Anda di halaman 1dari 7

JAKA TARUB DAN 7 BIDADARI

Tokoh drama :

1. Baim sebagai Jaka Tarub


2. Sayna sebagai Ibu Jaka Tarub
3. Nadira sebagai Nawang Wulan
4. Ayu sebagai bidadari 1
5. Winny sebagai bidadari 2
6. Dedes sebagai bidadari 3
7. Nirmala sebagai bidadari 4
8. Indri sebagai bidadari 5
9. Ade sebagai bidadari 6
10. Evi sebagai bidadari Ratu Sekar Dewi
11. Juwita sebagai Raja Aji Saka

Dahulu kala di desa terpencil, tinggallah seorang Ibu dan anaknya yang bernama Jaka Tarub.
Jaka Tarub sudah ditinggal ayahnya sejak ia masih kecil. Suatu hari mereka sedang bertani di
sawah.
Ibu Jaka Tarub : “Uhuk.. uhuk..” (batuk)
Jaka Tarub : “Ibu kenapa?”
Ibu Jaka Tarub : “Ibu tidak apa-apa nak. Hanya batuk biasa saja”
Jaka Tarub : “Kalau begitu biar saya saja yang menyelesaikan pekerjaan Ibu hari ini”
Ibu Jaka Tarub : “Terima kasih nak, ibu masih kuat kok
Jaka Tarub : “ Tidak apa-apa ibu, biar jaka saja yang mengerjakannya
Ibu Jaka Tarub : “ Ibu beruntung memiliki anak seperti kamu nak”
Hari Sudah Semakin Petang
Ibu Jaka Tarub : “Nak, ada yang ingin Ibu katakan padamu”
Jaka Tarub : “Ada apa bu?”
Ibu Jaka Tarub : “Nak, Ibu lihat kamu sudah dewasa, sudah pantas untuk meminang gadis.
Lekaslah menikah, Ibu ingin menimang cucu sebelum Ibu pergi”
Jaka Tarub : “Tapi saya belum ingin menikah bu”
Ibu Jaka Tarub : “Tapi jika ibu sudah tiada nanti, siapa yang akan mengurusmu?”
Jaka Tarub : “Jangan berbicara seperti itu bu”
Ibu Jaka Tarub : “Ibu hanya merasa semakin lelah nak…”
“ Ada yang berbeda dari ibuk hari ini” ( termenung dan berfikir)
Keesokan harinya.
Jaka pun menuju sawahnya untuk bertani. Walaupun hanya pergi bekerja sendirian ia
tetap semangat demi ibunya yang sedang lemah di rumah.
Laras : “Andai saja dia jadi suamiku. Aku pasti bahagia” (senyum meringis)
Suatu hari Jaka Tarub pergi ke hutan untuk menghilangkan beban pikirannya.
Adegan II :
(Di Kahyangan)
Terlihat 7 bidadari cantik sedang meminta ijin kepada ayah dan ibunya untuk pergi ke
mayapada (bumi).
Bidadari 7 : “huaaaaap.... hari ini begitu cerah, matahari membangunkanku dari mimpi”
Bidadari 6 : “Rasanya tadi aku bermimpi pori-poriku seperti tertusuk air, rasanya sejuk
banget” (sambil memejam mata)
Bidadari 7 : “ tertusuk bagaimana ? kamu ini aneh dech kalau ngomong yang ada itu pisau
yang nusuk dan sakitnya itu disini”
Suasana ditaman bidadari 5 menghampiri bidadari 4 3 2 yang sedang duduk ditaman sambil
bercengkrama.
Bidadari 5 : “ kakak,,”
Bidadari 432 : “ya adikku, ada apa. Hmm...... Harum sekali kamu pagi ini.
Bidadari 5 : “ heheheh iya kak,. kak ayo kita ke mayapada, aku ingin ke bumi mandi
didanau, aku rindu.
Bidadari 4 : “wah... ide bagus itu, kebetulan kita sudah lama tidak ke mayapada sejak musim
dingin ini.
Bidadari 3 : “Ya sudah nanti kakk akan bicara dengan kak ayu dulu ya.
Dengan senangnya bidadari 5 menghampiri bidadari 6 & 7 untuk memberitahu kalau
mereka akan ke mayapada.
Bidadari 5 : ish bau... kalian jorok dech kok belum mandi sih. Entar ibu marah loh kalau kita
