Anda di halaman 1dari 15

MAKALAH

“METODE TAHFIZ ALQUR’AN ”


“ADAB MEMBACA AL-QUR’AN ”

Dosen Pembimbing :
Bapak DR.Parlindungan Simbolon,M.Us

Disusun Oleh :
Amir Efendi
Nim : 1238.22.1343

(STAI)
SEKOLAH TINGGI AGAMA ISLAM
AL - KIFAYAH 2024

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur saya panjatkan kehadirat Allah Ta’ala yang mana telah memberikan
saya kekuatan serta kelancaran dalam menyelesaikan makalah Mata kuliah Metode Tahfiz
Al-qur’an yang berjudul “Adab Membaca Al-Qur'an ” dapat selesai seperti waktu yang telah
ditentukan.
Tersusunnya makalah ini tentunya tidak lepas dari bimbingan dari Bapak Dosen
Pengampu. Oleh karena itu penulis mengucapkan terima kasih kepada :
Bapak DR.Perlindungan Simbolon, M.Us Dosen Mata kuliah Metode Ta hfiz Al-qur'an STAI
Al -Kifayah.
Selain untuk menambah wawasan dan pengetahuan penyusun, makalah ini disusun
untuk memenuhi tugas mandiri Mata Kuliah Metode Tahfiz Al-qur’an.
Tak ada gading yang tak retak saya menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari
kesempurnaan baik dari bentuk penyusunan maupun materinya.
Kritik konstruktif dari Bapak Dosen dan juga pembaca sangat saya harapkan untuk
penyempurnaan makalah-makalah selanjutnya.

Rimbo Panjang, 3 Februari 2024

Penulis.

PENDAHULUAN

Membaca Al-Qur'an adalah suatu pengamalan bernilai ibadah kepada


Allah Ta’ala.Ini dapat dilakukan dengan cara memberdayakan lisan, mata
(penglihatan), pendengaran, akal dan hati. Lisan diberdayakan untuk
melafazkan hurufnya, penglihatan diberdayakan untuk melihat huruf atau lafaz yang
dibacanya, pendengaran diberdayakan untuk mendengarkan
lafaz yang diucapkan oleh lisan, akal diberdayakan untuk memikirkan
kandungan lafaz yang dibacanya, dan hati diberdayakan untuk merasakan
keheningan bacaan, sentuhan nilai-nilai kandungan yang ada di dalamnya,
sehingga muncul perasaan merasakan rasa senang apabila mendapatkan
sentuhan nilai-nilai kegembiraan, dan rasa khawatir atau susah apabila
mendapatkan sentuhan nilai-nilai yang menyedihkan. Akhirnya muncul
harapan (roja’) untuk mendapatkan kebaikan atau kegembiraan pada ketika
membaca dan kegembiraan yang mendatang, terutama pahala di akhirat.
Anjuran membaca Al-Qurān telah ditetapkan dalam Al-Qurān:
ۚ ‫َف اْق َر ُءوا َم ا َت َيَّسَر ِمَن اْلُقْر آِن‬
artinya:
“Maka bacalah apa-apa yang mudah dari padanya (Al-Qurān).¹
‫اْق َر ْأ ِباْس ِم َر ِّب َك‬
Artinya:
Bacalah
kitab Tuhan-mu.²”
Rasul juga memerintahkan ummatnya untuk membaca Al-Qur'an,
artinya, “Bacalah Al-Qur'an dan beramallah kamu sesuai dengan Al-Qur’an.
Jangan menistakannya dan jangan melebihi batas di dalamnya.³”
Membaca Al-Qurān merupakan perintah Allah dan Rasul-Nya,
sehingga diperlukan ilmu tentang tata cara membacanya. Ini dilakukan
supaya terhindar dari kesalahan.
Studi tentang membaca Al-Qurān ini akan dibuat suatu rumusan
tentang bagaimana adab sebelum, ketika, dan setelah membaca Al-Qurān.
Pembahasan ini agar nampak keseluruhan secara lengkap, maka dapat diikuti
uraian berikut ini :
1. Adab Sebelum Membaca Al-Qurān
Sebelum membaca Al-Qurān perlu diketahui beberapa syarat yang
harus dipenuhinya. Artinya, sesuatu variabel yang harus dipenuhi sebelum
melakukannya agar bacaan Al-Qurān dapat menghasilkan sesuai dengan
harapan kaidah membaca Al-Qurān.
____________________
¹ QS. Al-Muzzamil [73]: 20, QS. [29]: 5, QS. [33]: 34, QS. [35]: 29.
² QS. Al-Isra [17]: 14.
³ Di dalam Kitab Al-Jami’u as-Shaghir. Juz 1 diterangkan bahwa, hadis ini diriwayatkan
oleh
Imam Ahmad, Imam Tabrany, dan Ibnu Majah. (Al-Jami’u As-Shaghir Juz 1, hal. 52).

