Perawat merupakan profesi yang menolong manusia untuk beradaptasi secara positif
terhadap stres yang dialami. Pertolongan yang diberikan harus bersifat terapeutik.
Instrumen utama yang dipakai adalah diri perawat sendiri. Jadi analisa diri sendiri
merupakan dasar utama untuk memberikan asuhan keperawatan yang berkualitas.
Fokus analisa diri yang penting adalah kesadaran diri, klarifikasi nilai, eksplorasi perasaan,
kemampuan menjadi model dan rasa tanggung jawab. Khususnya dalam berhubungan
dengan klien anak, perawat perlu mengkaji pengalaman masa kanak-kanaknya karena
dapat mempengaruhi interaksi. Dengan mengetahui sifat diri sendiri diharapkan perawat
dapat memakai dirinya secara terapeutik untuk menolong klien tanpa merusak integritas
diri.
KESADARAN DIRI
Banyak pendapat mengatakan bahwa perawat perlu menjawab pertanyaan “siapa saya?”.
Perawat harus dapat mengkaji perasaan, reaksi dan perilakunya secara pribadi maupun
sebagai pemberi asuhan keperawatan. Kesadaran diri akan membuat perawat menerima
perbedaan dan keunikan klien.
Kesadaran diri dan perkembangan diri perawat perlu ditingkatkan agar penggunaan diri
secara terapeutik dapat lebih efektif. Johari Window (Stuart dan Sundeen, 1987; 98)
menggambarkan tentang perilaku, pikiran dan perasaan seseorang melalui gambar berikut.
1
Diketahui oleh diri sendiri
dan orang lain
2
Hanya diketahui oleh
orang lain
3
Hanya diketahui oleh
diri sendiri
4
Tidak diketahui oleh
siapapun
Johari Window Sundeen, SJ., dikutip oleh Stuart dan Sundeen (1987; 98)
Kuadran 1 adalah kuadran yang terdiri dari perilaku, pikiran dan perasaan yang diketahui
oleh individu dan orang lain di sekitarnya. Kuadran 2 sering disebut kuadran buta karena
hanya diketahui oleh orang lain. Kuadran 3 disebut rahasia karena hanya diketahui oleh
individu. Ada 3 prinsip yang dapat diambil dari Johari Window, yaitu:
1. Perubahan satu kuadran akan mempengaruhi kuadran yang lain.
2. Jika kuadran 1 yang paling kecil, berarti komunikasinya buruk atau kesadaran dirinya
kurang.
3. Kuadran 1 paling besar pada individu yang mempunyai kesadaran diri yang tinggi.
Kesadaran diri dapat ditingkatkan melalui 3 cara (Stuart dan Sundeen, 1987; 98-99), yaitu:
3. Membuka diri.
Keterbukaan merupakan salah satu kriteria kepribadian yang sehat. Untuk ini harus ada
teman intim yang dapat dipercaya untuk menceritakan hal yang meupakan rahasia.
Proses peningkatan kesadaran diri sering menyakitkan dan tidak mudah khususnya jika
ditemukan konflik dengan ideal diri tetapi hal ini merupakan tantangan untuk berubah dan
tumbuh.
KLARIFIKASI NILAI
EKSPLORASI PERASAAN
Perawat perlu terbuka dan sadar terhadap perasaannya dan mengontrolnya agar ia dapat
menggunakan dirinya secara terapeutik (Stuart dan Sundeen, 1987; 102). Jika perawat
terbuka pada perasaannya maka ia mendapatkan dua informasi penting yaitu bagaimana
responnya terhadap klien dan bagaimana penampilannya terhadap klien. Sewaktu berbicara
dengan klien, perawat harus menyadari responnya dan mengontrol penampilannya.
HUBUNGAN TERAPEUTIK
Fokus percakapan
Pengungkapan perasaan
Tidak diakui
Klien membuka diri, pera-wat membuka diri dalam rangka menanggapi saja.
Dikenal oleh perawat dan klien
Sekarang
Sangat diakui.
Dalam proses membina hubungan sesuai dengan tingkat perkembangan klien dengan
mendorong perkembangan klien dalam menyadari dan mengidentifikasi masalah dan
membantu pemecahan maslah. Menurut ahli pendidikan anak membutuhkan asuhan dan
pengalaman belajar agar menjadi orang dewasa yang bertanggung jawab. Perawat memberi
umpan balik dan alternatif pemecahan dan klien dapat memakai informasi untuk menangani
masalah yang belum dipecahkan secara konstruktif.
