Anda di halaman 1dari 20

PELAPORAN NARKOTIKA, PSIKOTROPIKA, DAN PREKURSOR

Kelas : B
Disusun oleh:
1. Muhammad Wildan Aziz 215070500111006
2. Jessica Jasmine 215070500111012
3. Faishal Nashif Guntoro 215070500111014
4. Btari Aisyah Sendari 215070501111002
5. Alifda Nurhayati 215070501111004
6. Fahma Nurmadani 215070501111006
7. Risma Finka Firdausi 215070501111008
8. Alisha Dini Irsalina 215070501111016
9. Faizatul Mukaromah 215070501111024
10. Muhammad Rafly MBS 215070507111024

PROGRAM STUDI SARJANA FARMASI


FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS BRAWIJAYA
2021

i
KATA PENGANTAR

Puji dan syukur atas kehadirat Tuhan Yang Maha Esa karena atas rahmat dan karunia-
Nya yang telah memberikan kesehatan dan kelapangan waktu bagi penyusun sehingga
penyusun dapat menyelesaikan paper ini tepat pada waktunya. Paper ini kami susun guna
memenuhi tugas tambahan mata kuliah Etika & Perundang-Undangan farmasi.
Secara garis besar paper ini membahas mengenai Pelaporan narkotika, psikotropika dan
prekursor pada Industri Farmasi, PBF (Pedagang Besar Farmasi), Apotek, IFRS (Instalasi
Farmasi Rumah Sakit) dan TOB (Toko Obat Berizin).
Dengan demikian paper ini diharapkan dapat memberikan informasi dan kontribusi
positif mengenai tahap-tahap Pelaporan narkotika, psikotropika dan prekursor. Penyusun
menyadari bahwa paper ini masih jauh dari sempurna. Oleh karena itu, penyusun dengan
senang hati akan menerima segala bentuk kritik yang bersifat membangun dan saran-saran dari
berbagai pihak yang akhirnya dapat memberikan manfaat bagi paper ini. Akhir kata, penyusun
mengucapkan terima kasih.

Malang, 31 Desember 2021

ii
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR......................................................................................................................... ii
DAFTAR ISI .......................................................................................................................................iii
BAB I PENDAHULUAN .................................................................................................................... 1
1.1 Latar Belakang .......................................................................................................................... 1
1.2 Rumusan Masalah .................................................................................................................... 2
1.3 Tujuan........................................................................................................................................ 2
BAB II PEMBAHASAN ..................................................................................................................... 3
2.1 Pelaporan di Industri Farmasi ................................................................................................. 3
2.2 Pelaporan di PBF (Pedagang Besar Farmasi) ......................................................................... 4
2.3 Pelaporan di Apotek ................................................................................................................. 5
2.4 Pelaporan di IFRS (Instalasi Farmasi Rumah Sakit) ............................................................. 6
2.5 Pelaporan di TOB (Toko Obat Berizin) .................................................................................. 7
2.6 Pelaporan online melalui SIPNAP (Sistem Pelaporan Narkotika dan Psikotropika) .......... 8
BAB III KESIMPULAN................................................................................................................... 10
DAFTAR PUSTAKA ........................................................................................................................ 11
LAMPIRAN ...................................................................................................................................... 12

