Anda di halaman 1dari 17

E.

Lembaga – lembaga

Dalam Anggaran Dasar Muhammadiyah disebutkan bahwa: (1) Lembaga adalah


unsur pembentu pimpinan yang diserahi tugas dalam bidang tertentu, (2) Lembaga dibentuk
hanya oleh pimpinan pusat, (3) Pimpinan Wilayah dan Pimpinan Daerah, apabila dipandang
perlu, dapat membentuk lembaga tertentu dengan persetujuan pimpinan persyarikatan
setingkat diatas-nya.

Adapun lembaga – lembaga yang dibentuk oleh Pimpinan Pusat Muhammadiyah hasil
Muhammadiyah hasil Mukhtamar satu abad 2010 yaitu :

1. Lembaga Pengembangan Cabang dan Ranting

Memasuki abad kedua, Muhammadiyah dihadapkan pada tugas dan tantangan baru
yang makin berat, bukan hanya karena makin kompleksnya perkembangan masyarakat yang
menuntut berbagai penyesuaian, namun juga kemunculan banyak organisasi islam baru yang
mengharuskan muhammadiyah memperbarui strategi dakwah dan perjuangannya. Salah satu
tantangan tersebut adalah penataan dakwah dan perjuangan di tingkat akar rumput melalui
pengembangan cabang dan ranting. Secara hirarkhi keorganisasian, cabang dan ranting
adalah level organisasi paling bawah, sehingga sering juga dilihat dari logika garis wewenang
dimana pimpinan cabang dan ranting justru memainkan peran ujung tombak dalam kinerja
Persyarikatan Muhammadiyah.

Pertama, Cabang dan ranting merupakan ujung tombak dalam rekrutmen anggota dan
kaderisasi.

Kedua, ujung tombak dalam menjalankan dakwah ke-agamaan.

Ketiga, ujung tombak dalam ukhuwah dengan organisasi islam yang lain, maupun
dalam perjumpaan dengan organisasi sosial yang lain.

Keempat, duta persyarikatan di masyarakat.

Kelima, ujung tombak dalam membela kepentingan umat.

Kondisi Aktual Cabang Dan Ranting secara kuantitas, jumlah cabang dan terutama
ranting muhammadiyah masih terhitung minim. Dari 5.263 jumlah kecamatan di indonesia,
baru 3.221 yang memiliki cabang muhammadiyah atau sekitar 61%. Sementara ditingkat
ranting kondisinya lebih parah, karena baru ada 8.107ranting muhammadiyah dari 62.806
jumlah desa yang ada, atau hanya 12%. Dari angka-angka diatas tampak bahwa pengaruh dan
popularitas muhammadiyah belum tercermin dalam kuantitas organisatorisnya, secara
kualitas, meskipun jika dibanding dengan beberapa ormas islam yang lain muhammadiyah
jauh lebih unggul, namun masih jauh dari harapan warga muhammadiyah sendiri.

Pertama, secara organisatoris masih rapuh. Masih banyak cabang dan ranting yang
belum memiliki kepengurusan yang lengkap, dan ranting yang belum memiliki kepengurusan
yang lengkap dan belum mampu menjalankan tertib organisasi, dalam hal administrasi,
keungan, maupun kegiatan.

Kedua, belum adanya tertib organisasi menyebabkan kepengurusan cabang dan


ranting rentan konflik internal, terutama terutama terkait dengan pengelolaan amal usaha.

Ketiga, lemah inisiatif, cenderung pasif dan menunggu intruksi dari atas.

Keempat, kondisi diatas diperparah oleh fakta bahwa SDM pimpinan Cabang dan
Ranting masih banyak didominasi oleh kalangan usia lanjut.

Kelima, akibatnya Cabang dan Ranting Muhammadiyah cenderung menonon dalam


mengadakan kegiatan, serta kurang mampu merespon perkembangan dan tuntutan lokalitas.

Keenam, kondisi diatas akhirya membuat organisasi di tingkat Cabang dan Ranting
memiliki daya saing yang rendah dibanding organisasi islam baru yang banyak bermunculan,
yang telah banyak “mengambil alih” jamaah maupun amal usaha Muhammadiyah.

Amanat Mukhtamar 46 Tentang Revitalisasi Cabang dan Ranting Kondisi aktual


Cabang dan Ranting telah menimbulkan keprihatian di lingkungan pimpinan dan warga
persyarikatan. Muktamar ke 45 tahun 2005 di Malang Jawa Timur menetapkan revitalisasi
Cabang dan Ranting sebagai salah satu prioritas Program Konsolidasi Organisasi. Komitmen
ini dilanjutkan lagi pada mukhtamar ke 46 tahun 2010 di Yogyakarta, untuk melakukan
pengembangan Cabang dan Ranting secara kuantitatif terbentuknya PCM di 70% jumlah
kecamatan, dan terbentuknya PRM di 40% jumlah desa; dan juga secara kualitatif dengan
menghidupkan kepengurusan Cabang dan Ranting yang mati, serta mengaktifkan Cabang dan
Ranting yang belum aktif. Untuk tijuan diatas, Muktamar ke 46 mengamanatkan
pembentukan Lembaga Pengembangan Cabang dan Ranting (LPCR). Sebenarnya tugas
pembinaan Cabang dan Ranting adalah tugas yang melekat pada fungsi Pimpinan Wilayah
dan Pimpinan Daerah. Namun karena sedemikian urgenya pembinaan Cabang dan Ranting
maka dibentuklah sebuah lembaga khusus untuk itu. SK PP No. 170/2010 tentang
Nomenklatur Unsur Pembantu Pimpinan bahakan mewajibkan dibentuknya LPCR di tingkat
Wilayah dan Daerah.