Adapun syarat-syarat membaca Al-Qurān yang harus dipenuhi antara


lain:
a. Niat
Adab membaca Al-Qurān sebelumnya harus difokuskan niat
beribadah dengan menjalankan perintah agama Allah. Artinya,
mengabdi kepada Allah sebagai Tuhan yang menurunkan Al-Qurān
yang di dalamnya terdapat ajaran agama Islam sebagai pedoman hidup
manusia hidup di alam dunia menuju alam akhirat.
Niat merupakan suatu dasar semua pengalaman. Diterangkan suatu
hadis, artinya: “Sebenarnya amal perbuatan tergantung pada niatnya.
Sebenarnya tiap-tiap seseorang tergantung apa yang telah diniatkannya.
Maka barangsiapa yang hijrahnya kepada Allah dan kepada Rasul-Nya,
maka hijrahnya kepada Allah dan Rasul-Nya. Maka barangsiapa yang
hijrahnya kepada dunia atau wanita yang hendak dikawininya maka
hijrahnya kepadanya.”⁴
Memahami hadis tersebut dapat dibuat suatu gambaran rangkaian
niat bahwa niat itu mempunyai beberapa rukun, yaitu: (1) orang yang
melakukan niat, (2) barang (amal) yang diniati, (3) tujuan niat.
Orang yang melakukan niat merupakan salah satu rukun
daripadanya karena wujudnya suatu niat dan suatu amal merupakan
produk dari seseorang yang melakukan niat itu. Orang yang berniat
akan memberikan arah dari suatu tindakan melakukan sesuatu sehingga
niat orang Islam dinilai lebih daripada perilakunya. Tetapi sebaliknya,
perilaku orang munafik lebih baik daripada niatnya. Rasul bersabda,
artinya: “Niat orang mukmin lebih baik daripada amalnya, dan orang
munafik lebih buruk daripada niatnya”.⁵
Niat orang Islam lebih baik daripada amalnya karena orang Islam
di dalamnya terdapat iman dan ketetapan hati yang akan membenarkan
terhadap niatnya melalui perilaku atau perbuatan. Tetapi orang munafik
tidak mempunyai keteguhan hati yang ada pada imannya. Iman orang
munafik akan selalu berubah-ubah sesuai dengan kehendaknya, sehingga
perilaku orang munafik ada kecenderungan tidak sesuai dengan niatnya
karena dipengaruhi motif tujuannya.
_______________________
⁴ Imam Muslim, Sohih Muslim Juz 2, (Indonesia: Darul Ihya al-Kitab al-Arabiyah, tt), hal.
158.
⁵ Hadis ini diriwayatkan oleh Imam Tabrani As-Suyuthi, Op.Cit, hal. 189.

Amal yang diniatkan merupakan realisasi daripada isi atau materi


niat, apabila amal perbuatan sudah dilakukan maka buah amal itu
akan membawa akibat yang dapat menyinari terhadap hati orang
yang beramal itu. Maka Rasul bersabda, artinya: “Tiap orang berbuat
tergantung pada niatnya, maka apabila orang mukmin berbuat suatu
amalan, maka cahayanya akan membebaskan pada hatinya”.⁶
Tujuan amal diarahkan kepada suatu arahan tertentu sesuai dengan
arahannya. Apabila niat seseorang diarahkan pada perilaku yang baik
akan membawa hasil dan akibat yang baik. Tetapi apabila arahan niat
seseorang diarahkan pada suatu perilaku butuh, maka ia akan membawa
hasil dan akibat yang buruk pula.
Membaca Al-Qurān merupakan pengamalan yang dapat diniati
ibadah kepada Allah. Rasul bersabda, artinya: “Lebih utama ibadah
ummatku adalah membaca Al-Qurān.”⁷
Adab membaca Al-Qurān seharusnya didasari niat menjalankan
perintah agama Allah, sebab orang yang menjalankan perintah agamaNya
akan mendapatkan pertolongan daripada-Nya. Rasul bersabda,
artinya: “Tidaklah seorang hamba mempunyai niatnya melaksanakan
perintah agama-Nya, kecuali baginya mendapatkan pertolongan dari
Allah SWT.”⁸
Membaca Al-Qurān kalau diniati ibadah artinya pengabdian
kepada Allah dengan cara melaksanakan ajaran agama Allah. Ini
merupakan hubungan timbal balik (interaksi) yang bersifat psikologis
yang didasari kepercayaan adanya Tuhan dan adanya ganjaran. Akibat
daripadanya akan direspon oleh Allah dan dibalas dengan pahala-Nya
berupa pertolongan yang datang daripadanya.

b. Suci dari hadas kecil dan besar


Adab membaca Al-Qurān. sebelumnya disyaratkan suci dari hadas
kecil dan besar. Artinya, nagi seseorang membaca Al-Qurān tidak
menanggung beban berupa hadas kecil yang diakibatkan dari perbuatan
buang air kecil dan buang air besar serta keluar angin dari dubur. Ini
___________________
⁶ Ibid, hal. 189.
⁷ Al-Ghazali, Ihya Ulumuddin Juz I, Indonesia: Darul Kitab, hal. 174.
⁸ Hadis ini diriwayatkan oleh Imam Ahmad dari Al-Hakim (As-Suyuthi, Al-Jami’ As-Saghir
Juz 2, hal. 151).

dapat dihilangkan melalui bersuci melalui wudu.


Membaca Al-Qurān bagi seseorang yang menanggung hadas besar
yang diakibatkan karena keluar air mani atau bersenggama. Ini dapat
dihilangkan dengan bersuci melalui mandi junub.
Membaca Al-Qurān bagi orang yang masih menanggung hadas,
maka dilarang oleh Allah, sebab Allah berfirman:
‫اَل َيَم ُّسُه ِإاَّل اْلُم َط َّهُروَن‬
artinya:
“Tidak
menyentuhkan kecuali orang-orang yang suci.”⁹
Ayat tersebut terdapat lafad “lā yamassuhu”. Lafad “lā” merupakan
huruf nafi artinya “peniadaan pada sesuatu”. Namun lafad “lā” di sini
diartikan sebagai “lā” nafi artinya “larangan untuk melakukan sesuatu”,
sehingga lafad tersebut diartikan dilarang seseorang menyentuhnya
(Al-Qurān) kecuali mereka telah suci.
Suci adalah merupakan salah
satu persyaratan hadirnya jiwa seseorang untuk menyentuh isi AlQurān.
Karena, suci dari hadas akan mempengaruhi terhadap kesucian
jiwa. Kesucian jiwa akan dapat mempengaruhi kejernihan berpikir,
kejernihan berpikir dapat mengakibatkan kelancaran dalam membaca
dan memahami isi kandungan Al-Qurān.

