Anda di halaman 1dari 97

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Indonesia adalah Negara kepulauan di Asia Tenggara yang dilintasi garis
khatulistiwa dan berada di antara daratan benua Asia dan Oesania, serta berada di
antara Samudra Pasifik dan Samudra Hindia. Negara dengan kepulauan terbesar di
dunia yang memiliki jumlah penduduk ke-4 terbanyak di dunia (Hafidz, 2022).
Dan tentu saja jumlah penduduk akan berpengaruh pada pembangunan
infrastrukturnya. Sehingga pembangunan infrastruktur di Indonesia tergolong
sangat cepat.
Di Kawasan Mandalika Kabupaten Lombok Tengah termasuk salah satu
kawasan yang terkenal sangat indah karena didominasi oleh pantai, dataran
rendah dan perbukitan yang bergelombang, maka tak heran pengembangan
wisatanya cukup pesat. Hal ini bisa dilihat dari semakin banyaknya infrastruktur
yang dibangun di kawasan tersebut seperti tempat wisata, hunian, tempat ibadah
dan kawasan komersil lainnya. Salah satu contohnya seperti pembangunan Sirkuit
Internasional Pertamina Mandalika. Dengan banyaknya tempat-tempat wisata
yang dibangun maka Mandalik adalah kawasan Ekonomi Khusus (KEK) yang
ditetapkan melalui Peraturan Pemerintah (PP) nomor 52 tahun 2014 tentang KEK
Mandalika.
Pembangunan infrastruktur seperti jalan Bypass BIL - Mandalika dibangun
di atas permukaan tanah lempung yang banyak dijumpai karena berada di daerah
persawahan yang jenis tanahnya berupa tanah lempung. Tanah dengan jenis
lempung adalah tanah yang memiliki kekuatan dan kapasitas dukung yang tidak
baik. Karena tanah lempung memiliki karakteristik yang keras dalam kondisi
kering dan bersifat plastis pada kadar air sedang. Contoh pembangunan jalan yang
dibangun di atas tanah lempung, maka suatu saat jalan tersebut akan
bergelombang dan mengalami retak-retak dikarenakan penurunan (settlement)
pada tanah lempung tersebut.
Dikarnakan ada pembangunan infrastruktur dibangun di atas tanah lempung
yang karakteristiknya sudah kita ketahui, maka pada penelitian ini perlu adanya

1
pengkajian stabilisasi tanah, guna untuk memperbaiki sifat-sifat tanah yang terjadi
pada tanah lempung. Jikalau ada beban yang bekerja diharapkan dapat saling
mengunci dengan rapat agar tidak terjadi penurunan (settlement).
Dalam penelitian ini tanah lempung distabilisasikan dengan menggunakan
limbah gypsum, karena gypsum mengandung mineral yang sangat tinggi dan
mengandung kalsium yang dapat mengurangi retak pada tanah dan ini sangat
cocok untuk karakteristik tanah lempung yang kering (Dewi, Sutejo, Rahmadini
dan Arfan, 2019).
Gypsum yang digunakan dalam penelitian ini ialah limbah gypsum yang
merupakan hasil percetakan plafon yang sudah rusak.Maka dari itu dengan
memanfaatkan limbah gypsum sebagai bahan tambahan untuk pengujian
konsolidasi tanah untuk mengurangi dampak pencemaran bagi lingkungan sekitar.

1.2 Rumusan Masalah


Berdasarkan uraian dari latar belakang di atas, dapat diambil suatu rumusan
masalah sebagai berikut:
1. Bagaimana klasifikasi tanah yang berada di jalan Bypass BIL – Mandalika
setelah diuji sifat fisiknya?
2. Berapakah besar nilai pemampatan (Cc) nilai koefisien konsolidasi (Cv)
dan nilai penurunan konsolidasi (Sc) pada tanah asli dan tanah yang
distabilisasi dengan limbah gypsum?

1.3 Tujuan Penelitian


Tujuan yang ingin dicapai dari penelitian ini adalah sebagai berikut:
1. Mengetahui klasifikasi tanah lempung yang berada di Desa Sukadana dan
seberapa besar nilai hasil pengujian fisik tanah asli.
2. Mengetahui seberapa besar nilai pemampatan (Cc). nilai koefisien
konsolidasi (Cv) dan nilai penurunan konsolidasi (Sc) pada tanah asli dan
tanah yang distabilisasi dengan limbah gypsum.

2
1.4 Manfaat Penelitian
Manfaat yang diharapkan dari penelitian ini adalah mendapat persentase
penurunan konsolidasi tanah lempung yang dapat distabilisasi dengan limbah
gypsum sehingga dapat memperbaiki sifat fisik dan mekanik tanah. Dan bagi
peneliti yang akan menganalisis penurunan konsolidasi, diharapkan penelitian ini
bisa menjadi referensi umtuk menambah wawasan yang luas.

1.5 Batasan Masalah


Agar pembahasan lebih terarah maka diperlukan batasan masalah untuk
mencegah melebarnya lingkup pembahasan. Adapun batasan permasalahan dari
penelitian ini adalah sebagai berikut:
1. Penilitian dilakukan di dalam laboratorium Teknik Sipil Universitas
Muhammadiyah Mataram.
2. Sampel tanah lempung yang digunakan di ambil dari kawasan Mandalika
dengan kedalaman minimal 30 cm.
3. Limbah gypsum yang digunakan adalah hasil percetakan plafon yang sudah
rusak dan tidak bisa digunaka lagi.
4. Penelitian hanya berdasarkan pada sifat fisik dan mekanik tanah lempung.
5. Penelitian tidak menganalisa unsur kimia serta reaksinya terhadap tanah
lempung asli dan tanah lempung yang dicampur dengan gypsum.
6. Perbandingan persentase untuk campuran berdasarkan berat kering tanah
lempung dan berat kering limbah gypsum, dengan variasi campuran limbah
gypsum 0%, 5% , 10%, dan 15%. (Dewi dkk, 2019)
7. Adapun pengujian yang dilakukan yaitu:
a) Pengujian sifat fisik tanah, yang terdiri dari pengujian kadar air, berat
volume, berat jenis, batas-batas Atterberg (batas cair, batas plastis dan
indeks plastis), analisa saringan dan hydrometer.
b) Pengujian sifat mekanik tanah, terdiri dari pengujian kepadatan tanah
dan uji konsolidasi.

3
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Penelitian Terdahulu


Penelitian ini dilandasi dengan penelitian-penelitian sebelumya, baik jenis
tanah yang digunakan maupun metode penelitian. Berikut dapat dilihat pada Tabel
2.1 ada beberapa penelitian terdahulu yang terkait dengan penelitian ini yaitu
sebagai berikut:
Tabel 2.1 Penelitian Terdahulu
No Penelitian Judul Metode Hasil
1. Mujiwati Tinjauan Uji sifat fisik Hasil uji konsolidasi
Sri Endah Penurunan meliputi uji menunjukkan bahwa
(2017) Konsolidasi kadar air, berat semakin besar persentase
Tanah isi tanah, berat penambahan NaCl nilai
Lempung jenis tanah, koefisien konsolidasi (Cv)
Kecamatan batas atterberg, semakin naik, sedangkan
Sukodono analisa untuk nilai indeks
yang saringan dan pemapatan (Cc) dan
Distabilisasi hidrometer. penurunan konsolidasi (Sc)
dengan Garam Sedangkan uji semakin menurun. Nilai Cv
Dapur (NaCI) mekanik tanah asli sebesar 0,0158
meliputi uji cm2/dtk, nilai Cc sebesar
pemadatan 0,2961 dan nilai Sc sebesar
standar dan uji 0,1183 cm. Nilai Cv
konsolidasi. tertinggi sebesar 0,0194
cm2/dtk, nilai Cc terendah
sebesar 0,2320 dan nilai Sc
terendah 0,0917 cm
didapatkan pada tanah
campuran dengan persentase
penambahan NaCl

4
No Penelitian Judul Metode Hasil
20%.Hasil uji standard
Proctor didapatkan nilai
berat volume kering
maksimum yang naik dan
nilai kadar air optimum
yang semakin menurun
seiring dengan penambahan
NaCl.
2. Dewi, Pengaruh Pengujian Hasil dari klasifikasi tanah
Sutejo, Limbah Plafon indeks menurut AASHTO
Rahmadini Gipsum properties (American Association of
dan Arfan Terhadap menurut State Highway and
(2019) Penurunan standar ASTM Transport Officials) yaitu
Konsolidasi seperti uji sampel tanah asli termasuk
Pada Tanah kadar air, berat ke dalam tanah berbutir
Lempung jenis, halus > 35% lolos saringan
Ekspansif konsistensi 200 dengan tingkat
Atterberg, penggunaan sebagai
batas cair subgrade cukup sampai
(LL), batas buruk. Hasil uji mineralogi
plastis (PL), di Laboratorium Kimia PT.
analisa Semen Baturaja (Persero)
saringan. Tbk. Yang terdapatpada
Pengujian limbah plafon gipsum
konsolidasi, mengandung 88,54%
koefisien CaSO42H20 dan 41,18%
konsolidasi Sulfur Trioksida (SO3).
(Cv), indeks Nilai indeks pemampatan
pemampatan (Cc) tanah asli diperoleh

5
No Penelitian Judul Metode Hasil
(Cc) sebesar 0,190. Setelah
dicampur dengan limbah
plafon gipsum pada
persentase 15% kadar
limbah plafon gipsum, nilai
indeks pemampatan (Cc)
sebesar 0,080. Pada tanah
asli dengan tekanan 2,5
kN/m2 nilai koefisien
konsolidasi (Cv) diperoleh
sebesar 25,612 m2/tahun
dan pada penggunaan 15%
limbah plafon gipsum
dengan tekanan yang sama
nilai Cv menjadi sebesar
43,469 m2/tahun.
3. Marliyanto Penurunan Pada penelitian Berdasarkan metode
(2018) Konsolidasi ini dilakukan AASHTO, tanah asli dan
Tanah stabilisasi tanah campuran termasuk
Lempung di menggunakan kelompok A-7-6.
Desa Kemiri, bahan Berdasarkan USCS, tanah
Kec. stabilisasi asli dan tanah + gipsum 5%
Kebakkramat, gipsum dan termasuk CH sedangkan
Kab. tras. Ada 2 tanah campuran termasuk
Karanganyar jenis pengujian CL. Pada uji kepadatan,
yang yang nilai berat volume kering
Distabilisasi dilakukan, mengalami kenaikan
Campuran yaitu uji sifat sedangkan w.opt mengalami
Gipsum dan fisis dan sifat penurunan seiring

6
No Penelitian Judul Metode Hasil
Tras mekanis. Uji bertambahnya persentase
sifat fisis tras dan gipsum 5%. Hasil
meliputi uji uji konsolidasi menunjukkan
kadar air, berat nilai Cv mengalami
jenis, batas- kenaikan seiring
batas Atteberg, bertambahnya persentase
dan analisa tras dan 5 % gipsum
butiran tanah. sedangkan nilai Cc dan Sc
Uji sifat mengalami penurunan.
mekanis
meliputi uji
kepadatan
tanah dan
konsolidasi
4. DesyIslan Stsbilisasi Uji sifat fisis Berdasarkan hasil pengujian
dyNeny Tanah meliputi uji sifat fisis, semakin besar
(2022) Lempung kadar air, uji persentase campuran kapur
Menggunakan berat jeni, uji maka nilai kadar air, berat
Kapur batas atterberg jenis, batas cair, indeks
Terhadap (batas cair, plastisitas, dan lolos
Penurunan batas plastis, saringan No.200 mengalami
Konsolidasi batas susut), penurunan dari nilai tanah
Pada Ruas uji indeks asli. Hasil klasifikasi
Jalan Raya plastisitas (uji menuut ASSTHO tanah asli
Wonogiri - analisa ukuran dan tanah campuran kapur
Ponorogo butiran tanah, masuk dalam kelompok A-
nilai GI atau 7-6, yaitu tipe tanah
kelompok berlempung dengan
indeks, penilaian umum sebagai

7
No Penelitian Judul Metode Hasil
klasifikasi tanah dasar dari sedang
tanah). Uji sampai dengan buruk
sifat mekanis apabila digunakan untuk
meliputi uji bangunan dan lapis pondasi
standard pekererasan jalan. Hasil uji
proctor, uji konsolidasi menunjukkan
konsolidasi. bahwa nilai Cv mengalami
kenaikan seriring dengan
bertambahnya persentase
kapur. Sedangkan Hasil
penelitian menunjukkan
bahwa nilai Cc dan Sc
mengalami penurunan
seiring dengan
bertambahnya persentase
kapur.
5. Tumurang Stabilisasi Uji sifat fisik Hasil penelitian yang
(2022) Tanah meliputi uji didapatkan menurut sistem
Lempung properties klasifikasi tanah USCS
Dengan Semen (kadar air, tergolong kedalam
Dan Gypsum berat kelompok CH, sedangkan
Ditinjau Dari jenis,berat menurut sistem klasifikasi
Nilai CBR volume), uji AASHTO diketahui bahwa
analisa tanah tergolong kedalam
granuler kelompo A-7-5. Nilai CBR
(analisis tanah asli unsoaked
butiran dan diperoleh sebesar 7,2% dan
analisis soaked sebesar 1,667%.
hydrometer), Nilai CBR tertinggi dalam

8
No Penelitian Judul Metode Hasil
uji batas keadaan unsoaked yaitu
atterberg, uji pada campuran semen 5% +
pemadatan gypsum 10% dengan waktu
tanah dan pemeraman 7 hari sebesar
pengujian 31,750% dan persentase
CBR. peningkatan dari tanah asli
sebesar 340,972%. Sama
halnya dengan unsoaked,
nilai CBR tertinggi yang
diperoleh dalam keadaan
soaked yaitu pada variasi
campuran semen 5% +
gypsum 10% dengan
pemeraman 7 hari dan
perendaman 4 hari sebesar
26,873% .

2.2 Landasan Teori


Landasan teori adalah suatu rancangan yang ditulis untuk memperjelas suatu
teori sebagai penelitian atau sebagai pemecahan masalah untuk suatu study khusus
yang sedang dilakukan.
2.2.1 Klasifikasi Tanah
Pada dasarnya klasifikasi tanah menggunakan indeks pengujian yang sangat
sederhana untuk mendapatkan karakterisitik tanah. Karakteristik tersebut
dipergunakan untuk mendapatkan kelompok klasifikasinya, yang didasarkan atas
ukuran partikel yang diperoleh dari suatu analisa saringan serta indeks plastisnya
(Hardiyatmo, 2012).

9
2.2.1.1 Klasifikasi AASHTO
Klasifikasi AASHTO (American Association Of State Highway and
Transporting Official)Sistem ini bertujuan menentukan kualitas tanah yang
dipergunakan pada pekerjaan jalan yaitu lapis dasar (subbase) dan tanah dasar
(subgrade). Di karena sistem ini ditunjukkan untuk pekerjaan jalan tersebut,
maka dalam penggunaan sistem ini proses pelaksanaannya harus
dipertimbangkan terhadap maksud dan tujuan aslinya. Sistem ini membagi
tanah ke dalam 7 kelompok utama yaitu A-1 sampai dengan A-7. A-1, A-2 dan
A-3 adalah tanah berbutir di mana 35% atau kurang dari jumlah butiran tanah
tersebut lolos ayakan No.200. tanah di mana lebih dari 35% butirannya tanah
lolos ayakan No.200 diklasifikasikan ke dalam kelompok A-4. A-5, A-6 dan A-
7.Butiran dalam kelompok A-4 sampai dengan A-7 disebut sebagian besar
adalah lanau dan lempung. Adapun sistem klasifikasi AASHTO ini didasarkan
pada kriteria sebagai berikut:
A. Ukuran butir
a) Kerikil (gravel) adalah bagian tanah yang lolos ayakan diameter 75
mm dan tertahan pada ayakan No.20 (2 mm).
b) Pasir (sand) adalah fraksi tanah yang lolos ayakan No.10 (2 mm) dan
yang tertahan ayakan No.200 (0,075 mm).
c) Lanau dan lempung (silt and clay) adalah bagian yang lolos saringan
No.200.
B. Plastisitas, plastis adalah kemampuan tanah penyesuaian diri dengan
bentuk pada volume konstan tanpa retak-retak atau remuk. Namun
bergantung pada kadar air, tanah dapat berbentuk cair, plastis, semi padat,
atau padat. Tingkat keplastisan suatu tanah umumnya ditunjukkan dari
nilai indeks plastisitas, yaitu selisih nilai batas cair dan batas plastis suatu
tanah. Namun berlanau dipakai apabila bagian-bagian yang halus dari
tanah mempunyai indeks plastis sebesar 10 atau kurang. Namun
berlempung dipakai bilamana bagian-bagian yang halus dari tanah
mempunyai indeks plastis sebesar 11 atau lebih.

10
C. Apabila batuan (ukuran lebih besar dari 75 mm) ditemukan dalam sampel
tanah yang akan ditentukan klasifikasi tanahnya, maka batuan-batuan
tersebut harus dikeluarkan terlebih dahulu, tetapi persentase tanah yang
dikeluarkan harus dicatat.
Untuk mengkoreksi mutu kualitas dari suatu tanah sebagai bahan lapisan
tanah dasar (subgrade) dari suatu jalan, suatu angka yang dinamakan Indeks
Kelompok (group index) GI, dipergunakan untuk mengevaluasi tanah lebih
lanjut tanah-tanah dalam kelompoknya. Indeks kelompok dapat dihitung
dengan menggunakan persamaan 2.1 berikut ini:
GI = (F - 35) [0,2 + 0,005 (LL - 40)] + 0,01 (F - 15)(PI - 10) (2.1)
Dengan,
GI : Indeks kelompok (group index)
F: Persen butiran lolos saringan No.200 (0,075 mm)
LL: Batas Cair
PI : Indeks plastisitas

1. Apabila GI< 0, maka GI dianggap = 0, sama ketika nilai GI


menghasilkan nilai negatif, maka GI dianggap 0.
2. Nilai GI yang terhitung dari persamaan 2.1, dibulatkan ke angka yang
tersekat, (contoh: GI = 3,4 dibulatkan menjadi 3,0; GI = 3,5 dibulatkan
menjadi 4,0)
3. Untuk pengelompokan A-Ia, A-Ib, A-2-4, A-2-5, dan A-3 selalu nol.
4. Untuk tanah yang masuk kelompok A-2-6 dan A-2-7, hanya bagian dari
indeks kelompok yang dipergunakan, dapat dihitung menggunakan
persamaan 2.2 berikut ini:
Gi= 0,01(F - 15)(PI - 10)(2.2)
Dengan,
GI: Indeks kelompok (group index)
F: Persen butiran lolos saringan No.200 (0,075 mm)
PI: Indeks plastisitas

11
5. Tidak ada batasan atas nilai GI, (dalam tabel 2.2 untuk tanah berlempung
A-7, GI maksimum 20)
Umumnya dasar sistem klasifikasi AASHTO dipergunakan
mengklasifikasi tanah, untuk itu data dari uji dicocokkan dengan angka-
angka yang diberikan dalam Tabel 2.2 dari kolom sebelah kiri ke kolam
sebelah kanan hingga ditemukan angka-angka yang sesuai. (Das, 1995).

