Anda di halaman 1dari 100

TESIS

KAJIAN PENERAPAN ADVANCED OXIDATION PROCESS (AOP) PADA


PENGOLAHAN AIR LIMBAH BATIK PEMBILASAN MENGGUNAKAN
OZON GELEMBUNG MIKRO

Disusun Oleh :
YUDHISTIRA YOSSA ADIRAJASA
24040121410013

PROGRAM STUDI MAGISTER FISIKA


DEPARTEMEN FISIKA
FAKULTAS SAINS DAN MATEMATIKA
UNIVERSITAS DIPONEGORO
SEMARANG
2023
Januari, 2023
TESIS
KAJIAN PENERAPAN ADVANCED OXIDATION PROCESS (AOP) PADA
PENGOLAHAN AIR LIMBAH BATIK PEMBILASAN MENGGUNAKAN
OZON GELEMBUNG MIKRO

Tesis disusun untuk memenuhi salah satu syarat mencapai derajat Pasca Sarjana
Magister Fisika (MIF)

Disusun Oleh :
YUDHISTIRA YOSSA ADIRAJASA
24040121410013

PROGRAM STUDI MAGISTER FISIKA


DEPARTEMEN FISIKA
FAKULTAS SAINS DAN MATEMATIKA
UNIVERSITAS DIPONEGORO
SEMARANG
2023
Januari, 2023
HALAMAN PERNYATAAN ORISINALITAS
Tesis ini adalah karya saya sendiri dan semua sumber baik yang dikutip maupun
dirujuk telah saya nyatakan dengan benar.
Nama : Yudhistira Yossa Adirajasa
NIM : 24040121410013
Tanda Tangan :

Tanggal : Januari 2023


HALAMAN PENGESAHAN
TESIS
KAJIAN PENERAPAN ADVANCED OXIDATION PROCESS (AOP) PADA
PENGOLAHAN AIR LIMBAH BATIK PEMBILASAN MENGGUNAKAN
OZON GELEMBUNG MIKRO
Disusun Oleh:
Yudhistira Yossa Adirajasa
NIM. 24040121410013
Telah berhasil dipertahankan di depan penguji dan telah diterima sebagai salah
satu persyaratan yang diperlukan untuk memperoleh gelar Magister Fisika
Fakultas Sains dan Matematika Universitas Diponegoro

Ditetapkan di : Semarang
Tanggal : 20 Januari 2023
Ketua Prodi Magister Fisika

Dr. Eng. Eko Hidayanto, S.Si., M.Si.


NIP. 197301031998021001
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur penulis panjatkan ke hadirat Allah SWT atas rahmat dan
hidayahnya, sehingga penulis dapat menyelesaikan tesis dengan judul “Kajian
Penerapan Advanced Oxidation Process (AOP) pada Pengolahan Air Limbah
Batik Pembilasan Menggunakan Ozon Gelembung Mikro”.
Banyak hambatan yang penulis hadapi selama penyusunan tesis. Namun
atas bimbingan, masukan, dan bantuan dari berbagai pihak, segala hambatan
tersebut dapat dilalui dengan baik dan lancar. Oleh karena itu, penulis ingin
mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah membantu dalam
penyusunan tesis ini kepada:
1. Prof. Dr. Muhammad Nur, DEA, selaku pembimbing utama yang telah
memberikan ilmu, inspirasi serta motivasi serta dengan penuh kesabaran
membimbing penulis dalam proses penyusunan dan penulisan tesis.
2. Dr. Dra. Sumariyah, M. Si., selaku pembimbing kedua yang telah
memberikan arahan dan bimbingan kepada penulis dalam penyusunan
tesis.
3. Hartono dan Murtiningsih, selaku orang tua penulis yang senantiasa
memberikan dukungan kepada penulis.
4. Rekan dan kakak-kakak Laboratorium Center of Plasma Research yang
telah memberikan banyak bantuan dan dukungan kepada penulis.
Penulis menyadari bahwa tesis ini masih mempunyai kekurangan
dikarenakan keterbatasan pengalaman dan pengetahuan yang dimiliki penulis.
Oleh karena itu, penulis mengharapkan kritik dan saran yang membangun dari
berbagai pihak. Semoga tesis ini dapat memberikan manfaat bagi kita semua,
terlebih khusus bagi pengembangan ilmu fisika.

Semarang, Januari 2023

Penulis
ABSTRAK
Penelitian ini mengkaji pengolahan air limbah batik menggunakan ozon
gelembung mikro pada skala laboratorium dan skala lapangan. Proses pengolahan
tersebut dinamakan sebagai proses oksidasi lanjut (Advanced Oxidation
Process/AOP) di mana selain ozon, radikal hidroksil yang terbentuk akan
mengoksidasi limbah yang kompleks menjadi molekul yang lebih sederhana.
Preparasi dan pengambilan sampel air limbah mengacu pada SNI 8990:2021.
Limbah batik yang digunakan adalah air limbah pembilasan. Penelitian yang
dilakukan pada skala laboratorium meliputi optimasi generator ozon, pengukuran
diameter dan lifetime gelembung mikro, pengukuran konsentrasi limbah,
pengolahan limbah, serta analisis data. Kegiatan optimasi generator ozon meliputi
pengukuran kelarutan, konsentrasi, dan kapasitas ozon sebagai fungsi kecepatan
aliran udara. Hasil dari optimasi kelarutan, konsentrasi, dan kapasitas ozon
sebagai fungsi kecepatan aliran udara adalah sebesar 0,4 L/menit yang kemudian
diterapkan pada pengolahan air limbah batik sebesar 20 liter selama 5 jam dengan
interval 0,5 jam. Parameter limbah yang diukur pada skala laboratorium terdiri
dari pH, suhu, TDS, EC, COD, dan BOD. Penelitian yang dilakukan pada skala
lapangan yaitu pengolahan air limbah batik sebesar 1000 liter selama 30 jam
dengan interval 6 jam dengan menerapkan hasil optimasi pada skala laboratorium.
Parameter yang diukur pada skala lapangan terdiri dari pH, suhu, TDS, EC, COD,
BOD, TSS, Ammonia, minyak dan lemak. Hasil penelitian skala laboratorium dan
skala lapangan menunjukkan bahwa semakin lama waktu pengolahan limbah
menggunakan ozon gelembung mikro maka nilai parameter air limbah seperti
TDS, EC, COD, BOD, TSS, Ammonia, minyak dan lemak akan semakin
menurun. Hal ini ditandai dengan penelitian pada skala laboratorium diperoleh
adanya perubahan warna yang menjadi lebih jernih dan penelitian pada skala
lapangan diperoleh kadar parameter yang telah sesuai dengan baku mutu air
limbah setelah diolah selama 18 jam menggunakan ozon gelembung mikro,
kecuali minyak dan lemak.

Kata kunci: Advanced Oxidation Process (AOP), ozon gelembung mikro, air limbah
batik.
ABSTRACT
This research examines the processing of batik wastewater using microbubbles
ozone at the laboratory scale and field scale. The treatment process is called an
Advanced Oxidation Process (AOP) where, in addition to ozone, the hydroxyl
radicals formed will oxidize the wastewater into simpler molecules. The
preparation and sampling of wastewater refers to SNI 8990:2021. The batik
wastewater used was a wastewater for washing. The research was conducted on a
laboratory scale includes generator optimization, measurement of diameter and
lifetime of microbubbles, measurement of wastewater concentration, wastewater
treatment, and data analysis. Optimization generator include measuring the
solubility, concentration, and capacity of ozone as a function of airflow velocity.
The result of the solubility, concentration, and capacity of ozone optimization was
0.4 L/minute which is then applied to the processing of 20 liters of batik
wastewater for 5 hours with 0,5 hour intervals. Wastewater parameters measured
on a laboratory scale consisted of pH, temperature, TDS, EC, COD, and BOD.
The research was conducted on a field scale that was the processing of 1000 liters
of batik wastewater for 30 hours at 6 hours intervals by applying the results of
optimization on a laboratory scale and analysis of environmental pollution loads.
Parameters measured at the field scale consisted of pH, temperature, TDS, EC,
COD, BOD, TSS, Ammonia, oil and fat. The results of laboratory scale and field
scale research show that the longer the wastewater treatment time using micro-
bubble ozone, the value of the wastewater parameters such as TDS, EC, COD,
BOD, TSS, Ammonia, oil and fat would be decrease. This is marked by research
on a laboratory scale obtained by a change in color which becomes clearer and
research on a field scale obtained wastewater parameter levels that were in
accordance with wastewater quality standards after being treated for 18 hours
using micro-bubble ozone, except for oil and fat.

Keyword: Advanced Oxidation Process (AOP), microbubble ozone, batik


wastewater.
DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL...............................................................................................ii
HALAMAN PERNYATAAN ORISINALITAS...................................................iii
HALAMAN PENGESAHAN................................................................................iv
KATA PENGANTAR.............................................................................................v
ABSTRAK..............................................................................................................vi
ABSTRACT...........................................................................................................vii
DAFTAR ISI........................................................................................................viii
DAFTAR GAMBAR...............................................................................................x
DAFTAR TABEL..................................................................................................xii
BAB I.......................................................................................................................1
PENDAHULUAN...................................................................................................1
1.1 Latar Belakang..........................................................................................1
1.2 Tujuan........................................................................................................3
1.3 Manfaat......................................................................................................3
1.4 Batasan Masalah........................................................................................4
BAB II......................................................................................................................5
KAJIAN PUSTAKA................................................................................................5
2.1 Air Limbah Batik.......................................................................................5
2.1.1 Pengertian Air Limbah Batik.............................................................5
2.1.2 Karakteristik Air Limbah Batik.........................................................7
2.2 Ozon........................................................................................................11
2.2.1 Transfer Massa Ozon.......................................................................11
2.2.2 Kelarutan dan Dekomposisi Ozon dalam Air..................................14
2.2.3 Generator Ozon................................................................................15
2.2.4 Sintesis Ozon....................................................................................17
2.2.5 Ozonasi.............................................................................................19
2.3 Gelembung Mikro...................................................................................21
2.3.1 Karakteristik Gelembung Mikro......................................................21
2.3.2 Generator Gelembung Mikro...........................................................24
2.3.3 Aplikasi Ozon Gelembung Mikro dalam Pengolahan Air Limbah..25
2.4 Hipotesis Penelitian.................................................................................26
BAB III..................................................................................................................27
METODE PENELITIAN.......................................................................................27
3.1 Waktu dan Tempat Penelitian.................................................................27
3.2 Alat dan Bahan........................................................................................28
3.3 Prosedur Penelitian..................................................................................29
3.3.1 Penelitian Skala Laboratorium.........................................................31
3.3.2 Penelitian Skala Lapangan...............................................................33
3.4 Preparasi dan Pengambilan Sampel........................................................34
3.5 Pengujian Sampel....................................................................................36
3.5.1 Pengujian COD................................................................................36
3.5.2 Pengujian BOD................................................................................36
3.5.3 Pengujian TDS.................................................................................36
3.5.4 Pengujian EC....................................................................................36
3.5.5 Pengujian TSS..................................................................................37
3.5.6 Pengujian pH....................................................................................37
3.5.7 Pengujian Ammonia (NH3-N).........................................................37
3.5.8 Pengujian Minyak lemak.................................................................37
BAB IV..................................................................................................................38
HASIL DAN PEMBAHASAN..............................................................................38
4.1 Penelitian Skala Laboratorium................................................................38
4.1.1 Optimasi Generator Ozon................................................................38
4.1.2 Distribusi Ukuran dan Lifetime Gelembung Mikro.........................40
4.1.3 Pengukuran Konsentrasi Air limbah Batik......................................43
4.1.4 Pengaruh Waktu Perlakuan terhadap Parameter pH dan Suhu........44
4.1.5 Pengaruh Waktu Perlakuan terhadap Parameter TDS dan EC........46
4.1.6 Pengaruh Waktu Perlakuan Terhadap Parameter COD dan BOD...48
4.2 Penelitian Skala Lapangan......................................................................50
4.2.1 Pengaruh Waktu Perlakuan terhadap Parameter pH dan Suhu........50
4.2.2 Pengaruh Waktu Perlakuan terhadap Parameter TDS dan EC........52
4.2.3 Pengaruh Waktu Perlakuan Terhadap Parameter COD dan BOD...53
4.2.4 Pengaruh Waktu Perlakuan Terhadap Parameter TSS.....................55
4.2.5 Pengaruh Waktu Perlakuan Terhadap Parameter Ammonia (NH3-N)
57
4.2.6 Pengaruh Waktu Perlakuan Terhadap Parameter Minyak dan Lemak
60
4.3 Penurunan Kadar Air limbah Batik oleh Ozon Gelembung Mikro.........61
4.4 Konsumsi Energi.....................................................................................66
BAB V....................................................................................................................68
KESIMPULAN DAN SARAN..............................................................................68
5.1 Kesimpulan..............................................................................................68
5.2 Saran........................................................................................................68
DAFTAR PUSTAKA............................................................................................70
DAFTAR GAMBAR
Gambar 2.1 Proses pembuatan batik tradisional dengan teknik batik blok
(Ahmad et al., 2002).........................................................................5
Gambar 2.2 Two film model oleh Lewis-Whitman...........................................12
Gambar 2.3 Skema reaktor non-termal plasma dengan model flow reaktor
(Meichsner et al., 2013)..................................................................16
Gambar 2.4 Tampang lintang DBD spiral sehingga membentuk lucutan mikro
(Saraslifah et al., 2016)...................................................................17
Gambar 2.5 Grafik konsentrasi relatif O, O2, dan O3 terhadap sepanjang
koordinat reaktor AZ dan PZ (Meichsner et al., 2013)..................19
Gambar 2.6 Klasifikasi AOP (Miklos, 2008).....................................................20
Gambar 2.7 Perbandingan karakteristik gelembung mikro dengan gelembung
konvensional (John et al., 2020).....................................................21
Gambar 2.8 Perubahan keadaan di area sekitar gelembung mikro (Li et al.,
2009)...............................................................................................22
Gambar 2.9 Peningkatan tekanan gas interior gelembung mikro selama
penyusutan (Li et al., 2009)............................................................23
Gambar 2.10 Generator gelembung mikro venturi type (Terasaka et al., 2011)..25
Gambar 3.1 Skema peralatan (a) tampak samping dan (b) tampak atas............28
Gambar 3.2 Tahapan penelitian.........................................................................30
Gambar 3.3 Metode titrasi..................................................................................32
Gambar 3.4 Skema pengukuran diameter gelembung mikro.............................32
Gambar 4.1 Grafik konsentrasi kelarutan ozon sebagai fungsi waktu...............38
Gambar 4.2 Grafik konsentrasi dan kapasitas ozon sebagai fungsi aliran udara.
........................................................................................................39
Gambar 4.3 (a) Citra kamera mikroskop 6 mm x 6 mm dengan magnitudo
1000x, pengolahan data menggunakan software imageJ (b) ukuran
gelembung, (c) jumlah gelembung, dan (d) validasi ukuran
(Athikoh et al., 2021).....................................................................40
Gambar 4.4 Grafik distribusi ukuran gelembung mikro oleh generator pipa
venturi (Athikoh et al., 2021).........................................................41
Gambar 4.5 Grafik lifetime gelembung mikro terhadap diameter gelembung
mikro (Pagureva et al., 2016).........................................................42
Gambar 4.6 Kurva standar RR 195 menggunakan spektroskopi UV-Vis..........43
Gambar 4.7 Grafik batang pada absorbansi kontrol dan 5 jam setelah diolah
pada puncak panjang gelombang 540 nm......................................44
Gambar 4.8 Grafik pH dan temperatur sebagai fungsi waktu perlakuan pada
skala laboratorium..........................................................................45
Gambar 4.9 Grafik TDS dan EC sebagai fungsi waktu perlakuan pada skala
laboratorium...................................................................................47
Gambar 4.10 Grafik Penurunan kadar TDS dan EC terhadap fungsi waktu
perlakuan pada skala laboratorium.................................................48
Gambar 4.11 Grafik COD dan BOD sebagai fungsi waktu perlakuan pada skala
laboratorium...................................................................................49
Gambar 4.12 Grafik penurunan kadar COD dan BOD terhadap fungsi waktu
perlakuan pada skala laboratorium.................................................50
Gambar 4.13 Grafik pH dan temperatur sebagai fungsi waktu perlakuan pada
skala lapangan................................................................................51
Gambar 4.14 Grafik TDS dan EC sebagai fungsi waktu perlakuan pada skala
lapangan..........................................................................................52
Gambar 4.15 Grafik penurunan kadar TDS dan EC terhadap fungsi waktu
perlakuan pada skala lapangan.......................................................53
Gambar 4.16 Grafik COD dan BOD sebagai fungsi waktu perlakuan pada skala
lapangan..........................................................................................54
Gambar 4.17 Grafik penurunan kadar COD dan BOD terhadap fungsi waktu
perlakuan pada skala lapangan.......................................................55
Gambar 4.18 Grafik TSS sebagai fungsi waktu perlakuan pada skala lapangan. 56
Gambar 4.19 Grafik penurunan kadar TSS terhadap fungsi waktu perlakuan pada
skala lapangan................................................................................57
Gambar 4.20 Grafik Ammonia sebagai fungsi waktu perlakuan pada skala
lapangan..........................................................................................58
Gambar 4.21 Grafik penurunan kadar Ammonia terhadap fungsi waktu perlakuan
pada skala lapangan........................................................................60
Gambar 4.22 Grafik Minyak dan Lemak sebagai fungsi waktu perlakuan pada
skala lapangan................................................................................61
Gambar 4.23 Pathway pengolahan RR195 dengan ozonasi. (a) pathway oksidasi
No. 1; (b) pathway oksidasi No. 2 garis solid menjelaskan pathway
oksidasidan garis putus-putus mengindikasikan bagian dari produk
ozonasi yang mungkin lebih lanjut dioksidasi menjadi komponen
yang lebih kecil (Zhang et al., 2015)..............................................62
Gambar 4.24 Skema penurunan kadar air limbah oleh ozon dan radikal hidroksil
menghasilkan molekul yang lebih sederhana atau mikro polutan
(Serna-Galvis et al., 2019)..............................................................63
Gambar 4.25 Pengaruh waktu perlakuan pada air limbah batik menggunakan
kecepatan aliran udara 0,4 L/menit pada skala laboratorium.........65
DAFTAR TABEL
Tabel 2.1 Air limbah batik yang dihasilkan oleh industri batik............................6
Tabel 2.2 Karakteristik Air limbah Batik dari Penelitian Sebelumnya.................8
Tabel 2.3 Mekanisme Dasar Sintesis Ozon (Meichsner et al., 2013).................18
Tabel 2.4 Konstanta laju reaksi dari ozon dan radikal hidroksil (Munter, 2001)20
Tabel 2.5 Spesies reaktif yang dihasilkan dari AOP berbasis ozon (Munter,
2001)...................................................................................................21
Tabel 2.6 Parameter uji.......................................................................................26
Tabel 3.1 Karakteristik air limbah batik di Kota Pekalongan dari berbagai
referensi...............................................................................................27
Tabel 3.2 Karakteristik air limbah batik pada skala laboratorium......................33
Tabel 3.3 Karakteristik air limbah batik pada skala lapangan............................34
Tabel 3.4 Pengambilan sampel air limbah menurut SNI 8990:2021..................35
Tabel 3.5 Pengambilan sampel air limbah penelitian.........................................35
Tabel 4.1 Perbandingan nilai parameter maksimum dengan lama pengolahan
menggunakan ozon gelembung mikro................................................65
Tabel 4.2 Perbandingan Konsumsi Energi per Total Massa (EEM) dari Berbagai
Teknik AOP (Mahamuni dan Adewuyi, 2010)...................................67
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Produksi batik yang terus meningkat di Kota Pekalongan menimbulkan
dampak buruk pada lingkungan sentra industri batik Kota Pekalongan (Lembaga
Penelitian Undip dan Dinas Penataan Kota, dan Lingkungan Hidup Kota
Pekalongan, 2008). Dampak tersebut berupa pencemaran air akibat air limbah
batik yang dibuang langsung ke sungai oleh para pengrajin batik tanpa diolah
terlebih dahulu sehingga air sungai memiliki bau yang tidak sedap dan menjadi
berwarna (Trimanah et al., 2021; Rejeki et al., 2021; Suhardi et al., 2017).
Sebagian besar industri batik di pekalongan merupakan pabrik sehingga debit
limbah yang dihasilkan banyak. Hasil catatan Dinas Lingkungan Hidup (DLH)
Kota Pekalongan pada tahun 2019 menyatakan bahwa sebanyak 5 juta liter/hari
air limbah yang dihasilkan oleh industri batik di seluruh Kota Pekalongan. Seperti
warna merah pada banjir yang melanda Kota Pekalongan, viral di media sosial
pada bulan Februari 2021.
Air limbah batik bersifat racun bagi lingkungan sekitar karena air limbah
batik juga mengandung bahan sintesis yang sulit untuk diolah. Beberapa
penelitian melaporkan bahwa air limbah batik mengandung senyawa seperti
minyak dan lemak, COD dan BOD, total suspended solids (TSS), total dissolved
solid (TDS), ammonia, dan logam berat (Wibowo et al., 2017; Setiyono dan
Gustaman, 2017; Tambunan et al., 2018; Daud et al., 2022; Mukimin et al.,
2018). Logam berat berbahaya dikarenakan sifatnya yang tidak dapat diolah oleh
organisme yang berada di lingkungan, sehingga terjadi akumulasi ke lingkungan
kemudian terserap oleh tanaman, sayur-sayuran, dan buah-buahan yang akhirnya
dikonsumsi oleh hewan maupun manusia. Senyawa pewarna yang digunakan
dalam membatik biasanya digunakan sekitar 5% dan 95% sisanya dibuang sebagai
air limbah. Senyawa pewarna tersebut bersifat cukup stabil, sehingga dalam
konsentrasi yang tinggi senyawa tersebut berbahaya bagi lingkungan (Wibowo et
al., 2017). Pewarna sintetis pada air limbah batik dapat menimbulkan masalah