pergi tapi badan masih bau.
Bidadari 7 : “ emang kita mau kemana ?
Bidadari 5 : “kita akan ke mayapada,, kita akan mandi didanau,, “
Bidadari 6 : “ wah rasanya bagai nusuk ke dada,, dinginnya akan meraba darahku. Wahhh...
rasaya itu ????? “ sambil menghayal”
Bidadari 7 : “kamu kebiasaan dech,, menghayal kamu sampai keujung tanduk, tidak tau
artinya tapi asal menyebutkan.
Ketika sedang berkumpul bidadari 1 sedang terlihat membawa bunga dan ingin menata vas
bunga diruang tamu.
Bidadari 2 : “kakak.. adik bidadari ingin kebumi, mereka ingin mandi didanau.
Bidadari 4 :“ayo kita ke bumi yuk kak,, kami rindu ingin mandi didanau kak,,”
Bidadari 765432 : “iya kak, ayo kita pergi sekarang kak.
Bidadari 1 : “iya tunggu sebentar, kakk minta izin dulu dong sama ayah. Kalau ayah mengijinkan
kita akan pergi hari ini .
Bidadari 23456 : “iya kak ayo minta izin sekarang kak, sebelum matahari terbenam”
Ibu dan ayah bidadari sedang duduk sambil minum kopi dibilik taman belakang
Bidadari 1 : “Ayah, Ibu, saya dan adik-adik mohon izin untuk pergi ke mayapada, mereka
rindu ingin mandi didanau”
Raja Ajisaka : “Pergilah nak, tapi ingat pada saat terompet kerajaan berbunyi kalian semua
harus segera kembali ke istana”
Bidadari 2 : “Iya ayah, kami semua mengerti”
Bidadari 3 : “Kami akan segera kembali ketika terompet kerajaan berbunyi”
Ratu SkarDewi : “Berhati-hatilah nak”
7 Bidadari : “Baik bu”
Suatu ketika Jaka Tarub sedang dihutan untuk menghilangkan kepenatan sambil berburu
makan siang. Tanpa disengaja Jaka Tarub mendengar sayup-sayup suara wanita yang sedang
bercanda.
Jaka Tarub : “sepertinya aku mendengar suara canda wanita,,
Hmm,,, dimana ya (Dengan mengendap-ngendap Jaka Tarub mecari)
Jaka Tarub : “Wah.. wah.. ada 7 wanita cantik ternyata. Mungkin salah diantara mereka
adalah jodohku”
Jaka Tarub berjalan mendekat menuju danau. Kemudian ia menemukan pakaian wanita-wanita
tersebut yang tergeletak berserakan. Setelah memilih, ia mencuri salah selendang
dan menyembunyikannya.
(Terompet Kerajaan dari kahyangan berbunyi)
Bidadari 1 : “Cepat adik-adikku, saatnya kita kembali ke kahyangan. Ayah sudah memanggil
kita untuk pulang”
Nawang Wulan : “Tapi kak, selendang merahku tidak ada. Aku tidak bias pulang tanpa
selendang itu”
(Bidadari yang lain sibuk mencari selendang Nawang Wulan)
Bidadari 4 : “Bagaimana ini..? Padalah selendang adik Nawang Wulan tadi ada di sebelah
selendangku”
Bidadari 5 : “Aku sudah mencoba mencari selendang adik Nawang Wulan, tapi tak kunjung
ku temukan juga”
Bidadari 6 : “Ya, aku juga sudah mencoba mencarinya, apa yang harus kita lakukan
kakak?”
Bidadari 1 : “Kita tidak bias terus-terusan berada di mayapada. Kita harus pulang ke
kahyangan sekarang juga. Maafkan kami adik Nawang Wulan, mungkin sudah takdir adik untuk
tinggal di mayapada”
Nawang Wulan : “Tapi kak, bagaimana dengan aku disini?”
Bidadari 1 : “Kami tidak bias berbuat apa-apa Nawang Wulan. Jaga dirimu baik-baik.
Selamat tinggal adik Nawang Wulan”
Nawang Wulan : “Kakaaaaaaaaaaaaaaaak!!” (menangis)