Tabel 2.2 Klasifikasi Tanah AASHTO

Material Granuler Tanah-Tanah Lanau-Lempung


Klasifikasi Umum
(<35% lolos saringan No.200) (>35% lolos saringan No.200)
A-1 A-2 A-7
Klasifikasi Kelompok A-3 A-4 A-5 A-6
A-1-a A-1-b A-2-4 A-2-5 A-2-6 A-2-7 A-7-5/A-7-6
Analisis Saringan (%lolos)
2.00 mm (No.10) 50 maks - - - - - - - - - -
0.425 mm (No.40) 30 maks 50 maks 51 min - - - - - - - -
0.075 mm (No.200) 15 maks 25 maks 10 maks 35 maks 35 maks 35 maks 35 maks 36 min 36 min 36 min 36 min
Sifat fraksi lolos saringan No.40
Batas Cair (LL) - - - 40 maks 41 min 40 maks 41 min 40 maks 41 min 40 maks 41 min
Indeks Plastis (PI) 6 maks Np 10 maks 10 maks 11 min 11 min 10 maks 10 maks 11 min 11 min
Indeks kelompok (G) 0 0 0 4 maks 8 maks 12 maks 16 maks 20 maks
Tipe material yang umum pada Pecahan batu, Pasir Kerikil berlanau atau
Tanah berlanau Tanah berlempung
pokoknya kerikil dan pasir halus berlempung dan pasir
Penilaian umum sebagai
Sangat baik sampai baik Sedang sampai buruk
tanah dasar
(Sumber: Hardiatmo, 2019)
ThomasTelford (1757-1834) dari Skotlandia membangun jalan mirip dengan
apa yang dilaksanakan Tresaguet. Konstruksi perkerasanya terdiri dari batu
pecah berukuran 15/20 sampai 25/30 yang disusun tegak. Batu bata kecil yang
diletakkan diatasnya untuk menutupi pori-pori yang ada dan memberikan
permukaan yang rata. Sistim ini terkenal dengan nama sistim Telford. Jalan-jalan
di Indonesia yang dibuat pada zaman dahulu sebagian besar merupakan sistim
jalan Telfor, ,walaupun diatasnya telah diberikan lapisan aus dengan pengikat
aspal.

2.2.1.2 Klasifikasi USCS


Dalam klasifikasi USCS (Unified Soil Classification System) ini sifat
tekstur tanah digolongkan menjadi dua yaitu:

12
1) Tanah berbutir kasar (kerikil dan pasir), dengan syarat kurang dari 50%
tanah lolos melalui saringan No.200. Dengan symbol G atau S,G
merupakan singkatan dari kerikil (gravell), dan S untuk pasir (sand)
atau tanah berpasir.
2) Tanah berbutir halus (lanau dan lempung), dengan syarat lebih dari
50% tanah lolos melalui saringan no.200. Dengan symbol M yang
merupakan singkatan dari lumpur anorganik, C singkatan dari lanau
organic, danO singkatan dari lumpur dan lanau organic.
Untuk menentukan klasifikasi tanah pada system USCS dapat dilihat pada
Tabel 2.3 berikut ini.
Tabel 2.3 Klasifikasi Tanah USCS
Simbol
Divisi Utama Nama Jenis Kriteria Laboratorium
Kelompok
Kerikil bersih Kerikil gradasi baik dan campuran pasir - kerikil, Cu = D40/D10> 4, Cc = ((D30)²)/(D10
Kerikil 50% atau lebih

GW

batasan klasifikasi yang mempunyai simbol dobel


kurang dari 5% lolos saringan no. 200 : GW, GP,

GM, GC, SC, 5% - 12% lolos saringan no. 200 :


(sedikit atau tak sedikit atau tidak mengandung butiran halus Klasifikasi berdasarkan prosentase butiran halus,

SW, SP, lebih dari 12% lolos saringan no. 200 :


dari fraksi kasar ter-
tertahan saringan n0. 200 (0,075 mm)

ada butiran halus) Kerikil gradasi buruk dan campuran pasir - kerikil,
Tanah berbutir kasar 50% atau lebih

GP Tidak memenuhi kriteria untuk GW


tahan saringan

atau tidak mengandung butiran halus


no. 4 (4,75)

Kerikil banyak Batas - batas Atterberg di Bila batas Atterberg berada di


GM Kerikil berlanau, campuran kerikil pasir - lempung
kandungan bawah garis A atau PI < 4 daerah arsir dari diagram
butiran halus Batas - batas Atterberg di plastisitas, maka dipakai
GC Kerikil berlempung, campuran kerikil pasir - lempung
bawah garis A atau PI > 7 dobel simbol
Kerikil bersih Pasir gradasi baik, pasir berkerikil, sedikit atau tidak Cu = D60/D10> 6, Cc = ((D30)²)/(D10
SW
fraksi kasar lolos sari-
ngan no. 4 (4,75 mm)

(sedikit atau tak mengandung butiran halus


Pasir lebih dari 50%

ada butiran halus) Pasir gradasi buruk, pasir berkerikil, sedikit atau tidak
SP Tidak memenuhi kriteria untuk SW
mengandung butiran halus
Kerikil banyak Batas - batas Atterberg di Bila batas Atterberg berada di
SM Pasir berlanau, campuran pasir - lanau
kandungan bawah garis A atau PI < 4 daerah arsir dari diagram
butiran halus Batas - batas Atterberg di plastisitas, maka dipakai
SC Pasir berlempung, campuran pasir - lempung
bawah garis A atau PI > 7 dobel simbol
Lanau tak organik dan pasir sangat halus, serbuk
ML
Tanah berbutir halus 50% atau lebih
lolos saringan no. 200 (0,075 mm)

batuan atau pasir halus berlanau atau berlempung


Lanau dan Lempung Lempung tak organik dengan plastisitas rendah
batas cair 50% atau CL sampai sedang, lempung berkerikil, lempung berpasir,
kurang lempung berlanau, lempung kurus (*lean clays*)
Lanau organik dan lempung berlanau organik dengan
OL
plastisitas rendah
Lanau tak organik atau pasir halus diatomae, lanau
MH
elastis
Lanau dan lempung Lempung tak organik dengan plastisitas tinggi,
CH
batas cair > 50% lempung gemuk (*fat clays*)
Lempung organik dengan plastisitas sedang sampai
OH
tinggi
Gambut (*peat*) dan tanah lain dengan kandungan Manual untuk identifikasi secara visual dapat dilihat di
Tanah dengan kadar organik tinggi P1
organik tinggi ASTM Designation D-2488
(Sumber: Hardiyatmo, 2012)

13
2.2.2 Tanah Lempung
Tanah lempung mengandung bahan organic, himpunan mineral dan
endapan-endapan yang lepas atau turun.Lempung membentuk gumpalan keras
saat kering dan lengket apabila tercampur dengan air.Tanah didefinisikan secara
umum adalah kumpulan dari bagian-bagian yang padat dan tidak terkait antara
satu dengan yang lain (diantaranya mungkin material organik) rongga-rongga di
antara material tersebut berisi udara dan air (Verhoef, 1994).
Lempung (clay) adalah bagian dari tanah yang sebagian besar terdiri dari
partikel mikroskopis dan mikroskopis (tidak dapat dilihat dengan jelas bila hanya
dengan mikroskopis biasa) yang berbentuk lempengan-lempengan pipih dan
merupakan partikel-partikel dari mika, mineral mineral yang sangat halus lain
(Braja M. Das, 1985). Sifat-sifat tanah lempung pada umumnya terdiri dari
(Hardiyatmo, 1999):
a) Ukuran butir halus kurang dari 0,002 mm
b) Permeabilitas rendah
c) Kenaikan air kapiler tinggi
d) Sangat kohesif
e) Kadar kembang susut yang tinggi
f) Proses konsolidasi lambat
Faktor-faktor yang berpengaruh terhadap sifat-sifat tanah lempung
ekspansif secara umum dibedakan menjadi dua yaitu faktor komposisi tanah dan
faktor pengaruh lingkungan.Faktor yang pertama dapat diketahui dengan
mengadakan percobaan di laboratorium pada contoh tanah terusik. Hal-hal yang
perlu di dalam percobaan antara lain tipe dan jumlah mineral, tipe kation di dalam
tanah, luas permukaan, distribusi ukuran partikel dan air pori. Suhardjito, 1989).

2.2.3 Gypsum
Gypsum sangat cocok digunakan untuk stabilisasi tanah lempung. Karena
kadar mineral yang sangat tinggi pada gypsum dapat mengurangi retak pada tanah
yang digantikan oleh kalsium sehingga pengembangannya sedikit. Limdah
gypsum yang digunakan dalam penelitian ini ialah limbah gypsum yang
merupakan hasil percetakan plafon yang sudah rusak dan tidak bisa digunakan
14
lagi. Gypsum adalah salah satu contoh mineral dengan kadar kalsium yang
mendominasi pada mineralnya.
Dalam pekerjaan teknik sipil, manfaat penggunaan gypsum antara lain
seperti berikut ini (Dalam Yulindasari Sutejo dkk, 2015).
a) Gypsum yang dicampur lempeng dapat mengurangi retak karena
sodium pada tanah tergantikan oleh kalsium pada gypsum sehingga
pengembangannya lebih kecil.
b) Gypsum dapat meningkatkan stabilitas tanah organik karena
mengandung kalsium yang mengikat tanah bermateri organik terhadap
lempeng yang memberikan stabilitas terhadap agregat tanah.
c) Gypsum meningkatkan kecepatan perembesan air dikarenakan gypsum
lebih menyerap banyak air
d) Gypsum sebagai penambahan kekerasan untuk bahan bangunan
e) Gypsum sebagai salah satu bahan pembuat Portland Cement
Jenis gypsum yang sering digunakan adalah jenis gypsum aplus. Gypsum ini
dapat digunakan untuk plamir, bermanfaat untuk memperbaiki permukaan tembok
yang retak, kurang rata, kasar dan berlubang kecil. Ada beberapa jenis gypsum
yang bisa digunakan sebagai bahan tambahan untuk stabilisasi namun gypsum
aplus ini cocok digunakan sebagai bahan stabilisasi tanah.

2.2.4 Stabilisasi Tanah


Stabilisasi tanah adalah alternatif yang dapat diambil untuk memperbaiki
sifat-sifat tanah yang ada. Pada prinsipnya stabilisasi tanah merupakan suatu
penyusunan kembali butir-butir tanah agar lebih rapat dan saling mengunci.Tanah
dibuat stabil agar jika ada beban yang terjadi, tidak terjadi penurunan
(settlement).Tanah dasar minimal harus bisa dilewati kendaraan proyek.Stabilitas
tanah adalah usaha untuk meningkatkan stabilitas dan daya dukung tanah.
Menurut Bowles (1984) apabila tanah yang terdapat di lapangan bersifat lepas
atau sangat mudah tertekan, atau apabila mempunyai indeks konsistensi yang
tidak sesuai, prameabilitas paralel tinggi, atau sifat lain yang tidak diinginkan
sehingga tidak sesuai untuk suatu proyek pembangunan, maka harus dilakukan
stabilisasi.
15
Stabilisasi tanah dapat terdiri dari salah satu kombinasi dari pekerjaan
berikut (Ingel dan Metcalf, 1977):
a) Stabilisasi mekanik
b) Stabilisasi fisik
c) Stabilisasi kimiawi
Pada penelitian ini usaha stabilisasi tanah yang digunakan adalah stabilisasi
kimia dengan penambahan zat aditif. Zat aditif yang digunakan yaitu limbah
gypsum. Zat aditif tersebut diharapkan akan mampu memperbaiki karakteristik
tanah lempung di daerah Mandalika kecamatan Nusa tenggara barat.

2.2.5 Jalan Raya


Jalan secara umum dapat didefinisikan suatukonstruksi yang
berfungsisebagai tempat lalu lintas angkutan darat atau sebagai jalur
penghubung dalammencari kebutuhan hidup dan berkomunikasi dengan
sesama yang berkembangseiring dengan perkembangan teknologi menusia
meningkat baik dari segi kualitasmaupunkuantitasnya.
Agar jalan berfungsi dengan baik dan tidak mengalami kerusakan maka
dialakukanperkerasan jalan, yang bertujuan untuk memberikan struktur yang kuat
dalam mendukung beban lalu lintas, untuk memberikan permukaan rata bagi
kendaraan serta untuk melindungi tanah dasar dari pengaruh buruk perubahan
cuaca.

2.2.3.1.Perkerasan Lentur
Perkerasan lentur adalah perkerasan yang menggunakan aspal sebagai
bahan pengikat.Pada hakekatnya lapisan perkerasannya mempunyai 5
lapisan utama untuk menampung beban lalu lintas yang semakin meningkat
dari hari ke hari. Kegagalan setiap fungsi lapisan akan menyebabkan jalan
mengalami kerusakan dan tidak dapat menanggung beban yang dikenakan
di atasnya dengan baik. Oleh karena itu kerusakan setiap lapisan akan
memberikan dampak terhadap lapisan yang lain. (Gatot Rusbintardjo, 2005).
Ke 5 lapisan utama tersebut dapat diliahat pada Gambar 2.1 berikut :

16
Gambar 2.1 Susunan lapis konstruksi perkerasan lentur

1. Lapisan Tanah Dasar (Subgrade)


Subgrade adalah lapisan tanah dasar yang langsung berada di
bawah susunan lapisan perkerasan jalan. Oleh karena itu Subgrade
menerima beban, baik beban dari lapisan perkerasan jalan maupun
beban dari lalu lintas. Beban lapis perkerasan jalan pada Subgrade
berupa beban merata dan umumnya tidak lebih dari 12 kN/m². Beban
kendaraan adalah berupa beban terpusat yaitu pada kontak antara ban
kendaraan dengan permukaan perkerasan jalan besarnya kurang lebih
400 kN/m². Fungsi utama dari lapisan perkerasan jalan adalah untuk
mendistribusikan beban roda yang permukaannya lebih luas yaitu
permukaan Subgrade. Karena disebarkan ke permukaan yang lebih luas,
maka tekanan yang terjadi pada Subgrade juga berkurang atau kecil
yang masih dapat diterima oleh Subgrade tanpa terjadi penurunan yang
berarti selama umur rencana jalan. Pengurangan tekanan dari
permukaan lapisan perkerasan kepada permukaan Subgrade tersebut
tergantung pada kekuatan dari lapisan perkerasan dan tanah dasar. Oleh
karena itu mengetahui jenis ataupun sifat dari tanah dasar di mana
perkerasan jalan akan dibangun sangatlah diperlukan.
2. Lapisan Pondasi Bawah (Sub Base)
Sub Base adalah bagian perkerasan yang terletak antara lapisan
permukaan atas (base) dan lapisan perkerasan dasar (Subgrade). Fungsi
dari Sub Base ini antara lain adalah:
a) Utuk menyebarkan beban roda ke tanah dasar
b) Untuk peresapan air agar tidak berkumpul di pondasi

17
c) Untuk efisiensi penggunaan material
d) Sebagai penahan partikel halus tanah dasar yang akan naik ke
lapisan pondasi atas
3. Lapisan Pondasi Atas (Base Course)
Base adalah bagian lapisan perkerasan yang terletak antara lapisan
permukaan dengan lapisan perkerasan bawah atau dengan lapisan tanah
dasar bila tidak menggunakan lapisan permukaan bawah. Fungsi dari
lapisan perkerasan atas sendiri adalah sebagai berikut:
a) Sebagai penahan gaya lintang dari beban roda dan menyebarkan ke
lapisan bawahnya
b) Sebagai lapisan peresapan bagi lapisan di bawahnya
c) Sebagai bantalan atau alas lapisan permukaan
4. Lapisan Resap Pengikat (Prime Coat)
Adapun fungsi dari lapisan ini adalah sebagai berikut:
a) Dapat menghasilkan satu permukaan yang rata, permukaan ini
menstabilkan gesekan yang terjadi pada berbagai jenis kendaraan
dan dapat memberikan kenyamanan berkendara yang baik
b) Dapat menghalangi masuknya air ke dalam lapisan-lapisan di
bawahnya, yang mana jika air tersebut masuk akan menyebabkan
kelemahan struktur lapisan di bawahnya
c) Sebagai lapisan yang menahan dan menyebarkan beban roda lalu
lintas
d) Lapisan Penutup (Surface)
e) Lapisan penutup adalah lapisan perkerasan jalan yang terletak di
atas lapis permukaan atau di atas lapis pondasi atas yang tergantung
pada jenis atau macam lapisan yang dipakai. Berikut merupakan
fungsi dari lapisan penutup adalah sebagai berikut:
f) Menghasilkan permukaan yang rata dan rapi
g) Mempunyai ketahanan yang tinggi terhadap kehausan dan
perubahan bentuk permukaan

18
h) Tampilan permukaan lapisan ini juga dapat mengurangi percikan
dan semburan air dari ban kendaraan atau sebagai lapisan kedap air
i) Menyalurkan beban dari kendaraan agar lapisan di bawahnya tidak
akan mengalami perubahan bentuk yang berlebih
j) Bertindak sebagai pelindung lapisan yang ada di bawahnya
k) Sebagai lapisan penahan beban roda

2.2.5.2 Perkerasan Kaku


Perkerasan kaku (Rigid Pavement), yaitu perkerasan yang
menggunakan semen sebagai bahan pengikat.Pelat beton dengan atau
tanpa tulangandiletakan di atas tanah dasar dengan atau tanpa lapis
pondasi bawah. Adapun lapisan-lapisan perkerasan kaku yang bisa
dilihat pada Gambar 2.2 berikut:

Gambar 2.2 Susunan lapis konstruksi perkerasan kaku

1. Subgrade adalah lapisan tanah dasar yang langsung berada di bawah


susunan lapisan perkerasan jalan. Oleh karena itu Subgrade menerima
beban, baik beban dari lapisan perkerasan jalan maupun beban dari lalu
lintas. Beban lapis perkerasan jalan pada Subgrade berupa beban merata
dan umumnya tidak lebih dari 12 kN/m². Beban kendaraan adalah
berupa beban terpusat yaitu pada kontak antara ban kendaraan dengan
permukaan perkerasan jalan besarnya kurang lebih 400 kN/m². Fungsi
utama dari lapisan perkerasan jalan adalah untuk mendistribusikan
beban roda yang permukaannya lebih luas yaitu permukaan Subgrade.
Karena disebarkan ke permukaan yang lebih luas, maka tekanan yang
terjadi pada Subgrade juga berkurang atau kecil yang masih dapat
diterima oleh Subgrade tanpa terjadi penurunan yang berarti selama
19
umur rencana jalan. Pengurangan tekanan dari permukaan lapisan
perkerasan kepada permukaan Subgrade tersebut tergantung pada
kekuatan dari lapisan perkerasan dan tanah dasar. Oleh karena itu
mengetahui jenis ataupun sifat dari tanah dasar di mana perkerasan
jalan akan dibangun sangatlah diperlukan.
2. Lapisan Pondasi Bawah (Sub – Base Coarse)
Sub Base adalah bagian perkerasan yang terletak antara lapisan
permukaan atas (base) dan lapisan perkerasan dasar (Subgrade). Fungsi
dari Sub Base ini antara lain adalah:
a) Utuk menyebarkan beban roda ke tanah dasar
b) Untuk peresapan air agar tidak berkumpul di pondasi
c) Untuk efisiensi penggunaan material
d) Sebagai penahan partikel halus tanah dasar yang akan naik ke
lapisan pondasi atas
3. Lapisan Pondasi Atas (Base Course)
Base adalah bagian lapisan perkerasan yang terletak antara lapisan
permukaan dengan lapisan perkerasan bawah atau dengan lapisan tanah
dasar bila tidak menggunakan lapisan permukaan bawah. Fungsi dari
lapisan perkerasan atas sendiri adalah sebagai berikut:
a) Sebagai penahan gaya lintang dari beban roda dan menyebarkan ke
lapisan bawahnya
b) Sebagai lapisan peresapan bagi lapisan di bawahnya
c) Sebagai bantalan atau alas lapisan permukaan
4. Lapisan Permukaan (Rigidpavement)
Lapisan permukaan adalah bagian perkerasan jalan yang paling atas
yang berfungsi sebagai berikut:
a) Lapisan perkerasan penahan beban roda, yang mempunyai
stabilisasi tinggi untuk menahan beban roda selama masa
pelayanan
b) Sebagai lapisan kedap air, agar hujan yang jatuh tidak merasa ke
lapisan di bawahnya dan melemahkan lapisan tersebut

