Anda di halaman 1dari 68

Teknologi Pengelolaan dan Pemanfaatan Hari/Tanggal : Sabtu/18 November 2023

Limbah Industri dan Domestik


Pertemuan : 12
Kelas/Kelompok : B/P2
Waktu : 07.00 WIB s.d. 12.40 WIB
PJP : Dr. Ir. Haruki Agustina M.Sc.
Asisten : Pepy Fajriah Nataayu A.Md
Leo Krisna
Nur Anissa Labonu

PENGARUH PEMBERIAN PUPUK ORGANIK


CAIR (POC) DAN PUPUK PADAT TERHADAP
PERTUMBUHAN DAN PRODUKSI TANAMAN
KANGKUNG (IPOMOEA REPTANS POIR)

KELOMPOK 2

ANGGOTA

Desiffa Iriane J0313211081


Keyren Johana Ginting.S J0313211125
M. Rangga Naufal Alifarrahamn J0313211139
Muthi'ah Dara Maya Ismin J0313211135
Shafira Khaldaa H.H J0313211174
Zharfan Charles MB J0313211079

TEKNIK DAN MANAJEMEN LINGKUNGAN


SEKOLAH VOKASI
IPB UNIVERSITY
2023
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Pupuk anorganik secara besar-besaran terjadi justru setelah revolusi hijau
berlangsung, hal tersebut dikarenakan penggunaan pupuk kimia / anorganik dirasa lebih
praktis dari segi pengaplikasiannya pada tanaman, jumlahnya takarannya jauh lebih
sedikit dari pupuk organik serta relatif lebih murah karena saat itu harga pupuk
disubsidi oleh pemerintah serta lebih mudah diperoleh. Akan tetapi imbas penggunaa n
jangka panjang dari pupuk kimia an-organik justru berbahaya karena penggunaa n
pupuk an-organik tunggal secara terus menerus dalam jangka panjang akan membuat
tanah menjadi keras karena residu sulfat dan dan kandungan karbonat yang terkandung
dalam pupuk dan tanah bereaksi terhadap kalsium tanah yang menyebabkan sulitnya
pengolahan tanah. Oleh karena itu, hadirnya pupuk organik diperlukan untuk
mengurangi dampak negatif yang diberikan dari pupuk kimia, sehingga kelangsunga n
pertanian dapat terjaga (Sutrisno 2019).
Pupuk organik memiliki peranan yang sangat penting bagi kesuburan tanah,
karena penggunaan pupuk organik pada budidaya tanaman pangan dan non pangan
dapat memperbaiki sifat fisik, kimia maupun biologis tanah. Kelebihan lain dari pupuk
organik yaitu tidak memiliki kandungan zat kimia yang tidak alami, sehingga lebih
aman dan lebih sehat bagi manusia, terlebih bagi tanah pertanian itu sendiri. Pada tahun
2007 lalu, peningkatan permintaan pasar berbagai produk pertanian organik lokal
Indonesia mencapai 60%. Selain dari nilai guna pupuk organik bagi tanaman, hal ini
juga menjadi peluang besar bagi masyarakat pedesaan untuk lebih inovatif
mengembangkan pertaniannya dalam memenuhi kebutuhan pasar (Sutrisno 2019).
Kangkung darat (Ipomoea reptans Poir) adalah tanaman hortikultura semusim
atau tahunan yang merupakan sayuran daun yang penting di kawasan Asia Tenggara
dan Asia Selatan. Sayuran kangkung mudah dibudidayakan, berumur pendek dan harga
relatif murah. Kangkung merupakan sumber gizi yang baik bagi masyarakat secara
umum. Kangkung mulai digemari oleh masyarakat terbukti dengan sadarnya
masyarakat peduli dengan gizi yang terkandung di dalam sayuran kangkung.
Kandungan gizi kangkung cukup tinggi terutama vitamin A, vitamin C, zat besi,
kalsium, potasium, dan fosfor (Zendrato 2018).
Terjadi penurunan kualitas pada tanaman kangkung pada beberapa daerah. Hal
tersebut belum mencukupi kebutuhan kangkung. Hal ini diakibatkan karena kurangnya
pengetahuan petani berbudidaya. Pemupukan merupakan salah satu kegiatan utama
dalam pemeliharaan untuk mendapatkan pertumbuhan dan produksi yang optimal.
Pemupukan ini dapat dilakukan melalui pemberian pupuk organik maupun anorganik.
Pupuk organik merupakan salah satu upaya untuk menambah unsur hara di dalam tanah
karena pupuk organik dapat menambah hara makro dan mikro serta mudah didapat.
Pemanfaatan pupuk organik dapat memperbaiki sifat fisik, kimia dan biologi tanah
(Zendrato 2018).

1.2 Tujuan
Tujuan dari laporan ini yaitu untuk mengetahui efektivitas kompos cair dari
limbah tahu untuk memberikan unsur hara makro dan mikro kepada tanaman Kangkung
agar bisa tumbuh dengan baik dan subur.
.
BAB II
METODE KERJA
2.1 Alat dan Bahan
Alat yang digunakan meliputi Sekop, Tray semai, Baskom, dan Ember. Adapun
bahan yang digunakan yaitu terdiri dari Bibit kangkung, Kompos cair kandungan
100%, Pupuk padat sayuran, dan Tanah.
2.2 Cara Kerja
Langkah- langkah pengaplikasian pupuk padat dan pupuk cair pada uji coba bibit:
1) Siapkan alat dan bahan
2) Pupuk padat di aduk agar merata
3) Siapkan tray semai yang akan diisi oleh tanah dan campuran pupuk padat
4) Gunakan 2 baris tray semai 2 lubang untuk 100% full tanah dan 6 lubang
campuran tanah dengan pupuk padat
5) Masukan tanah dan campuran tanah dengan pupuk pada setiap lubang tray
semai
6) Masukan 3 biji bibit kangkung pada setiap lubang tray semai dan ditutup
kembali
7) Jika sudah siram dengan 100% air pada sebelah kanan dan 100% pupuk cair
limbah tahu pada sebelah kiri
8) Simpan ditempat yang aman
9) Lakukan pengamatan selama 2 minggu dan dilakukan pengecekan parameter
tumbuhan 2 kali sehari.
BAB III
HASIL DAN PEMBAHASAN
3.1 Hasil
Tabel 1. Hasil Pengamatan Tanaman Kangkung Selama 14 Hari
Hari Tinggi Warna Jumlah Tinggi
Kecambah
ke- Tanaman (cm) Tanaman daun batang
0 0 0 Hijau muda 0 0
2 0 0 Hijau muda 0 0
4 2 2 Hijau muda 2 1
6 2 3 Hijau muda 2 2
8 4 4 Hijau 2 3
10 6 4 Hijau 3 3
12 7 5 Hijau 4 4
14 9 6 Hijau 4 5