Visi

“Terciptanya kondisi dan perkembangan Cabang dan Ranting yang lebih kuat, dinamis, dan
berkemajuan sesuai dengan prinsip dan cita-cita gerakan Muhammadiyah menuju
terwujudnya masyarakat Islam yang sebenar-benarnya.”

MISI LPCR PP Muhammadiyah

1. Pendapatan jumlah dan kondisi Cabang dan Ranting diseluruh Indonesia, untuk
kemudian diterjemahkan kedalam Peta Cabang dan Ranting Muhammadiyah. Ada
tiga aspek yang dipetakan: (i) Kategori Cabang dan Ranting Aktif, Hidup, Vakum; (ii)
Lokasi Cabang dan Ranting Perkotaan, Pedesaan, Pedalaman; dan (iii) Problem
lingkungan yang dihadapi Cabang dan Ranting ekonomi, sosial, budaya, politik,
konflik antar/intra agama.
2. Pemekaran dan Pembentukan Cabang dan Ranting baru, dengan target terbentuknya
PCM sebanyak 70% dari jumlah kecamatan di Indonesia, dan terbentuknya PRM
sebanyak 40% jumlah Desa yang ada di Indonesia.

Tugas dan Fungsi

Lembaga ini dibentuk untuk melakukan penguatan kembali Ranting sebagai basis
gerakan melalui proses penataan, pemantapan, peningkatan, dan pengembangan ranting baru
kearah kemajuan dalam berbagai aspek gerakan Muhammadiyah.

Tugas pokok LPCR antara lain :

a. Mengaktifkan kembali Ranting-Ranting yang mati atau setengah-mati/stagnan


b. Mengefektifkan dan mengintensifkan fungsi Ranting sebagai pimpinan yang membina
anggota dan jama’ah
c. Membentuk Ranting-Ranting baru terutama di pedesaan dan pusat-pusat kawasan
kota besar
d. Menjadikan Ranting-Ranting tertentu yang memiliki infrastruktur dan
prasyarat/kondisi yang kondusif untuk pilot proyek/program Keluarga Sakinah serta
Gerakan Jamaah dan Dakwah Jamaah (GJDJ)
e. Menghidupkan dan menyemarakkan pengajian-pengajian pimpinan dan anggota
dengan berbagai model alternatif
f. Mengembangkan fungsi pelayanan crisis center untuk advokasi di tingkat Ranting.
g. Menjadikan Ranting sebagai basis kegiatan pemberdayaan masyarakat dan
pembentukan Islamic Civil Society
h. Meningkatkan konsolidasi, termasuk komunikasi dan jaringan intensif, dengan
seluruh organisasi otonom dan unit-unit kelembagaan di tingkat Ranting.
i. Khusus dengan Aisyiyah perlu lebih mengembangkan sinergi yang solid dan
memberikan peran yang lebih signifikan karena organisasi otonom khusus ini
memiliki basis kegiatan yang kuat dan cukup intensif yang berhubungan langsung
dengan masyarakat di bawah.
j. Menyiapkan dan mengusahakan kader Muhammadiyah untuk menempati posisi-
posisi dan peran-peran penting serta strategis dalam kiprah kemasyarakatan di
wilayah/kawasan Ranting setempat seperti menjadi Ketua RT, kelompok-kelompok
sosial, organisasi kepemudaan, kelompok tani, dan sebagainya.
k. Membangun/menyediakan/melengkapi perkantoran/gedung Ranting yang bersifat
serbaguna dan menjadi pusat gerakan Muhammadiyah, sekaligus pusat pelayanan
masyarakat, termasuk pemasangan papan nama.
l. Selain mengelola amal usaha Ranting, perlu meningkatkan sinergi dan kerjasama
dengan amal usaha yang berada di lingkungan Ranting Muhammadiyah setempat.
m. Menyelenggarakan pengajian umum dan khusus sesuai dengan model yang
dikembangkan dalam Muhammadiyah secara terpadu/tersistem, intensif, dan bersifat
alternatif.
n. Melaksanakan Gerakan Jama’ah dan Dakwah Jama’ah minmal yang bersifat terbatas,
tidak harus ideal, yang mengikat Muhammadiyah dengan masyarakat setempat.
o. Menyebarluaskan tuntunan-tuntunan hidup beragama melalui media buletin. brosur,
dsb, dalam bahasa Indoneia atau daerah yang dikemas dengan baik dan komunikatif.
p. Memanfaatkan radio komunitas (radio Mentari) sebagai media informasi dan
silaturahmi/interaksi
q. Membentuk jama’ah-jama’ah bina kesehatan, bina kesejahteraan, bina pemberdayaan
pendidikan, bina kerukunan sosial, dsb.
r. Mengembangkan kegiatan-kegiatan pemberdayaan masyarakat seperti di bidang
pertanian, perikanan, perkebunan, dan kegiatan-kegiatan ekonomi mikro dan kecil
yang terjangkau dan dapat meningkatkan kesejahteraan masyarakat, dengan
pendekatan GJDJ.