20
c) Sebagai lapisan aus, yaitu lapisan tempat bergeseknya roda
kendaraan
d) Lapisan yang menyebarkan beban ke lapisan dibawahnya sehingga
dapat dipikul oleh lapisan lain dengan daya dukung yang lebih baik

2.2.6 Sifat Fisik Tanah


2.2.4.1 Kadar Air
Kadar air merupakan perbandingan antar berat air yang terkandung
dalam tanah dengan berat kering tanah tersebut yang dinyatakan dalam
persen. Dapat dihitung dengan persamaan 2.3 berikut ini:
𝑊𝑤
𝑤= 𝑥100 (2.3)
𝑊𝑠

Dengan,
W = Kadar air (%)
Ww= Berat air (gram)
Ws = Berat tanah kering (gram)

2.2.4.2 Berat Volume


Berat satuan atau berat volume (γ) didefinisikan sebagai perbandingan
antara berat tanah dengan volume massa tanah, berat volume tanah biasa
juga disebut sebagai kerapatan bongkahan yang merupakan berat tanah
kering dari suatu volume tanah. Adapun persamaan yang digunakan untuk
berat volume tanah adalah sebagai berikut:
a) Berat volume tanah basah (γb) dapat menggunakan persaman 2.4
berikut ini:
𝑊
𝛾𝑏 = (2.4)
𝑉

b) Berat volume tanah kering (γd) dapat menggunakan persaman 2.5


berikut ini:
𝑏 𝛾
𝛾𝑑 = 1+𝑤 (2.5)

c) Berat volume tanah jenuh air (γsat) dapat menggunakan persaman


2.6 berikut ini:

21
𝑊𝑤 +𝑊𝑠
𝛾𝑠𝑎𝑡 = (2.6)
𝑉

d) Berat volume tanah terendam air (γ’) dapat menggunakan


persaman2.7 berikut ini:

𝛾′ = 𝛾𝑠𝑎𝑡 − 𝛾𝑤 (2.7)

Dengan ,

W = Kadar air (%)


Ww = Berat air (gram)
Ws = Berat tanah kering (gram)
V = Volume massa tanah (cm³)
γb = Berat volume basah (gr/cm³)
γd = Berat volume kering (gr/cm³)
γsat = Berat volume butiran (gr/cm³)
γw = Berat volume air (gr/cm³)
γ' = Berat volume apung (gr/cm³)

2.2.4.3 BeratJenis
Berat jenis merupakan, dimana massa tanah kering yang mengisi
ruangan di dalam lapisan tanah. Adapun persamaan yang dapat digunakan
untuk mencari berat jenis ini, dapat dilihat dari persamaan pada 2.8 berikut
ini:
𝛾 𝑊
𝐺𝑠 = 𝛾 𝑠 = 𝑉 .𝛾𝑠 (2.8)
𝑤 𝑠 𝑤

Dengan,
Gs = Beat jenis tanah (specific gravity) (gr/cm³)
Ws= Berat volume butiran (gr/cm)
Ts= Berat volume butiran (gr/cm³)
Γw= Berat volume air (gr/cm³)
Vs= Volume butiran

22
2.2.4.4 Batas Atterbeg
Untuk menentukan kualitas tanah maka dilakukan pengujian Batas
Atterbeg, yaitu sebagai berikut:
1) Batas Cair(Liquid Limit)
Batas cair (LL) merupakan kadar air tanah yang berada pada batas
antara keadaan cair dan keadaan plastis, pendekatan yang digunakan
untuk mencari batas cair menggunakan persamaan pada 2.9 sebagai
berikut:
𝐿𝐿 = 𝑊𝑛 𝑥 (𝑁⁄25)0,121 (2.9)
Dengan,
LL = Batas cair (%)
Wn= Kadar air pada ketukan ke N (%)
N = Jumlah ketukan
2) Batas Plastis (Plastic Limit)
Batas Plastis(PL) adalah kadar air yang untuk nilai-nilai di bawahnya,
tanah tidak lagi berpengaruh sebagai bahan yang plastis. Tanah
akanbersifat sebaga bahan yang plastis dalam kadar air yang berkisar
antara LL dan PL.Kisaran ini disebut indeks plastisitas.
3) Indeks Plastisitas (Plasticity Index)
Indeks Plastisitas yaitu menyatakan interval kadar air, dimana keadaan
tanah dalam kondisi plastis. Untuk menentukan indeks plastis dapat
menggunakan persamaan pada 2.10 berikut ini.
𝐼𝑃 = 𝐿𝐿 − 𝑃𝐿 (2.10)
Dengan,
IP = Indeks plastisitas (%)
LL = Batas cair (%)
PL = Batas plastis (%)

23
2.2.4.5 Analisa Saringan
Dengan ukuran tanah yang berdiameter 4,75 mm sampai dengan
0.075 mm atau lolos saringan No.4 ASTM dan tertahan saringan No.200
yang berdasarkan ASTM D 422-63.
Perhitungan:
a) Berat masing – masing saringan beserta sampel tanah yang tertahan
(Wci)
b) Berat tanah yang tertahan (Wbi)
c) Berat tanah yang tertahan (Wai) = Wbi – Wci
d) Jumlah seluruh berat tanah yang tertahan diatas saringan
(SWaiWtot).
e) Presentase tanah yang tertahan pada masing – masing saringan
(Pi)dapat dihitung menggunakan persamaanpada 2.11 berikut ini:
𝑊𝑏𝑖− 𝑊𝑐𝑖
Pi = 𝑥 100% (2.11)
𝑊𝑡𝑜𝑡𝑎𝑙

f) Presentase berat tanah yang lolos masing – masing saringan, dapat


dihitung menggunakan persamaan pada 2.12 berikut ini:
qi = 100 % - pi% (2.12)

2.2.4.6 Analisis Hydrometer


Merupakan metode untuk menentukan distribusi ukuran butiran
tanah yang memiliki diameter lebih kecil dari 0,074 mm (lolos saringan
no.200 ASTM).
a Hitung ukuran butir terbesar D (mm) dengan persamaan pada 2.13
berikut ini:
𝐿
D = 𝐾 √𝑇 (2.13)

Dengan ,
K = konstanta yang dipengaruhi temperatur dan berat jenis.
L = Kedalaman efektif.
T = waktu saat pembacaan (menit).
b Hidung presentase berat P dari butir yang lebih kecil, dengan
persamaan pada 2.14 berikut ini:

24
𝑅×𝑎
𝑃= × 100 (2.14)
𝑊

Dengan,
R = Pembacaan hidrometer terkoreksi
a = Angka koreksi untuk hidrometer terhadap berat jenis
W = Berat benda uji (gram).

2.2.7 Sifat Mekanis Tanah


Pengujian sifat mekanis ini bertujuan untuk mengetahui seberapa besar
kekuatan dari tanah tersebut ketika diberikan beban. Untuk menguji sifat
mekanis tanah, penelitian ini mengggunakan 2 pengujian yaitu sebagai
berikut :

2.2.7.2 Uji Pemadatan


Biasanya sering disebut dengan uji pemadatan proctor, adalah
pengujian untuk menemukan kadar air optimal. Dimana, suatu jenis tanah
akan menjadi paling padat dan mencapai kepadatan yang maksimum.
Tingkat pemadatan tanah diukur dari berat volume kering tanah yang
dipadatkan. Bila air ditambahkan ke suatu tanah yang sedang dipadatkan,
maka air tersebut akan berfungsi sebagai unsure pembasah pada tanah.
Untuk usaha pemadatan yang sama, berat volume yang kering dari tanah
akan naik bila kadar air dalam tanah meningkat.

2.2.7.3 Uji Konsolidasi


Pengujian konsolidasi adalah suatu proses pemampatan tanah dan
berkurangnya volume pori dalam tanah. Dimana prosesnya dipengaruhi oleh
kecepatan keluarnya air pori dari rongga tanah. Umumnya konsolidasi tanah
berlangsung dalam satu arah vertical saja. Dan konsolidasi tanah mampu
memperbaiki sifat-sifat atau karakteristik tanah. Dalam penelitian ini
sampelnya berupa tanah asli dan tanah yang dicampur dengan limbah
gypsum plafond dengan variasi campuran 0%, 5% , 10%, dan 15%.
Pengujian ini bertujuan untuk memberikan beban secara bertahap
kepada tanah dan mengukur perubahan volume maupun perubahan tinggi

25
contoh tanah terhadap waktu. Berikut ini merupakan skema alat Oedometer
atau Konsolidometer dapat dilihat pada Gambar 2.3 berikut ini.

Gambar 2.3 Alat Uji Konsolidasi


Beban P diterapkan pada benda uji tersebut, dan penururnan diukur
dengan arloji pembacaan (dial gauge).Beban diterapkan dalam periode 24
jam, dengan benda uji tetap terendam dalam air.Penambahan beban secara
periodik diterapkan pada contoh tanahnya.Penelitian oleh Leonard (1962)
menunjukkan bahwa hasil terbaik diperoleh jika penambahan beban adalah
dua kali beban sebelumnya, dengan urutan besar beban 1; 2; 4; 8
kg/cm2.Untuk tiap penambahan beban, deformasi dan waktunya dicatat,
kemudian diplot pada grafik semi logaritmis, Gambar 2.4 dibawah ini
memperlihatkan sifat khusus dari grafik hubungan antara penurunan ∆H dan
logaritma waktu (log t).

26
Gambar 2.4 Sifat khusus grafik hubungan ∆H terhadap log t

Kurva bagian atas (kedudukan 1).Merupakan bagian dari kompresi


awal disebabkan oleh pembebanan awal dari benda uji. Bagian garis lurus
(kedudukan 2), menunjukkan proses konsolidasi primer. Bagian garis lurus
terendah (kedudukan 3), menunjukkan proses konsolidasi sekunder.
Untuk tiap penambahan beban selama pengujiannya, tegangan yang
terjadi adalah tegangan efektif. Bila berat jenis tanah (specific gravity),
dimensi awal dan penurunan pada tiap pembebanan dicatat, maka nilai
angka pori e dapat diperoleh. Selanjutnya hubungan tegangan efektif dan
angka pori (e) diplot pada grafik semi logaritmis (Gambar 2.5).

Gambar 2.5 Sifat khusus grafik hubungan e-log p’

27
Pada konsoliodasi, perubahan tinggi (∆H) persatuan dari awal (H)
adalah sama dengan perubahan volume (∆V) per satuan volume awal, atau
dapat dilihat pada persamaan 2.15 berikut ini:
∆𝐻 ∆𝑉
= (2.15)
𝐻 𝑉

Dengan,
V = Volume
H = Tinggi
∆𝐻= Perubahan tinggi
∆𝑉= Perubahan volume

Berikut ini adalah fase uji konsolidasi dapat dilihat pada Gambar 2.6
dibawah ini.

Gambar 2.6 Fase Konsolidasi

Bila volume padat Va = 1 dan volume pori awal adalah eo, maka
kedudukan akhir dari proses konsolidasi dapat dilihat dalam Gambar
2.6volume padat besarnya tetap, angka pori berkurang karena adanya ∆ e.
Dari Gambar 2.4 dapat diperoleh persamaan 2.16 berikut ini:
∆𝑒
∆𝐻 = 𝐻 1+𝑒 (2.16)
𝑜

Dengan,
H = Tinggi

28
∆𝐻= Perubahan tinggi
Va= 1= Volume padat
eo= Volume pori awal

2.2.8 Indeks Pemampatan (Cc)


Indeks pemampatan, Cc adalah kemiringan dari bagian garis lurus
grafik elog p’. Untuk dua titik yang terletak pada bagian lurus dari grafik
dalam Gambar 2.11 Cc dapat dinyatakan dalam persamaan 2.17 berikut :
𝑒1 −𝑒2 ∆𝑒
Cc = = (2.17)
𝑙𝑜𝑔𝑝2′ −𝑙𝑜𝑔𝑝1 ′ 𝑙𝑜𝑔𝑝2′ /𝑝1 ′

Untuk tanah noremally consolidated, Terzaghi dan Peck (1967)


memberikan hubungan angka kompresi Cc dapat dilihat pada persamaan
2.18 sebagai berikut:
Cc = 0,009 (LL -10) (2.18)

Dengan LL adalah batas cair (liquid limit). Persamaan ini dapat


dipergunakan untuk tanah lempung tak organik yang mempunyai
sensitivitas rendah sampai sedang dengan kesalahan 30% (rumus ini
seharusnya tak diggunakan untuk sensitivitas lebih besar dari 4).
Terzaghi dan Peck juga memberikan hubungan yang sama untuk tanah
lempung, dapat dilihat pada persamaan 2.7 berikut ini:
Cc = 0,009 (LL -10) (2.19)

Gambar 2.7 Indeks pamampatan Cc

29
Beberapa nilai Cc, yang didasarkan pada sifat-sifat tanah pada tempat-
tempat tertentu yang diberikan oleh azzouzdkk, (1976) sebagai berikut :
Cc = 0,01WN (untuk lempung Chicago) (2.20)
Cc = 0,0046 (LL – 9) (untuk lempung Brasilia) (2.21)
Cc = 0,208 eo + 0,0083 (untuk lempung Chicago) (2.22)
Cc = 0,0115WN (untuk tanah organik, gambut) (2.23)
Dengan WN adalah kadar air asli (%) dan eo adalah angka pori.

2.2.9 Koefisien Konsolidasi (Cv)


Kecepatan penurunan dapat dihitung dengan menggunakan koefisien
konsolidasi Cv.Derajat konsolidasi pada sembarang waktunya, dapat
ditentukan dengan menggambarkan grafik penurunan vs. waktu untuk satu
beban tertentu yang diterapkan pada alat konsolidometer. Caranya dengan
mengukur penurunan total pada akhir fase konsolidasi. Kemudian dari data
penurunan dan waktunya, sembarang waktu yang dihubungkan dengan
derajat konsolidasi rata-rata tertentu (misalnya U = 50%) ditentukan. Hanya
sayangnya, walaupun fase konsolidasi telah berakhir, yaitu ketika tekanan
air pori telah nol, benda uji dalam konsolidometer masih terus mengalami
penurunan akibat konsolidasi sekunder. Karena itu, tekanan air pori
mungkin perlu diukur selama proses pembebanannya atau suatu interpretasi
data penurunan dan waktu harus dibuat untuk menentukan kapan
konsolidasi telah selesai. Jika sejumlah kecil udara terhisap masuk dalam air
pori akibat penurunan tekanan pori dari lokasi aslinya di lapangan,
kemungkinan terdapat juga penurunan yang berlangsung dengan cepat, yang
bukan bagian dari proses konsolidasi. Karena itu, tinggi awal atau kondisi
sebelum adanya penurunan saat permulaan proses konsolidasi juga harus
diinterpretasikan.

2.2.10 Penurunan Konsolidasi (Sc)


Ditinjau lapisan tanah lempung jenuh dengan tebal H. Akibat adanya
beban yang bekerja, lapisan tanah menerima tambahan tegangan geser
sebesar ∆p. Dianggap regangan arah lateral nol. Pada akhir konsolidasi,

30
terdapat tambahan tegangan efektif vertikal sebesar (∆p). Sebagai akibat
penambahan tegangan dari po’ ke p1’ (dengan p1’ = po’ + ∆p) terjadi
pengurangan angka pori dari e0 ke e1. Pengurangan volume persatuan
volume lempung. Penurunan untuk lempung normally consolidated(pc’ =
p0’) dengan tegangan efektif sebesar p1’ dapat dilihat pada Persamaan 2.24
berikut ini.
𝐻 𝑝′0 +∆p
𝑆𝑐 = 𝐶𝑐 𝑙𝑜𝑔 (2.24)
1+𝑒0 𝑝0 ′

Dengan,
Cc = indeks pemampatan
H = tebal lapisan tanah
e0 = angka pori awal
∆p = tambahan tegangan akibat beban fondasi
p0’ = tekanan overburden efektif mula-mula sebelum dibebani

2.2.11 Metode Kecocokan Log = Waktu (Log = Time Fitting Method)


Prosedur untuk menentukan nilai koefisien konsolidasi Cv diberikan
oleh Casagrande dan Fadum (1940). Cara ini sering disebut metode
kecocokan log-waktu Casagrande(Casagrande log-time fitting method).
Adapun prosedurnya adalah sebagai berikut:
1. Gambarkan grafik penurunan terhadap log waktu, seperti yang
ditunjukkan dalam Gambar 2.12 untuk satu beban yang diterapkan.
2. Kedudukan titik awal kurva ditentukan dengan pengertian bahwa kurva
awal mendekati parabol. Tentukan dua titik yaitu pada saat t 1 (titik P) dan
saat 4t1 (titik Q). Selisih ordinat (jarak vertical) keduanya diukur,
misalnya x. Kedudukan R = Rodigambar dengan mengukur jarak xkerah
vertical di atas titik P. Untuk pengontrolan, ulangi dengan pasangan titik
yang lain.
3. Titik U = 100%, atau titik R100, diperoleh dari titik potong dua bagian
linier kurvanya, yaitu titik potong bagian garis lurus kurva konsolidasi
primer dan sekunder.
4. Titik U = 50%, ditentukan dengan persamaan 2.25 berikut ini:

31
R50 = (R0 + R100)/2 (2.25)

Dari sini diperoleh waktu t 50. Nilai tv sehubungan dengan U = 50%


adalah 0,197. Selanjutnya koefisien konsolidasi Cv, diberikan oleh
persamaan 2.26 berikut ini:
0,197 𝐻12
𝐶𝑣 = (2.26)
𝑡50

Pada pengujian konsolidasi dengan drainasi atas dan bawah, nilai Ht


diambil setengah dari tebal rata-rata benda uji pada beban tertentu. Jika
temperature rata-rata dari tanah asli di lapangan diketahui, dan ternyata
terdapat perbedaan dengan temperature rata-rata pada waktu pengujian,
koreksi nilai Cv harus diberikan.
Terdapat beberapa hal di mana cara log-waktu Casagrande tidak dapat
diterapkan. Jika konsolidasi sekunder begitu besar pada waktu fase
konsolidasi primer selesai, mungkin tidak dapat terlihat dengan jelas dari
patahnya grafik log waktu. Tipe kurvanyaakan sangat tergantung pada
nilai banding penambahan tekanan LIR (Leonard dan Altschaeffl, 1964).
Jika R100 tidak dapat diidentifikasikan dari grafik waktu vs. penurunan,
salah satu pengukuran tekanan air pori atau cara lain untuk
menginterpretasikan Cv, harus diadakan. Berikut ini merupakan Gambar
2.8 yang menunjukkan grafik dengan metode kecocokan log dengan
waktu.

32
Gambar 2.8 Metode kecocokan log-waktu (Casagrande, 1940)

2.2.12 Metode Akar Waktu (Square Root of Time Methode) (Taylor, 1948)
Penggunaan dari cara ini adalah dengan menggambarkan hasil
pengujian konsolidasi pada grafik hubungan akar dari waktu dengan
penurunannya hal ini dapat dilihat pada Gambar 2.8 di bawah ini.

