Anda di halaman 1dari 8

Syariful Huda

17105030068
Studi Manuskrip Al-Qur’an dan Tafsir ( Ahmad Yafiq Mursyid, M.A.)
A. Pendahuluan
Sejak sekitar satu dasawarsa terakhir telah terbit sejumlah kajian tentang mushaf
Nusantara dalam bentuk artikel di jurnal atau buku kumpulan tulisan, yang terbit di
Indonesia atau di luar negeri. Meskipun demikian, berbagai aspek mushaf kuno
Nusantara masih perlu penelitian lebih lanjut. Aspek-aspek mushaf, baik menyangkut
sejarah penulisannya, rasm, qiraat, terjemahan bahasa atau bahasa daerah lainnya,
maupun sisi visualnya, yaitu iluminasi dan kaligrafi, masih banyak yang belum
terungkap secara jelas.
Beberapa buku dan katalog pameran Al-Qur’an atau seni Islam hanya sedikit
menyinggung mushaf-mushaf dari Nusantara terkhusu Mushaf Kyai kanjeng al-
Qur’an yang berada di Kraton Yogyakarta.
Kyai Kanjeng Al-Qur’an adalah mushaf Al-Qur’an milik Sultan Mangkubumi
sebelum Mataram pecah menjadi Kasultanan Ngayogyakata Hadiningrat dan
Kasuhunan Surakarta. Kyai Kanjeng Al-Qur’an dibawa ke Yogyakarta pada masa
perjnjian Giyanti ketika terjadi perpindahan keluarga besar Pangeran Mangkubumi ke
kerton Yogyakarta. Tulisan ini akan sedikit mengupas seperti apa aspek tulisan serta
historisitasnya, dan juga aspek perwajahannya.

B. Deskripsi Mushaf

Mushaf Kiai Kanjeng Al-Qur’an adalah salah satu mushaf dari beberapa mushaf
peninggalan keraton yang kondisinya saat ini cukup baik. Mushaf diberi nama mushaf
Kiai Kanjeng dikarenakan barang-barang yang dimiliki o;eh Keraton dalam adat yang
berkembang disana banyak yang dinamai dengan perawalan Kiai Kanjeng (untuk
benda-benda keratin yang berumur cukup lama). Berdasarkan fakta sejarah yang ada,
memang sebelum Walisongo datang ke Nusantara, orang Jawa sudah mempunyai
tradisi dalam menyimbolkan kiai sebagai benda-benda, hewan, gamelang, atau batu
akik yang memiliki tuah. Hal tersebut juga dilestarikan oleh Kerajaan Majapahit
sampai ke lingkup tradisi Keraton.
Benda atau sesuatu yang merupakan inventaris sultan (Sultan’s Proverty) akan
diberikan gelar Kyai atau Nyai. Kyai adalah gelar untuk nama pusaka-pusaka yang
bersifat maskulin, sedangkan Nyai adalah gelar bagi pusaka-pusaka yang bersifat
feminine. Karena Mushaf Al-Qur’an tersebut merupakan salah satu inventaris sultan,
maka ia diberi gelar Kyai. Selanjutnya terkait penamaan Kanjeng terhadap mushaf
tersebut, itu dilakukan berdasarkan tradisi penamaan pusaka pada barang yang pernah
dipakai atau dipinjamkan oleh Sultan kepada orang lain. Jadi, penamaan Kanjeng
untuk diberikan kepada pusaka yang dekat hubungannya dengan Sultan. Mushaf itu
sendiri adalah barang milik Sultan yang dipakai oleh Kanjeng Gusti Raden Ayu Sekar
Kedhaton, yakni putri Sultan Hamengkubuwana II (1772-1828) untuk dipakainya
belajar membaca al-Qur’an kepada gurunya Haji Mahmud. Namun saat ini
kepemilikan naskah ini beralih kepada istri dari RT Notodiningrat, anak pangeran
Notokusumo.

