Anda di halaman 1dari 29

MEMBANGUN KESADARAN SEJARAH KRITIS DAN

INTEGRATIF UNTUK INDONESIA MAJU

BUILDING THE CRITICAL AND INTEGRATIVE HISTORICAL


CONSCIOUSNESS FOR INDONESIA ONWARD

Joshua Jolly Sucanta Cakranegara1


Universitas Gadjah Mada
(joshuajollysc1723@gmail.com)

Abstrak – Makalah ini membahas pembangunan kesadaran sejarah yang kritis dan integratif
untuk mendukung visi Indonesia Maju. Hal ini tidak terlepas dari apa yang terjadi belakangan
ini, bahwa telah muncul sejumlah kerajaan fiktif dengan klaim historis yang tidak masuk akal
dan dinilai mengancam integrasi bangsa. Berdasarkan fenomena tersebut dan telaah konsep
melalui studi pustaka, makalah ini bertujuan untuk memberikan pemahaman yang komprehensif
seputar kesadaran sejarah yang perlu dibangun di tengah masyarakat, terlebih lagi di tengah era
pasca-kebenaran saat ini. Kesadaran sejarah sangat penting karena baik pemikiran kritis maupun
nasionalisme dapat berkembang. Fenomena terkini telah menjadi momentum bahwa
membangun kesadaran sejarah seharusnya lebih didorong untuk mencegah dampak destruktif
dari kemajuan teknologi informasi, seperti berita palsu yang mengarah pada kasus kriminal dan
merugikan orang banyak. Jika ditelusuri ke belakang, persoalan ini bukanlah hal baru. Para
sejarawan sudah sejak lama mengingatkan pentingnya membangun kesadaran sejarah. Peran
setiap pihak sangat penting, mulai dari akademisi, dunia pendidikan, hingga masyarakat luas. Oleh
sebab itu, membangun kesadaran sejarah bukan berarti ketinggalan zaman. Banyak inovasi dapat
dilakukan sehingga kesadaran sejarah tetap memiliki relevansi dengan kekinian dan keakanan.
Dengan demikian, kesadaran sejarah dapat menjadi semakin nyata dan sejarah dapat dirasakan
menjadi milik semua.
Kata Kunci: berita bohong, integrasi bangsa, kerajaan fiktif, kesadaran sejarah, pemikiran kritis

Abstract – This paper discusses the building of rational and integrative historical consciousness to
sustain the vision of Indonesia Onward. This is inseparable from what has happened lately, that there
have emerged several fictitious empires by an unreasonable historical claim and considered to
threaten the national integration. Based on this phenomenon and the study of concept through
literature study, this paper aims to provide a more comprehensive understanding of historical
consciousness that needs to be built amid society, especially during the post-truth era at this time.
Historical consciousness is very important because both critical thinking and nationalism can be
developed. The latest phenomenon has become a momentum that building historical consciousness
should be more encouraged to anticipate the destructive effects of information technology advances,
such as hoax that leads to criminal cases and harms many people. If traced back, this problem was not
new. Historians have long reminded the importance of building historical consciousness. The role of
each party is very important, starting from academics, education, to the wider community.
Therefore, building historical consciousness does not mean out of date. Many innovations can be
done so historical consciousness still has relevance to the present and future. Thus, historical
consciousness can become increasingly real and history can be felt to belong to all.
Keywords: hoax, national integration, fictitious kingdoms, historical consciousness, critical thinking
1
Mahasiswa Program Studi S1 Sejarah, Departemen Sejarah, Fakultas Ilmu Budaya, Universitas Gadjah Mada
Yogyakarta.
Membangun Kesadaran Sejarah Kritis ... | Joshua Jolly Sucanta Cakranegara | 1
Pendahuluan di dunia pada 15 Agustus 2020 mendatang.3

P
ada awal 2020, masyarakat Tidak sampai di situ saja,
Indonesia dihebohkan dengan belakangan diketahui para petinggi
kemunculan sejumlah ‘kerajaan kerajaan fiktif ditangkap oleh pihak
fiktif’. Kerajaan tersebut antara lain kepolisian, dengan tuduhan utama
Keraton Agung Sejagat dan Sunda penipuan dan penyebaran berita bohong.
Empire. Tidak tanggung-tanggung, Tuduhan tersebut memiliki alasan yang
mereka membuat klaim yang fantastis kuat, sebab ditemukan indikasi tindakan
dan cenderung tidak rasional. Di satu sisi, kriminal berupa penipuan yang
Keraton Agung Sejagat, menurut ‘raja’ merugikan ‘para pengikutnya’ berjuta-
Totok Santoso Hadiningrat, merupakan juta rupiah.
bagian dari kekaisaran dunia yang Lantas, pertanyaan yang timbul
muncul sebagai konsekuensi telah adalah mengapa hingga ratusan orang
berakhirnya perjanjian 500 tahun yang yang mengikuti kerajaan fiktif tersebut?
lalu antara Majapahit dan Portugis. Sejarawan Wildan Sena Utama,
Perjanjian yang dibuat pada 1518 itu menyatakan bahwa sekurang-kurangnya
diteken oleh penguasa Majapahit, Prabhu terdapat tiga hal yang harus
Natha Girindrawardhana Dyah diperhatikan, yakni konspirasi, frustasi,
Ranawijaya, dengan Portugis sebagai dan eskapisme. Sebagai seorang
wakil orang Barat.2 sejarawan, ia tidak menampik bahwa
Di sisi lain, muncul pula Sunda fenomena ini harus dilihat dalam
Empire yang klaimnya tidak kalah kacamata yang luas, tidak hanya dari
menarik. Mereka mengaku sebagai kacamata historis. Karangan-karangan
kekaisaran matahari atau kekaisaran konspirasional
bumi yang memiliki misi besar yang jelas tidak masuk akal pun tetap
memperbaiki tatanan dunia baru dan dapat meraup pengikut, yang setelah
berharap pemerintahan seluruh dunia ditelusuri didominasi oleh orang dewasa
mengikuti arahan dari Bandung. Bahkan, hingga lanjut usia. Oleh sebab itu, Wildan
mereka mengklaim dapat menghentikan menyatakan ada kecenderungan frustasi
senjata nuklir dan didukung oleh pendiri serta eskapisme dari masyarakat atas
Microsoft Bill Gates dan pendiri Ali Baba ketidakhadiran negara dalam kehidupan
Jack Ma. Tidak hanya itu, para petinggi yang sesungguhnya. Di sisi lain, ia
Sunda Empire menyatakan sedang juga mengkritik bagaimana orientasi
bersiap menunggu berakhirnya pendidikan di negeri ini tidak menuju
kekuasaan negara-negara pembentukan nalar kritis. Kombinasi
berbagai faktor itulah yang
1

menyebabkan fenomena ini, meski tidak


rasional, tetap
2
Dipna Videlia Putsanra, “Fenomena Keraton
Sejagat dan Sunda Empire yang Muncul di keraton-sejagat-dan-sunda-empire-yang-muncul-
Indonesia”, dalam http://tirto.id/fenomena- di-indonesia-etfA, 17 Januari 2020, diakses pada 20

2 | Jurnal Pertahanan & Bela Negara | April 2020, Volume 10 Nomor 1


Februari 2020. 3
Wildan Sena Utama, “Fantasi Kerajaan Fiktif,
Fenomena Sosial Apa?”, dalam http://news.detik.
com/kolom/d-4885185/ fantasi-kerajaan-fiktif-
fenomena-sosial-apa, 4 Februari 2020, diakses
pada 20 Februari 2020.