iii
BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Menurut Permenkes RI Nomor 72 tahun 2016 pengelolaan sediaan farmasi, alat kesehatan,
dan bahan medis habis pakai merupakan suatu kegiatan yang dimulai dari pemilihan,
perencanaan kebutuhan, pengadaan, penerimaan, penyimpanan, pendistribusian, pemusnahan
dan penarikan, pengendalian, dan administrasi. Tujuan dilakukannya pengelolaan sediaan
farmasi, alat kesehatan, dan bahan medis habis pakai supaya sediaan farmasi, alat kesehatan,
bahan medis habis pakai tersedia dengan mutu yang baik dalam jumlah dan saat yang tepat
sesuai dengan spesifikasi dan fungsi yang telah ditetapkan dan memiliki daya guna yang dapat
diaplikasikan dengan baik. Pengelolaan sediaan farmasi dan alat kesehatan berdasarkan
Undang – Undang RI Nomor 36 tahun 2009 tentang kesehatan pasal 104 ayat 1 menyatakan
bahwa pengamanan sediaan farmasi dan alat kesehatan diselanggarakan untuk melindungi
masyarakat dari bahaya yang disebabkan oleh penggunaan sediaan farmasi dan alat kesehatan
yang tidak memenuhi persyaratan mutu dan/atau keamanan dan/atau khasiat/kemanfaatan.
Narkotika, psikotropika, dan prekursor merupakan salah satu sediaan farmasi yang harus
diperhatikan pengelolaannya dikarenakan sediaan tersebut sangat rentan disalahgunakan di
kalangan masyarakat. Salah satu bagian dari pengelolaan narkotika, psikotropika, dan
prekursor adalah pelaporan. Pelaporan merupakan suatu kumpulan dari catatan dan data dari
kegiatan administrasi sediaan farmasi, tenaga dan perlengkapan kesehatan yang kemudian
disajikan kepada pihak yang memiliki kepentingan. Laporan penggunaan obat narkotika dan
psikotropika dapat dilakukan melalui media online SIPNAP (Sistem Pelaporan Narkotika dan
Psikotropika). Tujuan pencatatan dan pelaporan menurut Peraturan Menteri Kesehatan Nomor
74 tahun 2016 adalah bukti bahwa pengelolahan sediaan farmasi dan bahan medis habis pakai
telah dilakukan, sumber data untuk melakukan pengaturan dan pengendalian, dan sumber data
untuk pembuatan laporan. Sediaan farmasi narkotika, psikotropika, dan prekursor yang
digunakan tanpa adanya pengendalian dan pengawasan atau digunakan secara tidak rasional
akan mengakibatkan efek samping, dimana seseorang dapat mengalami ketergantungan
terhadap obat dan mengakibatkan fungsi vital organ tubuh bekerja dengan tidak normal. Dalam
pengelolaannya setiap sarana pelayanan farmasi wajib untuk memperhatikan prosedur
pengelolaan untuk narkotika, psikotropika,dan prekursor sesuai dengan peraturan perundang –
undangan yang berlaku. Oleh karena itu, penting untuk mengetahui Standar Oprasional
Prosedur pelaporan narkotika, psikotropika, dan prekursor agar dalam penggunaannya tidak
terjadi penyalagunaan.

1
1.2 Rumusan Masalah
1 Bagaimana mekanisme pelaporan di Industri Farmasi?
2 Bagaimana mekanisme pelaporan di PBF (Pedagang Besar Farmasi)?
3 Bagaimana mekanisme pelaporan di Apotek?
4 Bagaimana mekanisme pelaporan di IFRS (Instalasi Farmasi Rumah Sakit)?
5 Bagaimana mekanisme pelaporan di TOB (Toko Obat Berizin)?
6 Bagaimana mekanisme pelaporan narkotika, psikotropika, dan prekursor secara online?

1.3 Tujuan
1 Agar mekanisme pelaporan di Industri Farmasi dapat diketahui
2 Agar mekanisme pelaporan di PBF (Pedagang Besar Farmasi) dapat diketahui
3 Agar mekanisme pelaporan di Apotek dapat diketahui
4 Agar mekanisme pelaporan di IFRS (Instalasi Farmasi Rumah Sakit) dapat diketahui
5 Agar mekanisme pelaporan di TOB (Toko Obat Berizin) dapat diketahui
6 Agar mekanisme pelaporan narkotika, psikotropika, dan prekursor secara online dapat
diketahui.

2
BAB II PEMBAHASAN

2.1 Pelaporan di Industri Farmasi

Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia nomor 3 tahun 2015 pasal 45 ayat 1
Peraturan Kepala BPOM Republik Indonesia nomor 40 tahun 2013 BAB II

“Industri Farmasi yang memproduksi narkotika, psikotropika, dan prekursor farmasi wajib
menyampaikan laporan produksi dan penyaluran produk jadi narkotika, psikotropika, dan
prekursor farmasi kepada Direktur Jenderal dengan tembusan Kepala Badan”

Jenis Laporan Waktu Pelaporan Tujuan


xx
xx

xx
Setiap kali kegiatan Dirjen Binfar
Laporan Realisasi importasi atau dengan tembusan
Impor dan Ekspor eksportasi (paling Kabadan c.q.
lambat 2 minggu Ditwas Napza
(Lampiran 1&2) sejak diterima)

Laporan
xx
xx

xx

Pemasukan dan
Dirjen tembusan
penggunaan
Setiap bulan Kabadan c.q.
prekursor untuk
Ditwas Napza dan
produksi Kabalai
(Lampiran 3)

