dengan bentuk pertanyaan dan diawali dengan frasi seperti : Apa yang kamu maksud dengan .... atau Dapatkah kamu menceritakan lebih rinci tentang .... ? diikuti dengan mengulang sebagian atau seluruh pernyataan konseli yang ingin anda klarifikasi . 4. Merefleksikan Isi. Merefleksikan isi pesan dalam bahasa teknis

disebut Parafrase (Paraphrase) adalah suatu bentuk respon verbal yang menyatakan kembali kata-kata atau pokok-poko pikiran konseli yang tersurat dalam ceritanya. Namun, parafrase yang efektif adalah tidak hanya sekedar menirukan kembali pernyataan konseli, tetapi menangkap ide atau pokok pikiran utama dari pesan konseli dan kemudian menyatakan dengan Parafrase kata-kata sendiri. Dapat dikatakan, yang parafrase untuk memusatkan perhatian pada bagian kognitif dari pesan konseli. menrupakan kondisi penting mengembangkan hubungan, sebab melalui parafrase konseli akan mempersepsi bahwa konselor mendengarkan dan ingin memahaminya, dan ini tentu saja mendorong konseli untuk lebih mengelaborasi pikiran-pikirannya. Parafrase juga

14

memungkinkan konseli untuk lebih memusatkan perhatian pada situasi, prilaku, dan pikiran tertentu. Penggunaan parafrase dalam hubungan konseling

memeiliki beberapa tujuan. Tujuan yang pertama adalah untuk menyatakan kepada konseli bahwa konselor memahami apa yang dikatakannya dan dengan demikian dapat menumbuhkan kepercayaan. Tujuan Kedua, Parafrase dapat mendorong konseli untuk mengelaborasi pokok pikirannya. Ini penting sebb kita menginginkan agar konseli mau membeicarakan suatu topik penting yang sedang dirisaukannya secara lebih mendalam. Tujuan yang Ketiga,Penggunaan parafrase dalam hubungan konseling dapat membantu konseli untuk memusatkan perhatian pada situasi atau peristiwa khusus, pikiran, atau prilaku. Berikut ini contoh : Konseli Iya pak, saya mengerti jika saya hanya sekedar duduk-duduk saja di kelas dan tidak memperhatikan apa yang dijelaskan oleh guru serta membuat catatan-catatan penting, saya tidak akan dapat menguasai pelajaran dengan baik. Konselor Bagus, jadi kamu tahu apa yang seharusnya kamu lakukan jika kamu ingin dapat menguasai pelajaran dengan baik dan menjadi siswa yang berhasil. 5. Merefleksikan Perasaan konseli Merefleksikan perasaan konseli biasa disebut Refleksi Perasaan (Reflection of Feeling) pada dasarnya sama dengan parafrase tetapi berbeda fokus. Jika parafrase memusatkan pada isi pesan (komponen kognitf), maka refleksi memusatkan perhatian pada emosi atau perasaan yang menyertai pesan yang disampaikannya (komponen afektif). Jadirefleksi adalah bentuk respon verbal untuk memantulkan (merefleksikan)

15

kembali perasaan atau emosi konseli yang tersirat dalam pernyataan yang disampaikannya. Cormier & Cormier (1985) mengemukan 5 (lima) tujuan refleksi perasaan dalam hubungan konseling, sebagai berikut : 1) Untuk menyatakan minat pada konseli bahwa konselor berusaha ingin memahaminya. Perasaan dimengerti ini pada gilirannya akan mendorong konseli untuk berbicara lebih luas. 2) Untuk mendorong konseli agar mengekspresikan perasaannya lebih mendalam baik positif maupun negatif tentang suatu peristiwa, orang, atau apa saja. Seringkali konseli tidak siap untuk menceritakan perasaannya karena mereka tidak untuk melakukannya, khususnya pada konseli pria. Ekspresi perasaan bukan menjadi tujuan akhir, tetapi ia dapat digunakan sebagai alat untuk membantu konseli memahami masalahnya. 3) Untuk membantu konseli mengelola perasaan-

perasaannya. Belajar mengelola perasaan merupakan hal yang sangat penting, khususnya ketika konseli mengalami perasaan yang intens seperti sangat takut, sangat gelisah, atau sangat marah. Emosi yang kuat dapat mempengaruhi (menghambat) kemampuan konseli untuk membuat respon yang rasional (kognitif atau prilaku) terhadap tekanan. 4) Untuk menangani munculnya perasaan negatif konseli terhadap konseli atau konselor. Jika konseli merasa tak nyaman atau gelisah dengan bantuan yang ditawarkan oleh konselor, maka merka akan menjadi defensif, enggan, bahkan menolak. Penggunaan refleksi dalam

16

kasus ini adalah untuk menyadarkan konseli bahwa konselor memahami perasaan-perasaannya. 5) Untuk membantu konseli membedakan berbagai macam perasaan yang dialaminya. Konseli seringkali melukiskan perasaannya dengan kata-kata seperti : cemas, depresi, risau, dan sebagainya yang seringkali itu tidak benar-benar menggambarkan apa yang sesunggunya sedang dirasakannya. Sebagai contoh, konseli mungkin mengatakan saya gelisah untuk menyatakan perasaan marah, sebal, kecewa, atau depresi. 6. Merangkum Merangkum berarti menyatukan beberapa pesan konseli kedalam satu topik atau tema inti. Rangkuman juga berfungsi untuk mereviu kemajuan yang telah dicapai dari setiap tahapan konseling. Secara operasional, rangkuman dapat didefinisikan sebagai penggabungan dari dua atau lebih parafrase dan/atau refleksi untuk memadatkan pesan-pesan konseli pada setiap akhir sesi, atau dari pesan-pesan konseli yang kompleks dan panjang yang mengandung banyak elemen.

4. Faktor yang mempengaruhi proses empati Ada beberapa faktor yang mempengaruhi proses empati, antara lain : a. Sosialisasi

17

Dengan adanya sosialisasi memungkinkan seseorang dapat mengalami sejumlah emosi, mengarahkan seseorang untuk melihat keadaan orang lain dan berpikir tentang orang lain. b. Perkembangan kognitif Empati dapat berkembang seiring dengan perkembangan kognitif yang mengarah kepada kematangan kognitif, sehingga dapat melihat sesuatu dari sudut pandang orang lain (berbeda) c. Mood dan Feeling Situasi perasaan seseorang ketika berinteraksi dengan

lingkungannya akan mempengaruhi cara seseorang dalam memberikan respon terhadap perasaan dan perilaku orang lain d. Situasi dan tempat Situasi dan tempat tertentu dapat memberikan pengaruh terhadap proses empati seseorang. Pada situasi tertentu seseorang dapat berempati lebih baik dibanding situasi yang lain. e. Komunikasi Pengungkapan empati dipengaruhi oleh komunikasi (bahasa) yang digunakan seseorang. Perbedaan bahasa dan ketidakpahaman tentang komunikasi yang terjadi akan menjadi hambatan dalam proses empati. 5. Cara untuk melatih kemampuan berempati Kemampuan empati dapat dilatih atau diasah meskipun usia seseorang telah beranjak dewasa. Ada beberapa cara yang dapat dilakukan agar kemampuan empati kita terbentuk, antara lain :

18

a) Rekam semua emosi pribadi Setiap orang pernah mengalami perasaan positif maupun negatif, misalnya sedih, senang, bahagia, marah, kecewa dan lain sebagainya. Pengalaman-pengalaman tersebut apabila kita catat atau rekam akan membantu kita memahami perasaan yang sama saat kondisi tertentu menjumpai kita kembali. Disamping itu ketika kita mengetahui perasaan tersebut sedang dialami oleh seseorang, kita dapat memahami kondisi tersebut sehingga kita dapat memperlakukannya sesuai dengan apa yang diharapkannya. Cara mencatat atau merekamnya dapat berupa tulisan di buku harian atau sekedar mengingat-ingat dalam alam sadar kita. b) Perhatikan lingkungan luar (orang lain) Memperhatikan lingkungan luar atau orang lain akan memberikan banyak informasi tentang kondisi orang di sekitar kita. Informasi ini sangat penting untuk dijadikan panduan dalam mengambil pilihan perilaku tertentu. Informasi ini juga dapat dijadikan pembanding dengan diri kita tentang apa yang sedang terjadi, sehingga kita dapat mengatahui apakah perasaan dan perilaku kita sudah sesuai dengan lingkungan sekitarnya. Memperhatikan orang lain merupakan ketrampilan tersendiri yang tidak semua orang menyukainya. Memperhatikan tidak sekedar melihat orang per orang tetapi juga mencoba menghilangkan perasaan-perasaan subyektif kita saat memperhatikan, sehingga akan muncul keinginan untuk mendalami perasaan orang yang sedang kita lihat tersebut. c) Dengarkan curhat orang lain Mendengarkan adalah sebuah kemampuan penting yang sering dibutuhkan untuk memahami masalah atau mendapatkan

19

pemahaman yang lebih jelas terhadap permasalahan yang sedang dihadapi orang lain. Kemampuan mendengarkan juga harus latih agar memberikan dampak yang positif dalam interaksi sosial kita. Syarat yang dibutuhkan untuk dapat mendengarkan adalah menghilangkan prasangka atau meminimalkan obyek yang perasaan negatif atau terhadap menjadi sasaran dengar.