3.2 Pembahasan
Pupuk organik memiliki peranan yang sangat penting bagi kesuburan
tanah, karena penggunaan pupuk organik pada budidaya tanaman pangan dan
non pangan dapat memperbaiki sifat fisik, kimia maupun biologis tanah. Hal
ini membuat pupuk organik sangat efektif untuk digunakan pada pertumbuha n
tanaman khususnya kangkong untuk penelitian kali ini. Pada praktikum kali
ini dilakukan pengamatan selama 14 hari dengan pengecekan secara rutin.
Tanaman yang ditumbuhkan diterapkan dengan 4 perlakuan media tanaman
yaitu perlakuan satu tanah ditambah kompos dan POC, perlakuan dua yaitu
perlakuan dengan tanah kompos dan air, lalu perlakuan 3 yaitu perlakuan tanah
campur air dan yang terakhir ynaitu perlakuan 4 adalah tanah dan POC semua
perlakuan itu terhadap pertumbuhan tanaman kangkung.
Pada tabel 1 dapat diketahui bahwa tumbuhan mengalami pertumbuha n
dan perkembangan yang ditandai dengan pertambahan tinggi tanaman dan
kecambah serta meningkatkan jumlah daun. Pengamatan perlakuan dengan
tanah kompos dan POC terhadap pertumbuhan tanaman kangkong diamati
selama 2 hari satu kali selama 2 minggu. Pada hari ke 4 baru muncul tanda
pertumbuhan pada tanaman kangkong sebanyak 2 dan tinggi tanaman
bertambah menjai 2 cm dengan warna hijau muda dan memiliki jumah daun
sebanyak 2 helai. Pertumbuhan pada hari ke 8 ditandai pertumbuha n
kecambah sebanyak 4 dengan tinggi 4 cm memiliki warna yang hijau dengan
jumlah daun sebanyak 2 helai serta tinggi batang 3 cm. Sampai pada hari ke
14 diketahui bahwa kecambah kangkong tumbuh sebanyak 9 dengan tinggi
tanaman 6 cm berwarna hijau yang memiliki jumlah daun sebanyak 4 helai
serta tinggi batang 5 cm.
Pertumbuhan yang terjadi setiap harinya dipengaruhi oleh adanya faktor
pemberian kompos padat dan POC. Keduanya memiliki kandungan yang baik
untuk kesuburan dan pertumbuhan tanaman. Tanaman dapat tumbuh karena
terpenuhinya kebutuhan nutrisi akibat pemberian pada pertumbuhan tanaman.
Kandungan yang terdapat pada kompos padat dan POC ini adalah nitro ge n
(N), posfor (P), dan kalium (K). Pemberian kompos memberikan manfaat bagi
tanaman melalui proses dekomposisi mikrobia di dalam tanah yang dapat
meningkatkan bahan organik tanah. Menurut Hariyadi et al., (2021),
peningkatan kandungan bahan organik tanah akan meningkatkan kemampua n
tanah untuk mempertahankan kandungan air tanah. Selanjutnya tanaman yang
dipupuk dengan kompos juga cenderung lebih baik kualitasnya daripada
tanaman yang dipupuk dengan pupuk kimia, seperti menjadikan hasil panen
lebih tahan disimpan, lebih berat, lebih segar, dan lebih enak (Arini dan
Murrinie 2022).
Pengaruh pada setiap parameter yang terkandung dalam kompos padat.
Berjalannya proses pengomposan dipengaruhi oleh beberapa faktor seperti pH,
kadar air, suhu, besar partikel, warna, bau, dan material asing. Pengukura n
faktor-faktor tersebut sebagai unsur pendukung tiap variasi selama proses
pengomposan. Hasil penelitian terkait pH, kadar air, suhu, besar partikel,
warna, bau, dan material asing akan dibahas lebih lanjut, sebagai berikut:
1. Kadar Air
Penelitian terhadap kadar air dilakukan untuk mengetahui
banyaknya air yang terkandung didalam kompos. Kadar air yang
terkandung dalam suatu kompos juga berpengaruh terhadap
kehidupan dari cacing. Apabila kadar air >60% maka kadar
udara akan berkurang yang mengakibatkan aktivitas dari mikroba
akan berkurang, dan menyebabkan bau yang tidak sedap. Dan
apabila <50% aktiftas pengomposan akan relatif lama. Mikroba
akan beraktifitas dengan baik pada kisaran suhu 40-60%, maka
dari itu untuk membuat mikroba terus beraktifitas dengan baik
dalam melakukan dekomposisi, kadar air perlu dikontrol untuk
menjaga kelembabannnya. Apabila memiliki kadar air berlebih
maka asupan udara akan berkurang karena rongga pada tumpukan
bahan akan terhalang oleh air yangg banyak sehingga aktivitas
mikroba akan terhambat sebaliknya jika kelembaban terlalu
rendah maka aktivitas dari mikroba akan terhambat karena
kekurangannya air untuk mendekomposisi bahan (Nursanti et al.
2021).
2. pH (Derajat Keasaman)
pH adalah ukuran konsentrasi ion hidrogen dari larutan.
Pengukuran pH ini akan menunjukkan larutan bersifat asam atau
basa. Pengukuran pH ini berkisar dari (0,00–14,0). Dan apabila pH
menunjukkan =7, maka pH bersifat netral. Apabila 7 maka larutan
bersifat basa. Menurut Fitri et al. (2021), pH ideal untuk
vermikomposting yaitu antara 7 dan 8 sedangkan untuk kompos
biasa yaitu antara 6 dan 8. pH juga perlu dikontrol dalam
pengomposan, apabila pH terlalu tinggi maka akan timbul gas
ammoniak, dan konsumsi oksigen akan semakin tinggi dan
menimbulkan dampak negatif pada lingkungan. Kemudian apabila
pH terlalu rendah akan menimbulkan kematian pada
mikroorganisme yang membantu proses penngomposan. Apabila
pH terlalu tinggi maka dapat diturunkan dengan menambahka n
kotoran hewan, urea. Atau pupuk organik. Sedangkan apabila pH
terlalu rendah maka dapat ditambahkan dengan kapur dan abu
dapur.
3. Ukuran Partikel
Ukuran partikel merupakan salah satu parameter yang
mempengaruhi cepat pematangan pada kompos. Maka dari itu
dalam mempercepat pengomposan dilakukan pengecilan pada
bahan. Permukaan area yang lebih luas akan meningkatkan kontak
antara mikroba dengan bahan dan proses dekomposisi akan
berjalan lebih cepat. Ukuran partikel juga menentukan besarnya
ruang antar bahan (Fitri et al. 2021)
4. Temperatur
Temperatur Temperatur merupakan salah satu paraemeter
yang berpengaruh terhadap proses pengomposan. Dalam metode
vermikomposting suhu akan mempengaruhi pertumbuhan cacing.
Menurut SNI 19-7030-2004 mengenai spesifikasi kompos, suhu
yang menjadi acuan adalah suhu yang menyerupai suhu air tanah,
yaitu tidak melebihi 30°C. Cepat lambatnya pengomposan
dipengaruhi faktor suhu dan aktivitas mikroorganisme pengurai
yang ada dalam proses pengomposan (Nursanti et al. 2021).
5. Warna dan Bau
Warna dan bau merupakan acuan dalam penentuan kompos
yang matang dan kompos yang tidak matang. Kompos yang layak
atau sudah matang memiliki warna kehitaman. Kemudian bau
yang dimiliki oleh kompos yang sudah matang memiliki bau yang
menyerupai bau tanah dan harum. Apabila kompos tersebut
memiliki bau yang tidak enak, maka terjadi fermentasi pada
kompos tersebut dan kemungkinan memiliki senyawa yang
berbahaya bagi tanaman (SNI 19-7030-2004).
6. Bahan Asing
Bahan asing merupakan bahan yang tidak dikehendak i
ataupun tidak diinginkan ada dalam kompos. Kompos yang baik
menurut SNI 19- 7030-2004 itu maximum 1,5%. Maka dari itu
untuk terhindar dari bahan asing dilakukan pemilahan mengena i
bahan yang akan digunakan dalam pengomposan untuk
mengantisipasi bahan yang tidak dapat dikomposkan maupun
bahan yang memilik kadar logam berat yang tinggi untuk
menghasilkan kompos yang baik (Nursanti et al. 2021). Contoh
dari bahan asing yang dimaksud adalah gelas, karet, logam,
plastik, nilon, serat buatan, pencemar lingkungan seperti B3,
logam, dsb (SNI 19-7030-2004).

Tabel 2. Kekurangan dan Kelebihan Kompos Padat


Kompos Padat
No
Kelebihan Kekurangan
Mempunyai
kemampuan dalam
melepas hara tanah
dengan sangat perlahan
Sulit menentukan
dan terus menerus,
kandungan hara dan jika
1 sehingga akan
adapun relatif lebih
membantu mencegah
kecil
terjadinya kelebihan
suplai hara yang
membuat tanaman
keracunan.
Mampu menjaga
Tingkat kelarutannya
kelembaban dari tanah,
tidak bisa langsung
sehingga akan
2 diserap oleh tanaman,
mengurangi tekanan
terutama dalam jangka
atau tegangan struktur
pendek
tanah pada tanaman.
Mampu membantu Harus mengolahnya
mencegah erosi lapisan terlebih dulu dari bahan
3 atas tanah dan Mampu organik, sehingga
menjaga dan merawat kurang efisiensi dari
tingkat kesuburan tanah segi waktu
Mampu meningkatkan
aktivitas Proses penguraian yang
4
mikroorganisme yang lama
ada di dalam tanah
Unsur hara yang
5 terkandung dalam
pupuk ini lebih lengkap

Pemanfaatan limbah cair dalam bidang pertanian bukan hal baru lagi.
Limbah cair bisa digunakan untuk irigasi tanah pertanian karena limba h
mengandung unsur hara N, P, K. Penambahan pupuk organik dapat
memperbaiki sifat fisik, kimia dan biologi tanah sehingga lebih subur. Hal ini
dikarenakan tanaman dapat memanfaatkan unsur hara di dalam tanah yang
meningkat akibat perlakuan limbah cair tahu. Aplikasi limbah cair tahu akan
meningkatkan ketersediaan hara yang dibutuhkan tanaman untuk menunja ng
pertumbuhannya (Marian dan Tuhuteru 2019). didalamnya seperti
karbohidrat, protein dan lemak, dan unsur hara lainnya. Limbah tahu
mengandung unsur hara N 1,24%, P2O5 5.54 %, K2O 1,34 % dan C-Organik
5,803 % yang merupakan unsur hara essensial yang dibutuhkan tanaman.
Selain unsur hara N, diduga pada limbah cair tahu terdapat kandungan unsur
hara P dan K, yang sangat dibutuhkan tanaman untuk proses fisiologis dan
metabolisme hingga dapat meningkatkan laju pertumbuhan tanaman termasuk
tinggi tanaman. Selain itu, unsur N berperan dalam pembentukan klorofil,
semakin tinggi N yang diserap oleh tanaman maka klorofil yang dibentuk
semakin meningkat. Unsur hara P berperan dalam pembentukan adenosin
trifosfat (ATP). ATP adalah energi yang dibutuhkan tanaman dalam setiap
aktivitas sel yang meliputi pembesaran sel dan perpanja/ngan sel diantaranya
pada batang yang dapat meningkatkan pertumbuhan tinggi tanaman (Marian
dan Tuhuteru 2019).