2. Lembaga Pembina dan Pengawas Keuangan


Tugas pokok LPPK antara lain:
a. Menyusun dan memasyarakatkan sistem pengelolaan keuangan Persyarikatan,
Pembantu Pimpinan dan Amal Usahanya.
b. Membina dan mengawasi pengelolaan keuangan Persyarikatan, Pembantu Pimpinan
dan Amal Usahanya.
c. Melakukan kajian tentang sistem keuangan umum sebagai pertimbangan bagi
Pimpinan Persyarikatan dalam kebijakan keuangan.

3. Lembaga Penelitian dan Pengembangan

Lembaga ini merupakan pemakaran dari Majelis Pendidikan Tinggi, Penelitian dan
Pengembangan. Setelah disendirikan sebagai lembaga penelitian dan pengembangan, maka
tugas pokoknya menjadi :

1) Penelitian dan pengembangan, mencakup program penelitian dan pengembangan di


PTM, dan penelitian pengembangan gerakan Muhammadiyah.
2) Bidang Penelitian dan Pengembangan :
a) Pengembangan datasabe dan pusat informasi Per-syarikatan
b) Pengembangan kerja sama lembaga penelitian di lingkungan Persyarikatan.
c) Penelitian kualitas penelitian di PTM

4. Lembaga Penanggulan Bencana

Lembaga Penanggulangan Bencana (LPB) atau Muhammadiyah Disaster


Management Centre (MDMC) adalah lembaga penanggulangan bencana Muhammadiyah
yang berdiri pertama melalui SK PP Muhammadiyah No.58/KEP/LO/D/2007. Institusi ini
merupakan penajaman darii salah satu rekomondasi internal mukhtamar Muhammadiyah ke-
46 yang secara tegas mengamanatkan organisasi untuk menghidupkan kembali kerja – kerja
kemanusiaan, khususnya dalam bidang bencana, baik dalam masa darurat maupun
membangun ketahanan masyarakat.
Sesuai mandatnya, maka MDMC bertugas melayani kemanusiaan berdasarkan; (i)
nilai dasar agama islam “rahmatan lil alamin”, (ii) sejarah perjuangan Muhammadiyah
sebelumnya, (iii) organisasi MDMC yang lintas sektoral, (iv). Tuntutan perkembangan kerja
kemanusiaan glogal. Ini juga memperjelas posisi MCDM yang secara organisasi memiliki
kapalitas sekaligus ancaman dan peluang.

Secara umum, posisi strategis yang dimiliki saat ini adalah :

1. Bahwa MDMC adalah praktis Muhammadiyah back to basic, kembali basis jati diri,
khittah dan bidang geraknya dibidang da’wah, taribiyah dan kesejahteraan.
2. Melakukan pemerdayaan organisasi dan proyek MDMC sendiri sebagai bagian
integral dari pencerahan kembali gerakan muhammadiyah berdasar VISI 2025.
3. Dengan konsolidasi MDCM kedalam, dilakasanakan seiring dengan tantangan dan
keikutsertaan Muhammadiyah dalam kegiatan kemanusiaan global.
4. Harapan untuk dapat menjadi pemain global setelah masa inkubasi 3-5 tahun kedepan.

Sesuai bidang – bidang garapan yang terdapat dalam penanggulangan bencana,


MDMC, dengan hasil analisis SWOTnya, saat ini baru saja dapat melakukan
kegiaatan yanga ada dalam bidang Tanggap Darurat dan Kesiapsiagaan.

Tujuan Strategis

Tujuan strategis yang dianggap sebagai prioritas utama yang harus diselesaikan oleh MDMC
dalam jangka waktu 3 (tiga) sampai 5 (lima) tahun ke depan adalah :

1) Peningkatan Kapasitas Kelembagan MDMC untuk kerja – kerja Kemanusiaan dalam


isu Bencana.
2) Penguatan Jaringan dan Mendorong Partisipasi masyarakat dalam Penanggulangan
Bencana

Nilai Nilai Organisasi

Nilai – nilai filosofis dan nilai – nilai operasional dibutuhkan MDMC agar menjadi
pembatas tentangf apa yang benar, apa yang salah dan mana yang dapat ditoleransi, mana
yang tidak mendapat toleransi sehubungan dengan pekerjaan yang akan dikerjakan. Nilai –
nilai ini akan membedakan MDMC dengan organisasi lain. Nilai – nilai Filosofis yang
Dianut Dalam MDMC adalah:
1) Rahmat bagi alam semesta
2) Berkeadilan
3) Profesional
Sedangkan Nilai – nilai Operasional dalam MDMC adalah :
a) Reponsif; melayani dengan cepat dan tanggap.
b) Musyawarah; melakukan metode partisipatif.
c) Efisien dan efektif; mengoptimalkan sumberdaya, tepat sasaran, tepat target.
d) Berkelanjutan; menggunakan pendekatan pemberdayaan komunitas,
berinvestasi dimasyarakat.
e) Berjejaringan; bekerja bersama dengan siapun yang memiliki misi yang sama.
f) Akuntabel; bekerja secara transparan, menghargai keterbukaaan publik dalam
kegiatan dan laporan keuangan.
g) Kepatuhan Hukum; bekerja atas dasar kesadaran hukum.

