Anda di halaman 1dari 16

Book Chapter

Pengantar Pendidikan

ALIRAN FILSAFAT PENDIDIKAN

Author:

Reski (200904502016), Nurwahida.M (200904501030),

Nurul Ramadani (200904502021).

Jurusan pendidikan Ekonomi Fakultas Ekonomi dan Bisnis

Unversitas Negeri Makassar

reskyamir2302@gmail.com, nurwahida061002@gmail.com, nurulramadani358@gmail.com

ABSTRAK

Book Chapter ini memuat garis-garis besar Aliran-aliran Filsafat pendidikan yang
berkonsentrasi pada keajaiban atau efek samping seperti halnya kehidupan manusia dalam
perbaikan kehidupan dan kehidupan di alam dan kondisinya saat ini yang dikenang untuk
eksistensialisme. menguntungkan bagi progresivisme, perenialisme, esensialisme. juga,
rekonstruksionisme. Aliran-aliran Filsafat pendidikan ini dapat memberikan klarifikasi
tentang perspektif dan penyelenggaraan pendidikan. Perkembangan cara berpikir instruktif
dapat dimanfaatkan untuk merencanakan contoh yang hendak dikerjakan pada pelaksanaan
sekolah nilai. Setiap aliran memiliki kualitasnya sendiri, namun beberapa di antaranya
masih terkait. Misalnya, perkembangan rekonstruksionisme yang menyiratkan peningkatan
kemajuan reformisme, kemudian, pada titik itu, perkembangan esensialisme yang
mendukung perkembangan perenialisme. Sekolah-sekolah cara berpikir instruktif ini
memiliki saran untuk tujuan instruktif, rencana pendidikan, dan strategi pembelajaran.

Kata Kunci: Teori Aliran-aliran Filsafat Pendidikan, Pelaksanaan Pendidikan.


Implementasi

ABSTRACT

This book section contains outlines of instructive ways of thinking that concentrate on
wonders or side effects just as human life in the improvement of life and life in nature and
its current circumstance which are remembered for existentialism. favorable to gresivism.
perennialism, essentialism. also, reconstructionism. These streams can give a clarification

1
of the perspectives and execution of instruction. The progression of instructive way of
thinking can be utilized to plan example intends to work on the execution of value
schooling. Each stream has its own qualities, yet some of them are as yet related. for
example, the progression of reconstructionism which implies the improvement of the
progression of reformism, then, at that point, the progression of essentialism which
upholds the progression of perennialism. These schools of instructive way of thinking have
suggestions for instructive objectives, educational plan, and learning strategies.

Keywords: Theory of Educational Philosophy, Implementation of Education. Implementa


tion

PENDAHULUAN

Filsafat Pendidikan merupakan pemanfaatan cara berpikir umum. Cara


berpikir ini menyelidiki dan berkonsentrasi pada gagasan pengajaran dan
hubungannya dengan dasar, tujuan, strategi, dan masalah yang diidentifikasi dengan
konstruksi penggunaannya. Filsafat Pendidikan merupakan salah satu hipotesis
instruktif yang realitasnya diperoleh dan dibuktikan melalui penelitian baik secara
subyektif maupun kuantitatif dan harus dipersepsikan dan dimanfaatkan sebagai
pembantu bagi instruktur pelatihan. Perenungan tentang pelatihan dari masa lalu
hingga akhir-akhir ini terus berkembang. Masalah yang akan terjadi adalah bahwa
penalaran dipandang sebagai aliran atau pengembangan lain dalam pelatihan. Pada
gilirannya, pelatihan menggunakan kesepakatan atau aliran untuk mencapai tujuan
pembelajaran saat ini adalah waktu yang tepat. Bagaimanapun, periodisasi kemajuan
instruktif juga tidak dapat dipisahkan dari ide-ide cara berpikir instruktif yang
mempengaruhi teknik, ide, dan objek pelatihan. Hal ini menimbulkan akibat positif
dan merugikan dari pelaksanaan persekolahan tersebut.

Dalam zaman Yunani, filsafat bukanlah disiplin hipotetis dan khusus,


melainkan gaya hidup yang substansial, perspektif hidup tentang manusia dan alam
yang mencerahkan selama orang bisa mengingat. Apalagi dengan kehidupan atau
kemajuan peradaban manusia dan persoalan-persoalan yang dihadapinya, kesepakatan
hipotetis yang dibawa ke dalam dunia cara berpikir Yunani kehilangan kapasitas
untuk menawarkan respon yang sah terhadap realitas kemajuan, yang telah membuat
orang mengambil keputusan yang luar biasa. melompat di bidang sains, inovasi klinis
dan instruksi.

