Anda di halaman 1dari 12

AIR:

BERKAT TUHAN YANG DIPEREBUTKAN

(Studi Kasus Bertambahnya Sumur Bor untuk Lahan Perkebunan/Persawahan di Desa

Busalangga Timur)

Guntur Andika Alan Roh Lani

DESKRIPSI SINGKAT DESA BUSALANGGA TIMUR

Desa Busalangga Timur merupakan salah satu desa yang secara administratif berada di

kecamatan Rote Barat Laut, kab. Rote Ndao. Desa ini terdiri dari enam dusun yaitu Dusun Koli,

Dilabisak, Oni’eal, Longgo, Nggefa, dan Feobuen. Kondisi Lingkungan alam di desa berupa tanah

persawahan/perkebunan sayur, tanah pemukiman warga, dan tanah lain yang ditumbuhi pohon-

pohon seperti lontar, kelapa, jati, lantoro, dan aneka jenis pohon yang lainnya. Ada satu danau

(danau Koli) yang berfungsi sebagai sumber air untuk mengairi sawah dan juga kebun sayur milik

warga serta menjadi tempat minum bagi berbagai jenis ternak seperti sapi, kerbau, kuda, domba

dan ternak lainnya.1

Kondisi alam sangat dipengaruhi oleh musim yang terjadi di pulau Rote yakni musim hujan

(pertengahan bulan November-Maret) dan musim panas/kemarau (Bulan April-Oktober). Pada

saat musim hujan, maka lingkungan alam terasa hijau karena pohon-pohon akan menumbuhkan

tunas dan daun. Namun lainya halnya pada musim panas/kemarau, udara akan terasa panas, pohon-

1
Wawancara Dengan Ha Kepala Desa Busalangga Timur
pohon mengalami keguguran daun dan juga kondisi tanah akan menjadi gersang. Hal di ini sebab

karena curah hujan yang sangat rendah.

Paul G.Tamelan dan Harijono dalam penelitiannya menyebutkan bahwa Kabupaten Rote

Ndao merupakan lokasi terselatan Indonesia secara klimatologi termasuk dalam daerah dengan

lahan kering beriklim kering, yang dipengaruh angin musin yang cukup kencang dengan kecapatan

angin 14knot/jam, tekanan udara rata-rata 966,7 milibar. Musim hujan di daera ini relatif pendek

yaitu dari bulan Desember s/d Maret dengan curah hujan berdasarkan atlas curah hujanrata-rata

500-1000 mm dibandingkan dengan data BMG Kabupaten Rote Ndao selama 13 tahun terakhir

sebesar 1.534,56 mm/tahun, rata-rata curah hujan bulanan 129,81 mm, jumlah hari curah hujan

97,2 hari dengan durasi 40 menit, curah hujan maksimum selama 13 tahun terakhir sebesar 139,1

mm pada tanggal 24 januari 2008. Temperatur berkisar antara 23,6 derajat-27 derajat, selama tiga

tahun terakhir suhu udara terus meningkat dimana suhu mimimum 17,0 deraja dengan suhu

maksimum 33,7 derajat. 2

Ekonomi dan Mata Pencaharian

Sebagian besar jemaat bermata pencaharian sebagai petani. Hal ini didukung oleh tekstur

tanah dan air yang mendukung untuk lahan pertanian dan perkebunan sayur. Masyarakat memiliki

tradisi bertani yang rutin dilakukan berdasarkan musim yang terjadi. Pada musim hujan

(November-Maret) mereka akan berfokus pada garapan sawah untuk menamam padi hingga

memanen. Sedang pada musim panas/kemarau (April-Oktober) mereka akan berfokus pada

garapan kebun dengan menanam aneka jenis sayur. Sehingga ekonomi jemaat bertumpuh pada

2
Paul G.Tamelan Dan Harijono, Pemenuhan Kebutuhan Air Minum Penduduk, Ternak Dan Pertanian Di
Daerah Pedesaan Lahan Kering Beriklim Kering Pulau Rote , Jurnal Ilmiah Teknologi Fst Undana Vol.13, No.1,
Edisi Mei 2019 Hal 40-41
hasil sawah dan kebun. Hasil sawah dan kebun akan digunakan untuk konsumsi sehari-hari

keluarga dan juga jual untuk biaya hidup dan juga biaya pendidikan anak.

