Anda di halaman 1dari 33

Rangkuman Hukum Pembiayaan Perusahaan After UTS

Materi Utama :

o Kredit sindikasi: Dasar hukum, pihak-pihak yang terlibat, bentuk- bentuk leasing
o Sewa Guna Usaha
o Anjak piutang (Factoring)
o penawaran saham perdana (IPO)
o Jenis-jenis efek
o Sekuritisasi aset
o Pembiayaan proyek (project financing)
o Alternatif penyelesaian sengketa

Kredit Sindikasi

Kredit sindikasi adalah bentuk pembiayaan di mana sekelompok bank atau lembaga
keuangan lainnya bersama-sama menyediakan pinjaman kepada satu peminjam. Peminjamnya
bisa menjadi perusahaan, proyek besar, atau entitas lain yang membutuhkan jumlah pinjaman yang
signifikan. Ciri khas dari kredit sindikasi adalah partisipasi beberapa bank atau lembaga keuangan
sebagai pemberi pinjaman, yang disebut sebagai bank sindikasi. Bank sindikasi ini bekerja
bersama-sama untuk menyusun, menawarkan, dan mengelola pinjaman. Setiap bank anggota
sindikasi biasanya berkontribusi sejumlah dana sesuai dengan komitmen mereka. Proses ini
memungkinkan risiko pinjaman didistribusikan di antara beberapa pemberi pinjaman, dan hal ini
dapat mengurangi risiko yang dihadapi masing-masing bank. Kredit sindikasi sering kali
digunakan untuk proyek-proyek besar, merger, akuisisi, atau keperluan modal kerja yang
memerlukan sumber pembiayaan yang besar. Peminjam biasanya mendapat manfaat dari
pengetahuan dan kapasitas finansial dari bank-bank sindikasi yang terlibat. Selain itu, ada juga
keuntungan bagi bank sindikasi, seperti pembagian risiko kredit, peluang untuk mendapatkan
biaya dan keuntungan dari struktur pinjaman, dan kemungkinan untuk memperluas hubungan
dengan peminjam.
Dasar Hukum Sindikasi

Jika dilihat, Kredit Sindikasi memiliki dasar hukum atau skema kredit yang serupa dengan
Kredit Non Sindikasi (Bilateral). Peraturan terkait jenis kredit ini termasuk dalam lingkup Hukum
Perikatan yang dijelaskan dalam Buku Ke III Kitab Undang-undang Hukum Perdata
(KUHPerdata). Meskipun demikian, definisi mengenai perikatan tidak spesifik diatur di dalamnya.
Hukum perikatan merupakan bagian dari hukum harta kekayaan (Vermogensrecht) yang memiliki
sistem terbuka. Sistem terbuka memungkinkan seseorang untuk membuat perikatan berdasarkan
perjanjian, dengan isi apa pun yang mereka sepakati, baik yang diatur dalam undang-undang
maupun tidak diatur dalam undang-undang. Dalam Peraturan Bank Indonesia Nomor
7/14/PBI/2005 tentang Pembatasan Transaksi Rupiah dan Pemberian Kredit Valuta Asing oleh
Bank serta Surat Edaran Bank Indonesia Nomor 7/23/DPD tanggal 8 Juli 2005 (SEBI 7/2005),
terdapat sejumlah ketentuan mengenai karakteristik suatu kredit sindikasi. Pada poin 3 SEBI
7/2005, dijelaskan bahwa kredit sindikasi merupakan bentuk kredit yang diberikan oleh lebih dari
satu bank. Sementara itu, berdasarkan ketentuan Pasal 9 PBI 7/2005, dapat disimpulkan bahwa
kredit sindikasi memerlukan keberadaan lead manager yang berfungsi sebagai koordinator di
antara anggota sindikasi (pemberi pinjaman).

Pihak-Pihak Dalam Kredit Sindikasi

1. Debitur : Pihak yang mendapatkan fasilitas pinjaman kredit sindikasi, hak debitur dalam
kredit Menerima sejumlah uang atas kredit yang telah disepakati dalam kontrak. Menerima
kembali dokumen- dokumen benda jaminan apabila telah melunasi kreditnya. Sedangkan
kewajiban debitur adalah mematuhi segala kewajiban yang harus dilaksanakan dan
menggunakan kredit hanya untuk tujuan sesuai dengan kontrak kredit. Melaporkan kepada
agen fasilitas dengan format dan rincian yang dapat diterima oleh kreditur semua laporan
yang diperlukan untuk kredit, termasuk laporan keuangan tahunan, triwulan, dan
sebagainya. Berdasarkan permintaan agen, memberikan setiap informasi tambahan, data
keuangan, dan informasi lain yang terkait dengan debitur, jalannya usaha debitur, dan
jaminan, sesuai dengan yang diminta secara wajar oleh agen dari waktu ke waktu.
Memberitahukan kepada para kreditur melalui agen fasilitas tentang kejadian tertentu dan
upaya penyelesaiannya, seperti kerusakan, kerugian, atau hilangnya aset debitur dan barang
jaminan. Memberitahukan kepada para kreditur melalui agen fasilitas semua perkara yang
menyangkut debitur, baik dalam ranah perdata, pidana, kepailitan, atau di peradilan mana
pun, serta semua masalah lain yang dapat mempengaruhi usaha atau kekayaan debitur, dan
Menyelesaikan proyek dengan lebih cepat atau sesuai waktu yang ditentukan.
2. Arranger: bank yang b ertugas mempertemukan debitur dengan peserta sindikasi, i arranger
mengemban tugas utama untuk mensindikasikan kredit dengan jalan menegoisasikan
kredit yang dibutuhkan calon debitur dengan bank-bank peserta/Participacing Banks atas
nama calon debitur. Hubungan hukum tersebut yang timbul antara pihak calon Debitur
(Borrower) dengan pihak Arranger disebut dengan tahap pre mandate phase. r. Maka
tanggung jawab pihak manager ini berakhir pada saat penandatanganan (signing ceremony)
perjanjian kredit sindikasi bank (Loan Agreement). Arranger dapat berperan ganda sebagai
lead manager, yang bertindak sebagai pemimpin dalam memberikan kredit sindikasi, atau
dapat dibedakan antara bank yang bertindak sebagai arranger dan bank yang bertindak
sebagai lead manager. Setelah mendapatkan mandat dari debitur, lead manager akan
menyusun dua dokumen, yaitu information memorandum yang berisi rincian tentang
pinjaman, informasi perusahaan, jumlah kredit yang diperlukan, serta proposal pembiayaan
proyek dari calon penerima kredit (debitur), dan dokumen perjanjian kredit sindikasi.
3. Participant : ( bank – bank peserta sindikasi ), Memiliki posisi di bawahmanager.
4. Agent: Agen yang bertanggung jawab dalam pengelolaan kredit sindikasi disebut sebagai
bank agen, dan bank agen ini memiliki hak untuk bertindak sebagai perwakilan untuk bank-
bank dalam sindikasi kredit. Dalam situasi kredit sindikasi yang mengalami masalah, peran
bank agen menjadi sangat krusial dalam menentukan penyelesaian kredit, karena bank agen
berperan sebagai pihak netral yang mewakili seluruh peserta sindikasi. Perbedaan tugas
antara arranger dan bank agen terletak pada fakta bahwa tugas arranger fokus pada
pembentukan sindikasi dan berlangsung hingga sebelum perjanjian kredit sindikasi
ditandatangani, sedangkan tugas bank agen berfokus pada operasional dan administrasi
penggunaan kredit sindikasi. Agent dibagi menjadi: facility agent (agen dalam pengurusan
administrasi), security agent (agen jaminan) , dan escrow agent ( agen pengelola rekening
penampungan.)

Proses Sindikasi
Proses kredit sindikasi melibatkan serangkaian langkah dan tahapan yang kompleks. Berikut
adalah ringkasan umum mengenai proses kredit sindikasi:

1. Identifikasi Kebutuhan Pembiayaan

• Debitur mengidentifikasi kebutuhan pembiayaan yang signifikan untuk proyek atau


kegiatan tertentu.

2. Penunjukan Arranger:

• Debitur memilih bank atau lembaga keuangan sebagai arranger untuk membantu
menyusun dan mengelola kredit sindikasi.

3. Pembentukan Sindikasi:

• Arranger berperan dalam membentuk sindikasi, yaitu memperoleh komitmen dari


sejumlah bank atau lembaga keuangan untuk berpartisipasi sebagai pemberi pinjaman.

4. Negosiasi Persyaratan Kredit:

• Pihak-pihak yang terlibat, termasuk arranger, debitur, dan bank-bank sindikasi,


melakukan negosiasi terkait persyaratan kredit, termasuk tingkat suku bunga, jangka
waktu, dan perjanjian lainnya.
• Para peserta sindikasi ( participants ) selanjutnya akan melakukan penilaian terhadap
dokumen permohonan kredit tersebut, apakah bersedia turut serta memberikan kredit
atau tidak.
• Penandatanganan perjanjian kredit tersebut dilakukan oleh bank – bank peserta
sindikasi, penerima kredit beserta notaris. Setelah proses pendatanganan selesai maka
selanjutnya agent ba

5. Penyusunan Dokumen Kredit:

• Lead manager atau arranger menyusun dokumen kredit sindikasi, termasuk


Information Memorandum yang berisi rincian proyek, proposal pembiayaan, dan
perjanjian kredit.

6. Pemberian Komitmen:**
• Bank-bank sindikasi memberikan komitmen untuk menyediakan sejumlah dana sesuai
dengan bagian masing-masing.