Disamping itu juga perlu adanya kemauan untuk membuka diri kita untuk orang lain, khususnya dengan memberikan kesempatan orang lain untuk berbicara yang dia inginkan tanpa kita potong sebelum selesai pembicaraannya. Mendengar keluh kesah atau cerita gembira orang lain akan mampu memberikan pengalaman lain dalam suasana hati kita. Mendengarkan cerita sedih akan mampu membawa kita kedalam suasana hati orang lain yang sedang bersedih dan dapat membangkitkan keinginan untuk memahami masalah atau perasaan orang tersebut. Begitu pula perasaan yang lain. Semakin banyak cerita, masalah dan ungkapan perasaan yang kita dengarkan akan membuat kita semakin kaya dengan pengalaman tersebut cara dan pada akhirnya orang semakin lain atau mengetahui perasaannya. d) Bayangkan apa yang sedang dirasakan orang lain dan akibatnya untuk diri kita. Membayangkan sebuah kejadian yang dialami orang lain akan menarik diri kita ke dalam sebuah situasi yang hampir sama dengan yang dialami orang tersebut. Refleksi keadaan orang lain dapat membuat kita merasakan apa yang sedang dialami orang tersebut dan mampu membangkitkan suasana emosional. Membayangkan sebuah kondisi tersebut dapat lebih mudah manakala kita pernah mengalami perasaan atau kondisi yang sama. Seseorang yang sering membayangkan apa yang dialami atau bagaimana memahami

20

dirasakan orang lain dan akibat yang akan ditimbulkan manakala hal tersebut terjadi pada diri kita saat kejadian atau setelah kejadian akan memudahkan kita merasakan suasana emosi seseorang manakala melihat kejadian-kejadian yang berkaitan dengan situasi penuh dengan emosi-emosi tertentu. e) Lakukan bantuan secepatnya. Memberikan bantuan atau pertolongan kepada orang-orang yang membutuhkan dapat membangkitkan kemampuan empati. Respon yang cepat terhadap situasi di lingkungan sekitar yang membutuhkan bantuan akan melatih kemampuan kita untuk empati. Bantuan yang kita berikan tidak perlu menunggu waktu yang lebih lama tetapi kita berusaha memberikan segenap kemampuan kita saat melihat atau menyaksikan orang-orang yang membutuhkan. Pertolongan yang kita berikan akan menstimulus keadaan emosi kita untuk melihat lebih jauh perasaan orang yang kita beri pertolongan dan semakin sering kita memberikan respon dengan cepat akan semakin mudah kita mengembangkan kemampuan empati kepada orang lain. 6. Manfaat berempati Ada beberapa manfaat yang dapat kita temukan dalam kehidupan pribadi dan sosial manakala kita mempunyai kemampuan berempati, diantaranya : a) Menghilangkan sikap egois Orang yang telah mampu mengembangkan kemampuan empati dapat menghilangkan sikap egois (mementingkan diri sendiri). Ketika kita dapat merasakan apa yang sedang dialami orang lain, memasuki pola pikir orang lain dan memahami perilaku

21

orang tersebut, maka kita tidak akan berbicara dan berperilaku hanya untuk kepentingan diri kita tetapi kita akan berusaha berbicara, berpikir dan berperilaku yang dapat diterima juga oleh orang lain serta akan mudah memberikan pertolongan kepada orang lain. Kita akan berhati-hati dalam mengembangkan sikap dan perilaku kita sehari-hari, khususnya jika berada pada kondisi yang membutuhkan pertolongan kita. b) Menghilangkan kesombongan Salah satu cara mengembangkan empati adalah

membayangkan apa yang terjadi pada diri orang lain akan terjadi pula pada diri kita. Manakala kita membayangkan kondisi ini maka kita akan terhindar dari kesombongan atau tinggi hati karena apapun akan bisa terjadi pada diri kita jika Tuhan berkehendak. Kita tidak akan merendahkan orang lain karena kita telah mengetahui perasaan dan memahami apa yang sebenarnya terjadi, sehingga orang yang mempunyai kemampuan empati akan cenderung memiliki jiwa rendah hati dan senantiasa memahami kehidupan ini dengan baik. RODA SENANTIASA BERPUTAR, ITULAH KEHIDUPAN. c) Mengembangkan kemampuan evaluasi dan kontrol diri Pada dasarnya empati adalah salah satu usaha kita untuk melakukan evaluasi diri sekaligus mengembangkan kontrol diri yang positif. Kemampuan melihat diri orang lain baik perasaan, pikiran maupun perilakunya merupakan bagian dari bagaimana kita akan merefleksikan keadaan tersebut dalam diri kita. Jika kita telah mempunyai kemampuan ini maka kita telah dapat mengembangkan kemampuan evaluasi diri yang baik dan akhirnya kita dapat

22

melakukan kontrol diri yang baik artinya kita akan senantiasa berhati-hati dalam melakukan perbuatan atau memahami lingkungan sekitar kita.

C. Komunikasi dengan bahasa yang santun dan dapat dimengerti

1. Pengertian Sebagai makhluk sosial kebutuhan utama manusia adalah berkomunikasi dengan manusia lain. Dengan adanya komunikasi, manusia dapat menjalin hubungan dengan manusia yang lain. Untuk menjalankan komunikasi, mutlak diperlukan bahasa. Kelancaran komunikasi dan hubungan sosial banyak ditentukan oleh bagaimana individu santun dalam berbahasa. Sebagai manusia tentunya tidak akan senang diperlakukan kasar dan tidak patut oleh manusia lain. Semua manusia pasti ingin diperlakukan secara baik, santun dan manusiawi. Nilai nilai etika yang dipegang oleh individu individu dalam masyarakat sangat berperan dalam hal ini. Jika tidak ada prinsip etika dalam berbahasa, manusia tidak mungkin dapat hidup secara harmonis. Tanpa prinsip prinsip etika, manusia akan hidup dalam ketakutan, kecemasan, keputusasaan, kekecewaan dan ketidakpastian. Salah satu wujud individu yang beretika adalah individu tersebut santun berbahasa. Santun berbahasa bukan sekedar mengatur nada suara yang digunakan ketika berbahasa, namun juga pada pemilihan kata kata yang digunakan. Karena dalam kehidupan sehari hari penggunaan bahasa untuk bersosialisasi tidak lepas dari faktorfaktor penentu tindak komunikasi dan prinsipprinsip sopan santun (politeness principle), dan

23

direalisasikan dalam tindak komunikasi. Dalam penilaian kesantunan berbahasa adalah bagaimana kita bertutur dan dengan siapa kita bertutur. Hakikatnya kesantunan berbahasa adalah etika kita dalam bersosioalisasi di masyarakat dengan penggunaan, pemilihan kata yang baik dengan memeperhatikan dimana,kapan,kepada siapa, dengan tujuan apa kita berbicara secara santun. Budaya kita menilai berbicara dengan menggunakan bahasa yang santun akan memperlihatkan sejatinya kita sebagai manusia yang beretika, berpendidikan dan berbudaya yang mendapat penghargaan sebagai manusia yang baik.

2. Alasan Ada beberapa alasan untuk menjelaskan perlunya santun berbahasa kepada orang lain, antara lain : a. Penghormatan kepada orang lain Dengan menggunakan bahasa yang santun, berarti seseorang telah menunjukkan sikap penghargaannya kepada orang lain serta memperlakukan manusia sebagaimana seharusnya manusia. b. Harmonis Kehidupan yang harmonis antarindividu dalam masyarakat akan sulit tercapai jika anggota anggota masyarakat tersebut tidak memiliki etika dan sopan santun berbahasa. Kasus kasus perkelahian antarindividu, antarkelompok, atau bahkan antarkampung, sering terjadi karena ketidaksantunan dalam berbahasa. Saling ejek, saling melontarkan kata kata kasar, menghina, dan merendahkan lawan bicara dapat memancing emosi yang berujung pada perkelahian. Ketika kita hendak bercandapun harus selalu memperhatikan situasi dan kondisi, kata kata yang awalnya

24

dimaksudkan untuk bercanda saja pun dapat mengundang datangnya pertengkaran jika disampaikan pada orang dan saat yang tidak tepat. c. Saling pengertian Santun komunikasi. berbahasa juga dapat menghindarkan terjadinya

kesalahpahaman antara orang orang yang melakukan kegiatan

3. Hal yang diperlukan dalam melakukan komunikasi a. The art of smiling,ada pepatah yang mengatakan bahwa senyum itu ibadah, jadi berilah mereka semyum yang sangat menawan dan sewajarnya, jangan terlalu sering dan jangan juga terlalu berlebihan, standar saja,sesuaikan dengan apa yang menjadi topik pembicaraan anda,dengan melemparkan senyum kepada mereka, lawan bicara anda akan sangat merasa nyaman dan di hormati oleh anda,walaupun mungkin anda baru kenal dengan lawan jenis anda, memberikan senyum disamping mendapatka pahala kata para kyai juga memberikan kenyamanan tersendiri bagi lawan bicara anda. b. The art of listening,gaya berkomukasi memang bukan hanya di miliki oleh indra mulut, tetapi juga di miliki oleh indra-indra yang lain, salah satunya adalah seni mendengarkan lawan bicara anda, ingat jangan sekali-kali anda memotong pembicaraan lawan bicara anda dengan spontan, itu menandakan bahwa anda tidak menghargai apa yang menjadi pemikiran dia, jadilah pendengar yang setia dan seksama, itu akan memberikan kepercayaan lebih bagi lawan bicara anda, dengarkan lah sampai habisa dia berbicara baru setelah itu apabila diminta berbicara dan memberi tanggapan barulah anda berbicara.

25

c. The art of questioning, seni berkomunikasi ini adalah seni memberikan pertanyaan yang tentu saja di perkirakan bisa di jawab oleh lawan anda, jangan membreikan pertanyaan yang diluar topik pembicaran terkecuali sebagai intermezo sejenak, dan tidak boleh terlalu banyak, berikanlah pertanyaan yang sangat menarik dan santai,jadi lawan anda tidak terlalu dibebani oleh pertanyaan anda. d. The art of answering, ya ada pertanyaan juga ada jawaban, begitulah rumusnya dari jaman dahulu,tapi jawaban apa yang sangat dihargai oleh lawan anda ketika mereka memberikan suatu pertanyaan, yaitu jawaban yang singkat jelas dan tepat pada apa yang di tanyakan, tidak terlalu berbelit-belit, langsung saja pada intinya, tapi memang ada beberapa kondisi ketika kita harus memberikan jawaban dengan panjang lebar, bila anda sudah siap dengan jwaban anda utarakan segera, jangan biarkan lawan bicara anda menunggu untuk sebuah jawaban dari anda. e. The art of surpising, berilah sedikit kejutan menarik buat lawan bicara anda, kejutan seperti apa yang harus saya berikan ya? apa saja, apa saja bisa di jadikan kejutan, apabila anda seorang moderator, berilah kejutan disela-sela pembicaraan anda,berilah kejutan seperti pujian atau benda yang bisa menghibur mereka semua, pujian adalah suatu kejutan yang mungkin tidak disangkasangka oleh lawan anda.