Gambar 2.9 Metode Akar Waktu (Taylor, 1948)

Kurva teoritis yang terbentuk, biasanya linier sampai dengan kira-ira


60% konsolidasi. Karakteristik cara akar waktu ini, yaitu dengan
menentukan U = 90% konsolidasi, di mana U = 90%, absis OR akan sama

33
dengan 1,15 kali absis OQ. Prosedur untuk memperoleh derajat konsolidasi
U = 90%, adalah sebagai berikut :
a. Gambarkan grafik hubungan penurunan dengan akar waktu dari data
hasil pengujian konsolidasi pada beban tertentu yang diterapkan.
b. Titik U = Q diperoleh dengan memperpanjang garis dari bagian awal
kurva yang lurus sehingga memotong ordinatnya di titik P dan
memotong absis di titik Q. Anggapan kurva awal berupa garis lurus
adalah konsisten dengan anggapan bahwa kurva awal berbentuk
parabol.
c. garis lurus PR digambar dengan absis OR sma dengan 1,15 kali absis
OQ.Perpotongan dari PR dan kurvanya ditentukan titik R90 pada absis.
d. Tv untuk U = 90% adalah 0,848. Pada keadaan ini, koefisien
konsolidasiCvdiberikan menurut persamaan 2.27 berikut ini :
0,848𝐻𝑡2
𝐶𝑣 = (2.27)
𝑡90

Jika akan menghitung batas konsolidasi primer U = 100%, titik R100


pada kurva dapat diperoleh dengan mempertimbangkan menurut
perbandingan kedudukannya. Seperti dalam penggambaran kurva log-
waktu, gambar kurva akar waktu yang terjadi memanjang melampaui titik
100% ke dalam daerah konsolidasi sekunder.Metode akar waktu
membutuhkan pembacaan penurunan (kompresi) dalam periode waktu yang
lebih pendek dibandingan dengan metode log-waktu. Tetapi kedudukan
garis lurus tidak selalu diperoleh dari penggambaran metode akar waktu.
Dalam hal menemui kasus demikian, metode log-waktu seharusnya
digunakan.

34
BAB III
METODE PENELITIAN

3.1 Lokasi Penelitian


Lokasi penelitian pengambilan sampel tanah di Kawasan Mandalika
tempatnya di Desa Sukadana, Kecamatan Pujut, Kabupaten Lombok Tengah, pada
lokasi tersebut berdekatan dengan pembangunan infrastruktur seperti jalan Bypass
BIL - Mandalika serta berdekatan pula dengan area persawahan, bukit-bukit yang
berada tak jauh dari rumah warga. Sehingga tanah lempung yang berada di sana
sangat cocok untuk bahan penelitian. Lokasi penelitian bisa dilihat pada Gambar
3.1 berikut:

Gambar 3.1 Peta Lokasi Pengambilan Sampel


Di Jln Bypass BIL - Mandalika
(Sumber:Google Earth)
3.2 Persiapan Penelitian
3.2.1. Studi Pustaka
Studi pustaka adalah salah satu metode pengumpulan data yang pertama
kali dilakukan oleh para peneliti untuk menemukan referensi-referensi yang
berkaitan dengan penelitiannya.Studi pustaka itu sendiri adalah sebagai titik
dimana kita dapat mencari dan mengumpulkan data berupa dokumen-
35
dokumen dan gambar serta yang lainnya sebagai pendukung dalam
penelitian. Sehingga memudahkan dalam proses analisis data selanjutnya.

3.2.2. Pengambilan Sampel


a) Sampel tanah lempung
Pengambilan sampel ini di daerah persawahan Kawasan Mandalika
tempatnya di jalan Bypass BIL - Mandalika Desa Sukadana,
Kecamatan Pujut, Kabupaten Lombok Tengah.
b) Sampel gypsum
Pengambilan sampel limbah gypsum berasal dari hasil percetakan
plafon yang sudah rusak dan tidak bisa digunaka lagi yang kemudian
ditumbuk hingga halus, setelah itu diayak dengan menggunakan
saringan No.200.

3.2.3. Bahan dan Alat Penelitian


Bahan dan alat yang digunakan dalam penelitian ini, menggunakan
bahan dan alat yang berada pada Laboratorium Mekanika Tanah Program
Studi Teknik Sipil Fakultas Teknik Universitas Muhammadiyah Mataram,
bahan dan alat yang digunakan adalah sebagai berikut:
1) Tanah
Pengujian ini menggunakan tanah lempung yang diambil di daerah
persawahan pada Jln. Bypass BIL – Mandalika, dengan kedalaman
minimal 30 cm. Dapat dilihat pada Gambar 3.2 pada saat pengambilan
sampel tanah lempung.

Gambar 3.2 Pengambilan Sampel Tanah Lempung


(Sumber: Dokumentasi, 2023)

36
2) Gypsum
Limbah gypsum yang digunakan adalah hasil percetakan plafon yang
kemuadian ditumbuk dan diayak dengan lolos saringan No.200,
sehingga memperoleh hasil yang baik. Dibawah ini, pada Gambar 3.3
merupakan proses pengayakan limbah gypsum.

Gambar 3.3 Proses Pengayakan Limbah Gypsum


(Sumber: Dokumentasi, 2023)
3) Cawan
Cawan ni digunakan untuk wadah setiap sampel dalam pengujian.
Berikut cawan yang digunakan untuk penelitian dapat dilihat pada
Gambar 3.4.

Gambar 3.4 Cawan


(Sumber: Dokumentasi, 2023)

37
4) Saringan / Ayakan
Saringan atau ayakan dibuat sesuai ketentuan besaran ukuran butiran
suatu material.Dipergunakan untuk menyaring atau membagi tanah
berdasarkan ukuran butir yang tertahan.Berikut ayakan yang digunakan
saat pengujian dapat dilihat pada Gambar 3.5.

Gambar 3.5 Saringan/Ayakan


(Sumber: Dokumentasi, 2023)
5) Shave Shaker
Shaveshakeradalahalatyangdirancanguntukmemisahkanpartikeldimana
setiap lapisan memiliki nilai ukuran yang berbeda dari yang terbesar
hingga yang terkecil.Alat Sheveshekeryang dipergunakan dalam
penelitian ini ditunjukkan pada Gambar 3.6.

Gambar 3.6 Shave Shaker


(Sumber: Dokumentasi, 2023

38
6) Jangka Sorong
Jangka sorong ialah alat ukur dengan ketelitian yang sangat-sangat tepat
dan akurat.Dipergunakan untuk alat ukur yang berukuran kecil, guna
mengetahui ukuran dalam benda, dapat juga mengukur diameter dalam
maupun luar.Berikut jangka sorong yang dipergunakan dapat dilihat
pada Gambar 3.7.

Gambar 3.7 Jangka Sorong


(Sumber: Dokumentasi, 2023)
7) Oven
Oven adalah sebuah alat pemanas yang bertujuan untuk mengeringkan
sampel tanah.Adapunovenyangyangterdapatatauyang dipergunakan
dalam penelitian ini dapat dilihat pada Gambar 3.8.

Gambar 3.8 Oven


(Sumber: Dokumentasi, 2023)

39
8) Piknometer
Piknometer atau Picnometermerupakan botol kaca memiliki ukuran
atau kapasitas 50-100ml, dipergunakan pada pengujian berat jenis tanah
dan memiliki ketahanan untuk bertahan dalam suhu panas.Berikut
picnometer yang dipergunakan dapat dilihat pada gambar 3.9.

Gambar 3.9 Piknometer


(Sumber: Dokumentasi, 2023)
9) Timbangan
Timbangan yang dipergunakan adalah timbangan digital yang ketelitian
0,01 gr dapat dilihat pada gambar 3.10.

Gambar 3.10 Timbangan 0,01 gr


(Sumber: Dokumentasi, 2023)
10) Mangkuk
Mangkuk yang berfungsi sebagai wadah untuk mengaduk benda uji
hingga merata.Berikut wadah yang dipergunakan dapat dilihat pada
gambar 3.11.

40
Gambar 3.11 Mangkuk
(Sumber: Dokumentasi, 2023)
11) Pisau Perata
Pisauataupunbiasadisebutspatulaadalahalatyangdipergunakanuntuk
mencampur atau meratakan benda uji, dan memiliki mata pisau dengan
panjang 0,75 cm dan lebar 0,20 cm. Berikut pisau perata yang
dipergunakan dapat dilihat pada Gmbar 3.12.

Gambar 3.12 Pisau Perata


(Sumber: Dokumentasi, 2023)
12) Tabung Ukur dan Minuskus
Alat ini digunakan dalam pengujian hydrometer untuk dapat menentukan
ukuranbutiranhalusdanpengujiansaringan.Tabung ukur dan
minuskusyang dipergunakan dapat dilihat pada Gambar 3.13.

41
Gambar 3.13 Tabung Ukur &Minuskus
(Sumber: Dokumentasi, 2023)
13) Penumbuk
Berat penumbuk ini 2,5 kg digunakan untuk menumbuk tanah pada
pengujian pemadatan tanah. Penumbuk yang digunakan dapat dilihat
pada Gambar 3.14.

Gambar 3.14 Penumbuk


(Sumber: Dokumentasi, 2023)
14) Cetakan atau Mold
Untuk uji kepadatan tanah, menggunakan cetakan berdiameter 10,2
cm dengan tinggi 11,7 cm. Cetakan atau Mold yang digunakan bisa
dilihat pada Gambar 3.15.

42
Gambar 3.15 Cetakan atau Mold
(Sumber: Dokumentasi, 2023)

15) Alat Cassagrande


Digunakan untuk pengujian batas cair. Alat ini bisa dilihat pada
Gambar 3.16.

Gambar 3.16 Alat Cassagrande


(Sumber: Dokumentasi, 2023)

16) Oedometer Test


Alat ini digunakan untuk pengujian konsolidasi. Bisa dilihat pada
Gambar 3.17.

43
Gambar 3.17 Alat Oedometer Test
(Sumber: Dokumentasi, 2023)

3.3 Metode Analisis


Metode analisis merupakan data dipergunakan dalam penelitian meliputi
metode penelitian yang dipergunakan untuk mendapatkan data yang sesuai dengan
kebutuhan dan analisa kelayakan fisik serta mekanik tanah lempung yang
dicampur dengan gypsum sebagai tanah dasar untuk pembangunan konstruksi
jalan.

3.3.1 Pengumpulan data

Pengumpulan data adalah kegiatan yang dilakukan pada saat penelitian


berlangsung dengan mencatat semua hasil-hasil dari beberapa pengujian sampel
yang telah ditentukan. Pada penelitian ini menggunakan 2 cara dalam
pengambilan data yaitu sebagai berikut ini:

1. Data Primer, yaitu pengambilan data dengan cara langsung seperti pada
penelitian ini, mengambil sampel tanah yang kemudian akan diuji, lalu dari
hasil pengujian tersebut didapatkan hasil berupa data hasil uji sifat fisik dan
mekanis tanah.

44
2. Data Sekunder, yaitu pengambilan data melalui sumber yang sudah ada bisa
dari internet maupun buku. Data sekunder dari penelitian ini yaitu latar
belakang Negara Indonesia, grafik klasifikasi tanah, penelitian terdahulu,
landasan teori dan lokasi pengambilan sampel.

Dari kegiatan pengumpulan data akan didapatkan data yang cukup


bervariasi sepertipengujian sifat fisis tanah, yang terdiri dari pengujian kadar air,
berat volume, berat jenis, batas-batas Atterberg (batas cair, batas plastis dan
indeks plastis), analisa saringan dan hydrometer.Pengujian sifat mekanis tanah,
terdiri dari pengujian kepadatan tanah dan uji konsolidasi.Untuk diolah dan di
anasilis untuk mengetahui pengaruh dari hasil pengujian.

3.3.2 Anasilis Data


Analisis data tentunya dilakukan sesuai dengan pedoman-pedoman dan
standar aturan yang dijadikan patokan sekaligus pengontrol jalannya penelitian.
Pengujian dilakukan di Laboratorium Teknik Sipil Universitas Muhammadiyah
Mataram dengan beberapa tahap pengujian yang dilakukan terdiri dari :
a) Pengujian sifat fisis tanah, yang terdiri dari pengujian kadar air, berat
volume, berat jenis, batas-batas Atterberg (batas cair, batas plastis dan
indeks plastis), analisa saringan dan hydrometer.
b) Pengujian sifat mekanis tanah, terdiri dari pengujian kepadatan tanah dan uji
konsolidasi.

Dari hasil pengujian akan dihasilkan data untuk yang selanjutnya dilakukan
analisis data sehingga didapatkan hasil yang dapat dijadikan sebagai berbandingan
akan keadaan asli atau kondisi asli tanah dan setelah dilakukan percobaan dengan
penambahan bahan tambah untuk campuran tanah tersebut. Pada penelitian ini
banyaknya penggunaan tanah dan campuran limbah gypsum dapat dilihat pada
tabel-tabel berikut ini:

a) Untuk pengujian sifat fisik, banyak tanah yang digunakan dapat dilihat pada
Tabel 3.1 berikut:

45
Tabel 3.1 Pengujian Sifat Fisik

Pengujian Sifat Fisik Tanah Asli


No. Jenis Pengujian Tanah (Gram)
1 Kadar air 60
2 Berat volume 65,14
3 Berat jenis 20
4 Hidrometer 50
5 batas atterbeg : batas cair 153,5
batas plastis 56,23
Total 404,87

b) Untuk pengujian batas atterbeg variasi, banyak tanah dan gypsum yang
digunakan dapat dilihat pada Tabel 3.2 berikut:
Tabel 3.2 Pengujian Batas Atterbeg

Pengujian Batas Atterbeg Variasi


Campuran Tanah (Gram) Gypsum (Gram)
5% 380 20
10% 360 40
15% 340 60
Total 1080 120

c) Untuk pengujian pemadatan tanah asli dan variasi, banyak campuran yang
digunakan dapat dilihat pada Tabel 3.3 berikut:
Tabel 3.3 Pengujian Pemadatan Tanah Asli dan Variasi

Pengujian Pemadatan Tanah Asli


Tanah (Gram) Total (Gram)
2000 2000
Pengujian Pemadatan Variasi
Campuran Tanah (Gram) Gypsum (Gram) Total
5% 1900 100 2000
10% 1800 200 2000
15% 1700 300 2000
Setiap campuran 5 sampel 30000

46
d) Untuk pengujian konsolidasi tanah asli dan variasi, banyak tanah dan
gypsum yang digunakan dapat dilihat pada Tabel 3.4 berikut:
Tabel 3.4 Pengujian Konsolidasi Tanah Asli dan Variasi

Pengujian Konsolidasi Tanah Asli


Tanah (Gram) Total (Gram)
65,916 65,916
Pengujian Konsoliadasi Variasi
Campuran Tanah (Gram) Gypsum (Gram)
5% 63,124 3,322
10% 60,499 6,722
15% 60,768 10,722
Total 184,391 20,766
3.3.3 Rancangan Penelitian
Penelitian yang akan dilakukan adalah menggunakan metode analisis
terhadap data hasil penelitian dengan berusaha melakukan pengujian dengan
beberapa sampel bahan uji untuk mendapatkan sifat dan karakterisitk dari
material. Pada penelitian yang akan dilakukan adalah akan lebih tertuju pada
pengujian sifat fisik tanah yaitu kadar air, berat volume, berat jenis, batas cair,
batas plastis, analisa saringan dan hidrometer, batas susut dan kepadatan tanah
sesuai dengan klasifikasi tanah AASHTO (American Association Of State
Highway and Transporting Official) dan dan klasifikasi tanah USCS (Unified Soil
Classification System) serta analisis sifat mekanik yaitu uji pemadatan dan uji
konsolidasi.

3.3.4 Jenis Pengujian


Pada penelitian terdapat beberapa pengujian untuk mendapatkan data serta
melakukan analisis kelayakan fisik dan mekanik sebagai berikut :
3.3.4.1 Uji Kadar Air
Pengujian ini merupakan pengujian awal yang bertujuan untuk mengetahui
kondisi air atau kadar air tanah asli yang terdapat dalam tanah sebagai sampel uji
pada masing-masing benda uji. Untuk menentukan berat minimum material
basahdalam pengujian kadar air tanah tergantung pada ukuran dari butiran tanah

47
dan harus sesuai dengan ketentuan yang terdapat pada Tabel 3.1 yang telah
disepakati.
Tabel 3.5 Berat Minimum Benda Uji Kadar Air
Ukuran partikel Ukuran Berat minimum benda uji basah
maksimum saringan yang di rekomindasikan untuk
No (100% lolos) standar kadar air
± 0,1% ± 1%
1 ≤ 2,0 mm No. 10 20 gram 20 gram
2 4,75 mm No. 4 100 gram 20 gram
3 9,5 mm 3/8 in 500 gram 50 gram
4 19,0 mm ¾ in 2,5 gram 250 gram
5 37,5 mm 1 ½ in 10 kg 1 kg
6 75,0 mm 3 in 50 kg 5 kg
(Sumber: SNI 1965 – 2008)

Pelaksanaan :
a. Bersihkan dan keringkan cawan kosong, kemudian cawan kosong tersebut
di timbang sebagai berat cawan kosong (W1).
b. Sediakan sampel tanah uji kadar air, lalu masukkan contoh tanah (basah) itu
ke dalam cawan kosong tadi untuk ditimbang sebagai berat cawan + tanah
basah (W2).
c. Kemudian sampel uji tanah (basah) di masukkan ke dalam oven bersuhu
(105⁰C - 110⁰C) selama 16 sampai 24 jam dengan keadaan cawan terbuka.
Tutupan cawan dipasang pada bagian bawah cawan dengan kertas penanda
kode pembeda masing-masing cawan tersebut.
d. Cawan dengan tanah kering di ambil dari dalam oven. Lalu di dinginkan
dalam desikator, setelah tanah tidak lagi panas. Kemudian di timbang
sebagai berat cawan + tanah kering (W3).

3.3.4.2 Uji berat volume


Uji berat volume dimaksudkan untuk mendapatkan berat isi tanah yang
merupakan perbandingan antara berat tanah basah dengan volumenya dalam

48
gr/cm3.Pengujian ini dilakukan menggunakan metode silinder tipis yang
dimasukkan ke dalam tanah, sehingga tidak dapat dilakukan pada jenis tanah
berpasir lepas atau terdapat banyak sekali kerikil. Berikut ini adalah tahapan
pelaksanaan uji berat volume tanah :
a. Ambil cincin, kemudian bersihkan dan timbang beratnya (W1).
b. Letakkan bagian yang tajam dipermukaan tanah dan tekan dengan hati-
hati sampai tanahnya masuk keseluruhannya ke dalam cincin.
c. Potong dan ratakan kedua sisinya dengan pisau.
d. Bila ada sedikit lubang tambal dengan tanah yang sama.
e. Bersihkan sisa-sisa tanah yang menempel pada bagian luar cincin,
kemudian timbang cincin bersi tanah.
f. Hitung volume tanah dengan mengukur ukuran dalam cincin dengan
ketelitian 0.01 cm.
g. Peralatan dibersihkan dan disimpan kembali pada tempatnya.

3.3.4.3 Uji berat jenis


Pengujian berat jenis dimaksdukan untuk menentukan berat jenis suatu
contoh tanah yang dijadikan sebagai benda uji. Berat jenis tanah adalah
perbandingan antara berat butir-butir dengan berat air destilasi di udara dengan
volume yang sama pada temperature tertentu. Biasanya diambil pada temperature
27,5%. Berikut langkah-langkah pengujian berat jenis tanah :
A. Piknometer di bersihkan bagian luar dan dalamnya dan di keringkan.
Kemudian di timbang sebagai berat kosong piknometer(W1).
B. Contoh tanah dihancurkan dalam cawan porselen dengan menggunakan
pestel, kemudian dikeringkan dalam oven. Ambil tanah kering dalam oven
dan langsung dimasukkan dalam piknometer dengan tutupnya berisi tanah.
Setelah itu di timbang sebagai berat piknometer + tanah kering (W2).
C. Isikan air 10cc ke dalam piknometer, sehingga tanah terendam seluruhnya
dan biarkan 2 – 10 jam.
D. Tambahkan air destilasi kira-kira sampai setengah atau dua pertiga penuh.
Udara yang terperangkap diantara butiran-butiran harus dikeluarkan atau
dihilangkan yang dapat dilakukan dengan salah satu cara, yaitu :
49
a) Piknometer bersama air dan tanah dimasukkan dalam jana tertutup
yang di vacuum dengan pompa vacum (tidak melebihi 100 mmHg),
sehingga gelembung-gelembung udara keluar menjadi air bersih.
b) Piknometer direbus dengan hati-hati sekitar 10 menit dengan sesekali
piknometer dimiringkan untuk membantu keluarnya udara yang
kemudian didinginkan.
E. Piknometer ditambah air destilasi sampai penuh dan ditutup. Bagian luar
piknometer dikeringkan dengan kain kering, setelah piknometer berisi
tanah dan air lalu ditimbang sebagai berat piknometer + tanah + air (W3).
Air dalam piknometer diukur suhunya dengan thermometer (T⁰ C).
F. Piknometer dikosongkan dan dibersihkan kemudian di isi dengan air
destilasi bebas udara di tutup dan diluarnya dibersihkan dengan kain
kering. Piknometer yang berisi penuh dengan air lalu ditimbang sebagai
berat piknometer + air (W4). Proses ini dilakukan sesegera mungkin
setelah proses poin e dikerjakan.

