Anda di halaman 1dari 12

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Penyakit TB PARU
1. Defini Tuberculosis
Tuberculosis (TB) adalah penyakit infeksius yang terutama menyerang
parenkim paru. Tuberculosis dapat juga ditularkan ke bagian tubuh lainnya,
terutama meningens, ginjal, tulang, dan nodus limfe (Suddarth, 2003).
Tuberculosis (TB) adalah penyakit infeksi menular yang disebabkan oleh
Mycobacterium tuberculosis dengan gejala yang bervariasi, akibat kuman
mycobacterium tuberkulosis sistemik sehingga dapat mengenai semua organ
tubuh dengan lokasi terbanyak di paru paru yang biasanya merupakan lokasi
infeksi primer (Mansjoer, 2000).
Tuberkulosis paru adalah penyakit infeksi yang menyerang pada saluran
pernafasan yang disebabkan oleh bakteri yaitu mycobacterium tuberculosis,
(Smeltzer, 2002). dapat menyimpulkan bahwa, TB Paru adalah penyakit
infeksi yang disebabkan oleh kuman mycobakterium tuberculosis yang
menyerang saluran pernafasan terutama parenkim paru.

2. Etiologi
Tuberkulosis disebabkan oleh Mycobacterium tuberculosis, sejenis
kuman yang berbentuk batang dengan ukuran panjang 1 – 4 µm dan tebal 0,3
– 0,6 µm dan digolongkan dalam basil tahan asam (BTA). (Suyono, 2001)

3. Patofisiologi
Individu rentan yang menghirup basil tuberculosis dan terinfeksi.
Bakteri dipindahkan melalui jalan nafas ke alveoli untuk memperbanyak diri,
basil juga dipindahkan melalui system limfe dan pembuluh darah ke area paru
lain dan bagian tubuh lainnya.

1
Sistem imun tubuh berespon dengan melakukan reaksi inflamasi.
Fagosit menelan banyak bakteri, limfosit specific tuberculosis melisis basil
dan jaringan normal, sehingga mengakibatkan penumpukkan eksudat dalam
alveoli dan menyebabkan bronkopnemonia. Massa jaringan paru/granuloma
(gumpalan basil yang masih hidup dan yang sudah mati) dikelilingi makrofag
membentuk dinding protektif.
Granuloma diubah menjadi massa jaringan fibrosa, yang bagian
sentralnya disebut komplek Ghon. Bahan (bakteri dan makrofag) menjadi
nekrotik, membentuk massa seperti keju. Massa ini dapat mengalami
klasifikasi, membentuk skar kolagenosa. Bakteri menjadi dorman, tanpa
perkembangan penyakit aktif.
Individu dapat mengalami penyakit aktif karena gangguan atau respon
inadekuat sistem imun, maupun karena infeksi ulang dan aktivasi bakteri
dorman. Dalam kasus ini tuberkel ghon memecah, melepaskan bahan seperti
keju ke bronki. Bakteri kemudian menyebar di udara, mengakibatkan
penyebaran lebih lanjut. Paru yang terinfeksi menjadi lebih membengkak
mengakibatkan bronkopnemonia lebih lanjut (Smeltzer, 2001)

4. Manifestasi Klimik
Gambaran klinis tuberculosis mungkin belum muncul pada infeksi awal
dan mungkin tidak akan pernah timbul bila tidak terjadi infeksi aktif. Bila
timbul infeksi aktif klien biasanya memperlihatkan gejala : batuk purulen
produktif disertai nyeri dada, demam (biasanya pagi hari), malaise, keringat
malam, gejala flu, batuk darah, kelelahan, hilang nafsu makan dan penurunan
berat badan (Corwin, 2001).