1
2

kulit seperti iritasi kulit, dermatitis, alergi, dan kanker (Soebaryo, 2012; Garg et
al., 2002). Pewarna dengan konsentrasi yang tinggi dapat menyebabkan
kekeruhan air. Kekeruhan merupakan sifat optik yang terjadi akibat hamburan
cahaya oleh partikel yang menyebar di dalam air membentuk koloid. Kekeruhan
air yang ditimbulkan dapat menghalangi sinar matahari memasuki aliran air
sehingga mengganggu proses fotosintesis yang mengakibatkan produktivitas
ekosistem terganggu (Choi et al., 2004).
Berdasarkan Permen LHK RI No. 6 Tahun 2021 dan Perda Kota
Pekalongan no. 9 tahun 2015 yang pada dasarnya limbah yang dibuang ke
lingkungan harus diolah terlebih dahulu sehingga aman bagi lingkungan. Terdapat
berbagai cara dalam pengolahan limbah salah satunya dengan cara meningkatkan
proses oksidasi lanjut atau Advanced Oxidation Process (AOP) (Athikoh et al.,
2021). Ozon, UV, dan fenton merupakan salah satu contoh dari penerapan AOP.
Fenton mampu menguraikan limbah secara cepat, tetapi akan terbentuk endapan
dan tidak ramah lingkungan (Mahtab et al., 2022). Penggunaan UV saja dalam
mengolah limbah tidak cukup dalam mengolah limbah, untuk itu perlu kombinasi
seperti UV/fenton, UV/ozon, UV/TiO2, dan UV/H2O2 (Buthiyappan et al., 2015).
AOP berbasis ozon adalah yang paling efektif jika dibandingkan dengan yang
lain. Hal ini dikarenakan, ozon merupakan oksidator kuat (Aydin et al., 2018; Shu
dan Huang, 1995) yang mampu menguraikan limbah secara cepat, tidak terbentuk
endapan, dan radikal hidroksil yang dihasilkan tinggi, serta memiliki efektivitas
yang baik untuk mereduksi pewarna maupun parameter racun lainnya (Rekhate
dan Srivastava, 2020). Selain itu, keuntungan dari AOP berbasis ozon, biaya yang
digunakan lebih murah dan lebih ramah lingkungan. Produksi ozon dapat
menggunakan dielectric barrier discharge (DBD) dengan udara bebas sebagai
reaktan (Damideh et al., 2020; Mouele et al., 2021; Nur et al., 2017; Zahar et al.,
2019).
Jika menggunakan ozonasi saja misalnya untuk menjernihkan pewarna
masih kurang efektif, maka dari itu perlu suatu kombinasi dari proses ozonasi
untuk mencapai tujuan yang diinginkan (Solozhenko, 1995; Azbar et al., 2004).
Hal ini dikarenakan, transfer massa ozon yang rendah (Athikoh et al., 2021;
3

Shangguan et al., 2018; Zhou dan Smith, 2000). Transfer massa yang rendah pada
ozonasi dapat di atasi menggunakan gelembung mikro (Rehman et al., 2015).
Gelembung mikro merupakan gelembung kecil dengan radius kurang dari 25 µm
(bahkan nm) yang dicirikan waktu tinggal yang lama dan efisiensi transfer massa
yang tinggi (Wan et al., 2020; Yasuda et al., 2019). Ozon gelembung mikro
memiliki kemampuan untuk mereduksi warna dari air limbah tekstil (Zheng et al.,
2015; Athikoh et al., 2021; Chu et al., 2008), menguraikan polutan organik
(Nishiyama et al., 2017), dan menghilangkan partikel atau minyak (Pérez et al.,
2012). Transfer massa, reduksi warna, dan akumulasi ozon untuk praktik
pengolahan limbah tekstil, sistem gelembung mikro menjanjikan untuk
meningkatkan efisiensi ozonasi (Chu et al., 2008). Berdasarkan latar belakang
mengenai bahaya air limbah batik bagi lingkungan di kota Pekalongan jika tidak
diolah terlebih dahulu dan hasil penelitian sebelumnya yang menjanjikan
mengenai manfaat dari ozon gelembung mikro maka peneliti tertarik melakukan
penelitian dengan menggunakan ozon gelembung mikro untuk mengolah air
limbah batik pembilasan yang berada di Pekalongan.

1.2 Tujuan
Tujuan dari penelitian ini, di antaranya:
1. Menerapkan Advanced Oxidation Process (AOP) menggunakan ozon
gelembung mikro dalam menurunkan kadar/konsentrasi parameter air
limbah batik pembilasan pada skala laboratorium dan skala lapangan.
2. Mendapatkan hubungan antara waktu lama pengolahan air limbah
batik pada skala laboratorium dan skala lapangan menggunakan ozon
gelembung mikro terhadap kadar/konsentrasi parameter air limbah
batik.
3. Mendapatkan kemampuan Advanced Oxidation Process (AOP)
menggunakan ozon gelembung mikro dalam mengolah air limbah
batik bekas pencucian agar sesuai dengan baku mutu air limbah
Permen LHK NOMOR P.16/MENLHK/SETJEN/KUM.1/4/2019.
4

1.3 Manfaat
Manfaat penelitian ini, di antaranya
1. Memberikan metode baru dalam pengolahan air limbah batik yang
ramah lingkungan.
2. Metode baru ini dapat dikembangkan bagi peneliti selanjutnya untuk
diaplikasikan pada pengolahan air limbah yang lainnya.

1.4 Batasan Masalah


Masalah penelitian ini difokuskan pada:
1. Penelitian ini hanya mengkaji pengaruh waktu perlakuan ozon
gelembung mikro terhadap parameter pH, suhu, TDS, EC, COD dan
BOD untuk skala laboratorium, serta pH, suhu, TSS, TDS, EC, COD,
BOD, ammonia, minyak dan lemak untuk skala lapangan.
2. Penelitian ini hanya menggunakan setelan terbaik dari kelarutan,
konsentrasi, dan kapasitas ozon yang telah diperoleh untuk pengolahan
air limbah batik baik pada skala laboratorium maupun skala lapangan.
3. Air limbah batik yang diolah adalah air limbah batik pembilasan.
4. Jenis air limbah batik yang digunakan adalah air limbah organik.
5. Berhasilnya proses pengolahan air limbah jika kadar parameter air
limbah telah sesuai dengan baku mutu air limbah Permen LHK
NOMOR P.16/MENLHK/SETJEN/KUM.1/4/2019 untuk industri
tekstil.
BAB II
KAJIAN PUSTAKA

2.1 Air Limbah Batik


2.1.1 Pengertian Air Limbah Batik
Berdasarkan PP No. 22 Tahun 2021, air limbah adalah air yang berasal dari
suatu proses dalam suatu kegiatan. Berarti, air limbah batik merupakan air yang
berasal dari kegiatan membatik. Berdasarkan Gambar 2.1, air limbah secara
umum dihasilkan dari proses persiapan kain, fiksasi pewarna, dan penghilangan
lilin.

Gambar 2.1 Proses pembuatan batik tradisional dengan teknik batik blok
(Ahmad et al., 2002).

Karena proses pembuatan batik melibatkan penambahan bahan kimia, hal itu
dapat menyebabkan efek berbahaya jika limbah tidak dibuang dengan benar atau
tanpa pengolahan terlebih dahulu. Sekitar 80%–95% air yang digunakan dalam

5
6

proses pencelupan dilepaskan sebagai air limbah (Setiyono dan Gustaman, 2017).
Dilaporkan bahwa dalam sehari sekitar 200 liter air limbah batik dihasilkan oleh
satu industri batik (Sirait et al., 2018). Namun, jumlah air limbah yang dihasilkan
dilaporkan berbeda dari satu penelitian ke penelitian lainnya. Hal ini dikarenakan
jumlah air limbah yang dihasilkan bergantung dari proses yang terlibat dalam
produksi batik (Hassan dan Hanafiah, 2018). Adapun jumlah air limbah yang
dihasilkan dari berbagai referensi ditunjukkan pada Tabel 2.1.

Tabel 2.1 Air limbah batik yang dihasilkan oleh industri batik

Jumlah air limbah Ukuran Kain (m2) Referensi


batik yang dihasilkan
(L)
4,68 1 Handayani et al. (2018a)
1,309-5,549 1 Handayani et al. (2018b)
1,33 1 Nursanti et al. (2018)
200 4 Sirait et al. (2018)
2 1 Afzan et al. (2019)

Seiring bertumbuhnya industri batik di Indonesia yang semakin maju maka


semakin bertambahnya juga limbah batik yang dihasilkan (Murniati et al., 2015).
Dampak tersebut dapat terlihat pada sungai-sungai di sekitar kawasan industri
batik di Kota Pekalongan yang menjadi berwarna dan berbau tidak sedap
(Lembaga Penelitian Undip dan Dinas Penataan Kota, dan Lingkungan Hidup
Kota Pekalongan, 2008; Trimanah et al., 2021). Pengelolaan air limbah batik yang
dilakukan saat ini yaitu para pengrajin menampung air limbah batik di dalam
kolam atau bak khusus yang kemudian air limbah batik tersebut didiamkan
mengendap dan meresap ke dalam tanah (Yuliana, 2021). Hal ini dikarenakan
pengetahuan para pengrajin untuk mengolah air limbah batik terlebih dahulu
sebelum membuang ke lingkungan yang masih rendah (Muhimmatin, 2019).
Masalah penting dari industri pewarna, termasuk industri batik, adalah
produksi sejumlah besar air limbah yang berwarna pekat (Mahmood et al., 2005).
7

Menurut Priya dan Selvan (2017), air limbah yang mengandung zat warna dapat
dikatakan sebagai air limbah yang paling tercemar. Seperti halnya air limbah
pewarna, air limbah batik dapat menurunkan kualitas air dengan meningkatkan
warna dan kekeruhan sistem air (Warjito dan Nurrohman, 2016). Kekeruhan
merupakan sifat optik yang terjadi akibat hamburan cahaya oleh partikel yang
menyebar di dalam air membentuk koloid. Kekeruhan air yang ditimbulkan dapat
menghalangi sinar matahari memasuki aliran air sehingga mengganggu proses
fotosintesis yang mengakibatkan produktivitas ekosistem terganggu. Oleh karena
itu, kekeruhan warna akibat air limbah batik dapat mengganggu ekosistem pada
sungai (Choi et al., 2004).

2.1.2 Karakteristik Air Limbah Batik


Air limbah batik terdiri atas campuran air, pewarna, dan malam yang di
dalamnya mengandung bahan yang berbahaya bagi lingkungan (Apriyani, 2018;
Daud et al., 2022). Adanya pewarna, bahan kimia, dan logam berat seperti lilin,
resin, dan silikat dalam air limbah batik mengakibatkan limbah yang semakin sulit
untuk diolah (Rashidi et al., 2013). Hal tersebut didukung oleh penelitian terkini
yang dilakukan oleh Sutisna et al. (2017) yang menunjukkan bahwa limbah batik
cair mengandung minyak dan lemak, COD dan BOD, total suspended solids
(TSS), total dissolved solid (TDS), ammonia, pewarna organik maupun
anorganik, serta logam berat (Wibowo et al., 2017; Mukimin et al. 2018). Logam
berat berbahaya dikarenakan sifatnya yang tidak dapat diolah oleh organisme
yang berada di lingkungan, sehingga terjadi akumulasi ke lingkungan kemudian
terserap oleh tanaman, sayur-sayuran, dan buah-buahan yang akhirnya dikonsumsi
oleh hewan maupun manusia. Studi literatur yang dilakukan oleh Daud et al.
(2022) menjelaskan bahwa limbah batik memiliki pH 6-12, mengandung COD
dengan rentang dari 34 mg/L sampai 20.900 mg/L, serta mengandung logam berat
seperti kromium (Cr), timbal (Pb), kalsium (Ca), silikon (Si), magnesium (Mg),
Tembaga (Cu), Besi (Fe), dan seng (Zn).
8

Tabel 2.2 Karakteristik Air limbah Batik dari Penelitian Sebelumnya

Logam
BOD COD TSS
No Air limbah pH Berat Lainnya Referensi
(mg/L) (mg/L) (mg/L)
(mg/L)

1 Limbah dari 7.6 - 428 - Si: 226.3 - Birgani et al.


pembilasan Ca: 6.13 (2016)
pertama Mg: 1.71
Cu: 0.11
Fe: 0.61
Pb: 0.03
2 Limbah dari 6.4 - 34 - Si: 49.95 - Birgani et al.
pembilasan Ca: 4.32 (2016)
kedua Mg: 0.92
Cu: 0.18
Fe: 0.26
Pb: 0.01
3 Limbah dari - 81.74 1320 - - - Felaza dan
proses Priadi (2016)
persiapan
kain
4 Limbah dari 6 - 4230 535 Cr: 0.1385 NH3: 5.47 Hardyanti et
seluruh al. (2017)
proses
5 Air limbah - - - - Pb: 0.5844 - Puspitasari
batik sintetis (2017)

Limbah batik yang dibuang langsung ke lingkungan tanpa pengolahan


terlebih dahulu tidak diizinkan. Jika hal tersebut dilakukan, akan mengakibatkan
banyak masalah seperti aliran air terganggu, polusi lingkungan, dan mengganggu
ekosistem. Pewarna sintetis pada air limbah batik dapat menimbulkan masalah
kulit seperti iritasi kulit, dermatitis, alergi, dan kanker (Soebaryo, 2012). Warna
gelap yang ditimbulkan dapat menghalangi sinar matahari memasuki aliran air
sehingga dapat mengganggu ekosistem pada sungai (Choi et al., 2004).
Berdasarkan Permen LHK NOMOR P.16/MENLHK/SETJEN/KUM.1/4/2019
yang menyatakan “bahwa air limbah yang bersumber dari usaha dan/atau kegiatan
industri tekstil berpotensi mencemari media air sehingga perlu diterapkan baku
mutu air limbah sebelum dibuang ke media air”. Definisi baku mutu air limbah
menurut PP No. 22 Tahun 2021 merupakan ukuran batas atau kadar unsur
pencemar dan/atau jumlah unsur pencemar yang ditenggang keberadaannya dalam
air limbah yang akan dibuang atau dilepas ke dalam media air dan tanah dari suatu
usaha dan/atau kegiatan. Oleh karena itu, air limbah yang akan dibuang ke
9

lingkungan harus diolah terlebih dahulu agar memenuhi baku mutu air limbah
yang ditampilkan pada Tabel 2.6.
Adapun karakteristik air limbah batik seperti parameter pH, TDS, EC,
COD, BOD, TSS, minyak dan lemak dijelaskan sebagai berikut:
1. pH
pH merupakan derajat keasaman atau kebasaan dari suatu larutan
yang dipengaruhi oleh ion H+ dan OH-. Jika ion H+ lebih dominan jika
dibandingkan ion OH- maka larutan akan cenderung asam. Sebaliknya jika
ion OH- lebih dominan jika dibandingkan ion H + maka larutan cenderung
basa. Jika jumlah ion H+ sama dengan ion OH- maka larutan akan netral.
Kadar pH dalam suatu air limbah akan mempengaruhi lingkungan di
sekitarnya terutama pH tanah jika dibuang langsung tanpa diolah terlebih
dahulu. Perubahan pH tanah akibat air limbah juga akan mengakibatkan
pertumbuhan suatu tanaman akan terganggu. Kadar pH asam akan
mengakibatkan tanah mengandung banyak unsur aluminium (Al) yang
mana bersifat racun bagi tanaman. Hal ini dikarenakan, aluminium akan
mengikat fosfor dan nitrogen yang merupakan nutrisi bagi tanaman
sehingga nutrisi tersebut tidak bisa diserap oleh tanaman. Selain itu, kadar
pH yang asam akan membunuh mikroorganisme yang menguntungkan
bagi tanaman untuk berkembang. Sedangkan untuk kadar pH basa akan
menyebabkan tanaman terlalu vegetatif yang mana hal ini juga akan
mempengaruhi perkembangan dari suatu tanaman, seperti kualitas buah
yang dihasilkan akan kurang bagus.
2. TDS dan EC
Total Dissolve Solid (TDS) atau padatan terlarut total merupakan
banyaknya zat organik maupun anorganik yang terlarut pada larutan. Zat-
zat ini dapat berupa garam, mineral, logam, dan senyawa lain yang dapat
bersifat organik maupun anorganik. TDS dan EC saling berkaitan satu
sama lain. Hal ini dikarenakan, besarnya kadar TDS dipengaruhi oleh
banyaknya kandungan senyawa kimia yang juga mengakibatkan tingginya
kadar EC (Khairunnas dan Gusman, 2018). Senyawa kimia tersebut pada
10

umumnya adalah ion logam seperti Cu, Fe, Pb, Na, Cl, dll yang memiliki
potensial untuk menghantarkan listrik (Dwityaningsih et al., 2018).
Besarnya nilai EC dan TDS pada air limbah batik dipengaruhi oleh
senyawa pada pewarna tersebut, seperti OSO 3Na, SO3Na, dan CHCONH,
yang menyebabkan lebih banyak ion dan muatan elektrik (Renfrew, 1999).
Satuan SI untuk menentukan kadar dari TDS adalah mg/L.
Electrical Conductivity (EC) merupakan konduktivitas listrik pada
air limbah yang berarti seberapa baik cairan dapat membawa arus listrik
yang dilaluinya. Secara umum, air yang dalam keadaan alami seperti
hujan, air danau, dan sungai akan memiliki kadar EC yang rendah. Akan
tetapi ketika air terkena polusi atau tercemar maka akan terjadi perubahan
kadar EC karena zat terlarut akan meningkatkan kadar EC. Dengan
demikian, EC dapat menjadi indikator pencemaran air yang baik. Satuan
SI EC diukur dalam satuan µs/cm.
3. COD dan BOD
Chemical Oxygen Demand (COD) merupakan kebutuhan oksigen kimia
untuk mengurai seluruh bahan organik yang terkandung dalam air dengan
memanfaatkan zat pengoksidasi seperti Kalium permanganat, Kalium dikromat,
dll. Kadar COD selalu lebih tinggi dari BOD. Hal ini dikarenakan oksidasi kimia
lebih mudah daripada oksidasi biologis. Kehadiran COD memfasilitasi oksidasi
kimia yang cepat dari bahan organik tanpa peralatan tambahan yang mana dapat
digunakan untuk menentukan muatan organik dalam limbah beracun berat. Satuan
SI yang digunakan untuk menentukan kadar COD adalah mg/L.
Biological Oxygen Demand (BOD) merupakan jumlah oksigen
terlarut yang dibutuhkan oleh bakteri untuk menguraikan zat organik
terlarut. Parameter BOD merupakan parameter yang paling umum
digunakan untuk menentukan besarnya kualitas kota atau organik air.
Satuan SI yang digunakan untuk menentukan kadar BOD adalah mg/L.
BOD dan COD dapat menurunkan kadar DO yang dapat menyebabkan
eutrofikasi dan membahayakan kehidupan air.
4. TSS
11

Padatan tersuspensi total atau TSS merupakan padatan yang tidak terlarut
dalam air baik dalam keadaan melayang maupun mengendap, bersifat organik
maupun anorganik, dan dapat menyebabkan kekeruhan dalam air (Rahadi et al.,
2020). Padatan yang tersuspensi tersebut merupakan tempat terjadinya reaksi
kimia heterogen dan berfungsi sebagai zat dasar pembentuk endapan serta
menghalangi kemampuan produksi zat organik dalam larutan. Pewarna yang
digunakan untuk membatik akan meningkatkan kadar TSS dalam air limbah.
Satuan SI untuk menentukan kadar TSS adalah mg/L.
5. Ammonia (NH3-N)
Zat pewarna yang digunakan dalam proses membatik mengandung
berbagai bahan salah satunya adalah ammonia (NH3) (Lodhi dan Lal,
2017). Ammonia (NH3) memiliki karakteristik seperti bau tidak sedap.
Selain itu, ammonia (NH3) pada air limbah juga dikarenakan adanya
bakteri yang menguraikan zat organik sehingga menghasilkan bau yang
tidak sedap (Ariyetti et al., 2022). Limbah yang memiliki konsentrasi NH 3
di atas atau sama dengan 0.0037 mg/L saja, sudah dapat menyebabkan
indra penciuman tidak nyaman. Sebagian besar nitrogen organik akan
diubah menjadi ammonia (NH3) pada proses pembusukan anaerobik dan
menjadi nitrat atau nitrit pada proses pembusukan aerob sehingga
mengonsumsi oksigen terlarut di dalam air (Alfisah et al., 2022).
6. Minyak dan Lemak
Minyak dan lemak pada air limbah batik timbul dikarenakan
penggunaan lilin pada proses cap kain kemudian dilarutkan ke dalam air
mendidih berisikan pewarna yang disebut dalam dunia batik sebagai
proses plorod. Karakteristik minyak dan lemak adalah tidak mudah
menguap dan tidak dapat larut dalam air sehingga proses fiksasi oksigen
terhambat, akibatnya konsentrasi oksigen dalam air menurun (Fidiastuti et
al., 2020). Minyak dan lemak juga dapat mencemari lingkungan sekitar
karena memiliki karakteristik fisika dan kimia yang sangat rumit (Al-
Hawash et al., 2018).
12

2.2 Ozon
2.2.1 Transfer Massa Ozon
Transfer massa ozon yang dimaksud dalam penelitian ini adalah
perpindahan massa antara dua fasa, yaitu antara fasa gas dan fasa cair/liquid.
Selama ozonasi air dan air limbah, ozon dimasukkan ke dalam fase cair dari fase
gas. Model teori paling sederhana dan paling umum yang sering digunakan adalah
two film model oleh Lewis-Whitman (1924). Two film model menjelaskan bahwa
terjadi difusi melalui lapisan laminar di antara gas-interface dan interface-liquid
pada lapisan gas film dan liquid film yang ditampilkan pada Gambar 2.2.