4. Teknik komunikasi dengan santun


a. Mendengarkan dengan penuh perhatian

Berusaha mendengarkan klien menyampaikan pesan nonverbal bahwa Dokter perhatian terhadap kebutuhan dan masalah klien. Mendengarkan dengan penuh perhatian merupakan upaya

26

untuk mengerti seluruh pesan verbal dan non-verbal yang sedang dikomunikasikan. Ketrampilan mendengarkan sepenuh perhatian adalah dengan: 1) Pandang klien ketika sedang bicara 2) Pertahankan kontak mata yang memancarkan mendengarkan. 3) Sikap tubuh yang menunjukkan perhatian dengan tidak atau tangan. 4) Hindarkan gerakan yang tidak perlu. 5) Anggukan kepala jika klien membicarakan hal penting umpan balik. 6) Condongkan tubuh ke arah lawan bicara. b. Menunjukkan penerimaan Menerima tidak berarti menyetujui. Menerima berarti bersedia untuk mendengarkan orang lain tanpa menunjukkan keraguan atau tidak setuju. Tentu saja sebagai perawat kita tidak harus menerima semua ekspresi kepala prilaku wajah klien. dan Dokter sebaiknya yang ini menghindarkan menggelengkan tidak percaya. 1) Mendengarkan tanpa memutuskan pembicaraan. 2) Memberikan umpan balik verbal yang menapakkan pengertian. 3) Memastikan bahwa isyarat non-verbal cocok dengan gerakan percaya. tubuh Berikut

menunjukkan tidak setuju, seperti mengerutkan kening atau seakan tidak menunjukkan sikap dokter yang menggelengkan kepala seakan

komunikasi verbal.

27

4) Menghindarkan untuk berdebat, mengekspresikan keraguan, atau mencoba untuk mengubah pikiran klien. c. Menanyakan pertanyaan yang berkaitan. Tujuan dokter bertanya adalah untuk mendapatkan

informasi yang spesifik mengenai klien. Paling baik jika pertanyaan dikaitkan dengan topik yang dibicarakan dan gunakan kata-kata dalam konteks sosial budaya klien. Selama pengkajian ajukan pertanyaan secara berurutan d. Mengulang ucapan klien dengan menggunakan kata-kata sendiri. Dengan mengulang kembali ucapan klien, dokter

memberikan umpan balik sehingga klien mengetahui bahwa pesannya dimengerti dan mengharapkan komunikasi berlanjut. Namun dokter harus berhati-hati ketika menggunakan metode itu, karena pengertian bisa rancu jika pengucapan ulang mempunyai arti yang berbeda. e. Klarifikasi Apabila terjadi menghentikan kesalah pahaman, dokter perlu dengan

pembicaraan

untuk

mengklarifikasi

menyamakan pengertian, karena informasi sangat penting dalam memberikan pelayanan kesehatan. Agar pesan dapat sampai dengan benar, dokter perlu memberikan contoh yang konkrit dan mudah dimengerti klien. f. Memfokuskan Metode ini dilakukan dengan tujuan membatasi bahan pembicaraan sehingga lebih spesifik dan dimengerti. dokter tidak seharusnya memutus pembicaraan klien ketika menyampaikan

28

masalah yang penting, kecuali jika pembicaraan berlanjut tanpa informasi yang baru. g. Menyampaikan hasil observasi Dokter perlu memberikan umpan balik kepada klien dengan menyatakan hasil pengamatannya, sehingga dapat diketahui apakah pesan diterima dengan benar. Dokter menguraikan kesan yang ditimbulkan oleh syarat non-verbal klien. Menyampaikan hasil pengamatan dokter sering membuat klien berkomunikasi lebih jelas tanpa harus bertambah memfokuskan atau mengklarifikasi pesan. h. Menawarkan informasi Tambahan informasi ini memungkinkan penghayatan yang lebih baik bagi klien terhadap keadaanya. Memberikan tambahan informasi merupakan pendidikan kesehatan bagi klien. Selain ini akan menambah rasa percaya klien dan keluarganya terhadap dokter. i. Diam Diam memberikan kesempatan kepada dokter dan klien untuk mengorganisir pikirannya. Penggunaan metode diam memerlukan ketrampilan dan ketetapan waktu, jika tidak maka akan menimbulkan perasaan tidak enak. Diam memungkinkan klien untuk berkomunikasi terhadap dirinya sendiri, mengorganisir pikirannya, dan memproses informasi. Diam memungkinkan klien untuk berkomunikasi terhadap dirinya sendiri, mengorganisir pikirannya, dan memproses informasi. Diam terutama berguna pada saat klien harus mengambil keputusan .

29

j. Meringkas Meringkas adalah pengulangan ide utama yang telah dikomunikasikan secara singkat. Metode itu bermanfaat untuk membantu topik yang telah dibahas sebelum meneruskan pada pembicaraan berikutnya. Meringkas pembicaraan membantu perawat mengulang aspek penting dalam interaksinya, sehingga dapat melanjutkan pembicaraan dengan topik yang berkaitan. k. Memberikan penghargaan Memberi salam pada klien dengan menyebut namanya, menunjukkan kesadaran tentang perubahan yang terjadi menghargai klien sebagai manusia seutuhnya yang mempunyai hak dan tanggung jawab atas dirinya sendiri sebagai individu. Penghargaan tersebut jangan sampai menjadi beban baginya, dalam arti kata jangan sampai klien berusaha keras dan melakukan segalanya demi mendapatkan pujian atau persetujuan atas perbuatannya. Dan tidak pula dimaksudkan untuk menyatakan bahwa ini bagus dan yang sebaliknya buruk. Perlu mengatakan Apabila klien mencapai sesuatu yang nyata, maka perawat dapat mengatakan demikian. - Selamat pagi Ibu Sri. Atau Assalmualaikum Dalam ajaran Islam, memberi salam dan penghargaan menggambarkan akhlah terpuji, karena berarti mendoakan orang lain memperoleh rahmat dari Allah SWT. Salam menunjukkan betapa dokter peduli terhadap orang lain dengan bersikap ramah dan akrab. l. Menawarkan diri Klien mungkin belum siap untuk berkomunikasi secara verbal dengan orang lain atau klien tidak mampu untuk membuat dirinya dimengerti. Seringkali dokter hanya menawarkan

30

kehadirannya, rasa tertarik, tehnik komunikasi ini harus dilakukan tanpa pamrih. m. Memberi kesempatan kepada klien untuk memulai pembicaraan. Memberi kesempatan pada klien untuk berinisiatif dalam memilih topic pembicaraan. Biarkan klien yang merasa ragu-ragu dan tidak pasti tentang perannanya dalam interakasi ini dokter dapat menstimulasinya untuk mengambil inisiatif dan merasakan bahwa ia diharapkan untuk membuka pembicaraan. n. Menganjurkan untuk meneruskan pembicaraan Teknik ini menganjurkan klien untuk mengarahkan hampir seluruh pembicaraan yang mengindikasikan bahwa klien sedang mengikuti apa yang sedang dibicarakan dan tertarik dengan apa yang akan dibicarakan selanjutnya. Dokter lebih berusaha untuk menafsirkan dari pada mengarahkan diskusi/pembicaraan 5. Hambatan a. Resisten. Resisten adalah upaya klien untuk tetap tidak menyadari aspek penyebab ansietas yang dialaminya. Resisten merupakan keengganan alamiah atau penghindaran verbalisasi yang dipelajari atau mengalami peristiwa yang menimbulkan masalah aspek diri seseorang. Resisten sering merupakan akibat dari ketidaksediaan klien untuk berubah ketika kebutuhan untuk berubah telah dirasakan. Perilaku resistens biasanya diperlihatkan oleh klien selama fase kerja, karena fase ini sangat banyak berisi proses penyelesaian masalah. b. Transferens

31

Transferens adalah respon tidak sadar dimana klien mengalami perasaan dan sikap terhadap perawat yang pada dasarnya terkait dengan tokoh dalam kehidupannya di masa lalu. Sifat yang paling menonjol adalah ketidaktepatan respon klien dalam intensitas dan penggunaan mekanisme pertahanan pengisaran (displacement) yang maladaptif. Ada dua jenis utama reaksi bermusuhan dan tergantung. c. Kontertransferens Yaitu kebuntuan terapeutik yang dibuat oleh perawat bukan oleh klien. Konterrtransferens merujuk pada respon emosional spesifik oleh perawat terhadap klien yang tidak tepat dalam isi maupun konteks hubungan terapeutik atau ketidaktepatan dalam intensitas emosi. Reaksi ini biasanya berbentuk salah satu dari tiga jenis reaksi sangat mencintai, reaksi sangat bermusuhan atau membenci dan reaksi sangat cemas sering kali digunakan sebagai respon terhadap resisten klien. Untuk mengatasi hambatan komunikasi terapeutik, perawat harus siap untuk mengungkapkan perasaan emosional yang sangat kuat dalam konteks hubungan perawat-klien (Hamid, 1998). Awalnya, perawat harus mempunyai pengetahuan tentang hambatan komunikasi terapeutik dan mengenali perilaku yang menunjukkan adanya hambatan tersebut. Latar belakang perilaku digali baik klien atau perawat bertanggung jawab terhadap hambatan terapeutik dan dampak negative pada proses terapeutik. 6. Komunikasi dengan masyarakat Berkomunikasi dengan pasien serta anggota keluarganya