Dalam mengolah tanah (sawah dan kebun), para petani sangat terbantu oleh mesin-mesin

pertanian. Beberapa tahun terakhir ini pemerintah gencar memberikan bantaun alat pertanian

(alsintan) bagi petani. Bantuan tersebut antara lain: Traktor, Mesin Pompa Air, Mesin Diesel dan

alsintan lainnya. Bahkan ada juga bantuan bibit seperti padi, jagung dan aneka jenis sayur lainnya.

Fenomena Sumur Bor dan kekeringan Sumur Konsumsi.

Seperti dijelaskan sebelumnya bahwa, mayoritas warga desa Busalangga Timur berprofesi

sebagai petani. Pola bertani dalam periodisasi dua musim yaitu musim hujan dan musim kemarau.

Musim hujan dimanfatkan untuk mengelolah sawah dengan menanam padi. Sedangkan musim

kemarau, dimanfaatkan untuk mengolah sawah dan kebun untuk menanam aneka sayuran.

Pekerjaan ini telah dilakukan secara periodik dalam rentan waktu selama satu tahun.

Curah hujan yang rendah di wilayah Rote, berdampak juga bagi Desa Busalangga Timur.

Dampak tersebut nyata dalam ketersediaan air bagi pengelolah kebun pada musim kemarau. Untuk

memenuhi suplai air untuk menyiram aneka sayur, maka salah satu jalan keluar adalah melalukan

penggalian sumur bor menggunakan alat berat (eksavator) di setiap kebun dan sawah warga.

Ukuran sumur bor sangat bervariasi. Semakin besar dan dalam sebuah sumur bor, maka daya

tampung air semakin besar. Setidaknya ada tiga hal yang melatarbelakangi bertambahnya jumlah

sumur bor

1. Perubahan cara siram dan pengelolahan tanah

Warga desa Busalangga Timur, mulai mengenal pengelolahan tanah sudah dari turun-

temurun dan cara siram. Awalnya masyarakat menyiram sayuran dengan metode konvesional yaitu
memikul menggunakan pikulan (Bahasa daerah lelepak). Kemudian dengan perkembangan

zaman, proses siram menggunakan alat-alat modern (Motor air, dinamo air dan mesin Diesel).

Sedangkan dalam mengelolah tanah persawahan, awalnya masyarakat masih menggunakan tenaga

manusia untuk membajak dan memanen hasil sawah, namun dengan perkembangan zaman

perkerjaan dilakukan menggunakan alat-alat pertanian seperti traktor dan mesin rontok padi.

2. Bantuan Alsintan dari Pemerintah

Beberapa tahun terakhir ini, banyak sekali masyarakat Desa Busalangga Timur mendapat

bantuan Alsintan dari pihak pemerintah Kabupaten Rote Ndaao dan bantuan Aspirasi dari Anggota

DPRI Pusat melalui Kementerian Pertanian. Bantuan tersebut antara lain: Traktor, Mesin Pompa

Air, Mesin Diesel dan alsintan lainnya.3

3. Bertambah luas lahan pertanian dan perkebunan

Perubahan cara siram dan bantuan alsintan dari pemerintah berdampak pada meluas lahan

pertanian dan perkebunan. Masyarakat semakin gencar membuka lahan baru. Maka tidaklah

mengherankan luar lahan untuk perswahan/perkebunan semakin besar. Bahkan derah padang

rumput di beberapa wilayah yang biasanya menjadi tempat suplai makanan bagi ternak (sapi, kuda,

dan kerbau) telah beralih fungsi menjadi sawah/ kebun. Hal ini menimbulkan masalah baru, sebab

dengan berkurangnya suplai makanan bagi ternak, maka tidak jarang ternak-ternak tersebut masuk

ke kebun/sawah warga dan merusakan serta memakan hasil kebun dan sawah yang ada.