2
Perubahan akan mendorong individu untuk mengkaji ulang gagasan tentang
kebenaran. Karena setiap penyesuaian kemajuan akan mempengaruhi kerangka nilai
bersama, mengingat antara perubahan pembangunan yang memanfaatkan perspektif
manusia terdapat hubungan yang proporsional. Pendidikan merupakan usaha untuk
membina kemampuan manusia siswa. Dengan demikian, pendidikan bermaksud untuk
mengatur individu dalam keseimbangan solidaritas. alami, dinamis, untuk mencapai
tujuan keberadaan manusia, melalui cara berpikir instruktif yang digunakan dalam
penyelidikan masalah pendidikan.

Selama pergantian peristiwanya, penalaran karena pertimbangan para ahli


logika atau pemikir sepanjang masa ketika memanfaatkan objek perhatian kehidupan
didunia ini, telah melahirkan berbagai macam perspektif. Perspektif para ahli atau
pakar, ada kalanya satu sama lain hanya biasa-biasa saja membangun, namun tidak
jarang mereka tidak setara atau bermasalah. Ini agaknya karena berbagai metodologi
yang digunakan oleh mereka, meskipun faktanya objek masalah adalah sesuatu yang
serupa. Karena perbedaan dalam kerangka metodologi, tujuan selanjutnya tidak sama,
tidak sedikit bertentangan satu sama lain. Selain itu, unsur-unsur peristiwa dan sudut
pandang yang melatarbelakangi mereka, serta tempat tinggal mereka juga turut
mewarnai penalaran mereka.

PEMBAHASAN

Filsafat Pendidikan adalah penggunaan teori filsafat, yang mengandung


pengertian bahwa cara berpikir pendidikan pada dasarnya menggunakan operasi
penalaran dan akan memanfaatkan hasil yang akan terjadi dalam penyelidikan teori,
khususnya sebagai hasil pengamatan, informasi, dan kualitas manusia. , terutama yang
diidentifikasi dengan tindakan eksekusi. petunjuk. Dalam cara berpikir pengajaran ada
banyak sekolah sesuai dengan aliran cara berpikir saat ini.

Sebuah survei filosofis dapat muncul Sebagai karya untuk meningkatkan


konsistensi antara aliran-aliran dalam filsafat pendidikan dengan cara berfikir
Pancasila. Dibawah ini akan menjelaskan mengenai berbagai aliran-aliran dalam
filsafat pendidikan yang memperjelas penyelidikan keajaiban atau efek samping
seperti kehidupan manusia dalam kemajuan kehidupan dan kehidupan di alam dan
kondisinya saat ini yang mencakup eksistensialisme, progresivisme, perenialisme,
esensialisme, serta rekonstruksionisme. (Edward dan Yusnadi, 2015: 18-19).

3
1. Aliran Filsafat Eksistensialisme

Eksistensi mengandung arti kehadiran, namun dalam teori eksistensialisme


kata kehadiran memiliki arti penting yang berlawanan dengan cara di mana orang ada.
di planet ini, dan ini ada dengan memanfaatkan status quo, dengan alasan bahwa hal-
hal tidak tahu tentang realitas mereka sebagai sesuatu yang mempunyai hubungan
dengan orang lain, dan dekat dengan orang lain. Kehadiran total menyiratkan bahwa
manusia tetap sebagai dirinya sendiri dengan keluar sebagai dirinya sendiri. Faktanya
adalah bahwa orang tahu bahwa mereka hadir.

Menurut perspektif Heidegger (Sudarsono, 1993:345-346), masalah “ada”


harus dijawab melalui kosmologi, yang berarti: Jika masalah ini diidentikkan dengan
manusia serta dicari kepentingannya didalam hubungan tersebut.

Semua bersama-sama untuk pekerjaan ini untuk menjadi bermanfaat, itu


diandalkan untuk memiliki pilihan untuk memanfaatkan teknik fenomenologis-
koheren. Akibatnya hal yang signifikan adalah untuk melacak pentingnya "menjadi".
Untuk menentukan pentingnya keberadaan, orang harus diteliti dalam struktur mereka
yang umumnya terlihat dalam kehidupan sehari-hari. Heidegger berencana untuk
mengetahui kondisi manusia sebelum keadaan direnungkan.