Tabel 3. Kekurangan dan Kelebihan Kompos Cair


Kompos cair
No
Kelebihan Kekurangan
Mikroorganimes didalamnya mudah
Meningkatkan ketersediaan unsur sekali berkurang dan bahkan mati.
1
hara & pengikatan antar partikel Populasi mikroorganisme kecil (<106
cfu/ml
Pupuk cair dapat langsung bisa Viabilitas (daya hidup) mikroorganisme
2
diserap oleh daun untuk fotosintesis. yang dikandung sangat rendah.

Dapat membantu merevitalisasi Nutrisi yang terkandung sangat rendah,


3 daya olah tanah dan mengemburkan umumnya nutrisi yang ada berupa
media tanah dengan optimal. tambahan seperti Urea dan NPK
Biasanya dapat digunakan sebagai
pupuk dasar tanaman, yang bersifat
4
release dan memiliki kandungan
unsur hara lengkap.
BAB IV
PENUTUP
4.1 Kesimpulan
Berdasarkan praktikum yang telah di lakukan untuk keefektivitasa n
kompos padat dan cair terhadap tanaman kangkung memberikan pengaruh nyata
terhadap pertumbuhan tanaman kangkung dimana tumbuhan mengala mi
pertumbuhan dan perkembangan setiap harinya yang ditandai dengan
pertambahan tinggi tanaman dan kecambah serta meningkatkan jumlah daun.
Hal ini karena dipengaruhi oleh adanya faktor pemberian kompos padat dan
POC. Keduanya memiliki kandungan yang baik untuk kesuburan dan
pertumbuhan tanaman, yaitu mengandung unsur hara N, P, K. yang dapat
memperbaiki sifat fisik, kimia dan biologi tanah sehingga lebih subur dan
mempengaruhi pertumbuhan dan produksi tanaman seperti unsur hara N 1,24%,
P2O5 5.54 %, K2O 1,34 % dan C-Organik 5,803 % yang merupakan unsur hara
essensial yang dibutuhkan tanaman.

DAFTAR PUSTAKA

Arini N, Murrinie ED. 2022. Pengaruh Jenis Bahan Campuran dan Dosis Kompos
Ampas Tahu terhadap Pertumbuhan Tanaman Kangkung Darat (Ipomoea
reptans). Jurnal Pertanian Agros, 24(1):115-121.
Fitri I, Rohmah IN, Maulidah N. 2021. Optimasisasi Pupuk Organik Padat dan Cair
Berbahan Dasar Limbah Rumah Tangga. Prosiding SEMNAS BIO:
Universitas Negeri Padang. 1: 450-458.
Marian E, Tuhuteru S. 2019. Pemanfaatan Limbah Cair Tahu Sebagai Pupuk
Organik Cair Pada Pertumbuhan dan Hasil Tanaman Sawi Putih (Brasica
pekinensis). Jurnal Agritrop. 17(2):135-145.
Nursanti, Adriadi A, Sai’in. 2021. Komponen Faktor Abiotik LingkunganTe mpat
Tumbuh Puspa (Schima wallichii DC. Korth) Di Kawasan Hutan Adat
Bulian Kabupaten Musirawas. Jurnal Silva Tropika. 5(2):438-445.
Sutrisno E, Priyambada IB. 2019. Pembuatan Pupuk Kompos Padat Limbah
Kotoran Sapi Dengan Metoda Fermentasi Menggunakan Bioaktivato r
Starbio DI Desa Ujung-Ujung Kecamatan Pabelan Kabupaten Semarang.
Jurnal Pasopati. 1(2):1-4.
Zendrato Y, Adiwirman. 2018. Pengaruh Pemberian Kompos Jerami Padi dan
Pupuk NPK Terhadap Pertumbuhan dan Produksi Tanaman Kangkung
Darat (Ipomoea reptans Poir). JOM FAPERTA. 5(2):1-18.
LAMPIRAN
Jurnal Pertanian Agros Vol. 24 No.1, Januari 2022: 115 -121

PENGARUH JENIS BAHAN CAMPURAN DAN DOSIS KOMPOS AMPAS TAHU


TERHADAP PERTUMBUHAN TANAMAN KANGKUNG DARAT
(Ipomoea reptans)

THE EFFECT OF MIXED MATERIAL AND COMPOST DOSAGE OF TOFU


WASTE ON GROWTH OF WATER SPINACH (Ipomoea reptans)

Nindya Arini11*, Endang Dewi Murrinie2


Prodi Agroteknologi, Fakultas Pertanian Universitas Muria Kudus

ABSTRACT

This research was conducted in February-March 2021 in the experimental field Faculty of
Agriculture, Universitas Muria Kudus. The purpose of this study was to determine the growth
response of Ipomoea reptans to various doses of tofu dregs compost and additional materials used
in making tofu dregs compost. The research design used was a completely randomized design
(CRD) with 2 factors. The first factor was dose variation, namely 0 g/plot, 75 g/plot, 150 g/plot, 225
g/plot and 300 g/plot. The second factor is a mixture of materials for making compost, namely, bran
(A) and manure (B). Parameters observed were plant height, number of leaves, and total dry
weight. The results showed that there was an interaction between the dose of compost and the
mixture used in making tofu dregs compost in all parameters. Plants with tofu dregs compost of 300
g/plot with a mixture of bran had significant growth in plant height, number of leaves and dry
weight.

Key-words : dregs, bran, compost

INTISARI

Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Februari-Maret 2021 di kebun percobaan Fakultas
Pertanian Universitas Muria Kudus. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui respon
pertumbuhan kangkung (Ipomoea reptans) terhadap berbagai dosis kompos ampas tahu dan bahan
tambahan yang digunakan dalam pembuatan kompos ampas tahu. Rancangan penelitian yang
digunakan adalah Rancangan Acak Lengkap (RAL) dengan 2 faktor. Faktor pertama adalah variasi
dosis yaitu 0 g/plot, 75 g/plot, 150 g/plot, 225 g/plot dan 300 g/plot. Faktor kedua adalah campuran
bahan pembuatan kompos yaitu dedak (A) dan pupuk kandang (B). Parameter yang diamati adalah
tinggi tanaman, jumlah daun, dan bobot kering total. Hasil penelitian menunjukkan bahwa terdapat
interaksi antara takaran kompos dengan bahan campuran yang digunakan dalam pembuatan kompos
ampas tahu terhadap semua parameter pengamatan. Tanaman kangkung dengan dosis kompos
ampas tahu sebesar 300 g/plot dan bahan campuran dedak signifikan memiliki pertumbuhan tinggi
tanaman, jumlah daun, bobot kering yang paling tinggi.

Kata kunci : ampas tahu, dedak, kompos

1
Alamat penulis untuk korespondensi: Nindya Arini. Email : nindya.arini@umk.ac.id
e-ISSN 2528-1488, p-ISSN 1411-0172
116 Jurnal Pertanian Agros Vol.24 No.1, Januari 2022: 106-121