Gambar 2.2 Two film model oleh Lewis-Whitman.

Perbedaan tekanan (P A −P Ai ) merupakan gaya untuk memindahkan komponen A


dari fasa gas menuju ke interface. Perbedaan konsentrasi (C Ai −C A ) merupakan
gaya untuk meneruskan perpindahan komponen A menuju ke fasa cair/liquid.
Besaran yang digunakan untuk menentukan transfer massa pada fasa gas
menuju fasa cair/liquid dinyatakan dalam koefisien transfer massa pada fasa cair (
k L a ¿ . Koefisien transfer massa fasa cair ( k L a ¿ merupakan besaran yang
menyatakan banyaknya massa gas yang berpindah ke fasa cair/liquid per satuan
waktu (min-1) (Jiang et al., 2009). Persamaan untuk mencari laju transfer massa
ozon persatuan waktu dinyatakan dalam persamaan (2.1):
13

d CO 3
=k L a ( C¿O −CO ) −k d CO (2.1)
dt 3 3 3

¿
dengan k L a adalah koefisien transfer massa, C O adalah konsentrasi ozon terlarut
3

pada keadaan jenuh, C O adalah konsentrasi ozon terlarut pada waktu t, dan k d
3

adalah konstanta dekomposisi ozon. Berdasarkan persamaan (2.1), k L a


merupakan produk dari k L dan a . Besaran a merupakan luas permukaan
antarmuka gas-cair (m-1), yang ditentukan oleh ukuran dan jumlah gelembung
ozon yang dirumuskan:

6εg
a= (2.2)
d

dengan ε g adalah fraksi (dispersi) gas dalam cairan dan d adalah diameter
gelembung (m) (Rodríguez et al., 2008).
Konstanta dekomposisi ozon (k d) memiliki nilai yang sangat kecil jika
dibandingkan koefisien transfer massa (k L a ). Oleh karena itu faktor k d tidak
masuk ke dalam persamaan (2.1), sehingga persamaannya menjadi:

d CO 3
=k L a ( C¿O −CO ) (2.3)
dt 3 3

Persamaan (2.2) merupakan persamaan yang sering digunakan oleh para peneliti
untuk menentukan koefisien transfer massa ozon ke fasa cair, baik menggunakan
gelembung konvensional maupun gelembung yang lebih kecil (mikro dan nano).
Selain itu, terdapat cara lain yang lebih mudah untuk menentukan
koefisien transfer massa ozon, yaitu dengan menentukan koefisien transfer
massa oksigen (k L a ,O ¿. Persamaan yang menghubungkan antara koefisien
2

transfer massa oksigen dengan koefisien transfer massa ozon adalah


sebagai berikut:
14

( )
n
DO
k L a ,O =k L a, O 3
(2.4)
3 2
DO 2

dengan DO adalah koefisien difusi ozon yang besarnya 1 , 26× 10−9 m2/s pada
3

suhu 20°C (Matrozov et al., 1978), DO adalah koefisien difusi oksigen yang
2

−9
besarnya 2,025 ×10 m /s pada suhu 20°C (St-Denis dan Fell, 1971), dan n
2

adalah faktor generator hidrodinamika (gelembung mikro memiliki n bernilai 1).

2.2.2 Kelarutan dan Dekomposisi Ozon dalam Air


Melarutkan ozon dalam air merupakan hal yang sulit dilakukan. Hal ini
dikarenakan ozon memiliki waktu paruh yang singkat dan transfer massa yang
rendah (Wang et al., 2021). Selain itu terdapat berbagai faktor yang
mempengaruhi kelarutan ozon, di antaranya konsentrasi dan kapasitas generator
ozon, waktu kontak, jumlah dan ukuran gelembung ozon yang terbentuk, dan suhu
larutan (Wu et al., 2015; Chuajedton et al., 2017). Semakin tinggi suhu larutan
yang digunakan untuk melarutkan ozon maka semakin kecil ozon yang akan
terlarut. Kelarutan ozon inilah sebagai kunci dalam pengolahan air limbah.
Konsentrasi ozon terlarut dalam air dapat ditentukan dengan
menggunakan hukum Henry, yang menyatakan bahwa nilai ozon terlarut
dalam keadaan jenuh (C s) berbanding lurus dengan koefisien absorpsi ( β ),
molaritas ( M ), dan tekanan gas ( P). Persamaan (2.4) merupakan
persamaan untuk menentukan kelarutan ozon dalam air.

C s=β . M . P (2.5)

Ozon (O3) merupakan senyawa yang tidak stabil yang mana ozon memiliki
kecenderungan untuk melepas molekul O dan terdekomposisi membentuk oksigen
(O2). Sotelo et al. (1987) telah menjelaskan bagaimana ozon terdekomposisi di
dalam air. Proses dekomposisi ozon di dalam air diawali dengan keberadaan ion
hidroksida. Ozon akan bereaksi dengan air dan menghasilkan berbagai radikal,
15

seperti radikal hidroksil (OH*), hidrogen peroksida (H2O2), dan O*. Hasil radikal
inilah yang disebut sebagai Advanced Oxidation Process yang akan mengoksidasi
suatu larutan/senyawa pada air limbah. Hal ini dikarenakan, selain ozon sebagai
oksidator secara langsung, terdapat radikal yang dihasilkan yang juga berfungsi
sebagai oksidator secara tidak langsung sehingga proses dari oksidasi ini
berlanjut.
Adapun reaksi ozon dengan air ditampilkan pada persamaan R-2.1 sampai
dengan persamaan R-2.11 (Beltran, 2003; Gardoni et al., 2012)

O3 + H 2 O → O2 +2O H −¿ ¿ (R-2.1)
−¿¿
O3 +O H → O2∗+ H O−¿∗¿¿
2 (R-2.2)
−¿∗¿¿
O3 + H O2 → H O2∗+O−¿∗¿¿
3 (R-2.3)
+ ¿¿
H O2∗¿ → O−¿∗+
2
H ¿
(R-2.4)
+ ¿¿

O2
−¿∗+ H ¿
→ H O2∗¿ (R-2.5)

−¿∗¿¿
O3 +O2 → O−¿∗+O
3
¿ 2
(R-2.6)

O3
−¿∗+ H2 O ¿
→ HO∗+O2 +O H −¿¿ (R-2.7)

O3
−¿∗+ HO∗¿¿
→ H O2∗+O−¿∗¿¿
2 (R-2.8)

O3 + H O∗¿ → H O2∗+O (R-2.9)


+ ¿¿

H O2
−¿+H ¿
→ H 2 O2 (R-2.10)
+ ¿¿
H 2 O2 → H O−¿+H
2
¿
(R-2.11)

2.2.3 Generator Ozon


Generator ozon pada umumnya menggunakan prinsip reaktor non-termal
plasma atau cold plasma dengan model flow reaktor. Reaktan campuran masuk ke
dalam suatu zona yang disebut sebagai zona aktif (active zone) dan mendapat
reaksi tumbukan oleh elektron energetik atau elektron panas. Karena suhu
16

elektron jauh lebih besar daripada suhu reaktan (T e ≫ T g ¿ elektron panas tersebut
akan memulai reaksi tumbukan yang menyebabkan partikel berat atau molekul
mengalami ionisasi, disosiasi, atomisasi, dan eksitasi yang menghasilkan spesies
yang sangat reaktif seperti atom bebas, radikal, ion, dll. Setelah melalui zona aktif,
campuran yang telah mengalami reaksi kimia plasma memasuki zona yang
disebut sebagai zona pasif (passive zone). Karena de-ionisasi dan pendinginan
yang cepat dari elektron, zona pasif dikarakterisasikan sebagai proses rekombinasi
dan de-eksitasi yang menghasilkan campuran produk yang stabil mengandung
spesies masukan dari zona aktif serta komponen baru setelah memasuki zona
aktif. Prinsip dari reaktor non-termal plasma disajikan seperti pada Gambar 2.3.

Gambar 2.3 Skema reaktor non-termal plasma dengan model flow reaktor
(Meichsner et al., 2013).

Dielectric barrier discharge (DBD) dapat digunakan sebagai ozon


generator dan merupakan generator ozon yang efektif pada saat ini dengan
oksigen atau udara luar sebagai bahan bakunya (Nur et al., 2014; Wei et al., 2020;
Jodzis dan Zieba, 2018; Teke et al., 2014). Dielectric barrier discharge atau
silent discharge plasma pada dasarnya dua elektroda dihubungkan dengan
17

tegangan AC yang di antara kedua elektroda tersebut memiliki isolator yang


berfungsi memisahkan dua elektroda dengan celah yang sempit yaitu dalam
satuan milimeter dengan tujuan agar tidak terjadi spark effect serta
mendistribusikan discharge secara merata di kedua elektroda (Kim dan Kim,
2011). Power supply dan jenis reaktor sangat berpengaruh pada karakteristik DBD
(Suraidin dan Nur, 2016). Jenis reaktor dapat dibedakan menjadi bahan elektroda
dan isolator, konfigurasi elektroda, dan katalis di antara elektroda. Isolator yang
digunakan biasanya merupakan berbahan keramik, kaca, kuarsa, dan lapisan
polimer. Discharge plasma dapat dipengaruhi oleh tebalnya isolator, area
permukaan, dan jenis bahan dari elektroda dan isolator tersebut. Geometri lucutan
plasma DBD ditunjukkan pada Gambar 2.4.

Gambar 2.4 Tampang lintang DBD spiral sehingga membentuk lucutan mikro
(Saraslifah et al., 2016).

Gambar 2.4 menjelaskan bahwa elektron yang bergerak menuju elektroda dan
menumbuk atom, partikel, atau molekul di antara celah elektroda tersebut akan
menyebabkan atom, ion, dan molekul menjadi bermuatan positif (Radojevic et al.,
1999). Udara luar atau oksigen yang masuk ke dalam DBD melalui celah di antara
elektroda akan terionisasi dan membentuk ozon. Ketika udara luar atau oksigen
berada dalam medan listrik yang mampu mempengaruhi gas, elektron yang
memiliki energi akan menumbuk, mengeksitasi, mendisosiasi atau mengionisasi
molekul udara luar atau oksigen tersebut yang artinya elektron memberikan
18

energinya pada molekul udara luar atau oksigen. Hasil dari peristiwa transfer
energi elektron tersebut yaitu atom tereksitasi, radikal, dan ion (Nur, 2011).

2.2.4 Sintesis Ozon


Proses produksi ozon yang paling signifikan terjadi melalui atom
oksigen atau udara bebas dengan setelan tegangan tertentu. Sintesis ozon
sangat kompleks bagaimana oksigen berubah menjadi ozon, kemudian
ozon dapat membentuk oksigen kembali yang melibatkan banyak proses
dasar yang terjadi. Skema reaksi mikroskopis pada sintesis ozon tercantum
pada Tabel 2.3.

Tabel 2.3 Mekanisme Dasar Sintesis Ozon (Meichsner et al., 2013)

No Proses Dasar
1 O2 +e → O+ O+ e (R-2.12)
2 O+O2 + M → O 3+ M (R-2.13)
3 O3 +e → O+ O2+ e (R-2.14)
4 O+O+ M → O 2+ M (R-2.15)
5 O3 +O → 2O2 (R-2.16)
6 O3 +O2 → 2O2 +O (R-2.17)
1
7 O+dinding → O (R-2.18)
2 2

Konsentrasi yang dihitung dari O, O2, dan O3 sebagai fungsi dari koordinat reaktor
untuk derajat ionisasi tetap dan waktu tinggal dari campuran gas dalam zona aktif
disajikan seperti pada Gambar 2.5. Kondisi yang berlaku di bagian belakang zona
aktif, semua konsentrasi partikel berpindah ke nilai konstan mulai dari sisi
keluaran dari reaksi 3 O2+ e ⟺ 2 O3+ e serta dari sisi produk. Setelah produk
melalui zona di sepanjang zona pasif, terjadi peningkatan ozon yang cukup besar.
Untuk derajat ionisasi yang tinggi, terjadi perbedaan jumlah O 3 yang sangat besar
19

di pintu keluar zona aktif dan zona pasif. Proses gain dan loss untuk produk akhir
yang stabil ditentukan oleh tumbukan partikel netral dan elektron. Peran paling
penting dari tumbukan elektron adalah pembentukan partikel antara yang tidak
stabil (atom, radikal, spesies tereksitasi) yang mempengaruhi perolehan dan
kehilangan produk akhir (Meichsner et al., 2013), seperti:
O2 +e → O+O+e
(R-2.19)
O+O2 + M → +M
O3(R-2.20)
O3 +O → 2 O2 (R-2.21)

Gambar 2.5 Grafik konsentrasi relatif O, O2, dan O3 terhadap sepanjang


koordinat reaktor AZ dan PZ (Meichsner et al., 2013).

2.2.5 Ozonasi
Ozonasi merupakan salah satu dari teknik AOP (Advanced
Oxidation Process) yaitu proses oksidasi yang menghasilkan radikal
hidroksil (OH- dan spesies reaktif lainnya) dengan reaksi dan zat
pengoksidasi yang kuat (Ameta dan Ameta, 2018; Xiong et al., 2019).
20

Proses oksidasi dengan metode ozon memiliki efektivitas yang baik untuk
mereduksi pewarna maupun parameter racun lainnya. Keuntungan dari
AOP berbasis ozon yaitu biaya yang digunakan lebih murah dan lebih
ramah lingkungan jika dibandingkan teknik AOP yang lain. Gambar 2.6
merupakan berbagai teknik AOP seperti berbasis ozon, berbasis UV,
elektrokimia, katalis, dan AOP secara fisik. Aplikasi skala tetap berwarna
putih, diselidiki pada skala laboratorium dan lapangan berwarna abu-abu,
dan diuji pada skala laboratorium berwarna hitam.

AOP

Berbasis Physical
Berbasis UV Elektrokimia Katalis
Ozon AOP

Elektroda Hamburan
O3 UV/H2O2 Fenton
BDD elektron

Elektroda
O3/H2O2 UV/O3 Foto-fenton Ultrasound
doping SnO2

Elektroda
O3/katalis UV/PDS UV/katalis Plasma
doping PbO2

Elektroda Gelombang
UV/Cl2 mikro
TiO2

Gambar 2.6 Klasifikasi AOP (Miklos, 2008).

Keuntungan dari teknik AOP adalah laju reaksi yang cepat dan proses dari
oksidasi yang non-selektif. Hal ini memungkinkan untuk menangani
polutan yang berbeda secara bersamaan. Munter (2001) merangkum
besarnya konstanta laju reaksi dari ozon dan radikal hidroksil yang
dipaparkan pada Tabel 2.4.

Tabel 2.4 Konstanta laju reaksi dari ozon dan radikal hidroksil (Munter,
2001)
21

Senyawa O3 (M-1.s-1) OH* (M-1.s-1)


Alkena ter-klorinasi 3
10 - 10
4 9
10 - 10
11

3
Fenol 10 9
10 - 10
10

Organik yang mengandung N 10 - 102 8


10 - 10
10

Aromatik 1 - 102 8
10 - 10
10

Keton 1 9
10 - 10
10

−2
Alkohol 10 -1 8
10 - 10
9

OH* yang terbentuk pada AOP berbasis ozon merupakan spesies yang
sangat reaktif yang mampu menghilangkan kontaminan racun, pewarna,
dan bau. Spesies reaktif lainnya yang dihasilkan dari AOP berbasis ozon di
paparkan pada Tabel 2.5.

Tabel 2.5 Spesies reaktif yang dihasilkan dari AOP berbasis ozon (Munter,
2001)

AOP Spesies Reaktif


Ozon OH*, HO2*, HO3*, O2-, O3-
Ozon/H2O2 OH*, O2-, O3-
UV/Ozon, UV/ H2O2, UV/Ozon/ H2O2 OH*, HO2/O2-*, O3-*

2.3 Gelembung Mikro


2.3.1 Karakteristik Gelembung Mikro
Gelembung mikro merupakan gelembung yang memiliki ukuran yang
sangat kecil yaitu dalam orde mikro, area antarmuka yang besar (Temesgen et al.,
2017), meningkatkan efisiensi pemanfaatan gas (Zhang et al., 2018), waktu
tinggal yang lama, tekanan interior yang tinggi (Jothinathan et al., 2021),
kecepatan naik gelembung yang rendah (Terasaka et al., 2011), dan meningkatkan
transfer massa (Wu et al., 2019).
22

Gambar 2.7 Perbandingan karakteristik gelembung mikro dengan gelembung


konvensional (John et al., 2020).
Definisi gelembung mikro dan nano oleh International Organization for
Standarization (ISO), yaitu berukuran 1-100 µm untuk gelembung mikro dan 1-
1000 nm untuk gelembung nano (ISO 20480-1, 2017). Sedangkan untuk
gelembung konvensional memiliki ukuran sekitar 2 sampai 6 mm.
Potensi zeta dikenal sebagai indikator kunci stabilitas dispersi koloid.
Semakin kecil ukuran partikel maka semakin tinggi potensi zeta memberikan
stabilitas. Secara umum, potensial zeta partikel koloid berkisar antara ±30 sampai
±40 yang dianggap sebagai kestabilan sedang. Hal inilah yang menjelaskan
mengapa gelembung mikro tidak mudah pecah atau waktu tinggal/stagnasi yang
lama (Shangguan et al., 2018). Berdasarkan hukum Young-Laplace, semakin
kecil diameter gelembung maka akan menghasilkan tekanan internal yang tinggi
dari dalam gelembung. Untuk gelembung mikro dengan diameter 1 µm, tekanan
internal gelembungnya sekitar 390 kPa yang hampir tiga kali lebih tinggi dari
tekanan atmosfer.
23

Gambar 2.8 Perubahan keadaan di area sekitar gelembung mikro (Li et al., 2009).

Seperti pada Gambar 2.8 menjelaskan bahwa tekanan gas dari gelembung mikro
yang menyusut meningkat, dan jumah gas terlarut di sekitar gelembung juga
meningkat dengan tekanan gelembung mendekati atau melebihi batas
supercooling (B-C) meskipun seluruh sistem tidak cukup didinginkan (A) untuk
nukleasi hidrat (Shangguan et al., 2018)
Menurut hukum Henry, jumlah gas terlarut di sekitar gelembung yang
menyusut meningkat dengan meningkatnya tekanan gas internal. Akibatnya, gas
dalam gelembung mikro dapat terlarut dalam air selama proses penyusutan.
Tekanan gas interior yang tinggi adalah salah satu karakteristik khas dari
gelembung mikro. Jadi dalam penyusutan, tekanan gas interior meningkat saat
gelembung menjadi lebih kecil di mana tekanan berbanding terbalik dengan
ukuran gelembung. Oleh karena itu, tempat bertekanan tinggi mungkin terbentuk
selama tahap akhir seperti pada Gambar 2.9.
24

Gambar 2.9 Peningkatan tekanan gas interior gelembung mikro selama


penyusutan (Li et al., 2009).

John et al. (2020) menjelaskan bahwa area antarmuka yang tinggi dan
kecepatan naik yang rendah pada gelembung mikro menandakan bahwa ozon
dalam fase gas dapat di transfer secara efisien ke dalam fase cair. Hal ini
disebabkan karena waktu kontak yang lebih tinggi dan peningkatan area kontak
gelembung dengan cairan dalam jumlah besar yang artinya dapat meningkatkan
transfer massa dari proses ozonasi. Lebih lanjut, gelembung mikro terbukti
mampu mengoksidasi senyawa organik lebih luas dan lebih cepat jika
dibandingkan dengan gelembung konvensional.