C. Historisitas

Adapun aspek historis dari Mushaf Kyai Kanjeng adalah sebagai berikut:

Kanjeng Kyai Al-Qur’an pada awalnya adalah milik Kanjeng Gusti Raden Ayu
Sekar Kedhaton, putri Sultan Hamengkubuwono II (1772-18828) yang digunakan
untuk mengaji dengan gurunya Kyai Mahmud (seorang abdi dalem). Kepemilikan
Kanjeng Kyai Al-Qur’an saat ini adalah milik Keraton Ngayogyakarta Hadiningrat
sebagai benda pusaka karena Mushaf Kanjeng Kyai Al-Qur’an terakhir digunakan
pada masa Sultan Hamengkubuwono VIII. Sesuai Kolofon pada mushaf, Kyai
Kanjeng Al-Qur’an disalin oleh Abdi Dalem Ki Atma Perwita pada hari Rabu 21
Rabi’ul Akhir tahun Jim Awal 1725 (2 Oktober 1798) pukul 10.30 dan selesai pada 6
Ramadhan pukul 8.30 (12 Februari 1799) di Surakarta Adiningrat.

Kyai Kanjeng Al-Qur’an adalah mushaf Al-Qur’an milik Sultan Mangkubumi


sebelum Mataram pecah menjadi Kasultanan Ngayogyakata Hadiningrat dan
Kasuhunan Surakarta. Kyai Kanjeng Al-Qur’an dibawa ke Yogyakarta pada masa
perjnjian Giyanti ketika terjadi perpindahan keluarga besar Pangeran Mangkubumi ke
kerton Yogyakarta. Mushaf Kyai Kanjeng Al-Qur’an merupakan satu-satunya mushaf
yang selamat dari penjarahan kolonial pada masa pemerintahan Raffles ketika semua
pusaka keraton dibawa ke Inggris. Jadi Mushaf Kanjeng Kyai Al-Qur’an merupakan
Mushaf Al-Qur’an tertua di Kasultanan Ngayogyakarta, dan Saat ini mushaf tersebut
hanya ada 1 jilid sekalgus mushaf tertua yang berada di Kraton Yogyakarta.

Adapun rincian mengenai mushaf Kyai Kanjeng al-Qur’an sebagai berikut:

- Mushaf ini ditulis pada tahun 1797 oleh Pak Atmo Perwiro (Abdi Ndalem) atas
perintah Raja

- Mushaf Al-Qur’an ini awalnya milik Kanjeng Gusti Raden Ayu Sekar Kedhaton,
putri Sultan Hamengkubuwana II (1772-1828). Diajarkan oleh gurunya, Haji
Mahmud kepadanya. Pemilik naskah ini adalah istri dari RT Notodiningrat, anak
pangeran Notokusumo.

- Mushaf ini diberikan oleh Raja Sinuwon Pakubuono 6 Surakarta. Untuk Kraton,
pada masa pemerintahan Sultan Hamengkubuwono 2. Manuskrip ini ditulis untuk
belajar memebaca Qur'an para putri raja.

D. Aspek Teks
Khat yang digunakan dalam mushaf Kyai Kanjeng ini adalah Khat Naskhi. Jenis
rasmnya campuran antara rasm usmani dan imla’i. Menggunakan tinta hitam (untuk
huruf) dan merah (untuk harakat panjang). Tanda ayat menggunakan lingkaran
kuning, tanpa nomor ayat. Pada ayat terakhir yang berbatasan dengan juz, ditandai
dengan lima lingkaran. Setiap awal surah ditandai dengan kotak yang di dalamnya
tertulis nama surah, jumlah ayat, dan tempat diturunkannya. Ditulis dengan huruf Arab
dengan teknik pilinan.
E. Aspek Perwajahan
Mushaf ini berukuran 40 x 28 cm dengan ketebalan 11cm. Ukuran teks 32 x 20
cm. Terdapat 15 baris tulisan tiap halaman. Kondisi utuh, lengkap 30 juz, 575
halaman, termasuk halaman kolofon. Sampulnya berbahan kulit dengan hiasan
sederhana.

Mushaf ini bisa dikatakan penuh hiasan. Setiap halaman terdapat hiasan dengan
komposisi warna merah, emas, biru, hitam, pink, dan hijau muda. Motif hias pada
halaman biasa berupa sulur bunga, motif saton, serta garis tegas yang membingkai
teks dengan warna emas dan merah. Pada halaman awal juz lebih banyak lagi hiasan,
berupa tiga buah setengah lingkaran, masing-masing terletak di bagian tengah atas,
bawah dan samping halaman (Gambar bawah). Pada hiasan setengah lingkaran
samping ditulis ‘juz’ dengan tinta emas.

