Anda di halaman 1dari 18

PERSPEKTIF SOSIOLOGIS ANTROPOLOGIS

TERHADAP PENDIDIKAN

FAKULTAS TARBIYAH
IAIN KEDIRI

Ahmad Taufiq
Mengapa Perspektif Penting?
 Dalam sosiologi dan antropologi, istilah
perspektif itu memang sangat penting untuk
dipahami terlebih dulu
 Karena perspektif yang beragam merupakan
aspek yang sangat mendasar untuk memiliki
pemahaman sosiologis antropologis yang
lebih tepat
 Karena itu, sebelum melanjutkan bahasan
tentang tema-tema berikutnya, perlu
memahami dulu perspektif yang berkembang
dalam sosiologi dan antropologi
Beberapa Istilah Yang Sama
 Ada beberapa istilah lain yang memiliki
kesamaan dengan istilah perspektif
 Istilah sudut pandang, cara pandang,
pandangan, point of view, dan paradigma,
merupakan istilah lain yang memiliki
kemiripan dengan perspektif
 Bahkan, paradigma merupakan suatu istilah
yang sangat terkenal, terkait dengan
pengembangan ilmu pengetahuan (terutama
sejak istilah tersebut dipopulerkan oleh
Thomas Kuhn melalui bukunya “The
Structure of Scientific Revolution”
Perebedaan Paradigma
 Dalam perkembangannya, terdapat perbedaan
antara paradigma dalam ilmu-ilmu alam dengan
paradigma dalam ilmu-ilmu sosial kemanusiaan
 Jika dalam ilmu-ilmu alam hanya terdapat
paradigma tunggal, maka dalam ilmu-ilmu sosial
terdapat banyak paradigma
 Dalam ilmu alam bisa dipahami kalau
paradigmanya tunggal, karena berhubungan dengan
benda-benda dan kehidupan binatang yang bersifat
statis
 Sementara itu, ilmu sosial memiliki banyak
paradigma karena berhubungan dengan manusia
dan interaksi (komunikasi) antar mereka yang
bersifat dinamis dan kompleks
Keragaman Paradigma Ilmu Sosial
 Yang dimaksud dengan paradigma adalah pandangan
mendasar tentang apa yang menjadi obyek kajian
suatu ilmu pengetahun pada masa tertentu
 Pada masa dan era tertentu, para ilmuwan ilmu-ilmu
alam akan memiliki pemahaman yang sama tentang
obyek kajian tertentu dari suatu ilmu (Paradigma
Tunggal)
 Tetapi pada era tertentu juga, para ilmuwan ilmu-ilmu
sosial akan memiliki pemahaman yang bisa jadi
berbeda-beda tentang pokok kajian suatu ilmu
tertentu (Paradigma Banyak)
 Namun pada prinsipnya, jika suatu paradigma telah
mendapatkan gugatan, secara berangsur-angsur
paradigma tersebut akan berakhir dan berganti
dengan paradigma baru
Pergantian Paradigma
 Ketika masyarakat ilmiah telah memiliki
pandangan yang sama tentang obyek kajian suatu
ilmu pengetahuan maka pada saat itu lahirlah
suatu paradigma tertentu
 Dalam perkembangannya, kesamaan pandangan
tersebut akan mengalami kondisi dan situasi yang
tidak normal, karena mulai terdapat pandangan
yang berbeda. Pada saat itu lahir suatu anomali
 Jika anomali terus berlangsung maka akan
berlanjut pada suatu kondisi yang semakin tidak
menentu. Pada saat itu lahirlah crisis
 Setelah crisis berlangsung maka akan lahir
paradigma baru yang disepakati bersama. Dan
proses ini akan berulang kembali .....
Proses Pergantian Paradigma
 Ketika telah lahir paradigma baru, maka
paradigma yang telah ada sebelumnya secara
otomatis berakhir
 Proses pergantian paradigma (shifting
paradigm) secara linear seperti ini
berlangsung pada ilmu-ilmu alam
Paradigma I---Anomali---Crisis---Paradigma II
 Pada ilmu-ilmu sosial, kondisinya berbeda.
Ketika lahir paradigma baru, paradigma lama
masih dapat tetap bertahan
Paradigma Sosiologi Antropologi
 Penjelasan tentang perbedaan paradigma dalam ilmu-
ilmu sosial (terutama sosiologi) telah diberikan secara
detail oleh George Ritzer melalui karya tulisnya
“Sociology : a Multiple Paradigm Science”
 Melalui buku tersebut, Ritzer menjelaskan bahwa
dalam sosiologi, paling tidak, terdapat tiga paradigma
(yaitu paradigma fakta sosial, definisi sosial, dan
perilaku sosial)
 Setiap paradigma berangkat dari asumsi dan
eksemplar yang berbeda

