BAB II
TEORI DASAR
Emas merupakan mineral berharga yang bersifat lunak dan mudah ditempa,
kekerasannya berkisar antara 2,5-3 skala Mohs. Mineral pembawa emas
biasanya berasosiasi dengan mineral ikutan (gangue minerals) [14]. Emas di
alam ditemukan dalam dua tipe, yaitu endapan primer dan endapan sekunder
(placer).
Endapan emas sekunder terbentuk akibat proses oksidasi dan sirkulasi air
yang terjadi pada endapan emas primer. Proses tersebut dapat menyebabkan
terlepasnya mineral emas dan terendapkan kembali pada rongga-rongga
batuan atau pori batuan. Butiran-butiran emas pada endapan sekunder
6
Larutan hidrotermal dapat diartikan sebagai larutan panas (100 sampai 5000C)
yang umumnya dihasilkan melalui proses magmatism, namun dapat juga
dihasilkan melalui air connate, air meteoric, ataupun air dengan kandungan
mineral yang mengalami proses pemanasan di dalam bumi [15]. Model
konseptual endapan mineral sistem hidrotermal dapat di lihat pada Gambar 2.1.
7
Larutan hidrotermal dapat mengubah sifat fisik dan komposisi kimiawi batuan
yang dilaluinya, proses ini disebut alterasi hidrotermal. Alterasi hidrotermal
merupakan proses yang kompleks karena melibatkan perubahan mineralogi,
kimiawi dan tekstur. Perubahan tersebut tergantung pada karakteristik batuan
samping, sifat kimia larutan, kondisi tekanan, temperatur pada saat reaksi
berlangsung, konsentrasi dan lama aktivitas hidrotermal. Faktor-faktor tersebut
saling terkait, tetapi dalam alterasi hidrotermal sistem epitermal temperatur dan
sifat kimia larutan memegang peranan penting [4]. Klasifikasi mineral alterasi
yang terbentuk di lingkungan epitermal berdasarkan pH asam dan netral serta
temperatur pembentukannya ditunjukkan oleh Gambar 2.2 [20].
Gambar 2. 2 Pembagian mineral alterasi yang terjadi di lingkungan epitermal berdasar derajat
keasaman dan temperatur pembentukan [20].
9
Mineral
Tipe Alterasi Mineral Utama Keterangan
Penyerta
Albit
Kuarsa
Klorit Temperatur 200-
Propylitic Kalsit 300oC, salinitas
Epidote beragam, pH
Pirit mendekati netral,
Karbonat permeabilitas rendah
Lempung/illite
Oksida besi
Smectite Pirit Temperatur 100-
Argillic Montmorillonite Klorit 300oC,
Chalcedon
Advanced
Kaolinite Cristobalite Temperatur 180oC
Argillic
Alunite Kuarsa pH asam
(low temperature)
Pirit
Kuarsa
Advanced Argillic Pirofilit Temperatur 250-
(high Tourmaline
Diaspore 350oC,
temperature)
Enargit
Andalusit pH asam
Luzonit
Klorit
Adularia Temperatur lebih dari
Potassic Epidote 300oC, salinitas tinggi,
Biotite
Pirit dekat dengan batuan
Kuarsa intrusi.
Illite-sericite
Sericite (illite)
Sericite Pirit
Kuarsa -
Illite-sericite
Muskovit
Pirit
Silicification Kuarsa
Illite-sericite -
Adularia
Garnet
Temperatur 300 –
Piroksen Wolastonit 700oC,
Skarn
Amfibol Klorit salinitas tinggi,
Epidote Biotite umum pada batuan
samping karbonat.
Magnetit
Temperatur
50°– 300°C (biasanya 170° – 250°C).
pembentukan
Au, Ag, (As, Sb), Hg, [Te, Tl, Ba, U], (Pb, Zn,
Unsur bijih
Cu).