c. Menghadap Qiblat
Membaca Al-Qurān disyaratkan menghadap qiblat. Ini dilakukan
karena Al-Qurān adalah Kalamullah yang berisi tentang Asma Allah
dan doa. Seseorang yang berdoa diqiyaskan orang yang melakukan salat
(salat = doa), sehingga menghadap qiblat merupakan keutamaan bagi
orang yang membaca Al-Qurān.
Membaca Al-Qurān diqiyaskan dengan doa. Menurut bahasa,
doa merupakan dari perbuatan salat. Menurut Abu Syuja’ bahwa, salat
menurut bahasa adalah doa.¹⁰
Salat disyariatkan menghadap qiblat. Hal
ini diabadikan dalam Al-Qurān:
‫ْل‬ ‫ْط ْل‬ ‫ُث‬
‫َو ِمْن َح ْي َخ َر ْج َت َف َو ِّل َو ْج َهَك َش َر ا َم ْس ِج ِد ا َح َر اِم‬
artinya:
“Dan dari mana saja kamu
keluar maka hadapkanlah wajahmu ke Masjidil Haram.”¹¹
Membaca Al-Qurān dengan menghadap qiblat adalah bentuk
sikap tawadu (rendah hati) dan penghormatan terhadap kitab suci AlQurān
yang diturunkan di tanah suci yaitu Makkah dan Madinah. Ini
merupakan simbol kesucian dari kitab yang diturunkan di tanah suci.
_______________________
⁹ QS. Al-Waqiah [56], 79.
¹⁰ Ahmad bin Husain Al-Syahir bin Abu Syuja’, Fathul Qorib Al-Majid, (Bandung: Syirkah
Ma’arif, tt), hal. 11.
¹¹ QS. A;-Baqarah [2]: 149.

d. Menutup aurat
Membaca Al-Qurān disyaratkan menutup aurat bagi orang yang
membacanya. Menutup aurat merupakan sikap wirangi seseorang
yang walaupun belum ditemukan nas Al-Qurān atau al-hadis yang
memerintahkannya. Pemikiran ini didasari atas penghormatan kepada
kitab suci.
Membaca ayat Al-Qurān menjadi salah satu rukun yang
menjadikan sahnya salat seseorang. Sedangkan orang yang mengerjakan
salat diharuskan menutup aurat.
Hal ini dijelaskan oleh Syaikh Zainuddin Al-Mulaibari, artinya:
“Syarat sahnya salat yang ketiga adalah menutup aurat, orang laki-laki,
hamba, mukatab menutup di antara pusar dan lutut, dan wanita
merdeka menutup seluruh tubuh, kecuali di wajah dan kedua telapak
tangannya”.¹²
Membaca Al-Qurān dan salat merupakan pekerjaan yang
berhubungan dalam mencapai tujuan, yaitu ibadah kepada Allah
sebagai Sang Pencipta. Yang membedakan adalah, kalau ibadah salat
termasuk ibadah mahdhah, sedangkan membaca Al-Qurān termasuk
ibadah gairu mahdhah.
Ibadah mahdhah yaitu ibadah salat artinya tatacara ibadah salat
sudah diatur oleh Rasul saw sehingga ibadah yang dilakukan dengan cara
yang murni tidak terdapat penambahan atau pengurangan di dalamnya.
Sedangkan ibadah gairu mahdhah dalam membaca Al-Qurān yaitu
suatu perbuatan ibadah membaca Al-Qurān yang tidak diatur tatacara
yang berhubungan dengan adab ketika membacanya.

e. Pakaian bersih dan suci


Pakaian merupakan sarana menutup aurat supaya aurat seorang
pembaca Al-Qurān tetap suci, ditutup dengan pakaian yuang bersih dan
suci.
Pakaian yang bersih artinya pakaian yang tidak terdapat halangan
yang melekat padanya. Sedangkan pakaian yang suci adalah pakaian
yang tidak mengandung sesuatu yang dinilai najis oleh hukum syara.
Pakaian bersih dan suci merupakan simbol kebersihan dan
kesucian hati fisik dan hati seseorang. Perintah berpakaian bersih
dan suci dinisbatkan dengan pakaian yang dipakai rasul-rasul ketika
menerima wahyu. Ini telah ditetapkan dalam Al-Qurān, artinya: “Dan
________________________
¹² Mulaibari, Zainuddin, Fathul Muin, (Indonesia, tt), hal. 14.

bersihkanlah pakaianmu.”¹³
Pakaian bersih dan suci berguna bagi seseorang yang membaca
Al-Qurān. Karenanya seorang membaca Al-Qurān dapat konsentrasi
melalui membacanya, karena tidak terhambat adanya bau pakaian
atau warna pakaian kotor yang tidak bersahabat, yang mengakibatkan
gangguan bagi pembacanya.

f. Tempat yang tidak najis


Membaca Al-Qurān yang disyaratkan menempati pada tempat
yang tidak najis (suci) artinya tempat yang suci dari kotoran-kotoran.
Karenanya tempat yang kotor dapat mengganggu konsentrasi bagi
pembacanya.
Membaca Al-Qurān disyaratkan menempati pada posisi yang
tidak najis karena Al-Qurān merupakan kalam Allah yang suci, agar
terjaga kesuciannya disyaratkan menempati posisi yang suci ketika
membacanya.
Membaca Al-Qurān diqiyaskan dengan ibadah salat karena
membaca Al-Qurān merupakan salah satu rukun yang menjadikan
keabsahan salat seseorang. Salat seseorang tidak dianggap sah kalau
di dalamnya tidak terdapat bacaan sebagian dari ayat Al-Qurān.¹⁴
Sedangkan syarat sahnya salat salah satu syarat sahnya adalah suci
tempat dan pakaiannya. Seperti hadits Nabi, artinya: “Tidak diterima
salat seseorang kecuali suci.”¹⁵