32

a. Bersambung rasa dengan pasien dan keluarganya 1) Memberikan salam 2) Memberikan situasi yang nyaman bagi pasien 3) Menunjukkan sikap empati dan dapat dipercaya 4) Mendengarkan dengan aktif (penuh perhatian dan memberi waktu yang cukup pada pasien untuk menyampaikan keluhannya dan menggali permasalahan pasien) 5) Menyimpulkan kembali masalah pasien, kekhawatiran, maupun harapannya 6) Memelihara dan menjaga harga diri pasien, hal-hal yang bersifat pribadi, dan kerahasiaan pasien sepanjang waktu b. Mengumpulkan Informasi 1) Mampu menggunakan open-ended maupun closed-question dalam menggali informasi (move from open toclosed question properly) 2) Tidak memberikan nasehat maupun penjelasan yang prematur saat masih mengumpulkan data c. Memahami Perspektif Pasien 1) Melakukan fasilitasi secara profesional terhadap ungkapan emosi pasien (marah, takut, malu, sedih, bingung, eforia, maupun pasien dengan hambatan komunikasi misalnya bisu-tuli, gangguan psikis) 2) Mampu merespon verbal maupun bahasa non-verbal dari pasien secara profesional 3) Menggunakan bahasa yang santun dan dapat dimengerti oleh pasien (termasuk bahasa daerah setempat) sesuai dengan umur, tingkat pendidikan ketika menyampaikan pertanyaan, meringkas informasi, menjelaskan hasil diagnosis, pilihan penanganan serta prognosis. d. Memberi Penjelasan dan Informasi

33

1) Mempersiapkan perasaan pasien untuk menghindari rasa takut dan stres sebelum melakukan pemeriksaan fisik 2) Memberi tahu adanya rasa sakit atau tidak nyaman yang mungkin timbul selama pemeriksaan fisik atau tindakannya

D. Mendengarkan dengan aktif untuk menggali permasalahan kesehatan secara holistik dan komprehensif 1. Pengertian Mendengarkan aktif sendiri adalah sebuah sikap memperhatikan dan mendengarkan setiap perkataan atau perbincangan orang lain. Sedangkan holistik diambil dari kata whole (menyeluruh) atau dari pandangan holisme (dari bahasa Yunani yaitu holos, yang artinya semua, keseluruhan, total) yaitu suatu pandangan bahwa semuanya di sistem alam semesta ini (sistem fisik, biologis, kimia, sosial, ekonomi, mental, bahasa, dll) tidak bisa ditentukan atau dijelaskan secara terpisah, tapi dijelaskan secara keseluruhan. Holistik sangat dikenal sebagai pendekatan terbaik untuk menyeimbangkan kehidupan dan kesehatan seseorang dengan cara menyatukan aspek fisik, mental, dan spiritualnya sebagai manusia yang utuh. Dari pengertian diatas dapat kita simpulkan bahwa mendengarkan dengan aktif untuk menggali permasalahan kesehatan secara holistik dan komprehensif adalah sebuah sikap mendengarkan ataupun memperhatikan perkataan orang lain untuk menggali permasalahan kesehatan dengan cara pendekatan terbaik untuk menyeimbangkan kehidupan dengan kesehatan dan komprehensif. 2. Area Pengelolaan Masalah Kesehatan Mengelola masalah kesehatan pada individu, keluarga, ataupun masyarakat secara komprehensif, holistik, berkesinambungan,

34

koordinatif, dan kolaboratif dalam konteks pelayanan kesehatan tingkat primer. Seorang dokter seharusnya mampu menggali informasi sebanyak banyaknya , untuk memudahkan dalam pemeriksaan dan diagnosa. Berbagai informasi dapat di dapat dari berbagai aspek antara lain : a. Mengelola penyakit, keadaan sakit dan masalah pasien sebagai individu yang utuh, bagian dari keluarga dan masyarakat 1) Menginterpretasi data klinis dan merumuskannya menjadi

diagnosis sementara dan diagnosis banding 2) Menjelaskan penyebab, patogenesis, serta patofisiologi suatu penyakit 3) Mengidentifikasi berbagai pilihan cara pengelolaan yang sesuai penyakit pasien. 4) Memilih dan menerapkan strategi pengelolaan yang paling tepat berdasarkan prinsip kendali mutu, kendali biaya, manfaat, dan keadaan pasien serta sesuai pilihan pasien 5) Melakukan konsultasi mengenai pasien bila perlu 6) Merujuk ke sejawat lain sesuai dengan Standar Pelayanan Medis yang berlaku, tanpa atau sesudah terapi awal. 7) Mengelola masalah kesehatan secara mandiri dan bertanggung jawab sesuai dengan tingkat kewenangannya 8) Memberi alasan strategi pengelolaan patogenesis, pasien yang dipilih factor

berdasarkan

patofisiologi,

farmakologi,

psikologis, sosial, dan faktor-faktor lain yang sesuai 9) Membuat instruksi tertulis secara jelas, lengkap, tepat, dan dapat dibaca

35

10) Menulis resep obat secara rasional (tepat indikasi, tepat obat, tepat dosis, tepat frekwensi dan cara pemberian, serta sesuai kondisi pasien), jelas, lengkap, dan dapat dibaca 11) Mengidentifikasi berbagai indikator keberhasilan pengobatan, memonitor perkembangan penanganan, memperbaiki dan mengubah terapi dengan tepat 12) Memprediksi, memantau, mengenali kemungkinan adanya

interaksi obat dan efek samping, memperbaiki atau mengubah terapi dengan tepat 13) Menerapkan prinsip-prinsip pelayanan dokter keluarga secara holistik, komprehensif, koordinatif,kolaboratif, dan berkesinambungan dalam mengelola penyakit dan masalah pasien 14) Mengidentifikasi peran keluarga pasien, pekerjaan, dan lingkungan sosial sebagai faktor yang pertimbangan terapi. b. Melakukan Pencegahan Penyakit dan Keadaan Sakit 1) Mengidentifikasi, memberi alasan, menerapkan dan memantau strategi pencegahan tertier yang tepat berkaitan dengan penyakit pasien, keadaan sakit atau permasalahannya. 2) Mengidentifikasi, memberikan alasan, menerapkan dan memantau strategi pencegahan sekunder yang tepat berkaitan dengan pasien dan keluarganya. 3) Mengidentifikasi, memberikan alasan, menerapkan dan memantau kegiatan strategi pencegahan primer yang tepat, berkaitan dengan pasien, anggota keluarga dan masyarakat berpengaruh terhadap terjadinya penyakit serta sebagai faktor yang mungkin berpengaruh terhadap

36

4) Mengidentifikasi peran keluarga pasien, pekerjaan, dan lingkungan sosial sebagai faktor risiko terjadinya penyakit dan sebagai faktor yang mungkin berpengaruh terhadap pencegahan penyakit. 5) Menunjukkan pemahaman bahwa upaya pencegahan penyakit sangat bergantung pada kerja sama tim dan kolaborasi dengan professional di bidang lain c. Melaksanakan pendidikan kesehatan dalam rangka promosi kesehatan dan pencegahan penyakit 1) Mengidentifikasi kebutuhan perubahan perilaku dan modifikasi gaya hidup untuk promosi kesehatan pada berbagai kelompok umur, jenis kelamin, etnis, dan budaya 2) Merencanakan dan melaksanakan pendidikan kesehatan dalam rangka promosi kesehatan masyarakat 3) Bekerja sama dengan sekolah dalam mengembangkan program Usaha Kesehatan Sekolah (UKS). d. Menggerakkan dan memberdayakan masyarakat untuk di tingkat individu, keluarga, dan

meningkatkan derajat kesehatan 1) Memotivasi masyarakat agar mampu mengidentifikasi masalah kesehatan masyarakat 2) Menentukan insidensi dan prevalensi penyakit di masyarakat serta mengenali keterkaitan yang kompleks antara factor psikologis, kultur, sosial, ekonomi, kebijakan, dan factor lingkungan yang berpengaruh pada suatu masalah kesehatan 3) Melibatkan masyarakat dalam mengembangkan solusi yang tepat bagi masalah kesehatan masyarakat

37

4) Bekerja sama dengan profesi dan sektor lain dalam menyelesaikan masalah kesehtan dengan mempertimbangkan kebijakan kesehatan pemerintah, termasuk antisipasi terhadap timbulnya penyakitpenyakit baru 5) Menggerakkan masyarakat untuk berperan serta dalam intervensi kesehatan 6) Merencanakan dan mengimplementasikan intervensi kesehatan masyarakat, serta menganalisis hasilnya 7) Melatih kader kesehatan dalam pendidikan kesehatan 8) Mengevaluasi efektivitas pendidikan kesehatan 9) Bekerja sama dengan masyarakat dalam menilai ketersediaan, pengadaan dan pemanfaatan pelayanan kesehatan masyarakat. e. Mengelola sumber daya manusia dan sarana prasarana secara efektif dan efisien dalam pelayanan kesehatan primer dengan pendekatan kedokteran keluarga 1) Menjalankan fungsi managerial. 2) Menerapkan manajemen mutu terpadu dalam pelayanan kesehatan primer dengan pendekatan kedokteran keluarga 3) Mengelola sumber daya manusia 4) Mengelola fasilitas, sarana dan prasarana

3. Jenis Masalah-masalah kesehatan secara holistik di Indonesia antara lain: a) Tingginya angka pertumbuhan penduduk (1,9 %) b) Tingginya angka kematian ibu dan anak c) Tingginya angka kesakitan penyakit menular

38

d) Meningkatnya angka kesakitan penyakit tidak menular 1) 36,5 % angka kesakitan disebabkan oleh penyakit kardiovaskular, kanker, dan kecelakaan 2) Prevalensi penyakit jiwa akibat tekanan hidup 20-80 per 1000 e) Masalah kesehatan lingkungan 1) Keadaan lingkungan fisik dan biologis yang belum memadai 2) Baru sebagian kecil penduduk yang menikmati air bersih dan fasilitas kesehatan lingkungan 3) Pembinaan program peningkatan lingkungan belum berjalan seperti yang diharapkan f) Masalah gizi makro 1) Berat Bayi Lahir Rendah (BBLR) 2) Gizi kurang pada balita dan gizi buruk 3) Gangguan pertumbuhan 4) Kurang Energi Kronis (KEK) i. Pada Wanita Usia Subur (WUS) ii. Pada Ibu Hamil (Bumil) g) Sementara itu, masalah kesehatan menurut www.indonesia.go.id antara lain sebagai berikut: 1. Gizi buruk 2. Tuberkulosis 3. Diare 4. DBD 5. Obesitas 6. Penyakit hati 7. Pneumonia 8. Stroke 9. Diabetes mellitus 10. Hipertensi 11. Flu burung 12. Flu babi 13. Meningitis 14. Demam tifoid

39

15. Kecelakaan lalu lintas 16. Malaria 17. HIV/AIDS 18. Penyakit jantung dan pembuluh darah 19. Kanker (esophagus, ginjal, leher rahim, pankreas, payudara, usus besar) 20. Osteoporosis 21. Kesehatan jiwa 22. Kualitas dan kuantitas tenaga medis 23. Jaringan dan kualitas Puskesmas 24. Harga obat 25. Jamkesmas 26. Akses ke layanan kesehatan 27. Infrastruktur fisik 28. Sanitasi 29. Lemahnya dukungan peraturan perundangundangan, sumber

daya manusia, standardisasi, penilaian hasil produk, pengawasan obat, dan sistem informasi.