Fenomena bertambahnya jumlah sumur bor telah berlangsung beberapa tahun belakangan

ini. Metode penggalian yang dulu dengan tenaga manusia, beralih ke tenaga alat berat, semakin

mempermudah pekerjaan warga. Namun hal ini bukanlah tidak membawa dampak. Ada dampak

3
Wawancara Dengan DM, Anggota DPRD Kab. Rote Ndao periode 2019-2024
positif dan negatif yang menyertai. Dampak positif dirasakan adalah ketersediaan air baku di

kebun. Namun ada juga dampak negatif yang ditimbulkan yaitu: terjadi kekeringan di danau koli

yang berdampak pada kekeringan di sumur konsumsi pada hampir semua warga Desa dan

berdampak juga bagi ketersediaan air bagi bagi untuk konsumsi ternak (sapi, kerbau, dan kuda).

Keadaan mulai terjadi sekitar bulan agustus hingga awal November disetiap tahunnya. Padahal

menurut cerita salah satu tokoh adat bahwa pada tahun 1960-an debit air di danau koli sangat

banyak dan tidak pernah mengalami kekeringan namun keadaan ini berubah di awal tahun 2000-

an hingga saat ini, setiap tahun danau tersebut mengalami kekeringan. Dampak dari kekeringan itu

sangat terasa dalam kehidupan masyarakat setempat. 4

KONDISI AIR SECARA GLOBAL

Menurut laporan perkembangan air dunia, PBB meramalkan bahwa sekitar pertengahan

abad ini, diperkirakan paling pesimis 7 miliar orang di 60 negara akan mengalami kelangkaan air,

menurut perkiraan paling otomatis 2 miliar orang di 48 negara. Hampir 98% air di bumi adalah air

asin, tidak baik untuk dikonsumsi manusia. Kurang dari 1% dari total air bersih untuk kita.

Sebagian besar air segara itu tersimpan dalam salju dan kutub es. 5 Dari laporan PBB kita

mendapatkan informasi bahwa kelangkaan air bersih sudah merupakan kenyataan. Perubahan

iklim karena pemanasan global yang akhir-akhir kita alami turut meningkatkan kelangkaan air

global 20%.6 Faktor-faktor lain yang mempengaruhi kelangkaan air adalah:

1. Menurunnya sumber air, permukaan air bawah tanah, daerah-daerah rawa dan teluk

2. Tidak meratanya penyebaran air

4
Wawancara dengan MM, tua adat desa Busalangga Timur
5
Unep, 2002, Perkiraan Lingkungan Global.
6
Pbb, 2003, Laporan Pembangunan
3. Konflik-konflik lintas batas

4. Privalitasi sumber air alam maupun sungai.7

Maude Barlow dalam artikel mengatakan bahwa jumlah air semakin menyusut untuk

mencukupi kebutuhan manusia. Walapun bumi melimpah dengan air, namun sebagian besar tidak

bisa diminum. Di seluruh muka bumi, 12% masyarakat mengonsumsi 85% total air dari persediaan

air yang dapat dikonsumsi. Masyarakat dunia yang berjumlah 12% itu tinggal di negara-negara

maju, tidak negara dunia ketiga. 8

Manajemen sumber daya air merupakan salah satu faktor penting yang diperlukan untuk

mencapai pembangunan berkelanjutan dan pengentasan kemiskinan di seluruh negara

berkembang. The Dublin Principles yang ditetapkan pada tahun 1992 menyampaikan beberapa isu

mendasar mengenai manajen sumber daya air yaitu:

1. Air adalah sumber yang berarti dan rentan, esensial untuk memelihara keberlanjutan

kehidupan, pembangunan, dan lingkungan

2. Pembangunan dan manajemen sumber daya air harus didasarkan pada suatu

pendekatan partisipatif yang melibatkan pengguna, perancang, dan penentu kebijakan

pada semua aras

3. Perempuan memainkan peranan sentral dalam mengelolah penyediaan dan

pemeliharaan kebersihan air

7
Judith G. Lim & Mutiara Andalas Sj, Roh Allah Melayang-Layang Di Atas Air, (Jakarta: Bpk Gunung
Mulia, 2022), 13
8
Maude Barlow, Water As Commodity-The Wrong Prescription, The Institute For Food And
Develompment Polici, Backgrounder, Summer 2001, Vol.7, No.3
4. Air memiliki nilai ekonomi dan setiap penggunaannya, dan harus dimerngerti sebagai