2.3.2 Generator Gelembung Mikro


Gelembung mikro memiliki potensi untuk mengurangi biaya operasional
misalnya pengurangan dosis input ozon yang diperlukan (Chu et al., 2008).
Generator gelembung mikro memiliki sejarah yang dianggap sebagai proses
intensif energi di mana biaya yang dibutuhkannya terlalu tinggi jika dipandang
secara ekonomi, hal ini dikarenakan daya yang dibutuhkan juga tinggi
(Zimmerman et al., 2008). Pada saat ini, telah dikembangkan berbagai macam
25

cara untuk menghasilkan gelembung mikro dengan konsumsi daya yang lebih
rendah, salah satunya adalah dengan menggunakan pipa venturi (Afisna et al.,
2017). Jenis generator gelembung mikro ini memanfaatkan pembatas aliran fluida
untuk menyebabkan penurunan tekanan dan pengisapan gas secara otomatis
(Parmar dan Majumder, 2013).
Penelitian ini menggunakan generator gelembung mikro pipa
venturi. Prinsip kerja dari generator gelembung mikro pipa venturi yaitu
aliran air yang melibatkan gelembung dengan ukuran milimeter, mengalir
masuk ke dalam tabung venturi. Ketika aliran dipercepat melalui
tenggorokan tabung venturi, tekanan secara dinamis juga berubah begitu
cepat sehingga gelembung mikro terbentuk dengan mengurangi
gelembung dengan ukuran milimeter dan atau kavitasi seperti yang
ditunjukkan pada Gambar 2.10.

Gambar 2.10 Generator gelembung mikro venturi type (Terasaka et al., 2011).

2.3.3 Aplikasi Ozon Gelembung Mikro dalam Pengolahan Air Limbah


Penerapan ozon gelembung mikro sebagian besar bermanfaat untuk
mengoksidasi kontaminan pada air limbah. Seperti penelitian yang dilakukan oleh
Zhang et al. (2018) yang bertujuan untuk membandingkan efek gelembung mikro
dengan gelembung konvensional dalam mengolah air limbah yang diberi pewarna
26

merah 3 R. Hasil penelitiannya yaitu konstanta laju untuk menjernihkan pewarna


merah 3 R meningkat dari 0.0061 min -1 untuk gelembung konvensional menjadi
sebesar 0.11 min-1 untuk gelembung mikro. Peningkatan serupa untuk mengolah
pewarna merah kongo dari 0.235 min-1 untuk konvensional dan 0.385 min-1 untuk
gelembung mikro (Khuntia et al., 2016), pewarna hitam reactive black (RB5) dari
0.092 ke 0.16 min-1 (Chu et al., 2007), pewarna methyl orange dari 0.0081 ke 0.24
min-1 (Hu dan Xia, 2018).
Ozon gelembung mikro secara signifikan juga meningkatkan laju oksidasi
berbagai senyawa organik pada air limbah. Peralihan dari ozon gelembung
konvensional ke ozon gelembung mikro secara signifikan meningkatkan laju
oksidasi p-nitrophenol dengan laju oksidasi meningkat dari 0.015 ke 0.16 min -1
(Cheng et al., 2019), nitrobenzena dari 0.032 ke 0.10 min-1 (Wu et al., 2019), dan
senyawa organik heterosiklik 1,4-dioksan yang meningkat dari 0.001 ke 0.0025
min-1 (Xu et al., 2012).

2.4 Hipotesis Penelitian


Berdasarkan kajian pustaka di atas maka hipotesis yang diajukan dalam penelitian
ini adalah “Penerapan Advanced Oxidation Process (AOP) menggunakan ozon
gelembung mikro mampu menurunkan kadar air limbah batik sesuai dengan baku
mutu air limbah Permen LHK NOMOR P.16/MENLHK/SETJEN/KUM.1/4/2019
industri tekstil” yang ditampilkan pada Tabel 2.6.

Tabel 2.6 Parameter uji

Parameter Satuan Kadar Maksimum

pH - 6-9

BOD mg/L 60

COD mg/L 150

TSS mg/L 50

Minyak dan Lemak mg/L 3

Amoniak mg/L 8
27

Parameter Satuan Kadar Maksimum

TDS mg/L -

EC µS/cm -
BAB III
METODE PENELITIAN

3.1 Waktu dan Tempat Penelitian


Waktu penelitian dilakukan pada bulan Februari 2022 sampai dengan
bulan Desember 2022. Penelitian bertempat di Laboratorium Center of Plasma
Research, Departemen Fisika, Fakultas Sains dan Matematika, Universitas
Diponegoro. Pengolahan data dilakukan di Laboratorium Fisika Plasma dengan
sampel yang digunakan adalah air limbah batik Pekalongan. Adapun penelitian
pada skala lapangan diterapkan pada industri batik Nurkis yang beralamatkan di
Jl. Palapa I No. 250 Kandang Panjang, Pekalongan Utara. Alasan memilih
percobaan skala lapangan bertempat di batik Nurkis hal ini dikarenakan tempat
industri batik tersebut tidak memiliki IPAL yang memadai sehingga untuk air
limbah batik yang dihasilkan akan dibuang langsung tanpa diolah terlebih dahulu.
Selain itu karakteristik air limbah batik sudah mewakili sebagian besar
karakteristik air limbah batik di Kota Pekalongan yang ditampilkan pada Tabel
3.1.

Tabel 3.1 Karakteristik air limbah batik di Kota Pekalongan dari berbagai
referensi.
Minyak
TDS COD BOD TSS
Referensi pH dan Lemak
(mg/L) (mg/L) (mg/L) (mg/L)
(mg/L)

Kiswanto et
- - 12603,33 3739,53 8420 -
al., 2019

Priadie,
10.5 - 1739 621 329 2.05
2017

Widayanti
6,9 1,9 54,2 - 20,3 -
et al., 2012

27
28

3.2 Alat dan Bahan


Alat yang digunakan dalam penelitian baik skala laboratorium maupun
skala lapangan adalah sama, di antaranya generator ozon dipo technology model
100 gr/jam yang berfungsi sebagai menghasilkan ozon. Acrylic rotameter
flowmeter merek Wie Brock berfungsi untuk mengukur aliran udara pada gas
input dengan skala 0-1 liter/menit. Pipa venturi diameter 6,35 mm 4 buah
dipasang paralel berfungsi untuk menghasilkan gelembung mikro. Bak
penampung limbah berfungsi sebagai penampung limbah dalam proses
pengambilan data kelarutan ozon dalam air dan menurunkan kadar air limbah
batik. Pompa air Shimizu PS 128 Bit ukuran 28 cm × 21 cm × 24 cm, 125 W
220V/50Hz yang berfungsi sebagai mengalirkan air ke dalam bak penampung
agar terbentuk sistem aliran. Sampel air limbah batik dimasukkan ke dalam bak
penampungan kemudian dipompa agar aliran air terus mengalir sekaligus dialiri
ozon seperti pada Gambar 3.1.
29

Gambar 3.1 Skema peralatan (a) tampak samping dan (b) tampak atas.

Bahan yang digunakan dalam penelitian ini di antaranya, udara bebas


digunakan sebagai sumber gas aliran yang akan dialirkan menuju reaktor. Natrium
thiosulfat (Na2S2O3) yang berfungsi sebagai titran dalam proses titrasi larutan KI
yang telah di ozonasi. Kalium Iodida berfungsi sebagai penangkap ozon yang
dihasilkan reaktor sekaligus mengetahui konsentrasi ozon. Aquades berfungsi
sebagai media pelarut thiosulfat, Na2S2O3, dan pelarut ozon dalam air. Reagen O 3-
1 potasium iodida dan O3-2 asam borat untuk pengukuran kelarutan ozon. Air
limbah batik berfungsi sebagai obyek penelitian/larutan uji dengan ozon
gelembung mikro.

3.3 Prosedur Penelitian


Penelitian ini melakukan dua skala penelitian yaitu skala laboratorium dan
skala lapangan. Penelitian skala laboratorium dan skala lapangan merupakan 2
penelitian yang berbeda. Tujuan dari dilakukannya penelitian skala laboratorium
adalah untuk mengetahui setelan terbaik dari generator ozon dan generator
gelembung mikro yang digunakan untuk mengolah air limbah batik sebesar 20
liter yang kemudian akan di scale up tidak berdasarkan linearitas. Parameter uji
skala laboratorium telah mewakili parameter uji skala laboratorium. Hal inilah
mengapa parameter uji pada skala laboratorium (pH, suhu, TDS, EC, COD dan
BOD) dan lama waktu pengolahan air limbah berbeda dengan parameter uji skala
30

lapangan (pH, suhu, TSS, TDS, EC, COD, BOD, ammonia, minyak dan lemak)
berbeda. Selain itu, kadar parameter air limbah kontrol pada skala laboratorium
telah memenuhi baku mutu air limbah, sehingga hanya dilakukan pengamatan
penurunan kadar parameter air limbah. Dikarenakan tidak berdasarkan linearitas,
jumlah air limbah yang berbeda membutuhkan waktu perlakuan yang berbeda
pula. Lama waktu pengolahan pada skala laboratorium lebih sedikit jika
dibandingkan percobaan skala lapangan. Jika setelan terbaik dari generator ozon
dan generator gelembung mikro mampu menurunkan kadar dan menjernihkan air
limbah batik pada skala laboratorium, maka kemudian dilakukan scale up. Scale
up ini dengan melakukan percobaan pada skala lapangan dengan air limbah
sebesar 1000 liter menggunakan setelan terbaik yang diperoleh dari skala
laboratorium yang diharapkan mampu menurunkan kadar air limbah batik sesuai
dengan baku mutu air limbah Permen LHK NOMOR
P.16/MENLHK/SETJEN/KUM.1/4/2019 untuk industri tekstil. Tahapan
penelitian yang dilakukan dari skala laboratorium sampai dengan skala lapangan,
ditampilkan pada Gambar 3.2.
31

Gambar 3.2 Tahapan penelitian.


3.3.1 Penelitian Skala Laboratorium
Penelitian ini dilakukan secara bertahap. Langkah pertama penelitian skala
laboratorium mempersiapkan alat dan bahan yang terdiri dari generator ozon,
flowmeter, pompa air, bak penampung limbah, pipa venturi, bahan-bahan seperti
larutan KI, thiosulfat, dan aquades, serta set-up alat seperti pada Gambar 3.2.
32

Langkah kedua adalah optimasi generator ozon. Kegiatan optimasi


generator ozon dimaksudkan untuk mengetahui performansi maksimal dari
generator ozon dengan kriteria kelarutan ozon tertinggi, konsentrasi ozon
tertinggi, dan kapasitas ozon terendah sebagai fungsi kecepatan aliran udara, yang
kemudian performansi terbaik inilah yang digunakan untuk pengolahan air limbah
batik pada skala lab dan skala lapangan. Penentuan kelarutan ozon dengan cara
mengalirkan ozon ke dalam 20 liter aquades dilakukan selama 1 jam dengan
rentang waktu pengambilan sampel setiap 1/3 jam, serta variasi aliran udara
sebesar 4 L/min; 2 L/min; 0,8 L/min; dan 0,4 L/min sehingga diperoleh kelarutan
paling optimum. Pengambilan setiap sampel sebesar 10 ml diukur menggunakan
alat spectroquant move DC ozone test kit.
Pengukuran konsentrasi dan kapasitas ozon dilakukan dengan cara
melakukan titrasi iodonetrik dengan variasi aliran udara 4 L/min; 2 L/min; 0,8
L/min; dan 0,4 L/min. Konsentrasi ozon (C O ) merupakan banyaknya ozon yang
3

berhasil dikeluarkan oleh generator ozon. Besarnya konsentrasi ozon dihitung


menggunakan persamaan (3.1) (Yulianto et al., 2019).
24 ×Vt × M ×1000 (3.1)
CO =
3
flowrate ×t
Dengan 24 adalah hasil perhitungan rasio mol analitik dan reaktan, Vt adalah
volume titran (L), M adalah molaritas larutan, flowrate adalah laju aliran ozon
(L/min), dan t adalah waktu titrasi (menit). Sedangkan kapasitas ozon ( CpO ) 3

adalah kadar ozon yang mampu dialirkan ke dalam larutan dengan satuan yang
digunakan adalah gram/jam. Untuk menghitung besarnya kapasitas ozon dapat
menggunakan persamaan (3.2) (Nur et al., 2017).
CpO =C O × flowrate
3 3
(3.2)

Dengan C O adalah konsentrasi ozon yang satuannya gram/L dan flowrate adalah
3

laju aliran ozon yang satuan yang digunakan adalah L/jam.


Metode titrasi yang dilakukan oleh Chasanah et al. (2019) untuk menentukan
konsentrasi ozon ditunjukkan seperti pada Gambar 3.3.
33

Gambar 3.3 Metode titrasi.

Pengukuran diameter gelembung mikro merujuk pada penelitian yang dilakukan


oleh Athikoh et al. (2022) menggunakan kamera mikroskop kemudian tangkapan
citra diolah menggunakan software imageJ. Skema yang dilakukan ditampilkan
seperti pada Gambar 3.4.

Gambar 3.4 Skema pengukuran diameter gelembung mikro.


Ukuran gelembung akan di korelasikan dengan lifetime-nya masing-masing
berdasarkan beberapa studi literatur. Ukuran gelembung mikro memiliki ciri khas
lifetime tersendiri. Semakin kecil ukuran gelembung maka semakin besar
densitasnya dan semakin lama lifetime-nya (Pagureva et al., 2016; Ohgaki et al.,
2010; Zhang et al., 2008).
34

Langkah terakhir, melakukan ozonasi gelembung mikro pada


sampel air limbah batik dengan variasi perlakuan waktu menggunakan
setelan paling optimum dan menganalisis hasilnya. Lama waktu
pengambilan sampel sampai dengan pengolahan adalah selama 1 hari. Air
limbah batik 20 liter dimasukkan ke dalam bak penampung, dipompa
menggunakan pompa air dengan debit 10-18 liter/menit, dikeluarkan
melalui pipa venturi yang dialiri oleh ozon pada bagian aliran yang
menyusut, dipompa kembali begitu seterusnya sehingga terjadi sistem
aliran. Hasil yang diperoleh dianalisis penurunan kadar TDS, EC, COD,
dan BOD dan menggunakan UV-Vis sehingga dapat dihitung,
diperkirakan, serta diterapkan pada skala lapangan. Adapun karakteristik
air limbah batik pada skala laboratorium yang akan diolah ditampilkan
pada Tabel 3.2.

Tabel 3.2 Karakteristik air limbah batik pada skala laboratorium

Parameter Satuan Kadar/Konsentrasi

pH - 7

BOD mg/L 19,057

COD mg/L 61,474

TDS mg/L 563

EC µS/cm 1130

3.3.2 Penelitian Skala Lapangan


Pengolahan limbah batik menggunakan ozon gelembung mikro
skala lapangan dilakukan setelah hasil dan analisis data eksperimen
berhasil untuk memecahkan masalah pada pengolahan limbah batik skala
laboratorium. Setelan yang digunakan pada skala lapangan sama dengan
setelan yang digunakan pada skala laboratorium. Penelitian ini
menggunakan limbah pembilasan yang masih baru (fresh) sebesar ± 1 m3
35

diolah selama 30 jam secara kontinu dengan interval 6 jam. Adapun


karakteristik air limbah batik pada skala lapangan yang akan diolah
dengan ozon gelembung mikro ditampilkan pada Tabel 3.3.

Tabel 3.3 Karakteristik air limbah batik pada skala lapangan

Parameter Satuan Kadar/Konsentrasi

pH - 6,88

BOD mg/L 213,5

COD mg/L 543,33

TSS mg/L 72

Minyak dan Lemak mg/L 36

Amoniak mg/L 0,067

TDS mg/L 1601

EC µS/cm 3228

3.4 Preparasi dan Pengambilan Sampel


Preparasi sampel air limbah sebelum diolah pada skala
laboratorium tidak dilakukan secara khusus. Hanya pengambilan sampel
pada tempat industri batik sebesar 20 liter. Selisih waktu dari pengambilan
sampel sampai diolah menggunakan ozon gelembung mikro pada skala
laboratorium adalah 1 hari. Sedangkan preparasi sampel pada skala
laboratorium menggunakan air limbah batik pembilasan yang masih baru
sebesar 1000 liter kemudian segera diolah menggunakan ozon gelembung
mikro. Pengambilan sampel air limbah secara sesaat dan berada pada
bagian tengah permukaan bak. Hal ini dikarenakan pada bagian tersebutlah
terjadi percampuran yang merata antara air limbah dengan ozon.
Pengambilan sampel air limbah mengacu pada SNI 8990:2021 yang
ditampilkan pada Tabel 3.4.
36

Tabel 3.4 Pengambilan sampel air limbah menurut SNI 8990:2021


Parameter Wadah Minimum Teknik Waktu Waktu
penyimpanan
contoh jumlah pengambilan penyimpanan
maksimum
uji contoh uji contoh maksimum yang menurut
US EPA CFR
(mL) direkomendasikan
40
Parts 100-149
BOD P, G, FP 1000 s, k 6 jam 48 jam
COD P, G, FP 100 s, k 7 hari 28 hari
TDS P, G, FP 500 s, k 28 hari 28 hari
Amonia P, G, FP 500 s, k 7 hari 28 hari
Minyak dan G 1000 s 28 hari 28 hari
Lemak
pH P, G 50 s 15 menit 15 menit
TSS P, G, FP 500 s, k 28 hari 28 hari

Dengan P adalah plastik (polietilena atau sejenisnya), G adalah gelas, FP adalah


floropolimer atau politetrafloroetilena (PTFE), s adalah sesaat, k adalah komposit.
Sedangkan pengambilan sampel air limbah yang telah dilakukan sampai
lama waktu pengujian sampel disajikan pada Tabel 3.5 berikut.

Tabel 3.5 Pengambilan sampel air limbah penelitian


Parameter Wadah jumlah uji Teknik Waktu
uji (mL) pengambilan penyimpanan
BOD P 1500 s 2 hari (tidak
sesuai)
COD P 1500 s 2 hari
TDS P 1500 s 2 hari
Amonia P 1500 s 2 hari
Minyak dan P (tidak 1500 s 2 hari
Lemak sesuai)
pH P 1500 s 2 hari
TSS P 1500 s 2 hari
37

3.5 Pengujian Sampel


Pengujian sampel merujuk pada SNI yang telah ditetapkan yang
bergantung dari setiap parameternya. Parameter uji pada skala laboratorium di
antaranya pH, TDS, EC, COD, dan BOD. Parameter uji pada skala lapangan di
antaranya pH, TDS, EC, COD, BOD, TSS, Ammonia, Minyak dan lemak.
Parameter uji skala laboratorium berbeda dengan parameter uji pada skala
lapangan. Hal ini dikarenakan, percobaan skala laboratorium dilakukan untuk pre-
riset pada skala lapangan untuk diketahui hasil optimasi dari generator ozon dalam
menurunkan kadar air limbah pada skala laboratorium. Sedangkan percobaan
skala lapangan, parameter air limbah yang diukur, disesuaikan dengan parameter
baku mutu air limbah Permen LHK NOMOR
P.16/MENLHK/SETJEN/KUM.1/4/2019 untuk industri tekstil.

3.5.1 Pengujian COD


Pengujian COD dilakukan menggunakan metode pengujian yang
mengacu pada SNI 6989.2:2019. Pengujian COD menggunakan metode
spektrofotometri dengan reflux tertutup.

3.5.2 Pengujian BOD


Pengujian BOD menggunakan acuan SNI 6989.72:2009. Pengujian
BOD menggunakan metode iodimetri.

3.5.3 Pengujian TDS


Pengujian kadar TDS pada sampel air limbah tekstil menggunakan
metode gravimetri yang mengacu pada SNI 06-6989.27-2005.

3.5.4 Pengujian EC
Pengujian kadar EC mengacu pada SNI 6989.1:2019 menggunakan alat
konduktimeter.
38

3.5.5 Pengujian TSS


Pengujian kadar TSS pada sampel air limbah tekstil menggunakan
metode gravimetri yang mengacu pada SNI 06-6989.3-2019. Metode ini
digunakan untuk menentukan residu tersuspensi dalam sampel air limbah.

3.5.6 Pengujian pH
Pengujian nilai pH sampel air limbah menggunakan pH meter yang
mengacu pada SNI 06-6989.11-2019.

3.5.7 Pengujian Ammonia (NH3-N)


Pengujian kadar ammonia (NH3-N) pada sampel air limbah tekstil
dengan spektrofotometer secara fenat yang mengacu pada SNI 06-
6989.30-2005.

3.5.8 Pengujian Minyak lemak


Pengujian kadar minyak lemak pada sampel air limbah
menggunakan metode gravimetri yang mengacu pada SNI 6989.10:2011.
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Penelitian Skala Laboratorium


4.1.1 Optimasi Generator Ozon
Kegiatan optimasi generator ozon meliputi menentukan kelarutan,
konsentrasi, dan kapasitas ozon. Penelitian ini menggunakan 4 pipa venturi yang
dipasang secara paralel sebagai generator gelembung mikro sekaligus dialiri ozon
pada bagian tenggorokan pipa venturi. Nilai kelarutan ozon pada penelitian ini
diperoleh dengan cara menembakkan ozon gelembung mikro ke dalam aquades.
Aquades yang digunakan untuk menentukan kelarutan ozon menggunakan
aquades sebesar 25 Liter. Variasi kecepatan aliran udara yang digunakan yaitu
sebesar 4 L/menit; 2 L/menit; 0,8 L/menit; dan 0,4 L/menit selama 1 jam dengan
1/3 jam. Hasil dari penentuan kelarutan ozon ditampilkan pada Gambar 4.1.

Gambar 4.1 Grafik konsentrasi kelarutan ozon sebagai fungsi waktu.