Laporan Hasil
xx
xx

xx

Produksi dan Dirjen tembusan


Penyaluran Obat
Setiap bulan Kabadan c.q.
mengandung Ditwas Napza dan
Prekursor Kabalai
(Lampiran 4)
xx
xx

xx

Laporan Hasil Ketidaksesuaian Kabadan tembusan


Investigasi Ketidak stok berulang Kabalai Besar/
Sesuaian Stok paling sedikit 3 Balai POM
(Lampiran 5) bulan berturut setempat

3
xx
xx

xx
Laporan Kabadan c.q.
Kehilangan Ditwas Napza
Prekursor Farmasi Setiap kali kejadian
atau kegiatan tembusan Dirjen
(Lampiran 6) dan Kabalai Besar

xx
xx

xx
Laporan Kabadan c.q.
Pemusnahan Setiap kali kejadian Ditwas Napza
Prekursor Farmasi atau kegiatan tembusan Dirjen
(Lampiran 7) dan Kabalai Besar
xx
xx

xx
Laporan Penarikan Setiap kali kejadian Dirjen Binfar
Obat yang atau kegiatan dengan tembusan
Mengandung Kabadan cq.
Prekursor Farmasi Ditwas Napza
dari Peredaran

2.2 Pelaporan di PBF (Pedagang Besar Farmasi)


Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia nomor 3 tahun 2015 pasal 45 ayat 2
”PBF yang melakukan penyaluran Narkotika, Psikotropika dan Prekursor Farmasi dalam
bentuk obat jadi wajib membuat, menyimpan, dan menyampaikan laporan pemasukan dan
penyaluran Narkotika, Psikotropika, dan Prekursor Farmasi dalam bentuk obat jadi setiap bulan
kepada Kepala Dinas Kesehatan Provinsi dengan tembusan Kepala Badan/Kepala Balai.“

Peraturan Kepala BPOM Republik Indonesia nomor 40 tahun 2013 BAB III
“PBF pengelola Prekursor Farmasi/obat mengandung Prekursor Farmasi wajib membuat dan
menyimpan catatan serta mengirimkan laporan.”
“Pencatatan dilakukan terhadap setiap tahapan pengelolaan Prekursor Farmasi/obat
mengandung Prekursor Farmasi mulai dari pengadaan, penyimpanan, penyaluran, penanganan
kembalian, penarikan kembali (recall), pemusnahan dan inspeksi diri secara tertib dan akurat
serta disahkan oleh penanggung jawab PBF.”

Jenis Pelaporan Waktu Pelaporan Tujuan Pelaporan


Laporan reealisasi impor Setiap kali kegiatan Dirjen Binfar tembusan
dan pendistribusian importasi atau eksportasi KaBadan cq. Ditwas Napza
Prekursor Farmasi oleh IT selambat-lambatnya 7
Prekursor Farmasi (tujuh) hari sejak

4
(Lampiran 8) diterimanya Prekursor
Farmasi
Laporan realisasi ekspor, Setiap kali kegiatan Dirjen Binfar tembusan
bila PBF melakukan importasi atau eksportasi KaBadan cq. Ditwas Napza
ekspor/reekspor selambat-lambatnya 7
(Lampiran 2) (tujuh) hari sejak
diterimanya Prekursor
Farmasi
Laporan penyaluran obat Setiap bulan Kepala Badan c.q.
mengandung Prekursor Direktorat Pengawasan
Farmasi oleh PBF Napza dan Kepala Balai
(Lampiran 9)
Laporan kehilangan Setiap kali kejadian/kegiatan Kepala Badan dengan
Prekursor Farmasi/obat tembusan Direktur Jenderal,
mengandung Prekursor Kepala Balai setempat, dan
Farmasi Kepala Dinas Kesehatan
(Lampiran 5) Propinsi setempat
Laporan pemusnahan Setiap kali kejadian/kegiatan Kepala Badan dengan
Prekursor Farmasi/obat tembusan Direktur Jenderal,
mengandung Prekursor Kepala Balai setempat, dan
Farmasi Kepala Dinas Kesehatan
(Lampiran 6) Propinsi setempat

2.3 Pelaporan di Apotek


Pelaporan sediaan narkotika, psikotropika, dan prekursor dijelaskan dalam Peraturan
Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 3 Tahun 2015 Tentang Peredaran,
Penyimpanan, Pemusnahan, dan Pelaporan Narkotika, Psikotropika, dan Prekursor Farmasi.
Laporan yang di buat oleh Apotek meliputi 2 jenis, yakni pelaporan narkotika dan psikotropika
yang memiliki kegunaan untuk audit POM dan keperluan perencanaan (Lampiran 10 & 11).