40

4. Penyebab Masalah-masalah kesehatan tersebut adalah: a) Faktor Sosial Ekonomi 1) Tingkat pendidikan rendah 2) Tingkat penghasilan rendah 3) Kurangnya kesadaran dalam pemeliharaan kesehatan b) Gaya hidup dan perilaku masyarakat 1) Kebiasaan yang merugikan kesehatan 2) Adat istiadat yang tidak menunjang kesehatan c) Lingkungan masyarakat 1) Kurangnya peran serta masyarakat dalam mengatasi masalah kesehatannya 2) Kurangnya rasa tanggung jawab dalam bidang kesehatan d) Yang berkaitan dengan sistem pelayanan kesehatan 1) Cakupan pelayanan kesehatan belum menyeluruh (ibu hamil, bayi dan balita, imunisasi) 2) Sarana dan prasarana belum dapat menunjang pelayanan kesehatan melalui puskesmas. 3) Keterbatasan tenaga dan penyebaran tenaga kesehatan yang belum merata 4) Upaya pelayanan kesehatan sebagian masih berorientasi pada kuratif e) Lingkungan keluarga

41

1) Ketahanan pangan keluarga yang kurang memadai 2) Pola pengasuhan anak kurang memadai 3) Daya tahan tubuh anak yang lemah

E. Menyampaikan informasi yang terkait kesehatan (termasuk berita buruk, informed consent) dan melakukan konseling dengan cara yang baik dan benar 1. Prinsip a. Prinsip Honesty (Kejujuran) dan Truth Telling (Mengatakan Hal yang Benar) Pada prinsipnya, semua komunikasi antara pasien dan para profesi kesehatan lain haruslah dilakukan secara benar. Namun apa yang seharusnya dilakukan ketika penyingkapan secara penuh (full disclosure) pada tiap hal yang detail dapat menunjukkan hal yang berbahaya? Dengan meningkatnya keunggulan prinsip autonomy dan dengan hak pasien untuk informed consent pada saat yang modern ini, full disclosure dan truthfulness dapat menjadi tindakan etik yang lebih diterima (Da Silva et al, 2003; Jonsen et al, 2002). Prinsip honesty menyatakan bahwa pasien memiliki hak untuk komunikasi yang benar selama kondisi mediknya, perjalanan penyakitnya, pengobatan yang direkomendasikan dan alternatif pengobatan yang mungkin. APhA Code of Ethics for Pharmacist (1994) menyatakan bahwa farmasis memiliki kewajiban untuk mengatakan hal yang benar dan bertindak dengan keyakinan sesuai hati nurani. Kepercayaan pada level tertentu harus dikembangkan

42

antara

pasien

dan

farmasis

untuk

memperkuat

hubungan.

Kepercayaan ini dikembangkan karena farmasis merupakan bagian dari prinsip kejujuran (honesty). Beberapa penyedia layanan kesehatan, ketika penyampaian informasi penting, akan mengklaim therapeutic privilege sebagai alasan untuk melaksanakan prinsip honesty. Ini yang menyebabkan mereka melihat bahwa membuka rahasia informasi medis menjadikan kacau atau bahaya untuk pasien. Selain itu, privilege akan terasa pada etik yang berdasar pada keuntungan pasien paternalistik, namun ini bertentangan dengan etik yang memberikan tempat penting untuk prinsip autonomy(Veatch, 2000, p. 69). Lebih lanjut, therapeutic privilege, sebagai sikap paternalistik, juga harus dikritisi sebab displaying such behaviour is not seen as providing a service but as guarding special knowledge and who would be in control as to when and who to reveal the truth to (Da Silva et al, 2003, p.420). Farmasis mungkin mendapati dirinya diantara dilema etik yang berhubungan dengan mengatakan truth telling dan therapeutic privilege. Sebagai contoh, pasien yang mengklaim memiliki alergi dan atau hipersensitif pada beberapa pengobatan sebelumnya yang diambil mungkin diresepkan pengobatan yang mirip namun tidak disampaikan potensi alergi atau hipersensitivitas oleh penulis resep yang mempercayai informasi terkait psikologi dan tidak ada dasar patologi. Pada beberapa kasus, farmasis dari pasien mungkin bertanya untuk tidak memberi lembar informasi obat pasien. Penulis resep mungkin mengklaim professional privilege, menyatakan bahwa mengatakan pada pasien tentang efek samping yang mungkin atau reaksi samping dapat menyebabkan kesedihan pasien yang tidak pada tempatnya atau mendorong pasien untuk tidak mengambil seluruh pengobatan. Hal ini membiarkan farmasis pada posisi untuk

43

membuat keputusan sendiri dengan tidak melewati batas undangundang dan regulasi, tetapi juga interpretasinya dapat diterima secara etis. b. Prinsip Informed Consent Informed consent merupakan elemen kritis dari beberapa teori yang memberi pengaruh pada autonomy (Veatch, 2000). Informed consent merupakan jalan dimana keinginan pasien diungkapkan dan digunakan sebagai penghargaan pada patients autonomy (Jonsen et al, 2002). Honesty dan autonomy dipenuhi sebagai dasar hak pasien untuk memberikan informed consent untuk pengobatan. Prinsip informed consent menyatakan bahwa pasien mempuyai hak untuk penyingkapan penuh (full disclosure) pada semua aspek pelayanan yang sesuai dan harus memberi deliberate consent untuk pengobatan yang berdasar pada informasi yang bersifar usable dan pemahaman yang benar pada informasi (Munson, 2000; Quallich, 2005). Secara umum, consent tidak dikehendaki ketika prosedurnya sederhana dan resiko umumnya dapat dimengerti (Cady, 2000). Meski begitu, beberapa provider yang merekomendasikan pengobatan pada pasien, khususnya bila bersifat invasif, harus mendapatkan informed consent. Informed consent berbentuk dasar etik untuk hubungan pasien-provider yakni terdiri atas karakteristik partisipasi satu sama lain, komunikasi yang baik, saling menghormati dan turut andil dalam pengambilan keputusan (Jonsen et al, 2002). Agar inform consent dapat berjalan dengan baik, maka diperlukan dialog antara pasien dan penyedia layanan kesehatan yang terdiri dari lima komponen berbeda (Quallich, 2005) yaitu :

44

1) Diagnosa keadaan spesifik yang diperlukan dalam pelaksanaan terapi. 2) Tujuan dan perbedaan sifat dasar terapi. 3) Resiko dan komplikasi potensial yang dihubungkan dengan terapi yang disarankan. 4) Semua terapi alternatif yang sesuai atau prosedur dan diskusi mengenai resiko yang mungkin terjadi serta keuntungan termasuk pilihan untuk tidak melaksanakan terapi. 5) Kemungkinan terapi yang disarankan dapat terlaksana dengan baik. Terapi dapat dilaksanakan apabila tersedia semua informasi yang memadai, persetujuan tersebut diberikan secara bebas dan tanpa paksaan, dan pasien mampu mengerti pentingnya informasi yang diberikan. Bahkan pada keadaan yang sangat baik, inform concent tidak selalu mudah untuk menentukan siapakah yang berkompeten dan tidak berkompeten untuk menyetujui terapi yang dilaksanakan (Munson, 2000; Wingfield, 2003). Penyedia layanan kesehatan harus mempertimbangkan keadaan masyarakat yang mudah terserang penyakit seperti anakanak, pasien yang mengalami kemunduran mental dan gangguan jiwa. Pasien yang demikian harus menjadi pertimbangan apakah pasien tersebut setuju untuk mematuhi inform concent. Di dalam Undang - Undang sering digunakan istilah competence dan incompetence untuk menunjukkan apakah seseorang mempunyai kewenangan hukum membuat keputusan layanan kesehatan terhadap dirinya. Hakim sendiri mempunyai kewenangan untuk untuk mengatur apakah seseorang tidak berkompeten secara hukum. Walaupun demikian, penyedia layanan

45

kesehatan mungkin menghadapi pasien yang mempunyai kompetensi secara hukum yang terlihat dari kekuatan mentalnya dalam menghadapi penyakit, penuaan, nyeri, atau bahkan ketika dirawat di rumah sakit (Jonsen et al, 2002; Wingfield, 2003). Keadaan klinis ini disebut sebagai decisional capacity yang lebih sering digunakan daripada istilah hukumnya yaitu determination competency. Dalam praktek sehari hari, banyak waktu yang digunakan oleh profesional layanan kesehatan untuk lebih fokus dalam menyingkap masalah kesehatan pasien (disclosure) daripada pemahaman pasien terhadap informasi yang diberikan. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa masalah utama inform consent adalah masalah komunikasi dibandingkan pencabutan dan ringkasan masalah tentang penyingkapan standard hukum (Beauchamp, 1989). Pesan yang secara lengkap diberikan bahwa keberhasilan farmasis dalam berkomunikasi dengan pasien berkaitan dengan gangguan kesehatan pasien adalah mengikutsertakan pasien dalam komunikasi yang dilakukan secara terbuka dan jujur berdasarkan pertanyaan yang disampaikan oleh farmasis dan saling bertukar informasi serta sepenuhnya menyingkap semua permasalahan yang dihadapi pasien dalam komunikasi tersebut. Farmasis harus menciptakan suasana yang mendorong pasien untuk mencoba menjawab pertanyaan. Kerugian dari komunikasi jenis ini adalah sering menghambat komunikasi itu sendiri karena membatasi gaya dan kemampuan komunikasi, pemahaman pasien, ketidakmampuan farmasis untuk mendengarkan secara teliti katakata pasien dan emosi yang dirasakan pasien, dan waktu yang dipaksakan mengesankan bahwa pasien mengeluarkan uang untuk membayar semua prosedur komunikasi yang telah dilaksanakan bukan karena pasien memperoleh edukasi dari komunikasi tersebut (Jonsen et al., 2002).