PENDAHULUAN proses aerobik yang mengubah limbah menjadi


material seperti humus melalui aktivitas
Tahu merupakan salah satu bahan
mikrobial pada materi organik dalam limbah
makanan yang banyak dikonsumsi oleh
padat. Proses tersebut membunuh bakteri-
masyarakat Indonesia. Konsumsi tahu di
bakteri pathogen, mengubah nitrogen dari
Indonesia tercatat mengalami kenaikan hampir
bentuk ammonia yang tidak stabil menjadi
setiap tahun. Rata-rata konsumsi tahu dalam
tanah organik yang stabil, dan mengurangi
rumah tangga di Indonesia pada tahun 2010-
volume limbah (Pertiwi & Sembiring, 2011).
2019 naik sebesar 8 kg/kapita/tahun (Badan
Kangkung (Ipomoea reptans)
Pusat Statistik, 2020). Konsumsi tahu yang
merupakan sayuran yang umum dikonsumsi
terus meningkat disertai dengan kenaikan
sebagai pelengkap kebutuhan gizi keluarga.
jumlah penduduk berakibat pada permintaan
Tanaman ini tumbuh subur pada tanah yang
tahu yang tinggi. Hal tersebut menyebabkan
memiliki kandungan bahan organik tinggi
industri pengolahan tahu semakin merebak di
(Wijaya et al.,, 2014). Berdasarkan kebutuhan
masyarakat.
nutrisi tanamannya, limbah ampas memiliki
Industri pengolahan tahu umumnya
potensi digunakan sebagai alternatif pemenuhan
merupakan industri kecil rumah tangga yang
nutrisi bagi tanaman kangkung. Tujuan dari
menghasilkan limbah dalam skala besar, baik
penelitian ini adalah untuk mengetahui
limbah padat maupun cair. Limbah padat
pertumbuhan tanaman kangkung (Ipomoea
dihasilkan dari proses penyaringan dan
reptans) dengan variasi dosis kompos limbah
penggumpalan, sedangkan limbah cairnya
ampas tahu dan bahan tambahan yang
dihasilkan dari proses pencucian, perebusan,
digunakan dalam pembuatan kompos limbah
pengepresan dan pencetakan tahu (Pertiwi &
ampas tahu.
Sembiring, 2011). Limbah padat industri tahu
berupa ampas tahu yang memiliki persentase
BAHAN DAN METODE
sekitar 70% (Pertiwi & Sembiring, 2011), saat
ini belum banyak dimanfaatkan. Limbah padat Penelitian ini dilaksanakan di kebun
atau ampas tahu memiliki kandungan protein percobaan Fakultas Pertanian Universitas Muria
yang lebih tinggi dibandingkan dengan limbah Kudus pada bulan Februari – Maret 2021. Alat
cairnya. Ampas tahu banyak mengandung yang digunakan pada penelitian ini adalah bak
senyawa-senyawa seperti nitrogen (N), phosfor pengomposan beserta tutupnya, ember, polybag
(P), kalium (K), magnesium (Mg), kalsium ukuran 25x25 cm, timbangan digital dan alat
(Ca), besi (Fe) dan karbon (C) organik tulis. Sedangkan bahan yang digunakan adalah
(Rahmina et al., 2017). benih kangkung (Ipomoea reptans), ampas tahu
Dilihat dari karakteristiknya yang kering, dedak, sekam bakar, pupuk kandang,
banyak mengandung senyawa organik, limbah EM4 dan air.
tahu memiliki potensi untuk meningkatkan Proses pembuatan kompos dilakukan
kesuburan tanah dan tanaman. Kesuburan tanah dengan mengeringkan ampas tahu di bawah
sendiri memiliki peran penting dalam sinar matahari selama 2-3 hari. Kemudian
peningkatan hasil produksi tanaman. Dengan campur ampas tahu yang sudah kering,
demikian salah satu cara pengolahan limbah tambahkan dedak atau pupuk kandang (sesuai
pada industri tahu adalah memanfaatkannya perlakuan), sekam bakar dan EM4 dengan
menjadi kompos. Pengomposan adalah suatu perbandingan 20 : 10 : 1 : 1. Kompos disimpan
Pengaruh Jenis Bahan (Nindya Arini, Endang Dewi Murrinie) 117

di dalam bak pengomposan dan ditutup.


Selanjutnya kompos dilakukan proses HASIL DAN PEMBAHASAN
pembalikan setiap 3 hari sekali agar bahan
tercampur merata. Pengomposan berlangsung Tinggi Tanaman. Hasil penelitian
selama 14 hari sehingga dihasilkan kompos menunjukkan bahwa terdapat interaksi antara
yang matang dan siap digunakan. perlakuan dosis kompos ampas tahu dan bahan
Penelitian ini menggunakan Rancangan tambahan kompos yang digunakan.
Acak Lengkap (RAL) dua faktor. Faktor Berdasarkan hasil analisis varian, perlakuan
pertama adalah dosis kompos ampas tahu yang dosis kompos sebanyak 225 g/plot dan 300
terdiri 5 aras. Faktor kedua adalah bahan g/plot dengan bahan tambahan dedak signifikan
tambahan pembuatan kompos yaitu dedak (A) memiliki tinggi tanaman yang paling tinggi.
dan pupuk kandang (B). Dengan demikian Sedangkan tanaman tanpa pemberian kompos
banyaknya perlakuan yang dicobakan adalah 10 ampas tahu baik pada bahan tambahan dedak
kombinasi perlakuan dan diulang sebanyak 3 maupun pupuk kandang memiliki pertumbuhan
kali sehingga terdapat 30 unit percobaan. tinggi tanaman paling rendah dibandingkan
Adapun dosis kompos ampas tahu yang dengan tanaman yang diberi perlakuan kompos
digunakan adalah sebagai berikut : ampas tahu. Pemberian kompos memberikan
0 = dosis kompos ampas tahu sebanyak 0 manfaat bagi tanaman melalui proses
gram/plot dekomposisi mikrobia di dalam tanah yang
75 = dosis ampas tahu sebanyak 75 gram/plot dapat meningkatkan bahan organik tanah.
150 = dosis ampas tahu sebanyak 150 gram/plot Menurut Hariyadi et al., (2021), peningkatan
225 = dosis ampas tahu sebanyak 225 gram/plot kandungan bahan organik tanah akan
300 = dosis ampas tahu sebanyak 300 gram/plot meningkatkan kemampuan tanah untuk
Variabel yang diamati pada penelitian mempertahankan kandungan air tanah.
ini adalah tinggi tanaman, jumlah daun, bobot Selanjutnya tanaman yang dipupuk dengan
basah, bobot kering dan produktivitas. kompos juga cenderung lebih baik kualitasnya
Selanjutnya data yang diperoleh dianalisis daripada tanaman yang dipupuk dengan pupuk
varian (anova), apabila terdapat beda nyata kimia, seperti menjadikan hasil panen lebih
antar perlakuan dilanjutkan dengan uji LSD tahan disimpan, lebih berat, lebih segar, dan
taraf kepercayaan 5%. lebih enak.

Tabel 1. Tinggi Tanaman Kangkung Terhadap Perlakuan Komposisi Kompos Ampas


Tahu umur 19 hst (cm)
Bahan tambahan Rata-rata
Perlakuan B (Pupuk
A dedak)
Kandang)
0 7,92 c 8,22 c 8,07
75 17,53 ab 10,14 bc 13,84
150 18,89 a 12,27 bc 15,58
225 20,13 a 13,70 b 16,92
300 18,51 ab 15,72 b 17,11
Rata-rata 15,27 12,01 (+)
Keterangan : Nilai yang diikuti huruf yang sama pada kolom yang sama menunjukkan
tidak ada beda signifikan berdasarkan uji jarak LSD dengan α = 5%.
118 Jurnal Pertanian Agros Vol.24 No.1, Januari 2022: 106-121

Tabel 2. Jumlah Daun Kangkung Terhadap Perlakuan Komposisi Kompos Ampas Tahu
umur 19 hst.

Perlakuan Bahan tambahan Rata-rata


A (dedak) B (Pupuk Kandang)
cm cm
5,94
0 6,11 d 5,78 d
75 7,89 c 6,11 d 7,00
150 8,67 bc 6,56 d 7,61
225 9,33 b 7,00 b 8,17
300 11,11 a 6,89 b 9,00
Rata-rata 8,62 6,47 (+)
Keterangan : Nilai yang diikuti huruf yang sama pada kolom yang sama menunjukkan tidak ada
beda signifikan berdasarkan uji jarak LSD dengan α = 5%

Dampak positif dari penambahan terbaik. Sedangkan penambahan jumlah daun


ampas tahu terhadap pertumbuhan tanaman terendah adalah perlakuan tanpa pemberian
juga dilaporkan oleh Rosa et al., 2020 yang kompos dan tidak berbeda nyata dengan
menyatakan bahwa pemberian berbagai variasi perlakuan dosis kompos 75 g/plot dan 150
dosis kompos ampas tahu menghasillkan efek g/plot pada penambahan pupuk kandang.
signifikan pada peningkatan tinggi tanaman dan Hasil serupa sejalan dengan penelitian
jumlah daun pada tanaman jagung manis. yang dilakukan oleh (Rahmina et al, 2017) yang
Bahan organik dari limbah ampas tahu memiliki menyatakan bahwa pemberian limbah ampas
kandungan nutrisi yang cukup tinggi. Menurut tahu berpengaruh nyata terhadap pertambahan
Rosa dkk 2020, dalam 100 gram bahan basah jumlah daun tanaman pak choi. Rahmina dkk,
ampas tahu mengandung protein 21,66%, lemak 2017 menambahkan bahwa ampas tahu
kasar 2,73%, kalsium 1,09% dan fosfor 0,88% mengandung unsur hara antara lain nitrogen
(N), fosfor (P) dan kalium (K). Menurut Jupry
Jumlah Daun. Daun pada tanaman kangkung & Kurnia (2020), pemberian limbah ampas tahu
merupakan organ tanaman yang memiliki nilai berupa POC berpengaruh terhadap peningkatan
ekonomis tinggi. Terpenuhinya unsur hara pada jumlah dan panjang akar pada tanaman sawi
organ ini menggambarkan kemampuan tanaman hijau dalam penanaman secara hidroponik.
dalam melangsungkan pertumbuhan tanaman Penggunaan dedak sebagai bahan
melalui penyerapan dan pengubahan energi campuran dalam pembuatan kompos umum
cahaya melalui fotosintesis. Berdasarkan hasil dilakukan. Dedak padi memiliki kandungan
penelitian, terdapat interaksi antara perlakuan protein, vitamin dan mineral yang berasal dari
variasi dosis dan penambahan bahan tambahan lembaga yang terikut dalam proses pemecahan
pembuatan kompos. Hasil menunjukkan bahwa kulit gabah. Menurut Ichsan, (2014) dedak
dosis 300 gram/polybag dengan dedak sebagai mengandung fosfor dalam bentuk fitat.
bahan tambahan kompos memberikan hasil
Pengaruh Jenis Bahan (Nindya Arini, Endang Dewi Murrinie) 119