Sistem epitermal sulfida rendah terbentuk dalam suatu sistem geotermal yang
memiliki pH cenderung netral. Tatanan tektonik dari endapan epitermal
sulfida rendah umumnya terdapat pada volcanic island, busur magmatik pada
batas lempeng dan continental volcanic dengan regime struktur extensional
12
dan strike-slip. Kedalaman zona endapan atau formasi batuan sekitar 0-1000
meter dengan temperatur formasi 50˚C-300˚C. Sistem epitermal sulfida
rendah dicirikan dengan mineral alterasi kuarsa-adularia-sericite-calcite pada
lingkungan sulfur rendah dan biasanya perbandingan emas dan perak relatif
tinggi. Adularia merupakan mineral khas hasil alterasi yang hanya dijumpai
pada tipe sulfida rendah. Endapan bijih epitermal sulfida rendah sebagian
besar mempunyai jenis mineralisasi berupa vein atau stockwork yang sifatnya
berasosiasi dengan chalcedonic silika dengan atau tanpa adularia [18]. Batuan
dinding yang dijumpai pada tipe ini umumnya berupa batuan kal-alkali atau
andesitic kal-alkali kalsit, rhyolite, dacite dan rhyodacite. Model konseptual
endapan mineral sistem epitermal sulfida rendah ditunjukkan oleh Gambar
2.3.
Gambar 2. 3 Model konseptual endapan mineral sistem epitermal sulfida rendah [23]
Sulfida Rendah
Sistem sulfida rendah ini sebagian besar berasosiasi dan didominasi oleh
alterasi lempung, diantaranya sebagai berikut:
1. Silicification biasanya terdapat bersama mineral bijih sebagai generasi
multiple dari kuarsa dan Chalcedon yang umumnya disertai dengan
adularia dan kalsit. Silicification dalam urat biasanya diapit oleh sericite-
illite- kaolinite.
2. Alterasi argillic (kaolinite-illite-montmorillonite-smectite) biasanya
terbentuk berdampingan dengan urat.
3. Alterasi advance argillic dapat terbentuk di sepanjang bagian atas zona
mineralisasi.
4. Alterasi propylitic dijumpai pada bagian yang lebih dalam dan menjauhi
urat.
1 𝑝1 𝑝2
𝐹= 𝑟̂ ............................................ (2.1)
𝜇0 𝑟 2
Dimana 𝐹 adalah Gaya Coulomb (N), r adalah jarak antara kutub p2 dan p1
(m), p1 dan p2 adalah kuat kutub yaitu banyaknya muatan magnet (C), dan 𝜇0
adalah permeabilitas medium dalam ruang hampa (𝜇0 = 1).
𝐹 𝑝1
𝐻= = 𝑟̂ ........................................ (2.2)
𝑝2 𝜇0 𝑟 2
Dimana H adalah kuat medan magnet (A/m) dan p1, p2 adalah muatan 1 dan
2 dari monopole magnet (Coloumb).
C. Momen Magnet
Pada kenyataannya, kutub-kutub magnet selalu muncul berpasangan (dipole)
dimana dua kutub berkekuatan +p dan –p dipisahkan oleh jarak 2l, maka
momen magnetik didefinisikan dengan persamaan berikut:
Dimana m adalah momen magnet (m.C), p adalah kutub magnet (m), r1 adalah
arah dari unit vektor dari kutub negatif ke kutub positif, dan l adalah jarak
antara dua kutub (m).
D. Intensitas Magnetik
Magnetisasi disebut juga intensitas kemagnetan (𝑀). Intensitas kemagnetan
didefinisikan sebagai tingkat kemampuan menyearahkan momen-momen
magnetik dalam medan magnetik luar, dapat juga dinyatakan sebagai momen
magnetik persatuan volume [24].