46

Percakapan yang berarti atau proses persetujuan tidak mungkin dimulai pertama kali oleh pasien untuk beberapa alasan karena pasien berdiam diri atau tutup mulut terhadap pertanyaan yang diajukan oleh farmasis. Selain itu, pasien sering tidak mengetahui bahwa farmasis membutuhkan informasi penting dari terapi pengobatan yang sebelumnya telah dilakukan. Beban utama penyedia layanan kesehatan disini adalah dalam meyakinkan pasien bahwa pasien memahami semua kebutuhan yang diperlukan dalam membuat pertimbangan mengenai keputusan terapi dan pelaksanaan rencana terapi yang tepat. Terapi obat merupakan salah satu bentuk terapi dalam terapi layanan kesehatan. Pada waktu terapi obat paling banyak digunakan sebagai terapi dalam layanan kesehatan, persoalan inform concent dalam terapi pengobatan diabaikan penggunaannya dibandingkan dengan penggunaan inform concent dalam terapi bentuk lain seperti pembedahan. Pada awalnya masyarakat berasumsi bahwa resiko yang berhubungan dengan terapi obat adalah minimal. Tetapi asumsi ini bertentangan dengan penelitian yang dilakukan baru-baru ini dan laporan pemerintah seperti Institute of Medicines Crossing the Quality Chasm (Iom, 2001). Berdasarkan penelitian dan laporan pemerintah disebutkan bahwa perkiraan jumlah kematian dan kejadian berbahaya yang berhubungan dengan kesehatan yang disebabkan oleh terapi yang tidak tepat ternyata mengejutkan. Pada masa mendatang, farmasis diharapkan bertanggung jawab dalam menjamin inform concent yang terjadi sebelum treatment obat dimulai. Apakah peran farmasis dalam inform concent? Beberapa farmasis beranggapan bahwa ketika pasien membawa resep : 1) dokter yang menangani pasien pembawa resep telah memberikan semua informasi yang relefan.

47

2) pasien telah mengerti tentang informasi yang diberikan. 3) pasien menyetujui terapi pengobatan. Pada kenyataannya, beberapa pasien kekurangan informasi pada aspek penting dari terapi pengobatan. Selain itu, dokter sering kali tidak secara jelas mendiskusikan aspek inti terapi pengobatan dan sering mengalami kegagalan untuk memperoleh persetujuan yang berarti dari pasien. Dalam keadaan tertentu, inform concent ternyata tidak dilakukan. Pasien mungkin tidak sepenuhnya mengerti aspek penting dari terapi, mungkin tidak menjawab pertanyaan, atau mungkin tidak peduli terhadap efek samping yang signifikan berhubungan dengan terapi obat yang akan dilakukan. Selain itu, pasien mungkin menunjukkan keengganan untuk memulai melakukan pengobatan tetapi merasa bahwa mereka tidak mempunyai pilihan dan hanya untuk mengikuti petunjuk dokternya. Dalam hal ini sulit untuk menentukan apakah persetujuan terapi dapat secara bebas diberikan. Ketika pasien pertama kali mengungkapkan keberatan tentang terapi pengobatan, farmasis mungkin memerlukan untuk melakukan konsultasi tidak hanya dengan pasien tetapi juga dokter penulis resep untuk menginformasikan kepada pasien dan dokter bahwa persetujuan terapi kurang dapat diberikan secara bebas. 2. Hakikat Prognosis ( kemungkinan hasil perawatan) terhadap tindakan yang dilakukan. Sebaiknya, diberikan juga penjelasan yang berkaitan dengan pembiayaan.Penjelasan seharusnya diberikan oleh dokter yang akan melakukan tindakanmedis itu sendiri, bukan oleh orang lain, misalnya perawat. Penjelasandiberikan dengan bahasa dan kata-kata yang dapat dipahami oleh pasiensesuai dengan tingkat pendidikan dan kematangannya, serta situasiemosionalnya. Dokter harus berusaha mengecek apakah penjelasannyamemang dipahami dan diterima pasien.

48

Jika belum, dokter harusmengulangi lagi uraiannya sampai pasien memahami benar. Dokter tidakboleh berusaha mempengaruhi atau mengarahkan pasien untuk menerimadan menyetujui tindakan medis yang sebenarnya diinginkan dokter.Pada hakikatnya Informed Consent adalah suatu proses komunikasiantara dokter dan pasien tentang kesepakatan tindakan medis yang akandilakukan dokter terhadap pasien (ada kegiatan penjelasan rinci olehdokter), sehingga kesepakatan lisan pun sesungguhnya sudah cukup.Penandatanganan formulir Informed Consent secara tertulis hanyamerupakan pengukuhan atas apa yang telah disepakati sebelumnya.Tujuan penjelasan yang lengkap adalah agar pasien menentukansendiri keputusannya sesuai dengan pilihan dia sendiri (informed decision ).Karena itu, pasien juga berhak untuk menolak tindakan medis yangdianjurkan. Pasien juga berhak untuk meminta pendapat dokter lain(second opinion),dan dokter yang merawatnya. Orang yang berhak memberikan persetujuan atau menyatakan menolak tindakan medis pada dasarnya, pasien sendiri jika ia dewasa dan sadarsepenuhnya. Namun, menurut Penjelasan Pasal 45 UU Nomor 29 Tahun 2004tersebut di atas, apabila pasien sendiri berada di bawah pengampuan,persetujuan atau penolakan tindakan medis dapat diberikan oleh keluargaterdekat, antara lain suami/isteri, ayah/ibu kandung, anakanak kandungatau saudara-saudara kandung. Dalam keadaan gawat darurat, untukmenyelamatkan jiwa pasien tidak diperlukan persetujuan. Namun, setelahpasien sadar atau dalam kondisi yang sudah memungkinkan, segeradiberikan penjelasan dan dibuat persetujuan. Informed consent dapat diberikan secara tertulis, secara lisan, atausecara isyarat. Dalam bahasa aslinya, yang terakhir ini dinamakan implied consent. Untuk tindakan medis dengan risiko tinggi (misalnya pembedahanatau tindakan invasive lainnya), persetujuan harus secara tertulis,ditandatangani oleh pasien sendiri atau orang lain yang berhak dansebaiknya juga saksi dari pihak keluarga.

49

a) Informed consent mengandung dua unsur esensial, yaitu. 1) 2) Informasi yang diberikan oleh dokter; Persetujuan yang diberikan oleh pasien.

b) Sehingga persetujuan yang diberikan oleh pasien memerlukan beberap amasukan sebagai berikut : 1) Penjelasan percobaan). 2) 3) 4) 5) Deskripsi tentang efek-efek sampingan serta akibat-akibat yang tidak diinginkan yang mungkin timbul. Deskripsi tentang keuntungan-keuntungan yang dapat diantisipasi untuk pasien. Penjelasan tentang perkiraan lamanya prosedur / terapi / tindakanberlangsung. Deskripsi tentang hak pasien untuk menarik kembali consent tanpa adanya prasangka mengenai hubungannya dengan dokter dan lembaganya. 6) Prognosis tentang kondisi medis pasien bila ia menolak tindakan medistersebut. c) Informasi yang harus diberikan oleh dokter dengan lengkap kepada pasien menurut UU No 29 Tahun 2004 tentang Praktik Kedokteran, pasal 45 ayat 3 sekurang-kurangnya mencakup: 1) 2) 3) 4) Diagnosis dan tata cara tindakan medis; Tujuan tindakan medis yang dilakukan; Alternatif tindakan lain dan risikonya; Risiko dan komplikasi yang mungkin terjadi. lengkap mengenai prosedur yang akan digunakan dalam tindakan medis tertentu (masih berupa upaya

3. Proses penyampaian a. Kiat menyampaikan informasi 1) Tanyakan, apakah ada yang dikhawatirkannya.

50

2) Gunakan bahasa yang mudah dimengerti, sesuai tingkat pemahamannya (usia, latar belakang pendidikan, sosial budaya) 3) Tidak dianjurkan memakai bahasa atau menggunakan istilah kedokteran. Kalaupun harus menggunakannya, beri penjelasan dan padanan katanya (kalau memang ada). 4) Tidak perlu tergesa-gesa dan sekaligus, pemberian informasi bisa dilakukan secara bertahap. 5) Jika menyampaikan berita buruk, gunakan kata atau kalimat persiapan atau pendahuluan, misalnya, Boleh saya minta waktu untuk menyampaikan sesuatu? untuk melihat apakah dia (yang diajak berkomunikasi) siap mendengar berita tersebut. 6) Hindari memakai kata-kata yang bersifat mengancam, seperti Kalau tidak melakukan anjuran saya, kalau ada apa-apa jangan datang ke saya. 7) Gunakan kata atau kalimat yang menimbulkan semangat atau meyakinkannya. 8) Ulangi pesan yang penting. 9) Pastikan pasien/keluarga mengerti apa yang disampaikan. 10) Menanggapi reaksi psikologis yang ada, terlihat dari ucapan atau sikap dan dengan empati. Saya dapat mengerti jika ibu khawatir. 11) Menyimpulkan apa yang telah disampaikan. 12) Beri kesempatan pasien/keluarga untuk bertanya, jangan memonopoli pembicaraan. 13) Berikan nomor telpon yang bisa dihubungi jika sewaktu-waktu diperlukan. b. Komunikasi 1) Sesi Penyampaian Informasi