7. Penerbitan dan Penandatanganan Dokumen:

• Dokumen kredit sindikasi diterbitkan dan ditandatangani oleh semua pihak yang
terlibat, termasuk debitur dan bank-bank sindikasi.
• Mengeluarkan pemberitahuan penarikan dana kepada setiap kreditur yang menjadi
anggota sindikasi untuk menarik komitmen dana mereka;
• Mentransfer dana tersebut kepada debitur dengan melakukan pencatatan ke rekening
yang dibuka atas nama debitur di bank agen;
• Memastikan bahwa debitur telah memenuhi semua kondisi sebelumnya dari perjanjian
kredit sindikasi sebelum dana dapat digunakan;
• Menghitung dan mengumpulkan bunga serta biaya dari debitur, dan selanjutnya
mendistribusikannya kepada bank-bank peserta sindikasi sesuai dengan porsi masing-
masing;
• Menyimpan seluruh dokumentasi terkait kredit;
• Memberikan laporan dan meminta persetujuan dari semua peserta sindikasi jika debitur
mengajukan permohonan terkait tindakan yang berkaitan dengan organisasi dan
usahanya yang di dalam perjanjian kredit dianggap sebagai negative covenant;
• Melaporkan penggunaan kredit dan pelanggaran yang terjadi;
• Melaporkan kemajuan pembangunan proyek dan memberi laporan jika ada gangguan
dalam pembangunan proyek.

8. Pendanaan:

• Setelah penandatanganan, pendanaan disalurkan kepada debitur sesuai dengan


kesepakatan.

9. Pengelolaan dan Administrasi:

• Bank agen, yang biasanya merupakan lead manager, bertanggung jawab atas
pengelolaan dan administrasi kredit sindikasi selama masa pinjaman.

10. Pelaporan dan Monitoring:


• Debitur berkewajiban menyampaikan laporan-laporan berkala kepada bank agen dan
bank-bank sindikasi. Selain itu, bank agen juga melakukan monitoring terhadap proyek
dan kinerja debitur.

11. Penyelesaian Kredit:

• Setelah jangka waktu tertentu, kredit sindikasi dapat dilunasi sesuai dengan perjanjian
yang telah disepakati.

Proses ini dapat melibatkan beberapa pihak, termasuk debitur, arranger, lead manager, bank-
bank sindikasi, dan bank agen. Penting untuk mencatat bahwa setiap kredit sindikasi dapat
memiliki karakteristik dan persyaratan yang khusus tergantung pada struktur dan tujuan
pembiayaannya.

Penyelesain Kredit Sindikasi Yang Bermasalah

Penyelesaian permasalahan pada kredit sindikasi melibatkan rangkaian langkah-langkah


untuk mengatasi situasi yang kompleks atau tidak sesuai dengan rencana awal. Berikut adalah
beberapa langkah umum dalam menyelesaikan masalah pada kredit sindikasi :

• Penyelesaian Para Pihak: Penjadwalan Kembali (Rescheduling),Persyaratan Kembali


(Reconditioning),Penataan Kembali (Restructuring)
• Lembaga Peradilan : Pengadilan (Gugatan wanprestasi),Eksekusi Pengakuan
Utang,Eksekusi Hak Tanggungan,Eksekusi Jaminan Kebendaan,Pengadilan Niaga
(Kepailitan)

Sewa Guna Usaha (Leasing)

Leasing adalah suatu kesepakatan di mana Pemberi Sewa (Lessor) menyediakan suatu
barang atau aset dengan hak penggunaan yang dialihkan kepada Penerima Sewa (Lesse) dalam
pertukaran pembayaran sewa selama periode waktu tertentu. Menurut Surat Keputusan Menteri
Keuangan No.1169/KMK.01/1991, yang dikeluarkan pada tanggal 21 November 1991, sewa guna
usaha adalah kegiatan pembiayaan yang melibatkan penyediaan barang modal. Penyediaan ini
dapat berupa sewa guna usaha dengan hak opsi (finance lease) atau sewa guna usaha tanpa hak
opsi (operating lease). Pada kedua jenis sewa tersebut, lessee memiliki hak untuk menggunakan
barang modal selama jangka waktu tertentu dengan pembayaran yang dilakukan secara berkala.

Berdasarkan pasal 1 huruf c Peraturan Menteri Keuangan No. 84/PMK.012/2006 tentang


Perusahaan Pembiayaan: Sewa Guna Usaha (Leasing) adalah kegiatan pembiayaan dalam bentuk
penyediaan barang modal baik secara sewa guna usaha dengan hak opsi (Finance Lease) maupun
sewa guna usaha tanpa hak opsi (Operating Lease) untuk digunakan oleh Penyewa Guna Usaha
(Lessee) selama jangka waktu tertentu berdasarkan pembayaran secara angsuran. Sedangkan
Berdasrkan POJK Nomor 35/POJK.05/2018: Finance Lease yang selanjutnya disebut Sewa
Pembiayaan adalah kegiatan pembiayaan dalam bentuk penyediaan barang oleh Perusahaan
Pembiayaan untuk digunakan debitur selama jangka waktu tertentu, yang mengalihkan secara
substansial manfaat dan risiko atas barang yang dibiayai. Finance lease adalah bentuk sewa guna
usaha di mana pihak penyewa (lessee) memiliki hak opsi untuk membeli objek sewa guna usaha
pada akhir masa kontrak dengan nilai sisa yang telah disepakati sebelumnya. Sebaliknya, pada
operating lease, tidak terdapat hak opsi untuk membeli objek sewa guna usaha. Dari definisi di
atas, dapat disimpulkan bahwa sewa guna usaha merupakan suatu perjanjian sewa-menyewa di
mana objek sewa guna usaha adalah barang modal, dan pihak penyewa memiliki hak opsi untuk
membeli dengan harga yang ditetapkan berdasarkan nilai sisa.

Pihak-Pihak Dalam Sewa Guna Usaha

A. Lessor merujuk pada perusahaan sewa guna usaha atau entitas yang memiliki kepemilikan
atas barang tersebut. Lessor bertanggung jawab untuk menyediakan barang atau aset yang
akan disewakan kepada Lessee sesuai dengan spesifikasi yang telah disepakati dalam
perjanjian. Lessor harus memastikan bahwa semua aspek kegiatan mereka, termasuk
penyediaan barang dan layanan terkait, mematuhi hukum dan peraturan yang berlaku.
B. Lessee mengacu pada perusahaan atau pihak yang menggunakan barang dan memiliki
potensi hak opsi pada akhir periode sewa. Lessee biasanya bertanggung jawab untuk
merawat dan menjaga barang yang disewa agar tetap dalam kondisi yang baik selama
periode sewa. bertanggung jawab penuh atas risiko, kehilangan, kerusakan atau musnahnya
barang karena sebab apapun juga kecuali akibat .keadaan memaksa. Lessee bertanggung
jawab untuk mematuhi semua aturan dan regulasi hukum yang terkait dengan penggunaan
barang sewa guna usaha, termasuk peraturan lingkungan dan keselamatan.
C. Supplier adalah pihak yang menjual barang yang kemudian disewagunausahakan. Supplier
bertanggung jawab untuk menyediakan barang atau aset yang akan disewa oleh Lessee
sesuai dengan spesifikasi dan kondisi yang telah disepakati dalam perjanjian. supplier
bertanggung jawab untuk memastikan ketersediaan barang atau aset yang disewa sesuai
dengan ketentuan yang telah disepakati. Supplier harus memberikan informasi yang
diperlukan kepada Lessee terkait penggunaan barang, pemeliharaan, atau informasi lain
yang relevan.

Dasar HukumPerjanjian Sewa Pembiayaan

A. Pasal 1338 KUHPdt merupakan dasar hukum pokok, karena dalam pasal ini
diatur mengenai perikatan. Setiap perikatan yang dibuat pihak-pihak berlaku sebagai
undang-undang bagi para pihak yang membuatnya
B. Pasal 1548 KUHPerdata mengenai sewa menyewa ialah suatu perjanjian, dengan mana
pihak yang satu mengikatkan dirinya untuk memberikan kepada pihak lainnya kenikmatan
dari sesuatu barang, selama suatu waktu tertentu dan dengan pembayaran sesuatu harga,
yang oleh pihak tersebut belakanagan itu disanggupi pembayarannya itu. Sewa gunas usah
merupakan bentuk khusu dari perjanjan sewa menyewa.
C. Pasal 8 POJK 25/2018 Sewa Pembiayaan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (1)
huruf a dilakukan dalam penyediaan barang oleh Perusahaan Pembiayaan untuk digunakan
oleh Debitur selama jangka waktu tertentu, yang mengalihkan secara substansial manfaat
dan risiko atas barang yang dibiayai. (2) Dalam hal perjanjian Sewa Pembiayaan masih
berlaku, kepemilikan atas barang objek transaksi Sewa Pembiayaan berada pada
Perusahaan Pembiayaan. Perusahaan Pembiayaan wajib membuat klausul dalam perjanjian
pembiayaan bahwa Debitur dilarang menyewapembiayaankan kembali barang yang
disewapembiayaankan kepada pihak lain. (2) Selama masa Sewa Pembiayaan, Perusahaan
Pembiayaan wajib menempelkan plakat atau etiket pada barang yang disewa-
pembiayaankan dengan mencantumkan nama dan alamat Perusahaan Pembiayaan serta
pernyataan bahwa barang dimaksud terikat dalam perjanjian Sewa Pembiayaan. Pasal 35
angka (3) Dalam hal Perusahaan Pembiayaan melakukan pembiayaan dengan cara Sewa
Pembiayaan, perjanjian pembiayaan wajib mencantumkan nilai simpanan jaminan
(security deposit).
Mekanisme Lessing

Proses terjadinya perjanjian sewa guna usaha melibatkan beberapa langkah yang harus diambil
oleh pihak-pihak yang terlibat, yaitu Lessor (pemberi sewa) dan Lessee (penerima sewa). Berikut
adalah rangkaian langkah umum dalam proses tersebut:

• Lessor dan Lessee harus memutuskan untuk melakukan perjanjian sewa guna usaha. Lessor
adalah pemilik barang atau aset yang akan disewakan, sedangkan Lessee adalah pihak yang
akan menggunakan barang atau aset tersebut.
• Negosiasi Ketentuan Perjanjian: Pihak-pihak yang terlibat melakukan negosiasi mengenai
berbagai ketentuan perjanjian, termasuk harga sewa, jangka waktu sewa, hak opsi
pembelian (jika ada), kewajiban pemeliharaan, dan ketentuan lainnya. Negosiasi ini
bertujuan untuk mencapai kesepakatan yang saling menguntungkan.
• Penyusunan Dokumen Perjanjian: Setelah mencapai kesepakatan, pihak-pihak harus
menyusun dokumen perjanjian sewa guna usaha. Dokumen ini mencakup semua ketentuan
yang telah disepakati selama negosiasi. Perjanjian tersebut juga harus mematuhi ketentuan
hukum yang berlaku.
• Penandatanganan Perjanjian (kontratual) : Setelah dokumen perjanjian disetujui dan
dinyatakan sah secara hukum, pihak-pihak terlibat menandatangani perjanjian sewa guna
usaha. Penandatanganan ini menandai dimulainya masa sewa.
• Pembayaran dan Pengambilan Barang: Sesuai dengan ketentuan perjanjian, Lessee
membayar biaya sewa awal atau deposit (jika ada). Setelah itu, Lessee dapat mengambil
barang atau aset yang disewa.
• Pelaksanaan Perjanjian: Selama masa sewa, pihak-pihak terlibat wajib mematuhi semua
ketentuan yang telah disepakati dalam perjanjian. Lessor harus menjalankan kewajibannya,
seperti pemeliharaan dan penyediaan layanan, sedangkan Lessee harus membayar sewa
dan menjaga barang atau aset tersebut.Evaluasi dan Pengambilan Keputusan (Opsi
Pembelian):**ika perjanjian mencakup hak opsi pembelian, Lessee harus mengevaluasi
opsi tersebut pada akhir masa sewa dan membuat keputusan apakah akan membeli barang
atau aset tersebut atau tidak.

Jenis Usah Leasing


A. Finance Lease (sewa guna dengan Hak opsi)
Finance Lease adalah metode pembiayaan di mana lessor memperoleh hak kepemilikan
atas barang yang disewakan dan menyerahkannya kepada lessee untuk digunakan selama
jangka waktu yang sama dengan masa manfaat barang tersebut. Dalam kontrak perjanjian,
lessee setuju untuk melakukan pembayaran secara bertahap atas penggunaan suatu aset
yang menjadi objek sewa. Meskipun lessee dapat memperoleh manfaat ekonomis dari
penggunaan barang tersebut, hak kepemilikan tetap berada pada lessor. Oleh karena itu,
lessee dianggap telah menanamkan modal. Perjanjian finance lease umumnya bersifat tidak
dapat dibatalkan atau diputuskan di tengah jalan oleh salah satu pihak, kecuali jika lessee
tidak memenuhi kewajibannya sesuai perjanjian atau kontrak. Ciri khas dari sewa guna
usaha dengan hak opsi terletak pada hak pilihan yang dimiliki oleh lessee pada akhir
kontrak. Lessee memiliki kebebasan untuk memilih apakah akan membeli barang modal
sesuai dengan nilai sisa yang telah disepakati atau mengembalikannya, serta
memperpanjang masa kontrak sesuai dengan kesepakatan. Dibagi dalam dua bentuk :
• Sewa guna usaha langsung (Direct Finance Lease) merupakan jenis transaksi di
mana lessor membeli barang modal dan secara bersamaan menyewakannya kepada
lessee. Pembelian tersebut dilakukan atas permintaan lessee, yang juga menentukan
spesifikasi barang modal, harga, dan pemasoknya.
• Jual dan sewa kembali (Sale And Lease Back) adalah suatu skenario di mana lessee
terlebih dahulu membeli barang modal atas nama sendiri, termasuk membayar
biaya bea masuk dan impor lainnya. Setelah itu, barang modal tersebut dijual
kepada lessor dan kemudian disewakan kembali kepada lessee untuk digunakan
sesuai dengan jangka waktu kontrak sewa guna usaha.
B. Operting Lease (Tanpa Hak Opsi)
Ciri utama dari leasing jenis ini adalah bahwa lessee memiliki hak untuk menggunakan
barang modal hanya selama jangka waktu sewa berakhir. Lessor, di sisi lain, hanya
menyediakan barang modal untuk disewakan kepada lessee, dengan harapan bahwa setelah
kontrak berakhir, lessor akan memperoleh keuntungan dari penjualan barang modal
tersebut. Tujuan dari operating lease ini adalah untuk menjual barang modal setelah
berakhirnya jangka waktu perjanjian lease, sehingga diberlakukan syarat-syarat yang lebih
ringan atau lunak. Syarat-syarat tersebut termasuk harga sewa atau cicilan yang lebih
rendah dibandingkan dengan harga sewa dalam finance lease. Dalam operating lease, risiko
kepemilikan selama jangka waktu leasing menjadi tanggung jawab lessor, sehingga pajak
kekayaan juga menjadi tanggungan lessor. Perjanjian dalam operating lease berbeda
dengan perjanjian dalam finance lease, di mana perjanjian operating lease dapat dibatalkan
sebelum jangka waktu leasing berakhir. Lessee dapat memutuskan perjanjian secara
sepihak dengan memberikan pemberitahuan pemutusan hubungan sewa tertulis dalam
waktu yang wajar, namun sebagai konsekuensinya, lessee harus membayar harga sewa
penuh. Resiko berupa penurunan nilai barang (kerusakan), yang biasanya ditanggung oleh
pemilik, dapat dimasukkan ke dalam perjanjian untuk ditanggung oleh lessee. Pada akhir
perjanjian leasing, lessee diwajibkan mengembalikan barang tersebut kepada lessor.

Anjak Piutang

Anjak piutang (factoring) adalah suatu transaksi keuangan di mana perusahaan menjual
piutangnya, seperti tagihan, dengan memberikan diskon. Anjak piutang (factoring) adalah suatu
perjanjian di mana perusahaan penyedia layanan anjak piutang menawarkan setidaknya beberapa
jenis layanan, termasuk pembiayaan, perlindungan terhadap risiko kredit, dan kewajiban bagi klien
untuk secara terus-menerus menjual atau menjaminkan piutang yang timbul dari penjualan barang
atau pemberian jasa. Definisi anjak piutang (factoring) dapat ditemukan dalam Perpres No.9 Tahun
2009 mengenai Lembaga Pembiayaan pada pasal 1 butir 6 dan pasal 3 huruf b, serta pasal 1 huruf
d Permen Keuangan No.84/PMK.012/2006 tentang Perusahaan Pembiayaan berdasarkan UU No.
7 Tahun 1992 tentang Lembaga Perbankan. Anjak piutang, sebagaimana diuraikan dalam
ketentuan Perpres No.9 Tahun 2009 tentang Lembaga Pembiayaan pada pasal 1 butir 6 dan pasal
3 huruf b, pasal 1 huruf d Permen Keuangan No.84/PMK.012/2006 tentang Perusahaan
Pembiayaan, dijelaskan dalam rumusan yang serupa sebagai kegiatan pembiayaan yang
melibatkan pembelian piutang dagang jangka pendek suatu perusahaan beserta pengelolaan
piutang tersebut.

Pihak-Pihak Dalam Anjak Piutang

A. Perusahaan anjak piutang (factor) : Factor adalah perusahaan atau pihak yang menawarkan
jasa anjak piutang. Klien adalah pihak yang menggunakan jasa perusahaan anjak piutang.
melakukan kegiatan pembiayaan baik secara pembelian, pengelolaan atau pengambilalihan
piutang suatu perusahaan
B. Klien (supplier) : Merupakan perusahaan yang menjual piutangnya kepada perusahaan
penyedia layanan anjak piutang. Perusahaan klien biasanya memperoleh likuiditas lebih
cepat dengan menjual piutang dagangnya.
C. Nasabah (customer) atau disebut debitor : nasabah adalah pihak-pihak yang mengadakan
transaksi dengan klien. Merupakan pihak yang mempunyai kewajiban untuk membayar
piutang kepada perusahaan klien. Dalam konteks anjak piutang, pihak ini harus melakukan
pembayaran kepada perusahaan penyedia layanan anjak piutang.

Jenis-Jenis Anjak Piutang

Berdasarkan Pelayanan

a. Full Service Factoring Anjak piutang jenis ini memberikan jasa secara menyeluruh, baik
jasa pembiayaan maupun nonpembiayaan.
b. Bulk Factoring Anjak piutang jenis ini memberikan jasa pembiayaan dan pemberitahuan
saat jatuh tempo pada nasabah, tanpa memberikan jasa lain seperti resiko piutang,
administrasi penjualan, dan penagihan. Bulk factoring adalah jenis factoring berdasarkan
pelayanan dimana perusahaan factor memberikan jasa berupa pembiayaan kepada kliennya
(pemilik piutang) serta pemberitahuan waktu jatuh tempo pelunasan utang. Jenis ini juga
kerap dikenal dengan penamaan disclosed atau notified factoring. Berbeda dari jenis full
service, bulk factoring tidak memberikan proteksi kredit macet.
c. Maturity Factoring Pembiayaan pada dasarnya tidak diperlukan oleh klien tetapi oleh
pengurusan penjualan dan penagihan piutang serta proteksi atas tagihan. Maturity factoring
merupakan anjak piutang dimana perusahaan factor bertugas menjadi pihak yang
memberikan proteksi atas pinjaman. Berbeda dari layanan pada jenis factoring
sebelumnya, tipe satu ini tidak melibatkan adanya jasa pembiayaan dari perusahaan factor
tetapi lebih kepada pengelolaan pinjamannya saja. Factoring dengan nonpembiayaan ini
sering disebut juga service factoring. Dalam anjak piutang jenis maturity factoring ini,
menurut Kasmir46 jasa yang diberikan oleh Perusahaan Anjak Piutang adalah jasa tanpa
pembiayaan
d. Finance Factoring Anjak piutang jenis ini hanya menyediakan fasilitas pembiayaan saja
tanpa ikut menanggung risiko atas piutang tak tertagih. Penyediaan pembiayaan dana tunai
pada saat penyerahan faktur pada perusahaan factoring sampai sejumlah 80% dari nilai
seluruh faktur sesuai dengan besarnya plafon pembiayaan (limit kredit). Klien tetap harus
bertanggung jawab terhadap pembukuan piutang dan penagihannya, termsuk menanggung
risiko tidak tertagihnya piutang tersebut.