2
5. Tanda dan Gejala
a. Tanda
1) Penurunan berat badan
2) Anoreksia
3) Dispneu
4) Sputum hiaju atau kuning
b. Gejala
1) Demam
Biasanya menyerupai demam influenza. Keadaan ini sangat
dipengaruhi oleh daya tahan tubuh penderita dengan berat-ringannya
infeksi kuman TBC yang masuk.
2) Batuk
Terjadi karena adanya infeksi pada bronkus. Sifat batuk dimulai dari
batuk kering kemudian setelah timbul peradangan menjadi batuk
produktif (menghasilkan sputum). Pada keadaan lanjut berupa batuk
darah karena terdapat pembuluh darah yang pecah. Kebanyakan
batuk darah pada ulkus dinding bronkus.
3) Sesak nafas.
Sesak nafas akan ditemukan pada penyakit yang sudah lanjut dimana
infiltrasinya sudah setengah bagian paru.
4) Nyeri dada
Timbul bila infiltrasi radang sudah sampai ke pleura (menimbulkan
pleuritis)
5) Malaise
Dapat berupa anoreksia, tidak ada nafsu makan, berat badan turun,
sakit kepala, meriang, nyeri otot, keringat malam

3
6. Penatalaksanaan
a. Pengobatan
Tujuan terpenting dari tata laksana pengobatan tuberkulosis adalah
eradikasi cepat M. tuberculosis, mencegah resistensi, dan mencegah
terjadinya komplikasi.
Jenis dan dosis OAT :
1) Isoniazid (H)
Isoniazid (dikenal dengan INH) bersifat bakterisid, efektif terhadap
kuman dalam keadaan metabolik aktif, yaitu kuman yang sedang
berkembang. Efek samping yang mungkin timbul berupa neuritis
perifer, hepatitis rash, demam Bila terjadi ikterus, pengobatan dapat
dikurangi dosisnya atau dihentikan sampai ikterus membaik. Efek
samping ringan dapat berupa kesemutan, nyeri otot, gatal-gatal. Pada
keadaan ini pemberian INH dapat diteruskan sesuai dosis.
2) Rifampisin (R)
Bersifat bakterisid, dapat membunuh kuman semi-dorman (persisten).
Efek samping rifampisin adalah hepatitis, mual, reaksi demam,
trombositopenia. Rifampisin dapat menyebabkan warnam merah atau
jingga pada air seni dan keringat, dan itu harus diberitahukan pada
keluarga atau penderita agar tidak menjadi cemas. Warna merah
tersebut terjadi karena proses metabolism obat dan tidak berbahaya.
3) Pirazinamid (P)
Bersifat bakterisid, dapat membunuh kuman yang berada dalam sel
dengan suasana asam. Efek samping pirazinamid adalah
hiperurikemia, hepatitis, atralgia.
4) Streptomisin (S)

4
Bersifat bakterisid, efek samping dari streptomisin adalah nefrotoksik
dan kerusakan nervus kranialis VIII yang berkaitan dengan
keseimbangan dan pendengaran.
5) Ethambutol (E)
Bersifat bakteriostatik, ethambutol dapat menyebabkan gangguan
penglihatan berupa berkurangnya ketajaman penglihatan, buta warna
merah dan hijau, maupun optic neuritis.
b. Pembedahan
Dilakukan jika pengobatan tidak berhasil, yaitu dengan mengangkat
jaringan paru yang rusak, tindakan ortopedi untuk memperbaiki kelainan
tulang, bronkoskopi untuk mengangkat polip granulomatosa tuberculosis
atau untuk reseksi bagian paru yang rusak.

c. Pencegahan
Menghindari kontak dengan orang yang terinfeksi basil tuberkulosis,
mempertahankan status kesehatan dengan asupan nutrisi adekuat, minum
susu yang telah dilakukan pasteurisasi, isolasi jika pada analisa sputum
terdapat bakteri hingga dilakukan pengobatan, pemberian imunisasi BCG
untuk meningkatkan daya tahan tubuh terhadap infeksi oleh basil
tuberkulosis virulen.

B. Tripod Position
1. Definisi Tripod Position
Pada pasien PPOK , pergerakan diafragma dan kontribusinya terhadap
volume tidal seperti orang yang beristirahat. Diafragma dapat diperpanjang
dengan meningkatkan tekanan perut selama ekspirasi aktif atau dengan
mengadopsi posisi tubuh Tripod Position. Latihan otot pernafasan

5
(respiratory muscle training) dan penggunaan abdominal belt dapat
meningkatkan kekuatan dan kapasitas daya tahan otot (Gosselink, 2013).

