2
Proyek Pembangunan Jalan Tol Ruas Padang – Sicincin
3
KELONGSORAN JALAN DI KABUPATEN
MAPPI, PAPUA (2015)
4
KERUNTUHAN RUMAH
AKIBAT PENGGALIAN
UNTUK PEMBANGUNAN
RUMAH POMPA
5
KELONGSORAN JALAN DI BERAU,
KALIMANTAN TIMUR (2012)
6
KELONGSORAN JALAN
RAYA GUBENG (2018)
7
KELONGSORAN DI BOOZEM
MOROKREMBANGAN
8
KELONGSORAN OLEH
PENYEBAB YANG BERBEDA
9
KEGAGALAN AKIBAT PEMAMPATAN
YANG TERLALU BESAR
10
PEMAMPATAN PADA OPRIT JEMBATAN
11
PLAT INJAK PATAH
AKIBAT
PEMAMPATAN
OPRIT JEMBATAN
12
RETAK BANGUNAN
AKIBAT
DIFFERENTIAL
SETTLEMENT
13
RETAK BANGUNAN AKIBAT
DIFFERENTIAL SETTLEMENT
14
PEMBANGUNAN LANDASAN PACU BANDARA PASER,
KALIMANTAN TIMUR, YANG TERGENANG AIR
AKIBAT PEMAMPATAN (2018)
15
GEDUNG MIRING AKIBAT
DIFFERENTIAL SETTLEMENT
16
17
KEGAGALAN AKIBAT TERJADINYA
KELONGSORAN
18
KELONGSORAN LERENG AKIBAT PEMBANGUNAN
RESKRIMSUS, BALIKPAPAN (2015)
19
KEGAGALAN AKIBAT KELONGSORAN 20
TERPUTUSNYA JALAN AKIBAT
KELONGSORAN LERENG
21
KELONGSORAN TALUD YANG MEMBAHAYAKAN
KONSTRUSI GEDUNG DIATASNYA
22
DASAR PERTIMBANGAN
PERENCANAAN GEOTEKNIK
TIDAK LONGSOR.
23
SNI 8460-2017
Jenis struktur Jumlah minimum penyelidikan tanah
Gedung tinggi
8 lantai • Satu titik setiap 300m2 dalam pola grid dengan jarak 10m sampai 30m dengan minimum 3 titik per blok menara.
• Dalam hal beberapa menara terletak berdekatan, dijadikan satu kesatuan dan digunakan kaidah yang sama.
• Tambah titik apabila hasil investigasi menunjukkan anomali lapisan tanah
Gedung 4 – 7 lantai • Satu titik setiap 400m2 dalam pola grid dengan jarak 15m sampai 40m dengan minimum 2 titik per gedung.
• Dalam hal beberapa gedung terletak berdekatan, dijadikan satu kesatuan dan digunakan kaidah yang sama.
• Tambah titik apabila hasil investigasi menunjukkan anomali lapisan tanah
Gedung < 4 lantai atau bangunan • Satu titik setiap 600m2 dalam pola grid dengan jarak 25m sampai 50m dengan minimum 1 titik per gedung.
pabrik (di luar rumah tinggal) • Dalam hal beberapa gedung terletak berdekatan, dijadikan satu kesatuan dan digunakan kaidah yang sama.
• Tambah titik apabila hasil investigasi awal menunjukkan anomali lapisan tanah.
Bangunan < 4 lantai dengan tapak • Satu titik setiap 2500m2 dalam pola grid dengan jarak 50m sampai 100m.
sangat luas > 25,000m2 • Tambah titik untuk dapat menghasilkan potongan tanah pada orientasi.
Struktur memanjang (jalan raya, rel • Satu titik per 50 sampai 200m, kecuali runway/taxiway jarak maksimum dibatasi 100m. Jarak yang besar dapat dipakai pada
kereta, kanal, tanggul, runway dan investigasi awal.
taxiway) • Tambah titik di antara jika hasil investigasi awal menunjukkan adanya variasi tanah yang perlu diinvestigasi lebih detail.
