Baru”
Disusun Oleh :
TA. 2024/2025
A. MASA TRANSISI 1966-1967
1.Aksi-Aksi Tritura
Naiknya Letnan Jenderal Soeharto ke kursi kepresidenan tidak
dapat dilepaskan dari peristiwa Gerakan 30 September 1965 atau G
30 S/PKI. Ini merupakan peristiwa yang menjadi titik awal
berakhirnya kekuasaan Presiden Soekarno dan hilangnya kekuatan
politik PKI dari percaturan politik Indonesia.
2. Stabilisasi Penyeragaman
Depolitisasi parpol dan ormas juga dilakukan oleh pemerintahan
Orde Baru melalui cara penyeragaman ideologis melalui ideologi
Pancasila. Dengan alasan Pancasila telah menjadi konsensus nasional,
keseragaman dalam pemahaman Pancasila perlu disosialisasikan.
Gagasan ini disampaikan oleh Presiden Soeharto pada acara Hari
Ulang Tahun ke-25 Universitas Gadjah Mada di Yogyakarta, 19
Desember 1974.
C. INTEGRASI TIMOR-TIMUR
Integrasi Timor-Timur ke dalam wilayah Indonesia tidak terlepas
dari situasi politik internasional saat itu, yaitu Perang Dingin dimana
konstelasi geopolitik kawasan Asia Tenggara saat itu terjadi
perebutan pengaruh dua blok yang sedang bersaing yaitu Blok Barat
(Amerika Serikat) dan Blok Timur (Uni Soviet).
2. Dampak Ekonomi
Dampak negatif ini disebabkan kebijakan Orde Baru yang terlalu
memfokuskan/ mengejar pada pertumbuhan ekonomi, yang
berdampak buruk bagi terbentuknya mentalitas dan budaya korupsi
parapejabat di Indonesia.Distribusi hasil pembangunan dan
pemanfaatan dana untukpembangunan tidak dibarengi kontrol
yang efektif dari pemerintah terhadap aliran dana tersebut
sangat rawan untuk disalahgunakan.Pertumbuhan ekonomi
tidak dibarengi dengan terbukanya akses dandistribusi yang
merata sumber-sumber ekonomi kepada masyarakat. Halini
berdampak pada munculnya kesenjangan sosial dalam
masyarakat Indonesia, kesenjangan kota dan desa, kesenjangan kaya
dan miskin, serta kesenjangan sektor industri dan sektor
pertanian.Dengan situasi politik dan ekonomi seperti diatas,
keberhasilan pembangunan nasional yang menjadi kebanggaan Orde
Baru yang berhasilmeningkatkan GNP Indonesia ke tingkat US$ 600
di awal tahun 1980-an,kemudian meningkat lagi sampai US$ 1300
per kapita di awal dekade 1990-an, serta menobatkan Presiden
Soeharto sebagai “ Bapak Pembangunan” menjadi seolah
tidak bermakna. Sebab meskipun pertumbuhan ekonomi
meningkat tetapi secara fundamental pembangunan tidak merata
tampak dengan adanya kemiskinan di sejumlah wilayah yang justru
menjadi penyumbang terbesar devisa negara seperti di
Riau,Kalimantan Timur dan Irian Barat/Papua.