Berdasarkan Penannggung Resiko

a. With Recourse Factoring


Berkaitan dengan risiko debitur yang tidak mampu memenuhi kewajibannya. Dalam
perjanjian with recourse, klien akan menanggung risiko kredit terhadap piutang yang
dialihkan kepada perusahaan anjak piutang. actor memberikan jasa pembiayaan namun
tanpa memberikan perlindungan atas gagal bayar atau kredit macet. Jadi, kreditur tetap
menanggung risiko apabila debitur tidak mampu membayar utangnya. Kreditur akan
mendapat dana pengalihan piutang dari pihak factor. Tetapi jika terjadi kredit macet, maka
kreditur harus membeli kembali (buyback) piutangnya kepada factor company. Oleh
karena itu, perusahaan anjak piutang akan mengemblikan tanggung jawab (recourse)
pembayaran piutang kepada klien atas piutang yang tidak tertagih dari customer. uang
muka proporsi tertentu kepada klien atas piutang atau faktur yang diserahkan.
b. Without Recourse Factoring
Perusahaan anjak piutang menanggung risiko atas tidak tertagihnya piutang yang telah
dialihkan leh klien. Namun, dalam perjanjian anjak piutang saat dicantumkan bahwa di
luar keadaan macetnya tagihan dapat diberlakukan bentuk recourse. Ini untuk
menghindarkan tagihan yang tidak dibayar karena pihak klien ternyata mengirimkan
barang yang cacat atau tidak sesuai dengan perjanjian kepada nasabahnya. Dengan
demikian customer berhak untuk mengembalikan barang yang telah diserahkan tersebut
dan terlepas dari kewajiban pembayaran utang. Dalam hal terjadi kasus demikin,
perusahaan factoring dapat mengembalikan tagihan tersebut kepada klien.

Berdasarkan Perjanjian

a. Disclosed Factoring
Pengalihan piutang kepada perusahaan anjak piutang dilakukan dengan persetujuan atau
pengetahuan dari pihak debitur (customer). Dengan demikian, ketika piutang tersebut jatuh
tempo, perusahaan anjak piutang memiliki hak untuk menagih pembayaran kepada debitur
yang bersangkutan. Untuk melaksanakan proses ini, pernyataan dalam faktur diberikan,
menyatakan bahwa piutang yang timbul dari faktur tersebut telah dialihkan kepada
perusahaan anjak piutang. pada saat jatuh tempo perusahaan anjak piutang melakukan
penagihan kepada konsumen atau nasabah; kepada perusahaan anjak piutang; Perushaan
anjak piuatng masimal melakkan oembiayan 80% dari nilai di faktur dan 20%sisany akan
dikembalikan ke klien setelah dipotong biaya administrasi.
b. Undisclosed Factoring
Penjualan atau pengalihan piutang kepada perusahaan anjak piutang oleh klien dilakukan
tanpa memberitahukan kepada debitur, kecuali jika terdapat pelanggaran kesepakatan oleh
klien atau jika perusahaan anjak piutang merasa bahwa akan menghadapi risiko. klien
dengan perusahaan anjak piutang penagihan piutang dan dokumen terkait dipegang klien,
Perusahaan anjak piutang memberikan maksimal 80 persen) dari nilai faktur; kepada
pelanggan/debiturKlien akan mengembalikan pinjaman dana kepada perusahaan anjak
piutang ditambah servi e charge/discount charge).

Proses Anjak Piutang

a. Anjak Piutang Untuk Tagihan


Anjak piutang untuk tagihan merujuk pada transaksi jual beli dengan kredit jangka pendek
dan menengah. Dalam konteks ini, tagihan hasil dari transaksi tersebut dijual kepada
perusahaan anjak piutang melalui kontrak pengambilalihan tagihan dari penjual atau
supplier kepada perusahaan anjak piutang. Pengalihan tagihan ini dilakukan dengan
pengetahuan pembeli (customer), sehingga saat tagihan jatuh tempo, pembeli melakukan
pembayaran utangnya secara langsung kepada perusahaan anjak piutang.
b. Anjak Piutang Untuk Promes
Proses anjak piutang untuk promes melibatkan pihak lain, umumnya bank, dalam proses
pembayaran. Transaksi jual beli melibatkan penerbitan promes oleh pembeli sebagai
dokumen bukti kepada penjual. Dokumen ini kemudian dapat didiskontokan kepada
perusahaan anjak piutang.
Konsekuensi Anjak Piutang

o Resource Factoring adalah bentuk di mana klien bertanggung jawab atas risiko jika
nasabah tidak memenuhi kewajibannya. Dengan kata lain, perusahaan tersebut akan
mengganti pembayaran yang seharusnya dibayarkan kepada klien sebagai tanggung jawab
atas piutang yang tidak tertagih.
o Without Resource Factoring, perusahaan akan menanggung risiko jika nasabah tidak
memenuhi kewajibannya. Dengan kata lain, klien tidak akan bertanggung jawab untuk
melunasi piutang yang tidak tertagih dari nasabah. Oleh karena itu, konsekuensi hukum
yang timbul dalam perjanjian ini tergantung pada jenis anjak piutang yang dipilih oleh
pihak-pihak dalam perjanjian, baik itu resource factoring atau without factoring.

Berakhirnya Anjak Piutang

a. Risiko Pasar adalah risiko yang terlihat dari posisi neraca dan rekening administratif,
dengan dampaknya melibatkan perubahan kondisi pasar, termasuk perubahan harga dan
ketentuan pasar. Risiko pasar mencakup suku bunga, nilai tukar, ekuitas, dan komoditas.
b. Risiko yang terkait dengan kewajiban membayar hutang muncul ketika bank tidak dapat
memenuhi kewajiban pembayaran yang jatuh tempo dalam jangka pendek dari arus kas
atau aset cair berkualitas tinggi yang dapat digunakan, tanpa mengganggu aktivitas
keuangan perusahaan anjak piutang.
c. Risiko operasional terjadi akibat ketidakcukupan proses internal, kesalahan manusia,
kegagalan sistem, dan kejadian luar dugaan yang dapat mempengaruhi operasional
perusahaan anjak piutang.
d. Risiko Hukum timbul dari tuntutan hukum akibat kelemahan aspek hukum, yang dapat
terjadi karena tidak adanya dasar peraturan perundang-undangan yang memadai atau
kelemahan dalam ketentuan yang telah ditetapkan oleh pihak terkait.
e. Risiko Stratejik terjadi karena perusahaan anjak piutang tidak tepat waktu dalam
mengambil keputusan stratejik dan gagal mengantisipasi perubahan lingkungan bisnis
yang ada.
f. Risiko Kepatuhan adalah risiko yang muncul karena tidak mematuhi atau tidak
melaksanakan peraturan perundang-undangan yang berlaku, terutama yang ditetapkan oleh
pemerintah dan otoritas jasa keuangan.
g. Risiko Reputasi terjadi akibat menurunnya tingkat kepercayaan stakeholder yang berasal
dari persepsi negatif terhadap lembaga keuangan anjak piutang, mungkin karena kurang
dikenal di kalangan masyarakat.
h. Risiko Kredit merupakan penilaian terhadap Risiko Inheren atas Risiko Kredit, melibatkan
indikator seperti portofolio komposisi aset, tingkat konsentrasi, kualitas penyediaan dana,
kecukupan pencadangan, strategi penyediaan dana, dan faktor eksternal yang dapat
mempengaruhi risiko kredit tidak tertagih sesuai yang seharusnya.

Penawaran Umum (IPO)

IPO saham di Indonesia merujuk pada proses di mana perusahaan pertama kali menawarkan
sahamnya kepada publik melalui bursa efek. Berikut adalah rangkuman terkait IPO saham di
Indonesia. Penwaran umum dilakukan pada pasar perdana. UUPM mendefinisikan penawaran
umum sebagai kegiatan penawaran Efek yang dilakukan oleh Emiten untuk menjual Efek kepada
masyarakat berdasarkan tata cara yang diatur dalam Undang-undang ini dan peraturan
pelaksanaannya. Harga saham yang ditawarkan dalam penawran umum ditetapka Bersama antara
emiten dan penjamin pelaksana emisi. Penawaran Umum, atau yang sering disebut "go public,"
adalah tindakan dimana emitennya (perusahaan yang akan go public) melakukan penawaran saham
atau efek lain kepada masyarakat sesuai dengan prosedur yang diatur oleh Undang-Undang No. 8
Tahun 1995 tentang Pasar Modal dan peraturan pelaksanaannya. Penawaran Umum mencakup
beberapa kegiatan, termasuk:

1. Periode Pasar Perdana, dimana efek ditawarkan kepada pemodal oleh Penjamin Emisi
melalui Agen Penjual yang telah ditunjuk.
2. Penjatahan Saham, yaitu alokasi efek sesuai dengan pesanan dari para pemodal dan jumlah
efek yang tersedia.
3. Pencatatan Efek di Bursa, yakni saat efek tersebut resmi diperdagangkan di bursa efek.

