Lembaga – lembaga
Adapun lembaga – lembaga yang dibentuk oleh Pimpinan Pusat Muhammadiyah hasil
Muhammadiyah hasil Mukhtamar satu abad 2010 yaitu :
Memasuki abad kedua, Muhammadiyah dihadapkan pada tugas dan tantangan baru
yang makin berat, bukan hanya karena makin kompleksnya perkembangan masyarakat yang
menuntut berbagai penyesuaian, namun juga kemunculan banyak organisasi islam baru yang
mengharuskan muhammadiyah memperbarui strategi dakwah dan perjuangannya. Salah satu
tantangan tersebut adalah penataan dakwah dan perjuangan di tingkat akar rumput melalui
pengembangan cabang dan ranting. Secara hirarkhi keorganisasian, cabang dan ranting
adalah level organisasi paling bawah, sehingga sering juga dilihat dari logika garis wewenang
dimana pimpinan cabang dan ranting justru memainkan peran ujung tombak dalam kinerja
Persyarikatan Muhammadiyah.
Pertama, Cabang dan ranting merupakan ujung tombak dalam rekrutmen anggota dan
kaderisasi.
Ketiga, ujung tombak dalam ukhuwah dengan organisasi islam yang lain, maupun
dalam perjumpaan dengan organisasi sosial yang lain.
Kondisi Aktual Cabang Dan Ranting secara kuantitas, jumlah cabang dan terutama
ranting muhammadiyah masih terhitung minim. Dari 5.263 jumlah kecamatan di indonesia,
baru 3.221 yang memiliki cabang muhammadiyah atau sekitar 61%. Sementara ditingkat
ranting kondisinya lebih parah, karena baru ada 8.107ranting muhammadiyah dari 62.806
jumlah desa yang ada, atau hanya 12%. Dari angka-angka diatas tampak bahwa pengaruh dan
popularitas muhammadiyah belum tercermin dalam kuantitas organisatorisnya, secara
kualitas, meskipun jika dibanding dengan beberapa ormas islam yang lain muhammadiyah
jauh lebih unggul, namun masih jauh dari harapan warga muhammadiyah sendiri.
Pertama, secara organisatoris masih rapuh. Masih banyak cabang dan ranting yang
belum memiliki kepengurusan yang lengkap, dan ranting yang belum memiliki kepengurusan
yang lengkap dan belum mampu menjalankan tertib organisasi, dalam hal administrasi,
keungan, maupun kegiatan.
Ketiga, lemah inisiatif, cenderung pasif dan menunggu intruksi dari atas.
Keempat, kondisi diatas diperparah oleh fakta bahwa SDM pimpinan Cabang dan
Ranting masih banyak didominasi oleh kalangan usia lanjut.
Keenam, kondisi diatas akhirya membuat organisasi di tingkat Cabang dan Ranting
memiliki daya saing yang rendah dibanding organisasi islam baru yang banyak bermunculan,
yang telah banyak “mengambil alih” jamaah maupun amal usaha Muhammadiyah.
Visi
“Terciptanya kondisi dan perkembangan Cabang dan Ranting yang lebih kuat, dinamis, dan
berkemajuan sesuai dengan prinsip dan cita-cita gerakan Muhammadiyah menuju
terwujudnya masyarakat Islam yang sebenar-benarnya.”
1. Pendapatan jumlah dan kondisi Cabang dan Ranting diseluruh Indonesia, untuk
kemudian diterjemahkan kedalam Peta Cabang dan Ranting Muhammadiyah. Ada
tiga aspek yang dipetakan: (i) Kategori Cabang dan Ranting Aktif, Hidup, Vakum; (ii)
Lokasi Cabang dan Ranting Perkotaan, Pedesaan, Pedalaman; dan (iii) Problem
lingkungan yang dihadapi Cabang dan Ranting ekonomi, sosial, budaya, politik,
konflik antar/intra agama.
2. Pemekaran dan Pembentukan Cabang dan Ranting baru, dengan target terbentuknya
PCM sebanyak 70% dari jumlah kecamatan di Indonesia, dan terbentuknya PRM
sebanyak 40% jumlah Desa yang ada di Indonesia.
Lembaga ini dibentuk untuk melakukan penguatan kembali Ranting sebagai basis
gerakan melalui proses penataan, pemantapan, peningkatan, dan pengembangan ranting baru
kearah kemajuan dalam berbagai aspek gerakan Muhammadiyah.
