NIM : 22.152.029.082
SEMESTER / KELAS :3/B
MATA KULIAH : PSIKOSOSIAL DAN BUDAYA DALAM
KEPERAWATAN
JUDUL TUGAS : TELAAH ARTIKEL PERILAKU MENYIMPANG
Dua pemberitaan tersebut merupakan bukti bahwa kasus tawuran saat ini
tak lagi soal kenakalan remaja, namun sudah mengarah pada tindakan
kriminalitas dengan cita rasa premanisme yang menjadi bumbunya. Kasus
tawuran yang kerap terjadi tak lagi memakan korban secara fisik, namun juga
memakan korban batin baik dari pihak sekolah, keluarga, maupun warga
sekitar. Terlebih, saat ini tawuran pelajar tak lagi hanya mengandalkan tangan
kosong. Mereka biasanya membawa senjata tajam, mulai dari pisau lipat hingga
besi sekalipun.
Saat ini, sudah seharusnya pihak sekolah dan keluarga saling bekerja
sama untuk menekan angka tawuran yang terjadi, setidaknya meminimalisir
kasusnya. Mengingat, jika tidak menjadi perbincangan yang serius, bisa jadi
tindak tawuran benar-benar berubah menjadi sebuah tradisi dan gaya hidup
yang diidentikkan dengan kata keren. Padahal, menjadi keren tak lantas harus
melakukan hal-hal negatif seperti itu. Membuktikan prestasi baik di bidang
akademik maupun non-akademik yang mampu membawa nama baik sekolah
dan keluarga, baru bisa dikatakan keren. Belum lagi, jika hal ini terus-menerus
dibiarkan, premanisme akan tumbuh lebih subur dari sebelumnya dan sudah
pasti hal ini akan meresahkan warga karena tawuran pelajar berubah menjadi
tindak premanisme.
Selain itu, penegak hukum haruslah lebih ketat dalam mengikat para
pelajar untuk tak melakukan tindak tawuran yang merugikan banyak pihak.
Pada dasarnya, solusi untuk menghindarkan para pelajar dari tindak tawuran
bukan dengan menjauhi mereka sebagai pelaku, namun mendekati mereka dan
mengajak mereka untuk melakukan kegiatan positif. Bukan niatan mereka
melakukan tindakan kriminalitas seperti itu. Banyak faktor yang terkadang
mendorong mereka untuk melakukan hal tersebut. Mengingat, mereka masih
dalam masa-masa mencari jati diri. Sudah menjadi kewajiban bagi pihak
sekolah, keluarga, dan penegak hukum untuk terus mengawal mereka
melakukan tindakan yang positif. Sekali saja mereka melakukan tindakan
negatif, maka kedepannya akan mudah bagi mereka melakukan hal yang serupa.
Terkadang, tindakan negatif yang mereka lakukan bukan karena niatan terdalam
dari diri mereka, namun lingkungan yang menjadikan mereka melakukan hal
tersebut dengan alasan pencarian jati diri yang masih labil. Di masa-masa
pencarian jati diri, mereka butuh dukungan moril dari lingkungannya, bukan
olok-olok yang menyudutkan mereka hingga mereka seakan mudah melibatkan
diri dalam hal negatif sebagai pelampiasan. Jangan salahkan keadaan karena
keadaan tak pernah salah. Tinggal bagaimana kita sebagai manusia
memanfaatkannya dengan baik hingga tak terjebak dalam keadaan yang sulit.
(Chairunnisa Widya)