“barang” ekonomi. 9

Mengacu pada The Dublin Principles tersebut, yang menyuratkan makna

pentingnya air dalam kehidupan dan seluruh aktivitas manusia dan sebagai barang

ekonomi, pengelolahan sumber daya air secara berkalanjutan perlu diwujudkan. 10

SEMUA KARENA ALASAN EKONOMI

Christopher Wright membuka tulisannya yang berkaitan dengan etika “Ekonomi dan

Tanah” dengan kalimat, segala kekayaan manusia pada dasarnya bergantung pada yang telah

dipercayakan leh Allah kepada kita dalam lapisan kerak bumi yang bekelimpahan. 11 Kesadaran

demikian sebenarnya perlu dimiliki oleh semua umat manusia, sehingga Sumber Daya Manusia

yang ada di sekitar hidup manusiapun sebenarnya adalah suatu kekayaan alam yang dipercayakan

kepada manusia. menguasai alam tidak mengeksploitasi atau melakukan kerja-kerja ekstrasi alam

demi pemenuhan keinginan diri sendiri, dan mengorban banyak orang.12 Banwiratma dan

Widyatmadja mengatakan bahwa sedikitnya ada empat fungsi sumber daya alam yang selama ini

diabaikan, pertama, fungsi pengaturan secara ekologis (ecological regulatori functio). Lingkungan

mempunyai fungsi mengatur kondisi (keadaan). Kedua, fungsi “untuk” memelihara (ecological

maintaining function). Ketiga, fungsi pemurni secara ekologis atau fungsi untuk memurnikan

9
Wahdi Handayani & Augustinus Ignatius Kristijanto, “Narasi Air Dan Perempuan Dalam Teknologi
Daur Ulang Limbah Batik Di Masaran Sragen,” Dalam Ekofeminisme Ii, Narasi Iman, Mitos, Air & Tanah, Ed.
Dewi Candraningrum, (Yogyakarta: Jalasutrea, 2014), 254
10
Wahdi Handayani & Augustinus Ignatius Kristijanto, “Narasi Air Dan Perempuan Dalam Teknologi
Daur Ulang Limbah Batik Di Masaran Sragen,” Dalam Ekofeminisme Ii, Narasi Iman, Mitos, Air & Tanah, Ed.
Dewi Candraningrum, (Yogyakarta: Jalasutrea, 2014), 254
11
Hidup Sebagai Umat Allah: Etika Perjanjian Lama, (Jakarta: Bpk Gunung Mulia, 1995), 67
12
Surya Samudera Giamsjah, “Menamai Dan Menguasai: Mengayomi, Bukan Mengeksploitasi”, Dalam
Roh Allah Melayang-Layang Di Atas Air. Ed. Judith G. Lim & Mutiara Andalas Sj, , (Jakarta: Bpk Gunung Mulia,
2022), 171
lingkungan atau keadaan (ecological recovery function). Keempat, fungsi informasi.

Sesungguhnya alam mempunyai kemampuan “lebih”, tetapi selama ini dilihat hanyalah sebagai

fungsi produksi. 13 Keadaan ini juga berlaku pada penggunaan air. Air hanya ditempatkan sebagai

sesuai yang peran dapat menghasilkan daya konsumsi bagi masyarakat. Sehingga manusia akan

berupaya sedemikan rupa untuk mendapatkan air demi memenuhi segala kebutuhan dan

keinginannya termasuk dengan cama penggalian sumur bor yang semakin masif dilakukan. Hal ini

merupakan bukti terjadi perebuatan air di masyarakat

Menurut Karen Campbell-Nelson dalam artikelnya mengatakan bahwa sumur bor

merupakan solusi dalam mengatasi kekeringan bukanlah solusi yang jitu, melainkan solusi

sempurna kapitalisme. 14 Dan merupakan ciri masyarakat modern yang menjunjung tinggi

individualitas dalam dunia ekonomi.15 Memang dalam prinsip ekonomi sangat berkaitan erat

dengan keuntungan, namun menjadi problem adalah ketika keuntungan didefinisikan sebagai

“materi” dan/atau “kepuasan”, akibat penerapan prinsip tersebut tanpa memiliki wawasan etis

teologis berkaitan dengan kelestarian alam dan kehidupan di dunia ini, dampaknya akan

membahayakan. Karena jalan pikir ekonomi selalu menganggap Sumber Daya Alam (termasuk

air) dan lingkungan itu gratis, lahir anggapan bahwa bahwa manusia dapat berbuat apa saja untuk

menghasilkan produksi. Lebih lanjut Robet Borong dalam artikenya memberikan pertanyan retoris

dalam hal mengelolah alam. Ia bertanya “adakah batasan antara memanfaatkan, menggunakan,