Lembaga ini merupakan pemakaran dari Majelis Pendidikan Tinggi, Penelitian dan
Pengembangan. Setelah disendirikan sebagai lembaga penelitian dan pengembangan, maka
tugas pokoknya menjadi :
1. Bahwa MDMC adalah praktis Muhammadiyah back to basic, kembali basis jati diri,
khittah dan bidang geraknya dibidang da’wah, taribiyah dan kesejahteraan.
2. Melakukan pemerdayaan organisasi dan proyek MDMC sendiri sebagai bagian
integral dari pencerahan kembali gerakan muhammadiyah berdasar VISI 2025.
3. Dengan konsolidasi MDCM kedalam, dilakasanakan seiring dengan tantangan dan
keikutsertaan Muhammadiyah dalam kegiatan kemanusiaan global.
4. Harapan untuk dapat menjadi pemain global setelah masa inkubasi 3-5 tahun kedepan.
Tujuan Strategis
Tujuan strategis yang dianggap sebagai prioritas utama yang harus diselesaikan oleh MDMC
dalam jangka waktu 3 (tiga) sampai 5 (lima) tahun ke depan adalah :
Nilai – nilai filosofis dan nilai – nilai operasional dibutuhkan MDMC agar menjadi
pembatas tentangf apa yang benar, apa yang salah dan mana yang dapat ditoleransi, mana
yang tidak mendapat toleransi sehubungan dengan pekerjaan yang akan dikerjakan. Nilai –
nilai ini akan membedakan MDMC dengan organisasi lain. Nilai – nilai Filosofis yang
Dianut Dalam MDMC adalah:
1) Rahmat bagi alam semesta
2) Berkeadilan
3) Profesional
Sedangkan Nilai – nilai Operasional dalam MDMC adalah :
a) Reponsif; melayani dengan cepat dan tanggap.
b) Musyawarah; melakukan metode partisipatif.
c) Efisien dan efektif; mengoptimalkan sumberdaya, tepat sasaran, tepat target.
d) Berkelanjutan; menggunakan pendekatan pemberdayaan komunitas,
berinvestasi dimasyarakat.
e) Berjejaringan; bekerja bersama dengan siapun yang memiliki misi yang sama.
f) Akuntabel; bekerja secara transparan, menghargai keterbukaaan publik dalam
kegiatan dan laporan keuangan.
g) Kepatuhan Hukum; bekerja atas dasar kesadaran hukum.
Agama islam yang dianut oleh mayoritas penduduk indonesia mewajibkan setiap
muslim mengeluarkan zakat dari rezeki yang diperoleh dan juga menganjurkan bershadaqah
dan ber infaq, guna menolong kaum dhuafa dan fakir miskin.
Menjadi Lembaga Amil Zakat, Infaq dan Shodaqoh dikota Surabaya yang amanah,
transparan dan profisional dalam rangka pemberdayaan masyarakat miskin dan mustadh’afin
sesuai dengan tujuan Muhammadiyah.
MISI
a) Meningkatan kesadaran ummat untuk membayar zakat sebagai salah satu rukun islam.
b) Mengintensfikan pengumpulan ZIS pada seluruh lapisan masyarakat.
c) Mendayagunakan ZIS secara optimal untuk pemberdayaan kaum miskin melalui amal
– amal sosial dan kemanusiaan.
d) Mengelola zakat, infaq dan shadaqah secara profisional, transparan, dan akuntabel.
Lembaga ini dibentuk untuk memberi wadah pemikiran dakwah islam amar ma’ruf
nahi munkar melewati lika – liku persoalan politik praktis maupun ketatanegaraan. Dengan
lembaga ini tidak berarti Muhammadiyah sebagai organisasi politik praktis, tetapi
Muhammadiyahmemberi wadah dan saluran bagi warga anggotanya yang ahli dan
memahami masalah politik secara teori dan praktek, sehingga Persyarikatan dapat
menyalurkan pemikiran poliitik kedapa pemerintah secara langsung atau lewat partai politik
yang ada berupa andil pendapat atau pemikiran.
Adapun tugas dan fungsi Lembaga Hikmah dan Kebijakan Publik adalah :
1) Mengadakan kajian politik yang berkaitan dengan perjuangan umat islam dan
khususnya Muhammadiyah;
2) Memberikan nasehat kepada Pimpinan Pusat Muhammadiyah mengenai masalah
politik yang menyakut jalannya Persyarikatan dan Kebijakansanaan Pimpinan Pusat;
dan
3) Menyelenggarakan pendidikan untuk mempertinggi kecerdasan politik kepada
pimpinan Persyarikatan dan petugas-petugasnya.
