Anda di halaman 1dari 2

Judul : Satu Hari Dengan Ibu

Tahun : 2023

Genre : Drama

Sutradara : Muhammad Amrul Ummami

Produser : Novandrian

Pemain : Chand Kelvin, Vonny Anggraini, Vebby Palwinta, Muzakki Ramdhan,

Hifdzi Khoir, Muhammad Rizky, Aulia Al Azizi

Ulasan

Film “Satu Hari Dengan Ibu” bergenre drama keluarga yang digarap oleh Rumah Produksi Ruang 29 Pictures
secara keseluruhan menceritakan tentang hubungan antara ibu dan anaknya yang semakin tumbuh dewasa.
Dewa (Chand Kelvin) setiap hari selalu disibukkan dengan pekerjaan sehingga tidak memiliki waktu untuk
bersama sang Ibu (Vonny Anggraini). Hidup hanya berdua dengan sang Ibu, membuat Dewa menjadi jenuh
dengan kehadiran Ibunya.

Cerita diawali dengan Dewa dan Ibunya, di mana sikap Dewa terhadap ibunya sangat tidak terpuji. Setelah
kepergian ayahnya, Dewa meninggalkan aktivitas yang memotivasi dirinya untuk menjadi lebih baik,
termasuk meninggalkan kewajiban salat subuh. Dewa tidak melaksanakan salat subuh dengan tepat waktu
dan hampir selalu mendekati waktu dhuha. Ibunya selalu menunjukkan kasih sayang kepadanya,
memberikan afirmasi positif, sementara Dewa bersikap acuh tak acuh terhadap kehidupannya. Dampaknya,
kehidupan Dewa terjebak dalam suatu pola ulang atau time loop, di mana setiap harinya dia mengulangi
kegiatan yang sama. Suatu adegan menyedihkan di kehidupannya adalah ketika ia harus menyaksikan
kematian ibunya tanpa sempat meminta maaf. Dewa mulai merenung dan bertanya mengenai ujian yang
menimpa dirinya. Pada akhirnya, ia bertemu dengan seorang ustadz yang memberikan motivasi,
menyatakan bahwa ujian yang diterima bisa menjadi sarana untuk melakukan amal yang lebih baik di masa
depan.

Dalam konteks lain, pengulangan atau time loop dalam film berhasil disampaikan dengan sentuhan komedi
tambahan, meskipun jarang untuk tampil konsisten. Dialog dan peristiwa yang dialami Dewa dalam setiap
pengulangan dapat berubah tanpa campur tangan dari dirinya sendiri. Sebuah hari dalam kehidupan Dewa
mencakup rutinitas seperti bangun untuk melaksanakan salat subuh, bekerja di kantor, bertemu dengan anak
yang ingin menyeberang, dan menemukan bahwa ibunya telah meninggal saat baru pulang kerja. Meskipun
ada berbagai tindakan Dewa, variasi peristiwa yang terjadi terbilang sedikit. Oleh karena itu, durasi film dapat
dipangkas hingga setengahnya.

Sebagai sebuah film, kelemahan utama yang paling terlihat adalah kurangnya eksplorasi terhadap karakter
Dewa. Sepanjang film, Dewa hanya digambarkan sebagai pria yang berbuat dosa dan terpaksa berperilaku
baik karena ia dapat meramalkan kematian ibunya. Alasan di balik kerinduan sang ibu terhadap versi Dewa
yang lama hanya diuraikan secara dangkal. Karakter teman kerja yang disukai oleh Dewa juga kurang
mendapat pengembangan. Sosoknya hanya digambarkan sebagai perempuan yang saleh dan diam-diam
memuja Dewa. Sepertinya skenario lebih fokus pada penyampaian nasihat keagamaan daripada
pengembangan karakter yang lebih mendalam. Hal ini menjadi lebih jelas dalam adegan penutup film yang
tidak memberikan gambaran tentang langkah apa yang akan diambil Dewa setelah keluar dari pengulangan
yang dialaminya.

Alih-alih menyajikan perjalanan karakter Dewa dengan lebih baik, film ini berakhir dengan segmen tausiyah
tentang berbakti kepada ibu. Namun, yang mengganjal adalah segmen tersebut terasa terputus dari alur
cerita film. Akan lebih baik apabila segmen tersebut dikemas secara kreatif dengan menggandeng ustad
sebagai kameo dalam film dan memberikan pesan tersebut. Dengan demikian, penonton tidak akan
merasakan seperti sedang menyaksikan acara kuliah subuh di televisi. Pesan moral yang disampaikan
dalam film ini adalah pentingnya menghargai hal-hal yang dimiliki, terutama orang tua. Kehidupan akan
terasa berbeda ketika orang tua telah pergi dan kehilangan mereka akan memberikan rasa kehilangan.
Selain itu, film ini juga memberi pengingat secara tidak langsung untuk melaksanakan kewajiban sebagai
ciptaan Tuhan, yaitu dengan menjalankan ibadah.

Anda mungkin juga menyukai