Hasil penelitian yang telah dilakukan diperoleh bahwa kelarutan ozon meningkat
dengan seiring bertambahnya waktu dan akan cenderung stabil untuk waktu yang

38
39

cukup lama yang ditampilkan pada Gambar 4.1. Kecepatan aliran udara yang
terbaik berdasarkan Gambar 4.1 adalah sebesar 0,4 L/menit. Hal ini dikarenakan
semakin besar aliran udara yang digunakan maka semakin kecil kelarutan ozon
yang dihasilkan. Penggunaan aliran udara yang lebih kecil memberikan hasil yang
lebih efektif jika dibandingkan aliran udara yang lebih besar (Choi et al., 2004)
Konsentrasi dan kapasitas ozon diperoleh dengan cara menembakkan ozon
secara langsung pada larutan KI yang kemudian di titrasi oleh larutan Na2S2O3.
Variasi aliran udara yang digunakan sebesar 4 L/menit; 2 L/menit; 0,8 L/menit;
dan 0,4 L/menit. Hasil dari penentuan konsentrasi dan kapasitas ozon ditampilkan
pada Gambar 4.2. Hasil penelitian yang telah dilakukan menunjukkan bahwa nilai
kapasitas ozon akan meningkat jika nilai aliran udara juga ditingkatkan dan
cenderung akan stabil seiring meningkatnya aliran udara, sedangkan konsentrasi
ozon akan menurun yang kemudian cenderung stabil seiring meningkatnya aliran
udara. Hasil kapasitas dan konsentrasi terbaik berdasarkan Gambar 4.2 adalah
menggunakan kecepatan aliran udara sebesar 0,4 L/menit.

Gambar 4.2 Grafik konsentrasi dan kapasitas ozon sebagai fungsi aliran udara.
40

4.1.2 Distribusi Ukuran dan Lifetime Gelembung Mikro


Distribusi ukuran gelembung mikro yang digunakan dalam penelitian ini
merujuk pada penelitian yang dilakukan oleh Athikoh et al. pada tahun 2021. Hal
ini dikarenakan, penelitian ini memiliki konfigurasi, setelan, dan alat yang sama
persis dengan apa yang dilakukan oleh Athikoh et al. (2021) yaitu menggunakan
kamera mikroskop yang hasilnya ditampilkan pada Gambar 4.3 (a), kemudian
diolah menggunakan software imageJ seperti pada Gambar 4.3 (b), (c), dan (d), di
mana luasan citra yang diperoleh adalah sebesar 6 mm x 6 mm dengan jumlah
gelembung mikro yang terbaca sebesar 121 gelembung. Metode yang digunakan
adalah seperti pada skema peralatan Gambar 3.4.

(a) (b)

(c) (d)

Gambar 4.3 (a) Citra kamera mikroskop 6 mm x 6 mm dengan magnitudo 1000x,


pengolahan data menggunakan software imageJ (b) ukuran
gelembung, (c) jumlah gelembung, dan (d) validasi ukuran (Athikoh
et al., 2021).

Hasil analisis yang diperoleh melalui citra dan software imageJ kemudian
diplot ke dalam grafik sehingga diperoleh distribusi ukuran gelembung. Distribusi
ukuran gelembung mikro yang dari penelitian yang dilakukan oleh Athikoh et al.
41

(2021) didapatkan data bahwa gelembung mikro yang diperoleh lebih dominan
jika dibandingkan dengan gelembung makro yang disajikan pada Gambar 4.4.

Gambar 4.4 Grafik distribusi ukuran gelembung mikro oleh generator pipa
venturi (Athikoh et al., 2021).

Terdapat beberapa cara untuk mengetahui lifetime gelembung mikro yang


telah dilakukan oleh beberapa peneliti terdahulu, di antaranya pengamatan secara
langsung menggunakan perangkat baik menggunakan kamera mikroskop, SEM,
dynamic light scattering, nanoparticle tracking analysis, resonant mass
measurement (Pagureva et al., 2016; Li dan Zhang, 2022; Ohgaki et al., 2010; Xu
et al., 2006; Sumikura et al., 2007) dan melalui perhitungan secara empiris
berdasarkan data yang telah diperoleh (Zhang et al., 2008; Ljunggren dan
Eriksson, 1997). Akan tetapi, perhitungan lifetime gelembung mikro secara
numerik masih mengalami beberapa kendala di mana hasil secara empiris sangat
berbeda dengan hasil secara teori. Konflik antara teori dan eksperimen mungkin
disebabkan oleh beberapa faktor yang dapat mempengaruhi lifetime gelembung
mikro tersebut. Penentuan gelembung mikro sendiri juga masih terdapat
perbedaan dari berbagai literatur. Sebagai contoh, gelembung dengan diameter 20
42

nm hanya memiliki lifetime 1 µs (Ljunggren dan Eriksson, 1997), gelembung


berdiameter kurang dari 400 µm memiliki lifetime di atas 900 s dan gelembung
yang berdiameter lebih dari 400 µm memiliki lifetime di bawah 50 s (Pagureva et
al., 2016), gelembung berdiameter 60 nm memiliki lifetime sampai 1,1 ms (Zhang
et al., 2008), bahkan Ohgaki et al. (2010) dalam penelitiannya menyatakan bahwa
gelembung berukuran nanometer dapat bertahan sampai 2 minggu.
Dalam penelitian ini, penentuan lifetime gelembung mikro dinyatakan
dengan mencocokkan dari literatur yang merujuk pada Pagureva et al. (2016). Hal
ini dikarenakan penelitian yang dilakukan oleh Pagureva et al. (2016) merupakan
penelitian yang hampir mendekati dengan konsep di mana semakin kecil ukuran
gelembung maka semakin lama lifetime-nya. Sedangkan untuk literatur lain
terutama hasil yang diperoleh secara empiris menyatakan bahwa semakin besar
ukuran gelembung maka semakin lama lifetime-nya, yang mana hal ini
bertentangan dengan konsep dari lifetime gelembung mikro dalam air. Hasil
penelitian yang dilakukan oleh Pagureva et al. (2016) ditampilkan pada Gambar
4.5. Hal ini berarti, dalam penelitian penulis diperoleh data untuk gelembung yang
berukuran 200 – 300 µm memiliki lifetime sebesar ±900 s, sedangkan untuk
gelembung berukuran kurang dari 200 µm memiliki lifetime lebih dari 900 s.

Lifetime (detik)

Diameter gelembung (µm)

Gambar 4.5 Grafik lifetime gelembung mikro terhadap diameter gelembung


mikro (Pagureva et al., 2016)
43

4.1.3 Pengukuran Konsentrasi Air limbah Batik


Penentuan konsentrasi air limbah batik dianalisis menggunakan
spektroskopi UV-vis, dengan cara membuat kurva kalibrasi berdasarkan larutan
standar. Air limbah batik yang akan diolah mengandung pewarna Reactive Red
195 (RR195) dengan merek polan. Karakteristik RR 195 setelah dianalisis
menggunakan spektroskopi UV-vis berada pada panjang gelombang antara 400-
600 nm seperti yang ditampilkan pada Gambar 4.6.

Gambar 4.6 Kurva standar RR 195 menggunakan spektroskopi UV-Vis.

Puncak dari absorbansi tersebut berada pada panjang gelombang 540 nm.
Gambar 4.7 merupakan absorbansi dari air limbah kontrol (sebelum diolah) dan
air limbah setelah di olah selama 5 jam.
44

Gambar 4.7 Grafik batang pada absorbansi kontrol dan 5 jam setelah diolah
pada puncak panjang gelombang 540 nm.

Hasil analisis yang telah dilakukan diperoleh konsentrasi limbah kontrol sebesar
0,36 mg/L. Penurunan kadar air limbah setelah diolah menggunakan ozon
gelembung mikro selama 5 jam adalah sebesar 74,43%. Karamah dan Nurcahyani
(2019) juga melakukan penelitian dengan mengencerkan air limbah batik dengan
rasio 1:5 (limbah batik:aquadenim) dan diperoleh konsentrasi sebesar 70,31 mg/L.
Air limbah batik tersebut kemudian diolah menggunakan ozon dan kavitasi
hidrodinamik (Advanced Oxidation Process). Hasilnya menunjukkan bahwa AOP
berbasis ozon dan kavitasi hidrodinamik memberikan hasil penurunan kadar air
limbah sebesar 66,66%.

4.1.4 Pengaruh Waktu Perlakuan terhadap Parameter pH dan Suhu


Grafik pH dan temperatur sebagai fungsi waktu perlakuan ditampilkan
pada Gambar 4.8
45

Gambar 4.8 Grafik pH dan temperatur sebagai fungsi waktu perlakuan pada
skala laboratorium.

Generasi dari radikal hidroksil OH ¿ merupakan spesies aktif yang berperan dalam
mengoksidasi pewarna. Akan tetapi pada skala laboratorium memperoleh hasil
sebaliknya. Nilai pH limbah setelah diolah selama 5 jam tidak mengalami
perubahan sama sekali yaitu tetap berada pada pH 7 yang mana masuk ke dalam
kategori larutan normal. Terdapat dua mekanisme oksidasi yang utama pada
proses ozonasi yaitu oksidasi oleh molekul ozon secara langsung dan oksidasi
oleh radikal hidroksil secara tidak langsung. Tingkat pH larutan mempengaruhi
pembentukan radikal hidroksil dan menentukan mekanisme oksidasi utama
selama ozonasi (Wang et al., 2020). Pada tingkat pH yang lebih rendah atau
dalam kondisi asam, mekanisme oksidasi yang dominan adalah proses oksidatif
langsung oleh ozon. Sedangkan pada tingkat pH yang lebih tinggi atau dalam
kondisi basa, proses oksidatif lanjut oleh radikal hidroksil (Urbano et al., 2017; Ai
et al., 2015).
Suhu limbah meningkat seiring lamanya perlakuan. Hal ini dikarenakan
mesin pompa air yang panas seiring dengan lamanya mesin menyala. Mesin
pompa air yang panas, akan menyalurkan panas ke air limbah yang masuk ke
46

dalam pompa sebagai aliran. Aliran tersebut terjadi secara terus menerus sehingga
distribusi panas yang disalurkan dari mesin ke air limbah juga terus terjadi
sehingga suhu pada air limbah menjadi meningkat. Meningkatnya suhu tersebut
mengakibatkan ozon lebih mudah meluruh/menghilang sehingga tidak ada radikal
hidroksil yang terbentuk yang ditandai dengan tidak ada kenaikan nilai pH (pH
tetap) yang berarti proses ozonasi kurang optimal. Oleh karena itu, mengontrol
suhu reaksi merupakan parameter yang penting selama proses ozonasi (Wang et
al., 2020). Hal ini didukung oleh beberapa penelitian yang melakukan pengaruh
suhu terhadap optimasi proses ozonasi dengan melakukan variasi suhu 20°C
sampai dengan 80°C (Ramasamy et al., 2001; He et al., 2019; Wang et al., 2020;
Liu et al., 2019). Hasilnya yaitu peningkatan suhu reaksi akan mengurangi
kelarutan dan transfer massa ozon antara fase gas dan fase larutan.
Kenaikan suhu tidak hanya meningkatkan daya termal reaksi, tetapi juga
mempengaruhi peluruhan ozon pada saat yang bersamaan pada proses ozonasi.
Akibatnya, reaksi peluruhan O3 lebih dominan daripada daya reaksi termal maka
proses ozonasi akan kurang optimal (Wu et al., 2015; Chuajedton et al., 2017).
Hal ini dapat dijelaskan, peningkatan suhu pada O3 berbanding lurus dengan
reaksi peluruhan O3 sehingga ozon akan menipis seiring dengan meningkatnya
suhu (Elovitz et al., 2000). Selain itu peningkatan suhu akan mengurangi transfer
massa antara gas dengan larutan yang menyebabkan proses ozonasi kurang
optimal (Matsuura et al., 2016; Hu et al., 2016).

4.1.5 Pengaruh Waktu Perlakuan terhadap Parameter TDS dan EC


Total Dissolve Solid (TDS) merupakan banyaknya zat organik maupun
anorganik yang terlarut pada larutan. Sedangkan, Electrical Conductivity (EC)
merupakan konduktivitas listrik pada air limbah. Hasil penelitian yang telah
dilakukan menunjukkah bahwa semakin lama air limbah batik diolah
menggunakan ozon gelembung mikro maka konsentrasi parameter TDS dan EC
semakin menurun. Setelah air limbah batik diolah selama 5 jam, kadar TDS
berkurang 565 mg/liter menjadi 288 mg/liter dan kadar EC berkurang 1130 μs/cm
menjadi 687 μs/cm yang ditampilkan pada Gambar 4.9. Akan tetapi terjadi
47

anomali pada waktu perlakuan tertentu. Nilai TDS meningkat pada waktu ke 4,5
jam menuju 5 jam. Sedangkan EC meningkat pada waktu ke 4 jam menuju 5 jam.
Hal ini dikarenakan terdapat dua parameter penting yang berperan dalam besarnya
nilai konduktivitas dan penurunannya, yaitu komponen kimia yang digunakan
untuk proses membatik seperti sodium silikat dan ion karbon bebas, parafin, serta
bahan kimia lilin yang menempel pada kain atau pewarna pada batik. Parameter
tersebut secara langsung mempengaruhi konsentrasi zat yang bermuatan
elektrostatik seperti ion garam dalam fase cair (Rashidi et al., 2015). Perlakuan
ozon gelembung mikro yang dilakukan terus menerus juga akan menyebabkan
pelepasan radikal hidroksil terus menerus yang artinya hal inilah yang
menyebabkan mengapa pada waktu tertentu nilai TDS dan EC akan berkurang,
setelahnya akan meningkat karena bereaksi dengan senyawa turunannya.

Gambar 4.9 Grafik TDS dan EC sebagai fungsi waktu perlakuan pada skala
laboratorium.

Penurunan kadar parameter TDS dan EC pada skala laboratorium


ditampilkan pada Gambar 4.10. Penurunan kadar TDS terbesar adalah pada waktu
4 jam dengan persentase 54,7%, sedangkan penurunan kadar EC terbesar adalah
48

pada waktu 4,5 jam dengan persentase 59,55%. Terlihat juga pada Gambar 4.11
terjadi penurunan kadar baik pada TDS maupun EC. Penurunan kadar TDS dan
EC dikarenakan peningkatan nilai masing-masing konsentrasi TDS dan EC.

Gambar 4.10 Grafik Penurunan kadar TDS dan EC terhadap fungsi waktu
perlakuan pada skala laboratorium.

4.1.6 Pengaruh Waktu Perlakuan Terhadap Parameter COD dan BOD


Chemical Oxygen Demand (COD) merupakan kebutuhan oksigen kimia
untuk mengurai seluruh bahan organik yang terkandung dalam air. Sedangkan,
Biological Oxygen Demand (BOD) merupakan jumlah oksigen terlarut yang
dibutuhkan oleh bakteri untuk menguraikan zat organik terlarut. Pengaruh waktu
perlakuan terhadap kadar parameter COD dan BOD pada skala laboratorium
ditampilkan pada Gambar 4.11. Pada sampel kontrol, kadar COD sebesar 61,474
mg/L. Setelah diberi perlakuan selama 3 jam, kadar COD mengalami penurunan
menjadi 40,421 mg/L. Hingga 5 jam, konsentrasi COD turun menjadi 34,632.
Penurunan parameter COD berbanding lurus dengan lamanya waktu perlakuan.
COD akan sangat berkurang pada konsentrasi ozon yang tinggi (Choi et al.,
49

2004). Penurunan parameter COD terkait dengan adanya senyawa organik yang
mudah teroksidasi dan teroksidasi sebagian yang artinya senyawa organik
kompleks akan terurai sepenuhnya atau akan terurai sebagian (Karamah dan
Nurcahyani, 2019).

Gambar 4.11 Grafik COD dan BOD sebagai fungsi waktu perlakuan pada skala
laboratorium.

Penurunan kadar konsentrasi BOD juga berbanding lurus dengan waktu


perlakuan. Kadar BOD kontrol sebesar 19,057 mg/L. Setelah diberi perlakuan
selama 3 jam dan 5 jam, kadar BOD turun menjadi 12,531 mg/L dan 10,736
mg/L. Penurunan kadar BOD dapat terjadi karena reaksi oksidasi langsung ketika
ozon di dalam air menyebabkan ikatan tak jenuh dan akan memicu pemutusan
ikatan yang relatif kecil (Yulianto et al., 2020).
Penurunan kadar parameter COD dan BOD pada skala laboratorium
ditampilkan pada Gambar 4.12. Penurunan kadar yang diperoleh pada skala
laboratorium setelah diolah menggunakan ozon gelembung mikro selama 3 jam
sebesar 34,24% untuk COD dan BOD; selama 5 jam sebesar 43,66% untuk COD
dan BOD. Penurunan kadar terbesar baik untuk COD dan BOD adalah pada
waktu pengolahan selama 5 jam.
50

Gambar 4.12 Grafik penurunan kadar COD dan BOD terhadap fungsi waktu
perlakuan pada skala laboratorium.

4.2 Penelitian Skala Lapangan


4.2.1 Pengaruh Waktu Perlakuan terhadap Parameter pH dan Suhu
Hasil pH dan temperatur sebagai fungsi waktu perlakuan pada skala
lapangan ditampilkan pada Gambar 4.13. Penelitian yang dilakukan pada skala
lapangan diperoleh hubungan bahwa semakin lama waktu pengolahan limbah
menggunakan ozon gelembung mikro maka pH limbah akan meningkat dan pada
waktu tertentu akan cenderung stabil. Kondisi limbah sebelum diolah cenderung
asam dengan pH 6,88, akan tetapi semakin lama limbah diolah akan menjadi
cenderung basa dengan pH 8,02. Parameter pH masih dalam baku mutu air limbah
menurut Permen LHK NOMOR P.16/MENLHK/SETJEN/KUM.1/4/2019 untuk
industri tekstil yaitu untuk kadar maksimum limbah sebesar 6-9.
51

Gambar 4.13 Grafik pH dan temperatur sebagai fungsi waktu perlakuan pada
skala lapangan.

Meningkatnya pH larutan selama ozonasi merupakan salah satu


keberhasilan dalam advanced oxidation process (AOP) yang berarti proses
ozonasi akan lebih optimal (Chu dan Ma et al., 2000). Radikal hidroksil yang
terbentuk selama proses ozonasi memiliki kadar OH* yang dominan sehingga
menyebabkan suatu larutan menjadi cenderung basa. Selain itu, meningkatnya pH
dipengaruhi oleh suhu larutan. Berdasarkan Gambar 4.13 terlihat bahwa pada
suhu tinggi nilai pH cenderung stabil atau konstan yaitu pada perlakuan waktu 6
jam dan 30 jam. Akan tetapi pada suhu rendah yaitu pada waktu perlakuan ke 12-
24 jam nilai pH akan meningkat. Hal ini berarti, AOP terjadi pada suhu rendah
yang mana ozon akan beraksi dengan air menghasilkan radikal hidroksil.
Sedangkan pada suhu yang tinggi AOP tidak terjadi. Oleh karena itu, suhu reaksi
yang lebih rendah lebih cocok untuk meningkatkan efisiensi pengolahan limbah.
Parameter temperatur cenderung fluktuatif hal ini dikarenakan waktu
lamanya pengolahan selama 30 jam yang dapat dipengaruhi oleh suhu lingkungan
yang berubah-ubah seperti pagi, siang, sore, dan malam serta tempat penelitian
yang memakai seng untuk atapnya. Akibatnya, pada waktu siang akan panas dan
pada waktu malam akan cenderung dingin. Meningkatkan kelarutan dan stabilitas
52

ozon terlarut dalam larutan untuk mengoksidasi senyawa yang sulit dipenurunan
kadar merupakan kunci untuk meningkatkan efisiensi dari proses ozonasi (Qu et
al., 2015; Hu et al., 2016). Jika peningkatan daya termal reaksi lebih dominan
daripada reaksi peluruhan maka proses ozonasi akan lebih optimal (Wang et al.,
2020). Hal tersebut dikarenakan dekomposisi molekul kompleks menjadi molekul
yang lebih sederhana yang lebih cepat (Ramasamy et al., 2001; Wang et al.,
2020).

4.2.2 Pengaruh Waktu Perlakuan terhadap Parameter TDS dan EC


Kadar parameter TDS turun dari 1601 mg/L menjadi 1167 dan kadar
parameter EC turun dari 3228 µS/cm menjadi 2070 µS/cm setelah diolah selama
30 jam menggunakan ozon gelembung mikro. Hasil pengaruh waktu perlakuan
terhadap parameter TDS dan EC ditampilkan pada Gambar 4.14.

Gambar 4.14 Grafik TDS dan EC sebagai fungsi waktu perlakuan pada skala
lapangan.

Menurunnya kadar parameter TDS dan EC akibat dari proses ozonasi adalah
berkaitan dengan perubahan dari senyawa kompleks menjadi senyawa yang lebih
sederhana. Putusnya rantai panjang senyawa pewarna yang digunakan dalam
53

membatik seperti OSO3Na, SO3Na, dan CHCONH akan diuraikan menjadi Na, C,
N, dll. Hasil penguraian tersebut dapat ditandai dengan perubahan warna yang
mana air limbah akan menjadi lebih jernih (Adirajasa et al., 2022).
Penurunan kadar parameter TDS dan EC pada skala lapangan ditampilkan
pada Gambar 4.15. Hasil penelitian menunjukkan bahwa semakin lama waktu
limbah diolah menggunakan ozon gelembung mikro, maka persentase penurunan
kadar parameter TDS dan EC akan semakin meningkat. Penurunan kadar terbesar
baik untuk TDS maupun EC adalah pada waktu pengolahan selama 30 jam.