g. Membaca ta'awudz
Membaca Al-Qurān disyaratkan membaca ta’awuz sebelum
membacanya. Karena ta'awudz merupakan lafaz yang berisi doa
memohon perlindungan kepada Allah dari godaan syaitan dan jin bagi
orang yang akan melakukan suatu pekerjaan. Firman Allah:
‫ْذ‬ ‫ْأ ْل‬
‫َف ِإَذ ا َق َر َت ا ُقْر آَن َف اْس َت ِع ِباِهَّلل ِمَن الَّش ْي َط اِن الَّر ِج يِم‬
artinya:
“Apabila engkau membaca Al-Qurān, mohonlah pertolongan kepada
Allah dari syaithon yang terkutuk.”¹⁶
Membaca ta'awudz merupakan bentuk permohonan perlindungan
kepada Allah dari godaan syaitan dan jin. Dengan perlindungan Allah
______________________
¹³ QS. Al-Muddatsir [74]: 4.
¹⁴ QS. Al-Muzzammil [73]: 20.
¹⁵ As-Suyuthi, Op.Cit. hal. 202.
¹⁶ QS. An-Nahl [16]: 98 dan QS. Al-Isra’ [17]: 45.

dari godaan, hati seorang pembaca Al-Qurān dapat tenang dan dapat
konsentrasi ketika membacanya, dan akan memperoleh hasil bacaan
yang maksimal.
Membaca ta'awudz dapat mendatangkan manfaat bagi pembaca
Al-Qurān. Karenanya dapat menjadikan dirinya percaya diri dalam
membacanya, merasa dirinya mendapat perlindungan dari Allah SWT.

2. Adab Ketika Membaca Al-Qurān


Adab ketika membaca Al-Qurān seharusnya memenuhi beberapa hal,
antara lain:
a. Membaca dengan tartil
Tartil artinya bagus. Membaca Al-Qurān dengan tartil artinya
melafadkan huruf-huruf Al-Qurān dengan jelas, bunyi hurufnya,
panjang dan pendeknya, ibtida dan waqafnya, ghunnah dan sukunnya
yang sesuai dengan pedoman ilmu tajwid. Membaca Al-Qurān dengan
tartil diperintahkan oleh Allah SWT:
‫َو َر ِّت ِل اْلُقْر آَن َت ْر ِتياًل‬
artinya:
“Dan bacalah Al-Qurān
dengan tartil”.¹⁷
Membaca Al-Qurān dengan tartil dapat berguna bagi orang yang
membaca. Ia dapat mendengarkan lafad bacaannya dengan menganganangan
lafad dan artinya yang terkandung dalam bacaannya.
Membaca Al-Qurān dengan tartil dapat berguna orang yang
mendengarkannya. Ia dapat mendengarkan bunyi lafaz bacaan itu,
dapat direspon isi kandungan bacaan itu.
Ini dapat menjadikan stimulus yang dapat menyentuh hati
orang yang membaca dan mendengarkan, dan dapat mengakibatkan
getaran hati, dan meningkatkan keimanan seseorang. Firman Allah,
artinya: “Apabila dibacakan kepada mereka ayat-ayat Allah maka dapat
menambah iman mereka”.¹⁸

b. Memperindah bacaan
Memperindah bacaan Al-Qurān artinya menghiasi bacaan-bacaan
Al-Qurān dengan suara yang indah dengan menyesuaikan bunyi huruf
dan panjang pendeknya sesuai dengan kaidah ilmu tajwid.
Memperindah bacaan Al-Qurān diperintahkan oleh Nabi saw.
______________________
¹⁷ QS. Al-Muzzamil [73]: 4.
¹⁸ QS. Al-Anfal [8]: 2.

artinya: “Hiasilah suara-suaramu dengan bacaan Al-Qurān”.19 Firman


Allah, artinya: “Dan bacalah Al-Qurān itu dengan perlahan-lahan”.²⁰
Menghiasi bacaan Al-Qurān dapat berguna bagi orang yang
membacanya. Ia dapat melantunkan bacaannya dengan indah dan
meresap di dalam hatinya sehingga hatinya merasa terhibur dengan
keindahannya bacaan itu.
Menghiasi bacaan Al-Qurān dapat berguna bagi orang yang
mendengarkannya (mustami’).
Mereka dapat mendengarkannya dengan
khidmad, dapat menyentuh pada hatinya hingga muncul perasaan
senang atas keindahan bacaan itu.

c. Membaca Al-Qurān dengan suara yang keras


Mengeraskan bacaan Al-Qurān artinya melafadkan huruf-huruf
dari ayat-ayat Al-Qurān dengan suara yang lantang, tidak ada suara yang
samar atau ragu-ragu bagi orang yang membacanya, sehingga dapat
didengarkan dengan jelas.
Mengeraskan bacaan Al-Qurān diperintahkan oleh Allah SWT,
artinya: “Katakanlah: “Serulah Allah atau serulah Ar-Rahman. Dengan
nama yang mana saja kamu seru, Dia mempunyai al-asmāul husna
(nama-nama yang terbaik) ....”²¹
Mengeraskan suara bacaan Al-Qurān dapat berguna bagi yang
membacanya. Ia dapat mendengarkan suara dan lafaz atau huruf AlQurān
itu sendiri, yang dapat mengontrol tekanan suara masing-masing
huruf dapat stabil.
Mengeraskan suara bacaan Al-Qurān dapat berguna bagi orang yang
mendengarkannya. Mereka dapat mendengarkan dengan jelas masing-masing
huruf yang dibaca, yang dapat mengontrol bacaan itu dan
mengerti isi kandungan bacaan Al-Qurān dengan mudah, tidak ragu-ragu.

d. Mengingat isi bacaan Al-Qurān


Yang dimaksud mengingat bacaan. Al-Qurān adalah ketika seseorang
membaca Al-Qurān.
Keadaan mengingat isi bacaan yang terkandung di
dalamnya, isi kandungan bacaan itu meliputi akidah, akhlak, hukum, dan
hikmah-hikmah serta nilai-nilai pendidikan yang ada di dalamnya.
_____________________
¹⁹ Al-Suyuthi, Op.Cit. hal.
²⁰ QS. Al-Muzzamil [73]: 4.
²¹ QS. Al-Isra’ [17]: 110.

