Masjid
Pembuatan dan penerapan struktur kepengurusan masjid tersebut pada gilirannya hanya akan
dapat berjalan efektif bila diisi oleh orang-orang yang tepat.
Ke depannya, bila diperlukan, tidak menutup kemungkinan bisa saja dilakukan perbaikan
organisasi dan penataan personel, atau yang lebih dikenal dengan sebutan program penguatan
kelembagaan.
1. Kepribadian yang saleh dan keteladanan, mengingat masjid salah satu fungsi masjid adalah
sebagai pembinaan umat menuju kesalehan jamaahnya.
2. Wawasan keislaman dan kemasyarakatan yang luas. Tujuannya, agar kegiatan masjid dapat
mengarah kepada program dan berinteraksi ke arah yang benar dan dapat berinteraksi dengan
masyarakat di sekitar masjid, yang merupakan jamaah masjid yang dipimpinnya.
Selain keteladanan, pemimpin dalam masjid seyogyanya pula memiliki sifat inspiratif
sehingga dapat memberikan dorongan dan semangat kerja serta pengabdian para anggota
pengurus yang dipimpinnya.
Bahkan DMI (Dewan Masjid Indonesia), BKM (Badan Kesejahteraan Masjid), Maupun
Kemenag, tidak mengatur secara dengan memberikan aturan jelas siapa yang harus menjadi
pengurus masjid/musholla. Sebab, tinjauannya cukup kompleks, tidak serta merta dapat
diberikan aturan secara general.
1. Ketua
2. Bendahara
3. Sekretaris
4. Bidang Idarah
5. Bidang Imarah
6. Bidang Ri’ayah
7. Badan-badan/lembaga-lembaga
Kemenag daerah tidak mengatur struktur pengurus masjid di daerah. Masjid yang langsung
diatur oleh kemenag yakni Masjid Istiqlal. Keputusan Imam Masjid Istiqlal dan Wakil, Badan
pelaksana pengelola Masjid Istiqlal, asrama haji, bantuan operasional masjid dan mushalla,
serta BKM (Badan Kesejahteraan Masjid).
Terkait dengan Masjid Istiqlal, sebab Masjid Istiqlal merupakan salah masjid Negara. Tentu
susunan struktur masjid Istiqlal dapat diatur langsung oleh lembaga pemerintah, dalam hal ini
adalah Kemenag.
Download Keputusan Direktur Jenderal Bimbingan Masyarakat Islam Nomor DJ. II/802
Tahun 2014 tentang Standar Pembinaan Manajemen Masjid klik disini
Meski merupakan lembaga bentukan kemenag yang memiliki struktur sampai kelurahan,
namun ia tidak langsung mengatur tentang penunjukan pengurus masjid suatu masjid atau
musholla.
Untuk aplikasinya, penamaan bisa disesuaikan yang lebih mudah penyebutan dan
pengaplikasiannya. Tidak harus ‘terpatok’ dengan istilah yang ada.
1. Pengurus DKM dan kepengurusan RT tidak saling terkait dan tidak saling
mengintervensi.
2. Pemilihan Pengurus DKM berbasis kemampuan agama Islam yang didukung
dengan kemampuan manajemen, sedangkan basis kepengurusan RT berdasar
pilihan masyarakat yang majemuk.
3. Pengurus DKM bisa jadi menjadi pengurus RT karena memang memiliki
kecakapan manajemen dan dipercaya masyarakat. Begitu juga, pengurus RT
bisa juga memiliki kemampuan agama yang baik dan beragama islam, sehingga
juga layak menjadi pengurus DKM. Tetapi, kembali ke point 1, antara
kepengurusan DKM dan kepengurusan RT tidak saling terkait dan intervensi.
4. Apabila di satu masyarakat terdiri dari muslim semua, sangat memungkinkan
akan ada overlapping antara pengurus DKM dan pengurus RT. Semua kembali
kepada kesepakatan masyarakat.