3.3.4.4 Uji analisa saringan dan hidrometer


Uji analisa saringan untuk menetukan ukuran butiran agregat tanah sesuai
dengan ukuran saringan yang digunakan dalam penelitian ini.Analisa saringan dan
hidrometer bertujuan untuk membantu dalam mengklasifikasi jenis tanah juga.
Berikut ini langkah-langkah pengujian analisa saringan dan hidrometer :
a. Langkah awal dalam pemgujian analisa saringan adalah mempersiapkan
sampel tanah kering sesuai ketentuan lalu ditumbuk menggunakan alat
penumbuk. Penumbukan dilakukan dengan hati-hati dan memakai tenaga
secukupnya agar butiran halus tidak menempel pada butiran kasar.
b. Keringkan tanah kembali menggunakan oven pengering setelah
penumbukkan untuk menghilangkan kadar air yang meresap pada saat
penumbukkan dilakukan.
c. Siapka benda uji sesuai ketentuan batas minimum benda uji yang
didasarkan pada ukuran butiran maksimum (W1).
d. Siapkan beberapa saringan mulai dari saringan no. 4 sampai dengan
saringan no. 200 dan saringan disusun sesuai urutan.
50
e. Masukkan benda uji pada saringan yang sudah disusun dan dipasang pada
mesin pengguncang selama 10 sampai 15 menit. Lalu hentikan mesin
setelah mencapai waktu 10 sampai 15 menit tersebut.
f. Timbang berat masing-masing tanah yang tertahan pada saringan tersebut
maupun yang lolos saringan no. 200.
g. Selanjutnya dilakukan pengujian analisa hidrometer dengan
mempersiapkan sample tanah lolos saringan no.200 hasil pengujian analisa
saringan.
h. Buat campuran antara sodium hexamethaposphat dengan air suling atau
water glass 1-1,5 CC dengan komposisi 5 gr: 125 ml, digunakan sebagai
bahan Difloculating Agent (bahan disperse).
i. Tuangkan larutanDifloculating Agent dalam gelas beaker dan masukkan
benda uji tanah hasil lolos saringan no.200, aduk sampai rata dengan
spatula, dan biarkan terendam selama 24 jam.
j. Ambil 125 ml larutan Difloculating Agent dengan kompisisi seperti diatas
(langkah h), masukkan kedalam gelas ukur 1000 ml, tambahkan air suling
sampai 1000 ml, aduk campuran larutan tersebut sampai betul-betul
merata.
k. Setelah direndam (bahan uji pada langkah i) pindahkan semua campuran
kedalam mangkok mixer serta tambahkan air suling dari hasil pencucian
gelas beaker dan aduk selama 2 menit.
l. Pindahkan semua campuran kedalam gelas ukur 1000 ml serta tambahkan
air suling dari pencucian mangkok mixer, harap melakukannya dengan
hati-hati jangan sampai jumlah larutan terakhir melebihi 1000 ml. Bila
kurang, dapat ditambahkan air suling hingga 1000 ml.
m. Tutup rapat-rapat mulut tabung tersebut dengan telapak tangan dan
kocoklah secara berulang-ulang sampai ± 1 menit. Perhatikan sewaktu
mengocok jangan sampai ada campuran yang tumpah atau melekat pada
dasar tabung.

51
n. Segera setelah di kocokletakkan tabung dalam water bath dan dengan hati-
hati masukkan alat hidrometer. Biarkan alat hidrometer terapung bebas,
dan tekanlahstopwatch.
o. Lakukan bacaan hidrometer (Ra) dan thermometer pada menit ke 2, 5, 30,
60, 250, 1440. Jangan lupa mencatat tanggal/bulan/tahun. Sesudah setiap
pembacaan, cuci dan kembalikan hidrometer kedalam tabung gelas ukur
yang berisi larutan air suling dan lakukan pembacaan hidrometer (bacaan
koreksi terhadap nol hidrometer = Zc). Hal ini disebabkan karena larutan
Difloculating Agent (laurtan kimia yang digunakan untuk memisahkan
butiran tanah) akan mengubah bacaan untuk harga nol. Harga Zc dapat
positif atau negative.
p. Amati selisih antara batas atas dari cekungan permukaan air dalam pipa.
Nilai ini merupakan harga koreksi terhadaptminikus = mc pada umumnya
batas atas dari minikus dijadikan patokan pada saat pengambilan bacaan
selama test berlangsung.
q. Bersihkan alat, lokasi pengujian dan kembalikan seluruh alat pada
tempatnya.

3.3.4.5 Uji batas cair


Pengujian batas cair dimana, kadar air tanah dalam kondisi peralihan tanah
antara plastis dengan cair. Alat yang digunakan untuk pengujian batas cair ini
yaitu dengan alat Casagrande. Berikut ini langkah-langkah pengujian batas cair
tanah :
a. Taruhlah contoh tanah (sebanyak ±200 gram) dalam mangkok porselen,
lalu campur rata dengan air destilasi sebanyak 15cc – 20cc. Aduk-aduk,
tekan-tekan dan tusuk-tusuk dengan spatel, bila perlu tambahkan air secara
bertahap berkisar 1cc – 3cc. aduk-aduk, tekan-tekan dan tusuk-tusuk dan
seterusnya. Sehingga diperoleh adukan yang benar-benar merata.
b. Apabila adukan tanah ini sudah merata dan kebasahannya telah
menghasilkan sekitar 30 – 40 pukulan pada percobaan, taruhlah sebagian
tanah tersebut ke dalam mangkok casagrande. Gunakan spatel, sebar dan
tekan dengan baik agar tanah tidak berongga atau tidak
52
terperangkatnyagelembung udara dalam tanah. Ratakan permukaan tanah
dan buat mendatar dengan ujung depan mangkok. Kembalikan tanah yang
kelebihan ke dalam mangkok porselen.
c. Dengan alat pembarut, buatlah alur lurus pada garis tengah mangkok
casagrande searah dengan sumbu alat, sehingga terpisah menjadi dua
bagian secara simetris. Bentuk alur harus baik dan tajam dengan ukuran
sesuai dengan alat pembarut. Untuk menghindari terjadinya alur yang tidak
baik atau ter-gesernya tanah dalam mangkok casagrande, barutlah dengan
gerakan maju dan mundur beberapa kali dengan setiap kali sedikit lebih
dalam.
d. Segera gerakkan pemutar, sehingga mangkok casagrande terangkat dan
jatuh pada alasnya dengan kecepatan 2 putaran per detik, sampai kedua
bagian tanah bertemu sepanjang kira-kira 12,7 mm (1/2”). Catatlah jumlah
pukulan yang diperlukan tersebut.
e. Pada percobaan pertama tersebut, jumlah pukulan yang diperlukan harus
berkisar antara 30 – 40 kali pukulan dan dimasukkan ke dalam sampel
cawan A. Bila ternyata lebih dari 40 kali pukulan, maka tanah kurang
basah dan tanah dari mangkok casagrande harus dikembalikan ke dalam
mangkok porselen untuk dilakukan penambahan air sedikit demi sedikit
dan diaduk sampai merata seperti proses sebelumnya.
f. Cucilah mangkok casagrande dengan air, kemudian keringkan dengan
kain. Lalu ulangi kembali pekerjaan pada point b sampai point d.
g. Ambilah segera dari mangkok casagrande sebagian tanah menggunakan
spatel secara melintang tegak lurus alur termasuk bagian tanah yang saling
bertemu. Periksalah kadar air tanah tersebut.
h. Ambil sisa tanah yang masih ada dalam mangkok porselen ditambahkan
air sedikit demi sedikit dan diaduk secara merata. Cuci dan keringkan
mangkok casagrande. Ulangi pekerjaan pada point b, c, d, g dan h
sehingga diperoleh sampel tanah yang ketukannya 21 s/d 30 dimasukkan
ke dalam cawan B, ketukan 11 s/d 20 dimasukkan ke dalam cawan C
ketukan 1 s/d 10 dimasukkan ke dalam cawan D.

53
i. Lalu dimasukkan ke dalam oven hingga 24 jam.
j. Setelah 24 jam timbang lagi, dan mulailah mengolah data.

3.3.4.6 Uji batas plastis dan indeks plastisitas tanah


Uji batas plastis ini untuk menentukan batas plastis tanah dimana kadar air
minimum bagi tanah tersebut yang masih berada dalam keadaan plastis. Tanah
yang ada dalam keadaan plastis, apabila tanah digulung menjadi batang-batang
berdiameter 3 mm mulai retak-retak.Indeks plastisitas merupakan selisih dari
batas cair dan batas plastisnya tanah. Berikut ini langkah-langkah pengujian batas
plastis dan indeks plastisitas tanah :
a. Taruhlah contoh tanah dalam cawan porselen, campur dengan air sedikit,
aduk sampai benar-benar merata. Kadar air tanah yang diberikan adalah
sampai tanah bersifat cukup plastis dan dapat dengan mudah dibentuk
menjadi bola dan tidak terlalu melekat bila ditekan dengan jari.
b. Remas dan bentuklah bola atau bentuk ellipsoida dari contoh tanah seberat
8 gram (diameter ±13mm). Gilinglah benda uji ini diatas plat kaca yang
terletak pada bidang mendatar dibawah jari-jari tangan dengan tekanan
secukupnya sehingga terbentuk batang-batang yang berdiameter rata.
Gerakan menggiling tanah menggunakan kecepatan kira-kira ½ detik satu
gerakan maju mundur.
c. Bila pada penggilingan berdiameter batang telah menjadi sekitar 3 mm
(bandingkan dengan batang kawat pembanding) dan ternyata batangnya
masih licin, ambil dan potong-potong menjadi 6 sampai 8 bagian,
kemudian remas seluruhnya sampai homogen. Selanjutnya giling lagi
seperti tadi, jika gilingan menjadi batang berdiameter 3 mm dan ternyata
batangnya masih licin, ulangi lagi remas bentuk menjadi bola lagi dan
giling lagi sampai seterusnya sampai batang tanah tampak retal-retak dan
tidak dapat digiling lagi menjadi batang yang lebih kecil meskipun belum
mencapai diameter 3 mm.
d. Kumpulkan tanah yang retak-retak atau terputus-terputus tersebut dan
segera lakukan pemeriksaan kadar air.

54
3.3.4.7 Uji batas aterbeg variasi
Pengujian batas atterbeg variasi dengan campuran gypsum meliputi uji
batas cair, batas plastis dan indeks plastis.Dimana, setiap pengujian
memiliki 3 jenis campuran gypsum yaitu 5%, 10% dan 15%. Langkah
pengujian batas atterbeg sebagai berikut:
A. Pengujian Batas Cair
Pengujian batas cair tanah bermaksud untuk menentukan batas
cair tanah adalah kadar air tanah tersebut berada pada peralihan yang
diperiksa dengan alat Casagrande. Dalam pengujian ini sampelnya
telah dicampur dengan gypsum sebanyak 5%, 10% dan 15%.Berikut
ini langkah-langkah pengujian batas cair tanah :
1. Taruhlah contoh sampel tanah yang sudah dicampur dengan
gypsum (sebanyak ±200 gram) dalam mangkok porselen, lalu
campur rata dengan air destilasi sebanyak 15cc – 20cc. Aduk-
aduk, tekan-tekan dengan spatel, bila perlu tambahkan air secara
bertahap berkisar 1cc – 3cc aduk-aduk dan tekan-tekan. Sehingga
diperoleh adukan yang benar-benar merata.
2. Apabila adukan tanah ini sudah merata dan kebasahannya telah
menghasilkan sekitar 30 – 40 pukulan pada percobaan, taruhlah
sebagian tanah tersebut ke dalam mangkok casagrande. Gunakan
spatel, sebar dan tekan dengan baik agar tanah tidak berongga
atau tidak terperangkatnya gelembung udara dalam tanah.
Ratakan permukaan tanah dan buat mendatar dengan ujung depan
mangkok. Kembalikan tanah yang kelebihan ke dalam mangkok
porselen.
3. Dengan alat pembarut, buatlah alur lurus pada garis tengah
mangkok casagrande searah dengan sumbu alat, sehingga terpisah
menjadi dua bagian secara simetris. Bentuk alur harus baik dan
tajam dengan ukuran sesuai dengan alat pembarut. Untuk
menghindari terjadinya alur yang tidak baik atau ter-
gesernyatanah dalam mangkok casagrande, barutlah dengan

55
gerakan maju dan mundur beberapa kali dengan setiap kali sedikit
lebih dalam.
4. Setelah membuat alur lurus pada garis tengah mangkuk, segera
gerakkan pemutar hingga mangkuk terangkat dan terjatuh sampai
kedua belah tanah bertemu. Catatlah jumlah pukulan pada saat
tanah mulai menyatu.
5. Pada percobaan pertama tersebut, jumlah pukulan harus antara
31s/d 40 kali, lalu masukkan sampel tanah yang berada
dimangkukcasagrande ke dalam 2 sampel cawan A dengan
masing-masing berat cawan 38 gram.
6. Ulangi semua langkah 1 – 5 di atassehingga mendapatkan sampel
tanah yang ketukannya 21 s/d 30 dimasukkan ke dalam cawan B,
ketukan 11 s/d 20 dimasukkan ke dalam cawan C ketukan 1 s/d
10 dimasukkan ke dalam cawan D.
7. Lalu dimasukkan ke dalam oven hingga 24 jam.
8. Setelah 24 jam timbang lagi, dan mulailah mengolah data.

B. Pengujian batas plastis dan indeks plastis


Uji batas plastis ini untuk menentukan batas plastis tanah dimana
kadar air minimum bagi tanah tersebut yang masih berada dalam
keadaan plastis. Tanah yang ada dalam keadaan plastis, apabila tanah
digulung menjadi batang-batang berdiameter 3 mm mulai retak-
retak.Indeks plastisitas merupakan selisih dari batas cair dan batas
plastisnya tanah.Dalam pengujian ini sampelnya telah dicampur
dengan gypsum sebanyak 5%, 10% dan 15%.Berikut ini langkah-
langkah pengujian batas plastis dan indeks plastisitas tanah :
a) Taruhlah contoh tanah dalam cawan porselen, campur dengan
air sedikit, aduk sampai benar-benar merata. Kadar air tanah
yang diberikan adalah sampai tanah bersifat cukup plastis dan
dapat dengan mudah dibentuk menjadi bola dan tidak terlalu
melekat bila ditekan dengan jari.

56
b) Lalu bentuklah bola atau bentuk ellipsoida dari contoh tanah
seberat 8 gram (diameter ±13mm). Gilinglah benda uji ini
diatas plat kaca yang terletak pada bidang mendatar dibawah
jari-jari tangan dengan tekanan secukupnya sehingga
terbentuk batang-batang yang berdiameter rata. Gerakan
menggiling tanah menggunakan kecepatan kira-kira ½ detik
satu gerakan maju mundur.
c) Bila pada penggilingan berdiameter batang telah menjadi
sekitar 3 mm (bandingkan dengan batang kawat pembanding)
dan ternyata batangnya masih licin, ambil dan potong-potong
menjadi 6 sampai 8 bagian, kemudian remas seluruhnya
sampai homogen. Selanjutnya giling lagi seperti tadi, jika
gilingan menjadi batang berdiameter 3 mm dan ternyata
batangnya masih licin, ulangi lagi remas bentuk menjadi bola
lagi dan giling lagi sampai seterusnya sampai batang tanah
tampak retal-retak dan tidak dapat digiling lagi menjadi
batang yang lebih kecil meskipun belum mencapai diameter 3
mm.
d) Kumpulkan tanah yang retak-retak atau terputus-terputus di
dalam 2 cawan.
e) Timbang sampel tanah tersebut dengan berat masing-masing
cawan 37 gram.
f) Lalu dimasukkan ke dalam oven hingga 24 jam.
g) Setelah 24 jam timbang lagi, dan mulailah mengolah data.

3.3.4.8 Uji pemadatan tanah


Pengujian pemadatan tanah dilakukan untuk menentukan hubungan antara
kadar air dengan berat volume kering tanah sehingga didapatkan kadar air
optimum dan kepadatan tanah maksimal.Berikut ini langkah-langkah pengujian
pemadatan tanah :
a. Bila contoh tanah yang akan digunakan untuk pengujian pemadatan ini masih
basah, keringkan tanah tersebut diudara atau menggunakan alat pengering
57
dengan suhu tidak melebihi 60⁰C. Pengeringan dilakukan secukupnya saja
sampai gumpalan-gumpalan tanah dapat dengan mudah dihancurkan menjadi
butiran-butiran tanah.
b. Butiran-butiran yang diperoleh disaring menggunakan saringan no.4 . Butiran
besar yang tertahan diatas saringan dibuang kecuali butiran yang masih berupa
gumpalan yang masih bisa dipecah lebih lanjut.
c. Bagian yang lewat saringan akan digunakan sebagai benda uji.
d. Gypsum yang digunakan harus lolos saringan 200. Dengan campuran gypsum
sebanyak 5%, 10% dan 15%.
e. Campur tanah dan gypdum tersebut dengan air secukupnya secara merata
sedemikian hingga beratnya mencapai 2 kg.
f. Apabila contoh tanah berupa lempung, peresapan air secara merata kedalam
gumpalan akan sukar dan perlu waktu yang lama. Maka untuk tanah lempung
perlu dilaksanakan sebagai berikut :
1) Setelah dicampur merata dengan air, simpanlah tanah dalam tempat
tertutup selama sekurang-kurangnya 12 jam sebelum dilakukan pemadatan
(dapat digunakan kantong plastik). Karena pelaksanaan pemadatan akan
dilaksanakan sekitar 6 kali dengan kadar air yang masing-masing berbeda.
Makanya untuk tanah lempung baik apabila disiapkan benda uji yang lebih
banyak.
2) Siapkan 5 bagian benda uji, yang masing-masing sekurang-kurangnya 2
kg, masing-masing bagian dicampur secara merata sehingga kadar air yang
diperoleh berbeda-beda. Dan masing-masing disimpan dalam tempat
tertutup atau kantong-kantong plastik.
g. Bersihkan silinder pemadatan yang akan digunakan, kemudian ditimbang dan
catat sebagai berat (W1), dengan ketelitian timbangan ±5 gram).
h. Pasang dan kelem pelat alas dan silinder sambungan. Pada saat pelaksanaan
penumbukan, silinder harus diletakkan pada dasar yang kokoh (tidak boleh
diatas tanah atau lantai yang bergetar karena tenaga yang diperoleh akan
berkurang). Bila perlu misalnya harus disediakan balok beton yang beratnya
sekurang-kurangnya 91 kg.