Gambar 4.15 Grafik penurunan kadar TDS dan EC terhadap fungsi waktu
perlakuan pada skala lapangan.

4.2.3 Pengaruh Waktu Perlakuan Terhadap Parameter COD dan BOD


Kadar maksimum Parameter COD dan BOD menurut Permen LHK
NOMOR P.16/MENLHK/SETJEN/KUM.1/4/2019 industri tekstil yaitu sebesar
150 mg/L untuk COD dan 60 mg/L untuk BOD. Besarnya parameter COD dan
BOD pada limbah kontrol masih di atas batas maksimum yaitu sebesar 543,33
mg/L dan 213,5 mg/L. Penelitian pada skala lapangan juga diperoleh hubungan
54

bahwa semakin lama waktu perlakuan limbah menggunakan ozon gelembung


mikro maka parameter COD dan BOD juga semakin menurun seperti yang
ditampilkan pada Gambar 4.16. Penurunan parameter COD selama waktu
perlakuan 30 jam menggunakan ozon gelembung mikro yaitu dari 543,33 mg/L
menjadi 133,33 mg/L. Sedangkan untuk parameter BOD terjadi penurunan dari
213,5 mg/L menjadi 32,9 mg/L. Agar sesuai dengan baku mutu air limbah yang
telah ditetapkan, lamanya waktu untuk menurunkan parameter COD dan BOD
adalah selama 12 jam dengan penurunan menjadi 193,33 mg/liter dan 80,15
mg/liter dengan efisiensi secara berturut-turut sebesar 64,41% dan 62,46%.

Gambar 4.16 Grafik COD dan BOD sebagai fungsi waktu perlakuan pada skala
lapangan.

Selama perlakuan ozon gelembung mikro, penurunan Chemical Oxygen


Demand (COD) dan Biochemical Oxygen Demand (BOD) dapat dinyatakan
bahwa ozon mengoksidasi polutan yang ada dalam limbah, yang menyebabkan
penurunan konsentrasi COD dan BOD. Turunnya konsentrasi COD dan BOD
dikarenakan oksidasi secara langsung oleh ozon atau secara tidak langsung oleh
−¿¿
OH radikal (Priya dan Jeyanthi, 2019; Adams dan Gorg, 2002).
55

Penurunan kadar parameter COD dan BOD pada skala lapangan


ditampilkan pada Gambar 4.17. Hasil penelitian menunjukkan bahwa semakin
lama waktu pengolahan limbah menggunakan ozon gelembung mikro, maka
persentase penurunan kadar parameter COD dan BOD akan semakin meningkat.
Penurunan kadar terbesar untuk COD adalah pada waktu perlakuan selama 18
jam, sedangkan untuk BOD pada waktu perlakuan selama 30 jam. Hasil penelitian
juga diperoleh penurunan kadar parameter COD yaitu pada waktu perlakuan ke 18
jam menuju ke 30 jam yaitu dari 79,14% menjadi 75,46%.

Gambar 4.17 Grafik penurunan kadar COD dan BOD terhadap fungsi waktu
perlakuan pada skala lapangan.

4.2.4 Pengaruh Waktu Perlakuan Terhadap Parameter TSS


Pengukuran parameter TSS hanya dilakukan pada skala lapangan. Hal ini
dikarenakan menyesuaikan perbaikan dari penelitian pada skala laboratorium agar
sesuai dengan baku mutu air limbah menurut Permen LHK NOMOR
P.16/MENLHK/SETJEN/KUM.1/4/2019 untuk industri tekstil. Parameter TSS
pada limbah kontrol yang diperoleh dari penelitian ini adalah sebesar 72 mg/L
56

sedangkan untuk kadar maksimum parameter TSS menurut baku mutu air limbah
yang ditetapkan yaitu sebesar 50 mg/L. Nilai ini masih di atas batas maksimum
baku mutu limbah yang sudah ditetapkan. Hasil penelitian menunjukkan bahwa
semakin lama waktu pengolahan limbah dengan ozon gelembung mikro maka
konsentrasi TSS akan semakin berkurang. Setelah dilakukan pengolahan
menggunakan ozon gelembung mikro selama 30 jam, konsentrasi TSS menjadi 16
mg/L yang mana hasil ini sudah sesuai dengan baku mutu limbah. Parameter TSS
mengalami kenaikan pada waktu pengolahan 12 ke 24 jam dan mengalami
penurunan kembali pada waktu pengolahan 24 ke 30 jam seperti yang ditampilkan
pada Gambar 4.18. Lamanya waktu pengolahan limbah agar parameter TSS sesuai
dengan baku mutu air limbah yang telah ditetapkan adalah selama 6 jam.

Gambar 4.18 Grafik TSS sebagai fungsi waktu perlakuan pada skala lapangan.

TSS merupakan padatan yang tidak terlarut dalam air baik dalam keadaan
melayang maupun mengendap, bersifat organik maupun anorganik, dan dapat
menyebabkan kekeruhan dalam air (Rahadi et al., 2020). Secara umum, penelitian
yang telah dilakukan menyatakan bahwa ozon gelembung mikro mampu
menurunkan parameter TSS. Hal ini dikarenakan, ozon bertindak sebagai agen
koagulan yang membantu menggumpalkan padatan tersuspensi, sehingga
57

menghasilkan TSS yang lebih rendah (Gomes et al., 2017). Selain ozon, radikal
hidroksil seperti H2O2 dan OH* juga memainkan peran penting dalam
mempengaruhi TSS (Tanveer et al., 2022). Ozon dan radikal hidroksil berperan
sebagai oksidator yang mana senyawa kompleks akan diolah menjadi senyawa
yang lebih sederhana. Oleh karena itu, proses ozonasi merupakan langkah yang
optimal dalam menurunkan konsentrasi TSS dikarenakan peran ozon serta radikal
yang mampu menurunkan kadar TSS (Tanveer et al., 2022).
Penurunan kadar parameter TSS pada skala lapangan ditampilkan pada
Gambar 4.19. Hasil penelitian menunjukkan bahwa semakin lama waktu
pengolahan limbah menggunakan ozon gelembung mikro, maka persentase
penurunan kadar parameter TSS akan semakin meningkat. Hasil penelitian juga
diperoleh penurunan kadar parameter TSS yaitu pada waktu perlakuan ke 12 jam
menuju 24 jam, kemudian naik kembali pada waktu perlakuan ke 24 jam menuju
30 jam. Penurunan kadar ini dikarenakan adanya kenaikan konsentrasi pada waktu
tersebut.

Gambar 4.19 Grafik penurunan kadar TSS terhadap fungsi waktu perlakuan pada
skala lapangan.
58

4.2.5 Pengaruh Waktu Perlakuan Terhadap Parameter Ammonia (NH3-N)


Pengukuran parameter Ammonia juga hanya dilakukan pada skala
lapangan seperti pada parameter TSS. Menurut Permen LHK NOMOR
P.16/MENLHK/SETJEN/KUM.1/4/2019 untuk industri tekstil, kadar maksimum
parameter ammonia adalah sebesar 8 mg/L. Sedangkan parameter ammonia pada
limbah kontrol yang diperoleh dari penelitian ini adalah sebesar 0,067 mg/L, yang
artinya limbah tersebut sudah sesuai dengan baku mutu yang telah ditetapkan.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa semakin lama waktu pengolahan limbah
dengan ozon gelembung mikro maka konsentrasi parameter Ammonia akan
semakin berkurang yang ditampilkan pada Gambar 4.20. Setelah diolah
menggunakan ozon gelembung mikro selama 30 jam, konsentrasi Ammonia
menurun dari 0,067 mg/L menjadi 0,021 mg/L. Hasil penelitian juga menemukan
adanya kenaikan konsentrasi, yaitu pada waktu pengolahan ke 12-18 jam dan 24-
30. Konsentrasi terendah ditunjukkan pada waktu perlakuan ke 24 jam yaitu
sebesar 0,015 mg/L.

Gambar 4.20 Grafik Ammonia sebagai fungsi waktu perlakuan pada skala
lapangan.
59

Nitrogen ammonia pada limbah dapat dioksidasi menggunakan ozon


gelembung mikro serta radikal hidroksil yang terbentuk. Reaksi tersebut
menyebabkan terputusnya rantai panjang dari senyawa kompleks menjadi molekul
yang lebih sederhana. Lebih lanjut, reaksi ammonia dengan ozon atau radikal
hidroksil dijelaskan seperti pada reaksi (R-4.1) sampai dengan reaksi (R-4.9).

NH 3+ H 2 O
−¿⇋ ¿

NH +¿+OH
4
¿
(R-4.1)
+ ¿+ H 2 O + 3O2 ¿
+¿ →¿
3 O3 + NH 4 NO−¿+2
2
H ¿
(R-4.2)

−¿∓O3 → ¿ −¿+O2 ¿
NO 2 NO 3 (R-4.3)
+ ¿+ H 2 O + 4O 2 ¿
+¿ →¿
4 O3+ NH 4 NO−¿+2
3
H ¿
(R-4.4)

3 O3 + NH 3 →
+ ¿+ H 2 O + 3O2 ¿

NO−¿+2
2
H ¿
(R-4.5)

4 O3+ 3 NH 3 → −¿+H ++H 2 O +4 O2 ¿


NO 3 (R-4.6)

6 OH + NH 3 →
+ ¿+4 H 2 O ¿

NO−¿+H
2
¿
(R-4.7)

−¿+2 OH → ¿ −¿+H 2 O ¿
NO 2 NO 3 (R-4.8)

NH 3+ 8 OH →
+ ¿+5 H 2 O ¿

NO−¿+H
3
¿
(R-4.9)

Penurunan kadar parameter Ammonia pada skala lapangan ditampilkan


pada Gambar 4.21. Hasil penelitian menunjukkan bahwa semakin lama waktu
pengolahan limbah menggunakan ozon gelembung mikro, maka persentase
penurunan kadar parameter Ammonia akan semakin meningkat. Hasil penelitian
juga diperoleh penurunan kadar parameter TSS yaitu pada waktu pengolahan ke
12 jam menuju 18 jam, naik kembali pada waktu pengolahan ke 24 jam, kemudian
turun kembali pada waktu pengolahan ke 30 jam. Persentase penurunan kadar
terbesar yaitu pada waktu pengolahan selama 24 jam
60

Gambar 4.21 Grafik penurunan kadar Ammonia terhadap fungsi waktu perlakuan
pada skala lapangan.

4.2.6 Pengaruh Waktu Perlakuan Terhadap Parameter Minyak dan Lemak


Parameter minyak dan lemak juga hanya dilakukan pada skala lapangan
untuk menyesuaikan seperti pada baku mutu limbah yang sudah ditetapkan oleh
Permen LHK NOMOR P.16/MENLHK/SETJEN/KUM.1/4/2019 untuk industri
tekstil. Parameter minyak dan lemak memiliki kadar maksimum yang telah
ditetapkan yaitu sebesar 3 mg/L. Sedangkan untuk limbah kontrol, parameter
minyak dan lemak yang diperoleh adalah sebesar 36 mg/L yang artinya, limbah
tersebut masih di atas baku mutu air limbah yang ditetapkan. Hasil penelitian
menunjukkan bahwa semakin lama waktu pengolahan limbah dengan ozon
gelembung mikro maka konsentrasi parameter minyak dan lemak akan semakin
berkurang yang ditampilkan pada Gambar 4.22. Hasil penelitian juga diperoleh
adanya kenaikan konsentrasi pada waktu tertentu. Nilai terendah diperoleh pada
pengolahan selama 30 jam yaitu sebesar 30 mg/L. Nilai ini juga masih di atas
baku mutu air limbah yang telah ditetapkan yaitu sebesar 5 mg/L. Persentase
penurunan kadar parameter minyak dan lemak setelah diolah selama 30 jam
diperoleh sebesar 16,67%.
61

Gambar 4.22 Grafik Minyak dan Lemak sebagai fungsi waktu perlakuan pada
skala lapangan.

Ozon merupakan alat pengoksidasi yang kuat untuk mengurangi jumlah


minyak dan lemak. Mekanisme secara umumnya, ozon dan radikal hidroksil
bereaksi dengan minyak dan lemak, mengubah senyawa minyak dan lemak
tersebut menjadi senyawa yang lebih sederhana (de Wilt et al., 2018). Ozon juga
memiliki aktivitas molekul yang kuat sehingga ozon mampu mengurangi jumlah
minyak yang hampir tidak tergantung dengan parameter lain (Mory Traore et al.,
2019).

4.3 Penurunan Kadar Air limbah Batik oleh Ozon Gelembung Mikro
Proses pengolahan air limbah batik oleh ozon gelembung mikro seperti
pada proses oksidasi berantai dan mengubah molekul yang kompleks menjadi
lebih sederhana. Pewarna dominan yang digunakan dalam limbah adalah pewarna
RR195. Terdapat dua kemungkinan pathway oksidasi untuk RR195 pada proses
ozonasi yang diusulkan oleh Zhang et al. (2015) seperti pada Gambar 4.23.
62

Gambar 4.23 Pathway pengolahan RR195 dengan ozonasi. (a) pathway oksidasi
No. 1; (b) pathway oksidasi No. 2 garis solid menjelaskan pathway
oksidasidan garis putus-putus mengindikasikan bagian dari produk
ozonasi yang mungkin lebih lanjut dioksidasi menjadi komponen
yang lebih kecil (Zhang et al., 2015).

Zat pewarna pada RR195 yang terlarut merupakan campuran produk dari
dua jalur oksidasi. Jalur oksidasi No.1 pada Gambar 4.23(a) mengandung
senyawa dengan fragmen A1, A2, dan A3. Sedangkan Gambar 4.23(b) No. 2
mengandung senyawa dengan fragmen A2 dan A3. Ikatan −N=N −¿ pasti
terputus selama proses ozonasi jika efisiensi hampir 100%. Ozon yang masuk ke
dalam air limbah akan mengoksidasi limbah secara langsung oleh ozon itu sendiri
atau secara tidak langsung dengan menghasilkan radikal hidroksil melalui reaksi
dengan molekul air (Voigt et al., 2020). Ozon dan radikal hidroksil memiliki efek
yang sinergis untuk memecah molekul dalam limbah menjadi molekul yang lebih
sederhana seperti yang diilustrasikan pada Gambar 4.24 (Serna-Galvis et al.,
2019). Produk dari proses ozonasi atau teroksidasi kemudian akan terurai
63

sepenuhnya oleh CO2 dan asam organik kecil lainnya jika proses oksidasi
berlanjut.

Gambar 4.24 Skema penurunan kadar air limbah oleh ozon dan radikal hidroksil
menghasilkan molekul yang lebih sederhana atau mikro polutan
(Serna-Galvis et al., 2019).

Selain ozon dan radikal, gelembung mikro yang digunakan dalam


menguraikan limbah juga memiliki peran penting dalam meningkatkan transfer
massa ozon. Transfer massa ozon bergantung dari luas area permukaan dari
gelembung. Gelembung mikro memiliki area antar muka yang besar jika
dibandingkan dengan gelembung konvensional. Hal ini dikarenakan, gelembung
mikro memiliki waktu hidup yang lama di dalam air jika dibandingkan dengan
gelembung konvensional sehingga memiliki waktu kontak yang lama dan
menyebar di dalam air. Gelembung tersebut akan menyusut seiring dengan waktu
dan pecah di dalam larutan akibat tekanan yang ada disekitarnya, tidak seperti
gelembung konvensional yang pecah di permukaan. Pecahnya gelembung tersebut
akan menyebabkan ozon bereaksi dengan lingkungan (larutan) yang akan
menghasilkan berbagai radikal seperti radikal hidroksil (OH *), hidrogen peroksida
(H2O2), serta molekul O* yang juga akan mengoksidasi air limbah menjadi
64

molekul yang lebih sederhana. Selain itu, Pecahnya gelembung mikro akan
menghasilkan daerah lokal yang disebut hot-spot area dengan kondisi ekstrim
(5000 K, 1000 atm) yang menyebabkan lonjakan tekanan dan suhu secara tiba-
tiba. Karena pecahnya gelembung dan reaksi radikal yang terjadi pada fase gas,
senyawa organik dapat teroksidasi di sekeliling hot spot. Gelembung meledak
dengan energi yang tinggi akan membantu proses oksidasi lebih efektif lagi
(Advance Oxidation Process/AOP) dengan terbentuk menjadi hidroksil dan
peroksida (Verinda et al., 2022; Raut-Jadhav et al., 2016).
Radikal yang berdifusi dari gelembung mikro dan pecah dapat bereaksi
lebih lanjut pada antarmuka gas cair dengan polutan yang tersisa dalam fase cair.
Dalam kasus O3, dekomposisi O3 dalam gelembung menghasilkan peningkatan
jumlah •OH (Gągol et al., 2018a; Gągol et al., 2018b). Radikal •OH dengan
potensial oksidasi 2,80 V dapat mengoksidasi secara nonselektif dan dengan cepat
mengoksidasi kontaminan pada laju konstan dalam orde 10 6-109 M−1s−1 (Verinda
et al., 2022; Mehrjouei et al., 2015; Asghar et al., 2015). Pilihan oksidasi tunggal
atau bertingkat dari suatu kontaminan terutama tergantung pada sifat fisik dan
kimianya, seperti energi ikatan, volatilitas, atau hidrofilisitas (Gonze et al., 1999).
Hal paling penting adalah oksidasi polutan melalui dekomposisi yang
menghasilkan spesies kimia dengan potensi redoks tinggi, kemudian bereaksi
dengan molekul polutan. Ozon yang dilarutkan dalam media berair memiliki
potensi oksidasi yang tinggi (2,08 V), yang memungkinkan mengoksidasi
berbagai macam polutan organik yang terkandung dalam strukturnya, antara lain
ikatan rangkap (C=C, N=N, C=N) (Makino et al., 1983). Oleh karena itu, sinergi
dari reaksi ozon dan komponen radikal dengan polutan akan menyebabkan
komponen yang kompleks dari polutan akan teroksidasi menjadi komponen yang
lebih sederhana yang disebut sebagai mikro polutan.
Hasil penelitian yang sudah dilakukan baik pada skala laboratorium
maupun skala lapangan menunjukkan bahwa semakin lama perlakuan maka
parameter limbah semakin turun. Turunnya parameter limbah tersebut ditandai
dengan perubahan warna yang semakin menjadi jernih. Pada skala laboratorium
perlakuan limbah selama 2 jam sudah menunjukkan adanya perubahan warna
65

yang mana menjadi jernih seperti pada Gambar 4.25, kemudian perlakuan tetap
dilanjutkan sampai dengan 5 jam untuk memperoleh penurunan kadar parameter
air limbah batik yang lebih baik.

Gambar 4.25 Pengaruh waktu perlakuan pada air limbah batik menggunakan
kecepatan aliran udara 0,4 L/menit pada skala laboratorium.

Percobaan skala lapangan, terdapat parameter air limbah sudah sesuai dengan
baku mutu air limbah seperti pH, TSS, dan Ammonia. Akan tetapi masih juga
terdapat parameter yang masih di atas baku mutu air limbah yaitu COD, BOD,
Minyak dan Lemak. Waktu pengolahan limbah pada skala lapangan, agar
memenuhi baku mutu air limbah permen LHK NOMOR
P.16/MENLHK/SETJEN/KUM.1/4/2019 untuk parameter yang masih di atas
baku mutu air limbah yaitu dengan melakukan pengolahan selama 18 jam, kecuali
parameter minyak dan lemak, yang ditampilkan pada Tabel 4.1.

Tabel 4.1 Perbandingan nilai parameter maksimum dengan lama


pengolahan menggunakan ozon gelembung mikro.
Kadar Lama Pengolahan (jam)
Parameter Satuan
Maksimum 0 6 12 18 24 30

pH - 6-9 6,88 7 7,4 7,8 8 8,02

BOD mg/L 60 213,5 173,6 80,15 42,7 33,43 32,9

COD mg/L 150 543,33 286,67 193,33 103,33 113,33 133,33

TSS mg/L 50 72 44 22 27 31 16

Minyak dan mg/L 3 36 42 44 36 38 30


66

Kadar Lama Pengolahan (jam)


Parameter Satuan
Maksimum 0 6 12 18 24 30

Lemak

Amoniak mg/L 8 0,067 0,035 0,023 0,027 0,015 0,021

TDS mg/L - 1601 1543 1468 1367 1285 1167

EC µS/cm - 3228 3067 2705 2671 2476 2070

Perbandingan percobaan dari skala lapangan dengan skala laboratorium


diperoleh bahwa tidak ada hubungan linier antara hasil dari percobaan lapangan
dengan skala laboratorium. Hasilnya skala laboratorium menunjukkan bahwa pada
waktu pengolahan air limbah selama 2 jam, diperoleh hasil perubahan warna yang
menjadi lebih jernih. Sedangkan percobaan pada skala lapangan percobaan selama
30 jam masih terdapat parameter yang masih di atas baku mutu air limbah yaitu
minyak dan lemak. Oleh karena itu, perlu dilakukan scale up baik generator ozon
maupun generator gelembung mikro untuk penelitian selanjutnya agar diperoleh
penurunan kadar air limbah yang lebih baik.