Lembaga Seni Budaya dan Olahraga (LSBO) Muhammadiyah adalah bagian integral
dari gerakan dakwah Muhammadiyah dengan mewadahi potensi seni budaya dan olahraga
warga Persyarikatan agar aktifitas dan kreatifitasnya terarah sesuai dengan nilai – nilai ajaran
islam, dan menjadi salah satu daya dukung bagi pengembangan dakwah Muhammadiyah.
Kepedulian atas seni budaya ini telah dipelopori sendiri oleh KH Ahmad Dahlan,
yang pandai memainkan alat musik tradisional dan modern seperti kemahirannya memainkan
biola dan gending – gending Jawa. Konon, kepiawalan beliau sering didemostrasikan dimuka
umum untuk mengumpulkan anak - anak muda Kauman untuk diajak ngaji, atau untuk
pengumpulan dana sosial dan dan dakwah.
Sebagai bagian dari gerakan dakwah islam, LSB sedang berusaha merumuskan Fiqh
Kesenian dan Olahraga, yang akan menjadi landasan bagi para aktivis seni dan olahraga
di lingkungan Muhammadiyah.
Adapun misi yang diemban adalah terwujudnya ukhuwah islamiyah dan kerja sama
global secara menyeluruh, dengan peran yang prima dari Persyarikatan dan umat
Islam.
1. Aisyiyah
a. Sejarah Kelahirannya
Untuk memberi suatu nama yang kongkrit suatu perkumpulan, beberapa tokoh
Muhammadiyah seperti KH. Mokhtar, KH. Ahmad Dahlan, KH. Fachruddin, dan Ki Bagus
Hadi Kusuma serta pengurus Muhammadiyah yang lain mengadakan pertemuan di rumah
Nyai Ahmad Dahlan. Waktu itu diusulkan nama Fatimah, namun tidak diterima rapat. Oleh
KH Fachruddin dicetuskan nama “Aisyiyah”, yang kemudian dipandang tepat dengan
harapan perjuangan perkumpulan itu meniru perjuangan Aisyiyah, istri Nabi Muhammad
SAW yang selalu mebantu berdakwah.
d. Keluarga sakinah
1) Pengertian Keluarga Sakinah
Istilah keluarga sakinah terdiri dari kata keluarga dan kata sakinah. Dalam
kehidupan sehari-hari kata keluarga di pakai dengan pengertian, antara lain (a) sanak saudara,
kaum kerabat; (b) orang rumah, anak istri, batih; (c) orang-orang dibawah naungan organisasi
(dan yang sejenisnya), seperti keluarga Nahdhatul Ulama, keluarha Muhammadiya, dan lain-
lain. Dalam tulisan ini kata keluarga dipakai dengan pengertian orang seisi rumah
(masyarakat terkecil), yang terdiri dari ayah, ibu, dan anak. Selanjutnya kata “sakinah” dalam
Al-Qur’an dijumpai antara lain dalam surat Al-Baqoroh/2:248; At-Taubah/9:26; Al-
Fath/48:4, 18, dan 26, dengan makna “ketenangan”.
Dalam istilah keluarga sakinah, kata “sakinah” dipakai sebagai kata sifat dengan
arti “tenang, tenteram”, yaitu untuk menyifati atau menerangkan kata keluarga. Selanjutnya,
kata itu masih ditafsirkan dengan “mengandung makna bahagia dan sejahtera”. Itulah
sebabnya kata “sakinah” sering digunakan dalam pengertian tenang, tentram, bahagia, dan
sejahtera lahir batin.
2) Keluarga Sakinah dan Pembinaan Manusia Taqwa.
Keluarga sakinah sebagai suatu kelurga terpilih akan menjadi lahan yang subur
untuk tumbuh kembangnya anak, yang merupakan amanat Allah SWTbagi setiap orang tua.
Amanat Allah atas penciptaan manusia adalah terciptanya manusia taqwa serta terciptanya
masyarakat sejahtera. Amanat ini dapat terwujud apabila setaiap orang terbentuk menjadi
pribadi muslim seutuhnya. Pribadi muslim seutuhnya disini dimaksudkan pribadi yang unsur-
unsurnya bernafaskan rasa pengabdian kepada Allah SWT. Pribadi yang demikian itulah
wujud manusia taqwa yang pada perkembangan selanjutnya akan dapat mewujudkan
masyarakat taqwa yang mendapatkan kesejahteraan kehidupan dunia akhirat.
3) Keluarga Sakinah dan Pembinaan Masyarakat Sejahtera.
Terbentuknya masyarakat sejahtera merupakan tujuan diturunkannya Al-
Qur’an. Di dalam Al-Qur’an terdapat ungkapan Baldatun thayyibatun wa rabbun ghafur yang
arti harfiahnya suatu negeri yang baik dan Tuhan Maha Pengampun. Ungkapan ini sering
digunakan untuk menyebut masyarakat ideal yang terbentuknya sangat kita dambakan, yaitu
masyarakat adil makmur penuh ridha Tuhan.