5. Lembaga Zakat, Infaq dan Shadaqah

Sebagai organisasi Dakwah Islam, Muhammadiyah mendirikan berbagai amal usaha


sosial, seperti panti asuhan bagi anak yatim piatu dan orang jompo, balai kesehatan dan
sekolah, yang dimaksudkan untuk memberdayakan kaum musthadafin dan memberikan
kemudahan pendidikan bagi anak-anak keluarga miskin. Muhammadiyah didirikan dan
dibesarkan dari dana zakat, infaq dan shadaqah (ZIS) warga masyarakat dan para aghniya.
Penggalian dana ZIS selama ini masih bersifat parsial dan sporadis dan belum dilakukan
secara sistematis dan terlembagakan secara lebih intensif sehingga hasil yang dicapai rasa
kurang optimal.

Agama islam yang dianut oleh mayoritas penduduk indonesia mewajibkan setiap
muslim mengeluarkan zakat dari rezeki yang diperoleh dan juga menganjurkan bershadaqah
dan ber infaq, guna menolong kaum dhuafa dan fakir miskin.

Muhammadiyah memandang perlu adanya upaya untuk menanggulangi kemiskinan


dengan mengoptimalkan penggalian dana ZIS, guna meningkatkan kesejahteraan masyarakat
yang berada dalam kemisikinan dan kesusahan. Cukup banyak umat islam yang belum
menunaikan zakat karena kurangnya pemahaman dan pengetahuan mereka. Sudah
selayaknya, warga masyarakat yang mendapat kelimpahan rezeki dimotivasi dan disadarkan
terhadap kewajiban keagamaan mereka, yaitu membayar ZIS.
VISI

Menjadi Lembaga Amil Zakat, Infaq dan Shodaqoh dikota Surabaya yang amanah,
transparan dan profisional dalam rangka pemberdayaan masyarakat miskin dan mustadh’afin
sesuai dengan tujuan Muhammadiyah.

MISI

a) Meningkatan kesadaran ummat untuk membayar zakat sebagai salah satu rukun islam.
b) Mengintensfikan pengumpulan ZIS pada seluruh lapisan masyarakat.
c) Mendayagunakan ZIS secara optimal untuk pemberdayaan kaum miskin melalui amal
– amal sosial dan kemanusiaan.
d) Mengelola zakat, infaq dan shadaqah secara profisional, transparan, dan akuntabel.

6. Lembaga Hikmah dan Kebijakan Publik

Lembaga ini dibentuk untuk memberi wadah pemikiran dakwah islam amar ma’ruf
nahi munkar melewati lika – liku persoalan politik praktis maupun ketatanegaraan. Dengan
lembaga ini tidak berarti Muhammadiyah sebagai organisasi politik praktis, tetapi
Muhammadiyahmemberi wadah dan saluran bagi warga anggotanya yang ahli dan
memahami masalah politik secara teori dan praktek, sehingga Persyarikatan dapat
menyalurkan pemikiran poliitik kedapa pemerintah secara langsung atau lewat partai politik
yang ada berupa andil pendapat atau pemikiran.

Adapun tugas dan fungsi Lembaga Hikmah dan Kebijakan Publik adalah :

1) Mengadakan kajian politik yang berkaitan dengan perjuangan umat islam dan
khususnya Muhammadiyah;
2) Memberikan nasehat kepada Pimpinan Pusat Muhammadiyah mengenai masalah
politik yang menyakut jalannya Persyarikatan dan Kebijakansanaan Pimpinan Pusat;
dan
3) Menyelenggarakan pendidikan untuk mempertinggi kecerdasan politik kepada
pimpinan Persyarikatan dan petugas-petugasnya.

7. Lembaga Seni Budaya dan Olahraga

Lembaga Seni Budaya dan Olahraga (LSBO) Muhammadiyah adalah bagian integral
dari gerakan dakwah Muhammadiyah dengan mewadahi potensi seni budaya dan olahraga
warga Persyarikatan agar aktifitas dan kreatifitasnya terarah sesuai dengan nilai – nilai ajaran
islam, dan menjadi salah satu daya dukung bagi pengembangan dakwah Muhammadiyah.

Kepedulian atas seni budaya ini telah dipelopori sendiri oleh KH Ahmad Dahlan,
yang pandai memainkan alat musik tradisional dan modern seperti kemahirannya memainkan
biola dan gending – gending Jawa. Konon, kepiawalan beliau sering didemostrasikan dimuka
umum untuk mengumpulkan anak - anak muda Kauman untuk diajak ngaji, atau untuk
pengumpulan dana sosial dan dan dakwah.

Program dan kegiatan LSBO Muhammadiyah meliputi bidang :

1) Pengembangan media dan sarana prasana


2) Pendidikan dan latihan
3) Pengkajian dan Pengembangan
4) Penguatan Kelembagaan

Sebagai bagian dari gerakan dakwah islam, LSB sedang berusaha merumuskan Fiqh
Kesenian dan Olahraga, yang akan menjadi landasan bagi para aktivis seni dan olahraga
di lingkungan Muhammadiyah.

8. Lembaga Hubungan dan Kerjasama Internasional

Lembaga ini dibentuk untuk melaksanakan tugas khusus Persyarikatan dalam


membangun jaringan kerja internasional, dengan visi:

1) Muhammadiyah sebagai kekuaan moral bangsa


2) Muhammadiyah sebagai salah satu inspirator Peradaban Islam
3) Muhammadiyah sebagai kekuatan moral (bahkan inti kekuatan) bagi perdamaian
dunia.