51

Setelah sesi sebelumnya dilakukan dengan akurat, maka dokter dapat sampai kepada sesi memberikan penjelasan. Tanpa informasi yang akurat di sesi sebelumnya, dokter dapat terjebak kedalam kecurigaan yang tidak beralasan. Secara ringkas ada 6 (enam) hal yang penting diperhatikan agar efektif dalam berkomunikasi dengan pasien, yaitu: a) Materi Informasi apa yang disampaikan b) Tujuan anamnesis dan pemeriksaan fisik (kemungkinan rasa tidak nyaman/sakit saat pemeriksaan). c) Kondisi saat ini dan berbagai kemungkinan diagnosis. d) Berbagai tindakan medis yang akan dilakukan untuk menentukan diagnosis, termasuk manfaat, risiko, serta kemungkinan efek samping/komplikasi. e) Hasil dan interpretasi dari tindakan medis yang telah dilakukan untuk menegakkan diagnosis. f) Diagnosis, jenis atau tipe. g) Pilihan tindakan medis untuk tujuan terapi (kekurangan dan kelebihan masing-masing cara). h) Prognosis. i) Dukungan (support) yang tersedia. j) Siapa yang diberi informasi k) Pasien, apabila dia menghendaki dan kondisinya

memungkinkan. l) Keluarganya atau orang lain yang ditunjuk oleh pasien.

52

m) Keluarganya atau pihak lain yang menjadi wali/pengampu dan bertanggung jawab atas pasien kalau kondisi pasien tidak memungkinkan untuk berkomunikasi sendiri secara langsung 2) Berapa banyak atau sejauh mana dalam penyampaian? a) Untuk pasien: sebanyak yang pasien kehendaki, yang dokter merasa perlu untuk disampaikan, dengan memerhatikan kesiapan mental pasien. b) Untuk keluarga: sebanyak yang pasien/keluarga kehendaki dan sebanyak yang dokter perlukan agar dapat menentukan tindakan selanjutnya. 3) Kapan menyampaikan informasi? a) Segera, jika kondisi dan situasinya memungkinkan. 4) Di mana menyampaikannya a) Di ruang praktik dokter. b) Di bangsal, ruangan tempat pasien dirawat. c) Di ruang diskusi. d) Di tempat lain yang pantas, atas persetujuan bersama, pasien/keluarga dan dokter. 5) Bagaimana menyampaikannya a) Informasi penting sebaiknya dikomunikasikan secara

langsung, tidak melalui telpon, juga tidak diberikan dalam bentuk tulisan yang dikirim melalui pos, faksimile, sms, internet. 6) Persiapan meliputi:

53

a) materi yang akan disampaikan (bila diagnosis, tindakan medis, prognosis sudah disepakati oleh tim); b) ruangan telepon; c) waktu yang cukup; d) mengetahui orang yang akan hadir (sebaiknya pasien ditemani oleh keluarga/orang yang ditunjuk; bila hanya keluarga yang hadir sebaiknya lebih dari satu orang). e) Jajaki sejauh mana pengertian pasien/keluarga tentang hal yang akan dibicarakan. f) Tanyakan kepada pasien/keluarga, sejauh mana informasi yang diinginkan dan amati kesiapan pasien/keluarga menerima informasi yang akan diberikan. yang nyaman, memperhatikan privasi, tidak

terganggu orang lalu lalang, suara gaduh dari tv/radio,

F. Menunjukkan kepekaan terhadap aspek biopsikososiokultural dan spiritual pasien dan keluarga 1. Pengertian Model biopsikososial (disingkat "BPS") adalah model umum atau pendekatan yang mengemukakan bahwa faktor biologis, psikologis (yang memerlukan pikiran, emosi, dan perilaku), dan sosial, semua memainkan peran penting dalam fungsi manusia dalam konteks penyakit atau penyakit. Memang, kesehatan paling baik dipahami dalam hal kombinasi faktor biologis, psikologis, dan sosial daripada murni dalam istilah biologi. Hal ini berbeda dengan model tradisional, biomedis reduksionis dari obat yang menunjukkan setiap proses penyakit dapat dijelaskan dalam hal suatu

54

penyimpangan mendasar dari fungsi normal seperti kelainan patogen, genetik atau perkembangan, atau cedera . Konsep ini digunakan dalam bidang-bidang seperti kedokteran, keperawatan, psikologi kesehatan dan sosiologi, dan khususnya di bidang spesialis lebih seperti psikiatri, psikologi kesehatan, terapi keluarga, chiropractic, pekerjaan sosial klinis, dan psikologi klinis. Paradigma biopsikososial juga merupakan istilah teknis untuk konsep populer dari "hubungan pikiran-tubuh", yang membahas argumen lebih filosofis antara model biopsikososial dan biomedis, bukan eksplorasi empiris dan aplikasi klinis. Model ini berteori oleh psikiater George L. Engel di University of Rochester, dan putatively dibahas dalam artikel 1977 di Science, di mana ia mengemukakan "kebutuhan untuk model medis baru", namun ada satu yang pasti, model tereduksi memiliki telah diterbitkan. The baru, penerimaan, dan prevalensi dari model biopsikososial bervariasi lintas budaya. Biologi komunikasi itu merupakan salah satu bidang kajian ilmu komunikasi yang baru. Sebuah ilmu atau bidang kajian baru dipersyaratkan harus mampu menjawab pertanyaan apa, mengapa, dan untuk apa. Tiga pertanyaan tersebut dalam ilmu filsafat dikenal sebagai ongtologis, epistemologis, dan aksiologis. Secara ontologis, biologi komunikasi berupaya menunjukkan dan menjelaskan tentang perilaku komunikasi manusia dalam berbagai bentuk dengan pendekatan analisis biologi, khususnya telaah tentang peranan otak otak kiri dan kanan. Secara epistemologis, biologi komunikasi harus mampu

menjelaskan tentang kebenaran itu dan apa saja bukti yang dapat dipertanggunjawabkan agar ketentuan itu dapat dipercaya. Biologi komunikasi ini dipetakan ke dalam bentuk perilaku internal dan eksternal. Melalui kegiatan belajar siswa, kita bisa melihat dan menganalisis

55

berbagai fenomena biologi, khususnya komunikasi internal di dalam otak. Dari aktifitas yang dilakukan siswa selama belajar, fenomena biologi komunikasi dapat dijelaskan secara lebih detail, mulai dari pengondisian bagian spesifik otak itu hingga ia melakukan komunikasi intrapersonal. Aktifitas intrapersonal itu mewakili kegiatan biologi komunikasi yang dilakukan oleh bagian spesifik otak. Kebenaran dari biologi komunikasi bisa dibuktikan melalui riset tentang cara kerja bagian otak yang secara filosofis dapat direkam melalui elektro ensephalographi (EEG). Secara filosofi epsitemologis, aktifitas bagian spesifik otak manusia ini dikondisikan untuk dapat melihat, memahami, mendengar, merasakan, dan kecenderungan bertindak. Secara aksiologis, biologi komunikasi dapat dibuktikan melalui kajian terhadap perilaku biologis manusia, khususnya proses pembelajaran, seperti melihat, memahami, merasakan, dan kecenderungan bertindak. Semua perilaku itu sangat bermanfaat dan mendukung penuh proses pembelajaran dalam rangka optimalisasi aktivitas belajar siswa. Jika perilaku dasar dalam pembelajaran dapat dipahami dengan baik, optimalisasi pencapaian prestasi dapat terwujud. Selain itu, dengan biologi komunikasi pembelajaran siswa akan lebih terkontrol, mudah dianalisis, mudah diarahkan, mudah dirasakan dan mudah diklasifikasikan tingkat pemahamannya. Berbagai kemudahan itu akan memberik kemudahan pula dalam pengukuran perilaku psikomotorik siswa. 2. Bimbingan Spiritual Pada Pasien dan Keluarga a. Pengertian Spiritualitas Spiritualitas (spirituality) merupakan sesuatu yang dipercayai oleh seseorang dalam hubungannya dengan kekuatan yang lebih tinggi tuhan, yang menimbulkan suatu kebutuhan serta kecintaan terhadap adanya tuhan, dan permohonan maaf atas segala kesalahan yang pernah diperbuat (Alimul, 2006). b. Hubungan Spiritual, Sehat, dan Sakit

56

Agama merupakan petunjuk perilaku karena di dalam agama terdapa ajaran baik dan larangan yang dapat berdampak pada kehidupan dan kesehatan seseorang, contohnya minuman beralkohol sesuatu yang dilarang agama dan akan berdampak pada kesehatan bila dikonsumsi manusia. Agama sebagai sumber dukungan bagi seseorang yang mengalami kelemahan dalam keadaan sakit untuk membangkit semangat untuk sehat, atau juga dapat mempertahankan kesehatan untuk mencapai kesejahteraan. Sebagai contoh, orang sakit dapat memeperoleh kekuatan dengan menyerahkan diri atau memohon pertolongan dari tuhannya. c. Peran agama terhadap kondisi psikologi Orang yang merasa dirinya dekat dengan Tuhan, diharapkan akan timbul rasa tenang dan aman, yang merupakan salah satu ciri sehat mental yaitu: 1) Mengatur pola hidup individu dengan kebiasaan hidup sehat 2) Memperbaiki persepsi ke arah positif 3) Memiliki cara penyelesaian masalah yang spesifik 4) Mengembangkan emosi positif 5) Mendorong kepada kondisi yang lebih sehat d. Peran Agama Terhadap Kondisi Sosio Umumnya para penganut agama akan melakukan kegiatan ibadah atau kegiatan sosial lainnya secara bersama-sama, dan kegiatan bersama seperti ini dilakukan secara berulang-ulang, sehingga dapat menimbulkan rasakebersamaan dan meningkatkan solidaritas antar jamaah. Orang dengan skor religiusitas tinggi, pada umumnya dapat membina keharmonisan keluarga, dan pada umumnya dapat membina hubungan yang baik di antara keluarga. Pengaruh puasa Ramadhan terhadap kesehatan telah diteliti pula oleh Zainullah (2005), dengan sampel para santri suatu pondok pesantren. Penelitian dilakukan 3 minggu sebelum Ramadhan sampai denganpuasa hari ke-26. Penilaian terhadap substansi imunologik.