Proses berhubungan perawat-klien dapat dibagi dalam 4 fase, yaitu fase pra interaksi, fase
perkenalan atau orientasi, fase kerja dan fase terminasi (Stuart dan Sundeen, 1987; 104).
Setiap fase ditandai dengan serangkaian tugas yang perlu dilaksanakan (lihat Tabel 2).
Fase Tugas
Prainteraksi
• Eksplorasi perasaan, fantasi dan ketakutan sendiri
• Analisa kekuatan-kelemahan profesional
• Dapatkan data tentang klien jika mungkin
• Rencanakan pertemuan pertama
Orientasi
• Tentukan alasan klien minta pertolongan
• Bina rasa percaya, penerimaan dan komunikasi terbuka
• Rumuskan kontrak pertama
• Eksplorasi pikiran, perasaan dan perilaku klien
• Identifikasi masalah klien
• Rumuskan tujuan dengan klien
Kerja
• Eksplorasi stressor yang tepat
• Dorong perkembangan kesadaran diri klien dan pemakaian mekanisme koping yang
konstruktif.
• Atasi penolakan perilaku adaptif
Terminasi
• Ciptakan realitas perpisahan
• Bicarakan proses terapi dan pencapaian tujuan
• Saling mengeksplorasi perasaan penolakan dan kehilangan, sedih, marah dan perilaku
klien
Sumber: Stuart dan Sundeen (1987; 104)
Fase pra interaksi dimulai sebelum kontak pertama dengan klien. Perawat mengeksplorasi
perasaan, fantasi dan ketakutannya sehingga kesadaran dan kesiapan perawat untuk
melakukan hubungan dengan klien dapat dipertanggungjawabkan.
Perawat yang sudah berpengalaman dapat menganalisa diri sendiri serta nilai tambah
pengalamannya berguna agar lebih efektif dalam memberikan asuhan keperawatan. Ia
seharusnya mempunyai konsep diri yang stabil dan harga diri yang adekuat, mempunyai
hubungan yang konstruktif dengan orang lain dan berpegang pada kenyataan dalam
menolong klien (Stuart dan Sundeen, 1987; 105).
Pemakaian diri secara terapeutik berarti memaksimalkan pemakaian kekuatan dan
meminimalkan pengaruh kelemahan diri dalam memberikan asuhan keperawatan kepada
klien.
Tugas tambahan pada fase ini adalah mendapatkan informasi tentang klien dan menetukan
kontak pertama
FASE ORIENTASI
Fase ini dimulai pada saat pertemuan pertama dengan klien. Hal utama yang perlu dikaji
adalah alasan klien minta pertolongan yang akan mempengaruhi terbinanya hubungan
perawat-klien.
Dalam memulai hubungan, tugas utama perawat adalah membina rasa percaya,
penerimaan dan pengertian, komunikasi yang terbuka dan perumusan kontrak dengan
klien. Elemen-elemen kontrak (lihat Tabel 3) perlu diuraikan dengan jelas kepada klien
sehingga kerjasama dapat dilakukan secara optimal. Diharapkan klien berperan serta secara
penuh dalam kontrak, tetapi pada kondisi tertentu misalnya pada klien dengan gangguan
realitas, maka kontrak dilakukan sepihak dan perawat perlu mengulang kontrak jika kontak
relitas klien meningkat.
Tugas perawat adalah mengeksplorasi pikiran, perasaan, perbuatan klien dan
mengidentifikasi masalah serta merumuskan tujuan bersama klien.
FASE KERJA
Pada fase kerja perawat dan klien mengeksplorasi stressor yang tepat dan mendorong
perkembangan kesadaran diri dengan menghubungkan persepsi, pikiran, perasaan dan
perbuatan klien. Perawat membantu klien mengatasi kecemasan, meningkatkan
kemandirian dan tanggung jawab diri sendiri serta mengembangkan mekanisme koping
yang konstruktif. Perubahan perilaku maladaptif menjadi adaptif merupakan fokus fase ini.
FASE TERMINASI
Terminasi merupakan fase yang sangat sulit dan penting dari hubungan terapeutik. Rasa
percaya dan hubungan intim yang terapeutik sudah terbina dan berada pada tingkat
optimal. Keduanya (perawat dan klien) akan merasakan kehilangan. Terminasi dapat terjadi
pada saat perawat mengakhiri tugas pada unit tertentu atau klien pulang.