Membangun Kesadaran Sejarah Kritis ... | Joshua Jolly Sucanta Cakranegara | 3


memiliki pengikut yang banyak, yang sejarah. Alasannya adalah untuk menjadi
juga menderita kerugian tidak sedikit.4 ‘pembenaran’ kepada masyarakat.6
Pola fenomena ini sejatinya telah Dengan demikian, seharusnya melalui
diprediksi sejak lama. Ong Hok Ham kesadaran sejarah, fenomena ini dapat
telah memberikan kesadaran bahwa ditanggulangi sedini mungkin.
sesungguhnya sering terjadi apa yang Penyalahgunaan sejarah memang
disebut sebagai ‘pemalsuan’ atau tidak dapat dihindari. Hal tersebut sangat
‘penyalahgunaan ilmu sejarah’. Hal ini jauh dari hakikat sejarah sesungguhnya.
tidak dapat dilepaskan dari fungsi sejarah Kuntowijoyo menegaskan hakikat sejarah
di tengah masyarakat, seperti fungsi melalui definisi yang lugas, yakni “sejarah
legitimasi atau fungsi memberi teladan merupakan rekonstruksi masa lalu”.7 Ia
bagi generasi muda. Dengan fungsi pun menegaskan bahwa sejarah tentu
tersebut, Ong mengingatkan bahaya memiliki kegunaan sehingga orang harus
yang timbul darinya, yakni fakta atau belajar darinya. Guna sejarah menurut
proses sejarah ‘dipakai seenaknya saja’ Kuntowijoyo terdiri dari dua aspek, yakni
oleh berbagai macam kalangan. guna intrinsik dan guna ekstrinsik. Guna
Memang, fungsi legitimasi dalam intrinsik sejarah meliputi (1) sejarah
berbagai tulisan sejarah sejak dahulu sebagai ilmu, (2) sejarah sebagai cara
tidak dapat ditampik. Berbagai naskah mengetahui masa lampau, (3) sejarah
kuno seperti babad, hikayat, dan sebagai pernyataan pendapat, dan (4)
sebagainya disusun untuk menonjolkan sejarah sebagai profesi. Guna ekstrinsik
sosok teladan sekaligus mengagungkan sejarah meliputi fungsi-fungsi pendidikan,
kebesaran kerajaan. Tidak jarang, di sini yaitu pendidikan (1) moral, (2) penalaran,
terdapat upaya ‘pemalsuan’. Meski (3) politik, (4) kebijakan, (5) perubahan,
demikian, Ong menyatakan hal tersebut (6) masa depan, (7) keindahan, dan
tidak sangat merugikan, alias innocent. (8) ilmu bantu. Selain itu, sejarah juga
Ong bahkan telah memprediksi berfungsi sebagai (9) latar belakang, (10)
pemalsuan yang berakibat pada perang, rujukan, dan (11) bukti.8
kekejaman, atau kerugian yang
Segudang kegunaan sejarah
berdampak bagi orang banyak. Terkait
5
tersebut menjadi nyata jika kesadaran
pemalsuan sejarah oleh kerajaan fiktif
untuk berpikir kritis dan bertindak
tersebut, Pakar Budaya Kerajaan
rasional mulai dibangun. Pola pikir dan
Nusantara yang juga Guru Besar
tindakan ini dapat diperoleh dengan
Arkeologi Universitas Indonesia (UI), 6
Havid Al Vizki, “Kerajaan Fiktif Mengarang
Agus Aris Munandar berpendapat Sejarah”, dalam http://www.republika.co.id/
senada. Ia menyatakan bahwa kerajaan berita/q4gp1g216/kerajaan-fiktif-mengarang-
sejarah, 21 Januari 2020, diakses pada 20 Februari
fiktif tersebut telah ‘mengarang’ 2020.
4
Ibid.
7
Kuntowijoyo, Pengantar Ilmu Sejarah,
5
Ong Hok Ham, Wahyu yang Hilang Negeri yang (Yogyakarta: Tiara Wacana, 2013), hlm. 14.
Guncang, (Jakarta: KPG (Kepustakaan Populer
8
Lihat lebih lanjut pada ibid, hlm. 15-28.
Gramedia), 2018), hlm. 419-420.

4 | Jurnal Pertahanan & Bela Negara | April 2020, Volume 10 Nomor


menumbuhkembangkan kesadaran ada sekarang; bagaimana masing-masing
sejarah, terlebih lagi fenomena (atau kekhususan ini (particulars) dapat berlalu
kasus kriminal) belakangan ini dan berakhir secara khusus di situ.9
‘menggunakan’ sejarah sebagai amunisi Aspek kekhususan atau keunikan setiap
utamanya. Segenap insan bangsa dan pelaku sejarah ditekankan olehnya.
negara harus menanamkan kesadaran
Robert F. Berkhofer (1931-2012),
sejarah sejak dini sehingga berbagai
seorang ahli filsafat sejarah dari Amerika
‘pemalsuan’ sejarah dapat dihindari.
Serikat, menyatakan bahwa kesadaran
Oleh sebab itu, tulisan ini bermaksud sejarah didasarkan pada kesadaran
untuk memaparkan pandangan sejumlah tentang waktu (consciousness of time)
sejarawan dan pengamat sejarah, melalui melalui pengalaman masa lalunya.10
sejumlah karyanya, terhadap konsep Hal senada disampaikan oleh Djoko
kesadaran sejarah dan pelaksanaannya Suryo. Kesadaran sejarah sesungguhnya
dalam kehidupan bermasyarakat, merupakan satu dimensi historis yang
berbangsa, dan bernegara. Dengan mengandung konsep waktu. Kesadaran
demikian, melalui pandangan-pandangan sejarah sesungguhnya bisa dialami secara
tersebut, masyarakat menjadi semakin perseorangan. Akan tetapi, kesadaran
sadar akan pentingnya kesadaran sejarah sejarah yang bersifat kolektif lebih
serta meningkatkan pembangunan penting. Kesadaran semacam itu
kesadaran sejarah, yang memperkuat terdapat di setiap masyarakat, baik
pemikiran kritis sekaligus memperkokoh masyarakat tradisional maupun
kesatuan dan kebangsaan. masyarakat modern. 11

Menyambung pernyataan Djoko


Apa itu Kesadaran Sejarah? Suryo, Taufik Abdullah menyatakan
bahwa terdapat dua corak kesadaran
Pertanyaan pertama yang tentu timbul
sejarah yang masih dalam proses
adalah apa itu kesadaran sejarah? Hans-
peralihan, yaitu kesadaran yang bersifat
Georg Gadamer (1900-2002), seorang ahli
etnis dan kesadaran yang bersifat
filsafat sejarah dari Jerman, menyatakan
nasional. Kesadaran corak pertama
bahwa kesadaran sejarah adalah suatu
bertolak dari regional concept of history
kesadaran penuh akan historisitas setiap
yang bersifat etnis-kultural. Kesadaran
ini mementingkan fairness kewajaran
hal yang ada sekarang (present) dan
relativitas dari semua opini. Kesadaran
9
Helius Sjamsuddin, Metodologi Sejarah,
(Yogyakarta: Ombak, 2019), hlm. 139-140.
sejarah tertarik untuk mengetahui, bukan 10
Robert F. Berkhofer, A Behavioral Approach to
bagaimana orang-orang (men), manusia- Historical Analysis, (New York: Free Press, 1969),
hlm. 216-217.
manusia (people), atau negara-negara 11
Djoko Suryo, “Kesadaran Sejarah”, dalam
berkembang pada umumnya, melainkan Ayatrohaedi (ed.), Pemikiran tentang Pembinaan
Kesadaran Sejarah, (Jakarta: Direktorat Sejarah
sebaliknya, bagaimana orang ini, manusia dan Nilai Budaya Direktorat Jenderal Kebudayaan
ini, atau negara ini menjadi seperti yang Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan, 2012),
hlm. 25-26.
Membangun Kesadaran Sejarah Kritis ... | Joshua Jolly Sucanta Cakranegara | 5
kultural demi terbinanya integrasi sosial Ombak, 2012), hlm. 38-39.
dan kontinuitas kultural dari komunitas
etnis. Kesadaran corak kedua sedang
tumbuh dan ditumbuhkan. Kesadaran
sejarah yang bersifat nasional di satu
sisi menjalin hubungan yang bersifat
antar-lokal, tetapi di sisi lain menjadikan
kesadaran sejarah lokal irrelevant.12
Dalam konteks kekinian, hal tersebut
masih terjadi.
A. Daliman mendasarkan
pengertian kesadaran sejarah
berdasarkan kenyataan bahwa manusia
memiliki memori. Melalui memori,
manusia memiliki kesadaran sejarah,
yakni menyadari pengalaman masa
lampaunya baik individual maupun
kolektif. Kesadaran sejarah menyadarkan
bagaimana masa lampau atau silam itu
membentuk kehidupan manusia
sekarang ini dan yang akan datang.13
Kesadaran sejarah menurut A. Daliman
mencakup dua hal, yaitu kesadaran akan
perubahan dan kesadaran akan waktu.
Kesadaran akan perubahan sejatinya
merupakan hal yang paradoksial. Kita
semakin sadar akan adanya ketunggalan
dan kebhinekaan, kontinuitas dan
diskontinuitas, serta struktur dan proses
pertumbuhan. Di samping itu, kesadaran
akan waktu menyadarkan manusia untuk
melihat masa lampau, masa kini, dan
masa depan merupakan tri tunggal waktu
yang tak terpisahkan, saling berkaitan,
saling
12
Taufik Abdullah, “Pembinaan Kesadaran dan
Penjernihan Sejarah”, dalam Ayatrohaedi (ed.),
Pemikiran tentang Pembinaan Kesadaran Sejarah,
(Jakarta: Direktorat Sejarah dan Nilai Budaya
Direktorat Jenderal Kebudayaan Kementerian
Pendidikan dan Kebudayaan, 2012), hlm. 5-6.
13
A. Daliman, Manusia dan Sejarah, (Yogyakarta:

6 | Jurnal Pertahanan & Bela Negara | April 2020, Volume 10 Nomor


mengandaikan dan diandaikan.14 Senada Direktorat Sejarah dan Nilai Tradisional Direktorat
Jenderal Kebudayaan Departemen Pendidikan
dengan hal tersebut, Nurcholish Madjid dan Kebudayaan, 1997), hlm. 165.
menyatakan bahwa kesadaran sejarah
merupakan kesadaran bahwa suatu
peristiwa atau tampilnya tokoh masa
lalu selalu terwujud dalam hubungan
dinamik dengan faktor ruang dan
waktu, sehingga hal itu tidak dapat
dipandang dan dinilai sebagai hal yang
berdiri sendiri.15
Ismail menjabarkan pengertian
kesadaran sejarah sebagai berikut.
Kesadaran sejarah adalah lebih dari
sekadar mengetahui fakta-fakta sejarah.
Akan tetapi, ia mengingatkan bahwa
kesadaran sejarah semata-mata harus
dimulai dari mengetahui fakta-fakta
sejarah. Akan tetapi, pengetahuan akan
fakta-fakta sejarah belum dapat
dikatakan sebagai kesadaran sejarah.
Kesadaran atau consciousness adalah
lebih dari itu. Kesadaran sejarah adalah
pengetahuan tentang fakta-fatka
sejarah, ditambah pengetahuan tentang
sebab-musababnya antara fakta-fakta
itu. Lebih lanjut, Ismail menyatakan
bahwa kesadaran sejarah mencakup
beberapa hal, yaitu (1) pengetahuan
tentang fakta-fakta sejarah serta
hubungan kasualnya; (2) pengisian alam
pikiran kita dengan logika; dan (3)
peningkatan hati nurani kita dengan
hikmah kearifan dan kebijaksanaan,
untuk
14
A. Daliman, Pengantar Filsafat Sejarah,
(Yogyakarta: Ombak, 2017), hlm. 74-76.
15
Nurcholish Madjid, “Masyarakat dan
Kesadaran Sejarah”, dalam Restu Gunawan
(ed.), Kongres Nasional Sejarah Tahun 1996 Sub
Tema Perkembangan Teori dan Metodologi dan
Orientasi Pendidikan Sejarah, (Jakarta: Proyek
Inventarisasi dan Dokumentasi Sejarah Nasional

Membangun Kesadaran Sejarah Kritis ... | Joshua Jolly Sucanta Cakranegara | 7


menghadapi masa-masa sekarang dan pedoman dalam menentukan sikap dan
masa depan, dengan belajar dan perilaku.18
bercermin kepada pengalaman-
Berdasarkan sejumlah pendapat
pengalaman masa lampau. Melalui ketiga
pengertian di atas, dapat ditarik
hal tersebut, ia menegaskan bahwa
beberapa poin penting yang berkaitan
kesadaran sejarah adalah suatu sikap
dengan kesadaran sejarah, yakni sebagai
kejiwaan dan state of mind, yang
berikut. Pertama, kesadaran sejarah lahir
merupakan kekuatan untuk ikut aktif
dari individu yang sadar akan dirinya,
dalam proses dinamika sejarah. Jiwa
lalu berkembang menjadi kesadaran
yang bijaksana merupakan hikmah dari
kolektif di masyarakat sekitarnya. Kedua,
kearifan kesadaran sejarah.16 senada
kesadaran sejarah pada hakikatnya
dengan uraian tersebut, I G. Widja secara
merupakan kesadaran terhadap waktu
lebih ringkas menyatakan bahwa
dan perubahan, kesadaran akan trilogi
kesadaran sejarah tidak lain merupakan
waktu, yakni masa lalu, masa kini, dan
kondisi kejiwaan yang menunjukkan
masa depan. Ketiga, kesadaran sejarah
tingkat penghayatan pada makna dan
berkaitan erat dengan konteks kultural
hakikat sejarah bagi masa kini dan bagi
maupun intelektual masyarakat.
masa yang akan datang.17
Keempat, kesadaran sejarah merupakan
Kesadaran sejarah merupakan integrasi antara kesadaran intelektual,
bagian tak terpisahkan dari “apa itu kultural, dan psikologis masyarakat.
sejarah”. Harlem Siahaan memaparkan Kelima, kesadaran sejarah merupakan
bahwa terminologi sejarah bermakna bagian tak terpisahkan dari ilmu sejarah
ganda, yaitu sebagai (1) disiplin ilmu, yang berhubungan dengan konteks
(2) metode, (3) peristiwa atau kejadian, ‘kebenaran’ sebagai pedoman sikap dan
(4) kisah tentang masa lampau, dan perilaku masyarakat.
(5) suatu bentuk kesadaran (historical
consciousness). Terkait makna terakhir,
Mengapa Kesadaran Sejarah Penting?
ia menjelaskan bahwa kesadaran sejarah
merupakan kristalisasi kumpulan dan Sartono Kartodirdjo menyatakan dengan
rangkaian masa lalu yang sudah dianggap lugas bahwa bangsa yang tidak mengenal
sebagai fakta keras atau ‘kebenaran’ sejarahnya juga kehilangan identitas atau
sehingga dipandang patut menjadi kepribadiannya. Pengetahuan sejarah
16
Ismail, “Peranan Sejarah dalam Pembangunan,
merupakan sebuah conditio sine qua non
Suatu Uraian tentang Wawasan Jati Diri, Sejarah (syarat mutlak) untuk membentuk dan
dan Pembangunan”, dalam Anhar Gonggong
(ed.), Seminar Sejarah Nasional V Subtema memantapkan identitas serta
Pengajaran Sejarah, (Jakarta: Proyek Inventarisasi kepribadian nasional. Oleh sebab itu,
dan Dokumentasi Sejarah Nasional Direktorat
Sejarah dan Nilai Tradisional Direktorat Jenderal
pembangunan
Kebudayaan Departemen Pendidikan dan 18
Harlem Siahaan, “Nasionalitas, Nasionalisme,
Kebudayaan, 1990), hlm. 25-26. dan Kesadaran Sejarah”, dalam Nina Herlina
17
I G. Widja, Pengantar Ilmu Sejarah: Sejarah dalam Lubis (ed.), 80 Tahun Prof. Dr. Sartono
Perspektif Pendidikan, (Semarang: Percetakan Kartodirdjo: Pelopor Sejarah Indonesia, (Bandung:
Satya Wacana, 1988), hlm. 56. Masyarakat Sejarawan Indonesia Cabang Jawa
8 | Jurnal Pertahanan & Bela Negara | April 2020, Volume 10 Nomor
Barat dan Satya Historika, 2001), hlm. 81.

Membangun Kesadaran Sejarah Kritis ... | Joshua Jolly Sucanta Cakranegara | 9


kesadaran sejarah, melalui pengetahuan Ombak, 2016), hlm. ix.
22
Fitrah, “Masyarakat Indonesia dan Kesadaran
sejarah, mampu membangkitkan
perasaan tanggung jawab sosial dan
moral terhadap segala kegiatan
pembangunan bangsa. 19

Senada dengan hal itu, Helius


Sjamsuddin menyatakan bahwa sejarah
sebagai pengalaman-pengalaman masa
lampau menjadikan manusia dapat
‘berguru’ dan ‘belajar’ untuk menjadi
lebih bijak. Manusia harus dapat menarik
nilai-nilai pelajaran sebagai pedoman
hidup dan inspirasi untuk masa-masa
yang akan datang. Ungkapan historia
magistra vitae atau sejarah adalah guru
kehidupan menjadi relevan.20 Ungkapan-
ungkapan lain juga dipaparkan oleh
Taufik Abdullah. Jargon-jargon seperti
“jangan sekali-kali meninggalkan
sejarah”, “sejarah tak hanya
pengetahuan, tetapi juga menyangkut
kesadaran”, hingga “belajarlah dari
sejarah” sudah ‘berada di luar kepala’.21
Ungkapan seorang filsuf asal spanyol
George Santayana (1863-1952), “mereka
yang gagal mengambil pelajaran dari
sejarah dipastikan akan mengulangi
pengalaman sejarah itu” menjadi relevan
pada konteks kekinian. Oleh sebab itu,
ungkapan klise, yang sering berseliweran
di masyarakat Indonesia, seperti “masa
lalu biarlah masa lalu, atau yang lalu
biarlah berlalu, yang sudah terjadi biarlah
terjadi, untuk apa dikenang lagi”
merupakan ungkapan yang tidak
berdasar.22
19
Sartono Kartodirdjo, Pendekatan Ilmu Sosial
dalam Metodologi Sejarah, (Yogyakarta: Ombak,
2017), hlm. 296-297.
20
Helius Sjamsuddin, op.cit, hlm. 181.
21
Taufik Abdullah dan Abdurrachman Surjomihardjo
(eds.), Ilmu Sejarah dan Historiografi, (Yogyakarta:

10 | Jurnal Pertahanan & Bela Negara | April 2020, Volume 10 Nomor


Menurut Nurcholish, kesadaran http://geotimes.co.id/opini/
masyarakat-indonesia-dan-kesadaran-sejarah/, 23
sejarah memang perlu ditanamkan September 2018, diakses pada 29 Februari 2020.
dalam masyarakat. Ia 23
Nurcholish Madjid, op.cit, hlm. 168.
24
Soedjatmoko, “Kesadaran Sejarah dan
bahkanmenegaskan bahwa suatu Pembangunan”, Prisma, Vol. V, No. 7, 1976, hlm.
bangsa akan sulit berkembang jika 12-14.
kesadaran sejarah itu tidak ada atau
lemah. Kesadaran sejarah, menurutnya,
merupakan pendekatan yang
‘ekonomis’ untuk

menumbuhkembangkan kebudayaan
dan peradaban melalui akumulasi
pengalaman kemanusiaan.23
Soedjatmoko, melalui artikelnya,
telah lama mengingatkan bahwa
kesadaran sejarah sangat diperlukan
dalam proses pembangunan bangsa. Ia
menyatakan bahwa bangsa Indonesia
memerlukan kesadaran sejarah supaya
masyarakat menjadi peka terhadap
dimensi waktu di dalam proses
perwujudan suatu masyarakat dan
kebudayaan baru. Kesadaran sejarah
juga membimbing manusia pada
pengertian mengenai diri sendiri sebagai
bangsa, kepada self understanding of a
nation, kepada sangkan paran (asal-usul
dan tujuan) suatu bangsa, persoalan
what we are, why we are, what we are.
Dengan kesadaran sejarah, fenomena
yang ia sebut sebagai instant
utopianism, yang timbul dari frustasi-
frustasi yang sangat tajam dan
radikalisasi yang buta, dapat dihadapi.
Soedjatmoko pun pada akhirnya
menegaskan bahwa kesadaran sejarah
adalah urusan kita semua, seluruh
bangsa Indonesia.24 Menjadi menarik
bahwa apa
Sejarah”, dalam