Peraturan OJK yang terkait dengan penawaran umum saham adalah Peraturan No.: -

• IX.A.1 tentang Ketentuan Umum Pengajuan Pernyataan Pendaftaran


• IX.A.2 tentang Tata Cara Pendaftaran Dalam Rangka Penawaran Umum –
• IX.A.3 tentang Tata Cara untuk Meminta Perubahan dan atau Tambahan Informasi atas
Pernyataan Pendaftaran
• IX.A.4 tentang Prosedur Penangguhan Penawaran Umum
• IX.A.5 tentang Penawaran yang Bukan Merupakan Penawaran Umum
• IX.A.6 tentang Pembatasan atas Saham yang Diterbitkan sebelum Penawaran Umum –
• IX.A.7 tentang Tanggung Jawab Manajer Penjatahan dalam Rangka Pemesanan dan
Penjatahan Efek dalam Penawaran Umum I
• X.A.8 tentang Prospektus Awal dan Info Memo
• IX.A.9 tentang Promosi Pemasaran Efek termasuk Iklan, Brosur, atau Komunikasi Lainnya
kepada Publik
• IX.A.12 tentang Penawaran Umum oleh Pemegang Saham
• IX.C.1 tentang Pedoman Mengenai Bentuk dan Isi Pernyataan Pendaftaran dalam Rangka
Penawaran Umum
• IX.C.2 tentang Pedoman Mengenai Bentuk dan Isi Prospektus dalam Rangka Penawaran
Umum
• IX.C.3 tentang Pedoman mengenai Bentuk dan Isi Prospektus Ringkas dalam Rangka
Penawaran Umum
• IX.C.7 tentang Pedoman Bentuk dan Isi Pernyataan Pendaftaran dalam Rangka Penawaran
Umum oleh Perusahaan Menengah atau Kecil
• IX.C.8 tentang Pedoman Mengenai Bentuk dan Isi Prospektus dalam Rangka Penawaran
Umum oleh Perusahaan Menengah atau Kecil.

Manfaat pasar modal bagi emiten yaitu: 1. jumlah dana yang dapat dihimpun bisa berjumlah besar;
2. dana tersebut dapat diterima sekaligus pada saat pasar perdana selesai; 3. tidak ada “convenant”
sehingga manajemen dapat lebih bebas dalam pengelolaan dana/perusahaan; 4. solvabilitas
perusahaan tinggi sehingga memperbaiki citra perusahaan; 5. ketergantungan emiten terhadap
bank menjadi kecil; 6. cash flow hasil penjualan saham biasanya lebih besar dari harga nominal
perusahaan; 7. emisi sham cocok untuk membiayai perusahaan yang berisiko tinggi; 8. tidak ada
bebas finansial yang tetap

SYARAT-SYARAT DALAM IPO


Bagi perusahaan yang ingin melakukan IPO harus memahami ketentuan dan persyaratan yang
berlaku seperti;

a. Perusahaan Perseroan Terbatas yang sudah beroperasi setidaknya 1 tahun atau 12 bulan.
b. Memiliki aktifitas aktiva bersih setidaknya 5 miliar Rupiah dari buku laporan keuangan
audit tahun terakhir.
c. Telah melakukan penjualan setidaknya sekitar 35 persen atau 50 juta Rupiah dari saham
yang telah diterbikan dan jumlah pemegang saham setidaknya berjumlah 500 pihak.
d. Perusahaan publik yang sahamnya diperjual-belikan di BEI.

Tahapan IPO

Persiapan

Langkah ini merupakan fase permulaan dalam persiapan seluruh aspek yang terkait dengan
proses Penawaran Umum. Di tahap awal ini, perusahaan yang hendak menerbitkan saham
mengadakan Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS) untuk meminta persetujuan dari para
pemegang saham terkait dengan Penawaran Umum Saham. Selain itu, keputusan mengenai
perubahan Anggaran Dasar (AD) juga dibahas dalam RUPS. Setelah mendapatkan persetujuan
dari pemegang saham, langkah berikutnya adalah menunjuk penjamin emisi dan profesi penunjang
pasar. Setelah memperoleh persetujuan, langkah berikutnya adalah emiten menunjuk penjamin
emisi dan institusi serta profesi yang mendukung pasar, yaitu:

a. Penjamin Emisi (underwriter): Pihak yang terlibat paling banyak dalam membantu emiten
dalam proses penerbitan saham. Tugas penjamin emisi melibatkan penyusunan dokumen,
bantuan dalam penyusunan prospektus, dan memberikan jaminan terkait penerbitan saham.
b. Akuntan Publik (Auditor Independen): Bertanggung jawab untuk melakukan audit atau
pemeriksaan atas laporan keuangan calon emiten.
c. Penilai: Bertugas menilai nilai dari aset tetap perusahaan dan menentukan nilai wajar dari
aset tetap tersebut.
d. Konsultan Hukum: Memberikan pendapat hukum (legal opinion) terkait proses penawaran
umum.
e. Notaris: Terlibat dalam pembuatan akta perubahan Anggaran Dasar, akta perjanjian terkait
penawaran umum, dan juga notulensi rapat.

Selaian pihak diatas emiten juga memerlukan dukungan dari lembaga seperti Wali Amanat,
Biro Administrasi Efek (PT KPEI), dan Lembaga Kustodian (PT KSEI). Setelah itu, calon
emiten mempersiapkan segala dokumen dan perjanjian yang diperlukan untuk melaksanakan
penawaran umum. Selanjutnya, perusahaan membuat kontrak pendahuluan dengan bursa efek
dan menyelenggarakan public expose. Pada fase persiapan ini, perusahaan menggelar Rapat
Umum Pemegang Saham (RUPS) untuk meminta persetujuan dari seluruh pemegang saham
terkait keputusan untuk go public dan menetapkan jumlah saham yang akan ditawarkan kepada
masyarakat. Perusahaan juga harus melakukan modifikasi pada Anggaran Dasar, yaitu
mengubah statusnya dari PT tertutup menjadi PT terbuka. Selain itu, perusahaan harus
membentuk Sekretaris Perusahaan, Audit Internal, dan Komite Audit, jika sebelumnya belum
ada.

Tahapan Pengajuan Pendaftaran

Pada fase ini, calon emiten melengkapi dengan dokumen-dokumen pendukung dan
mengajukan pendaftaran kepada Bapepam. Bapepam kemudian menyatakan Pernyataan
Pendaftaran efektif dalam waktu 45 hari setelah melakukan pemeriksaan terhadap kelengkapan
dokumen, cakupan informasi, kejelasan informasi, serta keterbukaan yang berdasarkan pada aspek
hukum, akuntansi, keuangan, dan manajemen. Emiten menerbitkan Prospektus yaitu Dokumen
yang berisi informasi lengkap tentang perusahaan, kondisi keuangan, dan tujuan penawaran
umum.

Tahapan Penjualan Saham

Dalam kurun waktu kurang dari 38 hari, Bapepam-LK akan memberikan respons terhadap
pernyataan pengajuan pendaftaran perusahaan yang berencana untuk melakukan go public.
Apabila tidak ada koreksi setelah proses pendaftaran, pernyataan tersebut secara otomatis menjadi
efektif. Jika perusahaan telah dinyatakan efektif, saham perusahaan tersebut dapat dijual, dan
penjualan ini dilakukan melalui penawaran umum atau IPO.

Dalam konteks pasar modal, penjualan saham melalui IPO dikenal sebagai penjualan
saham di pasar perdana atau pasar perdana. Mekanisme penjualan saham di Pasar Perdana diatur
oleh Penjamin Emisi, yang akan menjual saham kepada investor dengan bantuan agen penjual.
Agen penjual, yang merupakan Perusahaan Efek atau pihak lain yang telah ditunjuk sebelumnya
dan tercantum dalam prospektus ringkas, membantu proses penjualan saham. Bapepam-LK
memberikan waktu terbatas bagi perusahaan yang akan tercatat di BEI untuk melakukan penjualan
saham dalam IPO, khususnya dua atau tiga hari. Namun, bagi perusahaan yang tidak mencatatkan
sahamnya di BEI setelah penjualan, waktu penjualan saham dapat lebih panjang, tergantung pada
prospektus yang diajukan pada pernyataan pendaftaran. Tahap ini merupakan fase krusial, karena
pada saat ini emiten menawarkan saham kepada masyarakat investor. Investor dapat membeli
saham melalui agen-agen penjual yang telah ditunjuk. Masa penawaran berlangsung setidaknya
selama tiga hari kerja. Namun, perlu diingat bahwa tidak semua permintaan investor dapat
terpenuhi dalam tahap ini. Pada masa penawaran IPO, bagi perusahaan hal yang dapat dilakukan
antara lain;

a. Melakukan publikasi prospektus, yaitu publikasi yang akan menggambarkan kelayakan


IPO dalam perhitungan jangka panjang.
b. Melakukan penawaran perdana dan menjatah efek.
c. Melakukan refund jika pengembalian uang oleh investor jika dalam penjatahan investor
tersebut tidak memperoleh porsi/jatah.

Tahapan Pencatata di BEI

Setelah melakukan penawaran umum, perusahaan yang telah menjadi emiten langsung
mencatatkan sahamnya. Fokus perusahaan saat itu adalah memastikan bahwa perusahaan yang
mengikuti IPO memenuhi semua ketentuan dan persyaratan yang berlaku di Bursa Efek Indonesia
(BEI) atau yang dikenal sebagai listing requirement. Apabila syarat-syarat tersebut terpenuhi,
langkah selanjutnya adalah menentukan papan perdagangan di mana emiten akan tercatat.