JP Sartre mengungkapkan bahwa kehidupan manusia berjalan sebelum


intisarinya. Pandangan ini sangat aneh, biasanya sesuatu harus memiliki intisarinya
sebelum realitasnya. Seperti yang ditunjukkan oleh eksistensialisme, kehidupan
manusia berjalan sebelum esensinya. Ini tidak sama dengan tanaman, makhluk, dan
batu yang esensinya mendahului kenyataan mereka, jika mereka ada. Dalam cara
berpikir visi, asli (kehadiran) dianggap mengikuti empulur (perwujudan). Jadi naluri
manusia memiliki kualitas-kualitas tertentu, dan atribut-atribut itu. membuat orang
tidak persis sama dengan binatang yang berbeda. Dengan demikian, dikatakan bahwa
kehadiran manusia mendahului perwujudannya. Selanjutnya persamaan ini sebagai
kaidah utama dan pertama dalam cara berpikir eksistensialism (Fuad. 2010:180-181).

Sebagaimana ditunjukkan oleh Callahan, 1983 (dalam Pidarta, 2007:93-94)


cara berpikir instruktif eksistensialisme berasumsi bahwa realitas atau kebenaran
adalah kehadiran atau kehadiran pribadi tunggal itu sendiri. Kehadiran orang di dunia
ini tidak memiliki alasan dan kehidupan menjadi tertelan mengingat fakta bahwa ada

4
orang. Manusia bebas. Menjadi apa individu itu dikendalikan oleh pilihan dan
tanggung jawabnya. sendiri.

Ada beberapa perspektif tentang pengikut cara berpikir ini sehubungan


dengan kehadiran, khususnya:

a. Eksistensi adalah cara di mana orang ada. Hanya orang yang ada, orang adalah
titik fokus pertimbangan, jadi mereka humanistik.
b. Eksistensi tidak statis namun kuat, yang berarti secara efektif membuat dirinya
sendiri, mengatur, melakukan dan menjadi.
c. Orang-orang dipandang secara konsisten selama waktu yang dihabiskan
menjadi tidak lengkap dan terbuka dan masuk akal. Bagaimanapun, orang
terikat dengan lingkungan umum mereka, terutama orang individu (Edward
dan Yusnadi, 2015: 28).

Pendidikan menurut cara berpikir Aliran ini berencana untuk menumbuhkan


kesadaran individu, memberikan kebebasan dalam memilih moral tanpa hambatan,
mendorong kemajuan informasi diri, bertanggung jawab atas diri mereka sendiri, dan
menumbuhkan tanggung jawab diri. Topik harus memberikan kebebasan untuk
menjadi dinamis sendirian, untuk merencanakan dan mengeksekusi sendiri, baik
dalam pekerjaan mereka sendiri maupun dalam pertemuan. Materi yang direnungkan
dititikberatkan pada tuntutan yang mendesak dari keberadaan manusia. Siswa perlu
memperoleh wawasan seperti yang ditunjukkan oleh kontras tunggal mereka.
Pendidik harus memilih berdasarkan prosedur pertunjukan yang berputar-putar
(Pidarta, 2007:94).

Force, 1982 (Group Instructing, 2009: 92) menjelaskan penggunaan cara


berpikir instruktif eksistensialisme dalam tindakan pelaksanaan pendidikan sebagai
berikut:

1. Tujuan Pendidikan

Pendidikan memberikan pengaturan keterlibatan yang besar serta menyeluruh


dengan seluruh jenis kehidupan.

2. Status Pelajar/Siswa

5
Siswa merupakan orang-orang yang berakal, diizinkan untuk memilih serta
bertanggung jawab atas keputusan mereka. Membutuhkan janji untuk kepuasan tujuan
individu.

3. Program Pendidikan/Kurikulum

Program pendidikan bersifat liberal, artinya memiliki kesempatan untuk


memilih dan memutuskan pedoman dan pertemuan pembelajaran yang ditunjukkan
oleh minat dan kebutuhan siswa dari kehidupan mereka. Di sekolah, didorong untuk
membentuk siswa untuk menganggap, menganggap kesempatan orang lain seperti
dalam diri mereka sendiri, karena pelajaran sosial dididik.

4. Tugas pendidik

Pendidik berperan dalam mengikuti dan mengikuti peluang skolastik, tidak


jarang suatu saat bisa menjadi pengajar, besok bisa menjadi mahasiswa.

5. Strategi

Yang dititikberatkan pada strategi pembelajaran adalah pencapaian tujuan


pendidikan, tepatnya pencapaian kepuasan serta karakter yang baik dan berakhlak
mulia, sedangkan teknik adalah pendekatan dalam mencapai tujuan pendidikan
tersebut. Oleh karena itu. penerapan teknik ini tidak terlalu difikirkan secara
mendalam dan menyeluruh.