Adapun misi yang diemban adalah terwujudnya ukhuwah islamiyah dan kerja sama
global secara menyeluruh, dengan peran yang prima dari Persyarikatan dan umat
Islam.

Adapun tujuan dari lembaga ini adalah :

1) Mengembangan SDM dalam bidang jaringan dan kerja sama internasional


2) Meningkatkan peran dan keterlibatan Muhmammadiyah dalam pengembangan
wacana pemikiran keislaman dikalangan dunaia islam khususnya dan dunia
internasional pada umumnya
3) Meningkatkan sosialisasi pemikiran dan aktivitas Muhammadiyah ke dunia
Islam dan dunia Internasional pada umumnya
4) Mengembangkan partisipasi Muhammadiyah dalam kekuatan solidaritas umat
Islam (ukhuwah Islamiyah) untuk mewujudkan perdamaian dunia sebagai
kebutuhan bersama
5) Mengkoordinir kerja sama dan jaringan kader Muhammadiyah yang tersebar
di berbagai negara dengan membentuk cabang – cabang khusus (istimewa)
Muhammadiyah dimanca negara.

F. Organisasi Otonom Muhammadiyah

1. Aisyiyah

a. Sejarah Kelahirannya

Sejak berdirinya Muhammadiyah KH. Ahmad Dahlan sangat memperhatikan


pembinaan terhadap kaum wanita dengan diadakannya kelompok pengajian wanita dibawah
bimbingan KH. Ahmad Dahlan dan Nyai Walidah (istri KH. Ahmad Dahlan) dengan nama
“sopo tresno”.

Untuk memberi suatu nama yang kongkrit suatu perkumpulan, beberapa tokoh
Muhammadiyah seperti KH. Mokhtar, KH. Ahmad Dahlan, KH. Fachruddin, dan Ki Bagus
Hadi Kusuma serta pengurus Muhammadiyah yang lain mengadakan pertemuan di rumah
Nyai Ahmad Dahlan. Waktu itu diusulkan nama Fatimah, namun tidak diterima rapat. Oleh
KH Fachruddin dicetuskan nama “Aisyiyah”, yang kemudian dipandang tepat dengan
harapan perjuangan perkumpulan itu meniru perjuangan Aisyiyah, istri Nabi Muhammad
SAW yang selalu mebantu berdakwah.

Setelah secara aklamasi perkumpulan itu diberi nama “Aisyiyah”, kemudian


diresmikan bersamaan dengan peringatan Isra’ Mi’raj Nabi Muhammad SAW pada tanggal
27 Rajab 1335 H bertepatan dengan tanggal 19 Mei 1917 M dengan ketua Siti Bariyah.

b. Tugas dan Perannya


Tugas dan Peran ‘Aisyiyah adalah sebagai berikut:
1) Membimbing kaum wanita ke arah kesadaran beragaman dan berorganisasi; dan
2) Menghimpun anggota-anggota Muhammadiyah wanita, menyalurkan serta
menggembirakan amalan-amalannya.

c. Amal Usaha ‘Aisyiyah


Dengan tugas dan peran (fungsi) sederhana tersebut ‘Aisyiyah telah banyak memiliki
amal usaha dibidang:
1) Pendidikan,
2) Kewanitaan,
3) PKK,
4) Kesehatan, dan
5) Organisasi Wanita.
Pimpinan Pusat ‘Aisyiyah berusaha memberi didikan di kalangan wanita Islam
untuk berpakaian muslimah yang baik, bermoral, dan bermental luhur; memberikan
bimbingan perkawinan dan kerumahtanggaan, tanggung jawab istri di dalam dan di luar
rumah tangga, memberikan motivasi keluarga sejahtera, keluarga bahagia, memberikan
biimbingan pemeliharaan bayi sehat, keluaraga berencana, berislam dan sebagainya.