Apapun alasan terminasi, tugas perawat pada fase ini adalah menghadapi realitas
perpisahan yang tidak dapat diingkari. Klien dan perawat bersama-sama meninjau kembali
proses keperawatan yang telah dilalui dan pencapaian tujuan. Perasaan marah, sedih,
penolakan perlu dieksplorasi dan diekspresikan.
Fase terminasi harus diatasi dengan memakai konsep proses kehilangan. Proses terminasi
yang sehat akan memberi pengalaman positif dalam membantu klien mengembangkan
koping untuk perpisahan. Reaksi klien dalam menghadapi terminasi dapat bermacam cara.
Klien mungkin mengingkari perpisahan atau mengingkari manfaat hubungan. Klien dapat
mengekspresikan perasaan marah dan bermusuhannya dengan tidak menghadiri pertemuan
atau bicara yang dangkal. Terminasi mendadak dan tanpa persiapan mungkin dipersepsikan
klien sebagai penolakan atau perilaku klien kembali pada perilaku sebelumnya dengan
harapan perawat tidak akan mengakhiri hubungan kerena klien masih memerlukan
bantuan.
KOMUNIKASI TERAPEUTIK
Teori komunikasi sangat sesuai dalam praktek keperawatan (Stuart dan Sundeen, 1987;
111), karena:
1. Komunikasi merupakan cara untuk membina hubungan terapeutik. Dalam proses
komunikasi terjadi penyampaian informasi dan pertukaran perasaan dan pikiran.
2. Maksud komunikasi adalah mempengaruhi perilaku orang lain. Berarti keberhasilan
intervensi keperawatan tergantung pada komunikasi karena proses keperawatan ditujukan
untuk merubah perilaku dalam mencapai tingkat kesehatan yang optimal.
3. Komunikasi adalah hubungan. Hubungan perawat-klien yang terapeutik tidak mungkin
dicapai tanpa komunikasi.
Dalam membina hubungan terapeutik dengan klien, perawat perlu mengetahui proses
komunikasi dan keterampilan berkomunikasi dalam membantu klien memecahkan
masalahnya.
Elemen yang harus ada pada proses komunikasi adalah pengirim pesan, penerima pesan,
pesan, media dan umpan balik. Semua perilaku individu (pengirim dan penerima) adalah
komunikasi yang akan memberikan efek pada perilaku. Pesan yang disampaikan dapat
verbal maupun non verbal. Bermain merupakan cara berkomunikasi dan berhubungan yang
baik dengan klien anak.
Perawat dapat menyampaikan atau mengkaji pesan secara non verbal antara lain:
1. Vokal: nada, kualitas, keras atau lembut, kecepatan yang semuanya menggambarkan
suasana emosi.
2. Gerakan: refleks, postur, ekspresi muka, gerakan yang berulang atau gerakan-gerakan
yang lain. Khusus gerakan dan ekspresi muka dapat diartikan sebagai suasana hati.
3. Jarak (space): jarak dalam berkomunikasi dengan orang lain menggambarkan tingkat
keintiman hubungan.
4. Sentuhan: dikatakan sangat penting tetapi perlu mempertimbangkan aspek budaya dan
kebiasaan setempat.
Perawat hadir secara utuh (fisik dan psikologis) pada waktu berkomunikasi dengan klien.
Perawat tidak cukup hanya mengetahui teknik komunikasi dan isi komunikasi tetapi yang
sangat penting adalah sikap atau penampilan dalam berkomunikasi.
Egan (1975, dikutip oleh Kozier dan Erb, 1983; 372) mengidentifikasi 5 sikap atau cara
untuk menghadirkan diri secara fisik, yaitu:
1. Berhadapan. Arti dari posisi ini adalah ”saya siap untuk anda”.
2. Mempertahankan kontak mata. Kontak mata pada level yang sama berarti menghargai
klien dan menyatakan keinginan untuk tetap berkomunikasi.
3. Membungkuk ke arah klien. Posisi ini menunjukkan keinginan untuk mengatakan atau
mendengar sesuatu.
4. Mempertahankan sikap terbuka. Tidak melipat kaki atau tangan menunjukkan
keterbukaan untuk berkomunikasi.
5. Tetap relaks. Tetap dapat mengontrol keseimbangan antara ketegangan dan relaksasi
dalam memberi respon terhadap klien.