Ilustrasi dari aliran eksistensialisme adalah pelaksanaan proyek


ekstrakurikuler pada sekolah. Pada program ini, siswa diperbolehkan untuk memilih
serta menentukan apa minat dan bakat mereka tanpa ada unsur paksaan. Dari program
ekstrakurikuler ini, maka siswa dapat menunjukkan prestasi dan kehadirannya yang
dimilikinya.

2. Aliran Filsafat Progresivisme

Cara berpikir instruktif Aliran progresivisme lahir di Amerika Serikat. Cara


berpikir ini sesuai dengan semangat negara Amerika saat itu, sebagai negara unik
yang berjuang untuk melacak kehidupan lain di negara lain. Bagi mereka tidak ada
kehidupan yang layak, belum lagi kualitas abadi. Ada perubahan. Mereka
menempatkan aksentuasi yang luar biasa pada kehidupan sehari-hari, sehingga
keseluruhan aktivitas mereka diperkirakan dengan penggunaan yang membumi.

6
Karena tujuannya meragukan, cara atau niat untuk mencapai tujuan itu juga
dipertanyakan. Tujuan dan sarana untuk itu adalah satu, menyiratkan bahwa ketika
tujuan berubah, instrumen juga berubah. Tokoh teori instruksi reformis ini adalah
John Dewey (Pidarta, 2007:92).

Seperti yang ditunjukkan oleh murid-murid sekolah ini, keberadaan manusia


terus berkembang ke arah yang positif. Apa yang dilihat sebagai saat sekarang
mungkin tidak benar-benar berlaku di kemudian hari. Dengan demikian, siswa belum
siap untuk menjalani keberadaan masa kini, namun mereka harus siap menghadapi
keberadaan yang akan datang. Masalah kehidupan hari ini tidak akan setara dengan
masalah kehidupan di kemudian hari. Akibatnya, siswa harus dilengkapi dengan
metodologi untuk mengelola kehidupan masa depan dan pemikiran kritis yang
memberdayakan mereka untuk mengalahkan isu-isu baru sepanjang kehidupan sehari-
hari dan untuk menemukan realitas yang berlaku di sekitar itu (Edward dan Yusnadi,
2003). 2015:28).

Kemajuan Aliran Progrisivisme memandang dan berusaha untuk


menumbuhkan aturan reformisme dalam segala aspek nyata, terutama sepanjang
kehidupan sehari-hari, untuk mengatasi setiap kesulitan keberadaan manusia, ia harus
pragmatis dalam melihat segala sesuatu sejauh keagungannya. Reformisme disebut
instrumentalisme, karena aliran filsafat ini menerima bahwa kapasitas wawasan
manusia adalah alat selamanya untuk sukses, dalam menciptakan karakter manusia.
Disebut eksplorasi atau observasional dengan alasan bahwa sekolah mengakui dan
melatih aturan eksperimen untuk menguji realitas hipotesis. Reformisme disebut
environmentalisme karena aliran ini memikirkan iklim yang mempengaruhi
peningkatan karakter (Imam Muis, 2004).

Penerapan atau implementasi Aliran-aliran Filsafat pendidikan pendidikan


progresivisme dalam praktik penyelenggaraan pendidikan seperti berikut ini:

1. Tujuan Pendidikan.

Alasan pelatihan seperti yang ditunjukkan oleh aliran ini adalah untuk
memberikan kemampuan dan peralatan yang berharga untuk berkolaborasi dengan
iklim yang terus berkembang. Siswa diharapkan mempunyai kemampuan berpikir
secara kritis yang dapat digunakan dalam memutuskan, memecahkan, serta
menangani masalah.

7
Poin-poin pendidikan agar siswa dapat menangani masalah-masalah baru di
dekat kehidupan rumah dan aktivitas publik, atau dalam berinteraksi dengan iklim
umum. mengubah ukuran.

2. Kurikulum Pendidikan

Lingkaran Progrisivisme menempatkan siswa di titik pusat sekolah (fokus


anak). Mereka kemudian, pada saat itu, berusaha mengembangkan program
pendidikan dan strategi pengajaran yang bergantung pada kebutuhan, minat, dan
dorongan siswa. Dengan demikian, pendapatan anak adalah tahap awal untuk
pengalaman belajar. Imam Barnadib mengungkapkan bahwa program pendidikan
Progrisivisme merupakan program pendidikan yang tidak beku dan dapat diubah. Jadi
yang tepat merupakan program pendidikan yang terfokus dalam pertemuan atau
perjumpaan.