Dalam tulisan ini dipakai istilah masyarakat sejahtera dengan pengertian
masyarakat yang anggota-anggotanya merasa aman dan tenteram dalam seluruh
kehidupannya, baik secara perseorangan maupun kelompok. Rasa aman dan tenteram
menyangkut hidup kejasmanian dan kerohanian. Agar masyarakat mencapai predikat
sejahtera, diperlukan beberapa persyaratan, antara lain harus menunjukkan suasana
ketaqwaan kepada Allah SWT, dapat mengembangkan sifat adil berdasarkan nilai keislaman,
bebas dari ketidakseimbangan ekonomi serta ketimpangan sosial. Dalam masyarakat
sejahtera, pada setaiap anggotanya harus tumbuh rasa saling memiliki dan tumbuh pula
dorongan untuk memperhatikan kesejahteraan anggota yang lain.
2. Pemuda Muhammadiyah
Berasal dari berdirinya “Hizbul Wathan” yaitu tentara tanah air yang dipelopori KH.
Muhtar tahun 1920 anggotanya adalah angkatan muda dan remaja yang dididik keterampilan
kepanduan, keagamaan, kemasyarakatan dan sosial kependidikan. Hizbul Wathan (HW)
terdiri atas dua tingkat, dinamakan Pandu Athfal; dan tingkat remaja, dinamakan pandu
penghela. HW Athfal dan HW Penghela pada saat itu dipimpin oleh dua tokoh KH. Muchtar
dan KH. Raden Hajid yang disebut Padvinder Muhammadiyah oleh orang Belanda.
Dalam perkembangannya, tahun 1932 atas keputusan kongres ke-21 di Makassat
ditetapkan berdirinya “Pemuda Muhammadiyah”, dan baru diberi otonomi penuh sejak
Muktamar ke-37 DI Yogyakarta tahun 1968.
Pemuda Muhammadiyah persyarikatan Muhammadiyah diberi tugas sebagai berikut:
a. Menanamkan kesadaran dan pentingnya pernanan putra putri Muhammadiyah
sebagai pelangsung gerakan Muhammadiyah serta kesadaran organisasi.
b. Mendorong terbentuknya organisasi gerakan pemuda sebagai tempat putra-putri
Muhammadiyah yang berdiri sendiri dalam pengayoman Muhammadiyah yang
berbentuk pengkhususan. (Pemud, Pelajar, Mahasiswa Olahraga, Kebudayaan,
dan sebagainya)
c. Memberi bantuan bimbingan dan pengayoman kepada organisasi-organisasi
tersebut serta menjadi penghubung aktif secara timbal balik.
d. Memimpin dan menyelenggarakan musyawarah kerja.
3. Nasyiatu ‘Aisyiyah
Berdirinya Nasyiatul ‘Aisyiyah bermula dari ide somodirjo dalam usahanya untuk
memajukan Muhammadiyah dengan mengadakan perkumpulan yang anggotanya terdiri dari
para remaja putra-putri Standar School Muhammadiyah dengan nama Siswa Praja (SP) pada
tahun 1919. Tujuan terbentuknya Siswa Praja adalah:
a. Menanamkan rasa persatuan;
b. Memperbaiki Akhlak; dan
c. Memperdalam agama.
Siswa Praja memiliki ranting-ranting disekolah-sekoah Muhammadiyah yang ada,
yaitu: Suronatan, Karangkajen, Bausasran dan Kota Gede. Siswa Praja Wanita (SPW),
pimpinannya diserahkan pada Siti Wasilah sebagai ketua. Tempat mengadakan kegiatan SPW
di rumah Haji Irsyad (musholla ‘Aisyiyah Kauman Yogyakarta sekarang) demgan bentuk
pengajian, berpidato, jama’ah shalat dan kegiatan keputrian.
Pada tahun 1923 secara organisatoris SPW (Siswa Praja Wanita) menjadi urusan
‘Aisyiyah. Kegiatannya semakin banyak dan nyata; pada tahun 1931 nama SPW diganti
dengan Nasyiatul ‘Aisyiyah (Nasyiah). Tahun 1938 pada konggres Muhammadiyah ke-26 DI
Yogyakarta diputuskan “Simbol Padi” menjadi simbol Nasyiah. Bapak Achyar Anies
kemudian mengarang nyanyian simbol padi dan dijadikan sebagai lagu “Mars Nasyiah”.