4.4 Konsumsi Energi


AOP telah muncul sebagai metode pengolahan yang layak secara teknis
untuk berbagai macam air limbah, salah satunya adalah untuk pengolahan air
limbah batik. Akan tetapi, sulit untuk menemukan studi yang membahas
kelayakan ekonomi dan vitalitas teknis dari AOP, baik berbasis UV, ozon,
fotokatalis, maupun yang lain. Proses yang layak secara ekonomi adalah salah
satu aspek terpenting dari sistem pengolahan untuk diadopsi di lingkungan
industri. Biaya perawatan dapat diwakili oleh jumlah biaya modal, operasional,
pemeliharaan, dan penggunaan daya/konsumsi energi (Buthiyappan et al., 2015).
Informasi konsumsi energi oleh sistem pengolahan dapat sangat berguna untuk
membangun sistem instalasi pengolahan air limbah berbasis AOP.
Penelitian yang telah dilakukan, memiliki dua alat yang mengonsumsi
energi listrik, yaitu pompa air dan generator ozon. Kedua alat ini memberikan
67

daya sebesar 381 watt. Perbandingan konsumsi energi yaitu dengan menentukan
besarnya konsumsi energi per total massa (EEM). Persamaan untuk menentukan
konsumsi energi per total massa di rumuskan pada persamaan 4.1

P ×t ×1000
EEM = (4.1)
V (Ci−C f )

dengan P adalah daya (kW), t adalah waktu (jam), V adalah volume larutan (L),
C i adalah konsentrasi awal (mg/L), dan C f adalah konsentrasi akhir (mg/L). Tabel
4.2 merupakan konsumsi energi per total massa (EEM) dari berbagai teknik AOP
untuk mengoksidasi pewarna dalam limbah. Terlihat pada Tabel 4.2 bahwa
teknologi ozon gelembung mikro memiliki konsumsi energi per massa yang
rendah kedua setelah UV + O3 dengan EEM sebesar 355,48 kWh/g jika
dibandingkan dengan metode AOP yang lain. Sehingga jika didasarkan pada
jumlah penggunaan daya, maka ozon gelembung mikro memiliki nilai ekonomi
yang lebih murah jika dibandingkan dengan teknologi AOP yang lainnya.

Tabel 4.2 Perbandingan Konsumsi Energi per Total Massa (EEM) dari
Berbagai Teknik AOP (Mahamuni dan Adewuyi, 2010).
Metode AOP EEM (kWh/g)
Ozon (O3) gelembung mikro 355,48
9
UV 1 ,38 × 10
Ultrasound (US) 10964,69
US + UV 3698,09
US + O3 1215,02
UV + O3 111,56
Fotokatalisis 3654,68
Sonofotokatalisis 1059,08
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 Kesimpulan
Berdasarkan tujuan dan penelitian yang telah dilakukan, diperoleh
kesimpulan sebagai berikut:
1. Penerapan AOP telah berhasil dengan baik di laboratorium dan skala
lapangan di industri batik dan AOP memberikan indikasi terputusnya
rantai panjang senyawa kompleks limbah menjadi senyawa yang lebih
sederhana dan warna limbah menjadi lebih jernih.
2. Penelitian yang telah dilakukan baik skala laboratorium maupun lapangan
diperoleh hubungan bahwa semakin lama waktu pengolahan limbah
menggunakan ozon gelembung mikro maka konsentrasi parameter limbah
akan semakin menurun.
3. Teknologi AOP dengan bantuan ozon dalam gelembung mikro dapat
digunakan untuk pengolahan limbah batik pembilasan pada skala lapangan
dan mampu menurunkan kadar parameter air limbah serta telah memenuhi
baku mutu air limbah Permen LHK NOMOR
P.16/MENLHK/SETJEN/KUM.1/4/2019 setelah diolah selama 18 jam
kecuali minyak dan lemak.

5.2 Saran
Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan, maka diperoleh saran
untuk penelitian selanjutnya:
1. Perlu dilakukan pengukuran lebih lanjut mengenai konsentrasi radikal
hidroksil dan hidrogen peroksida yang terbentuk dari ozon gelembung
mikro.
2. Perlu dilakukan scale up peralatan skala lapangan, seperti meningkatkan
dosis yang dikeluarkan dari generator ozon dan generator gelembung
mikro agar waktu pengolahan lebih singkat serta penurunan kadar air
limbah lebih besar.

68
69

3. Perlu dilakukan pengolahan air limbah batik dengan jenis air limbah
anorganik untuk penelitian selanjutnya.
4. Perlu dilakukan analisis beban pencemaran lingkungan dan daya tampung
sungai untuk penelitian selanjutnya.
DAFTAR PUSTAKA

Adams, C.D., Gorg, S., (2002). Effect of pH and gas-phase ozone concentration
on the decolorization of common textile dyes. J. Environ. Eng. 128,
293e298.
Afisna, L. P., Juwana, W. E., Indarto, I., Deendarlianto, D., dan Nugroho, F. M.
(2017). Performance of porous-venturi microbubble generator for aeration
process. JEMMME (Journal of Energy, Mechanical, Material, and
Manufacturing Engineering), 2(2), 73-80.
Afsah‐Hejri, L., Hajeb, P., dan Ehsani, R. J. (2020). Application of ozone for
degradation of mycotoxins in food: A review. Comprehensive Reviews in
Food Science and Food Safety, 19(4), 1777-1808.
Afzan S., Izzuddin, M.N. dan Raihan, A. 2019. Penapis saluran efluens. 9th
National Conference in Education-Technical dan Vocational Education and
Training (CiE-TVET) 2019.
Ahmad, A. L., Harris, W. A., dan Ooi, B. S. (2002). Removal of dye from
wastewater of textile industry using membrane technology. Jurnal
Teknologi, 31-44.
Ai, C., Zhou, D., Wang, Q., Shao, X., dan Lei, Y. (2015). Optimization of
operating parameters for photocatalytic degradation of tetracycline using
In2S3 under natural solar radiation. Solar Energy, 113, 34-42.
Alfisah, R. K., Rusmana, I., Widiyanto, T., dan Affandi, R. (2022). The
Abundance and Potential Activity of Nitrifying, Denitrifying, and Nitrate-
ammonifying Bacteria in the Vanamae Shrimp Culture in Karawang. In IOP
Conference Series: Earth and Environmental Science, 1062(1), 012011.
Al-Hawash, A. B., Dragh, M. A., Li, S., Alhujaily, A., Abbood, H. A., Zhang, X.,
dan Ma, F. (2018). Principles of microbial degradation of petroleum
hydrocarbons in the environment. The Egyptian Journal of Aquatic
Research, 44(2), 71-76.

70
71

Ameta, S., dan Ameta, R. (Eds.). (2018). Advanced oxidation processes for
wastewater treatment: emerging green chemical technology. Academic
press.
Apriyani, N. (2018). Industri batik: kandungan air limbah dan metode
pengolahannya. Media Ilmiah Teknik Lingkungan (MITL), 3(1), 21-29.
Ariyetti, A., Anggia, M., dan Wijayanti, R. (2022). Analisis Kualitas Air Limbah
Tahu di Kecamatan Kuranji Kota Padang. Jurnal Dampak, 19(2), 1-6.
Asghar, A., Raman, A. A. A., dan Daud, W. M. A. W. (2015). Advanced
oxidation processes for in-situ production of hydrogen peroxide/hydroxyl
radical for textile wastewater treatment: a review. Journal of cleaner
production, 87, 826-838.
Athikoh, N., Gunawan, G., dan Nur, M. (2021). Pengolahan air limbah tekstil
dengan proses oksidasi menggunakan ozon gelembung mikro. Arena
Tekstil, 36(2).
Aydın, M. I., Yüzer, B., Öngen, A., Ökten, H. E., dan Selçuk, H. (2018).
Comparison of ozonation and coagulation decolorization methods in real
textile wastewater. Desalination and Water Treatment. 103, 55-64.
Azbar, N. U. R. İ., Yonar, T., dan Kestioglu, K. (2004). Comparison of various
advanced oxidation processes and chemical treatment methods for COD and
color removal from a polyester and acetate fiber dyeing
effluent. Chemosphere, 55(1), 35-43.
Badan Standarisasi Nasional. 2005. Cara uji kadar amonia dengan
spektrofotometer secara fenat. SNI No. 06-6989.30-2005. Badan
Standarisasi Nasional. Jakarta.
Badan Standarisasi Nasional. 2005. Cara uji kadar padatan terlarut total secara
gravimetri. SNI No. 06-6989.27-2005. Badan Standarisasi Nasional.
Jakarta.
Badan Standarisasi Nasional. 2009. Cara Uji Kebutuhan Oksigen Biokimia
(Biochemical Oxygen Demand/BOD). SNI No. 6989.72:2009. Badan
Standarisasi Nasional. Jakarta.
72

Badan Standarisasi Nasional. 2011. Cara uji minyak nabati dan minyak mineral
secara gravimetri. SNI No. 6989.10:2011. Badan Standarisasi Nasional.
Jakarta.
Badan Standarisasi Nasional. 2019. Cara Uji Daya Hantar Listrik (DHL). SNI
No. 6989.1:2019. Badan Standarisasi Nasional. Jakarta.
Badan Standarisasi Nasional. 2019. Cara uji derajat keasaman (Ph) dengan
menggunakan pH meter. SNI No. 06-6989.11-2019. Badan Standarisasi
Nasional. Jakarta.
Badan Standarisasi Nasional. 2019. Cara uji padatan tersuspensi total (Total
Suspended Solids/TSS) secara gravimetri. SNI No. 06-6989.3-2019. Badan
Standarisasi Nasional. Jakarta.
Badan Standarisasi Nasional. 2021. Cara uji Kebutuhan Oksigen Kimiawi
(Chemical Oxygen Demand/COD) dengan refluks tertutup secara
spektrofotometri. SNI No. 6989.2:2019. Badan Standarisasi Nasional.
Jakarta.
Badan Standarisasi Nasional. 2021. Metode Pengambilan Contoh Uji Air Limbah
untuk Pengujian Fisika dan Kimia. SNI No. 8990:202. Badan Standarisasi
Nasional. Jakarta.
Beltran, F. J. (2003). Ozone reaction kinetics for water and wastewater systems.
crc Press.
Birgani, P. M., Ranjbar, N., Abdullah, R. C., Wong, K. T., Lee, G., Ibrahim, S., ...
dan Jang, M. (2016). An efficient and economical treatment for batik textile
wastewater containing high levels of silicate and organic pollutants using a
sequential process of acidification, magnesium oxide, and palm shell-based
activated carbon application. Journal of environmental management, 184,
229-239.
Buthiyappan, A., Aziz, A. R. A., dan Daud, W. M. A. W. (2015). Degradation
performance and cost implication of UV-integrated advanced oxidation
processes for wastewater treatments. Reviews in Chemical
Engineering, 31(3), 263-302.
73

Chasanah, U., Yulianto, E., Zain, A. Z., Sasmita, E., Restiwijaya, M., Kinandana,
A. W., ... dan Nur, M. (2019, February). Evaluation of Titration Method on
Determination of Ozone Concentration Produced by Dielectric Barrier
Discharge Plasma (DBDP) Technology. In Journal of Physics: Conference
Series (Vol. 1153, No. 1, p. 012086). IOP Publishing.
Cheng, W., Jiang, L., Quan, X., Cheng, C., Huang, X., Cheng, Z., dan Yang, L.
(2019). Ozonation process intensification of p-nitrophenol by in situ
separation of hydroxyl radical scavengers and microbubbles. Water Science
and Technology, 80(1), 25-36.
Choi, J.W., Song, H.K., Lee, W., Koo, K.K., Han, C., dan Na, B.K. 2004.
Reduction of COD and colour of acid and reactive dyestuff wastewater
using ozone. Korean Journal of Chemical Engineering 21: 398.
Chu, L. B., Xing, X. H., Yu, A. F., Sun, X. L., dan Jurcik, B. (2008). Enhanced
treatment of practical textile wastewater by microbubble ozonation. Process
Safety and Environmental Protection, 86(5), 389-393.
Chu, L. B., Xing, X. H., Yu, A. F., Zhou, Y. N., Sun, X. L., dan Jurcik, B. (2007).
Enhanced ozonation of simulated dyestuff wastewater by
microbubbles. Chemosphere, 68(10), 1854-1860.
Chu, W., dan Ma, C. W. (2000). Quantitative prediction of direct and indirect dye
ozonation kinetics. Water research, 34(12), 3153-3160.
Chuajedton, A., Uthaibutra, J., Pengphol, S., dan Whangchai, K. (2017).
Inactivation of Escherichia coli O157: H7 by treatment with different
temperatures of micro-bubbles ozone containing water. International Food
Research Journal, 24(3).
Damideh, V., Chin, O. H., Gabbar, H. A., Ch'ng, S. J., dan Tan, C. Y. (2020).
Study of ozone concentration from CO2 decomposition in a water cooled
coaxial dielectric barrier discharge. Vacuum, 177, 109370.
Daud, N. M., Abdullah, S. R. S., Hasan, H. A., dan Dhokikah, Y. (2022).
Integrated physical-biological treatment system for batik industry
wastewater: A review on process selection. Science of The Total
Environment, 152931.
74

de Wilt, A., van Gijn, K., Verhoek, T., Vergnes, A., Hoek, M., Rijnaarts, H., dan
Langenhoff, A. (2018). Enhanced pharmaceutical removal from water in a
three step bio-ozone-bio process. Water research, 138, 97-105.
Dwityaningsih, R., Triwuri, N. A., dan Handayani, M. (2018). Analisa Dampak
Aktivitas Penambangan Pasir terhadap Kualitas Fisik Air Sungai Serayu di
Kabupaten Cilacap. Jurnal Akrab Juara, 3(3), 1–8.
Elovitz, M. S., von Gunten, U., dan Kaiser, H. P. (2000). Hydroxyl radical/ozone
ratios during ozonation processes. II. The effect of temperature, pH,
alkalinity, and DOM properties. Ozone: science dan engineering, 22(2),
123-150.
Felaza, E., dan Priadi, C. R. (2016). Implementation of Cleaner Production in a
Natural Dye Batik Industry SME: A way to Enhance Biodegradability of
Batik Wastewater?. In MATEC Web of Conferences (Vol. 62, p. 05003).
EDP Sciences.
Fidiastuti, H. R., Lathifah, A. S., Amin, M., dan Utomo, Y. (2020). Isolasi dan
karakterisasi bakteri indigen pengurai lemak pada air limbah batik
Tulungagung. Bioeksperimen: Jurnal Penelitian Biologi, 6(1), 29-35.
Gągol, M., Przyjazny, A., dan Boczkaj, G. (2018a). Effective method of treatment
of industrial effluents under basic pH conditions using acoustic cavitation–a
comprehensive comparison with hydrodynamic cavitation
processes. Chemical Engineering and Processing-Process
Intensification, 128, 103-113.
Gągol, M., Przyjazny, A., dan Boczkaj, G. (2018b). Highly effective degradation
of selected groups of organic compounds by cavitation based AOPs under
basic pH conditions. Ultrasonics sonochemistry, 45, 257-266.
Gardoni, D., Vailati, A., dan Canziani, R. (2012). Decay of ozone in water: a
review. Ozone: Science dan Engineering, 34(4), 233-242.
Garg, A., Bhat, K. dan Bock, C. 2002. Mutagenicity of aminoazobenzene dyes
and related structures: A QSAR/QPAR investigation. Dye Pigment 55: 35-
52.
75

Gomes, J., Costa, R., Quinta-Ferreira, R. M., dan Martins, R. C. (2017).


Application of ozonation for pharmaceuticals and personal care products
removal from water. Science of the Total Environment, 586, 265-283.
Gonze, E., Fourel, L., Gonthier, Y., Boldo, P., dan Bernis, A. (1999). Wastewater
pretreatment with ultrasonic irradiation to reduce toxicity. Chemical
Engineering Journal, 73(2), 93-100.
Handayani, W., Kristijanto, A.I. dan Hunga, A.I.R. (2018a). Are natural dyes eco-
friendly? A case study on water usage and wastewater characteristics of
batik production by natural dyes application. Sustainable Water Resources
Management.
Handayani, W., Kristijanto, A.I. dan Hunga, A.I.R. (2018b). A water footprint
case study in Jarum village, Klaten, Indonesia: The production of natural-
colored batik. Environment, Development and Sustainability 21(4): 1919–
1932.
Hardyanti, I. S., Nurani, I., Apriliani, E., dan Wibowo, E. A. P. (2017).
Pemanfaatan Silika (SiO2) dan Bentonit sebagai Adsorben Logam Berat Fe
pada Limbah Batik. JST (Jurnal Sains Terapan), 3(2).
Hassan, S. A. A., dan Hanafiah, M. G. (2018). Teknologi pemprosesan batik
Melayu di Kelantan. Jurnal Wacana Sarjana, 2(2), 1-8.
He, Z., Li, M., Zuo, D., Xu, J., dan Yi, C. (2019). Effects of color fading
ozonation on the color yield of reactive-dyed cotton. Dyes and
Pigments, 164, 417-427.
Hu, E., Wu, X., Shang, S., Tao, X. M., Jiang, S. X., dan Gan, L. (2016). Catalytic
ozonation of simulated textile dyeing wastewater using mesoporous carbon
aerogel supported copper oxide catalyst. Journal of Cleaner
Production, 112, 4710-4718.
Hu, L., dan Xia, Z. (2018). Application of ozone micro-nano-bubbles to
groundwater remediation. Journal of Hazardous Materials, 342, 446-453.
ISO 20480-1. 2017. Fine Bubble Technology – General Principles for Usage and
Measurement of Fine Bubbles – part 1: Terminology, Geneva: International
Organization for Standardization.
76

Jiang, P., Chen, H. T., Babcock, R. W., dan Stenstrom, M. K. (2009). Modeling
ozone mass transfer in reclaimed wastewater. Water environment
research, 81(1), 57-68.
Jodzis, S., dan Zięba, M. (2018). Energy efficiency of an ozone generation
process in oxygen. Analysis of a pulsed DBD system. Vacuum, 155, 29-37.
John, A., Brookes, A., Carra, I., Jefferson, B., dan Jarvis, P. (2020). Microbubbles
and their application to ozonation in water treatment: A critical review
exploring their benefit and future application. Critical Reviews in
Environmental Science and Technology, 1-43.
Jothinathan, L., Cai, Q. Q., Ong, S. L., dan Hu, J. Y. (2021). Organics removal in
high strength petrochemical wastewater with combined microbubble-
catalytic ozonation process. Chemosphere, 263, 127980.
Karamah, E. F., dan Nurcahyani, P. A. (2019). Degradation of blue KN-R dye in
batik effluent by an advanced oxidation process using a combination of
ozonation and hydrodynamic cavitation. Indonesian Journal of
Chemistry, 19(1), 41-47.
Khairunnas, K., dan Gusman, M. (2018). Analisis Pengaruh Parameter
Konduktivitas, Resistivitas dan TDS terhadap Salinitas Air Tanah Dangkal
pada Kondisi Air Laut Pasang dan Air Laut Surut di Daerah Pesisir Pantai
Kota Padang. Jurnal Bina Tambang, 3(4), 1751–1760.
Khuntia, S., Majumder, S. K., dan Ghosh, P. (2016). Catalytic ozonation of dye in
a microbubble system: hydroxyl radical contribution and effect of
salt. Journal of Environmental Chemical Engineering, 4(2), 2250-2258.
Kim, T. H., dan Kim, S. J. (2011). Development of a helium flow sensor based on
dielectric barrier discharge at atmospheric pressure. Sensors and Actuators
A: Physical, 167(2), 297-303.
Kiswanto, K., Rahayu, L. N., dan Wintah, W. (2019). Pengolahan Limbah Cair
Batik Menggunakan Teknologi Membran Nanofiltrasi Di Kota
Pekalongan. Jurnal Litbang Kota Pekalongan, 17.
77

Lembaga Penelitian Undip dan Dinas Penataan Kota, dan Lingkungan Hidup Kota
Pekalongan. 2008. Laporan Akhir Kegiatan Penyusunan Strategi
Pengelolaan Kali Pekalongan tahun 2008.
Lewis, W. K., dan Whitman, W. G. (1924). Principles of gas
absorption. Industrial dan Engineering Chemistry, 16(12), 1215-1220.
Li, C., dan Zhang, H. (2022). A review of bulk nanobubbles and their roles in
flotation of fine particles. Powder Technology, 395, 618-633.
Li, P., Takahashi, M., dan Chiba, K. (2009). Enhanced free-radical generation by
shrinking microbubbles using a copper catalyst. Chemosphere, 77(8), 1157-
1160.
Liu, H., Chen, L., dan Ji, L. (2019). Ozonation of ammonia at low temperature in
the absence and presence of MgO. Journal of hazardous materials, 376,
125-132.
Ljunggren, S., dan Eriksson, J. C. (1997). The lifetime of a colloid-sized gas
bubble in water and the cause of the hydrophobic attraction. Colloids and
Surfaces A: Physicochemical and Engineering Aspects, 129, 151-155.
Lodhi, R.S., dan Lal, N. (2017). Treatment Methodology with Ammonia
Recovery of Dyes and Pigment Manufacturing Industrial Wastewater-A
review. International Research Journal of Engineering and Technology
(IRJET), 04, 11.
Mahamuni, N. N., dan Adewuyi, Y. G. (2010). Advanced oxidation processes
(AOPs) involving ultrasound for waste water treatment: a review with
emphasis on cost estimation. Ultrasonics sonochemistry, 17(6), 990-1003.
Mahmood, Q., Zheng, P., Islam, E., Hayat, Y., Hassan, M.J., Jilani, G., Jin, R.C.,
2005. Lab scale studies on water hyacinth (Eichhornia crassipes marts
Solms) for biotreatment of textile wastewater. Casp. J. Environ. Sci. 3 (2),
83–88.
Mahtab, M. S., Farooqi, I. H., dan Khursheed, A. (2022). Zero Fenton sludge
discharge: a review on reuse approach during wastewater treatment by the
advanced oxidation process. International Journal of Environmental
Science and Technology, 19(3), 2265-2278.
78