3. Strategi Pendidikan

Strategi pendidikan yang umumnya digunakan oleh perkembangan Aliran


Progrisivisme meliputi:

a. Teknik Pelatihan Dinamis


Pelatihan reformis lebih melalui pemberian iklim dan kantor yang
memungkinkan sistem pembelajaran terjadi secara terbuka bagi setiap anak
untuk menumbuhkan bakat dan minat mereka.
b. Strategi Mengamati Latihan Belajar
Mengikuti jalannya latihan belajar anak-anak sendirian, sambil
memberikan bantuan jika perlu yaitu bekerja dengan latihan belajar terus
menerus.
c. Teknik Eksplorasi Logis
Pelatihan reformis mempelopori pemanfaatan teknik eksplorasi logis
yang mengarah pada penyusunan ide.
d. Pemerintah pengganti
Pelatihan reformis menghadirkan pemerintah pengganti dalam
kehidupan sekolah berkaitan dengan demokratisasi kehidupan sekolah.
e. Partisipasi Sekolah Bersama Keluarga
Reformist Training mencari kerjasama antara sekolah dan keluarga
untuk membuka pintu terbuka seluas mungkin bagi anak-anak untuk

8
berkomunikasi secara normal setiap minat dan latihan yang dibutuhkan anak-
anak.
f. Sekolah sebagai Pusat Penelitian Perubahan Instruktif
Sekolah merupakan tempat belajar, namun juga berperan sebagai
sarana penelitian dan pengembangan pemikiran-pemikiran instruktif baru.

4. Belajar

Sistem pembelajaran terikat pada anak dengan berfokus pada anak muda.
Bagaimanapun, instruktur tidak mengizinkan anak muda untuk mengikuti apa yang
mereka butuhkan. karena umumnya anak itu tidak cukup dewasa untuk menetapkan
tujuan yang memuaskan atau plan yang baik. Anak membutuhkan arahan dari
pendidik untuk menyelesaikan pendidikannya. Siswa adalah mata pelajaran yang
dinamis, bukannya tidak terlibat, pendidikan dapat dikatakan sebagai dunia kecil
(miniatur) dari masyarakat yang besar, latihan wali kelas dipusatkan di sekitar latihan
berpikir kritis, dan suasana sekolah ditujukan pada situasi aturan yang menyenangkan
dan mayoritas. Mereka berpegang teguh pada pedoman pelatihan yang berfokus pada
anak muda. Mereka merasa bahwa anak-anak adalah novel. Anak-anak adalah remaja
yang sama sekali berbeda dengan orang dewasa. Anak-anak memiliki alur pemikiran
mereka sendiri. punya kerinduan sendiri, mempunyai cita-cita dan perspektif atau
pandangan sendiri yang tidak sama dengan orang dewasa.

5. Peran Tenaga Pendidik (Guru)

Pengajar dalam cara berpikir aliran Progrisivisme adalah pembimbing.


manajer, ketua dan bukan sebagai individu dengan kekuasaan penuh yang dapat
melakukan apa saja (otoriter) terhadap siswa.

Hipotesis progresivisme perlu mengatakan bahwa tugas pendidik adalah


mengarahkan latihan siswa dan berusaha memberikan iklim yang paling ideal dalam
belajar. Sebagai seorang administrator, tanaga pendidik tidak lebih menonjol, akan
tetapi harus menjadi penguasa mayoritas dan fokus pada hak-hak normal siswa secara
keseluruhan. Metodologi yang digunakan adalah metodologi mental dengan
keyakinan bahwa mendorong adalah prioritas yang lebih tinggi daripada hanya
memberikan data.

6. Peserta Didik/Siswa

9
Hipotesis progresivisme menempatkan siswa dalam situasi fokus dalam
belajar, karena siswa memiliki kecenderungan karakteristik dalam belajar serta dapat
mencari dan menemukan sesuatu tentang lingkungan umum mereka, selanjutnya
mempunyai kebutuhan tertentu yang harus dipenuhi dalam hidup mereka.
Kecenderungan serta persyaratan ini akan memberikan atau menyiapkan siswa minat
dan bakat yang jelas dalam berkonsentrasi pada topik yang berbeda.