Keenam bidadari cantik itu pun meninggalkan Nawang Wulan sendirian. Selendang merah
Nawang Wulan masih belum ia temukan. Nawang Wulan merasa kesepian dan menangis di tepi
danau.
Jaka Tarub pun akhirnya keluar dari persembunyiannya. Ia mendekati Nawang Wulan dan
menghiburnya.
Jaka Tarub : “Mengapa engkau menangis gadis cantik?”
Nawang Wulan : “Selendang merahku hilang. Aku tidak bias kembali ke kahyangan tanpa
selendang itu”
Jaka Tarub : “Kahyangan? Jadi kau adalah seorang bidadari?”
Nawang Wulan : (diam karena takut untuk menjawab)
Jaka Tarub : “Tidak usah takut begitu, aku tak akan melukaimu bidadari cantik. Daripada
tinggal di hutan ini sendirian, bagaimana jika kau ikut ke rumahku? Kau bias tinggal di rumahku
untuk sementara”
Nawang Wulan : ”Benarkah?”
Jaka Tarub : “Ya, kau bias tinggal selama apapun kau mau. Pakailah ini” (memberikan
sebuah selendang)
Nawang Wulan : “Terima kasih”
Jaka Tarub : “Oh ya, siapa namamu?”
Nawang Wulan : “Aku Nawang Wulan”
Jaka Tarub : “Nama yang bagus. Aku Jaka Tarub. Ayo ikuti aku”

Dengan senangnya Nawang Wulan mengikuti Jaka Tarub menuju rumah Jaka Tarub. Ia
menerima ajakan Jaka Tarub karena tidak tahu harus berbuat apalagi.
(Di kahyangan)
Kakak-kakak dari Nawang Wulan merasa takut untuk menghadapi ayah mereka. Mereka
takut ayah dan ibu mereka akan marah karena mereka pulang ke kahyangan tanpa Nawang
Wulan.
Ketakutan mereka pun akhirnya benar-benar terjadi.
Raja Ajisaka : “Kemana adik kalian Nawang Wulan?”
7 Bidadari : (saling menatap 1 sama lain karena ketakutan)
Ratu Sekar Dewi : “Kemana dia..? Kenapa kalian pulang tanpa adik kalian?” (menghampiri ke
6 bidadari dan bertanya dengan lembut)
Bidadari 1 : “Maafkan kami ayah, ibu.. Nawang Wulan tidak bias kembali ke kahyangan
karena selendangnya hilang”
Bidadari 2 : “Iya ibu, selendang adik Nawang Wulan tak kunjung kami temukan meskipun
sudah kami cari”
Raja Ajisaka : “Ayah kecewa pada kalian karena tidak bias menjaga adik kalian” (bicara
dengan nada keras)
7 Bidadari : “Maafkan kami ayah..”
Ratu Sekar Dewi : “Sudahlah… jangan menyalahkan mereka. Mungkin sudah takdir Nawang
Wulan untuk tinggal di mayapada” (sedih)
Raja Ajisaka : “Apa yang harus kita lakukan untuk Nawang Wulan patih hadiyawarman?”
Patih : “Hamba setuju dengan perkataan Ratu Sekar Dewi, Raja.. Mungkin sudah
takdir Nawang Wulan untuk tinggal di mayapada. Jadi kita tidak perlu melakukan apa-apa.
Berharaplah semoga hal buruk tidak terjadi pada Nawang Wulan”
Raja Ajisaka : “Baiklah kalau begitu”
Hari demi hari antara Jaka Tarub dan Nawang Wulan pun telah berlalu. Mereka semakin
menyatu dan saling mengenal satu sama lain. Akhirnya mereka memutuskan untuk menikah.
Tapi ada beberapa pihak yang tidak suka dengan pernikahan mereka. Orang itu adalah Laras dan
Arya.
Laras dan Arya pun berencana untuk menghancurkan pernikahan Nawang Wulan dan Jaka
Tarub.
Laras : “Aku benci dengan pernikahan mereka”
Arya : “Aku pun sama halnya dengan kamu”
Laras : “Kita harus menghancurkan pernikahan mereka”
Arya : “Tapi apa rencana mu?”
Laras : “Kamu harus membantu aku untuk mendapatkan Jaka”
Arya : “Baik, aku akan membantumu, tapi apa imbalannya untukku?”
Laras : “Sebagai imbalannya aku akan membantumu untuk mendapatkan Nawang
Wulan”
Arya : “Baiklah, aku setuju”