13
J.B Banawiratm Dan Josef P. Widyatmatja (Peny), Iman, Ekonomi, Dan Ekologi, Refleksi Lintas Ilmu
Dan Lintas Agama, (Yogyakarta: Kanisius, 1998), 5
14
Karen Campbel-Nelson, “Eko-Logi, Eko-Nomi, Eko-Pneuma, Oikos-Logia, Oikos-Nomia, Oikos-
Pneuma, Pelajaran, Pengelolahan, Roh Rumah”, Dalam Dalam Spiritualitas Ekoteologi Kristen Kontekstual: Buku
Penghormatan Ulang Tahun Ke-70 Pdt. (Emr.) Dr. Junus Eliud Eduard Inabuy, M.Th., Stm, Ed.Ira D. Mangilio Dan
Mesak A.P. Dethan (Jakarta: Bpk Gunung Mulia, 2021)192-193
15
Nanci Novita Sousisa, “Sasi: Menghargai Hidup Bersama, Mengelolah Lingkungan Berkelanjutan”,
Dalam Teologi Tanah, Dalam “Teologi Tanah: Perspektif Kristen Terhadap Ketidakadilan Sosio-Ekologis Di
Indonesia, Ed. Zakaria J. Ngelow Dan Lady Paula R. Mandalika (Jakarta: Bpk Gunung Mulia, 2022), 68
mengeksploitasi dan merusak alam? Tentu hal itu kembali kepada manusia masing-masing.

Karena di satu pihak, manusia tidak dapat menyangkali kesatuannya dengan alam, terutama dalam

realitas keterbatasannya (infinitas) manusia sebagai makhluk biologis (makan, minum, kawin,

sakit, meninggal, dll). Di pihak lain, manusia memang memiliki keunggulan dalam hal kreativitas

(pengetahuan dan kecerdasan) dan moralitas (tahu membedakan yang baik dan buruk dan bisa

memilih yang baik), dan spiritual (memiliki belas kasihan dan kemurahan, pengasih dan

penyanyang).16

APA YANG HARUS DILAKUKAN ?

Persoalan lingkungan hidup dewasa ini sudah sangat mendesak untuk ditanggulangi, oleh

karena kualitas lingkungan semakin hari semakin memburuk. Dalam sambutan dan pesan tertulis

menteri Lingkungan Hidup dalam rangka memperingati hari lingkungan hidup sedunia tanggal 5

Juni 2013, disebutkan bahwa berdasarkan hasil studi Kementerian Lingkungan Hidup (KLH)

tahun 2012 menunjukkan indeks perilaku peduli lingkungan (IPPL) di Indonesia berkisar pada

angka 0,57 (dari angka mutlak 1). Hal ini mengindikasikan masyarakat Indonesia belum

berperilaku peduli lingkungan dalam menjalankan kehidupan sehari-hari.17 Sikap ini pada akhir

membawa dampak negatif bagi keberlangsungan hidup bersama.

Dalam konteks lokal misalnya, dampak negatif dari keberadaan sumur bor telah dirasakan

oleh hampir semua warga desa Busalangga Timur. Hasil wawancara dengan 10 keluarga yang

tersebar di 6 Dusun di Desa Busalangga Timur didapati jawaban yang sama. Yaitu sumur konsumsi

16
Robert Patanang Borrong, “Alam Sebagai Oikos Allah: Telaah Kritis Atas Relasi Manusia Dengan Alam
Menurut Kisah Penciptaan Dan Relevansinya Bagi Panggilan Ekologis Gereja, Dalam Buku “Berakar Dan
Bertumbuh Di Dalam Dia: Buku Penghormatan Prof. Samuel Benyamin Hakh, D.Th, Peny. Besly J. T. Messakh,
(Jakarta: Bpk Gunung Mulia, 2017), 168
17
Andris Noya, “Urgensi Pendidikan Lingkungan Hidup Di Sekolah Dalam Mengatasi Krisis Ekologi:
Kajian Feminisme”, Dalam Ekofeminisme Seri 1: Dalam Tafsir Agama, Pendidikan, Ekonomi, Dan Budaya. Ed.
Dewi Candraningrum, (Yogyakarta: Jalasutra, 2013), 118)
mereka di rumah mengalami kekeringan dan pada akhrinya mereka harus membeli air tangki

dengan harga Rp.120.000/tengki. 18 Masing-masing rumah biasanya menghabis 4-5 tangki dalam

setahun. Keadaan ini harus mereka lakukan hingga menunggu sumur kembali tersisi di akhir Bulan

November atau awal bulan Desember pada saat musim hujan.