57

Dari ketiga hal diatas maka peran perawat dengan memberikan bimbingan secara koprehensip yaitu melalui keagamaan akan pengaruh terhadap kondisi bio, psiko, sosio dan spiritual. e. Hubungan Keyakinan Dengan Pelayanan Kesehatan Kebutuhan spiritual merupakan kebutuhan dasar yang dibutuhkan oleh setiap manusia. Apabila sesorang dalam keadaan sakit, maka hubungan dengan tuhannya pun semakin dekat, mengingat seseorang dalam kondisi sakit menjadi lemah dalam segala hal, tidak ada yang mampu membangkitkannya dari kesembuhan, kecuali sang pencipta. Dalam pelayanan kesehatan, perawat sebagai petugas kesehatan harus memiliki peran utama dalam memenuhi kebutuhan spiritual. Perawat dituntut mampu memberikan pemenuhan yang lebih pada saat pasien kritis atau menjelang ajal. Dengan demikian, terdapat keterkaitan antara keyakinan dengan pelayanan kesehatan, dimana kebutuhan dasar manusia yang diberikan melalui pelayanan kesehatan tidak hanya berupa aspek-biologis, tetapi juga aspek spiritual. Aspek spiritual dapat membantu membangkitkan semangat pasien dalam proses penyembuhan. 3. Faktor pencetus hubungan dokter pasien 1. Faktor perkembangan Tiap gangguan dalam pencapaian tugas perkembangan dari masa bayi sampai dewasa tua akan mencetus seseorang sehingga mempunyai masalah respon menarik diri. Sistem keluarga yang tergantung juga dapat mempengaruhi terjadinya penarikan diri. Anggota keluarga bekerja sama dengan tenaga profesional medis untuk mengembangkan gambaran yang lebih tepat lagi tentang keadaan pasien dengan baik. 2. Faktor biologis

58

Faktor genetik dan adanya perubahan struktural respon sosial mal adaptif. Komunikasi efektif bertujuan agar dokter dapat memperlakukan pasien sebagai manusia seutuhnya dalam aspek biologis, psikologis, tingkah laku, dan aspek sosial sehingga pada akhirnya dapat dilakukan pemeriksaan hingga penatalaksanaan yang menyeluruh dan tercapai kesembuhan pasien yang optimal. Elemen-elemen penting dalam hubungan ini termasuk komunikasi verbal dan nonverbal, pertanyaan efektif, transmisi informasi, serta sikap empati. Sebuah penelitian oleh Kelly B. Haskard Zolnierek dan M. Robin D dari Texas University dengan meta analisis memperoleh hasil bahwa komunikasi antara dokter dengan pasien berhubungan sinergis dengan kepatuhan selama pengobatan yang tentunya berhubungan dengan prognosis kesembuhan pasien. Terdapat 18% risiko ketidakpatuhan pasien yang lebih tinggi apabila komunikasi antara dokter dan pasien tidak terjalin dengan baik. Dokter yang telah terlatih dalam kemampuan berkomunikasi memperoleh kemajuan hasil yang signifikan yaitu sebesar 1.62 kali lebih besar dibandingkan dokter yang tidak terlatih. 3. Faktor Psikologi Psikologi kesehatan adalah aspek-aspek ilmu psikologi yang bermanfaat ketika digunakan di dalam dunia kesehatan. Sebagai contoh, seorang dokter harus bisa mengendalikan psikis pasiesnnya dan bukan hanya sebagai orang yang dibayar dan harus memberi resep obat. Ketika pasien mempunyai sakit parah, maka sebagai dokter yang baik, ia harus dapat membangkitkan semangat dan motivasi pasien untuk dapat sembuh dari penyakitnya. Lebih dari itu, dokter juga harus mengetahui bagaimana keadaan mental pasien berkaitan dengan kesehatannnya.

59

Sesuai

dengan

Matarazzo,psikologi

kesehatan adalah

adalah suatu agregat dari specific educational, dan kontribusi scientific professional, dari disiplin psikologi, untuk memajukan atau memelihara kesehatan, dan termasuk juga lain didalamnya yang terkait penanganan penyakit aspek-aspek

dengannya. Psikologi kesehatan dipandang sebagai pengetahuan psikis dan sosial yang dapat digunakan dan bermanfaat untuk mengurangi stress psikis yang disebabkan oleh penyakit. Psikologi kesehatan dapat dimanfaatkan untuk berbagai situasi dan kondisi.

4.

Faktor sosiokultural Isolasi sogsial merupakan faktor pencetus dalam gangguan suatu hubungan. Ini merupakan akibat dari ketidaknormalan pendekatan terhadap orang lain

5. Faktor spiritual Dokter menghormati pasien untuk memenuhi kebutuhan spiritual pasien sebagai bagian dari kebutuhan menyeluruh pasien, antara lain dengan memfasilitasi pemenuhan kebutuhan spiritual pasien tersebut, walau pun dokter dan pasien mempunyai keyakinan spiritual atau keagamaan yang tidak sama.

BAB III PENUTUP

60

Kesimpulan Berdasarkan uraian diatas dapat ditarik kesimpulan bahwa seorang tenaga kesehatan khususnya dokter dalam berkomunikasi dengan pasien dan keluarga pasien dapat menggunakan beberapa metode komunikasi, yaitu komunikasi verbal dan non-verbal dengan harapan akan terciptanya rasa empati dan saling percaya dari kedua belah pihak. Selain metode dalam berkomunikasi, seorang dokter juga harus pintar dan bijak dalam menyampaikan isi pesan komunikasi terhadap pasien, salah satunya yaitu dokter dituntut agar dapat menggunakan bahasa yang mudah dipahami oleh pasien dan keluarga pasien tanpa adanya kesan menggurui, harus menggunakan bahasa yang santun dan sopan dalam melakukan konseling, dapat menerapkan prinsip mendengar aktif untuk menggali permasalahan kesehatan pasien secara holistik dan komprehensif serta mampu menunjukkan kepekaan terhadap aspek biopsikososiokultural dan memberikan bimbingan spiritual kepada pasien dan keluarga.

DAFTAR PUSTAKA

61

Bolton, R. 2000. People Skills. How to Assert Yourself, Listen to Others, and Resolve Conflicts. Sidney: Prentice Hall Cangara, Hafid. (2006), PengantarIlmuKomunikasi, Jakarta : PT. Raja GrafindoPersada.Carkhuff, R.R. & Anthony, W A. 1979. The Skill of Helping. Massachusetts: Human Resource Development press Cormier, W.H. & Cormier, L.S. 1998. Interviewing Strategies for Helpers. Fundamentals Skills and Cognitive Behavioral Interventions. 2nd. ed.. Monterey, California: Brooks/Cole Publishing Company. Edward, John. 1985. language, Society, anda Identity. New York: Basil Blackwell. Egan, G. 1998. The Skilled Helper. A systematice Approach to Effective Helping.6.th. ed. Pacific Grove, California: Brooks/Cole Publishing Company. Goody, Esther N (Ed.). 1985. Questions and Politiness: Strategy in Social Interaction. Cambridge. Gordon, George N. 1969. The Languages of Communication. New York: Hasting House. Gilmore, S.K. 1973. The Counselor In-Training. Englewood Cliffs, New jersey: Prentice Hall, Inc. Hackney, H.L. & Cormier, L.S. 2001 The Professional Counselor. A Process Guide to Helping. Boston: Allyn & Bacon Ivey, A.E. & Ivey, M.B. 1999. Intentional Interviewing and Counseling. Facilitating Client Development in a Multicultural Society. 4th. ed. London: Brooks/Cole Publishing Company. Nababan, PWJ. 1986. Sosiolinguistik: Suatu Pengantar. Jakarta: PT Gramedia. Notoatmodjo, S 1997, IlmuPerilakudankomunikasiKesehatan, Jakarta : RinekaCipta. Liliweri,Prof dr lewi . 2007 . Dasar-dasar komunikasi kesehatan. Jogjakarta : Pustaka Pelajar. Salam, H Burhanuddin 1987. Etika Sosial: Asas Moral dalam Kehidupan Manusia. Jakarta: PT Rineka Cipta.

62

Silzen, Peter. 1990. "Bahasa sebagai Ungkapan Perasaan". Makalah. Depok: Fakultas Sastra UI. Wardhaugh, Renold. 1986. An Introduction to Sociolinguistics. New York: Basil Blackwell. Aribowo Prijosaksono dan Roy Sembel, Komunikasi yang Efektif, Diakses 24 Oktober 2012.Dari , < www.sinarharapan.co.id > Erly. Komunikasi Efektif Dokter Pasien. Diakses 24 Oktober 2012. Dari < http://fkunand2010.files.wordpress.com/2010/09/komunikasi-efektif-drpasien-2010.ppt > http://healindonesia.com/apa-itu-holistik/ diakses pada hari Rabu tanggal 24 oktober 2012. http://mhs.blog.ui.ac.id/putu01/2012/01/09/masalah-kesehatan-secara-holistikdan-penyebabnya/ diakses pada hari Rabu tanggal 24 oktober 2012. http://www.fk.unair.ac.id. Cara menggali permasalahan kesehatan komprehensif . Diakses pada hari Rabu tanggal 24 oktober 2012. Yustina Sumardi & Sartini Moertono, Materi Pokok Komunikasi Bisnis, Diakses 24 oktober 2012. Dari , <http://shohibmoe.wordpress.com/content/empati-dan-perilaku-prososial/>

63

Anda mungkin juga menyukai