58
i. Sejumlah tanah lembab yang sudah disiapkan di padatkan dalam silinder dalam
lapisan-lapisan yang sama tebalnya (3 lapisan), sehingga tanah padat yang
diperoleh kira-kira 0,50 cm lebih tinggi dari silinder utama. Setiap lapisan
ditumbuk dengan jumlah tumbukan tertentu secara merata pada seluruh
permukaan. Penumbuk yang digunakan yaitu penumbuk standar dengan berat
2,5 kg.
j. Lepas silinder sambungan (silinder bagian atas), kemudian potong tanah
dengan pisau (straight edge) sehingga tanah rata dengan permukaan silinder,
bila perlu lubang-lubang kecil yang terdapat permukaan tanah ditambal
sehingga permukaan menjadi lebih halus. Lebas pelat dasar, kemudian timbang
silinder bersama tanahnya dan catat beratnya (W2).
k. Keluarkan tanah padat tersebut, kemudian dibelah dan diambil contoh dari
bagian atas, tengah dan bawah secukupnya untuk diperiksa kadar airnya.
Kemudian ditimbang dan catat beratnya (W3).
l. Pekerjaan ini lakukan sebanyak 6 kali sehingga diperoleh 6 data yaitu 3 data
kadar air dibawah kadar air optimum dan 3 data kadar air diatas kadar air
optimum sehingga didapatkan kepadatan tanah maksimum.

3.3.4.9 Uji Konsolidasi


Pengujian ini bertujuan untuk memberikan beban secara bertahap kepada
tanah dan mengukur perubahan volume maupun perubahan tinggi contoh tanah
terhadap waktu. Dalam pengujian ini sampelnya telah dicampur dengan gypsum
sebanyak 5%, 10% dan 15%.Berikut ini merupakan skema alat Oedometer atau
Konsolidometer. Berikut ini langkah-langkah uji kondolodasi:
a Memasukkan sampel tanah dan gypsum yang sudah dicampur
dengan air sertadipadatkan ke dalam cetakan benda uji sampel tanah
sehingga cetakanterisi penuh dengan sampel tanah.
b Setelah sampel dicetak di cetakan benda uji tersebut, lalu
melakukanpenyusunan modul ke dalam sel konsolidasi dengan
urutan yang daribawah :
1) Batu pourus
2) Kertas pori
59
3) Sampel tanah dalam ring
4) Kertas Pori
5) Batu pourus
6) Silinder tembaga yang berfungsi meratakan beban
7) Penahan dengan 3 mur
Berikut adalah gambar penyusunan modul ke sel konsolidasi dapat dilihat pada
Gambar 3.19 berikut ini:

Gambar 4.18 Penyusunan modul ke sel konsolidasi


(Sumber: Hardiatmo, 2018)

c Lakukan pembacaan pada dial dengan loading sebesar 1000gr,


kemudian dilakukan pencatatan. Pembacaan dilakukan padainterval
waktu 0”, 15”, 30’’, 1’, 2’, 4’, 8’, 15’, 30’, 1, 2, 4, 8 dan 24 jam.
d Kemudian mengulang kembali langkah c untuk masing-masing
pembebanan 2000, 4000, 8000 gr dengan interval waktu 24 jamdan
dilakukannya pencatatan pada saat pembacaan dial.
e Setelah melakukan pembacaan pada pembebanan 1000, 2000,4000,
8000 gr, kemudian melakukan pembacaaan pengembangan.
f Pengembangan awal yaitu dengan melepas beban hingga tersisa
bebanseberat 2000 gr, kemudian melakukan pembacaan dial pada
intervalwaktu 0”, 15”, 30’’, 1’, 2’, 4’, 8’, 15’, 30’, 1, 2, 4, 8dan 24
Jam.
g Mengeluarkan sampel tanah uji dari alat konsolidasi lalu
dilakukannyapenimbangan dan memasukkan ke dalam oven untuk
mendapatkan beratkering sampel (Wd) sehingga dapat ditentukan
kadar airnya.

60
3.4 Bagan Alir Penelitian

Mulai

Studi Pustaka

Pengambilan Sampel Tanah

Persiapan Alat Dan Bahan

Pengujian Sifat Fisis Tanah Asli:


a) Kadar Air
b) Berat Jenis
c) Berat Volume
d) Analisa Saringan & Hidrometer
e) Batas Atterbeg :
 Batas Cair
 Batas Plastis
 Indeks Plastis

Klasifikasi Tanah

Sampel A Sampel B Sampel C


Gypsum Gypsum Gypsum
5% 10% 15%

61
A

Batas Atterbeg :
a) Batas Cair
b) Batas Plastis
c) Indeks Plastis

Pengujian Sifat Mekanis:


a) Pemadatan
b) Konsolidasi

Klasifikasi Tanah

Analisa Data

Kesimpulan
&
Saran

Selesai

62
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1. Hasil Pengujian Sifat Fisik dan Mekanik Tanah


4.1.1. Kadar Air Tanah
Pengujian kadar air bertujuan untuk mengetahui persentase kandungan
air dalam tanah. Hasil pengujian kadar air tanah dapat dilihat pada Tabel 4.1
berikut ini.
Tabel 4.1 Pengujian Kadar Air
Sampel
No Uraian Satuan
A B
1 Massa Cawan (M1) gram 14,03 13,74
2 Massa Cawan + Tanah Basah (M2) gram 43,54 46,97
3 Massa Cawan + Tanah Kering (M3) gram 33,79 36,16
4 Massa Tanah Kering B = (M3-M1) gram 19,76 22,42
5 Massa Air A = (M2-M3) gram 9,75 10,81
6 Kadar air (A/B) X 100% % 49,34 48,22
7 Kadar Air Rata-Rata (Wc) % 48,78

Berdasarkan hasil pengujian kadar air tanah, tanah lempung ekspansif


pada Desa Sukadana, Kecamatan Pujut, Kabupaten Lombok Tengah yang
menggunakan 2 sampel benda uji didapatkan kadar air rata-rata sebesar
48,78%.

4.1.2. Berat Jenis Tanah


Pengujian berat jenis bertujuan untuk mengetahui perbandingan antara
berat butir tanah dan berat air dengan volume yang sama pada suhu tertentu.
Hasil pengujian berat jenis dapat dilihat pada Tabel 4.2 berikut ini.

63
Tabel 4.2 Pengujian Berat Jenis
No Keterangan Sample
1 Piknometer no A B
2 Massa Piknometer W1 Gram 23,73 24,57
3 Massa Piknometer + Tanah W2 Gram 33,77 34,6
4 Massa Piknometer + Tanah + Air W3 Gram 78,72 79,11
5 Massa Piknometer + Air W4 Gram 73,51 73,73
6 Temperatur t°C 31,5 31,5
7 A = W2-W1 10,04 10,03
8 B = W3-W4 5,21 5,38
9 C = A-B 4,83 4,65
10 Berat Jenis G1 = A/C 2,08 2,16
11 Rata-rata G1 2,118

Berdasarkan hasil pengujian berat jenis tanah, tanah lempung ekspansif


pada Desa Sukadana, Kecamatan Pujut, Kabupaten Lombok Tengah yang
menggunakan 2 sampel benda uji, didapatkan berat jenis rata-rata sebesar
2,118 gr/cm3.

4.1.3. Berat Volume Tanah


Pengujian berat volume ini bertujuan untuk mengetahui berat suatu
volume tanah dalam keadaan utuh. Pengambilan sampel ini menggunakan pipa
berdiameter 5cm yang ditancapkan ke tanah dengan kedalaman tanah minimal
30 cm. hasil pengujian berat volume dapat dilihat pada Tabel 4.3 berikut ini.

Tabel 4.3 Hasil Pengujian Berat Volume


Sampel
No Uraian Satuan
A B
1 Berat Cincin gram 54,8 54,8
2 Berat Cawan Kosong (W1) gram 17,69 14,8
3 Berat Cawan + Tanah Basah (W2) gram 82,83 81,87
4 Berat Cawan + Tanah Kering (W3)) gram 61,72 59,7
5 Massa Air (A) gram 21,11 22,17
6 Massa Tanah Kering (B) gram 44,03 44,9
7 Volume Tanah Basah = Volume Cincin

64
Diameter Tabung cm 5
Tinggi Tabung cm 2

Volume Tabung cm3 39,286


8 Kadar air (A/B) X 100% % 47,94 49,38

9 Kadar Air Rata-Rata % 48,66


10 Berat Volume Tanah Basah gr/cm3 1,658 1,707

11 Berat Volume Tanah Basah Rata-Rata gr/cm3 1,683

12 Berat Volume Tanah Kering gr/cm3 1,132

Berdasarkan hasil pengujian berat volume tanah, tanah lempung


ekspansif pada Desa Sukadana, Kecamatan Pujut, Kabupaten Lombok Tengah
yang menggunakan 2 sampel benda uji, didapatkan volume rata – rata tanah
basah (γwet) sebesar 1,682 gr/cm3 dan berat volume tanah kering (γdry) sebesar
1,132 gr/cm3 pada kadar air 48,66%.

4.1.4. Analisa Saringan dan Hidrometer


Pengujian ini dilakukan untuk menentukan distribusi butiran tanah yang
memiliki diameter lebih kecil dari 0.074 mm) dengan cara pengendapan
(Hydrometer Analysis). Analisa saringan dilakukan dengan menggunakan
ayakan berbagi ukuran. Hasil analisa saringan dan hidrometer dapat dilihat
pada Grafik 4.1 berikut ini.

65
100
90
80
70
Persentase Lolos (%)

60
50
Ayakan
40
Hidrometer
30
20
10
0
10 1 0.1 0.01 0.001
Ukuran Butiran (mm)

Gambar 4.1 Grafik hasil pengujian analisa saringan dan hydrometer

Hasil pengujian analisa saringan dan hidrometer memiliki prosentase


lolos saringan no. 200 (0,075 mm) sebesar 73,74%. Menurut sistem klasifiksi
tanah USCS (Unified Soil Classification System), Tanah lempung ekspansif
pada Desa Sukadana, Kecamatan Pujut, Kabupaten Lombok Barat memiliki
nilai prosentase butiran lolos saringan no. 200 (0,075 mm) lebih dari 50%
sehingga termasuk tanah berbutir halus lempung tak organik dengan plastisitas
tinggi, lempung gemuk (fat clays) dengan simbol CH.

4.1.5. Batas Atterbeg Tanah Asli dan Campuran Gypsum


A. Tanah Asli
Sampel yang digunakan untuk penellitian ini berupa tanah lempung
diambil dari Desa Sukadana, KecamatanPujut, Kabupaten Lombok Barat
dengan kedalaman minimal 30 cm. Batas atterbeg yang meliputi uji batas
cair, batas plastis dan indeks plastis.Berikut merupakan hasil dari
pengujian batas atterbeg pada tanah asli.
a) Batas Cair,bertujuan untuk menentukan kadar air suatu jenis tanah
pada batasan antara keadaan plastis dan keadaan cair. Dapat dilihat
hasil pengujian batas cair pada Tabel 4.4 berikut.

66
Tabel 4.4 HasilPengujian Batas Cair Tanah Asli
Batas Cair Tanah (LL)
No Uraian Satuan Sampel A Sampel B Sampel C Sampel D
1 2 1 2 1 2 1 2
1 Jumlah Pukulan (N) 36 30 19 10
2 Berat Cawan (W1) gram 14,55 14,82 14,53 14,16 13,78 13,76 14,91 13,86
3 Berat Cawan + Tanah Basah (W2) gram 33,54 33,23 33,51 33,35 33,92 34,12 34,32 34,24
4 Berat Cawan + Tanah Kering (W3) gram 26,91 26,87 26,53 26,44 26,19 26,09 25,9 25,95
5 Berat Air (W2-W3) A gram 6,63 6,36 6,98 6,91 7,73 8,03 8,42 8,29
6 Berat Tanah Kering (W3 - W1) B gram 12,36 12,05 12 12,28 12,41 12,33 10,99 12,09
7 Kadar Air w = (A/B) x 100% % 53,641 52,780 58,167 56,270 62,288 65,126 76,615 68,569
8 Kadar Air Rata - Rata % 53,210 57,219 63,707 72,592
9 Batas Cair % 59,628

Berdasarkan hasil pengujian batas cair (LL) pada tanah lempung di Desa
Sukadana, Kecamatan Pujut, Kabupaten Lombok Tengah dengan
menggunakan 4 sampel kadar air tanah menggunakan alat Cassagrande
didapatkan nilai batas cair yaitu sebesar 59,628 %.

b) Batas Plastis dan Indeks Plastis,pengujian ini bertujuan untuk


menentukan batas plastis tanah. Batas plastis tanah yaitu keadaan air
minimum, bagi tanah tersebut yang masih dalam keadaan plastis.
Dapat dilihat hasil pengujian batas plastis dan batas cair pada Tabel
4.5 dan Tabel 4.6 berikut.

Tabel 4.5 Hasil Pengujian Batas Plastis Tanah Asli


Batas Plastis / Plastic Limit (PL)
Nomor Cawan Satuan BP 1 BP 2
Massa Cawan (M1) gram 13,74 13,72
Mssa cawan + tana basah (M2) gram 32,7 32,92
Mssa cawan + tanah kering (M3) gram 28,64 28,71
Massa tanah kering B = (M3-M1) gram 14,9 14,99
Massa air A = (M2-M3) gram 4,06 4,21
Kadar air (A/B) x 100% % 27,25 28,09
Kadar air rata-rata (WC) % 27,67
Batas Plastis = % 27,67

67
Tabel 4.6 Hasil Pengujian Indeks Plastis Tanah Asli

Indeks Plastis (IP)


No. Pengujian Satuan Hasil
1 Batas cair (LL) % 59,628
2 Batas plastis (PL) % 27,67
Indeks plastis (LL - PL) % 31,961
Berdasarkan hasil batas plastis (PL), pada tanah lempung di Desa
Sukadana, Kecamatan Pujut, Kabupaten Lombok Tengah dengan
menggunakan 2 sampel diperoleh nilai batas plastis (PL) sebesar
27,67% dengan indeks plastis (IP) sebesar 31,961%. Dari hasil
pengujian tersebut maka tanah lempung dapat dikelompokkan menjadi
tanah yang nilai plastisnya tinggi dan kohesif. Pengelompokan tanah
dapat dilihat pada Tabel 4.7 berikut.
Tabel 4.7Nilai Indeks Plastis

IP Jenis Tanah Plastisitas Kohesif

0 Pasir Non plastis Non kohesif

<7 Lanau Rendah Agak kohesif

7 sampai 17 Lempung berlanau Sedang Kohesif

> 17 Lempung Tinggi Kohesif


Sumber : Bowles 1991

B. Tanah Asli + Gypsum


Sampel yang digunakan untuk penellitian ini berupa tanah lempung
diambil dari Desa Sukadana, KecamatanPujut, Kabupaten Lombok Barat
dengan kedalaman minimal 30 cm. Dan sampel gypsum yang diperoleh
dari hasil percetakan plafon yang sudah rusak dan tidak bisa digunaka lagi.
Pada penelitian ini menggunakan tiga variasi campuran gypsum yaitu 5%,
10% dan 15% dapat dilihat pada Tabel 4.8.

68
Tabel 4.8 Sampel Uji Batas Atterberg

Pengujian Batas Atterbeg Variasi


Campuran Tanah (Gram) Gypsum (Gram)
5% 380 20
10% 360 40
15% 340 60
Total 1080 120

Pengujian batas atterberg yang meliputi uji batas cair, batas plastis dan
indeks plastis. Berikut merupakan hasil dari pengujian batas atterberg pada
tanah asli + gypsum.
a) Batas Cair (5%, 10% dan 15%), bertujuan untuk menentukan kadar
air suatu jenis tanah pada batasan antara keadaan plastis dan keadaan
cair. Dapat dilihat hasil pengujian batas cair dengan variasi campuran
gypsum 5%, 10% dan 15%, pada Tabel dibawah ini. Berikut
merupakan hasil uji batas cair tanah + 5% gypsum dapat dilihat pada
Tabel 4.9 berikut.

Tabel 4.9 Hasil Pengujian Batas Cair Tanah + 5% Gypsum


Batas Cair Tanah + 5% Gypsum (LL)
No Uraian Satuan Sampel A Sampel B Sampel C Sampel D
1 2 1 2 1 2 1 2
1 Jumlah Pukulan (N) 37 30 20 11
2 Berat Cawan (W1) gram 14,64 14,71 13,78 13,72 14,73 13,74 13,81 13,72
3 Berat Cawan + Tanah Basah (W2) gram 33,59 33,33 33,35 33,51 33,49 34,59 34,25 34,15
4 Berat Cawan + Tanah Kering (W3) gram 27,31 26,92 26,37 26,59 26,26 26,33 26,01 28,85
5 Berat Air (W2-W3) A gram 6,28 6,41 6,96 6,92 7,23 8,24 8,24 8,3
6 Berat Tanah Kering (W3 - W1) B gram 12,67 12,21 12,59 12,87 11,53 12,2 12,2 12,13
7 Kadar Air w = (A/B) x 100% % 49,566 52,498 55,441 53,768 62,708 67,541 67,541 67,425
8 Kadar Air Rata - Rata % 51,032 54,605 60,185 67,983
9 Batas Cair % 58,451

Berdasarkan hasil pengujian batas cair (LL) pada tanah + 5% gypsum


dengan 4 sampel kadar air tanah menggunakan alat Cassagrande
didapatkan nilai batas cair yaitu sebesar 58,451 %.

69
Berikut merupakan hasil uji batas cair tanah + 10% gypsum dapat dilihat
pada Tabel 4.10 berikut.

Tabel 4.10 Hasil Pengujian Batas Cair Tanah + 10% Gypsum


Batas Cair Tanah + 10% Gypsu (LL)
No Uraian Satuan Sampel A Sampel B Sampel C Sampel D
1 2 1 2 1 2 1 2
1 Jumlah Pukulan (N) 38 32 22 14
2 Berat Cawan (W1) gram 14,64 14,71 13,78 13,72 14,73 13,74 13,81 13,72
3 Berat Cawan + Tanah Basah (W2) gram 33,12 33,14 33,3 33,25 33,22 33,36 34,81 33,61
4 Berat Cawan + Tanah Kering (W3) gram 26,98 26,84 26,74 26,56 26,21 26,45 26,37 26,17
5 Berat Air (W2-W3) A gram 6,14 6,3 6,53 6,69 7,01 6,91 8,44 7,44
6 Berat Tanah Kering (W3 - W1) B gram 12,34 13,13 12,96 12,84 11,48 12,71 12,56 12,45
7 Kadar Air w = (A/B) x 100% % 49,757 47,982 50,617 52,103 62,063 54,367 67,197 63,478
8 Kadar Air Rata - Rata % 48,869 51,360 57,715 63,478
9 Batas Cair % 55,358

Berdasarkan hasil pengujian batas cair (LL) pada tanah + 10% gypsum
dengan 4 sampel kadar air tanah menggunakan alat Cassagrande
didapatkan nilai batas cair yaitu sebesar 55,358 %.
Berikut merupakan hasil uji batas cair tanah + 15% gypsum dapat dilihat
pada Tabel 4.11 berikut.