Pelaporan narkotika, psikotropika dan prekursor farmasi masuk ke dalam pelaporan


eksternal, yakni pelaporan yang dibuat untuk memenuhi kewajiban sesuai dengan ketentuan
peraturan perundang-undangan, meliputi pelaporan narkotika, psikotropika dan pelaporan
lainnya. Pelaporan dilakukan melalui sistem elektronik yang disebut dengan SINAP (Sistem
Pelaporan Narkotika dan Psikotropika) dengan menggunakan username dan password yang
dimiliki oleh setiap apotek. Laporan narkotika, psikotropika, dan prekursor dilaporkan atau
ditujukan kepada Dinas Kesehatan Kabupaten atau kota dengan tembusan ke Balai BPOM
dalam bentuk soft copy. Kemudian dilakukan rekapitulasi laporan di tingkat kabupaten atau
kota dan dilanjutkan rekapitulasi di tingkat nasional.

DINKES Rekapitulasi Rekapitulasi


Apotek, IF RS, IF Klinik, Input data di Laporan
Kabupaten/kota
Lembaga Iptek, dan dokter
SINAP dan tembusan Kabupaten/ Laporan
praktik perorangan Nasional
Balai BPOM Kota

5
Pelaporam narkotika dan psikotropika dilakukan setiap bulannya yang diinput oleh
apoteker atau asisten apoteker, kemudian setelah input lengkap, data akan diimpor sebelum
tanggal 10 (pada bulan berikutnya). Pelaporan yang dilakukan melalui SINAP nama, bentuk
sediaan, dan kekuatan NPP, jumlah persediaan awal dan akhir, tanggal, no. dokumen, dan
sumber penerimaan, jumlah yang diterima, tanggal, no. dokumen, dan tujuan penyaluran,
jumlah yang disalurkan, no. bets dan kedaluwarsa penerimaan atau penyaluran, persediaan
awal dan akhir.
Tahapan pelaporan narkotika dan psikotropika di apotek

Entry
Registrasi Pilih Produk
Laporan

Notifikasi Notifikasi Kirim


registrasi Persetujuan Laporan

Verifikasi Persetujuan
Cetak
(Dinkes (Dinkes
Laporan
Kab/Kota) Kab/Kota)

2.4 Pelaporan di IFRS (Instalasi Farmasi Rumah Sakit)


Menurut Permenkes RI No. 3 Tahun 2015, Apotek, Instalasi Farmasi Rumah Sakit,
Instalasi Farmasi Klinik, Lembaga Ilmu Pengetahuan, dan dokter praktik perorangan wajib
membuat, menyimpan, dan menyampaikan laporan pemasukan dan penyerahan/penggunaan
Narkotika dan Psikotropika, setiap bulan kepada Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota
dengan tembusan Kepala Balai setempat.
Pelaporan meliputi laporan nama, bentuk sediaan, kekuatan Narkotika, Psikotropika,
dan/atau Prekursor Farmasi, jumlah persediaan awal dan akhir bulan, jumlah yang diterima,
jumlah yang diserahkan. Pelaporan penggunaan obat narkotika dan psikotropika dapat
dilakukan secara online melalui website SIPNAP (Sistem Pelaporan Narkotika dan
Psikotropika). Data penggunaan narkotika dan psikotropika diinput setiap bulan oleh apoteker
kemudian di upload dengan jangka waktu paling lambat tanggal 10 bulan berikutnya .
Berdasarkan Peraturan Kepala BPOM No. 7 Tahun 2016 disebutkan bahwa apoteker
Penanggung Jawab/Apoteker Pendamping/Kepala Instalasi Farmasi wajib membuat dan
mengirimkan laporan kehilangan Obat-Obat Tertentu yang disampaikan setiap kali kejadian
kepada Kepala Badan c.q. Direktur Pengawasan Narkotika, Psikotropika dan Zat Adiktif
dengan tembusan Kepala Balai Besar/Balai POM setempat paling lambat 5 (lima) hari kerja
setelah terjadinya kehilangan. Serta Apoteker Penanggung Jawab/Apoteker
Pendamping/Kepala Instalasi Farmasi wajib melakukan investigasi atas kehilangan Obat-Obat
Tertentu dan mengirimkan laporan hasil investigasi paling lambat 1 (satu) bulan sejak kejadian.