𝑚 2𝑙𝑝𝑟1
𝑀= = ............................................ (2.4)
𝑉 𝑉
E. Suseptibilitas Kemagnetan
Suseptibilitas kemagnetan (k) merupakan tingkat kemampuan suatu benda
untuk termagnetisasi [24]. Suseptibilitas dituliskan dengan persamaan
berikut:
𝑀 = 𝑘 × 𝐻 ................................................ (2.5)
F. Induksi Magnetik
16
𝐵 = 𝜇0 (𝐻 + 𝑀) ............................................ (2.6)
𝐵 = 𝜇0 (𝐻 + 𝑘𝐻) ........................................... (2.7)
𝐵 = 𝜇0 (1 + 𝑘)𝐻 ............................................ (2.8)
dimana,
𝜇 = 𝜇0 (1 + 𝑘)................................................ (2.9)
𝐵 = 𝜇𝐻 ............................................... (2.10)
Dimana H dan M memiliki arah yang sama seperti kasus pada umumnya.
Satuan SI untuk B adalah tesla = 1 Newton/Ampere meter = 1 Wb/ m2 [24].
Medan magnet bumi terbentuk karena adanya aktivitas dari inti dalam bumi
yang terdiri dari unsur-unsur logam dan radioaktif. Adanya medan magnet
bumi tidak lepas dari aktivitas rotasi bumi dan arus konveksi. Medan magnet
bumi terkarakterisasi oleh elemen medan magnet bumi yang dapat diukur,
yaitu arah dan intensitas kemagnetannya. Elemen-elemen medan magnet
bumi dapat dilihat pada Gambar 2.4.
17
1. Deklinasi (D), yaitu sudut yang dibentuk antara utara geografis dengan
utara magnetik dihitung dari utara menuju timur.
2. Inklinasi (I), yaitu sudut yang dibentuk antara medan magnetik total
dengan bidang horizontal yang dihitung dari bidang horizontal menuju
bidang vertikal ke bawah.
3. Intensitas total (F), yaitu besar dari vektor medan magnetik total.
4. Intensitas Horizontal (H), yaitu besar dari medan magnetik total pada
bidang horizontal.
Medan magnet bumi terdiri dari 3 bagian, yaitu medan magnet utama, medan
magnet luar dan medan magnet anomali [7].
1. Medan Magnet Utama (main field)
Pengaruh medan utama magnet bumi sekitar 99 % dan variasinya terhadap
waktu sangat lambat dan kecil. Medan magnet utama bersumber dari dalam
inti bumi. Medan magnet utama berubah terhadap waktu sehingga untuk
menyeragamkan nilai-nilai medan utama dibuat standar nilai yang disebut
dengan International Geomagnetic Reference Field (IGRF) yang
diperbaharui tiap lima tahun sekali. Nilai IGRF tersebut diperoleh dari hasil
18
pengukuran rata-rata pada daerah luasan sekitar satu juta kilometer yang
dilakukan dalam waktu satu tahun.
2. Medan Magnet Luar (external field)
Medan magnet luar bersumber dari luar bumi dan merupakan hasil ionisasi di
atmosfer yang ditimbulkan oleh sinar ultraviolet dari matahari, karena sumber
medan luar ini berhubungan dengan arus listrik yang mengalir dalam lapisan
terionisasi di atmosfer, maka perubahan medan ini terhadap waktu jauh lebih
cepat. Sumbangan medan luar ini terhadap medan magnet bumi hanya sebesar
1% dari medan total.
3. Medan Magnet Anomali
Medan magnet anomali adalah medan magnet yang berada dekat dengan
permukaan bumi akibat dari adanya batuan-batuan yang memiliki sifat
magnet. Dalam survei metode magnetik yang menjadi target dari pengukuran
adalah variasi medan magnetik yang terukur di permukaan (anomali
magnetik).
(𝑡𝑛 −𝑡𝑎𝑤𝑎𝑙 )
𝐻𝑉ℎ = (𝑡 (𝐻𝑎𝑘ℎ𝑖𝑟 − 𝐻𝑎𝑤𝑎𝑙 )..................... (2.11)
𝑎𝑘ℎ𝑖𝑟 −𝑡𝑎𝑤𝑎𝑙 )
19
dimana HVh adalah variasi harian yang merupakan pengaruh medan magnet
luar (Tesla), tn adalah waktu pada titik N (s), tawal adalah Waktu awal (s), takhir
adalah waktu akhir (s), Hawal adalah nilai medan magnet di titik awal (Tesla),
dan Hakhir adalah Nilai medan magnet di titik akhir (Tesla).