Tabel 4.11 Hasil Pengujian Batas Cair Tanah + 15% Gypsum


Batas Cair Tanah + 15% Gypsu (LL)
No Uraian Satuan Sampel A Sampel B Sampel C Sampel D
1 2 1 2 1 2 1 2
1 Jumlah Pukulan (N) 39 30 21 12
2 Berat Cawan (W1) gram 14,64 14,71 13,78 13,72 14,73 13,74 13,81 13,72
3 Berat Cawan + Tanah Basah (W2) gram 32,19 32,25 32,68 32,36 33,54 32,31 32,67 32,62
4 Berat Cawan + Tanah Kering (W3) gram 26,67 26,79 26,72 26,32 26,31 26,25 26,38 25,14
5 Berat Air (W2-W3) A gram 5,52 5,46 5,96 6,04 6,23 6,06 6,29 7,48
6 Berat Tanah Kering (W3 - W1) B gram 12,03 13,08 12,94 12,6 11,58 12,51 12,57 11,42
7 Kadar Air w = (A/B) x 100% % 43,814 41,743 46,059 47,937 53,800 48,441 50,040 65,499
8 Kadar Air Rata - Rata % 43,814 46,998 51,120 57,769
9 Batas Cair % 49,133

70
Berdasarkan hasil pengujian batas cair (LL) pada tanah + 15% gypsum
dengan 4 sampel kadar air tanah menggunakan alat Cassagrande
didapatkan nilai batas cair yaitu sebesar 49,133 %.
b) Batas Plastis dan(5%, 10% dan 15%), pengujian ini bertujuan untuk
menentukan batas plastis tanah. Batas plastis tanah yaitu keadaan air
minimum, bagi tanah tersebut yang masih dalam keadaan plastis. Dapat
dilihat hasil pengujian batas plastis dan batas cair pada Tabel-tabel
berikut.
Tabel4.12 Hasil Pengujian Batas Plastis Tanah Asli + 5% Gypsum
Batas Plastis / Plastic Limit 5% Gypsum (PL)
Nomor Cawan Satuan BP 1 BP 2
Massa Cawan (M1) gram 13,69 13,65
Mssa cawan + tana basah (M2) gram 37,53 37,34
Mssa cawan + tanah kering (M3) gram 31,78 31,31
Massa tanah kering B = (M3-M1) gram 18,09 17,66
Massa air A = (M2-M3) gram 5,75 6,03
Kadar air (A/B) x 100% % 31,79 34,14
Kadar air rata-rata (WC) % 32,97
Batas Plastis = 32,97

Tabel 4.13 Hasil Pengujian Batas Plastis Tanah Asli + 10% Gypsum
Batas Plastis / Plastic Limit 10% Gypsum(PL)
Nomor Cawan Satuan BP 1 BP 2
Massa Cawan (M1) gram 13,69 13,65
Mssa cawan + tana basah (M2) gram 37,43 36,9
Mssa cawan + tanah kering (M3) gram 31,47 30,76
Massa tanah kering B = (M3-M1) gram 17,78 17,11
Massa air A = (M2-M3) gram 5,96 6,14
Kadar air (A/B) x 100% % 33,52 35,89
Kadar air rata-rata (WC) % 34,70
Batas Plastis = 34,70

71
Tabel 4.14 Hasil Pengujian Batas Plastis Tanah Asli + 15% Gypsum
Batas Plastis / Plastic Limit 15% Gypsum(PL)
Nomor Cawan Satuan BP 1 BP 2
Massa Cawan (M1) gram 4,24 4,13
Mssa cawan + tana basah (M2) gram 37,66 37,59
Mssa cawan + tanah kering (M3) gram 29,11 28,78
Massa tanah kering B = (M3-M1) gram 24,87 24,65
Massa air A = (M2-M3) gram 8,55 8,81
Kadar air (A/B) x 100% % 34,38 35,74
Kadar air rata-rata (WC) % 35,06
Batas Plastis = 35,06

c) Indeks Plastis(5%, 10% dan 15%), cara menentukan indeks (IP) dengan
mencari selisih dari batas cair (LL) dengan batas plastis (PL).
1) Variasi 5%
IP = LL – PL
IP = 58,451 –32,97
IP = 23,98 %
Dari hasil pengujian tersebut maka tanah lempung dapat
dikelompokkan menjadi tanah yang nilai plastisnya tinggi dan kohesif.
Pengelompokan tanah dapat dilihat pada Tabel 4.7.

2) Variasi 10%
IP = LL – PL
IP = 55,356 –34,70
IP = 20,50 %
Dari hasil pengujian tersebut maka tanah lempung dapat
dikelompokkan menjadi tanah yang nilai plastisnya tinggi dan kohesif.
Pengelompokan tanah dapat dilihat pada Tabel 4.7.

3) Variasi 15%
IP = LL – PL
IP = 49,998 –35,06
IP = 14,07 %

72
Dari hasil pengujian tersebut maka tanah lempung dapat dikelompokkan
menjadi tanah yang nilai plastisnya sedang dan kohesif. Pengelompokan
tanah dapat dilihat pada Tabel 4.7.
Berikut merupakan data rekapan hasil uji batas atterberg tanah asli dan
campuran limbah gypsum dapat dilihat pada tabel 4.15 berikut.

Tabel 4.15 Data Hasil Pengujian Batas Atterberg Tanah Asli dan Campuran

Batas-Batas Atterberg
Jenis
LL (%) PL (%) PI (%)
Tanah asli 59,628 27,67 31,961
Tanah asli + 5% gypsum 58,451 32,97 23,98
Tanah asli + 10% gypsum 55,356 34,7 20,5
Tanah asli + 15% gypsum 49,998 35,06 14,07

Berikut merupakan grafik hasil uji batas atterberg tanah asli dan campuran
limbah gypsum dapat dilihat pada Grafik 4.2 berikut.

70

60

50

40
PI (%)
30 PL (%)
LL (%)
20

10

0
Tanah asli Tanah asli + 5% Tanah asli + Tanah asli +
gypsum 10% gypsum 15% gypsum

Gambar 4.2 Grafik Hasil Pengujian Batas Atterberg Tanah Asli dan
Campuran

73
Berdasarkan hasil pengujian batas atterberg diatas, maka dapat
disimpulkan bahwa:
a) Batas Cair (LL)
Hasil uji batas cair pada sampel tanah asli didapatkan nilai
59,628% sedangkan pada sampel tanah + gypsum mengalami
penurunan, seiring bertambahnya persentase gypsum maka LL
semakin kecil. Penurunan terkecil pada sampel tanah + 15%
gypsum dengan nilai 49,998%. Hai ini terjadi karena limbah
gypsum menyebabkan diameter butiran tanah yang berukuran
besar semakin banyak, sehingga menjadikan partikel tanah
semakin mudah terlepas dari ikatannya.
b) Batas Plastis (PL)
Hasil uji batas plastis pada sampel tanah asli didapatkan nilai
sebesar 27,63% namun setelah dicampur dengan limbah gypsum
dengan persentase 5%, 10% dan 15% terjadi peningkatan.
Peningkatan ini terjadi karena penurunan kohesi, yang
menyebabkanikatan antar tanah semakin berkurang, sehingga
dibutuhkan penambahan air untuk setiap campuran gypsum agar
menjadi plastis.
c) Indeks Plastis (PI)
Indeks plastis (PI) didapatkan dengan rumus batas cair
dikurangi patas plastis (PI = LL - PL). Maka nilai PI bergantung
pada nilai batas plastis dan batas cair pada suatu jenis tanah.
Nilai PI terbesar terjadi pada tanah asli dengan nilai 31,961%.
Nilai PI terkecil pada tanah campuran gypsum dengan
persentase 15% sebesar 14,07%.

4.1.6. Pemadatan Tanah Asli dan Campuran Gypsum


A. Tanah Asli
Sampel yang digunakan untuk penellitian ini berupa tanah
lempung diambil dari Desa Sukadana, Kecamatan Pujut, Kabupaten
Lombok Barat dengan kedalaman minimal 30 cm. Berikut
74
merupakan hasil dari pengujian pemadatan pada tanah asli dapat
dilihat pada Grafik 4.3.
1.300 1.274

Berat volume tanah kering (gr/cm3)


γdmax = 1,274
1.243
1.250

1.198
1.200
1.169

1.150

1.100 w optimum= 31,723 % 1.072

1.050
5.00 15.00 25.00 35.00 45.00 55.00
Kadar air (%)

Gambar 4.3 Grafik hubungan kadar air dengan volume tanah kering
Dari hasil pengujian diatas didapatkan kadar air optimum
sebesar 31,723% dan volume tanah kering sebesar 1,278 gr/cm3.
B. Tanah Asli + Gypsum
Sampel yang digunakan untuk penellitian ini berupa tanah
lempung diambil dari Desa Sukadana, Kecamatan Pujut, Kabupaten
Lombok Barat dengan kedalaman minimal 30 cm. Dan sampel
gypsum yang diperoleh dari hasil percetakan plafon yang sudah
rusak dan tidak bisa digunaka lagi. Pada penelitian ini menggunakan
tiga variasi campuran gypsum yaitu 5%, 10% dan 15% dapat dilihat
pada Tabel 4.16.

Tabel 4.16 Sampel Uji Pemadatan


Pengujian Pemadatan Variasi
Campuran Tanah (Gram) Gypsum (Gram) Total
5% 1900 100 2000
10% 1800 200 2000
15% 1700 300 2000
Setiap campuran 5 sampel 30000
Berikut merupakan hasil pengujian pemadatan variasi:

75
4) Tanah asli + 5% gypsum, dapat dilihat pada Grafik 4.3 hasil
pemadatan tanah campuran.
1.300
1.270

Berat volume tanah kering (gr/cm3) 1.250


1.203
1.191 γdmax = 1,27
1.200

1.150 1.134

1.100
1.068
w optimum= 29,8 %
1.050

1.000
12.00 17.00 22.00 27.00 32.00 37.00 42.00 47.00 52.00
Kadar air (%)

Gambar 4.4 Grafik hubungan kadar air dengan volume tanah kering

5) Tanah asli + 10% gypsum, dapat dilihat pada Grafik 4.4 hasil
pemadatan tanah campuran.

1.300 1.279
Berat volume tanah kering (gr/cm3)

1.251
1.250 1.224 γdmax = 1,279

1.200 1.181

1.150

1.100 1.086

w optimum= 29 %
1.050

1.000
12.00 17.00 22.00 27.00 32.00 37.00 42.00 47.00 52.00
Kadar air (%)

Gambar 4.5 Grafik hubungan kadar air dengan volume tanah kering

76
6) Tanah asli + 15% gypsum, dapat dilihat pada Grafik 4.5 hasil
pemadatan tanah campuran.
1.400 1.367

Berat volume tanah kering (gr/cm3)


1.350
1.287
1.300 1.271
γdmax = 1,367
1.250 1.224

1.200

1.150 1.115

1.100
w optimum= 28,63 %
1.050

1.000
12.00 17.00 22.00 27.00 32.00 37.00 42.00 47.00 52.00
Kadar air (%)

Gambar 4.6 Grafik hubungan kadar air dengan volume tanah kering

Dari hasil pengujian pemadatan, didapatkan nilai berat volume


kering (γdmax) dan nilai kadar air optimum (w opt) hubungan antara
berat volume kering dan kadar air optimum dari sampel tanah asli
dan persentase penambahan limbah gypsum dapat dilihat pada
Grafik 4.7 dan Grafik 4.8 berikut
1.38
1.36 1.367
Berat Vol. Tanah Kering

1.34
1.32
1.3
1.28 1.279
1.274 1.27
1.26
1.24
1.22
Tanah asli Tanah asli + 5% Tanah asli + Tanah asli +
gypsum 10% gypsum 15% gypsum

Gambar 4.7 Grafik Hubungan antara Berat Volume Kering


dengan Campuran Limbah Gypsum

77
Dari Grafik 4.7 diatas, didapatkan bahwa berat volume kering
mengalami kenaikan seiring bertambahnya persentase limbah
gypsum. Dikarenakan penambahan limbah gypsum menyebabkan
ukuran diameter butiran menjadi bervariasi, sehingga saat
dipadatkan masing-masing butiran akan masuk ke pori-pori sesuai
dengan ukuran butirnnya. Hal ini menyebabkan berat volume kering
maksimum tanah menjadi lebih besar.

32
31.723
31.5
31
Kadar Air Optimum (%)

30.5
30
29.8
29.5
29 29
28.5 28.63

28
27.5
27
Tanah asli Tanah asli + 5% Tanah asli + 10% Tanah asli + 15%
gypsum gypsum gypsum

Gambar 4.8 Grafik Hubungan antara Persentase Kadar Air


Optimum dengan Campuran Limbah Gypsum

Dari Grafik 4.8 diatas, didapatkan bahwa kadar air optimum


mengalami penurunan seiring bertambahnya persentase limbah
gypsum. Dikarenakan dikarenakan air diserap oleh limbah gypsum,
karena gypsum mengandung mineral yang sangat tinggi dan
mengandung kalsium. Jadi bisa disimpulkan bahwa limbah gypsum
memiliki daya serap air yang tinggi sehingga kadar air yang
terkandung dalam tanah berkurang.

78
4.1.7. Konsolidasi Tanah Asli dan Campuran Gypsum
A. Tanah Asli
Sampel yang digunakan untuk penellitian ini berupa tanah lempung
diambil dari Desa Sukadana, Kecamatan Pujut, Kabupaten Lombok Barat
dengan kedalaman minimal 30 cm. Dalam pengujian konsolidasi, untuk
mengetahui nilai kecepatan waktu konsolidasi dapat diperoleh dari grafik
Metode Akar Waktu (Square Root of Time Methode). Nilai kecepatan
waktu konsolidasi dapat dilihat pada Grafik berikut.

1. Tegangan 0,05 kg/cm2

20.010
Penurunan (mm)

19.980

19.950
t90 = 1,21 (menit)

19.920

19.890

19.860
0.00 5.00 10.00 15.00 20.00 25.00 30.00 35.00 40.00
Akar Waktu (menit)

Gambar 4.9 Grafik Hubungan Penurunan Dengan Akar Waktu Pada


Tegangan 0,05 kg/cm2 pada tanah asli

2. Tegangan 0,1 kg/cm2


19.900

19.850
Penurunan (mm)

19.800 t90 = 1,10 (menit)

19.750

19.700

19.650
0.00 5.00 10.00 15.00 20.00 25.00 30.00 35.00 40.00
Akar Waktu (mm)

Gambar 4.10 Grafik Hubungan Penurunan Dengan Akar Waktu


Pada Tegangan 0,1 kg/cm2 pada tanah asli

79
3. Tegangan 0,2 kg/cm2

19.650

19.590
t90 = 0,90 (menit)
Penurunan (mm)

19.530

19.470

19.410

19.350
0.00 5.00 10.00 15.00 20.00 25.00 30.00 35.00 40.00
Akar Waktu (Menit)

Gambar 4.11 Grafik Hubungan Penurunan Dengan Akar Waktu


Pada Tegangan 0,2 kg/cm2 pada tanah asli

4. Tegangan 0,41 kg/cm2


19.430

19.370

19.310
Penurunan (mm)

19.250

19.190
t90 = 0,72 (menit)
19.130

19.070

19.010

18.950
0.00 5.00 10.00 15.00 20.00 25.00 30.00 35.00 40.00
Akar Waktu (menit)

Gambar 4.12 Grafik Hubungan Penurunan Dengan Akar


Waktu Pada Tegangan 0,4 kg/cm2 pada tanah asli

80
B. Tanah Asli + Gypsum
Sampel yang digunakan untuk penellitian ini berupa tanah lempung
diambil dari Desa Sukadana, Kecamatan Pujut, Kabupaten Lombok Barat
dengan kedalaman minimal 30 cm. Dan sampel gypsum yang diperoleh
dari hasil percetakan plafon yang sudah rusak dan tidak bisa digunaka lagi.
Pada penelitian ini menggunakan tiga variasi campuran gypsum yaitu 5%,
10% dan 15% dapat dilihat pada Tabel 4.17.
Tabel 4.17 Sampel Uji Konsolidasi

Pengujian Konsoliadasi Variasi


Campuran Tanah (Gram) Gypsum (Gram)
5% 63,124 3,322
10% 60,499 6,722
15% 60,768 10,722
Total 184,391 20,766
Dalam pengujian konsolidasi yang dicampur dengan gypsum, untuk
mengetahui nilai kecepatan waktu konsolidasi dapat diperoleh dari grafik
Metode Akar Waktu (Square Root of Time Methode). Nilai kecepatan
waktu konsolidasi pada variasi 5%, 10% dan 15% dapat dilihat pada
Grafik berikut.
1) Nilai kecepatan waktu konsolidasi pada variasi 5%
a. Tegangan 0,05 kg/cm2
20.020

20.010
Penurunan (mm)

20.000 t90 = 1,21 (menit)


19.990

19.980

19.970
0.00 5.00 10.00 15.00 20.00 25.00 30.00 35.00 40.00
Akar Waktu (menit)

Gambar 4.13 Grafik Hubungan Penurunan Dengan Akar Waktu Pada


Tegangan 0,05 kg/cm2 pada tanah asli + 5% gypsum

81
b. Tegangan 0,1 kg/cm2
20.015

20.010
Penurunan (mm)

20.005 t90 = 1 (menit)

20.000

19.995

19.990
0.00 5.00 10.00 15.00 20.00 25.00 30.00 35.00 40.00
Akar Waktu (mm)

Gambar 4.14 Grafik Hubungan Penurunan Dengan Akar Waktu


Pada Tegangan 0,1 kg/cm2 pada tanah asli + 5% gypsum

c. Tegangan 0,2 kg/cm2


20.020

20.010

20.000
Penurunan (mm)

t90 = 0,90 (menit)


19.990

19.980

19.970

19.960

19.950
0 5 10 15 20 25 30 35 40
Akar Waktu (Menit)

Gambar 4.15 Grafik Hubungan Penurunan Dengan Akar Waktu


Pada Tegangan 0,2 kg/cm2 pada tanah asli + 5% gypsum

82
d. Tegangan 0,41 kg/cm2
20.040

20.000

Penurunan (mm)
19.960
t90 = 0,81 (menit)
19.920

19.880

19.840

19.800
0 5 10 15 20 25
Akar Waktu

Gambar 4.16 Grafik Hubungan Penurunan Dengan Akar Waktu


Pada Tegangan 0,41 kg/cm2 pada tanah asli + 5% gypsum

2) Nilai kecepatan waktu konsolidasi pada variasi 10%


a. Tegangan 0,05 kg/cm2
20.020

20.010
Penurunan (mm)

t90 = 1,323(menit)
20.000

19.990

19.980
0.00 5.00 10.00 15.00 20.00 25.00 30.00 35.00 40.00
Akar Waktu (menit)

Gambar 4.17 Grafik Hubungan Penurunan Dengan Akar Waktu


Pada Tegangan 0,05 kg/cm2 pada tanah asli + 10% gypsum

83
b. Tegangan 0,1 kg/cm2

20.020

20.010

Penurunan (mm) 20.000


t90 = 1,25(menit)

19.990

19.980

19.970
0.00 5.00 10.00 15.00 20.00 25.00 30.00 35.00 40.00
Akar Waktu (mm)

Gambar 4.18 Grafik Hubungan Penurunan Dengan Akar


Waktu Pada Tegangan 0,1 kg/cm2 pada tanah asli + 10%
gypsum

c. Tegangan 0,2 kg/cm2

20.010

19.990
Penurunan (mm)

19.970
t90 = 0,92(menit)
19.950

19.930

19.910

19.890
0 5 10 15 20 25 30 35 40
Akar Waktu (Menit)

Gambar 4.19 Grafik Hubungan Penurunan Dengan Akar


Waktu Pada Tegangan 0,2 kg/cm2 pada tanah asli + 10%
gypsum

84
d. Tegangan 0,41 kg/cm2

20.020

19.970
t90 = 0,81(menit)
Penurunan (mm)

19.920

19.870

19.820

19.770

19.720
0 5 10 15 20 25
Akar Waktu

Gambar 4.20 Grafik Hubungan Penurunan Dengan Akar


Waktu Pada Tegangan 0,4 kg/cm2 pada tanah asli + 10%
gypsum

3) Nilai kecepatan waktu konsolidasi pada variasi 15%


a. Tegangan 0,05 kg/cm2
20.020

20.010
Penurunan (mm)

20.000
t90 = 1,538(menit)

19.990

19.980

19.970
0.00 5.00 10.00 15.00 20.00 25.00 30.00 35.00 40.00
Akar Waktu (menit)

Gambar 4.21 Grafik Hubungan Penurunan Dengan Akar


Waktu Pada Tegangan 0,05 kg/cm2 pada tanah asli + 15%
gypsum

85
b. Tegangan 0,1 kg/cm2

19.985

Penurunan (mm)
19.980
t90 = 1,43(menit)
19.975

19.970

19.965

19.960
0.00 5.00 10.00 15.00 20.00 25.00 30.00 35.00 40.00
Akar Waktu (mm)

Gambar 4.22 Grafik Hubungan Penurunan Dengan Akar


Waktu Pada Tegangan 0,1 kg/cm2 pada tanah asli + 15%
gypsum

c. Tegangan 0,2 kg/cm2

19.980

19.970
Penurunan (mm)

19.960
t90 = 1(menit)
19.950

19.940

19.930

19.920

19.910
0 5 10 15 20 25 30 35 40
Akar Waktu (Menit)

Gambar 4.23 Grafik Hubungan Penurunan Dengan Akar


Waktu Pada Tegangan 0,2 kg/cm2 pada tanah asli + 15%
gypsum

86
d. Tegangan 0,41 kg/cm2
19.940

19.930

Penurunan (mm) 19.920


t90 = 0,85(menit)
19.910

19.900

19.890

19.880
0 5 10 15 20 25
Akar Waktu

Gambar 4.24 Grafik Hubungan Penurunan Dengan Akar


Waktu Pada Tegangan 0,41 kg/cm2 pada tanah asli +
15% gypsum

Tabel 4.18 Rekapitulasi Hasil Perhitungan t90

Jenis t90 Pada Tegangan (P) (Kg/cm2)


0.05 0.1 0.2 0.41
Tanah asli 1.21 1.10 0.90 0.72
Tanah asli + 5% gypsum 1.21 1 0.90 0.81
Tanah asli + 10% gypsum 1.323 1.25 0.92 0.81
Tanah asli + 15% gypsum 1.538 1.43 1 0.85

Dari pengujian konsolidasi, dapat dilihat pada Tabel 4.18


rekapitulasi hasil perhitungan t 90, maka semakin banyak
penambahan limbah gypsum maka nilai koefisien konsolidasi
(Cv) semakin besar. Yaitu pada tanah asli dengan tekanan 0,05
Kg/m2nilai Cv sebesar 1,21. Dan pada saat penambahan 15%
gypsum dengan tekanan 0.05 Kg/m2 menjadi semakin besar
dengan nilai Cv 1,538. Perubahan nilai Cv yang semaskin besar

87
dikarenakan rongga yang terdapat pada tanah asli telah terisi
oleh gypsum, semakin besar penurunannya maka akan semakin
padat.