d. Keluarga sakinah
1) Pengertian Keluarga Sakinah
Istilah keluarga sakinah terdiri dari kata keluarga dan kata sakinah. Dalam
kehidupan sehari-hari kata keluarga di pakai dengan pengertian, antara lain (a) sanak saudara,
kaum kerabat; (b) orang rumah, anak istri, batih; (c) orang-orang dibawah naungan organisasi
(dan yang sejenisnya), seperti keluarga Nahdhatul Ulama, keluarha Muhammadiya, dan lain-
lain. Dalam tulisan ini kata keluarga dipakai dengan pengertian orang seisi rumah
(masyarakat terkecil), yang terdiri dari ayah, ibu, dan anak. Selanjutnya kata “sakinah” dalam
Al-Qur’an dijumpai antara lain dalam surat Al-Baqoroh/2:248; At-Taubah/9:26; Al-
Fath/48:4, 18, dan 26, dengan makna “ketenangan”.
Dalam istilah keluarga sakinah, kata “sakinah” dipakai sebagai kata sifat dengan
arti “tenang, tenteram”, yaitu untuk menyifati atau menerangkan kata keluarga. Selanjutnya,
kata itu masih ditafsirkan dengan “mengandung makna bahagia dan sejahtera”. Itulah
sebabnya kata “sakinah” sering digunakan dalam pengertian tenang, tentram, bahagia, dan
sejahtera lahir batin.
2) Keluarga Sakinah dan Pembinaan Manusia Taqwa.
Keluarga sakinah sebagai suatu kelurga terpilih akan menjadi lahan yang subur
untuk tumbuh kembangnya anak, yang merupakan amanat Allah SWTbagi setiap orang tua.
Amanat Allah atas penciptaan manusia adalah terciptanya manusia taqwa serta terciptanya
masyarakat sejahtera. Amanat ini dapat terwujud apabila setaiap orang terbentuk menjadi
pribadi muslim seutuhnya. Pribadi muslim seutuhnya disini dimaksudkan pribadi yang unsur-
unsurnya bernafaskan rasa pengabdian kepada Allah SWT. Pribadi yang demikian itulah
wujud manusia taqwa yang pada perkembangan selanjutnya akan dapat mewujudkan
masyarakat taqwa yang mendapatkan kesejahteraan kehidupan dunia akhirat.
3) Keluarga Sakinah dan Pembinaan Masyarakat Sejahtera.
Terbentuknya masyarakat sejahtera merupakan tujuan diturunkannya Al-
Qur’an. Di dalam Al-Qur’an terdapat ungkapan Baldatun thayyibatun wa rabbun ghafur yang
arti harfiahnya suatu negeri yang baik dan Tuhan Maha Pengampun. Ungkapan ini sering
digunakan untuk menyebut masyarakat ideal yang terbentuknya sangat kita dambakan, yaitu
masyarakat adil makmur penuh ridha Tuhan.
Dalam tulisan ini dipakai istilah masyarakat sejahtera dengan pengertian
masyarakat yang anggota-anggotanya merasa aman dan tenteram dalam seluruh
kehidupannya, baik secara perseorangan maupun kelompok. Rasa aman dan tenteram
menyangkut hidup kejasmanian dan kerohanian. Agar masyarakat mencapai predikat
sejahtera, diperlukan beberapa persyaratan, antara lain harus menunjukkan suasana
ketaqwaan kepada Allah SWT, dapat mengembangkan sifat adil berdasarkan nilai keislaman,
bebas dari ketidakseimbangan ekonomi serta ketimpangan sosial. Dalam masyarakat
sejahtera, pada setaiap anggotanya harus tumbuh rasa saling memiliki dan tumbuh pula
dorongan untuk memperhatikan kesejahteraan anggota yang lain.

e. Isu Jender dan Peran Muslimah dalam Muhammadiyah.


Berbagai studi telah dilakukan untuk memetakan berbagai faktor yang
menghambat proses pemberdayaan perempuan. Dari studi yang dilakukan secara lintas negar,
lintas budaya, dan lintas etnik disimpulkan bahwa persoalan perempuan bukan terletak pada
diri perempuan semata, tetapi berkaitan erat dengan kompleksitas relasi sosial yang dipayungi
ideology kultural yang membentuk cara pandang terhadap eksistensi laki-laki dan
perempuan. Oleh karena itu, membahas masalah perempuan sesungguhnya adalah membahas
masalah persoalan relasi dan interaksi sosial, baik secara individual antara perempuan dengan
laki-laki maupun antara perempuan dengan keluarga, komunitas, dan negara.
Persoalan perempuan dan agama makin marak berkembang seiring dengan
ksadaran baru kaum perempuan untuk mempertanyakan sejauh manakah agama mampu
memberikan rasan aman dan segala bentuk tekanan, ketakutan, dan ketidakadilan. Saat ini
agama mendapat tantangan baru karena dianggap sebagai salah satu unsur yang
melanggengkan ketidakadilan terhadap perempuan. Oleh karena itu para agamawan, baik
individual maupun secara kelompok dituntut untuk secara jeli melihat, apakah ketidakadilan
tersebut inheren dalam agama itu sendiri ataukah persoalan terletak pada tafsir keagamaan,
bisa jafi, terpengaruh oleh bias kultural tertentu.

2. Pemuda Muhammadiyah
Berasal dari berdirinya “Hizbul Wathan” yaitu tentara tanah air yang dipelopori KH.
Muhtar tahun 1920 anggotanya adalah angkatan muda dan remaja yang dididik keterampilan
kepanduan, keagamaan, kemasyarakatan dan sosial kependidikan. Hizbul Wathan (HW)
terdiri atas dua tingkat, dinamakan Pandu Athfal; dan tingkat remaja, dinamakan pandu
penghela. HW Athfal dan HW Penghela pada saat itu dipimpin oleh dua tokoh KH. Muchtar
dan KH. Raden Hajid yang disebut Padvinder Muhammadiyah oleh orang Belanda.
Dalam perkembangannya, tahun 1932 atas keputusan kongres ke-21 di Makassat
ditetapkan berdirinya “Pemuda Muhammadiyah”, dan baru diberi otonomi penuh sejak
Muktamar ke-37 DI Yogyakarta tahun 1968.
Pemuda Muhammadiyah persyarikatan Muhammadiyah diberi tugas sebagai berikut:
a. Menanamkan kesadaran dan pentingnya pernanan putra putri Muhammadiyah
sebagai pelangsung gerakan Muhammadiyah serta kesadaran organisasi.
b. Mendorong terbentuknya organisasi gerakan pemuda sebagai tempat putra-putri
Muhammadiyah yang berdiri sendiri dalam pengayoman Muhammadiyah yang
berbentuk pengkhususan. (Pemud, Pelajar, Mahasiswa Olahraga, Kebudayaan,
dan sebagainya)
c. Memberi bantuan bimbingan dan pengayoman kepada organisasi-organisasi
tersebut serta menjadi penghubung aktif secara timbal balik.
d. Memimpin dan menyelenggarakan musyawarah kerja.