Tabel 3. Bobot segar dan Bobot kering tanaman Kangkung Terhadap Perlakuan
Komposisi Kompos Ampas Tahu umur 19 hst

Parameter Perlakuan Bahan tambahan Rata-rata

A (dedak) B (Pupuk Kandang)


cm cm
0 7,92 c 8,22 c 8,07
75 17,53 ab 10,14 bc 13,84
Bobot Segar
Total 150 18,89 a 12,27 bc 15,58
225 20,13 a 13,70 b 16,92
300 18,51 ab 15,72 b 17,11
Rata-rata 15,27 12,01 (+)
0 0.122 c 0.176 c 8,07
75
Bobot Kering 0.414 b 0.200 c 13,84
Total 150 0.549 ab 0.254 bc 15,58
225 0.642 a 0.384 b 16,92
300 0.592 a 0.318 b 17,11
Rata-rata 0,394 0,212 (+)
Keterangan : Nilai yang diikuti huruf yang sama pada kolom yang sama menunjukkan tidak ada
beda signifikan berdasarkan uji jarak LSD dengan α = 5%.

Kandungan fitat terbesar terdapat pada bagian sebagai sumber karbon tambahan sehingga
butir dan lapisan luarnya jumlahnya mencapai meningkatkan aktivitas mikrobia di dalam
23 kali lipat dibandingkan pada bagian biji. tanah.
Bobot kering total tanaman kangkung
Bobot Kering. Hasil analisis menunjukkan menunjukkan bahwa perlakuan 225 g/plot
bahwa terdapat interaksi antara perlakuan dosis dengan bahan tambahan dedak memiliki bobot
kompos dan bahan tambahan yang digunakan yang paling tinggi, namun tidak berbeda nyata
terhadap bobot segar maupun kering tanaman dengan perlakuan 300 g/plot dan 150 g/plot
kangkung. Berdasarkan hasil analisis sidik dengan bahan tambahan dedak. Peningkatan
ragam terlihat bahwa pada umur 19 hst, dosis yang diberikan cenderung sejalan dengan
tanaman kangkung dengan dosis kompos 225 peningkatan bahan kering baik pada kompos
g/plot dan tambahan dedak memiliki bobot dengan bahan tambahan dedak maupun pupuk
segar total yang paling tinggi dibandingkan kandang. Tanaman kangkung tanpa pemberian
dengan perlakuan yang lain, namun tidak kompos ampas tahu tidak dapat mendapatkan
berbeda nyata dengan perlakuan 150 g/plot dan nutrisi yang cukup sehingga pertumbuhannya
300 g/plot dengan tambahan dedak. Syukron kurang optimal. Kurangnya ketersediaan hara
(2018) mengatakan bahwa dedak padi berperan pada tanaman dapat menghmbat sintesis protein
120 Jurnal Pertanian Agros Vol.24 No.1, Januari 2022: 106-121

dalam tanaman, sehingga pertumbuhannya Limbah Padi dalam Budidaya Padi Sawah
lambat (Jupry & Kurnia, 2020). (Oryza sativa L.). Agrium, 11(2), 103-114.
Kompos ampas tahu dengan bahan
campuran dedak selain menambah ketersediaan Jupry, R., & Kurnia, T. D. (2020). Pertumbuhan
nutrisi bagi tanaman, juga membuat kompos Dan Hasil Tanaman Sawi Hijau Pada
lebih porous sehingga memperlancar sirkulasi Hidroponik Sistem Rakit Apung Terhadap
oksigen dan karbondioksida (Merina et al., Konsentrasi Pupuk Organik Cair Dari Limbah
2013). Oksigen dibutuhkan oleh akar tanaman Ampas Tahu. Jurnal Pertanian Agros, 22(1),
untuk proses metabolisme, ketersediaan oksigen 61-70.
di area perakaran dapat meningkatkan
konsentrasi oksigen yang merangsang respirasi Merina, N., Bakrie, A. H., & Hidayat, K. F.
akar (Surtinah, 2016). Tamala et al (2019) 2013. Pengaruh komposisi media ampas tahu
menambahkan bahwa kurangnya ketersediaan dan jerami padi pada pertumbuhan dan hasil
oksigen pada akar tanaman membuat transport jamur merang (Volvariela volvaceae). Jurnal
hara dan air menuju daun tidak stabil, sehingga Agrotek Tropika, 1(3).
dapat mengakibatkan stomata menutup akibdat
dari penurunan potensial air daun. Pertiwi, I.Y. dan E. Sembiring. 2011. Kajian
Pemanfaatan Limbah Ampas tahu Menjadi
KESIMPULAN DAN SARAN Kompos di Industri Tahu X di Kabupaten
Bandung. Jawa Barat. Jurnal Teknik
Berdasarkan hasil penelitian yang telah
Lingkungan. 17 (1): 70-79.
dilakukan, disimpulkan bahwa bahan campuran
dalam pembuatan kompos memiliki interaksi
Rahmina, W., I. Nurlaelah, dan Handayani.
dengan variasi dosis kompos ampas tahu yang
2017. Pengaruh Perbedaan Komposisi Limbah
diberikan. Bahan campuran berupa dedak
Ampas tahu terhadap Pertumbuhan Tanaman
dengan dosis kompos sebesar 300 g/plot secara
Pak Choi. Quagga: Jurnal Pendidikan dan
signikan meningkatkan pertumbuhan tanaman
Biologi. 9 (2): 38-46.
dalam pengamatan tinggi tanaman, jumlah dan
dan bobot kering tanaman.
Rosa, E., Prasetyo, M., Aziz, A., Bakar, B. A.,
& Panikkai, S. 2020. Utilization of rice husk
DAFTAR PUSTAKA
biochar and tofu dregs compost to growth and
Badan Pusat Statistik. 2020. Pengeluaran Untuk yield of sweet corn (Zea mays saccharata sturt.).
Konsumsi Penduduk Indonesia. BPS RI, In IOP Conference Series: Earth and
Jakarta. Environmental Science (Vol. 484, No. 1, p.
012056). IOP Publishing.
Hariyadi, H., Winarti, S., & Basuki, B. (2021).
Kompos dan pupuk organik cair untuk Surtinah. 2016. Penambahan Oksigen Pada
pertumbuhan dan hasil cabai rawit (Capsicum Media Tanam Hidroponik Terhadap
frutescens) di tanah gambut. Journal of Pertumbuhan Pakcoy (Brassica rapa). Jurnal
Environment and Management. 2(1), 61-70. Bibiet,1(1), 27-35.

Ichsan, C. N., Hidayat, T., & Maulina, M. Syukron, F. 2018. Pembuatan pupuk organik
(2014). Penggunaan Input Internal Berupa bokashi dari tepung ikan limbah perikanan
waduk cirata. Jurnal Sungkai, 6(1), 1-16.
Pengaruh Jenis Bahan (Nindya Arini, Endang Dewi Murrinie) 121

Tamala, U., Al Habib, I. M., & Zuhro, F. 2019.


Efek Persentase Genangan Air terhadap Waktu
pada Hipoksia Beberapa Aksesi Tembakau
(Nicotiana tabacum L.). BIO-CONS: Jurnal
Biologi dan Konservasi, 1(2), 29-37.

Wijaya, T. A., Djauhari S., & Cholil, A. 2014.