Saatin ini, BEI memiliki dua papan pencatatan, yaitu Papan Utama (Main Board) dan
Papan Pengembangan (Development Board). Papan Utama digunakan untuk emiten dengan
volume saham dan kapitalisasi pasar yang besar, sementara Papan Pengembangan diperuntukkan
bagi pencatatan saham-saham yang sedang berkembang. Meskipun terdapat dua papan pencatatan,
perdagangan saham antara Papan Utama dan Papan Pengembangan tidak memiliki perbedaan,
karena keduanya berada dalam satu pasar.
Setelah penjualan saham di pasar perdana selesai, langkah selanjutnya adalah mencatatkan
saham tersebut di bursa efek. Selanjutnya, kewajiban emiten mencakup penyampaian informasi,
seperti laporan berkala seperti laporan tahunan dan laporan tengah tahunan, serta laporan kejadian
penting dan relevan seperti akuisisi atau pergantian direksi.

Jenis-Jenis Efek Bersifat Utang dan Modal

Efek menurut UU Pasar Modal dalam pasal 1 angka 5 adalah adalah surat berharga, yaitu
surat pengakuan utang, surat berharga komersial, saham, obligasi, tanda bukti utang, Unit
Penyertaan kontrak investasi kolektif, kontrak berjangka atas Efek, dan setiap derivatif dari Efek.
Instrumen pasar modal dapat dibedakan atas surat bberharag bersifat utang (bonds atau obligasi)
dan surat berharga yang bersifat kepemilikia (saham atau equity. UU 4 Tahun 2023 Tentang P2SK
pada bagian kedua Pasar Modal pasal 1 ayat 5 menyatakan Efek adalah surat berharga atau

kontrak investasi baik dalam bentuk konvensional dan digital atau bentuk lain sesuai dengan
perkembangan teknologi yang memberikan hak kepada pemiliknya untuk secara langsung
memperoleh manfaat ekonomis dari penerbit atau dari pihak tertentu berdasarkan perjanjian dari
setiap Derivatif atas efek yang dapat dialihkan dan/atau diperdagangkan di Pasar Modal.

Fek Bersifat Equity

Surat berharag yang bersifat penyertaan memberikan hak kepada pemegangnya untuk menjadi
pemegang sahm perusahaan yang menerbitkan efek tersebut.

Saham adalah suatu bentuk surat berharga yang berfungsi sebagai bukti kepemilikan individu,
badan usaha, atau lembaga terhadap perusahaan yang menerbitkan saham tersebut. Pada era saat
ini, saham menjadi opsi alternatif untuk mendapatkan pembiayaan atau modal bagi suatu
perusahaan yang menerbitkan saham. Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa saham
merupakan salah satu jenis surat berharga yang diterbitkan oleh perusahaan atau perseroan.
Perusahaan yang mengeluarkan saham dikenal sebagai emiten dan mereka adalah pemilik saham.
Apabila ada individu atau entitas hukum yang membeli saham dari emiten, maka mereka dapat
menjadi pemilik sebagian dari perusahaan tersebut. Jika ditinjau dari hak tagihnya, terdapat jenis
saham yang dikenal publik yakni saham biasa (common stocks) dan saham preferen (preferred
stocks).4 Adapun saham jika ditinjau dari cara peralihannya dapat dibedakan menjadi:

• Saham atas unjuk (Bearer Stock) merupakan saham yang pemiliknya tidak tertulis pada
saham sehingga saham jenis ini dapat dengan mudah dialihkan.
• Saham atas nama (Registered Stock) merupakan saham yang pemiliknya tertulis namanya
atas saham sehingga saham jenis ini susah dialihkan ke pihak lain karena harus melalui
prosedur dan syarat tertentu.
• Saham Biasa (Common Stock) Saham Biasa adalah bukti kepemilikan pemegang saham
terhadap suatu perusahaan dan memiliki hak-hak yang dimiliki pemegang saham
umumnya.
• Saham Preferen,saham Preferen adalah bukti kepemilikan pemegang saham terhadap suatu
perusahaan yang memberi pemegangnya hak untuk menerima dividen dalam bentuk tetap
dan hak istimewa lainnya. Dividen dapat bersifat kumulatif atau non kumulatif, dimana
pada kondisi dividenbersifat kumulatif, kegagalan atau kekurangan membayar dividen
akan dilimpahkan ke tahun selanjutnya.

Efek Bersifat Utang

Efek ini memebrikan utang emiteng kepada pemodal atau investor dengan menjual surat utang dan
emiten wajib untuk membayarkan hutang tersebut. Obligasi

Obligasi adalah salah satu jenis instrumen yang diperdagangkan di Bursa Efek Indonesia, di mana
instrumen ini merupakan surat berharga jangka panjang yang berisi perjanjian utang. Dalam
perjanjian tersebut, penerbit obligasi memiliki kewajiban untuk membayar bunga secara berkala
dan melunasi utang pada saat jatuh tempo kepada pemegang obligasi. Terdapat beberapa jenis
obligasi yang dapat dibedakan berdasarkan strukturnya, yaitu:

1. Obligasi Suku Bunga Tetap (Fixed Rate):** Jenis obligasi ini memiliki suku bunga tetap
yang dibayar secara berkala kepada investor.
2. Obligasi Floating Rate:** Obligasi ini memiliki suku bunga yang berubah sesuai dengan
indeks pasar uang seperti LIBOR atau Euribor.
3. Obligasi Tanpa Kupon (Zero Coupon Bonds): Obligasi ini tidak memberikan pembayaran
bunga secara periodik, namun diperdagangkan dengan potongan harga (discount).
4. Obligasi Convertible: Jenis obligasi ini dapat diubah menjadi saham biasa dari perusahaan
penerbit obligasi, dan dikenal dengan sebutan convertible bonds.
• Pada dasarnya obligasi merupakan efek yang bersifat utang (debt securities) oleh karena
itu pengembalian secara periodik berupa bunga yang biasa disebut sebagai kupon dan wajib
mengembalikan investasi pokok dari investor pada saat jatuh tempo.
• Obligasi mengandung janji pembayaran bunga atau janji lain serta pelunasan pokok
pinjaman dilaukannya oada tanggall jatuh tempo sekurang-kurangnya 3 tahun sejak
tanggall emisi.
• Obligasi lahir dari kontrak utang piutang (loan contract) dengan tambahan nilai
pengembalian berupa bunga. Obligasi merupakan jenis efek yang aman yang memberikan
hasil secara pasti (fixed income)

Medium Terns Notes : Medium-term note (MTN) adalah surat utang yang biasanya jatuh tempo
dalam lima sampai 10 tahun. MTN korporasi dapat terus ditawarkan oleh suatu perusahaan
kepada investor melalui dealer dan investor dapat memilih jangka waktu yang berbeda-beda,
mulai dari sembilan bulan hingga 30 tahun, meskipun sebagian besar MTN memiliki jangka
waktu jatuh tempo antara satu hingga 10 tahun. Karakteristik jangka waktu fleksibel,nilai
investasi serat suku Bungan yang menyesuakian,jatuh tempo otomatis atau nilai pokok yang
dikembalikan,dapat di roleover. MTN menawarkan investor pilihan antara investasi tradisional
jangka pendek dan jangka panjang. Hal ini ideal untuk situasi di mana tujuan investor berada
dalam jangka waktu di luar yang ditawarkan oleh obligasi daerah atau uang kertas jangka pendek
tertentu tanpa harus berkomitmen pada opsi surat utang jangka panjang. Bisnis dapat memperoleh
manfaat dari MTN berdasarkan kemampuannya memberikan arus kas yang konsisten dari
investor. Selain itu, bisnis dapat memilih untuk menawarkan MTN dengan atau tanpa opsi
panggilan.

Reksa Dana

Sekuritasi Aset
Sekuritisasi aset merupakan suatu proses perolehan dana melalui pengepakan sekuritas (efek)
yang dijamin oleh arus kas di masa mendatang dari sekelompok aset penghasil pendapatan. Aspek
ini melibatkan konversi aset yang menghasilkan pendapatan menjadi sekuritas (efek) yang dapat
diperdagangkan, dengan cash flow masa depan sebagai penjaminannya. Dalam konteks ini,
sekuritisasi aset adalah pembuatan instrumen keuangan yang dijamin oleh berbagai bentuk hak
atau kepemilikan atas alur kas yang diperoleh di masa depan, terutama melibatkan piutang secara
umum. (Munir Fuady, 1999:40). Berdasarkan POJK No.11/03 Tahun 2019 : Sekuritisasi Aset
adalah proses penerbitan surat berharga oleh penerbit efek beragun aset atau penerbit efek beragun
aset syariah yang didasarkan pada pengalihan aset keuangan atau aset syariah dari kreditur awal
(originator) yang diikuti dengan pembayaran yang berasal dari hasil penjualan efek beragun aset
kepada investor atau pembayaran yang berasal dari dana penerbit.

Proses Sekuritasi Aset :

• Proses sekuritisasi aset dimulai dengan langkah pertama, di mana originator, yang
merupakan pemilik sekelompok piutang, mentransfer aset tersebut kepada issuer, yang
merupakan pihak yang melakukan sekuritisasi. Untuk mendukung penawaran EBA, issuer
perlu memiliki penjamin emisi (underwriter). Sebelumnya, dilakukan juga peningkatan
kualitas kredit (credit enhancement) dan penilaian peringkat (rating) untuk menilai
peringkat piutang yang akan dijual oleh originator kepada issuer.
• Langkah kedua melibatkan hasil penjualan dari penawaran EBA kepada investor oleh
issuer. Hasil penjualan tersebut kemudian dibayarkan kepada originator sebagai gantinya,
dengan kontra prestasi berupa penyerahan fisik atas sekelompok piutang.
• Piutang yang tidak likuid tersebut menjadi jaminan bagi investor terhadap penerbitan efek
beragun aset. Sebagai langkah ketiga, originator berperan sebagai pemberi pelayanan
(servicer) yang bertugas mengumpulkan pembayaran tagihan piutang yang telah jatuh
tempo, termasuk pembayaran angsuran dan bunga dari piutang yang telah diubah oleh
originator. Proses pengumpulan pembayaran ini dilakukan oleh servicer sebagai penyedia
jasa, mewakili issuer untuk kepentingan investor EBA.