Mengingat isi bacaan Al-Qurān diperintahkan oleh Allah SWT,


artinya: “Dan ingatlah apa yang dibacakan di rumahmu dari ayat-ayat
Allah dan hikmah (sunnah Nabi).”²²
Mengingat isi bacaan Al-Qurān dapat berguna bagi orang yang
membacanya. Seseorang dapat mengingat lafaz, makna, dan kandungan
yang berhubungan dengan nilai-nilai pendidikan.

e. Menghayati bacaan Al-Qurān


Menghayati bacaan Al-Qurān artinya memperhatikan dengan
mengkonsentrasikan pikiran pada bacaan itu ketika membacanya.
Memperhatikan bacaan Al-Qurān diperintahkan oleh Allah, artinya:
“Maka apakah mereka tidak memperhatikan Al-Qurān? Kalau kiranya
Al-Qurān itu bukan dari sisi Allah.”²³
Menghayati bacaan Al-Qurān dapat diketahui dengan cara
merasakan lewat “getaran hati” ketika dibacanya, dan menambah kualitas
iman seseorang. Firman Allah, artinya: “Sesungguhnya orang-orang yang
beriman itu adalah mereka apabila disebut nama Allah gemetar hati
mereka”.²⁴
Menghayati bacaan Al-Qurān dapat membuka tabir yang
menghalangi masuknya kesadarannya jiwa untuk memperdalam isi
kandungannya.
f. Menangis ketika membaca Al-Qurān
Menangis ketika mendengar bacaan Al-Qurān dengan mencucurkan
air mata akibat dari bacaan yang menyentuh jiwanya. Allah berfirman,
artinya: “Dan apabila mereka mendengarkan apa yang diturunkan
kepada Rasul (Muhammad), kamu lihat mata mereka mencucurkan air
mata”.²⁵
Menangis ketika mendengarkannya disebabkan karena mengetahui
kebenaran isi-isi kandungan Al-Qurān setelah mereka ketahuinya.
Ini dapat berguna bagi orang yang mendengarkannya yaitu dapat
melenturkan hati yang dapat mengakibatkan kesadaran baru untuk
berbuat kebaikan.
____________________
²² QS. Al-Ahzab [33]: 34.
²³ QS. An-Nisa [4]: 82.
²⁴ QS. Al-Anfal [8]: 2.
²⁵ QS. Al-Maidah [5]: 83.

Menangis ketika mendengar bacaan Al-Qurān atas bacaan sendiri


maupun orang lain, sehingga mengakibatkan lentur/lemahnya hati
seseorang. Ini dapat mendorong kesadaran baru sehingga muncul
kesadaran untuk membacanya dengan berulang-ulangm sehingga
menjadikan nilai hiburan yang menyenangkan dirinya.

3. Adab Sesudah Membaca Al-Qurān


Setelah membaca Al-Qurān diperintahkan untuk mengamalkan isi
kandungan Al-Qurān, mencintai dan mengikuti Allah SWT dan Rasul-Nya
mengambil pengajaran.

a. Berpegang teguh pada Al-Qurān


Berpegang teguh pada Al-Qurān maksudnya menjadikan AlQurān
sebagai dasar pemikiran. Artinya, merumuskan permasalahan
dan pemecahannya didasari dengan nilai-nilai yang ada dalam nas AlQurān.
Berpegang teguh pada Al-Qurān artinya menjadikan Al-Qurān
sebagai dasar dalam pengamalan menjalani kehidupan sehari-hari.
Firman Allah, artinya: “Wahai orang-orang yang beriman, taatlah
perintah Allah.”²⁶
Berpegang teguh pada Al-Qurān dengan cara bermuhasabah yaitu
meneliti ulang dalam perilaku kehidupan sehari-hari, sudah sesuai
dengan nilai-nilai nas Al-Qurān atau belum. Kalau perilaku sudah sesuai
dengan nilai-nilai yang ada di dalamnya, maka ini perlu diperhatikan
dan ditingkatkan pada tahapan yang lebih baik. Akan tetapi kalau
perilaku seseorang belum sesuai dengan nilai-nilai Al-Qurān, maka
dikaji ulang, dicari penyebabnya, dan diupayakan memperbaikinya agar
sesuai dengan nilai-nilai nas Al-Qurān.
Berpegang teguh pada Al-Qurān dapat memperkuat jiwa seseorang
menjadi kokoh dan tekun dalam menjalankan perintah dan menjauhi
larangan yang ada di dalam nilai-nilai Al-Qurān.

b. Mengamalkan isi kandungan Al-Qurān


Mengamalkan isi kandungan Al-Qurān maksudnya
memberdayakan anggota badan lisan untuk membacanya, mata untuk
melihat hurufnya, telinga untuk mendengarkan bacaannya, akal untuk
_______________________
²⁶ QS. Az-Zukhruf [43]: 43, QS. Yasin [36]: 11, QS. Ali Imran [3]: 7.

merekayasa pikiran dalam mengambil pengajaran, pikiran digunakan


untuk mengambil pengajaran, dan hati digunakan untuk merasakan
kandungan pengajaran yang ada di dalamnya.
Mengamalkan isi Al-Qurān diperintahkan oleh Rasul saw, artinya:
“Barangsiapa membaca Al-Qurān dan mengamalkannya isi kandungan
yang ada di dalamnya, maka di hari kiamat kedua orang tuanya
mengenakan pakaian koko yang lebih baik dari cahaya matahari di
dunia”.27
Mengamalkan isi kandungan Al-Qurān dapat memupuk keimanan
seseorang yang lebih baik. Seseorang dapat memraktikkan dalam
kehidupan sehari-hari. Ini dapat menghiasi hidupnya dengan nilainilai
Al-Qurān, sehingga hidupnya nampak indah sesuai nilai-nilai AlQurān.