Keanekaragaman jamur filoplan tanaman
kangkung darat (Ipomoea reptans Poir.) pada
lahan pertanian organik dan
konvensional. Jurnal Hama dan Penyakit
Tumbuhan. 2(1), pp-29.
Prosiding SEMNAS BIO 2021
Universitas Negeri Padang
Volume 01 2021, hal 450-458
e-ISSN: XXXX-XXXX
DOI: https://doi.org/10.24036/prosemnasbio/vol1/60

Optimasi Pupuk Organik Padat Dan Cair Berbahan Dasar Limbah


Rumah Tangga

Inayah Fitri*, Indah Nuzulul Rohma, Nur Maulidah


Program Studi Biologi, FMIPA, Universitas Billfath
Alamat Institusi: Kompleks Ponpes Al Fattah Siman Sekaran Lamongan Jawa Timur 62261
Email: inayahf570@gmail.com

ABSTRAK
Limbah organik dalam rumah tangga, setiap hari dihasilkan cukup banyak dan belum
dimanfaatkan. Tingginya jumlah masyarakat di lingkungan juga mempengaruhi jenis
dan volume limbah organik yang dihasilkan. Meningkatnya jumlah limbah organik di
lingkungan, memberikan dampak negatif bagi masyarakat. Limbah organik seperti sayur
– sayuran dan kulit buah – buahan yang telah membusuk dan banyak dihasilkan dari
rumah tangga dapat diolah menjadi kompos yang ramah lingkungan. Kompos
merupakan pupuk berbahan dasar sampah organik dengan melalui proses fermentasi
dalam sebuah wadah komposter. Tujuan dari penelitian ini yaitu untuk mengevaluasi
efektivitas proses pengomposannya, serta mengetahui kualitas kompos dari ciri fisik bau
dan warna yang dihasilkan pupuk organik padat dan cair Metode analisis data dilakukan
secara deskriptif, adapun pembuatan pupuk organik padat dan cair berawal dari tahapan
(a) pengumpulan limbah rumah tangga berupa sisa sayuran dan kulit buah; (b)
pengomposan dalam komposter selama 4 minggu; (c) penguburan kompos selama 3
minggu. Hasil penelitian menunjukkan bahwa ada 2 jenis pupuk yang terbentuk yaitu
pupuk organik padat dan cair. Pupuk organik cair terbentuk saat tahap pengomposan
dalam komposter selama 4 minggu, sedangkan pupuk organik padat terbentuk setelah
tahapan penguburan kompos selama 3 minggu. Proses pengomposan selama 7 minggu
berjalan dengan baik dan cukup efektif. Adapun produk pupuk organik padat yang
dihasilkan, jika dilihat dari ciri fisik tidak berbau dan memiliki warna kehitaman seperti
tanah, hal ini dapat dikatakan memenuhi persyaratan kompos matang dan secara umum
sesuai dengan parameter yang dipersyaratkan oleh Permentan Pupuk Organik atau SNI
Kompos 2004.
Kata kunci: Limbah organik, pupuk organik padat, pupuk organik cair

Integrasi Kurikulum Merdeka Belajar dalam Menghasilkan Produk Sains berbasis Kearifan Lokal 450
Prosiding SEMNAS BIO 2021 e-ISSN: XXXX-XXXX 451

PENDAHULUAN
Limbah atau yang sering disebut dengan sampah merupakan sisa suatu usaha, kegiatan
dan atau aktivitas masyarakat yang erat kaitannya dengan pencemaran lingkungan (BSN,
2009). Menurut Moerdjoko (2002), mengklasifikasikan limbah menjadi beberapa jenis
yaitu anorganik dan organik. Penumpukan limbah organik merupakan salah satu
permasalahan di semua daerah baik di perkotaan maupun di pedesaan, khususnya di
lingkungan rumah tangga. Limbah organik dalam rumah tangga, setiap hari dihasilkan
cukup banyak dan belum dimanfaatkan. Dari hari ke hari, keberadaan limbah semakin
menumpuk sehingga memberikan dampak negatif, seperti masalah polusi lingkungan,
berupa pencemaran tanah, air, dan udara berupa bau busuk serta pada kesehatan (Utami
dan Totok, 2016). Kondisi seperti ini sangat mengganggu kenyamanan serta kebersihan
lingkungan bila tidak ditangani secara langsung. Salah satu kendala pemanfaatan limbah
rumah tangga yaitu kurang praktisnya pemakaian secara langsung dan memerlukan
biaya relatif tinggi untuk pendistribusiannya. Berdasarkan beberapa dampak negatif
yang ada, maka perlu diterapkan suatu teknologi untuk mengatasi permasalahan
penumpukan limbah organik, yaitu dengan menggunakan teknologi daur ulang limbah
padat menjadi produk kompos yang ramah lingkungan karena berbahan alam serta
bernilai guna tinggi.
Pengomposan merupakan proses dekomposisi senyawa-senyawa yang terkandung dalam
sisa-sisa limbah organik (seperti sampah rumah tangga) dengan suatu perlakuan khusus
(Palaniveloo et al., 2020). Pengomposan juga bisa dikatakan sebagai suatu metode
konversi bahan-bahan organik menjadi bahan yang lebih sederhana dengan
menggunakan aktivitas mikroba. Dalam proses pengomposan, dilakukan secara kondisi
aerobik dan anaerobik. Pada dasarnya saat terjadi proses pengomposan terjadi
dekomposisi dengan memanfaatkan aktivitas mikroba, oleh karena itu kecepatan
dekomposis dan kualitas kompos tergantung pada keadaan dan jenis mikroba yang aktif
selama proses pengomposan (Nur, 2016).
Limbah organik sebagai bahan dasar berfungsi untuk meningkatkan stabilitas agregat
tanah, meningkatkan porositas tanah, sebagai sumber hara bagi tanaman, serta
penyangga sifat fisik dan kimia tanah. Menurut Suwatanti (2017), dalam penelitiannya
menyimpulkan bahwa penggunaan limbah organik berupa sayuran memiliki rasio C/N
yang lebih baik yaitu mendekati atau sama dengan C/N tanah maka bahan tersebut dapat
digunakan atau dapat diserap tanaman. Pada penelitian Nur (2016) mengatakan bahwa
pembuatan pupuk cair berbahan sampah organik dengan penambahan EM4 efektif dalam
meningkatkan kandungan N, P, dan K.
Tujuan dari penelitian ini yaitu untuk mengevaluasi efektivitas proses pengomposannya,
serta mengetahui kualitas kompos dari ciri fisik bau dan warna yang dihasilkan pupuk
organik padat dan cair. Adapun keunggulan dari pembuatan kompos merupakan cara

Optimasi pupuk organik padat dan cair berbahan dasar limbah rumah tangga
Inayah Fitri, et.al 452

yang mudah untuk melakukan pengomposan di rumah (bisa dilakukan di dalam


ruangan),sehingga lebih efisien daripada membuat kompos di halaman. Proses
fermentasi yang mengubah semua limbah rumah tangga seperti sayuran dan kulit buah
hanya dalam waktu 4 – 6 minggu. Dan produk kompos yang dihasilkan bagus untuk
tanaman sayur dan buah.

METODE PENELITIAN
Jenis Penelitian
Jenis penelitian tergolong eksplorasi deskriptif dengan metode pengolahan data secara
deskriptif. Penelitian ini, terdiri dari beberapa tahapan yaitu pengumpulan limbah rumah
tangga meliputi kulit buah dan sayuran, lokasi pengambilan sampah rumah tangga di
pasar tradisional Kecamatan Sekaran Kabupaten Lamongan. Pengomposan dan
penguburan kompos dilakukan di Rumah Kompos Universitas Billfath Lamongan.
Waktu yang dibutuhkan untuk pembuatan kompos yaitu ± 7 minggu mulai tanggal 11
April – 30 Mei 2021.
Alat dan Bahan
Adapun alat yang digunakan dalam penelitian ini yaitu tempat pengomposan/komposter,
pengaduk decomposer, timbangan, pH meter, thermometer, soil tester, plastik,
ember/baskom, pisau, talenan, handphone, alat tulis menulis, sarung tangan, masker,
cangkul. Bahan penelitian yang digunakan yaitu sampah rumah tangga (kulit buah dan
sayuran), serbuk dekomposer, tanah, dan Handsanitizer.
Cara Pembuatan
Langkah penelitian berawal dari mengumpulkan limbah rumah tangga sebanyak 7 kg.
setelah mendapatkan limbah rumah tangga berupa kulit buah dan sayuran maka
dilakukan pemotong menjadi ukuran kecil – kecil, karena bahan yang berukuran lebih
kecil akan lebih cepat proses pengomposannya. Kemudian mencampur limbah tersebut
dengan pengaduk, setelah itu mencampurkan juga dekomposer secukupnya pada limbah
hingga homogen. Memasukkan sampah tersebut ke dalam tempat
pengomposan/komposter yang sudah disediakan kemudian menutupnya dengan rapat
dan didiamkan selama 4 minggu. Memeriksa setiap 1 minggu sekali jika ada cairan yang
dihasilkan maka dilakukan pengambilan cairan tersebut dari kran yang ada di komposter.
Cairan tersebut merupakan pupuk organik cair yang terbentuk. Setelah 4 minggu dalam
komposter, maka akan terbentuk jamur Trichoderma sp. (seperti pada Lampiran Gambar
1 d). dilakukan penguburan kompos dalam tanah selama 3 minggu. Setelah itu
melakukan penggalian kompos yang dikubur dalam tanah. Dilakukan pengamatan
analisis fisik kompos meliputi warna dan bau dari pupuk organik padat (Sahwan dkk,
2011).