3. Nasyiatu ‘Aisyiyah
Berdirinya Nasyiatul ‘Aisyiyah bermula dari ide somodirjo dalam usahanya untuk
memajukan Muhammadiyah dengan mengadakan perkumpulan yang anggotanya terdiri dari
para remaja putra-putri Standar School Muhammadiyah dengan nama Siswa Praja (SP) pada
tahun 1919. Tujuan terbentuknya Siswa Praja adalah:
a. Menanamkan rasa persatuan;
b. Memperbaiki Akhlak; dan
c. Memperdalam agama.
Siswa Praja memiliki ranting-ranting disekolah-sekoah Muhammadiyah yang ada,
yaitu: Suronatan, Karangkajen, Bausasran dan Kota Gede. Siswa Praja Wanita (SPW),
pimpinannya diserahkan pada Siti Wasilah sebagai ketua. Tempat mengadakan kegiatan SPW
di rumah Haji Irsyad (musholla ‘Aisyiyah Kauman Yogyakarta sekarang) demgan bentuk
pengajian, berpidato, jama’ah shalat dan kegiatan keputrian.
Pada tahun 1923 secara organisatoris SPW (Siswa Praja Wanita) menjadi urusan
‘Aisyiyah. Kegiatannya semakin banyak dan nyata; pada tahun 1931 nama SPW diganti
dengan Nasyiatul ‘Aisyiyah (Nasyiah). Tahun 1938 pada konggres Muhammadiyah ke-26 DI
Yogyakarta diputuskan “Simbol Padi” menjadi simbol Nasyiah. Bapak Achyar Anies
kemudian mengarang nyanyian simbol padi dan dijadikan sebagai lagu “Mars Nasyiah”.

4. Ikatan Mahasiswa Muhammadiyah


Ada dua faktor integral yang menjadi dasar dan latar belakang sejarah berdirinya
IMM. Pertama, faktor intern. Yang di maksud dengan faktor intern adalah faktor yang ada
didalam organisasi Muhammadiyah itu sendiri. Faktor ini lebih dominan dari pada faktor lain,
dalam bentuk motivasi idealis dari dalam , yaitu dorongan untuk mengembangkan ideologi,
paham, dan cita-cita Muhammadiyah. Untuk mewujudkan cita-cita dan memrefleksikan
ideologinya itu, maka Muhammadiyah mesti bersinggungan dan berinteraksi dengan
mahasiswa dengan cara menyediakan dan membentuk wadah khusus yang bisa menarik
animo dan mengembangkan potensi mahasiswa.
Dorongan untuk segera membentuk wadah bagi mahasuswa ini juga datang dari
mahasiswa Muhammadiyah yang ada di Jakarta seperti Nurwijoyo Srjono, M.Z. Suherman.
M. Yasif, dan Sutrisno Muhdam. Dengan banyaknya desakan dan dorongan tersebut, maka
PP Muhammadiyah waktu itu M. Fachrurrazi sebagai Ketua Umum dan M. Djazman Al-
Kindi sebagai Sekretaris Umum mengusulkan kepada PP Muhammadiyah yang waktu itu
diketuai oleh KH. Ahmad Badawi untuk mendirikan organisasi khusus bagi mahasiswa
dengan nama Ikatan Mahasiswa Muhammadiyah (IMM). Usulan itu disetujui oleh PP
Muhammadiyah, yang kemudian diresmikan pada tanggal 14 Maret 1964 (29 Syawal 1384
H).
Peresmian berdirinya IMM diadakan digedung Dinoto Yogyakarta dengan ditandai
penandatanganan “Lima Penegasan IMM” oleh KH. Ahmad Badawi yang berbunyi:
a. Menegaskan bahwa IMM adalah gerakan mahasiswa islam;
b. Menegaskan bahwa kepribadian Muhammadiyah adalah lanasan perjuangan IMM;
c. Menegaskan bahwa fungsi IMM adalah organisasi mahsiswa yang sah dengan
mengindahkan segala hukum, undang-undang, peraturan, serta dasar dan falsafah
Negara;
d. Menegaskan bahwa ilmu adalah amaliah dan amal adalah ilmiah; dan
e. Menegaskan bahwa amal IMM adalah lillahi ta’ala dan senantiasa diabdikan
untuk kepentingan rakyat.
Kedua, faktor ekstern. Yang dimaksud dengan faktor ekstern adalah hal-hal dan
keadaan yang datang dari dan berada di luar Muhammadiyah, yaitu situasi dan kondisi
kehidupan umat dan bangsa serta dinamika gerakan organisasi-organisasi mahasiswa.