Pihak-Pihak Dalam Sekuritas Aset


A. Trust

Trust, sebagai institusi yang diakui dalam sistem common law, diberikan posisi sebagai
entitas yang memperoleh kepercayaan untuk mengelola kekayaan bersama demi
kepentingan investor. Dalam konteks mekanisme sekuritisasi aset, langkah pertama
melibatkan bank atau lembaga keuangan sebagai originator yang memisahkan piutang-
piutang tersebut untuk diserahkan kepada Trust. Pemisahan ini menyiratkan bahwa
piutang-piutang tersebut tidak lagi dimiliki oleh originator, melainkan sepenuhnya
menjadi milik Trust, mewakili keberadaan investor sebagai pemilik bersama. Kemudian,
Trust menerbitkan Certificate of Beneficial Ownership yang diserahkan kepada
originator, sebagai pengganti pengalihan piutang-piutang kepada Trust. Langkah kedua
melibatkan originator yang memiliki Certificate of Beneficial Ownership, yang kemudian
dipecah menjadi Surat Partisipasi atau Unit Penyertaan dalam bentuk pass-through
certificates yang dijual kepada investor. Penjualan ini dijamin oleh piutang-piutang yang
kini menjadi kepemilikan Trust, setelah diserahkan oleh originator. Langkah ketiga tetap
menegaskan fungsi originator sebagai servicer, yang terus menarik angsuran, bunga, atau
pelunasan penuh dari debitur asal terhadap piutang-piutang yang telah diserahkan kepada
Trust.

B. SPV (Special Purpose Vechile)

SPV, yang merupakan badan hukum khusus untuk pelaksanaan sekuritisasi aset, didirikan
secara eksklusif untuk menampung satu originator saja. Dalam pelaksanaan sekuritisasi
aset, pendirian SPV menjadi prasyarat utama. Secara sederhana, originator hanya
melakukan penjualan nyata atas piutang-piutangnya kepada SPV, di mana piutang-piutang
tersebut kemudian dijadikan jaminan untuk penerbitan efek yang dijual kepada investor.

Karena SPV hanya terlibat dalam satu kegiatan, yaitu sekuritisasi aset dari satu originator,
dan hanya dilakukan sekali, SPV tidak memiliki kegiatan komersial lainnya. Ketentuan
ini diatur untuk menghindarkan SPV dari risiko kepailitan, dengan harga beli piutang dari
originator selalu disetarakan dengan nilai nominal kumpulan piutang setelah dikurangi
diskonto, biaya, dan bunga. Proses sekuritisasi aset melalui SPV dimulai dengan
originator yang menjual piutang-piutangnya secara nyata kepada SPV, sehingga piutang-
piutang tersebut sepenuhnya terpisah dari originator dan menjadi milik SPV. SPV
kemudian menerbitkan Global Note yang disimpan oleh Wali Amanat untuk mewakili dan
melindungi kepentingan investor. SPV berfungsi menerbitkan Global Note sebagai induk
perjanjian penerbitan obligasi, dengan jaminan piutang-piutang yang telah dibeli dari
originator. Berdasarkan Global Note tersebut, SPV menerbitkan efek dengan jaminan
piutang yang dipegang oleh Wali Amanat, berupa pecahan obligasi yang dijual kepada
investor.

Dengan hanya memiliki satu kreditor, yaitu Wali Amanat, SPV memberikan kekuasaan
kepada Wali Amanat sebagai pemegang kuasa dari para investor pemegang obligasi.
Investor pemegang obligasi, sebagai pemilik bersama yang terikat dalam Global Note,
menerima hasil penjualan pecahan obligasi. Uang hasil penjualan ini diterima oleh SPV
untuk selanjutnya dibayarkan kepada originator. Selanjutnya, originator sebagai servicer
akan mengelola penerimaan bunga dan angsuran dari piutang-piutang yang telah dijual,
untuk kepentingan Wali Amanat guna membayar bunga obligasi dan melunasi obligasi
saat jatuh tempo.

C. Institusi Keuangan (Conduit)

Conduit merupakan lembaga keuangan yang didirikan khusus untuk membeli sekelompok
piutang dari berbagai originator. Selanjutnya, piutang-piutang tersebut dijadikan sebagai
jaminan dalam proses sekuritisasi aset, baik dalam bentuk efek ekuitas maupun efek utang,
yang kemudian dijual kepada investor. Proses sekuritisasi aset yang dilakukan oleh
Conduit melibatkan beberapa langkah. Pertama, Conduit membeli piutang-piutang dari
berbagai originator secara tunai, sehingga piutang-piutang tersebut sepenuhnya menjadi
milik dan di bawah kekuasaan Conduit. Sebagai badan hukum, Conduit harus memiliki
modal yang substansial karena pembelian piutang-piutang selalu dilakukan secara tunai
tanpa menunggu keberhasilan penjualan efek hasil sekuritisasi, seperti yang terjadi pada
Trust dan SPV. Langkah kedua melibatkan penerbitan efek atau surat berharga yang
dijamin oleh piutang-piutang dari berbagai originator, memulai proses sekuritisasi aset.
Surat berharga yang diterbitkan dapat berupa Unit Penyertaan atau obligasi yang dijual
kepada investor, baik melalui penawaran umum di pasar modal maupun melalui private
placement. Langkah ketiga menunjukkan peran ganda originator sebagai servicer, yang
menerima pembayaran bunga, angsuran, atau pelunasan piutang dari debitur asal.
Pembayaran tersebut kemudian dicatat dalam rekening Conduit. Pendapatan yang
diperoleh dari debitur awal digunakan untuk membayar bunga dan melunasi obligasi
setelah jatuh tempo. Jika sekuritisasi aset ini melibatkan Unit Penyertaan, setiap kelompok
piutang dari originator tertentu menjadi kepemilikan bersama para investor terkait.
Dengan demikian, setiap pembayaran atau pelunasan dari debitur awal kepada Conduit
akan dibagi secara adil di antara para investor yang terlibat.

Resiko Sekuritas Aset

Risiko Gagal Bayar :

• Default Debitur: Terdapat risiko bahwa debitur asli (originator) tidak dapat memenuhi
kewajibannya, sehingga pembayaran bunga dan pokok kepada investor menjadi
terganggu.
• Perubahan Kualitas Kredit:
Risiko perubahan kualitas kredit dari piutang yang dijadikan aset dapat mempengaruhi
nilai efek sekuritisasi.

Resiko Sistemik

Risiko sistemik dalam konteks sekuritisasi aset merujuk pada potensi dampak yang dapat
terjadi pada sistem keuangan secara keseluruhan akibat masalah atau kegagalan dalam transaksi
sekuritisasi. Petidakmampuan untuk menjual atau membeli sekuritas secara efisien di pasar dapat
menyebabkan peningkatan risiko likuiditas, mempengaruhi harga sekuritas dan keberlanjutan
pasar sekuritisasi. Perubahan dalam regulasi keuangan dan kebijakan pemerintah terkait
sekuritisasi aset dapat memiliki dampak sistemik jika tidak dikelola dengan baik, mengubah
dinamika pasar dan risiko investasi. Penting untuk diingat bahwa risiko sistemik dapat muncul dari
interkoneksi yang kompleks di antara berbagai sektor ekonomi dan keuangan. Upaya pengawasan
dan manajemen risiko yang efektif dari pihak regulator dan pelaku pasar sangat penting untuk
mengurangi dampak risiko sistemik pada negara yang melibatkan aktivitas sekuritisasi aset
Project Financing (Pembiayaan Proyek)

Pembiayaan proyek adalah struktur pinjaman yang bergantung terutama pada arus kas proyek
untuk pembayaran kembali, dengan aset, hak, dan kepentingan proyek yang dipegang sebagai
jaminan sekunder. Pembiayaan proyek sangat menarik bagi sektor swasta karena perusahaan dapat
mendanai proyek-proyek besar di luar neraca (off-balance sheet/OBS). Jenis fasilitas pembiayaan
yang umum dalam Project

• Financing: Surat Kredit Berdokumen Dalam Negeri


• (SKBDN)/Letter of Credit (L/C), Standby Letter of Credit
• (SBLC)/Bank Garansi, Kredit Investasi dan/atau IDC (Interest
• During Construction), dsb.

Dasar Hukum :

Pasal 1338 KUH Perdata

Peraturan Presiden Nomor 9 Tahun 2009 tentang Lembaga Pembiayaan

Aturan lainnya yang berkaitan dengan Konstruksi (Infrastruktur atau Non-Infrastruktur)

Beberapa sponsor umum pembiayaan proyek meliputi entitas berikut ini:

• Sponsor Kontraktor: Sponsor ini menyediakan utang dan/atau ekuitas subordinasi atau
tanpa jaminan. Mereka adalah kunci bagi pendirian dan pengoperasian unit bisnis.
• Sponsor Keuangan: Sponsor ini termasuk investor dan biasanya mengejar pengembalian
yang besar atas investasi mereka.
• Sponsor Industri: Sponsor ini umumnya percaya bahwa proyek tersebut terkait dengan
bisnis mereka sendiri.
• Sponsor Publik: Sponsor ini termasuk pemerintah dari berbagai tingkatan.

Keuntungan Bagi debitur :

• Customization sistem tata kelola spesifik aset untuk meningkatkan nilai


• perusahaan;
• Tata kelola ditujukan terutama untuk keberlangsungan hubungan kontrak dan
• keberlangsungan tersebut merupakan sumber nilai Project Company.
• Alokasi risiko yang efisien dapat mendukung rasio antara pinjaman dengan
• ekuitas yang tinggi.