c. Mencintai Allah dan Rasul-Nya


Maksudnya adalah adanya perasaan yang cenderung mentaati
perintah Allah yang tercantum dalam Al-Qurān dan perintah Rasul
yang tercantum dalam Al-Hadis.
Mencintai Allah dan Rasul-Nya diperintahkan oleh Allah, artinya:
“Katakanlah, jika engkau mencintai Allah, maka ikutilah aku...”.²⁷
Mencintai Allah dan Rasul-Nya dapat menambah keimanan
seseorang dalam berpegang pada ajaran yang terkandung di dalamnya.
Mencintai Allah dan Rasul-Nya dapat meningkatkan kecintaan
mengamalkan ajaran yang ada di dalamnya.

d. Meneladani akhlak Rasul sesuai dengan Al-Qurān


Meneladani akhlak Rasul dengan cara mencontoh terhadap perilaku
Rasul dari segi perkataan dan sikap terhadap Allah dan sesama manusia
dalam kehidupan sehari-hari. Akhlak Rasul digambarkan dalam AlQurān,
artinya: “Said bin Hasyim berkata, “Saya datang kepada Aisyah
r.a. bertanya kepadanya tentang akhlak Rasul. Ia menjawab, “Betul.
Akhlak Rasul saw adalah Al-Qurān”.”²⁸
Meneladani akhlak Rasul saw dalam kehidupan sehari-hari,
____________________________
²⁷ Syeikh Zainuddin bin Abdul Aziz bin Zainuddin Al-Mulaibari, Irsyadul Ibad, Semarang:
Maktabah Matbaah, tt, hal. 53.
²⁸ QS. Ali ‘Imran [3]: 31.
²⁹ Abu Hamid Muhammad bin Muhammad Al-Gazali, Ihya Ulumuddin Juz 2, (Mesir: Darul
Ulum, tt), hal. 353.

meliputi tatacara berbicara, sikap hidup terhadap Allah, terhadap orang


lain. Nilai-nilai akhlak Rasul dicantumkan dalam suatu hadis, artinya:
“Wahai Muadz aku berwasiat kepada engkau: takwa kepada Allah, jujur
dalam perkataan, menepati janji, menjalankan amanat, meninggalkan
amanat, menyapa tetangga, menyayangi anak yatim, bicara yang luwes,
menyampaikan salam, baik beramal, pendek angan-angan, menepati
(pegang teguh) iman, memahami. Al-Qurān, cintai akhirat, tidak sabar
dalam hitungan, merendahkan diri. Rasul melarang engkau (Muaz),
mencaci hakim, mendustakan orang yang jujur, mengikuti orang yang
berbuat dosa, maksiat kepada imam yang adil, merusak bumi. Rasul
berwasiat kepada engkau, takwa kepada Allah, ketika ada undangan
dan ikatan, mengakui tiap dosa, taubat sirri dengan sirri, taubat terangterangan
dengan terang-terangan”.³⁰

e. Muhasabah
Muhasabah artinya merenungkan diri dari amalan-amalan yang
telah lalu dengan cara mengangan-angan dengan pikiran dan perasaan
untuk memikirkan diri merasakan perilaku ketika dilakukan suatu
amalan tertentu.
Muhasabah diperintahkan Allah, artinya: “Wahai orang-orang
yang beriman bertakwalah kepada Allah, dan hendaklah setiap diri
memperhatikan apa yang telah diperbuatnya”.³¹
Muhasabah juga diperintahkan oleh Umar, artinya: “Telitilah
dirimu sebelum kamu diteliti dan timbanglah dirimu sebelum dirimu
ditimbang”.32
Muhasabah dapat berguna bagi kehidupan seseorang yang telah
membaca Al-Qurān. Ini dapat mengenang kembali bacaan-bacaannya,
isi kandungannya, dan diambil pengajaran.
Muhasabah dapat mengingatkan pembaca Al-Qurān mengenai
kebenaran, kesalahan, bacaan yang telah dilakukan. Apabila bacaannya
sudah benar perlu diperhatikan dan apabila terdapat kekeliruan
bacaannya dapat dibetulkan pada waktu berikutnya.

_____________________
³⁰ Ibid, hal. 353.
³¹ QS. A;-Hasyr [59]: 18.
³² Imam Abu Hamid Muhammad bin Muhammad Al-Gazali, Ihya Ulumuddin Juz 4, (Kairo:
Darul Ma’arif, tt), hal. 391.

B.Pengertian Al-Qur'an
Al-Qur’an secara bahasa adalah mashdar dari ‫يقرأ‬-‫( قرأ‬qara`a-yaqra`u), maknanya ada
dua, yaitu:
a.Sesuatu yang dibaca karena Al-Qur’an dibaca lisan-lisan manusia.
b.Pengumpul, karena Al-Qur’an adalah mengumpulkan kabar dan hukum.
Adapun secara istilah syar’i, Al Qur’an adalah Firman Allah yang diturunkan kepada
Rasul-Nya, penutup para Nabi, yaitu Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wasallam, diawali
dengan surat Al-Faatihah dan ditutup dengan surat An-Naas.³³
_______________________
³³ Ushuulun fit Tafsiir, Syaikh Muhammad Shalih Al-‘Utsaimin, hal. 6, dengan sedikit
perubahan.