Membangun Kesadaran Sejarah Kritis ... | Joshua Jolly Sucanta Cakranegara | 11


yang diutarakan Soedjatmoko sejak lama Harlem Siahaan menegaskan
terjadi kembali pada konteks kekinian, pernyataan S. Budhisantoso. Ia
dengan munculnya sejumlah kerajaan menyimpulkan bahwa kesadaran
fiktif sebagaimana disampaikan di awal. sejarah memiliki korelasi tak terpisahkan
Senada dengan pernyataan dengan nasionalitas dan nasionalisme.
Soedjatmoko, Ismail menyatakan bahwa Nasionalitas merupakan fenomena
kesadaran sejarah sangat diperlukan awal menuju pembentukan negara-
dalam pembangunan. Ia merumuskan bangsa. Pembentukan ini kemudian
secara ringkas bahwa dengan adanya diperkuat dengan ideologi kebangsaan
kesadaran sejarah, bangsa Indonesia (nasionalisme). Ideologi ini dapat
akan berkembang menjadi lebih baru, terbangun dengan mapan apabila
lebih maju, lebih kaya, namun tanpa kesadaran sejarah terus dibina. Derajat
kehilangan identitas, kehilangan kohesi dan integrasi bangsa dapat
kepribadian, dan kehancuran dasar dipertahankan dan ditingkatkan melalui
kultural. Dengan kata lain, masyarakat pembinaan kesadaran sejarah. Sebagai
Indonesia menjadi masyarakat yang sebuah kesadaran kolektif, kesadaran
‘berketahanan nasional’.25 sejarah seharusnya menghadirkan
Pernyataan serupa diutarakan pengalaman masa lalu yang tidak
oleh S. Budhisantoso. Ia menempatkan diskriminatif sehingga tidak memicu
kesadaran sejarah dalam kerangka ‘kebangkitan’ dendam sejarah yang
pembinaaan budaya bangsa. Melalui menjadi faktor utama disintegrasi
kesadaran sejarah, masyarakat menjadi kehidupan berbangsa dan bernegara.
sadar bahwa Indonesia terlahir sebagai Pada akhirnya, kesadaran sejarah
satu kesatuan sosial melalui proses diperlukan sebagai sumber inspirasi dan
sejarah yang akhirnya mempersatukan dorongan bagi kemajuan negara-bangsa
banyak suku bangsa dalam satu bangsa di masa depan. Sebagaimana ditegaskan
Indonesia. Ia menegaskan bahwa oleh Sartono di awal, ketiadaan rasa
kesadaran sejarah dapat berfungsi bangga (sense of pride) melalui
sebagai pengikat (penguat integrasi kesadaran sejarah merupakan awal
bangsa) dan pengarah pengembangan ‘keruntuhan’ sebuah negara-bangsa.27
kebudayaan nasional Indonesia yang Dalam konteks kemajuan zaman,
tidak hanya bertumpu pada apa yang Juraid Abdul Latief menyatakan bahwa
telah diwariskan oleh nenek moyang kehidupan dewasa ini semakin mengarah
pendahulu, melainkan juga senantiasa pada pola kehidupan yang pragmatis.
menyesuaikan diri dengan Pertanyaan kemudian timbul, yakni ‘apa
perkembangan masyarakat dan
Pembinaan Kesadaran Sejarah, (Jakarta: Direktorat
pembaruan lingkungan lebih luas. 26
Sejarah dan Nilai Budaya Direktorat Jenderal
25
Ismail, op.cit, hlm. 38-40. Kebudayaan Kementerian Pendidikan dan
26
S. Budhisantoso, “Kesadaran Sejarah dalam Kebudayaan, 2012), hlm. 22-23.
Pengembangan Kebudayaan Nasional
27
Harlem Siahaan, op.cit, hlm. 91-92.
Indonesia”, dalam Ayatrohaedi (ed.), Pemikiran
tentang
12 | Jurnal Pertahanan & Bela Negara | April 2020, Volume 10 Nomor
kegunaan atau keuntungan praktis dari Sejarah, (Jakarta: Bumi Aksara, 2006), hlm. 48-53.
pembinaan kesadaran sejarah?’ Juraid
menegaskan bahwa jika keuntungan
materi yang dicari, maka tidak akan
ditemukan apa-apa. Akan tetapi,
pembangunan mental, semangat jiwa
etis, dan muatan moral terkandung
di dalamnya. Nilai-nilai elementer
suatu bangsa, seperti nasionalisme,
patriotisme, demokrasi, cinta damai
dan kejujuran, keadilan, dan sebagainya
menjadi semakin relevan jika dihadapkan
pada tantangan masa kini. Ia
memberikan contoh secara konkret.
Kesadaran sejarah tidak mengajarkan
suatu teknologi, tetapi melalui
kesadaran sejarah, laju perkembangan
ilmu pengetahuan dan teknologi tidak
menjadi ‘liar’. Semangat berteknologi
dapat lahir dari kesadaran sejarah. Oleh
sebab itu, seharusnya kesadaran sejarah
tidak lagi dinilai sebagai sesuatu yang
‘ketinggalan zaman’.28
Jika pernyataan Juraid
dihubungkan dengan konteks fenomena
kerajaan fiktif, dapat dilihat sebuah
kontradiksi bahwa tanpa pembinaan
kesadaran sejarah yang berkelanjutan,
‘keuntungan materi’ diperoleh secara
tidak bertanggung jawab. Mentalitas
‘jalan pintas’ terbukti menuai dampak
destruktif bagi pengembangan pemikiran
kritis sekaligus jiwa kebangsaan
(integratif). Tentu, hal ini patut
ditanggulangi, sebab bukan hal yang
mustahil fenomena demikian dapat
berulang, bahkan menimbulkan dampak
destruktif yang lebih besar.

28
Juraid Abdul Latief, Manusia, Filsafat, dan
Membangun Kesadaran Sejarah Kritis ... | Joshua Jolly Sucanta Cakranegara | 13
Dalam konteks lebih luas, era 29
Lee McIntyre, Post-Truth, (Cambridge: MIT
Press, 2018), hlm. 5.
saat ini merupakan era derasnya arus
informasi akibat pesatnya kemajuan
teknologi. Konsekuensinya adalah
seringkali informasi yang beredar tidak
dapat diperiksa ‘kebenaran’ faktual-
argumentatifnya. Informasi yang
berseliweran cenderung memikat secara
psikologis, tetapi ‘membahayakan’
secara logis. Sebagian besar masyarakat
menjadi percaya atas informasi yang
diterima tanpa disaring secara kritis,
terlebih dalam hal-hal yang berkaitan
dengan substansi historis. Era inilah
yang disebut sebagai era pasca-
kebenaran (post-truth) menurut Lee
McIntyre.29

Bagaimana Cara
Membangun Kesadaran
Sejarah?
Sebelum menjawab pertanyaan
tersebut, terdapat satu hal penting yang
patut dipahami, yakni bagaimana
kesadaran sejarah berkembang dalam
perjalanan sejarah bangsa Indonesia.
Seperti telah disampaikan sebelumnya,
terutama oleh Taufik Abdullah,
kesadaran sejarah bangsa Indonesia
tidak terlepas dari kesadaran sejarah
lokal dan kesadaran sejarah nasional.
Sartono Kartodirdjo menjelaskannya
lebih rinci bagaimana kesadaran sejarah
masyarakat Indonesia tradisional telah
muncul, melalui sejumlah warisan
seperti tradisi lisan dan tertulis,
prasasti, kronik, hikayat, babad, dan
sebagainya. Dalam warisan tersebut,
wacana sejarah yang dibangun
(historiografi) tidak terlepas dari