6
Jenis Pelaporan Waktu Pelaporan Tujuan Pelaporan

laporan pemasukan Kepala Dinas


setiap bulan paling Kesehatan
dan penyerahan
lambat tanggal 10 Kabupaten/Kota
narkotika dan dengan tembusan
bulan berikutnya
psikotropika Kabalai setempat

setiap kali kejadian Kabadan c.q. Ditwas


paling lambat 5 Napza dengan
laporan kehilangan
(lima) hari kerja tembusan Kabalai
setelah kejadian POM setempat

setiap kali kejadian Kabadan c.q. Ditwas


laporan investigasi paling lambat 1 Napza dengan
kehilangan (satu) bulan setelah tembusan Kabalai
kejadian POM setempat

Kepala Suku Dinas


Kesehatan
laporan pemusnahan setiap kali kejadian Kabupaten/Kota dan
Kabalai POM
setempat

2.5 Pelaporan di TOB (Toko Obat Berizin)

Toko Obat Berizin (TOB) wajib membuat dan menyimpan catatan penyerahan serta
pengeluaran obat mengandung Prekursor Farmasi Efedrine dan Pseudoefedrine
dalam bentuk sediaan tablet dan laporan kehilangan

7
Kepala Badan dengan
tembusan Kepala Balai
Laporan Setiap kali
setempat, dan Kepala
kehilangan kejadian/kegiatan
Dinas Kesehatan Provinsi
setempat

Pencatatan dan pelaporan obat narkotika, psikotropika, dan prekursor di TOB


dilakukan setiap tahapan pengelolaan mulai dari pengadaan, penyimpanan,
penyerahan secara tertib dan akurat serta disahkan oleh penanggung jawab TOB

2.6 Pelaporan online melalui SIPNAP (Sistem Pelaporan Narkotika dan Psikotropika)
Aplikasi SIPNAP merupakan aplikasi sistem pelaporan obat golongan narkotika dan
psikotropika (SIPNAP) yang dikembangkan dan dikelola oleh Direktorat Bina Produksi dan
Distribusi Kefarmasian, Ditjen Binfar dan Alkes, Kementerian Kesehatan Republik Indonesia.
Aplikasi ini diperuntukkan bagi seluruh unit pelayanan apotek, klinik, rumah sakit, instalasi
farmasi kabupaten/kota, Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota dan Dinas Kesehatan Provinsi
seluruh Indonesia (Susanti, 2018).
Tujuan dari SIPNAP
a) Memperoleh data yang valid dan real-time dalam proses pengambilan keputusan dan
penentuan kebijakan,
b) Memudahkan dalam memonitor kemungkinan adanya penyimpangan/kebocoran ke jalur
ilegal untuk obat dalam pengawasan,
c) Memudahkan dalam melakukan analisa dan penyusunan laporan,
d) Laporan yang paper-less, terpusat, mudah diakses, dan didistribusikan
Penyampaian laporan obat golongan narkotika dan psikotropika dilakukan setiap bulan
dengan cara mengirim laporan menggunakan lembar kerja elektronik melalui website
http://www.sipnap.kemkes.go.id. Pelaporan diawasi langsung oleh petugas SIPNAP Dinas
Kesehatan Kabupaten/Kota, Dinas Kesehatan Provinsi dan Kementrian Kesehatan RI. Hasil
laporan SIPNAP dapat dicetak sebagai arsip di unit layanan masing-masing. Laporan yang
diterima oleh Kementrian Kesehatan akan dilaporkan ke International Narcotic Control Board
(INCB).

8
Aplikasi SIPNAP

Sarana Dinkes Dinkes Provinsi Kemenkes


Pelayanan Kab/Kota • Akses Data • Akses Data
IF Kab/Kota • Persetujuan Laporan Laporan
• Entri Laporan Registrasi • Akses Data • Akses Data
• Kirim Laporan • Menerima & Sarana Sarana
• Rekapitulasi
Akses Data • Maintenance
Laporan • Update sarana Produk

Proses Penyampaian Laporan (online)