Analisis Data
https://semnas.biologi.fmipa.unp.ac.id
Prosiding SEMNAS BIO 2021 e-ISSN: XXXX-XXXX 453

Pada penelitian ini, data disajikan secara deskriptif dalam tabel, diagram dan gambar
tahapan pengomposan (Ada di Lampiran Gambar 1). Adapun data yang dianalisis yaitu
ciri fisik meliputi warna serta bau dari pupuk organik padat dan cair; pengukuran suhu
(⁰ C); pH dan kelembapan (%).

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN


Hasil
Tabel 1. Ciri Fisik Pupuk Organik Padat dan Cair

JENIS LIMBAH JENIS PUPUK CIRI FISIK


Pupuk cair Tidak berbau
Kulit buah + sisa Berwarna kuning kecoklatan
sayur Pupuk padat Bau seperti tanah (tidak berbau busuk)
Bewarna kehitaman

Tabel 2. Pengukuran Suhu, pH dan Kelembaban pada Proses Pengomposan


PENGAMATAN HARI KE- SUHU (⁰ C) pH KELEMBAPAN (%)
0 28 4.0 87
7 33 4.5 83
14 39 4.9 78
21 45 5.7 72
28 41 6.2 66
35 34 6.7 58
42 26 7.3 53

Optimasi pupuk organik padat dan cair berbahan dasar limbah rumah tangga
Inayah Fitri, et.al 454

Diagram 1. Pengukuran Suhu, pH dan Kelembaban pada Proses Pengomposan

Pembahasan
Hasil penelitian ini ada 2 produk yang didapatkan dari limbah rumah tangga berupa sisa
sayuran dan kulit buah, yaitu pupuk organik padat dan cair. Adapun ciri fisik dari kedua
pupuk organik tersebut akan dijelaskan pada Tabel 1. Pembuatan pupuk organik cair
berasal dari limbah kulit buah dan sisa sayuran. Pada proses ini terjadi fermentasi di
dalamnya, lama fermentasi yaitu 10 hari. Dari hasil fermentasi, cairan terfiltrasi dari
bahan padat. Proses fermentasi dalam pembuatan pupuk terjadi secara anaerob, yaitu
tidak membutuhkan oksigen. Selama proses pengomposan berlangsung, pupuk organik
cair bisa dipanen sebanyak 3× setiap 10 hari sejak hari ke-0 pengomposan. Total pupuk
organik cair yang dihasilkan yaitu sekitar ± 1600 mL. Ciri fisik pupuk organic cair yaitu
berwarna kuning kecoklatan dan tidak berbau. Pada pupuk organik padat, jika dilihat
dari ciri yang terbentuk maka sudah sesuai dengan SNI Kompos 2004 yaitu berwarna
kehitaman, tekstur dan berbau seperti tanah.
Pengukuran suhu, pH dan kelembaban saat proses pengomposan juga dilakukan setiap
minggu selama 7 minggu. Ketiga parameter tersebut selama proses pengomposan
mengalami perubahan. Suhu pada saat awal pengomposan menunjukkan angka 28⁰ C,
pada suhu tersebut berada dalam fase mesofilik. Pada Tabel 2 pergerakan suu mulai hari
ke-0 hingga ke-28 menunjukkan kenaikan suhu, akan tetapi pada pengukuran hari ke-35
dan hari ke-42 mengalami penurunan suhu (Diagram 1). Pada saat terjadi kenaikan suhu,
maka terjadi peningkatan panas, panas tersebut terjadi akibat adanya aktivitas mikroba
saat proses pengomposan berlangsung. Ada hubungan langsung antara peningkatan suhu
dengan konsumsi oksigen. Semakin tinggi suhu, semakin tinggi aktivitas metabolisme,
semakin banyak konsumsi oksigen, semakin cepat pula proses dekomposisi. Pada hari
ke-21 merupakan suhu tertinggi yaitu memasuki fase termofilik. Pada kondisi ini, bahan
organik seperti protein akan dipecah menjadi asam laktat dan asam amino oleh mikroba
termofilik. Saat terjadi penurunan suhu, ini dikarenakan bahan organik yang
terdekomposisi juga berkurang, mengakibatkan aktivitas mikroorganisme pengurai
berkurang (Isroi dan Nurheti, 2009).
https://semnas.biologi.fmipa.unp.ac.id
Prosiding SEMNAS BIO 2021 e-ISSN: XXXX-XXXX 455

Parameter yang perlu diperhatikan yaitu pengukuran derajat keasaman (pH). Jika diamati
pada Diagram 1, pH diawal proses pengomposan menunjukkan angka 4.0, menurut Isroi
dan Nurheti (2009), umumnya pH bersifat asam, dikarenakan adanya aktivitas bakteri
yang menghasilkan asam, selanjutnya, pH akan bergerak menuju netral yaitu 7.3,
menunjukkan kompos yang sudah matang dan jika digunakan untuk pembibitan, maka
tidak membahayakan tanaman. Hal ini sesuai dengan parameter SNI kompos 2004 yaitu
antara 6.8 – 7.49.
Menurut Isroi dan Nurheti (2009), mengatakan bahwa kelembaban saat menuju akhir
dari proses pengomposan mengalami penurunan (Diagram 1). Kelembaban optimum
yaitu berkisar antara 40 – 60%, kondisi tersebut menunjang mikroba untuk
bermetabolisme, sehingga sangat baik untuk proses pengomposan. Bisa dikatakan bahwa
kelembaban pada penelitian ini sudah sesuai yaitu sebesar 53%.
Proses pengomposan merupakan metode konversi dari bahan organik menjadi bahan
yang lebih sederhana dengan dibantu adanya aktivitas mikroba di dalamnya. Pada
penelitian ini, proses pengomposan terjadi secara anaerobik, yaitu bahan organik sebagai
substrat terdekomposisi tanpa adanya bantuan oksigen bebas dan mendapatkan produk
akhir berupa metana, karbondioksida. Tahap pertama proses pengomposan secara
anaerobik yaitu bakteri fakultatif penghasil asam menguraikan bahan organik menjadi
asam lemak, aldehid. Selanjutnya bakteri dari kelompok lain akan mengubah asam
lemak menjadi gas metan, amoniak, CO2 dan hidrogen (Isroi dan Nurheti 2009).
Peluang usaha pembuatan kompos berbahan dasar limbah organik berpotensi untuk
dikembangkan dalam rumah tangga mengingat komposisi bahan dasar yang tersedia
begitu banyak dan mudah didapatkan. Banyak manfaat yang didapatkan jika
menerapkan pengomposan serta bisa juga sebagai peluang usaha untuk masyarakat. Jadi,
setidaknya tidak menimbulkan penumpukan sampah di TPA (Tempat Pembuangan
Akhir), karena sampah hasil kegiatan memasak sudah bisa langsung dimasukkan dalam
komposter yang seharusnya disediakan di tiap rumah tangga. Komposter yang
digunakan untuk pengomposan sangat mudah didapatkan atau bisa dibuat sendiri
(bentuk komposter bisa dilihat di Lampiran Gambar b). Saat pencampuran bahan dalam
komposter, dilakukan pengadukan, hal ini dikarenakan untuk mempercepat proses
pembuatan kompos. Dalam pengadukan kompos, terdapat aktivitas pembalikan
timbunan bahan dasar kompos yang bermanfaat untuk mengatur kebutuhan oksigen bagi
aktivitas mikroba, karena aktivitas mikroba memerlukan oksigen selama proses
perombakan berlangsung (Nugraheni dkk, 2020; Subandriyo 2012).
Penambahan serbuk dekomposer pada saat proses pengomposan juga berfungsi untuk
mempercepat proses pengomposan (Darwati, 2008). Dalam dekomposer terdapat
berbagai macam mikroorganisme. Mikroorganisme yang terdapat dalam dekomposer
memberikan pengaruh yang baik terhadap kualitas pupuk organik, sedangkan

Optimasi pupuk organik padat dan cair berbahan dasar limbah rumah tangga
Inayah Fitri, et.al 456

ketersediaan unsur hara dalam pupuk organik sangat dipengaruhi oleh lamanya waktu
yang diperlukan bakteri untuk mendegradasi sampah. Dalam proses degradasi bahan
organik, sel mikroba yang mati merupakan sumber hara bagi tanaman dan substrat
mikroorganisme yang hidup. Dinding sel fungi yang terdiri selulosa, khitin, dan kitosan,
dan dinding sel bakteri yang terdiri atas asam N-acetylglucosamin dan N-acetylmuramic
yang terkandung dalam peptidoglikan bersama dengan material polisakarida lainnya
didegradasi dan merupakan substrat yang sangat baik bagi pertumbuhan mikroba.
Saat proses pengomposan berlangsung selama 4 minggu, terdapat jamur Trichoderma
sp. yang terbentuk di atas tumpukan sampah (Lampiran Gambar 1 d). Trichoderma sp.
merupakan mikroorganisme tanah yang dapat memanfaatkan selulosa sebagai sumber
karbon karena jamur tersebut menghasilkan enzim selulase, yang dapat memutuskan
ikatan glikosida β – 1,4 untuk mendekomposer selulosa. Enzim ini terdiri dari tiga
komponen yaitu selobiohidrolase (CHB), endoglucanase, dan β – glukosidase yang
bekerja secara sinergis memecah selulosa. Mekanisme yang dihasilkan oleh enzim
selulase dalam mendegradasi selulosa ialah melalui reaksi – reaksi enzim yang
dilakukan oleh selulase, yaitu (1) enzim endo-β-1,4-glukanase yang menghidrolisis
selulosa secara acak sehingga menghasilkan glukosa dan selobiosa sebagai produk akhir,
(2) enzim ekso-β-1,4-glukanase yang menyerang ujung bukan pereduksi pada rantai
polimer selulosa dan menghasilkan selobiosa dan (3) β-glukosidase yang bereaksi
terutama pada selobiosa untuk membentuk glukosa (Schlegel, 1994).