5. Ikatan Pelajar Muhammadiyah


Upaya dan keinginan para pelajar Muhammadiyah untuk mendirikan organisasi
pelajar Muhammadiyah telah dirintis sejak tahun 1919 dengan adanya Siswa Praja di
sekolah-sekolah. Dengan kegigihan dan kesungguhan para aktivis pelajar Muhammadiyah
untuk membentuk organisasi kader dikalangan pelajar baru ada titik terang dan mulai
menunjukkan keberhasilan, yaitu ketika tahun 1958 pada Konferensi Pemuda
Muhammadiyah di Garut pada konferensi itu menempatkan organisasi pelajar
Muhammadiyah dibawah pengawasan Pemuda Muhammadiyah, yang kemudian keputusan
itu diperkuat pada Muktamar Pemuda Muhammadiyah II yang berlangsung pada 24-28 Juli
1960 di Yogyakarta, dan memutuskan untuk mebentuk IPM.
Setelah ada kesepakatan antara PP Muhammadiyah dan PP muhammadiyah Majelis
Pendidikan dan Pengajaran tanggal 15 Juni 1961 ditandatangani peraturan bersama tentang
organisasi IPM ini. Kemudian dimatangkan lagi didalam konferensi Pemuda Muhammadiyah
di Surakarta tanggal 18-20 Juli 1961. Dan ditetapkan tanggal 18 Juli 1961 M bertepatan
dengan tanggal 5 shafar 1381 H sebagai hari kelahiran Ikatan Pelajar Muhammadiyah (IPM).

6. Tapak Suci Putra Muhammadiyah


Berdirinya tapak suci putra Muhammadiyah memiliki sejarah yang panjang, seiring
dengan perjuangan rakyat Indonesia dalam mepertahankan eksistensi bangsa dari oenjajahan
bangsa lain. Sekitar tahun 1925 s/d 1951 di kampung Kauman banyak sekali berkembang
aliran pencak silat yang berbau ajaran Islam maupun yang menyimpang dari ajaran Islam.
Tapak Suci Putra Muhammadiyah lahir dan berkembang untuk menjadi pelopor
pengembangan pencak silat yang metodis dan dinamis dengan dasar:
a. Membina pencak silat yang berwatak serta berkepribadian Indonesia, bersih dari
ilmu sesat dan syirik;
b. Mengabdi perguruan untuk perjuangan agama serta bangsa dan negara; dan
c. Sikap mental dan gerak langkah anak murid harus merupakan tindakan-tindakan
kesucian.
Tapak Suci Putra Muhammadiyah mengajarkan pencak silat sebagai olah ragawi
yang menyeimbangkan antara lahir dan batin dakam rangka beribadah kepada Allah SWT.
Jadi, iman dan akhlak anak didik Tapak Suci merupakan sumber kekuatan yang berasal dari
Allah dan sama sekali bukan berasal dari manusia itu sendiri.

7. Pandu Hizbul Wathan


Pandu Hizbul Wathan didirikan oleh KH. Ahmad Dahlan pada tahun 1918, dengan
nama padvinder Muhammadiyah. Tokoh perintisnya yang terkenal adalah Siraj Dahlan dan
Sarbini. Atas usul KH. Agus Salim istilah Belanda, padvinder diindonesiakan menjadi
“Kepanduan Muhammadiyah”. Pada tahun 1920, atas usul KH. R. Hajid Kepanduan
Muhammadiyah dinamakan pandu Hizbul Wathon (disingkat pandu HW).
Jatidiri kepanduan Hizbul Wathan ditandai dengan:
a. Identitas Kepanduan Hizbul Wathan:
1) Kepanduan Hizbul Wathan adalah sistem pendidikan anak, remaja dan
pemuda, diluar lingkungan keluarga dan sekolah, dalam mebentuk warga
masyarakat Islami yang berguna dan berakhlak mulia, dengan metode
kepanduan.
2) Gerakan Kepanduan Hizbul Wathan adalah organisasi otonom
Muhammadiyah, yang mengkhususkan pendidikan anak, remaja dan pemuda
agara menjadi warga masyarakat yang mandiri dan berakhlak mulia, dengan
metode kepanduan yang Islami.
b. Sifat kepanduan Hizbul Wathan (HW):
1) Terbuka, artinya dapat menerima siapa saja yang memenuhi syarat sebagai
anggota.
2) Sukarela, artinya tidak ada paksaan atau perintah untuk menjadi anggota.
3) Nasional, artinya diperuntukkan bagi bangsa Indonesia, bergerak di bumi
Indonesia dalam rangka mencerdaskan bangsa.
4) Islami, sebagai salah satu dari organisasi otonom Muhammadiyah, yang
mengembangkan misi dan visi Persyarikatan.
c. Ciri Khas Kepanduan Hizbul Wathan
Ciri khas kepanduan Hizbul Wathan ditandai dengan prinsip dasar dan metode
pendidikan:
1) Prinsip Dasar yang harus dipatuhi adalah:
a) Pengamalan aqidah Islamiyah
b) Pembentukan dan pembinaan akhlak mulia menurut ajaran Islam.
c) Pengamalan Kode Kehormatan Pandu.
d) Pendidikan diluar lingkungan keluarga dan sekolah.
e) Satuan dan kegiatan terpisah antara putera dan puteri.
f) Tidak terkait dan berorientasi kepada partai politik atau golongan tertentu.
2) Metode pendidikan yang diterapkan adalah:
1) Kegiatan dilakukan dialam terbuka.
2) Pendidikan dengan metode yang menarik, menyenangkan, dan
menantang.
3) Pemberdayaan anak didik dengan penerapan sistem beregu.
4) Penggunaan sistem kenaikan tingkat dan tanda kecakapan.

Anda mungkin juga menyukai