Pemahaman tentang adanya perbedaan paradigma ini


dapat digambarkan sebagaimana cerita tentang 5 orang
buta memegang gajah (pada pengantar kuliah)
Tiga Perspektif Sosiologis
Antropologis
 Berdasarkan kebaradaan paradigma dalam ilmu-
ilmu sosial tersebut, maka dalam menjelaskan
Pendidikan Islam, sosiologi dan antropologi
memiliki, paling tidak, tiga perspektif, yaitu
fungsionalisme struktural, struktural konflik, dan
konstruktivisme
 Fungsionalisme struktural berasal dari dua kata
yaitu fungsi dan struktur
 Menurut perspektif ini, kehidupan masyarakat
merupakan suatu struktur sosial (suatu
keseluruhan yang terdiri dari bagian-bagian) dan
setiap bagian yang membentuk struktur sosial
tersebut memiliki fungsinya masing-masing)
Perspektif Fungsionalisme Struktural
 Terkait dengan pendidikan Islam, perspektif
fungsionalisme struktural menjelaskan bahwa
pendidikan merupakan lembaga sosial yang
berupa sistem dan struktur sosial
 Sebagai struktur sosial, lembaga pendidikan
terdiri dari bagian-bagian, seperti guru, kepala
sekolah, pegawai (karyawan) sekolah, siswa,
orang tua siswa, komite sekolah, dan berbagai
pihak terkait
 Setiap bagian tersebut memiliki fungsi yang
berbeda-beda, tetapi memiliki tujuan sama
dalam melangsungkan proses pendidikan
Perspektif Fungsionalisme Struktural
 Jika terdapat bagian yang sakit (dalam arti
tidak dapat melaksanakan fungsinya dengan
semestinya) maka secara otomatis akan
menyesuaikan diri kembali dan dapat
berfungsi sebagaiman sedia kala
 Dengan perspektif ini, pendidikan merupakan
lembaga sosial yang selalu mengarah pada
keteraturan sosial serta keharmonisan dalam
kehidupan masyarakat
 Hubungan antar berbagai bagian (komponen)
di dalamnya berlangsung secara harmonis
Perspektif Struktural Konflik
 Perspektif struktural konflik berasal dari dua
kata, yaitu struktur dan konflik
 Menurut perspektif ini, kehidupan
masyarakat merupakan suatu struktur sosial
yang selalu diliputi oleh suasana konflik
 Konflik ini akan selalu berlangsung sepanjang
kehidupan masyarakat, karena setiap bagian
dalam mayarakat memiliki kepentingan
tertentu untuk mendapatkan sesuatu (harta,
jabatan, kesmpatan, dll), sedangkan sesuatu
tersebut tersedia sangat terbatas
Perspektif Struktural Konflik
 Terkait dengan pendidikan Islam, perspektif ini
menyatakan bahwa Pendidikan Islam merupakan
lembaga sosial yang selalu diliputi oleh suasana
konflik
 Konflik ini dapat terjadi karena setiap pihak yang
terlibat di dalamnya memiliki kepentingan untuk
mendapatkan sesuatu, sedangkan sesuatu yang
diinginkan tersebut tersedia terbatas
 Misalkan saja, seorang guru akan selalu konflik
dengan guru lainnya karena masing-masing
memiliki pendapat yg berbeda terkait dengan
upaya untuk membentuk siswa berkualitas. Dari
berbagai pendapat yang ada, hanya ada satu
pendapat yang mungkin diterima, padahal
semuanya berkeinginan diterima pendapatnya
Perspektif Struktural Konflik
 Konflik tersebut dapat berlangsung antar guru
dengan guru, antar guru dengan siswa, antar siswa
dengan siswa, antar guru dengan pegawai, antar
guru dengan pimpinan sekolah, antar pegawai
dengan pegawai, dan begitu seterusnya
 Konflik tersebut akan selalu berlangsung selama
lembaga pendidikan Islam tersebut masih eksis
 Agar konflik tersebut tidak menjadi bom waktu
(yang sewaktu waktu meletus dan menjadi lebih
parah akibatnya), maka harus selalu diberi ruang-
ruang serta saluran bagi berbagi pihak terkait
untuk menyampaikan pendapat, pandangan, dan
pemikirannya masing-masing
Perspektif Konstruksionisme
 Perspektif konstruksionisme berasal dari
kata konstruk. Konstruk memiliki makna :
pemikiran
 Menurut perspektif ini, kehidupan
masyarakat sangat ditentukan oleh pemikiran
dan kreatifitas manusia secara individual
 Bentuk dan perkembangan kehidupan
masyarakat sangat tergantung pada
bagaimana setiap individu menunjukkan
potensinya masing-masing serta
mengembangkan kreatifitasnya secara bebas
Perspektif Konstruksionisme
 Terkait dengan pendidikan Islam, perspektif
konstruksionisme menjelaskan bahwa setiap
pihak yang terlibat di dalam penyelenggaraan
pendidikan harus diberi ruang secara bebas
untuk mengembangkan potensi dan
kreatifitasnya masing-masing, agar lembaga
pendidikan tersebut dapat melaksanakan
tugas yang diembannya dengan sebaik-
baiknya
 Baik pegawai, guru, pimpinan, maupun siswa,
seharusnya diberikan kebebasan untuk
berkreasi
Perspektif Konstruksionisme
 Dalam proses pembelajaran, guru tidak
dibenarkan untuk memaksakan kehendaknya pada
siswa agar mengikuti sepenuhnya apa yang dimaui
guru
 Siswa seharusnya digali dan dikembangkan
potensinya masing-masing, karena setiap siswa
dimungkinkan memiliki potensi yang berbeda
 Di samping itu, setiap siswa perlu diberi
kebebasan untuk mengembangkan kreatifitasnya
secara optimal
 Proses pembelajaran menjadikan siswa sebagai
pusatnya, bukan guru. Guru hanya bertindak
sebagai fasilitator dan menjadi mitra diskusi
Dengan Perspektif
Kebenaran Jadi Relatif
 Perbedaan perspektif yang digunakan untuk
memahami serta menjelaskan pendidikan tersebut
memiliki kebenarannya masing-masing
 Tidak ada perspektif yang benar secara mutlak,
begitu juga tidak ada yang sepenuhnya salah
 Setiap perspektif dianggap benar jika memiliki
dasar-dasar yang kokoh berupa sumber data dan
informasi yang dapat dipertanggungjawabkan
 Dengan demikian, menurut perspektif sosiologis
antropologis, penyelenggaraan pendidikan dapat
berlangsung secara dinamis dan kondisional

Anda mungkin juga menyukai