Mereka berdua pun terus berusaha untuk mengancurkan pernikahan Nawang Wulan dan
Jaka Tarub. Namun akhirnya usaha mereka gagal.
Setelah pernikahan Nawang Wulan dan Jaka Tarub sudah cukup lama, mereka dikaruniai
anak kembar. Yang satu perempuan dan yang satu laki-laki. Anak mereka bernama Nawang Asih
dan Jaka Tengil.
Setelah Nawang Asih dan Jaka Tengil beranjak dewasa. Permasalahan antara Jaka Tarub
dan Nawang Wulan pun semakin bertambah.
Terusiklah rasa ingin tahu JakaTarub tentang Nawang Wulan karena hasutan Arya dan
kedua teman Jaka Tarub yaitu Banyu dan Indra.
Arya : “Jaka, apakah kamu tidak curiga pada istrimu?”
Jaka Tarub : “Apa maksudmu?”
Arya : “Bukankah selama ini istrimu Nawang Wulan selalu melarangmu untuk tidak
membuka bakul yang ia gunakan untuk menanak nasi?”
Jaka Tarub : “Iya, itu memang benar. Tapi apa masalahnya?”
Indra : “Apa kamu tidak curiga kenapa beras di lumbung mu masih utuh, seolah-olah
tidak pernah digunakan”
Banyu : “Jaka tidak akan pernah curiga teman-teman, karena dia sudah merasa bahagia
mendapatkan istri secantik Nawang Wulan”
Jaka Tarub : (diam merenungi perkataan teman-temannya).

Pada saat Jaka Tarub pulang ke rumah ia melihat istrinya Nawang Wulan sedang
memasak.
Jaka Tarub : “Assalamu’alaikum…”
Nawang Wulan : “Wa’alaikumsalam. Akang sudah pulang rupanya”
Jaka Tarub : “Iya, ada apa memangnya Dinda?”
Nawang Wulan : “Bolehkah aku meminta tolong?”
Jaka Tarub : “Meminta tolong untuk apa dinda?”
Nawang Wulan : “Tolong jagakan api ini karena aku sedang memasak nasi”
Jaka Tarub : “Memangnya dinda mau pergi kemana?”
Nawang Wulan : “Aku hendak pergi ke sungai untuk mencuci pakaian, kang”
Jaka Tarub : “Baiklah, dinda”
Nawang Wulan : “Tapi ingat, akang tidak boleh membuka tutup kukusan ini. Akang harus
ingat dengan janji akang”
Jaka Tarub : “Tenang saja Dinda. Akang tidak akan lupa dengan janji akang”

Setelah Nawang Wulan pergi. Jaka Tarub ingat dengan perkataan teman-temannya. Karena
hatinya dipenuh dengan rasa penasaran. Jaka Tarub pun membuka tutup kukusan yang ada di
depannya.
Jaka Tarub : “Hah, ternyata selama ini dinda Nawang Wulan hanya memasak dengan
setangkai padi. Pantas saja selama ini padi di lumbung masih banyak.

Nawang Wulan tiba-tiba datang sepulang dari mencuci pakaian di sungai.