Sikap fisik dapat pula disebut sebagai perilaku non verbal yang perlu dipelajari pada setiap
tindakan keperawatan. Beberapa perilaku non verbal yang dikemukakan oleh Clunn (1991;
168-173) yang perlu diketahui dalam merawat anak adalah:
1. Gerakan mata.
Gerakan mata dapat dipakai untuk memberikan perhatian. Kontak mata berkembang pada
anak sejak lahir. Kontak mata antara ibu dan bayi merupakan cara interaksi dan kontak
sosial. Perawat perlu mengetahui perkembangan kontak mata, misalnya usia 2 bulan bayi
tersenyum jika kontak mata dengan ibu. Bayi dan anak memperlihatkan reaksi yang tinggi
terhadap rangsangan visual (Mahler, dikutip oleh Clunn, 1991; 171).
Kontak mata dan ekspresi muka adalah alat pertama yang dipakai untuk pendidikan dan
sosialisasi. Anak sangat mengerti akan ekspresi ibu yang marah, sedih atau tidak setuju.
2. Ekspresi muka
Ekspresi muka umumnya dipakai sebagai bahasa non verbal namun banyak dipengaruhi
oleh budaya. Orang yang tidak percaya pasti akan tampak dari ekspresi muka tanpa ia
sadari.
3. Sentuhan
Sentuhan merupakan cara interaksi yang mendasar. Konsep diri didasari oleh asuhan ibu
yang memperlihatkan perasaan menerima dan mengakui. Ikatan kasih sayang dibentuk
oleh pandangan, suara dan sentuhan yang menjadi elemen penting dalam pembentukan
ego, perpisahan dan kemandirian (Rubin, dikutip oleh Clunn, 1991, 173).
Sentuhan sangat penting bagi anak sebagai alat komunikasi dan memperlihatkan
kehangatan, kasih sayang yang pada kemudian hari (dewasa) mengembangkan hal yang
sama baginya.
Kehadiran diri secara psikologis dapat dibagi dalam 2 dimensi yanitu dimensi respon dan
dimensi tindakan (Truax, Carkhoff dan Benerson, dikutip oleh Stuart dan Sundeen, 1987;
126).
Dimensi Respon
Dimensi respon terdiri dari respon perawat yang ikhlas, menghargai, empati dan konkrit.
Dimensi respon sangat penting pada awal berhubungan dengan klien untuk membina
hubungan saling percaya dan komunikasi yang terbuka. Respon ini harus terus
dipertahankan sampai pada akhir hubungan.
1. Keikhlasan
Perawat menyatakan melalui keterbukaan, kejujuran, ketulusan dan berperan aktif dalam
berhubungan demgan klien. Perawat berespon dengan tulus, tidak berpura-pura,
mengekspresikan perasaan yang sebenarnya dan spontan.
2. Menghargai
Perawat menerima klien apa adanya. Sikap perawat harus tidak menghakimi, tidak
mengkritik, tidak mengejek dan tidak menghina. Rasa menghargai dapat dikomunikasikan
melalui: duduk diam bersama klien yang menangis, minta maaf atas hal yang tidak disukai
klien dan menerima permintaan klien untuk tidak menanyakan pengalaman tertentu.
3. Empati
Empati merupakan kemampuan masuk dalam kehidupan klien agar dapat merasakan
pikiran dan perasaannya. Perawat memandang melalui pandangan klien, merasakan melalui
perasaan klien dan kemudian mengidentifikasi masalah klien serta membantu klien
mengatasi masalah tersebut. Melalui penelitian, Mansfield (dikutip oleh Stuart dan Sundeen,
1987; 129) mengidentifikasi perilaku verbal dan non verbal yang menunjukkan tingkat
empati yang tinggi sebagai berikut:
• Memperkenalkan diri kepada klien.
• Kepala dan badan membungkuk ke arah klien.
• Respon verbal terhadap pendapat klien, khususnya pada kekuatan dan sumber daya klien.
• Kontak mata dan berespon pada tanda non verbal klien misalnya nada suara, gelisah,
ekspresi wajah.
• Tunjukkan perhatian, minat, kehangatan, melalui ekspresi wajah.
• Nada suara konsisten dengan ekspresi wajah dan respon verbal.
4. Konkrit
Perawat menggunakan terminologi yang spesifik, bukan yang abstrak. Hal ini perlu untuk
menghindarkan keraguan dan ketidakjelasan. Ada 3 kegunaannya, yaitu:
• Mempertahankan respon perawat terhadap perasaan klien
• Memberi penjelasan yang akurat oleh perawat
• Mendorong klien memikirkan masalah yang spesifik.
Dimensi Tindakan
Dimensi tindakan tidak dapat dipisahkan dengan dimensi respon. Tindakan yang
dilaksanakan harus dalam konteks kehangatan dan pengertian. Perawat senior sering
segera masuk dimensi tindakan tanpa membina hubungan yang adekuat sesuai dengan
dimensi respon. Dimensi respon membawa klien pada tingkat penilikan diri yang tinggi dan
kemudian dilanjutkan dengan dimensi tindakan.