3. Aliran Filsafat Rekonstruksionalisme

Rekonstruksionalisme merupakan filsafat aliran pendidikan yang yang melihat


pelatihan sebagai pertemuan terus menerus sepanjang kehidupan sehari-hari. Sekolah
sebagai tempat utama terjadinya pengajaran yang mengharapkan siswa memiliki
pilihan untuk menghimpun kapasitasnya secara berharga untuk menyesuaikan dengan
tuntutan kemajuan dan kemajuan masyarakat karena dampak ilmu pengetahuan dan
inovasi (Barnadib, 2013: 24). Hal ini sesuai dengan perspektif tokoh atau ahli aliran
filsafat rekonstruksionisme, John Dewey, dalam Rekonstruksionisme Revolusioner,
yang melihat pengajaran sebagai suatu alat untuk membentuk masyarakat yang
berorientasi kemasa depan (Redja Mudyahardjo, 2010: 151) tidak terlalu
memperhatikan perbedaan seperti warna kulit, agama, dan negara besar atau kecil.
Melalui organisasi serta siklus instruktif, pendidikan ini memperbarui permintaan
lama dan membuat desain kehidupan sosial yang sama sekali baru.

Ahli logika dari aliran rekonstruksionisme, khususnya John Dewey dengan


Rekonstruksionisme Individualistis serta George S. Hitungan dengan
Rekonstruksionisme Sosial (Redja Mudyahardjo, 2010:152). Rekonstruksionalism
bergantung pada cara berpikir Logika yang menganggap realitas sebagai pengalaman,
yang diperoleh melalui landasan, fakta masalah yang terkandung dalam kegunaannya
di mata publik dan Nativisme yang menganggap ketenangan manusia serta
kepercayaan teguh bahwa sains dapat berkumpul pada masa depan atau masa yang
akan dating (Redja Mudyahardjo, 2010:155).

Aliran Filsafat Pendidikan Rekonstruksionalisme mencoba untuk membuat


keberadaan di mana kekuasaan publik berada di bawah keamanan atau di bawah
spesialis di seluruh dunia. Selain itu, juga membuat dan melakukan penggabungan,
khususnya perpaduan antara ajaran ketat (Kristen) dengan sistem aturan mayoritas,

10
inovasi masa kini, dan pengerjaan terkini dalam satu budaya yang dibudayakan
bersama oleh negara-negara di dunia.

Perspektif aliran Filsafat pendidikan Pendidikan menurut Rekonstruksionisme:

1. Tujuan Pendidikan

Pendidikan lebih dicirikan dengan menginstruksikan. Akan tetapi, mengajar


bukanlah tindakan memindahkan informasi dari seorang pengajar atau guru kepada
siswa, akan tetapi tindakan yang memungkinkan peserta didik mampu dan bisa
mengumpulkan wawasan mereka sendiri. Sejalan dengan ini, mengajar adalah jenis
belajar mandiri (Bettencourt, 1989 dalam kalimat Dinn W, dkk, 2008: 4.35).

2. Program Pendidikan/Kurikulum

Rencana pendidikan sebagai program pendidikan dimana informasi serta


kemampuan dapat dibangun. Dengan cara ini, siswa mengambil bagian yang
berfungsi dalam menangani suatu (masalah) agar lebih dipahami.

3. Strategi Pendidikan

Pendidik atau tenaga pengajar mempunyai peran yaitu sebagai perantara serta
sebagai fasilitator siswa (Tobin, dkk, 1994 dalam kalimat Noise W, dkk, 2008: 4.36).
Oleh karena itu, didalam pendidikan diharapkan mampu mempertimbangkan serta
menggunakan berbagai strategi yang tepat untuk dapat membantu siswa dalam
kegiatan belajar. Sementara itu, siswa diperlukan untuk belajar secara efektif untuk
mengembangkan wawasannya serta harus mampu bertanggung jawab atas hasil
belajarnya (Paul Suparno, 1997 dalam kalimat Dinn W, dkk, 2008: 4.36).

4. Aliran Filsafat Esensialisme

Esensialisme umumnya dalam pendidikan merupakan perkembangan


instruktif yang melawan ketidakpercayaan dan skeptisisme perkembangan
Reformisme), dan menolak perspektif Reformisme yang memandang sifat alami yang
berkembang, mudah beradaptasi, dan spesifik. dunia nyata. Seperti yang ditunjukkan
oleh esensialisme, premis seperti itu tidak tepat untuk pelatihan, karena dapat
mendorong perubahan perspektif dalam pengajaran, pelaksanaan yang tidak stabil,
dan bahkan dapat menyebabkan kekurangan kepemimpinan di sekolah (Djumransjah,
2006: 182). Ternyata, persekolahan tergantung pada kualitas-kualitas yang dapat

11
memperoleh kemantapan dan posisi fundamental budaya, atau pelatihan yang
menguntungkan budaya lama yang merupakan pusat peradaban manusia (Dinn W,
dkk, 2008:4.14).