2. Langkah Prosedur Tripod Position


Tripod Position merupakan posisi yang umum diadopsi oleh pasien dengan
penyakit paru. Langkah-langkah Tripod Position sebagai berikut :
a. Tripod Position adalah Posisi duduk di tempat tidur dengan
punggung membungkuk kedepan membentuk sudut 45 derajat
b. Kepala serta lengan disangga/ diletakan di atas meja atau bantal
c. Lengan ditopang kepala atau lengan ditopang paha.
d. Posisi tersebut diberikan pada pasien yang tidak mendapatkan
oksigen
e. Tindakan posisi dilakukan selama 10 menit pertama dan
dilanjutkan 30 menit dengan jeda istirahat setiap 5 menit (KNGF,
2008).

3. Manfaat Posisi Tripod Position


Posisi Tripod Position menigkatkan tekanan intraabdominal dan
menurunkan penekanan diafragma kebagian rongga abdomen selama
inspirasi (Bhatt, et al, 2009). Hasil penelitian sebelumnya menunjukan
penurunan aktifitas otot scalene (SM) dan sternocleidomastoid (SCM) pada
Tripod Position. Penelitian yang lain juga menunjukan bahwa Tripod
Position dengan bahu disangga oleh otot (seperti otot pectoralis mayor dan
minor ) berkontribusi secara signifikan terhadap pengembangan tulang
rusuk. Pengembangan tulang rusuk dengan lengan dan kepala disangga
berkontribusi terhadap inspirasi (Gosselink, 2013).
Pada penelitian yang dilakukan oleh Kim, et al (2012) aktifitas otot
SM dan SCM meningkat secara signifikan pada posisi condong kedepan

6
dengan lengan disangga pada paha ataupun lengan disangga kepala
dibandingkan posisi netral. Beberapa mekanisme yang dapat dijelaskan dari
hasil tersebut adalah adanya restriksi pergerakan diafragma, meningkatkan
tekanan intraabdomen dengan mendekatkan tulang rusuk ke pelvis dan
peningkatan tekanan abdomen ini membuat diafragma kesulitan untuk
menekan abdomen kebelakang selama inspirasi, dengan pengembalian
aktifitas otot dengan kekuatan yang dipertahankan oleh tangan yang
ditopang ke muka/ kepala dan lengan yang ditopang oleh paha serta
stabilnya tangan dan lengan , sternum, clavicula dan tulang rusuk dapat
ditarik ke atas oleh otot SM dan SCM (Kim, et al, 2012).
Teknik kontrol pernafasan untuk mengoptimalkan gerakan
thoracoabdominal dapat dilakukan dengan pernafasan diafragma dan
bernafas lambat dan dalam. Kegiatan otot aksesori berhubungan positif
dengan sensasi Dyspnea , sedangkan aktivitas diafragma berhubungan
negatif dengan sensasi Dyspnea (Brislin, Garroutte, Cilli, 1990 dalam
Gosslink, 2013). Akibatnya , pernapasan diafragma , atau pernafasan lambat
dan dalam, seperti umumnya diterapkan dalam praktek fisioterapi,
bermanfaat untuk memperbaiki kelainan gerakan dinding dada, mengurangi
kerja pernapasan , aktivitas otot aksesori dan Dyspnea serta untuk
meningkatkan efisiensi pernapasan dan meningkatkan distribusi ventilasi
(KNFG, 2008).

C. Teknik Relaksasi Nafas Dalam


1. Definisi teknik relaksasi napas dalam
Teknik relaksasi merupakan intervensi keperawatan secara mandiri
untuk menurunkan intensitas nyeri, meningkatkan ventilasi paru dan
meningkatkan oksigenasi darah ( Smelzer, 2002).

7
Latihan napas dalam adalah bernapas dengan perlahan dan
menggunakan diafragma, sehingga memungkinkan abdomen terangkat
perlahan dan dada mengembang penuh (Parsudi, 2002).