B. Koreksi IGRF
Medan magnet utama bumi selalu berubah setiap waktu sehingga untuk
menyeragamkan nilai-nilai medan utama dibuat standar nilai yang disebut
dengan International Geomagnetic Reference Field (IGRF). Koreksi IGRF
merupakan koreksi untuk menghilangkan pengaruh medan magnet utama
bumi.
dimana ΔH adalah beda anomali medan magnet (Tesla), HObs adalah Medan
magnet observasi atau medan magnet total bumi (Tesla), dan HIGRF adalah
Medan magnet utama/IGRF (Tesla).
Besarnya anomali magnetik total pada suatu titik pengamatan (P) dinyatakan
oleh persamaan berikut [25]:
̂ . ∇𝑃 ∫ 𝑴. ∇𝑄 1 𝑑𝑣 ............................ (2.13)
∆𝑇 = −𝐶𝑚 𝑭 𝑅 𝑟
𝜕 𝜕2 1
∆𝑇(𝑟) = − 𝜕𝐵 ∆𝑉𝛼 (𝑟) = ∆𝐽 𝜕𝛽𝜕𝛽 𝑟 ............................... (2.14)
dimana 𝑟 adalah jarak sumber observasi, ∆𝑉𝛼 adalah potensial anomali pada
arah 𝛼, ∆𝐽 adalah intensitas anomali magnetisasi, 𝛽 adalah arah medan
magnetisasi (diasumsikan seragam).
𝜃′ 𝑚𝜃′ 𝑓
𝐹[𝛹𝑡] = ....................................... (2.16)
𝜃𝑚𝜃𝑓
dimana F[Ψt] adalah hasil reduksi ke kutub, θm adalah fungsi kompleks yang
bergantung pada orientasi dipole, θf adalah fungsi kompleks yang tergantung
pada medan sekitar.
21
𝜕𝑇 2 𝜕𝑇 2 𝜕𝑇 2
𝐴𝑆 (𝑥, 𝑦) = √(𝜕𝑥 ) + (𝜕𝑦) + ( 𝜕𝑧 ) .......................... (2.17)
B. Tilt Derivative
Tilt derivative (TDR) merupakan perbandingan antara nilai intensitas
magnetik komponen vertical derivative (VDR) terhadap nilai intensitas
magnetik komponen total horizontal derivative (THDR). Tilt derivative
memiliki tiga tingkat amplitudo yaitu positif, nol (0) dan negatif. Amplitudo
positif terletak di atas sumber anomali dan amplitudo negatif berada jauh dari
sumber anomali tersebut. Sedangkan, amplitudo nol berada di atas atau dekat
dengan tepi sumber anomali. Oleh karena itu, teknik ini dapat digunakan
untuk menentukan batas anomali dengan melakukan picking pada kontur nol
[30]. Tilt derivative ini cocok digunakan sebagai dasar analisis untuk
mengidentifikasi adanya zona-zona rekahan sebagai pengontrol mineralisasi
[31]. Tilt derivative mampu menyoroti sumber magnetik dangkal dan juga
dalam yang lebih baik daripada analytic signal [26]. Namun, semakin dalam
posisi anomali semakin banyak pergeseran batas anomali. Oleh karena itu,
benda yang lebih dalam diperkirakan memiliki lebar anomali lebih besar dari
ukuran sebenarnya. Tilt derivative ini digunakan untuk memperkuat hasil
pada analytic signal.
23
Gambar 2. 5 Geometri hubungan antara VDR, THDR, AS, dan TDR [27].