Fenomena ini menjadi bukti bahwa dunia sedang mengalami krisis air padahal air

merupakan sumber kehidupan. Oleh karena itu, ada satu upaya penting dalam konteks berteologi

kita yaitu mengembangkan teologi air beserta praksis ritualnya yang lebih komprehensif tentang

air, teologi air perlu menjadi bagian dalam ajaran resmi gereja. Ada tiga hal yang mau

disampaikan. Pertama, teologi selalu bersifat kontekstual. Salah satu maknanya adalah kita tidak

dapat berteologi lepas dari respon terhadap situasi yang terjadi. Keprihatinan tentang perlakuan

manusia terhadap air seharunya membawa pada sebuah refleksi teologi yang bertanggungjawab

tentag air; sebuah re-interpretasi teologis tentang air. Air adalah sumber kehidupan, menjadi

bagian dari jati diri yang dianugerahkan Allah kepada manusia. ‘Air sebagai pemberi kehidupan”

direfleksikan oleh Yesaya sebagai keadaan yang memberi kebebasan. Yesaya 35:6 mengemukakan

“pada waktu itu orang lumpuh akan melompat seperti rusa, dan mulut orang bisu akan bersorak-

sorai, sebab pada saat ini air memancar dari padang gurun dan sungai di padang belantara”.

Refleksi Yesaya jelas sekali menyatakan bahwa air adalah sumber kegembiraan dan kebebasan.

Dengan kata lain, kehidupan sebenarnya berisikan kegembiraan dan kebebasan, dan air menjadi

bagian yang tiak terpisahkan dari itu. Sebagai “sumber kehidupan” air memberikan kegembiraan

dan kebebasan. Dengan demikian, salah satu tugas teologi yang penting adalah mengembalikan

poros relasi Allah-manusia-alam semesta. Ketiga poros ini sejak lama hanya bertumpu pada dua

18
Wawancara dengan 10 warga Desa Busalangga Timur
porof refleksi saja, yaitu Allah-manusia, sehingga ketidakseimbangan dan kesenjangan dalam

refleksi teologi membesar.

Kedua, pertimbangan-pertimbangan teologis yang biasanya pertama kali digumuli dan

didalami oleh para teolog akademis hendaknya menjadi bagian dari diskursus gereja dan akhirnya

gereja dapat merumuskan sebuah ajaran resmi tentang air. Ketika air masuk menjadi bagian dari

ajaran dan refleksi “resmi” gereja, pada saat yang sama gereja sebenarnya menjadikan air,

mengikuti refleksi buber, sebagai “engkau” bagi gereja. sekaligus gereja menunjukkan tanggung

jawabnya terhadap air. Demikian juga porsi khotbah. Presentase khotbah yang disampaikan gereja

masih dimonopoli oleh dua tema besar, yaitu tema pertama adalah apologetik-menegaskan ajaran-

ajaran dogmatis dan tema kedua adalah kesalehan dalam kaitan dengan tindakan untuk diri sendiri

dan orang lain. Sementara itu, tema khotbah tentang lingkungan sangat sedikit, dan itupun secara

garis besar saja.

Ketiga, ketika basis kultural menjadi bagian praksis sehari-hari religiositas masyarakat

dalam merefleksikan diri dan air, gereja hendaknya tidak segan-segan mengembangkan praksis

ritual yang berhubungan dengan air. Tradisi kultural masyarakat seperti riwatan bumi sebenarnya

bisa menjadi bagian gereja untuk berteologi sekaligus menghayati praksis ritual kkultural dalam

tradisi relasi dengan alam semetsa.19

19
Wahyu S. Wibowo, “Aku-Engkau, Aku-Air”, Dalam Roh Allah Melayang-Layang Di Atas Air. Ed.
Judith G. Lim & Mutiara Andalas Sj, , (Jakarta: Bpk Gunung Mulia, 2022),86-87
DAFTAR PUSTAKA

