Anda di halaman 1dari 2

RESENSI FILM: BARBIE

Identitas Film

Judul Film : Barbie

Produksi : Warner Bros. Pictures

Sutradara : Greta Gerwig

Produser : Margot Robbie, David Heyman, Robbie Brenner, Tom Ackelrey

Penulis Greta Gerwig & Noah Baumbach

Durasi : 113 menit

Tanggal Rilis : 21 Juli 2023

Promosi yang marak dan besar-besaran berhasil mengantarkan film Barbie untuk menduduki posisi pertama pada box

office dengan total pendapatan $162,022,044 atau sekitar 2 triliun rupiah pada Juli 2023. Bahkan sebelum rilis, film ini

banyak menghiasi platform sosial media terutama Twitter.

Jadwal rilis film Barbie bertepatan dengan jadwal rilis film Oppenheimer, film biopik karya Christopher Nolan yang

sangat kontras dengan Barbie. Kedua film itu pun menjadi ramai dan kerap dibandingkan melalui meme. Kedua film

tersebut telah dinanti-nanti oleh para penggemarnya bahkan dari berbulan-bulan lalu.

Barbie adalah film ketiga garapan solo Greta Gerwig, setelah “Lady Bird” (2017) dan “Little Women” (2019). Dari kedua

film tersebut, tentu penonton bisa menafsirkan bahwa Gerwig adalah sutradara yang feminis. Kedua film tersebut

membahas tentang wanita yang mencari jati diri. Tidak jauh berbeda dengan kedua film tersebut, film Barbie

membahas tokoh utama, Barbie (Margot Robbie), yang mencari jati dirinya walaupun ia sebenarnya adalah produk

ciptaan perusahaan Mattel.

“Barbie can be anything. Women can be anything.”

Barbie menceritakan tentang dunia Barbie World yang dominan berwarna pink. Di dunia tersebut, perempuanlah yang

menguasai jalannya sistem. Ken, peran laki-laki pada film Barbie, tidak memiliki peran yang kuat dalam dunia Barbie

World. Hingga suatu hari Barbie dan Ken berpetualang ke dunia nyata dan mereka terkejut bahwa para laki-lakilah

yang dominan dalam jabatan penting dan peran perempuan kerap diremehkan.
Di dunia nyata, Barbie merasa tidak nyaman karena ia cenderung diobjektifikasi. Bahkan terdapat adegan sensitif yaitu

saat Barbie dilecehkan di kawasan pantai. Sedangkan Ken merasa lebih dihargai di dunia nyata. Dari sanalah Ken

mengenal istilah “patriarki” dan kemudian membawanya ke Barbie World.

Pada film Barbie, terdapat juga tokoh Allan. Tidak ada yang spesial dari Allan, ia hanya tokoh biasa yang

membosankan. Allan tidak dapat melakukan hal seperti laki-laki lainnya, seperti meminum bir atau berkuda. Hal itu

yang membuat Allan tidak dapat berbaur dengan pria lainnya. Kondisi Allan sangat menggambarkan perlakuan

lingkungan kepada pria yang dianggap “kurang maskulin” di dunia nyata.

Selanjutnya, mendekati akhir film terdapat adegan dimana Ken sedang menangis tetapi ia malu untuk mengakuinya.

Namun, Barbie menanyakan keadaan Ken dan menemaninya. Hal itu mengisyaratkan lingkungan realita yang

menganggap pria yang menangis lemah. Lingkungan menuntut laki-laki untuk selalu kuat dan menghadapi masalah

tanpa menangis. Padahal, menangis adalah emosi yang sangat wajar baik bagi perempuan maupun laki-laki.

Sepanjang film mata penonton dimanjakan dengan warna pink. Mulai dari rumah, pakaian, dan lain sebagainya.

Awalnya, film ini mungkin terlihat ringan dan menyenangkan. Namun, banyak isu gender yang disisipkan oleh Gerwig

di film ini. Pesan emansipasi yang diantarkan Gerwig cenderung dibalut oleh istilah, tren, atau punchline komedi.

Pesan-pesan yang disampaikan Gerwig memang positif, tetapi ada beberapa pesan yang disampaikan dengan

membingungkan dan terkesan “ekstrem”.

Meskipun film ini identik dengan perempuan dan juga terinspirasi dari mainan boneka “Barbie” yang legendaris, film

ini pantas ditonton oleh semua kalangan, baik perempuan maupun laki-laki.

Film ini membangkitkan semangat perempuan untuk bermimpi setinggi-tingginya karena tidak seharusnya mimpi

perempuan dibatasi. Bagi laki-laki, film ini sepertinya akan menyadarkan bahwa banyak perilaku mereka yang

membatasi mimpi perempuan. Namun tidak hanya itu, film ini seperti membisikan pesan kepada laki-laki bahwa

mereka tidak harus dituntut untuk menjadi kuat, karena baik laki-laki dan perempuan sama-sama memiliki emosi. Fim

Barbie juga menunjukkan bahwa kerjasama yang baik antar kedua gender ini dibutuhkan untuk menciptakan

lingkungan yang lebih baik.

Anda mungkin juga menyukai