14 | Jurnal Pertahanan & Bela Negara | April 2020, Volume 10 Nomor


perspektif kosmosentris dan Dari sinilah muncul kepribadian dan
mitologisasi. Seiring berjalannya waktu, identitas nasional yang mencakup unsur-
terutama pada akhir abad ke-19 dan awal unsur kebudayaan nasional untuk
abad ke- 20, pendidikan Barat yang telah mendukung solidaritas dan integrasi
masuk menyebabkan pergeseran nasional.32
perspektif historiografi menjadi
Hariyono mengutarakan pernyataan
antroposentris dan demitologisasi mulai
serupa. Menurutnya, apa yang disebut
terjadi.30
sebagai wawasan sejarah telah dimiliki
Memasuki abad ke-20, pergerakan oleh masyarakat tradisional, sekalipun
nasional semakin kentara. Nasionalisme hal ini dibedakan dalam konsepsi dunia
diperkenalkan oleh sejumlah kaum akademis sebagai ‘pandangan mitis’.
terpelajar. Jika ditelusuri lebih lanjut, Wawasan sejarah dan kesadaran sejarah
kelahiran ini tidak terlepas dari berjalanberiringan. Wawasansejarah
kesadaran sejarah sebagai sesama orang lebih menekankan strategi kognitif,
terjajah (colonized), pribumi (inlander), sedangkan kesadaran sejarah lebih
bermentalitas inferior, dan golongan merujuk pada keterampilan afektif dan
marginal. Tidak hanya itu, kejayaan sosial. Wawasan sejarah masyarakat
bangsa di masa lampau juga berkaitan tradisional tetap mengandung strategi
erat dengan gerakan emansipasi dan kognitif yang berorientasi kepada
perlawanan terhadap kolonialisme. kekuasaan adikodrati, sedangkan
Menurut Sartono, lewat sejarah, orang wawasan sejarah masyarakat modern
dapat “menemukan dan mengenal didukung oleh cakrawala kognitif yang
dirinya sendiri”. Kesadaran sejarah luas dan fleksibel. Inti ‘peralihan’
membangkitkan apa yang dikenal wawasan sejarah demikian adalah peran
sebagai perasaan sejarah (historical manusia dalam proses sejarah. Manusia
sense).31 dipandang tidak lagi sebagai objek
Sartono kemudian menyampaikan sejarah, tetapi sebagai subjek sejarah.
bahwa sejatinya kesadaran sejarah Manusia menjadi sadar terhadap aspek
berawal dari kesadaran terhadap jati diri kronologis serta dimensi prosesual dan
individu. Melalui proses penyadaran diri, struktural yang sejatinya tidak dapat
kesadaran diri kolektif mulai terbangun. dielakkan. Wawasan sejarah yang
Kesadaran diri kolektif ini kemudian merupakan bagian dari kognisi pun
membentuk rasa kebersamaan yang membawa pengaruh terhadap rasa
dilambangkan dengan identitas tertentu. penghayatan sejarah, yang disebut
30
Sartono Kartodirdjo, “Fungsi Sejarah dalam sebagai kesadaran sejarah.33
Pembangunan Bangsa, Kesadaran Sejarah,
Kembali kepada persoalan cara
Identitas dan Kepribadian Nasional”, dalam
Anhar Gonggong (ed.), Seminar Sejarah Nasional membangun kesadaran sejarah. Taufik
V Subtema Pengajaran Sejarah, (Jakarta: Proyek
Abdullah mengingatkan bahwa sebaiknya
Inventarisasi dan Dokumentasi Sejarah Nasional
Direktorat Sejarah dan Nilai Tradisional Direktorat dan Kebudayaan, 1990), hlm. 49-51.
Jenderal Kebudayaan Departemen Pendidikan 31
Ibid, hlm. 51-55.

Membangun Kesadaran Sejarah Kritis ... | Joshua Jolly Sucanta Cakranegara | 15


32
Sartono Kartodirdjo, Pendekatan Ilmu Sosial…,
hlm. 277-280.
33
Hariyono, Mempelajari Sejarah secara Efektif,
(Jakarta: Pustaka Jaya, 1995), hlm. 36-39.

16 | Jurnal Pertahanan & Bela Negara | April 2020, Volume 10 Nomor


diadakan lebih dahulu apa yang disebut kupasan yang mencakup berbagai
sebagai ‘penjernihan sejarah’. Ia tulisan, penyuluhan, dan sebagainya.35
menyatakan ada empat corak
Para sejarawan merupakan salah
penjernihan sejarah. Pertama,
satu garda terdepan dalam membangun
penjernihan ditujukan kepada
kesadaran sejarah. Soedjatmoko
rekonstruksi yang berantakan, yang tak
menyatakan bahwa sejarawan memiliki
bisa dipertanggungjawabkan, seperti
tantangan yang besar, baik terhadap
kekacauan substansi fakta historis.
dirinya sendiri maupun masyarakatnya.
Kedua, penjernihan untuk mengisi
Di satu sisi, sejarawan harus bergelut
kekosongan dalam pengetahuan sejarah,
dalam usaha penyusunan sejarah yang
akibat kurangnya atau tidak adanya
dapat dipertanggungjawabkan secara
sumber informasi, seperti kekosongan
ilmiah, tetapi di sisi lain, sejarawan harus
narasi historis dalam satu periode
berhadapan dengan masyarakat yang
tertentu. Ketiga, penjernihan terhadap
seringkali memiliki ‘rasa hayat ahistoris’,
mitologisasi dan ideologisasi yang telah
terutama oleh keberadaan mitos di
terjadi terhadap sejarah. Keempat,
tengah masyarakat dan kebutuhan
penjernihan untuk mengembalikan
masyarakat akan sejarah bercorak
peristiwa dalam konteks sejarahnya.
nasionalis. Dalam banyak hal, kedua
Upaya penjernihan sejarah harus
sisi ini saling berbenturan.36 Oleh sebab
sekurang-kurangnya mencapai tiga
itu, ia menegaskan perlunya kebebasan
sasaran, yakni (1) menjawab pertanyaan
penyelidikan sejarah, terutama bagi
yang bersifat elementer, seperti apa,
sejarawan, atau kesadaran sejarah serta
siapa, di mana, dan apabila; (2) kepastian
penyelidikan sejarah yang terus menerus
keakuratan berbagai sumber tak
dan bebas. Bahaya ‘kesesatan’ yang
langsung akibat ketiadaan sumber yang
dapat ditimbulkan dari sejarah pun dapat
lebih sahih; dan (3) mencegah
timbulnya masalah
anakronisme, yaitu kekacauan dalam
dimensi waktu, baik dalam kesadaran 35
Ayatrohaedi, “Pembinaan dan Kesadaran
Sejarah”, dalam Ayatrohaedi (ed.), Pemikiran
maupun dalam rekonstruksi peristiwa.34 tentang Pembinaan Kesadaran Sejarah, (Jakarta:
Upaya serupa juga diutarakan oleh Direktorat Sejarah dan Nilai Budaya Direktorat
Jenderal Kebudayaan Kementerian Pendidikan
Ayatrohaedi. Ia menegaskan perlunya dan Kebudayaan, 2012), hlm. 37.
empat kejernihan dalam sejarah 36
Lihat selengkapnya pada Soedjatmoko,
“Sejarawan Indonesia dan Zamannya”, dalam
yang perlu dilakukan untuk membina Soedjatmoko, Mohammad Ali, G.J. Resink, dan G.
kesadaran sejarah. Pertama, kejernihan McT. Kahin (eds.), Historiografi Indonesia Sebuah
Pengantar, (Jakarta: Gramedia Pustaka Utama,
wawasan. Kedua, kejernihan gagasan 1985), hlm. 358-370. Lihat juga Taufik Abdullah,
untuk mengisi wawasan tersebut. Ketiga, “Dari Sejarah Lokal ke Kesadaran Nasional:
Beberapa Problematik Metodologis”, dalam T.
kejernihan landasan teori, metodologi,
Ibrahim Alfian, H.J. Koesoemanto, Dharmono
dan sebagainya. Keempat, kejernihan Hardjowidjono, dan Djoko Suryo (eds.), Dari
Babad dan Hikayat sampai Sejarah Kritis: Kumpulan
34
Taufik Abdullah, “Pembinaan Kesadaran Sejarah Karangan Dipersembahkan kepada Prof. Dr.
...”, hlm. 6-7. Sartono Kartodirdjo, (Yogyakarta: Gadjah Mada
Membangun Kesadaran Sejarah Kritis ... | Joshua Jolly Sucanta Cakranegara | 17
University Press, 1987), hlm. 244-245.