Filsuf aliran filsafat pendidikan esensialisme adalah , William C. Bagley,


melihat sekolah sebagai siklus utama didalam membangun realitas, termasuk ruang
lingkup mata pelajaran yang umumnya ketat yang merupakan pusat keberhasilan
pembelajaran.

Esensialisme bergantung pada beragam cara berpikir Optimisme dan Target


Authenticity. Artinya, kedua aliran penalaran ini bertemu sebagai sekutu esensialism,
namun tidak menyatu menjadi satu. Masing-masing tidak menyerahkan atribut
fundamentalnya (Redja Mudyahardja, 2010:162).

Para Filsuf optimisme luar biasa yang membentuk kerangka standar


esensialisme adalah Plato (periode tradisional), dan visi saat ini adalah Leibniz,
Immanuel Kant, Hegel, serta Schopenhauer (Dinn W, dkk, 2008:4.15).

Para Filsuf otentisitas yang luar biasa dalam acara-acara tradisional adalah
Aristoteles dan Democritus. Sedangkan otentisitas masa kini adalah Thomas Hoobes,
John Locke, G. Barkeley, dan David Hume (Dinn W, dkk, 2008:4.15).

Perspektif aliran Filsafat pendidikan Pendidikan menurut Esensialisme:

1. Tujuan Pendidikan

Ini adalah karya dalam mengikuti budaya, "Melatih sebagai Perubahan


Sosial". Pelatihan harus didasarkan pada kualitas sosial yang telah dicoba di segala
usia, kondisi, dan sejarah, yang merupakan inti dari menyelesaikan hari ini. nasib
umat manusia sekarang dan akhirnya (Moh. Noor Syam, 1984 dalam kalimat Dinn W,
dkk, 2008: 4.20).

2. Rencana Pendidikan/Kurikulum

Rencana pendidikan difokuskan dalam pelajaran akademik yang pokok atau


utama. Program pendidikan Sekolah Dasar menggarisbawahi peningkatan
kemampuan esensial dalam membaca, mengarang, dan sains. Program pendidikan
sekolah bantu menggarisbawahi perkembangan mata pelajaran matematika, IPA
bawaan, humaniora, dialek, dan menulis (Redja Mudyahardja, 2010:163-164).

12
3. Strategi Pendidikan

Pendidikan terfokus pada pendidik (instructor terfokus). Pendidik sebagai


penengah antara alam semesta masyarakat dan alam semesta anak-anak, memiliki
pengaruh yang kuat dan menyelenggarakan latihan-latihan di wali kelas. Sedangkan
tugas siswa adalah belajar (Madjid Noor, 1987 dalam kalimat Dinn W, dkk, 2008:
4.21), dengan adanya aktivitas mental seperti percakapan, pemberian evaluasi atau
penugasan, serta penguasaan informasi, misalnya melalui penyampaian data serta
membaca. Dengan tujuan agar mahasiswa dipersiapkan untuk melakukan kegiatan
ilmiah (Redja Mudyahardja, 2010:163-164).

5. Aliran Filsafat Perenialisme

Aliran Filsafat Perenialisme berasal dari kata enduring yang dicirikan sebagai
berlangsung sepanjang tahun atau berlangsung seolah-olah selamanya. Jadi, inti dari
cara berpikir Perpetual adalah berpegang teguh pada kualitas atau standar abadi (Dinn
W, dkk, 2008:4.27).

Selain itu, aliran filsafat pendidikan Perenialism melihat bahwa kondisi zaman
yang mutakhir merupakan zaman yang memiliki budaya yang kacau balau, kacau
balau, dan kacau balau. Karena perkembangan zaman ini telah banyak menimbulkan
banyak keadaan darurat dalam berbagai bidang kehidupan manusia (Djumransjah,
2006: 186).

Filsuf pemikir utama aliran filsafat Perenialisme adalah, Hutchins, mengutuk


kekacauan pendidikan lanjutan yang disebabkan oleh tiga kondisi utama di arena
publik, secara spesifik:
1. Kecintaan pada uang tunai,
2. Ide off-base sistem berbasis suara, dan
3. Pemikiran yang tidak mendasar tentang kemajuan atau peningkatan (Redja
Mudyahardja,2010:165).

Dengan cara ini, Perenialism memberikan gagasan tentang pengaturan "jalan


terbelakang ke sosial", khususnya kembali atau menarik diri ke budaya masa lalu
yang ideal yang digunakan sebagai alasan perilaku di zaman kuno dan masa lalu.
Perenialisme sebenarnya melihat pentingnya tugas sekolah dalam siklus
pendidikanmengembalikan situasi manusia sekarang kepada kebudayaan masa

13
lampau serta menahan arus cultural lag (keterbelakangan atau ketertinggalan budaya)
(Djumransjah, 2006:186).