Dimensi tindakan terdiri dari konfrontasi, kesegeraan, keterbukaan, emotional chatarsis dan
bermain peran (Stuart dan Sundeen, 1987; 131)
1. Konfrontasi.
Konfrontasi merupakan ekspresi perasaan perawat tentang perilaku klien ynag tidak sesuai.
Carkhoff (dikutip oleh Stuart dan Sundeen, 1987; 131), mengidentifikasi 3 katagori
konfrontasi, yaitu:
a. Ketidaksesuaian antara konsep diri klien (ekspresi klien tentang dirinya) dan ideal diri
klien (keinginan klien)
b. Ketidaksesuaian antara ekspresi non verbal dan perilaku klien.
c. Ketidaksesuaian antara pengalaman klien dan pengalaman perawat.
Konfrontasi berguna untuk meningkatkan kesadaran klien terhadap kesesuaian perasaan,
sikap, kepercayaan dan perilaku. Konfrontasi dilakukan secara asertif, bukan marah atau
agresif.
Sebelum melakukan konfrontasi perawat perlu mengkaji antara lain: tingkat hubungan
saling percaya, waktu yang tepat, tingkat kecemasan klien dan kekuatan koping klien.
Konfrontasi sangat diperlukan pada klien yang telah mempunyai kesadaran diri tetapi
perilakunya belum berubah.
2. Kesegeraan
Kesegeraan berfokus pada interaksi dan hubungan perawat-klien saat ini. Perawat sensitif
terhadap perasaan klien dan berkeinginan membantu dengan segera.
3. Keterbukaan
Perawat harus terbuka memberikan informasi tentang dirinya, ideal diri, perasaan, sikap
dan nilai yang dianutnya. Perawat membuka diri tentang pengalaman yang berguna untuk
terapi klien. Tukar pengalaman ini memberi keuntungan pada klien untuk mendukung
kerjasama dan memberi sokongan.
Melalui penelitian ditemukan bahwa peningkatan keterbukaan antara perawat-klien dapat
menurunkan tingkat kecemasan perawat-klien (Johnson, dikutip oleh Stuart dan Sundeen,
1987; 134).
4. Emotional Chatarsis
Emotional chatarsis terjadi jika klien diminta bicara tentang hal yang sangat mengganggu
dirinya. Ketakutan, perasaan dan pengalaman dibuka dan menjadi topik diskusi antara
perawat-klien.
Perawat harus dapat mengkaji kesiapan klien mendiskusikan masalahnya. Jika klien
mengalami kesukaran mengekspresikan perasaannya, perawat dapat membantu dengan
mengekspresikan perasaannya jika berada pada situasi klien.
5. Bermain Peran
Bermain peran adalah melakukan peran pada situasi tertentu. Hal ini berguna untuk
meningkatkan kesadaran dalam berhubungan dan kemampuan melihat situasi dari
pandangan orang lain. Bermain peran menjembatani anatara pikiran serta perilaku dan
klien akan merasa bebas mempraktekkan perilaku baru pada lingkungan yang aman.
Ringkasan dimensi respon dan tindakan dapat dilihat pada Tabel 4. Perawat senantiasa
harus mencoba berbagai teknik, cara dan sikap yang dapat meningkatkan efektivitas
komunikasi dan hubungan perawat-klien.
Dimensi Karakteristik
Respon:
1. Ikhlas
2. Respek (Menghargai)
3. Empati
4. Konkrit
Tindakan:
1. Konfrontasi
2. Segera
3. Keterbukaan
4. Emotional chatarsis
5. Bermain peran
- Memberi respon segera pada hal yang terjadi sekarang di tempat ini.
- Terjadi pada waktu interaksi dan dipakai untuk mempelajari fungsi klien dalam hubungan
interpersonal
- Perawat mengemukakan informasi tentang dirinya, ide, perasaan, nilai dan sikapnya untuk
mendukung kerjasama dengan klien
- Mendorong klien bicara hal yang mencemaskan, perasaan takut, pengalaman dan
kecemasan didiskusikan secara terbuka
- Bermain peran tentang situasi tertentu untuk meningkatkan kesadaran dalam hubungan
interaksi dan kemampuan melihat situasi dari pandangan yang berbeda
- Klien belajar perilaku baru pada situasi yang aman.
Sumber: Stuart dan Sundeen, 1987; 13.