Terowongan transportasi • Satu titik setiap 10 – 75m pada daerah pemukiman dan 20 – 200m pada daerah terbuka. Jarak yang besar dapat dipakai pada
investigasi awal.
• Tambah titik di antaranya jika hasil investigasi awal menunjukkan adanya variasi tanah yang perlu investigasi lebih detail.
• Pada setiap portal minimum 1 titik.
Besmen dan/atau DPT
• Tinggi < 6m • 1 titik setiap 15 sampai 40m
• Tinggi ≥ 6m • 1 titik setiap 10 sampai 30m
Jembatan • Untuk jembatan konvensional dengan bentang < 50m: minimum 1 titik pada tiap abutmen dan pilar per 2 lajur lalu lintas
• Untuk jembatan khusus dengan bentang ≥ 50m atau jembatan di laut: ditentukan oleh tenaga ahli geoteknik
Konstruksi khusus (menara, • 1 per 300m2 tapak konstruksi, dengan minimum 1 titik.
fondasi mesin berat, tanki)
Bendungan besar • Pada tahap perencanaan awal, minimum 5 titik, 3 pada sumbu bendungan dan 2 titik, masing-masing di hulu dan hilir
• Pada tahap perencanaan detail, penambahan titik bor disesuaikan kondisi geologi yang ditemukan pada penyelidikan tahap
perencanaan. Minimum 1 titik setiap 50m sepanjang sumbu bendungan
• Tambahkan titik pada pintu air, terowongan pengelak, spillway, outlet, power house dll.
Stabilitas lereng, galian dalam, dan • 3 – 5 titik pada potongan kritis untuk menghasilkan model saat dilakukan analisis. Jumlah potongan kritis tergantung tingkat
timbunan tinggi dengan ketinggian masalah stabilitas.
> 6m untuk tanah normal dan > 3m • Untuk kelongsoran yang masih aktif, minimum satu titik pada sisi atas lereng yang longsor.
pada tanah lunak
Reklamasi • 1 per 1000 m2 luas timbunan
SNI 8460-2017
B. SIFAT HIDROLIS
UJI REFERENCE PARAMETER
1. Falling Head Test ASTM D5084-03 & SNI 03-6870-2002 k
2. Constant Head Test ASTM D2434-22 & SNI 2435:2008 k
METODE PERBAIKAN TANAH BERDASARKAN JENIS TANAH
34
PERSYARATAN TEKNIS MATERIAL SECARA PRAKTIS UNTUK SUATU TIMBUNAN BERSIFAT STRUKTURAL
- Berupa tanah dominan pasir (minimal 50% berat) bercampur kerikil dan sedikit lanau.
- Harus bersih dan bebas dari bahan organik dan kotoran.
- Diameter butiran maksimum = 20 mm s/d 50 mm.
- Persentase material berdiameter halus yaitu yang lebih kecil dari 0,08 mm, adalah lebih kecil dari 20 %
- Relative Density (𝐷𝐷𝑟𝑟 ) timbunan minimum = 80 % untuk zone diatas muka air pasang, dan minimum = 60 %
pada zone dibawah muka air pasang.
- Koefisien permeabilitas (𝑘𝑘) minimum = 1 x 10-6 m/s.
- Limestone hanya diijinkan untuk lapisan timbunan diatas muka air laut/muka sungai tertinggi.
Terdapat persyaratan dari aspek kepadatan lapisan, umumnya dituangkan dalam bentuk nilai parameter tanah: dry
density (𝛾𝛾𝑑𝑑 ), void ratio (𝑒𝑒), relative density (𝐷𝐷𝑅𝑅 ), dan CBR (California Bearing Ratio) atau lainnya. Besarannya
tergantung dari prinsip dasar perencanaan stabilitas timbunan yang diminta.
Contoh :
Berat volume tanah (γ) disyaratkan mencapai minimal 90% dari γd maximum Standard Proctor. Nilai γd
maximum Standar Proctor paling sedikit adalah 1.40 t/m3. Ketentuan ini berlaku juga apabila didalam
material timbunan terdapat kandungan limestone
35
THANK YOU!
yudhi.lastiasih@gmail.com
082116605466