Geometri hubungan antara tilt derivative (TDR), VDR, THDR, serta analytic
signal (AS) ditunjukkan oleh Gambar 2.5. Tilt derivative dinyatakan sebagai
nilai arctangent dari perbandingan antara VDR dengan THDR. Berikut
persamaan dasar tilt derivative [25]:
𝑉𝐷𝑅
𝜃 = 𝑇𝐷𝑅 = tan−1 𝑇𝐻𝐷𝑅 ...................................... (2.18)
𝜋 𝜋
Batasan nilai dari amplitudo TDR yaitu antara rentang − 2 sampai sesuai
2
𝜕𝑇
𝑉𝐷𝑅 = .............................................. (2.19)
𝜕𝑧
𝜕𝑇 2 𝜕𝑇 2
𝑇𝐻𝐷𝑅 = √(𝜕𝑥 ) + (𝜕𝑦) .................................. (2.20)
Metode geolistrik adalah salah satu metode yang mempelajari sifat-sifat aliran
listrik di dalam bumi. Metode geolistrik resistivitas dan IP sering
dikombinasikan dalam melakukan eksplorasi mineral. Metode resistivitas dan
IP mampu menggambarkan kondisi bawah permukaan dengan resolusi yang
tinggi. Parameter yang terukur dari metode ini yaitu resistivitas dan
chargeability. Nilai resistivitas dan chargeability digunakan untuk menentukan
keberadaan urat kuarsa pembawa mineral emas.
2.6.1 Resistivitas
𝑉
𝑅 = 𝐼 ................................................... (2.21)
Harga potensial listrik di suatu permukaan yang dialiri arus dengan luas
setengah bola (2𝜋𝑟), dinyatakan dengan persamaan berikut:
𝐼𝜌 2𝜋𝑟𝑉
𝑉= atau 𝜌 = .................................... (2.22)
2𝜋𝑟 𝐼
𝐼𝜌 −𝐼𝜌 𝐼𝜌 1 1
𝑉= + 2𝜋𝑟 = ( − 𝑟 ) .......................... (2.23)
2𝜋𝑟𝐴 𝐵 2𝜋 𝑟𝐴 𝐵
dimana 𝑟𝐴 adalah jarak pada elektroda positif (A) dan 𝑟𝐵 adalah jarak pada
elektroda negatif (B).
26
𝐼𝜌 1 1
𝑉𝑀 = ( − 𝐵𝑀) ................................... (2.24)
2𝜋 𝐴𝑀
𝐼𝜌 1 1
𝑉𝑁 = ( − 𝐵𝑁) ................................... (2.25).
2𝜋 𝐴𝑁
∆𝑉 = 𝑉𝑀 − 𝑉𝑁 ................................... (2.26)
𝐼𝜌 1 1 1 1
∆𝑉 = 2𝜋 (𝐴𝑀 − 𝐵𝑀 − 𝐴𝑁 + 𝐵𝑁) ......................... (2.27)
∆𝑉
𝜌𝑎 = 𝑘 .......................................... (2.28)
𝐼
27
1 1 1
dengan 𝜌𝑎 adalah resistivitas semu (Ohm.m), 𝑘 = 2𝜋 (𝐴𝑀 − 𝐵𝑀 − 𝐴𝑁 +
1 −1
) adalah faktor geometri (m), ∆𝑉 adalah beda potensial (Volt), dan I
𝐵𝑁
B. Konfigurasi Wenner
Pengukuran menggunakan konfigurasi Wenner relatif cepat dibandingkan
konfigurasi lain seperti dipole-dipole. Susunan elektroda konfigurasi Wenner
terletak dalam satu garis yang simetris terhadap titik tengah. Jarak antar
elektroda memiliki besar yang sama, yaitu 𝐴𝑀 = 𝑀𝑁 = 𝑁𝐵 = 𝑎 seperti
yang ditunjukkan oleh Gambar 2.8. Sehingga faktor geometri konfigurasi
Wenner dapat dirumuskan sebagai berikut:
1 1 1 1 −1
𝑘 = 2𝜋 (𝑎 − 2𝑎 − 2𝑎 + 𝑎) = 2𝜋𝑎 ..................... (2.29)
∆𝑉
𝜌𝑎 = 2𝜋𝑎 ........................................ (2.30)
𝐼
28
Konfigurasi Wenner sangat baik untuk lateral profiling atau lateral mapping,
yaitu pemetaan untuk mengetahui variasi resistivitas secara lateral atau
horizontal. Hal ini dikarenakan pada konfigurasi Wenner, jarak antar
elektroda memiliki jarak yang tetap. Jarak antar elektroda arus listrik yang
dibuat tetap menghasilkan aliran arus listrik yang maksimal pada kedalaman
tertentu sehingga kontras resistivitas lateral atau horizontal dapat
diperkirakan. Penetrasi kedalaman konfigurasi Wenner dirumuskan sebagai
berikut [32] :
dimana Z adalah penetrasi kedalaman, XAB spasi elektroda arus, dan XMN spasi
elektroda potensial.