Nawang Wulan : “Sedang apakah kau akang?” (bertanya dengan nada keras)
Jaka Tarub : “A… a… akang tidak sedang apa-apa dinda” (dengan terbata-bata). “Akang
harus pergi ke ladang, ada pekerjaan yang harus akang selesaikan”
Setelah Jaka pergi Nawang Wulan pun membuka isi kukusannya. Pada saat itu juga
Nawang Wulan curiga pada suaminya Jaka Tarub karena setangkai padi masih tergolek di
dalamnya. Tahulah ia bahwa suaminya telah membuka kukusan itu hingga kesaktiannya hilang.
Sejak saat itulah Nawang Wulan harus menumbuk dan menapi beras untuk dimasak,
seperti wanita pada umumnya. Karena tumpukan padinya terus berkurang, suatu hari Nawang
Wulan menemukan selendang bidadarinya yang terselip diantara tumpukan padi. Tahulah ia
bahwa suaminyalah yang telah menyembunyikan selendang itu.
Nawang Wulan : “Ternyata selama ini Jaka Tarub yang menyembunyikan selendangku. Dan
karena isi lumbung terus berkurang pada akhirnya aku bisa menemukannya kembali. Ini pasti
sudah menjadi kehendak yang diatas” (Nawang Wulan bergumam)

Setelah Nawang Wulan mengetahui bahwa selendangnya dicuri oleh suaminya Jaka Tarub,
Nawang Wulan pun memutuskan untuk kembali ke kahyangan dan meninggalkan Jaka Tarub
dan kedua anaknya.
Nawang Wulan : “Kakang, maafkan aku, aku harus pergi”
Jaka Tarub : “Tapi dinda bagaimana dengan anak kita Jaka Tengil dan Nawang Asih?”
Nawang Wulan : “Jaga kedua anak kita, kang”
Jaka Tarub : “Tapi dinda aku tidak sanggup menjaga mereka berdua seorang diri”
Nawang Wulan : “Aku percaya kakang bisa menjaga kedua anak kita”
Nawang Asih : “Ibu, jangan tinggalkan Asih sendiri” (menangis sambil memeluk Ibunya)
Jaka Tengil : “Iya bu, jangan tinggalkan kami sendiri”
Nawang Wulan : “Kalian kan tidak sendiri, ada ayah kalian disini”
Jaka Tengil dan Nawang Asih: “Tapi bu, kami ingin ibu bersama kami disini”
Jaka Tarub : “Apa dinda tega meninggalkan Asih dan Tengil sendiri tanpa dinda disisi
mereka”
Nawang Wulan : “Tapi disini bukan tempatku. Tempatku adalah di kahyangan, bukan disini
kang” (menangisi kedua anaknya)
Akhirnya dengan penuh rasa keterpaksaan jaka dan kedua anaknya mengikhlaskan
kepergian Nawang Wulan. Bahkan mereka mengantarkan kepergian Nawang Wulan.
Nawang Asih : “Ibuuuuuuuuuuuu…” (menangis dan menggengam tangan Nawang Wulan)
Jaka Tengil : “Ibuuuuuuuu.. jangan tinggalkan Tengil bu”
Nawang Wulan : “Ibu tidak akan pergi jauh dari kalian, ibu akan mengawasi kalian dari
kahyangan”
Jaka Tarub : “Hati-hati dinda”

Nawang Wulan pun pergi. Tapi setelah Nawang Wulan kembali ke kahyangan, Nawang
Wulan tidak merasakan kebahagiaan, melainkan penderitaan. Setelah itu Nawang Wulan
memilih untuk kembali ke mayapada untuk menemui kedua anaknya.
Jaka Tengil dan Nawang Asih: “Ibuuuuuuuu”
Nawang Wulan : “Iya anakku”
Nawang Asih : “Apakah ibu kembali lagi?”
Nawang Wulan : “Tidak anakku..”
Jaka Tengil : “Kenapa bu?”
Nawang Wulan : “Karena rumah ibu bukan disini nak”
Jaka Tarub : “Apakah dinda akan kembali lagi ke kahyangan?”
Nawang Wulan : “Iya kang”
Jaka Tarub : “Lalu bagaimana kalau kami merindukanmu dinda?”
Nawang Wulan : “Kenanglah aku ketika kalian melihat bulan. Maka aku akan menghibur
kalian dari atas sana”

Nawang Wulan pun kembali ke kahyangan, meninggalkan Jaka Tarub dan kedua anaknya.
Sejak saat itu Jaka Tarub dan kedua anaknya selalu menatap rembulan di malam hari untuk
mengenang Nawang Wulan.

Anda mungkin juga menyukai