18 | Jurnal Pertahanan & Bela Negara | April 2020, Volume 10 Nomor


dihindari. Melalui ‘merenungkan sejarah’ kepribadian bangsa Indonesia.39 Prinsip-
dan ‘hidup bersejarah’, sesungguhnya prinsip yang terkandung pelajaran
manusia sudah merintis hari depan.37 sejarah (nasional) dinilai relevan dalam
Sejarawan memang memiliki tugas era membangun bangsa dan negara,
yang besar dalam membangun kesadaran yakni kesatuan/persatuan (unity),
sejarah. Menurut Haryati Soebadio, kebebasan (liberty), kesamarataan
mereka sejatinya melakukan dua hal (equality), kepribadian (individuality), dan
yang beriringan, yakni mengembangkan hasil karya (performance).40
kesadaran sejarah sekaligus kesadaran Banyak pemikir menyatakan
ilmiah. Hal ini pun bermuara pada pentingnya pelajaran atau pendidikan
peningkatan mutu para sejarawan dan sejarah. Salah satunya adalah W.J. van
ilmu sejarah di Indonesia. Peningkatan der Meulen, SJ. Ia menyatakan bahwa
kemampuan sejarawan sebagai guru dan pendidikan sejarah tidak semata-mata
peneliti diharapkan berdampak pada menghadirkan sejumlah fakta historis,
peningkatan pemahaman masyarakat tetapi juga menjelaskan proses-proses
akan hal-ihwal sejarah secara wajar. perubahan yang berkesinambungan
Dalam konteks yang lebih luas, hal ini tentang pasang surutnya kehidupan
termasuk pencerdasan kehidupan kemasyarakatan dalam lingkungan
bangsa sesuai dengan amanat bangsanya sendiri dan umat manusia.
Pembukaan Undang- Undang Dasar Dalam konteks yang lebih luas, van der
1945.38 Meulen berpandangan bahwa ilmu
Selain sejarawan yang memiliki sejarah bisa disifatkan sebagai “cinta
tugas berat dalam membangun bangsa dan manusia yang mencari
kesadaran sejarah, dunia pendidikan juga pengertian”. Kecintaan terhadap bangsa
berkaitan erat untuk memasyarakatkan dan manusia harus diperdalam dengan
kesadaran sejarah. Sartono menyatakan pengertiannya terhadap masa lalu.41
bahwa pelajaran sejarah merupakan Moh. Ali juga menyatakan bahwa
salah satu alat pendidikan civics pelajaran sejarah memang tidak hanya
(kewarganegaraan) yang penting. memperkenalkan riwayat manusia pada
Pelajaran sejarah mengandung unsur masa lalu, tetapi juga menanamkan nilai-
narasi integratif sehingga dinilai mampu nilai perjuangan di dalamnya. Ia
menghidupkan menitikberatkan nilai-nilai perjuangan
manusia, baik secara umum maupun
37
Soedjatmoko, “Merintis Hari Depan”, dalam dalam konteks nasional, di dalam
Panitia Seminar Sejarah Tahun 1957, Laporan
Seminar Sejarah pada 14-18 Desember 1957 di
Yogyakarta, (Yogyakarta: Ombak, 2017), hlm. 137-
139. dan Kebudayaan, 2012), hlm. 4.
38
Haryati Soebadio, “Sejarah sebagai Ilmu”,
dalam Ayatrohaedi (ed.), Pemikiran tentang
Pembinaan Kesadaran Sejarah, (Jakarta:
Direktorat Sejarah dan Nilai Budaya Direktorat
Jenderal Kebudayaan Kementerian Pendidikan
Membangun Kesadaran Sejarah Kritis ... | Joshua Jolly Sucanta Cakranegara | 19
39
Sartono Kartodirdjo, Pemikiran dan Perkem-
bangan Historiografi Indonesia (Yogyakarta:
Ombak, 2014), hlm. 324-325.
40
Sartono Kartodirdjo, Pendekatan Ilmu Sosial
…, hlm. 297.
41
W.J. van der Meulen, SJ, Ilmu Sejarah dan
Filsafat, (Yogyakarta: Kanisius, 1987), hlm. 83-84.

20 | Jurnal Pertahanan & Bela Negara | April 2020, Volume 10 Nomor


pelajaran sejarah.42 43
Nurcholish Madjid, op.cit, hlm. 165.

Hal senada juga disampaikan


oleh Nurcholish. Pelajaran sejarah yang
membangun kesadaran sejarah tidak
semata-mata membangun kemampuan
mengingat dan menghafal kejadian-
kejadian dan tokoh-tokoh masa lalu saja.
Kesadaran sejarah yang dihasillkan juga
tidak sama dengan sekadar kemampuan
mengingat dan menceritakan kejadian
atau tampilnya tokoh, lengkap dengan
keterangan tentang kapan dan di mana,
misalnya. Ia mengandaikan bahwa
kesadaran sejarah yang dibangun
berakibat pada sikap penisbian terhadap
kejadian dan tokoh masa lalu. Kesadaran
sejarah demikian melahirkan cara
pandang yang kritis dan dinamis. Masa
lalu dapat ‘dibuka’ untuk dipersoalkan,
dan terus menerus dipersoalkan
kembali.43
Pendidikan diamini sebagai salah
satu cara membangun kesadaran
sejarah sejak dini. Nur Janti mengulas
bagaimana pelajaran sejarah, sekaligus
kesadaran sejarah, ditanamkan kepada
generasi yang paling awal, yakni anak-
anak. Ia mengawali ulasannya dengan
mengangkat opini populer bahwa
pelajaran sejarah dicap membosankan
dan penuh hafalan. Akan tetapi, dalam
konteks perkembangan pola
pemahaman anak-anak, ia menegaskan
perlunya pendekatan yang ‘ringan’,
seperti pendekatan sejarah lokal,
sebagaimana diutarakan oleh Sartono
Kartodirdjo sejak lama. Dengan
memahami seluk-beluk
42
R. Moh. Ali, Pengantar Ilmu Sejarah Indonesia,
(Yogyakarta: LKiS, 2005), hlm. 359-364.
Membangun Kesadaran Sejarah Kritis ... | Joshua Jolly Sucanta Cakranegara | 21
daerahnya, anak-anak dapat mencari menghadirkan
hubungannya dalam konteks yang lebih 44
Nur Janti, “Menjadi Sejarawan Cilik: Belajar
luas, yakni nasional. Nur menegaskan Sejarah dari Dekat”, Abad, Vol. 03, No. 1, 2019,
hlm. 57-63.
pelajaran sejarah dalam segala aspeknya
harus menekankan kesadaran tentang
hakikat perkembangan budaya dan
peradaban manusia. Oleh sebab itu,
sejatinya pembelajaran sejarah
bermuara pada kelahiran kesadaran
sejarah. Dalam ranah yang lebih
konkret, ia mengajukan perlu
munculnya ‘sejarawan cilik’ yang tidak
sekadar didongengi. Anak-anak diajak
untuk melihat keadaan sekitarnya dari
yang paling kecil, seperti rumah,
sekolah, tetangga, desa, dan
sebagainya. Mereka juga dapat
menjelajahi tempat bersejarah, atau
mendengar cerita dari tetua desa
setempat. Pengajaran sejarah juga
dapat dimulai dari sejarah keluarga,
sejarah produk budaya, seperti cara
makan, cara berpakaian, dan
sebagainya. Dengan hal tersebut,
kemampuan imajinasi mereka mulai
terbangun untuk menghayati
pengetahuan sejarah yang sifatnya
abstrak tersebut. Mereka juga dapat
merasakan bahwa sejarah tidak hadir
‘jauh sekali’, tetapi ‘sangat dekat’
dengan mereka.44
Selain dari kalangan akademisi,
terutama sejarawan, dan pelaku dalam
dunia pendidikan, berbagai elemen
masyarakat tentu dapat membangun
kesadaran sejarah sesuai dengan ‘jiwa
zamannya’ (zeitgeist). Salah satunya
adalah pemberdayaan komunitas
sejarah. Komunitas sejarah dapat
berkolaborasi dengan sejarawan untuk

22 | Jurnal Pertahanan & Bela Negara | April 2020, Volume 10 Nomor


apa yang disebut sebagai ‘sejarah kegiatan belajar sejarah sekaligus peduli
publik’. Terminologi ini dapat dilacak lingkungan. Kegiatan tersebut
dari fenomena yang terjadi di Inggris merupakan napak tilas, dibawah
sejak 1930-an, tetapi mulai intensif sejak komunitas Depok Beragam, dengan tema
1960-an. Sejarah publik mengandaikan “Nelusurin Sejarah, Mungutin Sampah”.
komunikasi dan pelibatan publik sebagai Melalui kegiatan ini, sejumlah elemen
satu hal yang hakiki dalam masyarakat dan pelajar Kota Depok ikut
perkembangan keilmuan sejarah, baik ke peduli dengan lingkungan Sungai
dalam maupun ke luar.45 Ciliwung sekaligus mempelajari peran
Farabi Fakih, sejarawan UGM, besar Sungai Ciliwung dalam sejarah,
menyatakan bahwa peran komunitas khususnya keberagaman masyarakat
sejarah untuk menghidupan sejarah yang terbangun di Depok. Sejarawan J.J.
publik sangat besar di tengah Rizal menyatakan bahwa kegiatan ini
masyarakat. Ia menyoroti peran menjadi ajang untuk menghargai
komunitas sejarah untuk menggairahkan Ciliwung sebagai suatu ‘situs sejarah
rasa sekaligus kesadaran sejarah besar, ruang sejarah’, dan museum
masyarakat melalui sejarah identitas hidup’ bagi masyarakat Depok.47 Dengan
kota. Farabi menyatakan bahwa demikian, kesadaran sejarah sudah
kolaborasi antara komunitas sejarah dan menjadi ‘barang publik’ yang dapat
sejarawan (akademis) harus semakin melibatkan siapa pun, tanpa terkecuali.
digiatkan. “Sejarawan bisa membantu Selain pendidikan inklusif dan
mengenai masalah metodologi lalu akses peningkatan partisipasi publik, kesadaran
sumber, dan komunitas bisa melengkapi sejarah juga dapat dibangun melalui
perspektif. Komunitas ini kan sudah sikap selektif dalam menghadapi era
memiliki sudut pandang menciptakan globalisasi informasi sehingga lebih
masyarakat sipil yang kuat atau banyak kegunaan daripada kebingungan
lingkungan yang inklusif,” ungkapnya. yang ditimbulkan.48 Istilah yang
Kesadaran sejarah pun tercipta di tengah diungkapkan oleh Ryadi Gunawan dua
masyarakat. Masyarakat menjadi dekat dekade yang lalu kini dikenal sebagai
terhadap sejarah identitasnya sekaligus era post-truth. Senada dengan Ryadi,
peduli terhadap lingkungan sekitarnya Haryatmoko menyatakan bahwa sikap
akibat perasaan memiliki sebuah kota 47
Vini Rizki Amelia, “Punguti Sampah Sambil
tempat mereka bernaung.46 Belajar Sejarah di Ciliwung, Bangun Kepedulian
Anak Muda pada Lingkungan”, dalam http://
Apa yang diutarakan oleh Farabi wartakota.tribunnews.com/2019/ 09/29/
punguti-sampah-sambil-belajar-sejarah-di-
menjadi konkret, salah satunya dalam ciliwung-bangun-kepedulian-anak-muda-pada-
45
Faye Sayer, Sejarah Publik: Sebuah Panduan lingkungan?page=all, 29 September 2019, diakses
Praktis, (Yogyakarta: Ombak, 2017), hlm. 1-25. pada 29 Februari 2020.
46
Aryono, “Kesadaran Sejarah Tumbuhkan
48
Ryadi Gunawan, “Kesadaran Sejarah Indonesia
Kepedulian pada Kota”, dalam http://historia.id/ dan Tantangan Masa Depan”, dalam Hendro
politik/articles/kesadaran-sejarah-tumbuhkan- Sumartono (ed.), Rekonstruksi Sejarah dan
kepedulian-pada-kota-6kRO2, diakses pada 29 Kebangsaan Indonesia, (Jember: Penerbit
Februari 2020. Universitas Jember, 2000), hlm. 151.