4.1.8. Nilai Indeks Pemampatan (Cc)

Gambar 4.25 Indeks pamampatan Cc


Grafik ini menjelaskan proses bagaimana suatu tanah dibebani dengan
nilai lebih besar dari nilai tekanan overburden tanah. Kemudian beban
tersebut diangkat (unloading) dan dibebani kembali (preloading).
Dapat dilihat pada Tabel 4.19 nilai Cc pada tanah asli dan tanah
campuran 5%, 10% dan 15% gypsum.

Tabel 4.19 Rekapitulasi Hasil Perhitungan Cc

Jenis Cc
Tanah asli 0,3100
Tanah asli + 5% gypsum 0,0825
Tanah asli + 10% gypsum 0,078
Tanah asli + 15% gypsum 0,0335
Berikut adalah Grafik 4.26 nilai Cc pada tanah asli dan tanah campuran
5%, 10% dan 15% gypsum.

88
0.3500

0.3000 0.3100

0.2500

0.2000
Cc

0.1500

0.1000
0.0825 0.0780
0.0500
0.0335
0.0000
Tanah asli Tanah asli + 5% Tanah asli + 10% Tanah asli + 15%
gypsum gypsum gypsum

Gambar 4.26 Grafik Nilai Cc tanah asli dan tanah campuran

Nilai indeks pemampatan (Cc) dari hasil pengujian konsolidasi


menurun, dapat dilihat pada Grafik 4.26 dengan sampel tanah asli dan
campuran gypsum menurun. Penurunan terjadi karena sifat gypsum
yaitu mengandung mineral dan kalsium, sehingga rongga-rongga pori
yang terdapat pada tanah asli diisi oleh gypsum. Karena itu material
tanah asli dan gypsum saling mengikat, sehingga rongga-rongga
tersebut terisi menjadi lebih padat. Dengan semakin banyaknya
persentase campuran gypsum yang digunakan, maka nilai angka pori (e)
yang ada pada tanah tersebut semakin berkurang. Jadi, ini menunjukkan
pencampuran limbah gypsum mampu memperbaiki nilai Cc tanah.

4.1.9. Nilai Penurunan Konsolidasi (Sc)


Ditinjau lapisan tanah lempung jenuh dengan tebal H. Akibat
adanya beban yang bekerja, lapisan tanah menerima tambahan tegangan
geser sebesar ∆p. Dianggap regangan arah lateral nol. Pada akhir
konsolidasi, terdapat tambahan tegangan efektif vertikal sebesar (∆p).
Sebagai akibat penambahan tegangan dari po’ ke p1’ (dengan p1’ = po’ +
∆p) terjadi pengurangan angka pori dari e0 ke e1. Dapat dilihat pada

89
Tabel 4.20 nilai Sc pada tanah asli dan tanah campuran 5%, 10% dan
15% gypsum.
Tabel 4.20 Rekapitulasi Hasil Perhitungan Sc

Jenis Sc (Cm)
Tanah asli 1,4580
Tanah asli + 5% gypsum 0,0951
Tanah asli + 10% gypsum 0,0780
Tanah asli + 15% gypsum 0,0470
Berikut adalah Grafik 4.27 nila Sc pada sampel tanah asli dan sampel
tanah campuran 5%, 10% dan 15% gypsum.
1.6000
1.4580
1.4000

1.2000

1.0000
Sc

0.8000

0.6000

0.4000

0.2000
0.0951 0.0780 0.0470
0.0000
Tanah asli Tanah asli + 5% Tanah asli + Tanah asli +
gypsum 10% gypsum 15% gypsum

Gambar 4.27 Grafik Nilai Sc tanah asli dan tanah campuran

Nilai penurunan konsolidasi (Sc) dari hasil pengujian konsolidasi


mengalami penurunan seiring bertambahnya persentase campuran
limbah gypsum. Karena penurunan konsolidasi (Sc) berbanding lurus
dengan nilai indeks pemampatan (Cc), sehingga ketika nilai Cc
menurun maka nilai Sc juga akan berkurang. Hal ini sesuai dengan
penelitian (Marliyanto, 2018) dan (Neny, 2022).

4.2. Pembahasan
Dari hasil pengujian sifat fisik dan mekanik, berikut pembahasannya:

90
a) Pengujian Kadar Air
Berdasarkan hasil pengujian kadar air tanah, tanah lempung
ekspansif pada Desa Sukadana, Kecamatan Pujut, Kabupaten Lombok
Tengah yang menggunakan 2 sampel benda uji didapatkan kadar air
rata-rata sebesar 48,78% hasil pengujian kadar air tanah dapat dilihat
pada Tabel 4.1.
b) Berat Jenis
Berdasarkan hasil pengujian berat jenis tanah, tanah lempung
ekspansif pada Desa Sukadana, Kecamatan Pujut, Kabupaten Lombok
Tengah yang menggunakan 2 sampel benda uji, didapatkan berat jenis
rata-rata sebesar 2,118 gr/cm3 hasil pengujian berat jenis dapat dilihat
pada Tabel 4.2.
c) Berat Volume Tanah
Berdasarkan hasil pengujian berat volume tanah, tanah lempung
ekspansif pada Desa Sukadana, Kecamatan Pujut, Kabupaten Lombok
Tengah yang menggunakan 2 sampel benda uji, didapatkan volume rata
– rata tanah basah (γ wet) sebesar 1,682 gr/cm3 dan berat volume tanah
kering (γdry) sebesar 1,132 gr/cm3 pada kadar air 48,66%. Hasil
pengujian berat volume dapat dilihat pada Tabel 4.3.
d) Analisa Saringan dan Hidrometer
Hasil pengujian analisa saringan dan hidrometer memiliki
prosentase lolos saringan no. 200 (0,075 mm) sebesar 73,74%. Menurut
sistem klasifiksi tanah USCS (Unified Soil Classification System),
Tanah lempung ekspansif pada Desa Sukadana, Kecamatan Pujut,
Kabupaten Lombok Barat memiliki nilai prosentase butiran lolos
saringan no. 200 (0,075 mm) lebih dari 50% sehingga termasuk tanah
berbutir halus lempung tak organik dengan plastisitas tinggi, lempung
gemuk (fat clays) dengan simbol CH. Hasil analisa saringan dan
hidrometer dapat dilihat pada Grafik 4.1.
e) Pengujian Batas Atterberg Tanah Asli dan Campuran Gypsum

91
Dari hasi pengujian maka didapatkan hasil uji batas atterberg tanah
asli dan campuran limbah gypsum dapat dilihat pada tabel 4.15 dan
dapat dilihat pada grafik hasil uji batas atterberg tanah asli dan
campuran limbah gypsum dapat dilihat pada Grafik 4.2 diatas, bahwa:
a. Batas Cair (LL)
Hasil uji batas cair pada sampel tanah asli didapatkan nilai
59,628% sedangkan pada sampel tanah + gypsum mengalami
penurunan, seiring bertambahnya persentase gypsum maka LL
semakin kecil. Penurunan terkecil pada sampel tanah + 15%
gypsum dengan nilai 49,998%. Hal ini terjadi karena limbah
gypsum menyebabkan diameter butiran tanah yang berukuran besar
semakin banyak, sehingga menjadikan partikel tanah semakin
mudah terlepas dari ikatannya.
b. Batas Plastis (PL)
Hasil uji batas plastis pada sampel tanah asli didapatkan nilai
sebesar 27,63% namun setelah dicampur dengan limbah gypsum
dengan persentase 5%, 10% dan 15% terjadi peningkatan.
Peningkatan ini terjadi karena penurunan kohesi, yang
menyebabkanikatan antar tanah semakin berkurang, sehingga
dibutuhkan penambahan air untuk setiap campuran gypsum agar
menjadi plastis.
c. Indeks Plastis (PI)
Indeks plastis (PI) didapatkan dengan rumus batas cair
dikurangi patas plastis (PI = LL - PL). Maka nilai PI bergantung
pada nilai batas plastis dan batas cair pada suatu jenis tanah. Nilai
PI terbesar terjadi pada tanah asli dengan nilai 31,961%. Nilai PI
terkecil pada tanah campuran gypsum dengan persentase 15%
sebesar 14,07%.
f) Pemadatan Tanah Asli dan Campuran
Dari hasil pengujian pemadatan, didapatkan nilai berat volume
kering (γdmax) dan nilai kadar air optimum (wopt), hubungan antara berat

92
volume kering bisa dilihat pada Grafik 4.7 bahwa didapatkan berat
volume kering mengalami kenaikan seiring bertambahnya persentase
limbah gypsum. Dikarenakan penambahan limbah gypsum
menyebabkan ukuran diameter butiran menjadi bervariasi, sehingga saat
dipadatkan masing-masing butiran akan masuk ke pori-pori sesuai
dengan ukuran butirannya. Hal ini menyebabkan berat volume kering
maksimum tanah menjadi lebih besar.
Sedangkan untuk kadar air optimum dari sampel tanah asli dan
persentase penambahan limbah gypsum dapat dilihat pada Grafik 4.8
yaitu bahwa kadar air optimum mengalami penurunan seiring
bertambahnya persentase limbah gypsum. Dikarenakan air diserap oleh
limbah gypsum, karena gypsum mengandung mineral yang sangat
tinggi dan mengandung kalsium. Jadi bisa disimpulkan bahwa limbah
gypsum memiliki daya serap air yang tinggi sehingga kadar air yang
terkandung dalam tanah berkurang.
g) Konsolidasi Tanah Asli dan Campuran
Dari pengujian konsolidasi, dapat dilihat pada Tabel 4.18
rekapitulasi hasil perhitungan t 90, maka semakin banyak penambahan
limbah gypsum maka nilai koefisien konsolidasi (Cv) semakin besar.
Yaitu pada tanah asli dengan tekanan 0,05 Kg/m2 nilai Cv sebesar 1,21.
Dan pada saat penambahan 15% gypsum dengan tekanan 0.05
Kg/m2menjadi semakin besar dengan nilai Cv 1,538. Perubahan nilai
Cv yang semaskin besar dikarenakan rongga yang terdapat pada tanah
asli telah terisi oleh gypsum, semakin besar penurunannya maka akan
semakin padat.
Nilai indeks pemampatan (Cc) dari hasil pengujian konsolidasi
menurun, dapat dilihat pada Grafik 4.26 dengan sampel tanah asli dan
campuran gypsum menurun. Penurunan terjadi karena sifat gypsum
yaitu mengandung mineral dan kalsium, sehingga rongga-rongga pori
yang terdapat pada tanah asli diisi oleh gypsum. Karena itu material
tanah asli dan gypsum saling mengikat, sehingga rongga-rongga

93
tersebut terisi menjadi lebih padat. Dengan semakin banyaknya
persentase campuran gypsum yang digunakan, maka nilai angka pori (e)
yang ada pada tanah tersebut semakin berkurang. Jadi, ini menunjukkan
pencampuran limbah gypsum mampu memperbaiki nilai Cc tanah.
Nilai penurunan konsolidasi (Sc) dari hasil pengujian konsolidasi
mengalami penurunan seiring bertambahnya persentase campuran
limbah gypsum dengan persentase campuran 5%, 10% dan 15% dapat
dilihat pada Grafik 4.27. Karena penurunan konsolidasi (Sc) berbanding
lurus dengan nilai indeks pemampatan (Cc), sehingga ketika nilai Cc
menurun maka nilai Sc juga akan berkurang.

94
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN

5.1. Kesimpulan
d. Dari pengujian sifat fisik tanah, menunjukkan bahwa jenis tanah
termasuk jenis lempung ekspensif dengan plastisitas tinggi yang
termasuk dalam klasifikasi AASHTO termasuk kelompok A-7-6 yaitu
tanah berbutir halus >35% lolos saringan 200, dengan nilai batas cair
(LL) sebesar 59,628%, nilai batas plastis (PL) sebesar 27,67% dan nilai
indeks plastis sebesar (PI) 31,961%. Dengan kadar air yang diperoleh
sebesar 48,78%, berat jenisnya sebesar 1,118% dan berat volume
sebesar 1,132 gr/cm3
e. Hasil indeks pemampatan (Cc) tanah asli sebesar 0.31 dan
perbedaannya setelah dicampur dengan limbah gypsum pada persentase
15%, nilai indeks pemampatan (Cc) menurun, dengan nilai 0.0335.
Pada tanah asli dengan tekanan 0,05 Kg/m2 nilai Cv sebesar 1,21
cm2/dtk. Dan nilainya berbeda pada saat penambahan 15% gypsum
dengan tekanan 0.05 Kg/m2 menjadi semakin besar dengan nilai Cv
1,538 cm2/dtk, nilai hasil penurunan konsolidasi (Sc) tanah asli sebesar
1,458 cm dan setelah dicampur dengan limbah gypsum pada persentase
15% nilai Sc menurun, dengan nilai 0,047 cm.
5.2. Saran
1) Dalam pembacaan dial pada saat ujii konsolidasi perlu ketelitian yang
tinggi.
2) Saat penggunaan alat oedometer harus diatur dengan kondisi yang
tepat dan ketika pengujian berlangsung, pastikan alat tersebut terhindar
dari gangguan yang dapat berpengaruh pada pembacaan dailnya.

95
DAFTAR PUSTAKA

Ardiansah, dkk (2020). Kajian Desain Perbaikan Tanah Dasar Lunak


Menggunakan Geotekstil Dalam Pembangunan Infrastruktur
Kawasan pariwisata Mandalika. Jurnal Teknik Sipil, Fakultas Teknik,
Universitas Mahasaraswati Mataram

Bowles. J. E. 1991. Sifat – sifat Fisis Dan Geoteknis Tanah. Edisi Kedua. Penerbit
Erlangga, Jakarta.

Casagrande A, (1948).Classification and Identification of Soils, Transactions,


ASCE.

Desy Islandy, Neny (2022). Stabilisasi Tanah Lempung Menggunakan Kapur


Terhadap Penurunan Konsolidasi Pada Ruas Jalan Raya Wonogiri–
Ponorogo (Desa Tanggulangin, Kecamatan Jatisrono, Kabupaten
Wonogiri). Diss. Universitas Muhammadiyah Surakarta.

Dewi, R., Sutejo, Y., Rahmadini, R., & Arfan, M. (2019). Pengaruh Limbah
Plafon Gipsum Terhadap Penurunan Konsolidasi Pada Tanah
Lempung Ekspansif. Cantilever, Jurnal Penelitian dan Kajian Bidang
Teknik Sipil.

Gatot Rusbintardjo (2005). Diktat Kuliah Perkerasan Jalan. Fakultas Teknik


Jurusan Teknik Sipil Unissula. Semarang.

Hardiyatmo, H. C. (2019). Mekanika Tanah I Gadjah Mada University Press. Jilid


VII. Yogyakarta.

Kusuma, R. I., Mina, E., & Fakhri, N. (2018). Stabilisasi Tanah Lempung Lunak
Dengan Memanfaatkan Limbah Gypsum Dan Pengaruhnya Terhadap
Nilai California Bearing Ratio (CBR) (Studi Kasus Jalan Simpang
Kertajaya, Kec. Sumur, Kab. Pandeglang. Fondasi: Jurnal Teknik
Sipil. Universitas Sultan Ageng Tirtayasa.

96
Marliyanto, M. S., & Qunik Wiqoyah, S. T. (2018). Penurunan Konsolidasi
Tanah Lempung di Desa Kemiri, Kec. Kebakkramat, Kab.
Karanganyar yang Distabilisasi Campuran Gipsum dan Tras.
Doctoral dissertation, Universitas Muhammadiyah Surakarta.

Metcalf, J.B,. & Ingels, O.G., (1977). Soil Stabilization. Butterworths.

Mujiwati, Sri Endah, S. T. Qunik Wiqoyah, and S. T. Agus Susanto.


(2017). Tinjauan Penurunan Konsolidasi Tanah Lempung Kecamatan
Sukodono Yang Distabilisasi Dengan Garam Dapur (NaCl). Diss.
Universitas Muhammadiyah Surakarta.

Tumurang, S. R. (2022). Stabilisasi Tanah Lempung Dengan Semen Dan Gypsum


Ditinjau Dari Nilai CBR (Stabilization Of Clay With Portland Cement
And Gypsum In Term Of California Bearing Ratio). Universitas Islam
Indonesia.

Wiqoyah, Q., Wulandari, S. T., & Wijaya, D. T. (2023). Penurunan Konsolidasi


Tanah Lempung Kecamatan Sambi Kabupaten Boyolali yang
Distabilisasi dengan Limbah Keramik. Bentang: Jurnal Teoritis dan
Terapan Bidang Rekayasa Sipil. Universitas Muhammadiyah
Surakarta.

(SNI 2812 : 2011). (2011) Cara Uji Konsolidasi Tanah Satu Dimensi

(SNI 1964 : 2008). (2008). Cara Uji Berat Jenis Tanah.

(SNI 1965 : 2008). (2008). Cara Uji Penentuan Kadar Air untuk Tanah dan
Batuan Di Laboratorium.

97

Anda mungkin juga menyukai