Buku dan Artikel

Andris Noya, “Urgensi Pendidikan Lingkungan Hidup Di Sekolah Dalam Mengatasi Krisis
Ekologi: Kajian Feminisme”, Dalam Ekofeminisme Seri 1: Dalam Tafsir Agama,
Pendidikan, Ekonomi, Dan Budaya. Ed. Dewi Candraningrum, Yogyakarta: Jalasutra,
2013
Hidup Sebagai Umat Allah: Etika Perjanjian Lama, Jakarta: Bpk Gunung Mulia, 1995
J.B Banawiratm Dan Josef P. Widyatmatja (Peny), Iman, Ekonomi, Dan Ekologi, Refleksi Lintas
Ilmu Dan Lintas Agama, Yogyakarta: Kanisius, 1998
Judith G. Lim & Mutiara Andalas Sj, Roh Allah Melayang-Layang Di Atas Air, Jakarta: Bpk
Gunung Mulia, 2022
Karen Campbel-Nelson, “Eko-Logi, Eko-Nomi, Eko-Pneuma, Oikos-Logia, Oikos-Nomia, Oikos-
Pneuma, Pelajaran, Pengelolahan, Roh Rumah”, Dalam Dalam Spiritualitas Ekoteologi
Kristen Kontekstual: Buku Penghormatan Ulang Tahun Ke-70 Pdt. (Emr.) Dr. Junus
Eliud Eduard Inabuy, M.Th., Stm, Ed.Ira D. Mangilio Dan Mesak A.P. Dethan, Jakarta:
Bpk Gunung Mulia, 2021
Maude Barlow, Water As Commodity-The Wrong Prescription, The Institute For Food And
Develompment Polici, Backgrounder, Summer 2001, Vol.7, No.3
Nanci Novita Sousisa, “Sasi: Menghargai Hidup Bersama, Mengelolah Lingkungan
Berkelanjutan”, Dalam Teologi Tanah, Dalam “Teologi Tanah: Perspektif Kristen
Terhadap Ketidakadilan Sosio-Ekologis Di Indonesia, Ed. Zakaria J. Ngelow Dan Lady
Paula R. Mandalika, Jakarta: Bpk Gunung Mulia, 2022
Paul G.Tamelan Dan Harijono, Pemenuhan Kebutuhan Air Minum Penduduk, Ternak Dan
Pertanian Di Daerah Pedesaan Lahan Kering Beriklim Kering Pulau Rote , Jurnal Ilmiah
Teknologi Fst Undana Vol.13, No.1, Edisi Mei 2019
PBB, 2003, Laporan Pembangunan
Robert Patanang Borrong, “Alam Sebagai Oikos Allah: Telaah Kritis Atas Relasi Manusia
Dengan Alam Menurut Kisah Penciptaan Dan Relevansinya Bagi Panggilan Ekologis
Gereja, Dalam Buku “Berakar Dan Bertumbuh Di Dalam Dia: Buku Penghormatan
Prof. Samuel Benyamin Hakh, D.Th, Peny. Besly J. T. Messakh, Jakarta: Bpk Gunung
Mulia, 2017
Surya Samudera Giamsjah, “Menamai Dan Menguasai: Mengayomi, Bukan Mengeksploitasi”,
Dalam Roh Allah Melayang-Layang Di Atas Air. Ed. Judith G. Lim & Mutiara Andalas
Sj, , Jakarta: Bpk Gunung Mulia, 2022
Unep, 2002, Perkiraan Lingkungan Global.
Wahdi Handayani & Augustinus Ignatius Kristijanto, “Narasi Air Dan Perempuan Dalam
Teknologi Daur Ulang Limbah Batik Di Masaran Sragen,” Dalam Ekofeminisme Ii,
Narasi Iman, Mitos, Air & Tanah, Ed. Dewi Candraningrum, Yogyakarta: Jalasutrea,
2014
Wahyu S. Wibowo, “Aku-Engkau, Aku-Air”, Dalam Roh Allah Melayang-Layang Di Atas Air.
Ed. Judith G. Lim & Mutiara Andalas Sj, Jakarta: Bpk Gunung Mulia, 2022

Anda mungkin juga menyukai