Membangun Kesadaran Sejarah Kritis ... | Joshua Jolly Sucanta Cakranegara | 23


selektif, bukan skeptis, melalui verifikasi masyarakat modern. Kesadaran sejarah
kebenaran substansial-faktual, dalam hal mengindikasikan adanya kesadaran
ini yang bersifat historis, menyebabkan terhadap konsep waktu yang tidak dapat
dampak destruktif berita bohong dapat dipisahkan, yakni masa lalu, masa kini,
diantisipasi. Apa yang disebut sebagai dan masa depan. Selain itu, kesadaran
media literacy menjadi sangat penting, sejarah merupakan bagian tak
juga dalam pengembangan kesadaran terpisahkan dari ilmu sejarah, terutama
sejarah dalam konteks kekinian.49 Hal dalam konteks sejarah di tengah
ini tidak dapat terlepas dari hakikat masyarakat yang mengandung
masyarakat kini, bahwa mereka telah ‘kebenaran’ untuk menjadi pedoman
menjadi masyarakat informasi yang tidak sikap dan berperilaku.
dapat membendung ‘tsunami’ informasi.
Kesadaran sejarah yang merupakan
Di sinilah letak peran digital native atau
kesadaran dalam aspek afektif tidak
‘generasi milenial’ untuk terlibat aktif
terlepas dari aspek kognitif yang
di dalam pembangunan pemikiran kritis
mengandalkan logika. Fakta-fakta sejarah
sekaligus rasa kebangsaan dalam bingkai
menjadi penting di dalam kesadaran
kesadaran sejarah.50 Dengan demikian,
sejarah, namun kesadaran sejarah dapat
kesadaran sejarah bukanlah ketinggalan
melahirkan kearifan atau kebijaksanaan
zaman, melainkan dapat berjalan
dalam menapaki masa kini dan
beriringan sesuai jiwa zamannya.
menyongsong masa depan. Berdasarkan
masa lalu, kesadaran sejarah mendorong
Kesimpulan masyarakat untuk tidak melupakan
identitasnya, yang dalam hal ini sangat
Kesadaran sejarah merupakan sebuah
berguna dalam rangka pembangunan
sikap yang sadar terhadap waktu dan
bangsa. Solidaritas nasional, tanggung
perubahan. Kesadaran sejarah lahir
jawab sosial dan moral, serta kebudayaan
berawal dari kesadaran terhadap
bangsa menjadi berkembang akibat
eksistensi diri, lalu berkembang menjadi
kesadaran sejarah. Kemajuan peradaban
kesadaran kolektif yang meliputi
bangsa tidak terlepas dari kesadaran
masyarakat, bangsa, dan negara.
sejarah masyarakatnya. Dalam konteks
Kesadaran sejarah berjalan beriringan
kekinian, kesadaran sejarah tetap
dengan pertumbuhan wawasan sejarah,
memiliki relevansi untuk menghadapi
baik pada masyarakat tradisional maupun
kemajuan teknologi sekaligus fenomena
49
Haryatmoko, “Era Post-truth dan Prasangka
yang dinilai mengancam integrasi
Negatif”, dalam Agus Suwignyo (ed.), Post-Truth
dan (Anti) Pluralisme: Forum Mangunwijaya 2018, bangsa, misal dalam derasnya arus
(Jakarta: Kompas Media Nusantara, 2019), hlm. 3-
informasi di era pasca-kebenaran saat ini.
19.
50
Agus Suwignyo, “Pendahuluan”, dalam Agus Untuk membangun kesadaran
Suwignyo (ed.), Post-Truth dan (Anti) Pluralisme:
Forum Mangunwijaya 2018, (Jakarta: Kompas sejarah, mula-mula diperlukan upaya
Media Nusantara, 2019), hlm. xx-xxi. penjernihan sejarah. Pada hakikatnya,

24 | Jurnal Pertahanan & Bela Negara | April 2020, Volume 10 Nomor


upaya ini diperlukan untuk membangun masyarakat. Dengan demikian,
wawasan sejarah yang menempatkan
peristiwa masa lalu pada konteksnya
secara tepat. Di sini, peran sejarawan
sangat besar untuk melakukan hal
tersebut. Sejarawan berperanbesar,
selain untuk perkembangan keilmuan
sejarah, juga untuk memasyarakatkan
sejarah sekaligus membina kesadaran
sejarah. Tidak dapat dipungkiri bahwa
peran sejarawan menjadi berat ketika
harus dihadapkan dengan realitas dan
ekspetasi di tengah masyarakat. Akan
tetapi, hal tersebut tidak menjadi
halangan, selama peningkatan kapasitas
sejarawan terus dilakukan dan sejarawan
dapat turut andil dalam upaya
mencerdaskan kehidupan bangsa. Di
samping itu, peran dunia pendidikan
tidak dapat diragukan lagi. Pelajaran
sejarah, selain mengandung fakta-fakta
historis, juga harus mampu menanamkan
kesadaran sejarah sejak dini. Dari sini,
pemikiran kritis dapat terbangun
sekaligus kepekaan terhadap lingkungan
sekitar, yang bermuara pada integrasi
bangsa, dapat terbina secara baik. Upaya
dunia pendidikan dalam membangun
kesadaran sejarah dapat disesuaikan
dengan konteks kekinian dan jenjang
usia. Terakhir, peran masyarakat luas
juga penting dan jelas dibutuhkan.
Komunitas sejarah dapat menjadi
pelopor pembangunan kesadaran
sejarah, yang dimulai dari peduli
terhadap lingkungan sekitarnya. Dalam
konteks kekinian, generasi milenial yang
terutama ‘melek teknologi’ dapat
menjadi garda terdepan dalam
membangun kesadaran sejarah di tengah

Membangun Kesadaran Sejarah Kritis ... | Joshua Jolly Sucanta Cakranegara | 25


pemikiran kritis sekaligus rasa Budhisantoso, S. 2012. “Kesadaran Sejarah
dalam Pengembangan Kebudayaan
kebangsaan yang mempersatukan
Nasional Indonesia”, dalam
(integratif), sebagai bagian tak Ayatrohaedi
terpisahkan dari kesadaran sejarah,
dapat terus tumbuh dan berkembang,
menjadi semakin nyata, dan sejarah
dapat dirasakan menjadi milik semua.

Daftar
Pustaka Buku
Abdullah, Taufik. 2012. “Pembinaan
Kesadaran dan Penjernihan Sejarah”,
dalam Ayatrohaedi (ed.). Pemikiran
tentang Pembinaan
Kesadaran Sejarah.
Jakarta: Direktorat Sejarah dan Nilai
Budaya Direktorat Jenderal
Kebudayaan Kementerian Pendidikan
dan Kebudayaan.
---------. 1987. “Dari Sejarah Lokal ke
Kesadaran Nasional: Beberapa
Problematik Metodologis”, dalam T.
Ibrahim Alfian, H.J. Koesoemanto,
Dharmono Hardjowidjono, dan Djoko
Suryo (eds.). Dari Babad dan Hikayat
sampai Sejarah Kritis: Kumpulan
Karangan Dipersembahkan kepada
Prof. Dr. Sartono Kartodirdjo.
Yogyakarta: Gadjah Mada University
Press.
Abdullah, Taufik dan Abdurrachman
Surjomihardjo (eds.). 2016. Ilmu
Sejarah dan Historiografi. Yogyakarta:
Ombak.
Ali, R. Moh. 2005. Pengantar Ilmu Sejarah
Indonesia. Yogyakarta: LKiS.
Ayatrohaedi. 2012. “Pembinaan dan
Kesadaran Sejarah”, dalam
Ayatrohaedi (ed.). Pemikiran tentang
Pembinaan Kesadaran Sejarah.
Jakarta: Direktorat Sejarah dan Nilai
Budaya Direktorat Jenderal
Kebudayaan Kementerian Pendidikan
dan Kebudayaan.
Berkhofer, Robert F. 1969. A Behavioral
Approach to Historical Analysis. New
York: Free Press.