9
BAB III KESIMPULAN

Pengelolaan sediaan farmasi, alat kesehatan, dan bahan medis habis pakai merupakan
suatu kegiatan yang dimulai dari pemilihan, perencanaan kebutuhan, pengadaan, penerimaan,
penyimpanan, pendistribusian, pemusnahan dan penarikan, pengendalian, dan administrasi.
Kegiatan ini bertujuan agar sediaan farmasi, alat kesehatan, dan bahan medis habis pakai
tersedia dalam mutu, jumlah serta tepat guna. Hal ini karena narkotika, psikotropika, dan
prekursor merupakan sediaan farmasi yang harus diperhatikan pengelolaannya agar tidak
disalahgunakan di kalangan masyarakat. Dengan mempelajari pengelolaan sediaan farmasi,
alat kesehatan, dan bahan medis habis pakai pada tahapan pelaporan dapat diketahui
mekanisme pelaporan di industri farmasi, PBF (Pedagang Besar Farmasi), apotek, IFRS
(Instalasi Farmasi Rumah Sakit), dan TOB (Toko Obat Berizin).

10
DAFTAR PUSTAKA

Amalia, T. dan Ramadhan, D. K. 2019. Analisis kegiatan pengelolaan sedian farmasi, alat
kesehatan dan bahan medis habis pakai berdasarkan Permenkes RI Nomor 72 tahun
2016 di RS X Kabupaten Bekasi. Jurnal Inkofar. 1(2): 13-20
Anggraini, W., Geni, W. S., Putri, G., Maimunah, S., dan Syahrir, A. 2020. Buku Pedoman
Pelayanan Kefarmasian di Apotek. UIN Maulana Malik Ibrahim. Malang.
Peraturan Kepala Badan Pengawasan Obat dan Makanan Republik Indonesia Nomor 40 tahun
2013 Tentang Pedoman Pengelolaan Prekursor Farmasi dan Obat Mengandung
Prekursor Farmasi. 27 Juni 2013. Badan Pengawasan Obat dan Makanan Republik
Indonesia. Jakarta.
Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 3 Tahun 2015 Tentang Peredaran
Penyimpanan Pemusnahan dan Pelaporan Narkotika Psikotropika dan Prekursor
Farmasi. 5 Januari 2015. Berita Negara Republik Indonesia. Jakarta.
Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 72 Tahun 2016 Tentang Standar
Pelayanan Kefarmasian di Rumah Sakit. 9 Januari 2017. Berita Negara Republik
Indonesia. Jakarta.
Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 74 Tahun 2016 Tentang Standar
Pelayanan Kefarmasian di Puskesmas. 2 Februari 2017. Berita Negara Republik
Indonesia. Jakarta.
Petunjuk Teknis Standart Pelayanan di Apotek. 2019. Kementerian Kesehatan Republik
Indonesia. Jakarta.
SINAP User Manual untuk Apotek. 2014. Kementerian Kesehatan Republik Indonesia

Susanti, J. 2018. Evaluasi Ketersediaan Serta Aplikasi Sistem Pelaporan Obat Golongan
Narkotika dan Psikotropika pada Apotek di Kota Medan, pp. 1–168.
Undang – Undang Nomor 36 Tahun 2009 Tentang Kesehatan. 13 Oktober 2009. Berita Negara
Republik Indonesia. Jakarta.

11
LAMPIRAN

Lampiran 1 (Contoh Form Laporan Realisasi Impor)

Lampiran 2 (Contoh Form Laporan Realisasi Ekspor)

12
Lampiran 3 (Contoh Form Laporan Penyaluran Obat mengandung Prekursor
Farmasi)

Laporan 4 (Contoh Form Laporan Hasil Produksi dan Penyaluran Obat Mengandung
Prekursor Farmasi)

13
Lampiran 5 (Contoh Form Laporan Hasil Investigasi Ketidaksesuaian Stok)

Laporan 6 (Contoh Form Laporan Kehilangan Prekursor Farmasi)

14
Laporan 7 (Contoh Form Berita Acara Pemusnahan Prekursor Farmasi)

Lampiran 8 (Contoh Form Laporan reealisasi impor dan pendistribusian Prekursor


Farmasi oleh IT Prekursor Farmasi)

15
Lampiran 9 (Contoh Form Laporan penyaluran obat mengandung Prekursor Farmasi
oleh PBF)

Lampiran 10 (Contoh Form Laporan Apotek Narkotika)

16
Lampiran 11 (Contoh Form Laporan Apotek Psikotropika)

Lampiran 12 (Contoh Form Laporan Pengadaan dan Penyerahan Obat Mengandung


Prekursor Farmasi untuk Pencatatan efedrin dan pseudoefdrin tablet)

17

Anda mungkin juga menyukai