Iluminasi lebih ‘mewah’ terdapat pada awal mushaf (Surah al-Fatihah dan al-
Baqarah), tengah mushaf (Surah al-Kahf), dan akhir mushaf (Surah al-Falaq dan an-
Nas). Pada halaman khusus ini hanya diisi 5-7 baris tulisan. Pada awal dan tengah
mushaf menggunakan hiasan berupa silangan garis-garis tegas yang membentuk motif
kotak-kotak dan segitiga. Warna yang digunakan adalah hijau, emas, merah, dan biru
muda. Adapun motif hias yang digunakan hampir sama dengan hiasan yang ada pada
setiap awal juz.

F. Aspek Visual dan Teks

Koleksi : KHP. Widya Budaya Kraton Ngayogyakarta Hadiningrat.

Nomor Koleksi : C4.306

Kertas : Daluang –kertas Eropa.

Jilidan : Pada cover mushaf menggunakan bahan kulit dengan hiasan


sederhana, masih rapih, dan berwarna agak merah kecoklatan. Sedangkan sistem
penjilidan mushaf masih menggunakan jaitan benang.

Ukuran Mushaf : 40x28 cm dengan ketebalan 11 cm.

Ukuran Teks : 32x20 cm, dengan 15 baris perhalaman, lengkap dengan


30 juz (575 halaman, termasuk halaman kolofon).

Kaligrafi : Menggunakan khat Naskhi pada setiap teks ayat dan kepala
surah.

Rasm : Menggunakan rasm campuran, antara rasm Usmani dan Imla’i.


Qiraat : Menggunakan Qira’at imam Ashim riwayat hafs

Tanda Baca : Tha, lam alif, Qofa, dan tanda tajwid.

G.Kolovon awal dan Akhir Mushaf

Pada bagian awal kolovon Mushaf :

Pada bagian awal mushaf terdapat keterangan mengenai mushaf yang ditulis
dengan menggunakan pensil dalam tulisan pegon. "Qur'an kagungan dalem Kanjeng
Gusti Raden Ayu Sekar Kedaton putri dalem ingkang sinuwun Mangkubuwono kaping
"2" ing Ngayogyokerto Hadiningrat." (Qur'an milik Kanjeng Gusti Ayu Sekar Kedaton
putri sultan Hamengkubuwana "2" di Yogyakarta Hadiningrat).

Pada bagian akhir kolovon Mushaf:


Pada akhir mushaf juga terdapat tambahan keterangan yang ditulis dengan
menggunakan tinta dan pensil.

"Kagungan dalem Qur’an ingkang nerat Abdi Dalem Ki Atma Perwita Hurdenas
Sepuh kala wiwit anerat ing dinten Arba’ wanci pukul setengah sewelas tanggal ping
selikur ing wulan Rabi’ul Akhir ing tahun Jim Awal angkaning warsa 1724. Kala
sampun neratipun ing dinten wanci pukul setengah sanga tanggal ping nem ing wulan
Ramadhan ing Surakarta Adiningrat hadza baladi Jawi."

(Qur’an milik Tuan yang menyalin Abdi Dalem Ki Atma Perwita Hurdenas
Sepuh. Mulai disalin pada hari Rabu pukul 10.30 tanggal 21 Rabi’ul Akhir tahun Jim
Awal 1725. Selesai disalin pada hari Selasa pukul 8.30 tanggal 6 Ramadan di Surakarta
Adiningrat, negeri Jawa).

"Ingkang ngaturi mulang ngaos Gusti Raden Ayu Sekar Kedaton putri dalem
ingkang sinuwun Mangkubuwono kaping "2" pun Kaji Mahmud abdi dalem punokawan
Kaji ing Kedaton ing wulan syawal kaping 20 tahun 1222."

(Yang mengajar ngaji Gusti Raden Ayu Sekar Kedaton, putri Mangkubuwono ke
2, yakni Haji Mahmud abdi dalem di keraton pada 20 syawal 1222).1
1
Wawancara dengan abdi dalem Kraton. Juru kunci Manuskrip Keraton. Pada tanggal 16 Desember 2019.

Anda mungkin juga menyukai