26 | Jurnal Pertahanan & Bela Negara | April 2020, Volume 10 Nomor


(ed.). Pemikiran tentang Pembinaan Kebudayaan Departemen Pendidikan
Kesadaran Sejarah. Jakarta: Direktorat dan Kebudayaan.
Sejarah dan Nilai Budaya Direktorat
Jenderal Kebudayaan Kementerian Latief, Juraid Abdul. 2006. Manusia, Filsafat,
dan Sejarah. Jakarta: Bumi Aksara.
Pendidikan dan Kebudayaan.
Madjid, Nurcholish. 1997. “Masyarakat dan
Daliman, A. 2017. Pengantar Filsafat Sejarah.
Kesadaran Sejarah”, dalam Restu
Yogyakarta: Ombak.
Gunawan (ed.). Kongres Nasional
---------. 2012. Manusia dan Sejarah. Yogyakarta: Sejarah Tahun 1996 Sub Tema
Ombak. Perkembangan Teori dan Metodologi
Gunawan, Ryadi. 2000. “Kesadaran Sejarah dan Orientasi Pendidikan Sejarah.
Indonesia dan Tantangan Masa Jakarta: Proyek Inventarisasi dan
Depan”, dalam Hendro Sumartono Dokumentasi Sejarah Nasional
(ed.). Rekonstruksi Sejarah dan Direktorat Sejarah dan Nilai
Kebangsaan Indonesia. Jember: Tradisional Direktorat Jenderal
Penerbit Universitas Jember. Kebudayaan Departemen Pendidikan
dan Kebudayaan.
Hariyono. 1995. Mempelajari Sejarah secara
Efektif. Jakarta: Pustaka Jaya. McIntyre, Lee. 2018. Post-Truth. Cambridge:
MIT Press.
Haryatmoko. 2019. “Era Post-truth dan
Prasangka Negatif”, dalam Agus Ong, Hok Ham. 2018. Wahyu yang Hilang
Suwignyo (ed.). Post-Truth dan (Anti) Negeri yang Guncang. Jakarta: KPG
Pluralisme: Forum Mangunwijaya 2018. (Kepustakaan Populer Gramedia).
Jakarta: Kompas Media Nusantara. Sayer, Faye. 2017. Sejarah Publik: Sebuah
Ismail. 1990. “Peranan Sejarah dalam Panduan Praktis. Yogyakarta: Ombak.
Pembangunan, Suatu Uraian Siahaan, Harlem. 2001. “Nasionalitas,
tentang Wawasan Jati Diri, Sejarah Nasionalisme, dan Kesadaran Sejarah”,
dan Pembangunan”, dalam Anhar dalam Nina Herlina Lubis (ed.). 80
Gonggong (ed.). Seminar Sejarah Tahun Prof. Dr. Sartono Kartodirdjo:
Nasional V Subtema Pengajaran Pelopor Sejarah Indonesia. Bandung:
Sejarah. Jakarta: Proyek Inventarisasi Masyarakat Sejarawan Indonesia
dan Dokumentasi Sejarah Nasional Cabang Jawa Barat dan Satya
Direktorat Sejarah dan Nilai Tradisional Historika.
Direktorat Jenderal Kebudayaan
Departemen Pendidikan dan Sjamsuddin, Helius. 2019. Metodologi Sejarah.
Kebudayaan. Yogyakarta: Ombak.
Soebadio, Haryati. 2012. “Sejarah sebagai
Kartodirdjo, Sartono. 2017. Pendekatan
Ilmu”, dalam Ayatrohaedi (ed.).
Ilmu Sosial dalam Metodologi Sejarah.
Pemikiran tentang Pembinaan
Yogyakarta: Ombak.
Kesadaran Sejarah. Jakarta: Direktorat
----------. 2014. Pemikiran dan Perkembangan Sejarah dan Nilai Budaya Direktorat
Historiografi Indonesia. Yogyakarta: Jenderal Kebudayaan Kementerian
Ombak. Pendidikan dan Kebudayaan.
----------. 1990. “Fungsi Sejarah dalam Soedjatmoko. 2017. “Merintis Hari Depan”,
Pembangunan Bangsa, Kesadaran dalam Panitia Seminar Sejarah Tahun
Sejarah, Identitas dan Kepribadian 1957. Laporan Seminar Sejarah pada 14-
Nasional”, dalam Anhar Gonggong 18 Desember 1957 di Yogyakarta.
(ed.). Seminar Sejarah Nasional V Yogyakarta: Ombak.
Subtema Pengajaran Sejarah. Jakarta:
Proyek Inventarisasi dan Dokumentasi ----------. 1985. “Sejarawan Indonesia dan
Zamannya”, dalam Soedjatmoko,
Sejarah Nasional Direktorat Sejarah
Mohammad Ali, G.J. Resink, dan G.
dan Nilai Tradisional Direktorat
McT. Kahin (eds.). Historiografi
Jenderal
Indonesia Sebuah Pengantar. Jakarta:
Membangun Kesadaran Sejarah Kritis ... | Joshua Jolly Sucanta Cakranegara | 27
Gramedia Pustaka Utama.

28 | Jurnal Pertahanan & Bela Negara | April 2020, Volume 10 Nomor


Suryo, Djoko. 2012. “Kesadaran Sejarah”, Putsanra, Dipna Videlia, “Fenomena Keraton
dalam Ayatrohaedi (ed.). Pemikiran Sejagat dan Sunda Empire yang Muncul
tentang Pembinaan Kesadaran di Indonesia”, dalam http://tirto.id/
Sejarah. Jakarta: Direktorat Sejarah fenomena-keraton-sejagat-dan-sunda-
dan Nilai Budaya Direktorat Jenderal empire-yang-muncul-di-indonesia-
Kebudayaan Kementerian Pendidikan etfA, 17 Januari 2020, diakses pada 20
dan Kebudayaan. Februari 2020.
Suwignyo, Agus. 2019. “Pendahuluan”, Utama, Wildan Sena, “Fantasi Kerajaan Fiktif,
dalam Agus Suwignyo (ed.). Post- Fenomena Sosial Apa?” dalam http://
Truth dan (Anti) Pluralisme: Forum news.detik.com/kolom/d-4885185/
Mangunwijaya 2018. Jakarta: Kompas fantasi-kerajaan-fiktif-fenomena-sosial-
Media Nusantara. apa, 4 Februari 2020, diakses pada 20
Van der Meulen, SJ, W.J. 1987. Ilmu Sejarah Februari 2020.
dan Filsafat. Yogyakarta: Kanisius. Vizki, Havid Al, “Kerajaan Fiktif Mengarang
Widja, I G. 1988. Pengantar Ilmu Sejarah: Sejarah”, dalam http://www.republika.
Sejarah dalam Perspektif Pendidikan. co.id/berita/q4gp1g216/kerajaan-fiktif-
Semarang: Percetakan Satya Wacana. mengarang-sejarah, 21 Januari 2020,
diakses pada 20 Februari 2020.

Jurnal
Janti, Nur. 2019. “Menjadi Sejarawan Cilik:
Belajar Sejarah dari Dekat”. Abad. Vol.
03. No. 1.
Soedjatmoko. 1976. “Kesadaran Sejarah dan
Pembangunan”. Prisma. Vol. V. No. 7.

Website
Amelia, Vini Rizki, “Punguti Sampah
Sambil Belajar Sejarah di Ciliwung,
Bangun Kepedulian Anak Muda pada
Lingkungan”, dalam http://wartakota.
tribunnews.com/2019/09/29/punguti-
sampah-sambil-belajar-sejarah-di-
ciliwung-bangun-kepedulian-anak-
muda-pada-lingkungan?page=all, 29
September 2019, diakses pada 29
Februari 2020.
Aryono, “Kesadaran Sejarah Tumbuhkan
Kepedulian pada Kota”, dalam http://
historia.id/politik/articles/kesadaran-
sejarah-tumbuhkan-kepedulian-pada-
kota-6kRO2, diakses pada 29 Februari
2020.
Fitrah, “Masyarakat Indonesia dan
Kesadaran Sejarah”, dalam
http://geotimes.
co.id/opini/masyarakat-indonesia-dan-
kesadaran-sejarah/, 23 September
2018,
diakses pada 29 Februari 2020.
Membangun Kesadaran Sejarah Kritis ... | Joshua Jolly Sucanta Cakranegara | 29

Anda mungkin juga menyukai