2. Tujuan teknik relaksasi napas dalam


Smeltzer dan Bare (2002) menyatakan bahwa tujuan relaksasi
pernapasan adalah untuk meningkatkan ventilasi alveoli, memelihara
pertukaran gas, mencegah atelektasi paru, merilekskan tegangan otot,
meningkatkan efisiensi b atuk, mengurangi stres fisik maupun emosional yaitu
menurunkan intensitas nyeru.
Suddarth dan Brunner (2002), tujuan napas dalam adalah untuk
mencapai ventilasi yang lebih terkontrol dan efisien serta mengurangi kerja
bernapas, meningkatkan alveolar maksimal, meningkatkan relaksasi otot,
menyigkirkan pola aktifitas otot-otot pernapasan yang tidak berguna, tidak
terkoordinasi, melambatkan frekuensi pernapasan, dan mengurangi udara
yang terperangkap serta mengurangi kerja bernapas.

3. Penatalaksanaan teknik relaksasi napas dalam


Ada beberapa posisi relaksasi napas dalam yang dapat di lakukan menurut
(Smeltzer dan Bare, 2002) :
a. Posisi relaksasi dengan terlentang
Berbaring terlentang, kedua tungkai kaki lurus dan terbuka sedikit,
kedua tangan rileks di samping bawah lutut dan kepala diberi bantal

b. Posisi relaksasi dengan berbaring miring


Berbaring miring, kedua lutut ditekuk, dibawah kepala diberi bantal
dan dibawah perut sebaiknya diberi bnatal juga, agar perut tidak
menggantung

c. Posisi relaksasi dalam keadaan berbaring terlentang

8
Kedua lutut ditekuk, berbaring terlentang, kedua lutut ditekuk, kedua
lengan disamping telinga
d. Posisi relaksasi dengan duduk
Duduk membungkuk, kedua lengan diatas sandarankursu dan diatas
tempat tidur, kedua kaki tidak boleh menggantung

4. Prosedur teknik relaksasi napas dalam


Prosedur teknik relaksasi napas dalam menurut Priharjo (2003), yakni
dengan bentuk pernapasan yang digunakan pada prosedur ini adalah
pernapasan diafragma yang mengacu pada pendataran kubah diafragma
selama inspirasi yang mengakibatkan pembesaran abdomen bagian atassejalan
dengan desakan udara masuk selama inspirasi.
Adapun langkah-langkah teknik relaksasi napas dalam adalah sebagai berikut
:
a. Ciptakan lingkungan yang tenang
b. Usahakan tetap rilek dan tenang
c. Menarik napas dalam dari hidung dan mengisi paru-paru dengan udara
melaluihitungan 1,2,3
d. Perlahan-lahan udara dihembuskan melaluimulut sambil merasakan
ekstrimitas atas dan bawah rileks
e. Anjurkan bernapas dengan irama normal 3 kali
f. Menarik napas lagi melalui hidung dan menghembuskan melalui mulut
g. Anjurkan untuk mengulangi prosedur sampai 15 kalii

9
D. Hubungan Teknik Relaksasi Napas Dalam dan Posisi Tripod Untuk
Meningkatkan Saturasi Oksigen Dan Menurunkan Frekuensi Pernapasan Pada
Pasien Tb Paru
Latihan napas dalam adalah bernapas dengan perlahan dan
menggunakan diafragma, sehingga memungkinkan abdomen terangkat perlahan
dan dada mengembang penuh (Parsudi, 2002).
Suddarth dan Brunner (2002), tujuan napas dalam adalah untuk
mencapai ventilasi yang lebih terkontrol dan efisien serta mengurangi kerja
bernapas, meningkatkan alveolar maksimal, meningkatkan relaksasi otot,
menyigkirkan pola aktifitas otot-otot pernapasan yang tidak berguna, tidak
terkoordinasi, melambatkan frekuensi pernapasan, dan mengurangi udara yang
terperangkap serta mengurangi kerja bernapas.
Posisi tripod adalah posisi klien diatas tempat tidur yang bertopang
pada overbed table ( yang dinaikan sesuai dengan ketinggian ) dan bertumpu
pada kedua tangan dengan posisi kaki di tekuk kearah dalam. Pasien yang
diberikan posisi tripod dapat dibantu agar ekspansi dada membaik. Caranya
dengan mengatur posisi duduk pasien agak condong kedepan dengan bertumpu
pada kedua tangan ditempat tidur dengan posisi kedua kaki kedalam ( Kozier, et
al., 2019).
Tripod position terhadap pernapasan pada pasien Tb paru. Posisi tubuh
klien tripod position akan mempengaruhi kekuatan otot inspirasi dan dapat
mengurangi dyspnea karena posisi tersebut membantu peningkatan fungsi paru.
Posisi orthoponiec (tripod position) menyebabkan organ-organ abdominal tidak
meneka diafragma dan posisi ini dapat membantu menekan bagian bawah dada
kepada ujung meja sehingga membantu pengeluaran nafas untuk menjadi lebih
mudah. Proses ventilasi yang meningkatkan pada pasien Tb paru yang
diposisikan tripod position akan meningkatkan pengeluaran CO2 dan
meningkatkan asupan oksigen kedalam intra alveolus