Tujuan Al-Qur’anul Karim diturunkan

Syaikh Muhammad Shalih Al-‘Utsaimin rahimahullah mengatakan,

‫ وفهم معانيه والعمل به‬،‫ التعبد بتالوته‬:‫فالقرآن الكريم نزل ألمور ثالثة‬
“Al-Qur’an diturunkan untuk tiga tujuan beribadah dengan membacanya,memahami
maknanya dan mengamalkannya”³⁴
_______________________
³⁴http://www.ibnothaimeen.com/all/books/article_17959.shtml

C.Perbedaan Al-Qurān dan Hadits

1. “Al-Qur’an adalah Kalamullah”


Merupakan sumber hukum islam yang pertama dan merupakan Kalamullah. Al-Qur'an
adalah wahyu yang datangnya dari Allah SWT dan disampaikan kepada Nabi Muhammad
SAW untuk disebarkan sebagai pedoman hidup manusia
Semua huruf, lafadz, dan makna Al-Qur’an termasuk Kalamullah. Dalil bahwa Al-Qur’an
itu Kalamullah (Firman Allah), yaitu firman Allah Ta’ala:
‫َو ِإْن َأَح ٌد ِمَن اْلُم ْش ِر ِكيَن اْس َت َج اَر َك َف َأِج ْر ُه َح َّتٰى َي ْس َمَع َك اَل َم ِهَّللا ُثَّم َأْبِلْغ ُه َم ْأَم َن ُهۚ َٰذ ِلَك ِبَأَّنُهْم َق ْو ٌم اَل َي ْع َلُموَن‬
“Dan jika seorang diantara orang-orang musyrikin itu meminta perlindungan kepadamu,
maka lindungilah ia supaya ia sempat mendengar firman Allah (Al-Qur’an), kemudian
antarkanlah ia ketempat yang aman baginya. Demikian itu disebabkan mereka kaum yang
tidak mengetahui” (At-Taubah: 6).

2. “yang diturunkan”
Al-Qur’an adalah wahyu yang diturunkan kepada Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi
wasallam. Adapun dalil yang menunjukkan bahwa Al-Qur’an itu wahyu yang diturunkan,
yaitu firman Allah Ta’ala:
‫َش ْهُر َر َمَض اَن اَّلِذي ُأْن ِز َل ِفيِه اْلُقْر آُن ُه ًد ى ِللَّن اس‬
‫َو َب ِّي َن اٍت ِمَن اْلُهَد ٰى َو اْلُفْر َق اِن‬
“(Beberapa hari yang ditentukan itu ialah) bulan Ramadhan, bulan yang di dalamnya
diturunkan (permulaan) Al-Qur’an sebagai petunjuk bagi manusia dan penjelasan-
penjelasan mengenai petunjuk itu dan pembeda (antara yang hak dan yang bathil)” (Al-
Baqarah: 185).

3. “dan bukan diciptakan (bukan makhluk)”


Dalil yang menunjukkan bahwa Al-Qur’an itu bukan makhluk, yaitu firman Allah Ta’ala:
‫َأاَل َلُه اْلَخ ْلُق َو اَأْلْم ر‬
“Ingatlah, menciptakan dan memerintah hanyalah hak Allah” (Al-A’raaf: 54).
Penjelasan ayat di atas, disebutkan setelah ini.

4. “berasal hanya dari-Nya”


Al-Qur’an adalah ucapan (firman) yang berasal dari Allah dan Dia-lah yang pertamakali
mengucapkannya (berfirman).
Dalil bahwa Al-Qur’an berasal dari Allah, yaitu firman Allah Ta’ala
‫ُقْل َنَّز َلُه ُروُح اْلُقُد ِس ِمْن َر ِّب َك ِباْلَح ِّق ِلُيَث ِّبَت اَّلِذيَن آَم ُنوا َو ُه ًد ى َو ُبْش َر ٰى ِلْلُمْس ِلِميَن‬
“Katakanlah ‘Ruhul Qudus (Jibril) menurunkan Al-Qur’an itu dari Tuhanmu dengan benar,
untuk meneguhkan (hati) orang-orang yang telah beriman, dan menjadi petunjuk serta kabar
gembira bagi orang-orang yang berserah diri (kepada Allah)’” (An-Nahl:102).

5. “dan kembali kepada-Nya”


Ungkapan ini mengandung dua makna, yaitu:
a.Diangkat kepada-Nya, tidak ada lagi di hafalan manusia dan tidak ada pula di Mushhaf.
Diriwayatkan dari Hudzaifah radliyallaahu ‘anhu telah bersabda Rasulullah shallallaahu
‘alaihi wa sallam,
‫ َفَال َي ْب َق ى ِفي اَألْر ِض ِم ْن ُه آَي ٌة‬،‫َو َلُيْس َر ى َع َلى ِك َت اِب ِهللا َع َّز َو َج َّل ِفي َلْي َلٍة‬
“Dan benar-benar diangkatlah Kitabullah ‘Azza wa Jalla (Al-Qur’an) pada suatu malam
hingga tidak tersisa satu pun ayat darinya di muka bumi ini” (HR. Ibnu Majah dan Al-Hakim,
Al-Albani menshahihkannya.
(http://ferkous.com/home/?q=fatwa-952)

b.Makna yang kedua adalah hanya kembali kepada-Nya lah pensifatan-Nya dengannya,
yaitu hanya Allah lah yang disifati dengan berfirman dengan firman Al-Qur’an.
Di antara keyakinan Ahlus Sunnah wal Jama’ah tentang Al Quranul Karim adalah
kesepakatan kaum Muslimin (Ijma’) tentang kafirnya orang yang mengingkari surat, ayat,
atau huruf Al-Qur’an yang telah disepakati kaum Muslimin.³⁵
___________________
³⁵ Syarah Al-Wasithiyyah, Syaikh Muhammad Shaleh Al-Utsaimin.
Ushuulun fit Tafsiir, Syaikh Muhammad Shalih Al-‘Utsaimin.