Keuntungan Bagi Lenders (kreditur) :

• Memerlukan tata kelola yang mendukung pendanaan jangka panjang karena tidak dapat
menarik
• pinjaman sewaktu-waktu tanpa kerugian yang besar.
• Kelayakan finansial dan komersial proyek memberikan keamanan bagi pemberi
pinjaman.
• Pemberi pinjaman sebagai prinsipal dapat dengan mudah melakukan monitoring terhadap
• pengelola Project Company sebagai agen.
• Mengurangi biaya informasi dibandingkan pinjaman korporasi biasa.

Keuntunan Sponsor :

• Pinjaman non-recourse pada suatu SPE yang independen dapat menjaga kapasitas
perusahaan
• sponsor dalam melakukan pinjaman.
• Mengurangi biaya kesulitan (distress) akibat kegagalan proyek karena sponsor sebagai
• pemegang saham dalam perseroan terbatas.
• Melakukan pembagian (sharing) risiko dengan sponsor lainnya.
• Menghilangkan kontaminasi risiko antara arus kas perusahaan sponsor dengan arus kas
SPE.
• Dapat distruktur sebagai off balance items pada buku perusahaan sponsor.

Alternatif Penyelesaian Sengketa :

Penyelesaian sengketa melalui ADR mempunyai keungulan-keunggulan dibandingkan


dengan penyelesaian sengketa melalui litigasi, diantaranya ialah adanya sifat kesukarelaan dalam
proses karena tidak adanya unsur pemaksaan, prosedur yang cepat, keputusannya bersifat non
judicial, prosedur rahasia, fleksibilitas dalam menentukan syarat-syarat penyelesaian masalah,
hemat waktu dan hemat biaya, tingginya kemungkinan untuk melaksanakan kesepakatan dan
pemeliharaan hubungan kerja.

Lembaga alternatif penyelesaian sengketa dibagi menjadi beberapa jenis, diantaranya ialah
sebagai berikut:

1. KONSULTASI
Konsultasi merupakan suatu tindakan yang bersifat personal antara suatu pihak tertentu,
yang disebut dengan klien dengan pihak lain yang merupakan pihak konsultan, yang
memberikan pendapatnya kepada klien tersebut untuk memenuhi keperluan dan kebutuhan
kliennya tersebut. Peran dari konsultan dalam penyelesaian sengketa tidaklah dominan,
konsultan hanya memberikan pendapat (hukum), sebagaimana yang diminta oleh kliennya,
yang untuk selanjutnya keputusan mengenai penyelesaian sengketa tersebut akan diambil
sendiri oleh para pihak, meskipun adakalanya pihak konsultan diberi kesempatan untuk
merumuskan bentuk-bentuk penyelesaian sengketa yang dikehendaki oleh para pihak yang
bersengketa tersebut. Dengan adanya perkembangan zaman, konsultasi dapat dilakukan
dengan secara langsung maupun dengan menggunakan teknologi komunikasi yang telah
ada. Konsultasi dapat dilakukan dengan cara klien mengajukan sejumlah pertanyaan
kepada konsultan. Hasil konsultasi berupa saran yang tidak mengikat secara hukum, artinya
saran tersebut dapat digunakan atau tidak oleh klien, tergantung kepentingan masing-
masing pihak.
2. NEGOSIASI
Negosiasi adalah sarana bagi pihak-pihak yang bersengketa untuk mendiksusikan
penyelesaiannya tanpa keterlibatan pihak ketiga. Menurut KBBI (Kamus Besar Bahasa
Indonesia), negosiasi diartikan sebagai penyelesaian sengketa secara damai melalui
perundingan antara pihak-pihak yang bersengketa. Melalui negosiasi para pihak yang
bersengketa dapat melakukan suatu proses penjajakan kembali akan hak dan kewajiban
para pihak yang bersengketa dengan suatu situasi yang sama-sama menguntungkan,
dengan melepaskan atau memberikan kelonggaran atas hak-hak tertentu berdasarkan pada
asas timbal balik. Kesepakatan yang telah dicapai kemudian dituangkan secara tertulis
untuk ditandatangani dan dilaksanakan oleh para pihak. Namun proses negosiasi dalam
penyelesaian sengketa terdapat beberapa kelemahan. Yang pertama ialah ketika kedudukan
para pihak yang tidak seimbang. Pihak yang kuat akan menekan pihak yang lemah. Yang
kedua ialah proses berlangsungnya negosiasi acap kali lambat dan bisa memakan waktu
yang lama. Yang ketiga ialah ketika suatu pihak terlalu keras dengan pendiriannya.
3. MEDIASI
Mediasi adalah intervensi terhadap suatu sengketa oleh pihak ketiga (mediator) yang dapat
diterima, tidak berpihak dan netral serta membantu para pihak yang berselisih mencapai
kesepakatan secara sukarela terhadap permasalahan yang disengketakan. Menurut
Rachmadi Usman, mediasi adalah cara penyelesaian sengketa diluar pengadilan melalui
perundingan yang melibatkan pihak ketiga (mediator) yang bersikap netral dan tidak
berpihak kepada pihak-pihak yang bersengketa serta diterima kehadirannya oleh pihak-
pihak yang bersengketa.
Mediator bertindak sebagai fasilitator. Hal ini menunjukkan bahwa tugas mediator hanya
membantu para pihak yang bersengketa dalam menyelesaikan masalah dan tidak
mempunyai kewenangan untuk mengambil keputusan. Mediator berkedudukan membantu
para pihak agar dapat mencapai kesepakatan yang hanya dapat diputuskan oleh para pihak
yang bersengketa. Mediator tidak memiliki kewenangan untuk memaksa, tetapi
berkewajiban untuk mempertemukan para pihak yang bersengketa. Mediator harus mampu
menciptakan kondisi yang kondusif yang dapat menjamin terciptanya kompromi diantara
pihak-pihak yang bersengketa untuk memperoleh hasil yang saling menguntungkan.
4. KONSILIASI
Penyelesaian melalui konsiliasi dilakukan melalui seorang atau beberapa orang atau badan
(komisi konsiliasi) sebagai penegah yang disebut konsiliator dengan mempertemukan atau
memberi fasilitas kepada pihak-pihak yang berselisih untuk menyelesaikan perselisihannya
secara damai. Konsiliator ikut serta secara aktif memberikan solusi terhadap masalah yang
diperselisihkan.

5. Arbitrase
Berbeda dengan bentuk ADR/APS lainnya, arbitrase memiliki karakteristik yang
hampir serupa dengan penyelesaian sengketa adjudikatif. Sengketa dalam arbitrase
diputus oleh arbiter atau majelis arbiter yang mana putusan arbitrase tersebut
bersifat final and binding. Namun demikian, suatu putusan arbitrase baru dapat
dilaksanakan apabila putusan tersebut telah didaftarkan ke Pengadilan Negeri (lihat
Pasal 59 ayat (1) dan (4) UU No.30/1999). Dalam hal para pihak sepakat untuk
penyelesaian sengketa melalui arbitrase, maka sengketa tidak dapat diselesaikan
melalui pengadilan.

Jawaban Atas Soal

Jenis anjak piutang yang memberikan hak perusahaan factoring untuk menagih piutang yang tidak
tertagih atau terbayarkan kepada klien disebut:

A. Maturity Factoring
B. Recourse Factoring
C. Bulk Factoring

Dalam perjanjian leasing dengan bentuk finance lease, peralihan kepemilikan atas objek benda
terjadi pada saat:

A. Pertama kali objek leasing diserahkan


B. objek leasing dimanfaatkan oleh lessee
C. Dilaksanakannya opsi beli

apa perbedaan finance lease dgn operating lease?

Finance lease dan operating lease adalah dua bentuk perjanjian sewa yang memberikan
pemakai hak untuk menggunakan suatu aset tanpa memiliki kepemilikan penuh atas aset tersebut.
Perbedaan utama antara finance lease dan operating lease terletak pada pemilikan aset, nilai wajar,
risiko dan manfaat ekonomi, serta perlakuan akuntansi. Finance lease seringkali dianggap sebagai
bentuk sewa yang lebih mirip dengan pembiayaan atau pembelian aset. Dalam finance lease,
penyewa memiliki hak untuk membeli aset pada akhir periode sewa, dan seringkali, transaksi ini
terjadi dengan harga yang telah ditentukan sebelumnya. Selain itu, nilai wajar aset diakui sebagai
aktiva oleh penyewa, dan risiko serta manfaat ekonomi yang terkait dengan kepemilikan aset
ditransfer ke penyewa. Akuntansi finance lease melibatkan pencatatan aset dan kewajiban di
neraca perusahaan. Di sisi lain, operating lease lebih bersifat sewa jangka pendek dan memberikan
fleksibilitas yang lebih besar kepada penyewa. Penyewa tidak memiliki hak untuk membeli aset
pada akhir periode sewa, dan nilai wajar aset tidak diakui sebagai aktiva oleh penyewa. Risiko dan
manfaat ekonomi sebagian besar tetap dengan pemilik aset, dan akuntansi operating lease
mencerminkan biaya sewa yang diakui sebagai beban operasional di laporan laba rugi. Pemilihan
antara finance lease dan operating lease dipengaruhi oleh kebutuhan finansial dan strategi bisnis
perusahaan. Jika perusahaan menginginkan kepemilikan penuh atas aset dan dapat menanggung
risiko serta manfaat ekonomi yang terkait, finance lease mungkin menjadi pilihan yang lebih
sesuai. Sementara itu, operating lease memberikan fleksibilitas lebih besar dan cocok untuk
perusahaan yang ingin menghindari keterikatan jangka panjang. Kesadaran akan perbedaan-
perbedaan ini penting bagi perusahaan dalam mengelola portofolio aset dan membuat keputusan
sewa yang tepat sesuai dengan tujuan dan kebijakan keuangan perusahaan.

Anda mungkin juga menyukai