10
Berdasarkan tujuan dari teknik relaksasi napas dalam dan posisi tripod
tersebut diharapkan bahwa pasien Tb paru yang cenderung mengalami sesak
napas denga di tandai dengan peningkatan frekuensi pernapasam dan penurun
saturasi oksigen dapat membaik. Pasien TB paru mengalami peningkatan saturasi
oksigen dan penurunan frekuensi pernapasan.

E. Evidence Based Pratice Teknik Relaksasi Napas Dalam dan Posisi Tripod Untuk
Meningkatkan Saturasi Oksigen Dan Menurunkan Frekuensi Pernapasan Pada
Pasien Tb Paru
Teknik relaksasi napas dalam posisi tripod pada pasien TB paru yang
bertujuan untuk meningkatkan saturasi oksigen dan menurunkan frekuensi
pernapasan di dukung fengan beberapa penelitian yang menunjukkan
keberhasilan sebelum dan sesudah dilakukan tindakan terdapat perubahan pada
pola napas pasien Tb paru.
Penelitian mengenai posisi tripod yang telah dilakukan Ariska Mei Dwi
P, Mugi Hartoyo dan Wulandari M yang berjudul “ efektifitas teknik relaksasi
napas dalam dan posisi tripod terhadap laju pernapasan pasien PPOK di RS H.
Soewondo Kendal” dengan hasil ada perbedaan yang signifikan tekhnik
relaksasi napas dalam dan posisi tripod terhadap laju pernapasan pasien PPOK
di RS H Soewondo Kendal.
Penelitian lain yang di lakukan oleh oleh Sri Suyanti, Wahyu Rima
Agustin dan Ika Subekti Wulandari dengan judul “ Pengaruh Tripod Position
Terhadap Frekuensi Pernapasan Pada Pasien Dengan Penyakit Paru Obstruktif
Kronik Di RSUD Dr.Soediran Mangun Sumarso” menunjukkan hasil ada
pengaruh tripod position terhadap pernapasan pada pasien PPOK. Posisi tubuh
klien tripod position akan mempengaruhi kekuatan otot inspirasi dan dapat
mengurangi dyspnea karena posisi tersebut membantu peningkatan fungsi paru.
Posisi orthoponiec (tripod position) menyebabkan organ-organ abdominal tidak
meneka diafragma dan posisi ini dapat membantu menekan bagian bawah dada

11
kepada ujung meja sehingga membantu pengeluaran nafas untuk menjadi lebih
mudah. Proses ventilasi yang meningkatkan pada pasien Tb paru yang
diposisikan tripod position akan meningkatkan pengeluaran CO2 dan
meningkatkan asupan oksigen kedalam intra alveolus.
Penelitan lain yang berjudul “perbedaan nilai saturasi oksigem sebelum
dan sesudah dilakukan posisi tripod dan pursed lips breathing pada pasien TB
paru di RSUD Ambarawa” menunjukkan hasil adanya pengaruh teknik
relaksasi napas dalam peningkatan saturasi oksigen hal ini dikarenakan
relaksasi napas dalam berfungsi untuk meningkatkan ventilasi alveoli,
memelihara pertukaran gas, mencegah atelektasi paru dan membuat pasien
menjadi relaks. Peningkatan ventilasi akan menambah kadar dan tekanan
oksigen dalam alveoli, hal ini dapat meningkatkan pengembangan alveoli
dalam paru yang dapat menekan emboli sehingga dapat terjadi pertukaran gas
dan oksigen dapat diperfusi oleh jaringan.

12

Anda mungkin juga menyukai