Makino, K., Mossoba, M. M., dan Riesz, P. (1983). Chemical effects of


ultrasound on aqueous solutions. Formation of hydroxyl radicals and
hydrogen atoms. The Journal of physical chemistry, 87(8), 1369-1377.;
Jyoti, K. K., dan Pandit, A. B. (2001). Water disinfection by acoustic and
hydrodynamic cavitation. Biochemical Engineering Journal, 7(3), 201-212.
Matrozov, V., Kachtunov, S., dan Stephanov, S. (1978). Experimental
determination of the molecular diffusion. J. Appl. Chem. USSR, 49, 1251-
1255.
Matsuura, K., Nishiyama, T., Sato, E., Yamamoto, M., Kamimura, T., Takahashi,
M., ... dan Horibe, H. (2016). Effect of temperature on degradation of
polymers for photoresist using ozone microbubbles. Journal of
Photopolymer Science and Technology, 29(4), 623-627
Mehrjouei, M., Müller, S., dan Möller, D. (2015). A review on photocatalytic
ozonation used for the treatment of water and wastewater. Chemical
Engineering Journal, 263, 209-219.
Meichsner, J., Schmidt, M., Schneider, R., dan Wagner, H. E. (2013). Nonthermal
plasma chemistry and physics (pp. 120-121). J. Meichsner (Ed.). Boca
Raton: CRC press.
Miklos, D. B., Remy, C., Jekel, M., Linden, K. G. dan Drewes, J. E. (2018).
Evaluation of Advanced Oxidation Processes for Water and Wastewater
Treatment: A critical review. Water Research, 139: 118–131.
Mory Traore, Y. Y., Shundi, M. J., Mingwen, W., dan Haibo, W. (2019).
Improvement of Sludge Reduction Efficiency of Ozonation by Microbubble
Aeration Technology and Catalysis. IRJET, 6(4), 4149-4155.
Mouele, E. S. M., Tijani, J. O., Badmus, K. O., Pereao, O., Babajide, O., Fatoba,
O. O., Petrik, L. F. (2021). A critical review on ozone and co-species,
generation and reaction mechanisms in plasma induced by dielectric barrier
discharge technologies for wastewater remediation. Journal of
Environmental Chemical Engineering, 105758.
79

Muhimmatin, I. (2019). Pengelolaan Air limbah Industri Batik Menggunakan


Mikroorganisme di Kecamatan Cluring Kabupaten Banyuwangi. Warta
Pengabdian, 13(3), 106-115.
Mukimin, A., Vistanty, H., Zen, N., Purwanto, A., dan Wicaksono, K. A. 2018.
Performance of bioequalization-electrocatalytic integrated method for
pollutants removal of hand-drawn batik wastewater. Journal of Water
Process Engineering 21: 77-83.
Munter, R. (2001). Advanced oxidation processes–current status and
prospects. Proc. Estonian Acad. Sci. Chem, 50(2), 59-80.
Murniati, T., Inayati, I., dan Budiastuti, S. (2015). Pengelolaan Air limbah
Industri Batik dengan Metode Elektrolisis sebagai Upaya Penurunan
Tingkat Konsentrasi Logam Berat di Sungai Jenes, Laweyan,
Surakarta. Ekosains, 7(1).
Nishiyama, T., Matsuura, K., Sato, E., Kometani, N., dan Horibe, H. (2017).
Degradation of hydrophilic polymers in aqueous solution by using ozone
microbubble. Journal of Photopolymer Science and Technology, 30(3), 285-
289.
Nur, M. 2011. Fisika Plasma dan Aplikasinya. Semarang: Undip Press.
Nur, M., Restiwijaya, M., dan Winarni, T. A. (2014). Dielectric barrier discharge
plasma reactor analysis as ozone generator. In 2014 International
Symposium on Technology Management and Emerging Technologies (pp.
129-132). IEEE.
Nur, M., Susan, A. I., Muhlisin, Z., Arianto, F., Kinandana, A. W., Nurhasanah,
I., ... dan Usman, A. (2017). Evaluation of Novel Integrated Dielectric
Barrier Discharge Plasma as Ozone Generator. Bulletin of Chemical
Reaction Engineering dan Catalysis, 12(1), 24-31.
Nursanti, I., Djunaidi, M., Munawir, H., dan Putri, E. Y. (2018, June). Water
Footprint assessment of Indonesian batik production. In AIP Conference
Proceedings (Vol. 1977, No. 1, p. 050008). AIP Publishing LLC.
80

Ohgaki, K., Khanh, N. Q., Joden, Y., Tsuji, A., dan Nakagawa, T. (2010).
Physicochemical approach to nanobubble solutions. Chemical Engineering
Science, 65(3), 1296-1300.
Pagureva, N., Tcholakova, S., Rusanova, K., Denkov, N., dan Dimitrova, T.
(2016). Factors affecting the coalescence stability of microbubbles. Colloids
and Surfaces A: Physicochemical and Engineering Aspects, 508, 21-29.
Parmar, R., dan Majumder, S. K. (2013). Microbubble generation and
microbubble-aided transport process intensification—A state-of-the-art
report. Chemical Engineering and Processing: Process Intensification, 64,
79-97.
Priadie, B. (2017). Potensi IPAL Skala Invidu untuk Pengolahan Limbah Cair
Industri Batik di Pekalongan. Jurnal Dinamika Penelitian Industri, 28(1),
42-50.
Priya, E. S., dan Selvan, P. S. (2017). Water hyacinth (Eichhornia crassipes)–An
efficient and economic adsorbent for textile effluent treatment–A
review. Arabian Journal of Chemistry, 10, S3548-S3558.
Priya, M., dan Jeyanthi, J. (2019). Removal of COD, oil and grease from
automobile wash water effluent using electrocoagulation
technique. Microchemical Journal, 150, 104070.
Puspitasari, E. (2018). Treatment of wastewater batik by electrochemical
coagulation using aluminium (Al) electrodes. In IOP Conference Series:
Materials Science and Engineering (Vol. 299, No. 1, p. 012081). IOP
Publishing.
Qu, R., Xu, B., Meng, L., Wang, L., dan Wang, Z. (2015). Ozonation of indigo
enhanced by carboxylated carbon nanotubes: performance optimization,
degradation products, reaction mechanism and toxicity evaluation. Water
Research, 68, 316-327.
Radojevic, M., Bashkin, V., dan Bashkin, V. N. (1999). Practical environmental
analysis. England: Royal society of chemistry.
81

Rahadi, B., Haji, A. T. S., dan Ariyanto, A. P. (2020). Prediksi TDS, TSS, dan
Kedalaman Waduk Selorejo menggunakan Aerial Image Processing. Jurnal
Sumberdaya Alam dan Lingkungan, 7(2), 65-71.
Ramasamy, R. K., Rahman, N. A., dan San, W. C. (2001). Effect of temperature
on the ozonation of textile waste effluent. Coloration Technology, 117(2),
95-97.
Rashidi, H. R., Sulaiman, N. M. N., Hashim, N. A., Hassan, C. R. C., dan Ramli,
M. R. (2015). Synthetic reactive dye wastewater perlakuan by using nano-
membrane filtration. Desalination and Water Perlakuan, 55(1), 86-95.
Rashidi, H. R., Sulaiman, N. M., Hashim, N. A., dan Che Hassan, C. R. (2013).
Synthetic batik wastewater pretreatment progress by using physical
treatment. In Advanced Materials Research (Vol. 627, pp. 394-398). Trans
Tech Publications Ltd
Raut-Jadhav, S., Saini, D., Sonawane, S., dan Pandit, A. (2016). Effect of process
intensifying parameters on the hydrodynamic cavitation based degradation
of commercial pesticide (methomyl) in the aqueous solution. Ultrasonics
sonochemistry, 28, 283-293.
Rehman, F., Medley, G. J., Bandulasena, H., dan Zimmerman, W. B. (2015).
Fluidic oscillator-mediated microbubble generation to provide cost effective
mass transfer and mixing efficiency to the wastewater treatment
plants. Environmental research, 137, 32-39.
Rejeki, S., Santoso, R. S., dan Hanani, R. (2021). Analisis relasi/hubungan
organisasi non pemerintahan dalam advokasi kebijakan lingkungan hidup
Kota Pekalongan (Studi Komunitas Peduli Kali Loji (KPKL) dalam
Penanganan Limbah Batik dan Sampah pada Sungai Kota
Pekalongan). Journal of Public Policy and Management Review, 10(3), 425-
435.
Rekhate, C. V., dan Srivastava, J. K. (2020). Recent advances in ozone-based
advanced oxidation processes for treatment of wastewater-A
review. Chemical Engineering Journal Advances, 3, 100031.
82

Renfrew, A. H. M. (1999). Reactive dyes for textile fibres. Society of Dyers and
Colourists, 169.
Rodríguez, A., Rosal, R., Perdigón-Melón, J. A., Mezcua, M., Agüera, A.,
Hernando, M. D., ... dan García-Calvo, E. (2008). Ozone-based technologies
in water and wastewater treatment. Emerging Contaminants from Industrial
and Municipal Waste, 127-175.
Saraslifah, S., Nur, M., dan Arianto, F. (2016). Pengaruh Ozon yang Dibangkitkan
Melalui Reaktor Plasma Berpenghalang Dielektrik Elektroda Silinder Spiral
Terhadap Pengawetan Cabai. Youngster Physics Journal, 5(4), 319-326.
Serna-Galvis, E. A., Botero-Coy, A. M., Martínez-Pachón, D., Moncayo-Lasso,
A., Ibáñez, M., Hernández, F., dan Torres-Palma, R. A. (2019). Degradation
of seventeen contaminants of emerging concern in municipal wastewater
effluents by sonochemical advanced oxidation processes. Water
research, 154, 349-360.
Setiyono, A. dan Gustaman, R.A. 2017. Pengendalian kromium (Cr) yang terdapat
di limbah batik dengan metode fitoremediasi. Unnes Journal of Public
Health 6(3): 155-160.
Shangguan, Y., Yu, S., Gong, C., Wang, Y., Yang, W., dan Hou, L. A. (2018). A
review of microbubble and its applications in ozonation. In IOP Conference
Series: Earth and Environmental Science (Vol. 128, No. 1, p. 012149). IOP
Publishing.
Shu, H.Y., Huang, C.R., 1995. Degradation of commercial azo dyes in water
using ozonation and UV enhanced ozonation process. Chemosphere 31 (8),
3813–3825.
Sirait, M. (2018). Cleaner production options for reducing industrial waste: the
case of batik industry in Malang, East Java-Indonesia. In IOP Conference
Series: Earth and Environmental Science (Vol. 106, No. 1, p. 012069). IOP
Publishing.
Soebaryo, R.W. 2012. Batik manufacturing workers. In: Rustemeyer T, Elsner P,
Swan-Malte J, Maibach HI (eds) Kanerva’s occupational dermatology.
Springer, Heidelberg: 1289-1295.
83

Solozhenko, E.G., Soboleva, N.M., Goncharuk, V.V., 1995. Decolourization of


azodye solutions by Fenton’s oxidation. Water Res. 29 (9), 2206–2210.
Sotelo, J. L., Beltran, F. J., Benitez, F. J., dan Beltran-Heredia, J. (1987). Ozone
decomposition in water: kinetic study. Industrial dan Engineering
Chemistry Research, 26(1), 39-43.
St‐Denis, C. E., dan Fell, C. J. D. (1971). Diffusivity of oxygen in water. The
Canadian Journal of Chemical Engineering, 49(6), 885-885.
Suhardi, B., Laksono, P.W. dan Fadhilah, N.N. 2017. Analysis of cleaner
production implementation in printed batik at batik puspa kencana SME in
Laweyan Surakarta. Jurnal Teknologi Industri Pertanian 27(2): 182-191.
Sumikura, M., Hidaka, M., Murakami, H., Nobutomo, Y., dan Murakami, T.
(2007). Ozone micro-bubble disinfection method for wastewater reuse
system. Water Science and Technology, 56(5), 53-61.
Suraidin, S., dan Nur, M. (2016). Kajian Eksperimental Efisiensi dan
Karakteristik Produksi Ozon Berdasarkan Variasi Panjang dan Laju Alir
Reaktor Dielectric Barrier Discharge Plasma (Dbdp) Berbahan Baja Anti
Karat. Jurnal Penelitian Fisika dan Aplikasinya (JPFA), 6(1), 18-25.
Tambunan, M.J.A., Effendi, H. dan Krisanti, M. 2018. Phytoremediating batik
wastewater using Vetiver Chrysopogon zizanioides (L). Polish Journal of
Environmental Studies 27(3): 1281-1288.
Tanveer, R., Yasar, A., Ikhlaq, A., Nissar, H., dan Nizami, A. S. (2022).
Comparison of ozonation, Fenton, and photo-Fenton processes for the
treatment of textile dye-bath effluents integrated with
electrocoagulation. Journal of Water Process Engineering, 46, 102547.
Teke, S., Nur, M., dan Winarni, T. A. (2014). Analisis Produksi Ozon dalam
Reaktor Dielectric Barrier Discharge Plasma (DBDP) Terkait Panjang
Reaktor dan Laju Alir Udara Serta Pemanfaatannya untuk Menjaga Kualitas
Asam Amino Ikan. Berkala Fisika, 17(1), 25-32.
Temesgen, T., Bui, T. T., Han, M., Kim, T. I., dan Park, H. (2017). Micro and
nanobubble technologies as a new horizon for water-treatment techniques:
A review. Advances in colloid and interface science, 246, 40-51.
84

Terasaka, K., Hirabayashi, A., Nishino, T., Fujioka, S., dan Kobayashi, D. (2011).
Development of microbubble aerator for waste water treatment using
aerobic activated sludge. Chemical engineering science, 66(14), 3172-3179.
Trimanah, T., Mubarok, M., dan Maghvira, G. (2021). Kampanye Komunikasi
Lingkungan melalui Media Tanaman di Desa Karangjompo Kecamatan
Tirto Kabupaten Pekalongan. Indonesian Journal of Community
Services, 3(1), 65-72.
Urbano, V. R., Maniero, M. G., Perez-Moya, M., dan Guimaraes, J. R. (2017).
Influence of pH and ozone dose on sulfaquinoxaline ozonation. Journal of
Environmental Management, 195, 224-231.
Verinda, S. B., Muniroh, M., Yulianto, E., Maharani, N., Gunawan, G., Amalia,
N. F., ... dan Nur, M. (2022). Degradation of ciprofloxacin in aqueous
solution using ozone microbubbles: Spectroscopic, kinetics, and
antibacterial analysis. Heliyon, 8(8), e10137.
Voigt, M., Wirtz, A., Hoffmann-Jacobsen, K., dan Jaeger, M. (2020). Prior art for
the development of a fourth purification stage in wastewater treatment plant
for the elimination of anthropogenic micropollutants-a short-review. AIMS
Environmental Science, 7(1), 69-98.
Wan, X., Zhang, L., Sun, Z., Yu, W., dan Xie, H. (2020). Treatment of high
concentration acid plasticizer wastewater by ozone microbubble
oxidation. Water, Air, dan Soil Pollution, 231(7), 1-12.
Wang, B., Shi, W., Zhang, H., Ren, H., dan Xiong, M. (2021). Promoting the
ozone-liquid mass transfer through external physical fields and their
applications in wastewater treatment: A review. Journal of Environmental
Chemical Engineering, 9(5), 106115.
Wang, C., Lin, C. Y., dan Liao, G. Y. (2020). Degradation of antibiotic
tetracycline by ultrafine-bubble ozonation process. Journal of Water
Process Engineering, 37, 101463.
Warjito, W., dan Nurrohman, N. (2016). Bubble dynamics of batik dyeing waste
separation using flotation. Mechanical Engineering, 7(5).
85

Wei, L., Deng, Q., dan Zhang, Y. (2020). Ozone generation enhanced by silica
catalyst in oxygen-fed dielectric barrier discharge. Vacuum, 173, 109145.
Wibowo, E., Rokhmat, M., Rahman, D. Y., Murniati, R., dan Abdullah, M.
(2017). Batik wastewater treatment using TiO2 nanoparticles coated on the
surface of plastic sheet. Procedia engineering, 170, 78-83.
Widayanti, G., Widodo, D. S., dan Haris, A. (2012). Elektrodekolorisasi Perairan
Tercemar Limbah Cair Industri Batik dan Tekstil di Daerah Batang dan
Pekalongan. Jurnal Kimia Sains dan Aplikasi, 15(2), 62-69.
Wu, C., Li, P., Xia, S., Wang, S., Wang, Y., Hu, J., ... dan Yu, S. (2019). The role
of interface in microbubble ozonation of aromatic
compounds. Chemosphere, 220, 1067-1074.
Wu, J., Gao, H., Yao, S., Chen, L., Gao, Y., dan Zhang, H. (2015). Degradation of
crystal violet by catalytic ozonation using Fe/activated carbon
catalyst. Separation and Purification Technology, 147, 179-185.
Xiong, X., Wang, B., Zhu, W., Tian, K., dan Zhang, H. (2019). A review on
ultrasonic catalytic microbubbles ozonation processes: properties, hydroxyl
radicals generation pathway and potential in application. Catalysts, 9(1), 10.
Xu, J. H., Li, S. W., Chen, G. G., dan Luo, G. S. (2006). Formation of
monodisperse microbubbles in a microfluidic device. AIChE journal, 52(6),
2254-2259.
Xu, Z., Mochida, K., Naito, T., dan Yasuda, K. (2012). Effects of operational
conditions on 1, 4-dioxane degradation by combined use of ultrasound and
ozone microbubbles. Japanese Journal of Applied Physics, 51(7S),
07GD08.
Yasuda, K., Matsushima, H., dan Asakura, Y. (2019). Generation and reduction of
bulk nanobubbles by ultrasonic irradiation. Chemical Engineering
Science, 195, 455-461.
Yuliana, Y. (2021). Strategi pengolahan limbah batik: Studi Pustaka. In Prosiding
Seminar Nasional Industri Kerajinan dan Batik. Vol. 3, No. 1, pp. 01-1.
Yulianto, E., Restiwijaya, M., Sasmita, E., Arianto, F., Kinandana, A. W., dan
Nur, M. (2019). Power analysis of ozone generator for high capacity
86

production. In Journal of Physics: Conference Series (Vol. 1170, No. 1, p.


012013). IOP Publishing.
Yulianto, R., Prihanto, R. L., Redjeki, S., dan Iriani, I. (2020). Reduction of COD
and BOD Content in Tofu Industrial Liquid Waste by Ozonation
Method. ChemPro, 1(01), 9-15.
Zahar, I., Yuliyanto, E., Arianto, F., Puspita, M., dan Nur, M. (2019). Optimation
of ozone capacity produced by DBD plasma reactor: dedicated for cold
storage. In Journal of Physics: Conference Series (Vol. 1217, No. 1, p.
012006). IOP Publishing.
Zhang, J., Huang, G. Q., Liu, C., Zhang, R. N., Chen, X. X., dan Zhang, L.
(2018). Synergistic effect of microbubbles and activated carbon on the
ozonation treatment of synthetic dyeing wastewater. Separation and
Purification Technology, 201, 10-18.
Zhang, L., Chen, H., Li, Z., Fang, H., dan Hu, J. (2008). Long lifetime of
nanobubbles due to high inner density. Science in China Series G: Physics,
Mechanics and Astronomy, 51(2), 219-224.
Zhang, R., Yuan, D. X., dan Liu, B. M. (2015). Kinetics and products of
ozonation of CI Reactive Red 195 in a semi-batch reactor. Chinese
Chemical Letters, 26(1), 93-99.
Zheng, T., Zhang, T., Wang, Q., Tian, Y., Shi, Z., Smale, N., dan Xu, B. (2015).
Advanced treatment of acrylic fiber manufacturing wastewater with a
combined microbubble-ozonation/ultraviolet irradiation process. RSC
advances, 5(95), 77601-77609.
Zhou, H., dan Smith, D. W. (2000). Ozone mass transfer in water and wastewater
treatment: experimental observations using a 2D laser particle dynamics
analyzer. Water research, 34(3), 909-921.
Zimmerman, W. B., Tesar, V., Butler, S., dan Bandulasena, H. C. (2008).
Microbubble generation. Recent patents on engineering, 2(1), 1-8.

Anda mungkin juga menyukai