Arah pendidikan dalam filsafat Perenialism ialah Skolastisisme atau Neo-


Thomisme,dimana melihat realitas sebagai alam semesta akal dan Tuhan, informasi
asli diperoleh melalui penalaran dan keyakinan, dan kebaikan bergantung pada
aktivitas normal (Redja Mudyahardja, 2010:166).

Filsuf Aliran Filsafat perenialisme, lebih tepatnya adalah Plato, Aristoteles,


Thomas, dan Acquinas (Dinn W, dkk, 2008:4.28). Plato berasumsi bahwa, orang
biasanya mempunyai tiga kemungkinan, menjadi keinginan, kehendak, dan alasan
tertentu. Program pelatihan yang ideal terletak pada tiga kemungkinan sehingga
persyaratan yang ada pada setiap derajat masyarakat mampu dipenuhi. Pemikiran
Plato kemudian ditumbuhkan kembali oleh Aristoteles yang lebih dekat dengan alam
semesta dunia nyata. Menurut dia, alasan bersekolah adalah kebahagiaan. Untuk itu,
pandangan fisik, keilmuan, dan semangat harus diciptakan secara wajar, konsisten,
dan utuh (Djumransjah, 2006: 187-188).

Perspektif atau pandangan aliran filsafat pendidikan menurut Filsafat


Perenialism yaitu:

1. Tujuan Pendidikan

Aliran Perenialism melihat sekolah sebagai kekambuhan sosial: instruksi


sebagai jalan kembali, atau metode yang terlibat dengan membangun kembali kondisi
manusia saat ini seperti pada budaya masa lalu yang dianggap hebat (Dinn W,dkk,
2008:4.29).

2. Rencana pendidikan/Kurikulum

Rencana pendidikan terfokus pada mata pelajaran, terpaku pada topik yang
mendorong perkembangan kecerdasan manusia, karena itu adalah naluri manusia.
Selanjutnya, sekolah ini secara umum akan membidik tulisan, aritmatika, bahasa, dan
humaniora termasuk sejarah (ilmu estetika) yang memiliki status paling tinggi serta
"substansi normal" yang menonjol (Dinn W, dkk, 2008: 4.30).

3. Teknik/ Strategi Pendidikan

14
Aliran Perenialism memanfaatkan teknik Pendidikan dengan cara membaca
serta berbicara tentang untuk mengajarkan jiwa (Dinn W, dkk, 2008: 4.30). Dengan
cara ini, pendidik memainkan peran utama dalam pelaksanaan pendidikan dan latihan
pembelajaran di ruang belajar. Selain itu, instruktur harus menguasai bagian sains,
seorang pendidik spesialis (ahli pengajar) bertanggung jawab untuk mengarahkan
percakapan yang akan memudahkan siswa untuk menyelesaikan realitas yang benar.
Pendidik juga dipandang ahli dalam bidang informasi dan penguasaannya tidak perlu
dipertanyakan lagi (Redja Mudya-hardja, 2010:168)

15
DAFTAR PUSTAKA

Barnadib, Imam. 1987. Filsafat Pendidikan. Sistem dan Metode. Yogyakarta: Andi
Offset

Barnadib, Prof. Imam. 2013. Filsafat Pendidikan: Sistem & Metode. Cetakan
kesepuluh. Yogyakarta: Penerbit Ombak.

Djumransjah, Drs. H. M. 2006. Filsafat Pendidikan. Edisi kedua, cetakan pertama.


Malang: Bayumedia Publishing.

Mudyahardjo, Redja. 2010. Pengantar Pendidikan. Cetakan keenam. Jakarta: PT


Raja Garfindo Persada.

Gandhi. Teguh. 2013. Filsafat Pendidikan Madzhab-Madzhab Filsafat.Yogyakarta:


Safira Insani Press

Muis, Imam, 2004. Pendidikan Partisipatif Menimbang Konsep Fitrah dan


Progresivisme John Dewey. Yogyakarta: Safira Insani Press

Pidarta, made. 2007. Landasan Kependidikan. Jakarta: Rineka Cipta

Purba, Edward & Yusnadi. 2015. Filsafat Pendidikan. Medan: UNIMED PRESS

Sudarsono, 1993. Ilmu Filsfat suatu pengantar. Jakarta: Rineka Cipta

Wahyudin, dkk. 2010. Pengantar Pendidikan. Jakarta: Universitas Terbuka

16

Anda mungkin juga menyukai