Gambar 2. 9 (a). polarisasi yang disebabkan oleh penyempitan pori-pori, (b). polarisasi
terjadi pada batuan yang mengandung mineral lempung [7].
2. Polarisasi Elektroda
Polarisasi elektroda merupakan mekanisme perbedaan konduktivitas ionik
dan elektronik karena adanya mineral logam. Polarisasi elektroda terjadi
karena terdapatnya kontak antara mineral konduktif dari batuan dan larutan
dalam pori-pori batuan. Peranan fluida dan mineral logam adalah dua hal
yang sangat dominan sebagai efek polarisasi terinduksi.
Gambar 2. 10 (a). Polarisasi pada batuan yang mengandung mineral, (b). polarisasi para
pori-pori batuan yang mengandung elektrolit [7].
B. Prinsip Pengukuran IP
Secara umum terdapat dua jenis tipe pengukuran metode IP yaitu pengukuran
dalam time domain dan frequency domain. Dalam penelitian ini tipe
pengukuran yang digunakan adalah time domain. Prinsip pengukuran time
domain yaitu mengamati perubahan beda potensial akibat adanya efek
polarisasi. Akibat adanya efek polarisasi, beda potensial yang terukur setelah
injeksi arus dimatikan tidak langsung menjadi nol, tetapi meluruh secara
perlahan menuju nol. Beda potensial yang terukur ketika arus diinjeksi
disebut potensial primer (Vp), sedangkan beda potensial yang terukur setelah
arus dimatikan disebut potensial sekunder (Vs).
Gambar 2. 11 Kurva peluruhan beda potensial setelah injeksi arus dimatikan [7]
𝑉
𝑀 = 𝑉𝑆 (mV/V atau %) .................................. (2.32)
𝑃
32
1 𝑡2
𝑀 = 𝑉 ∫𝑡1 𝑉𝑆 (𝑡)𝑑𝑡 ........................................ (2.33)
𝑃
C. Chargeability Semu
Parameter yang terukur dari pengukuran bukanlah nilai chargeability
sebenarnya tetapi nilai chargeability semu (Ma). Chargeability semu
menunjukkan lamanya proses polarisasi yang terjadi pada suatu batuan
setelah arus dimatikan. Chargeability semu merupakan rasio perbandingan
antara perubahan resistivitas semu (∆𝜌𝑎 ) dan resistivitas semu (𝜌𝑎 ).
∆𝜌𝑎
𝑀𝑎 = ................................................. (2.34)
𝜌𝑎
𝜕 log 𝜌𝑎
𝑀𝑎 = ∑𝑖 𝑀𝑖 𝐵𝑖 = ∑𝑖 𝑀𝑖 ................................... (2.35)
𝜕 log 𝜌𝑖
𝜕 log 𝜌 𝜕 log 𝜌 𝜕 log 𝜌
𝑀𝑎 = 𝑀1 𝜕 log 𝜌𝑎 + 𝑀2 𝜕 log 𝜌𝑎 + ⋯ + 𝑀𝑛 𝜕 log 𝜌𝑎 .................... (2.36)
1 2 𝑛
33
komponen tertentu.
𝑑 = 𝐺. 𝑚 ...................................................... (2.37)