C.Pengertian Hadits
Hadits merupakan Sumber hukum Islam yang kedua.
Sumber hukum Islam adalah suatu rujukan atau dasar yang utama dalam pengambilan
hukum Islam yang selanjutnya akan menjadi pokok dari ajaran Islam.
Sumber hukum Islam memiliki sifat dinamis, benar, dan mutlak. Sumber hukum ini juga
tidak akan pernah mengalami kemandegan, kefanaan, ataupun kehancuran.
Sumber hukum Islam menurut kesepakatan ulama ada empat, yaitu Al-Qur'an, hadits,
ijma dan qiyas. Ijma dan qiyas sering juga disebut ijtihad para ulama.
Sumber hukum Islam yang kedua adalah hadits Rasulullah SAW.
Secara bahasa hadits didefinisikan sebagai ucapan atau perkataan.
Sedangkan menurut istilah, hadits adalah ucapan, perbuatan, atau takrir Rasulullah
SAW yang dicontoh oleh umatnya dalam menjalani kehidupan.
Hadits sebagai sumber hukum Islam yang kedua setelah Al-Qur'an dijelaskan Allah
SWT dalam surah Al-Hasyr ayat 7 yang berbunyi,
‫َو َم ٓا ٰا ٰت ىُك ُم الَّر ُسْو ُل َف ُخ ُذ ْو ُه َو َم ا َنٰه ىُك ْم َع ْن ُه َفاْن َت ُهْو ۚا َو اَّتُقوا َهّٰللاۗ ِاَّن َهّٰللا َش ِد ْيُد اْلِع َقاِۘب‬
Artinya: "...Apa yang diberikan Rasul kepadamu terimalah. Apa yang dilarangnya bagimu
tinggalkanlah. Bertakwalah kepada Allah. Sesungguhnya Allah sangat keras hukuman-Nya."
Hal ini semakin diperkuat dengan sabda Rasulullah SAW,
‫َت َر ْك ُت ِفيُك ْم َأْم َر ْين َلْن َت ِض ُّلوا َم ا َت َمَّس ُكُتْم ِبِه َم ا ِك َت اَب ِهَّللا َو ُس َّنَة َن ِبِّيِه‬
( ‫) رواه مالك‬
Artinya: "Telah aku tinggalkan untukmu dua perkara: kamu tidak akan tersesat selama kamu
berpegang teguh pada keduanya, yaitu kitab Allah (Al-Qur'an) dan sunah Nabi- Nya." (HR
Malik)
Adapun beberapa fungsi hadits yang perlu diketahui antara lain:
1. Penjelas Ayat Al-Qur'an (Bayan At-Tafsir)
fungsi hadits adalah untuk menjelaskan ayat-ayat Al-Qur'an yang belum jelas dan rinci,
serta menafsirkan ayat yang umum, menjelaskan maknanya, memberi batas atau syarat
ayat Al-Qur'an yang mutlak, dan mengkhususkan yang umum.

2. Penguat Ayat Al-Qur'an (Bayan At-Taqrir)


Fungsi hadits sebagai sumber hukum Islam yang kedua bukan berarti menambahkan
atau menjelaskan apa yang terdapat dalam Al-Qur'an, namun hanya sekadar menetapkan,
memperkokoh, dan mengungkapkan kembali apa yang terdapat di dalamnya.

3. Penetapan Hukum (Bayan At-Tasyri')


Hadits juga berfungsi sebagai penetapan hukum. Artinya, hadits berguna untuk
menetapkan hukum baru yang belum diatur dalam Al-Qur'an secara terperinci.
Hadits dalam segala bentuknya (qauli, fi'li, dan taqriri) juga dinyatakan sebagai suatu
kepastian hukum terhadap berbagai persoalan yang muncul dan tidak dapat ditemukan
dalam Al-Qur'an.
Contohnya adalah: hadits yang menjelaskan zakat fitrah, di mana hal ini tidak dijelaskan
secara rinci dalam Al-Qur'an.
‫َأن َر ُسوَل ِهَّللا َص َّلى ُهللا َع َلْيِه َو َس َّلَم َف َر َض َز َكاَة اْلِفْط ِر ِمْن َر َمَض اَن َع َلى الَّن اِس َص اَع اِمْن َت ْم ٍر َأْو َص اًعا ِمْن َش ِعْي ِر َع َلى ُك ِّل َح ٍر َأْو َع ْبِد‬
)‫َذ َك ٍر َأْو ُأْنَث ى ِمَن اْلُمْس ِلِمْي َن (رواه مسلم‬

Artinya: "Bahwasanya Rasulullah SAW telah mewajibkan zakat fitrah kepada umat Islam
pada bulan Ramadan satu sukat (sha') kurma atau gandum untuk setiap orang, baik
merdeka atau hamba, laki-laki atau perempuan muslim." (HR Muslim).³⁶
____________________
³⁶ H. Aminudin dan Harjan Syuhada dalam bukunya yang berjudul Al-Qur'an Hadis
menjelaskan fungsi hadits….

D.KESIMPULAN

Membaca Al-Qurān adalah suatu pengamalan bernilai ibadah kepada


Allah, yang dapat dilakukan dengan cara memberdayakan lisan, mata
(penglihatan), pendengaran, akal dan hati.
Membaca Al-Qurān merupakan perintah Allah dan Rasul-Nya,
sehingga diperlukan ilmu tentang tata cara membacanya agar terhindar dari
kesalahan. Oleh karenanya, membaca Al-Qurān dengan baik dan benar
diperlukan adab untuk menjalankannya, yaitu adab sebelum, ketika, dan
setelah membaca Al-Qurān.
1. Adab sebelum membaca Al-Qurān yang harus dipenuhi adalah: niat
beribadah, suci dari hadas kecil dan hadas besar, menghadap qiblat,
menutup aurat, pakaian bersih dan suci, dan tempat tidak najis (suci),
serta membaca ta’awuz.
2. Adab ketika membaca Al-Qurān antara lain: membaca dengan
tartil, memperindah bacaan, suara yang keras, mengingat isi bacaan,
menghayatinya, dan menangis ketika membacanya.
3. Adab setelah membaca Al-Qurān diperintahkan untuk mengamalkan
isi kandungan Al-Qurān, mencintai dan mengikuti Allah dan RasulNya,
serta mengambil pelajaran.
Kemudian Al qur'an dan Al hadits merupakan dua pedoman bagi keselamatan
kehidupan manusia,maka hendaklah manusia tersebut benar-benar mempelajarinya.

Anda mungkin juga menyukai