PENUTUP
Pada penelitian ini menyimpulkan bahwa proses pengomposan selama 7 minggu
berjalan dengan baik dan cukup efektif. Adapun produk pupuk organik padat yang
dihasilkan, jika dilihat dari ciri fisik tidak berbau dan memiliki warna kehitaman seperti
tanah, hal ini dapat dikatakan memenuhi persyaratan kompos matang dan secara umum
sesuai dengan parameter yang dipersyaratkan oleh Permentan Pupuk Organik atau SNI
Kompos 2004, yaitu di akhir proses pengomposan memiliki suhu 26⁰ C; pH 7.3 dan
kelembapan 53%.

REFERENSI

Badan Standardisasi Nasional. 2009. Spesifikasi Kompos dari Sampah Organik


Domestik (Undang – Undang No. 32).

Darwati, Sri. 2008. Kajian Kualitas Kompos Sampah Organik Rumah Tangga. Jurnal
Pemukiman, 3 (1): 30 – 43.

https://semnas.biologi.fmipa.unp.ac.id
Prosiding SEMNAS BIO 2021 e-ISSN: XXXX-XXXX 457

Isroi dan Nurheti Y, 2009. Kompos Cara Mudah, Murah & Cepat Menghasilkan
Kompos. Yogyakarta: Andi Ofside.

Moerdjoko, S, Widyatmoko. 2002. Menghindari Mengolah dan Menyingkirkan Sampah.


Jakarta: PT. Dinastindo Adiperkasa Internasional.

Nugraheni Dewi Retno., Lisa P., Nurul F., M. Shohib M., Tika D M., Desi W. 2020.
Pelatihan Komposting Guna Memanfaatkan Limbah Rumah Tangga di Tengah Pandemi
Covid-19 di RT 1 RW 1 Dusun Wungusari, Desa Lowungu, Kecamatan Bejen,
Kabupaten Temanggung. JurnalUNNES,

Nur, Thoyib., Ahmad, Rizali, Nor., Muthia Elma. 2016. Pembuatan Pupuk Organik Dari
Sampah Organik Rumah Tangga Dengan Penambahan Bioaktivator EM 4. Jurnal
Konversi, 2 (2): 44 – 51.

Palaniveloo, K., Muhammad, Azri, A., Nur Azeyanti, N., etc. 2020. Food Waste
Composting and Microbial Community Structure Profiling. Review. Processes, 8, 723;
doi:10.3390/pr8060723.

Sahwan, Firman, L., Sri Wahyono dan Feddy Suryanto. 2011. Kualitas Kompos Sampah
Rumah Tangga yang Dibuat Dengan Menggunakan Komposter Aerobik. Jurnal Teknik
Lingkungan, 12 (3): 233 – 240.

Schlegel HG. 1994. Mikrobiologi Umum. Yogyakarta: Gajah Mada University Press.
Edisi Keenam.

Subandriyo., Didi Dwi Anggoro., Hadiyanto. 2012. Optimasi Pengomposan Sampah


Organik Rumah Tangga Menggunakan Kombinasi Aktivator EM4 dan MOL Terhadap
Rasio C/N. Jurnal Ilmu Lingkungan, 10 (2): 70 – 75.

Suwatanti EPS dan P, Widyaningsum. 2017. Pemanfaatan MOL Limbah Sayur pada
Proses Pembuatan Kompos. Jurnal MIPA, 40 (11): 611 – 618.

Utami, Bekti, Wahyu dan Totok Mardikanto. 2016. Pengelolaan Lingkungan Melalui
Pengolahan Sampah Rumah Tangga Terintegrasi. Inotek. 20 (2): 159 - 170.

Optimasi pupuk organik padat dan cair berbahan dasar limbah rumah tangga
Inayah Fitri, et.al 458

LAMPIRAN

Gambar 1 (a) limbah rumah tangga berupa sisa sayuran dan kulit buah (b) limbah rumah
tangga dalam komposter (c) pupuk organik cair (d) jamur Trichoderma sp. yang
terbentuk saat proses pengomposan (e) penguburan kompos dalam tanah (f) pupuk
organik padat

https://semnas.biologi.fmipa.unp.ac.id
Agritrop,
Agritrop, Vol. 17 (2):2019
Desember 135 - 145 Volume 17 (2)
ISSN 1693-2877 http://jurnal.unmuhjember.ac.id/in
EISSN 2502-0455 dex.php/AGRITROP
EISSN
PEMANFAATAN LIMBAH CAIR TAHU SEBAGAI PUPUK ORGANIK CAIR
PADA PERTUMBUHAN DAN HASIL TANAMAN SAWI PUTIH
(Brasica pekinensis)

Utilization of Tofu Liquid Waste to Growth and Yield of Chicory (Brasica pekinensi)

Elisabet Marian1, Sumiyati Tuhuteru*1


1
Program Studi Agroteknologi, Sekolah Tinggi Ilmu Pertanian Petra Baliem Wamena, Jl.
Sanger, Potikelek, Wamena, Papua 99511
e-mail: *sumiyati.tuhuteru@yahoo.com

ABSTRAK
Upaya untuk mencapai produksi yang tinggi dapat melalui berbagai asupan sarana produksi
seperti pupuk, hormon untuk pertumbuhan atau pestisida banyak digunakan dalam usaha
pertanian. Salah satunya adalah dengan penggunaan pupuk organik. Pupuk organik yang
digunakan adalah limbah cair tahu dari industri tahu. Limbah tahu mengandung unsur hara N
1,24%, P2O5 5.54 %, K2O 1,34 % dan C-Organik 5,803 % yang merupakan unsur hara
essensial. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh pemberian limbah cair tahu
terhadap pertumbuhan dan hasil tanaman sawi putih (Brassica pekinensis). Penelitian
dilaksanakan pada Juni hingga Agustus 2018 dengan susunan rancangan percobaan adalah
Rancangan Acak Kelompok Lengkap (RAKL), yang terdiri atas T0: Konsentrasi 0%; T1:
Konsentrasi 10%; T2: Konsentrasi 20%; T3: Konsentrasi 30%; T4: Konsentrasi 40%. Hasil
penelitian yang diperoleh menunjukkan pemberian perlakuan pupuk cair organik limbah cair
tahu mampu meningkatkan pertumbuhan dan hasil tanaman sawi putih secara nyata pada semua
parameter pengamatan yaitu tinggi tanaman, jumlah daun, dan berat segar tanaman. Konsentrasi
terbaik adalah 10 % (T1) dan 20 % (T2) dalam meningkatkan parameter tinggi tanaman dan
jumlah daun. Sedangkan, kosentrasi terbaik parameter produksi adalah konsentrasi 30 % (T3),
dengan berat produksi 13,57 gr.

Kata kunci: Limbah Cair Tahu, Pekinensis, Pupuk Organik Cair, Sawi, Tahu.

ABSTRACT
Efforts to achieve high production can be through various intake of production facilities such as
fertilizers, growth hormones or pesticides that are widely used in agriculture. One of them is by
using organic fertilizer. The organic fertilizer used is tofu liquid waste from the tofu industry.
Tofu waste contains nutrients N 1.24%, P2O5 5.54%, K2O 1.34% and C-Organic 5.803% which
are essential nutrients. This study aims to determine the effect of tofu liquid waste on the growth
and yield of chicory (Brassica pekinensis). The study was conducted in June to August 2018 with
the composition of the experimental design was carried out using Completly Randomized Block
Design (RCBD), which consists of T0: 0% concentration; T1: 10% concentration; T2:
Concentration of 20%; T3: 30% concentration; T4: Concentration of 40%. The results obtained
showed that the application of tofu liquid organic fertilizer fertilizer tofu was able to
significantly increase the growth and yield of chicory on all observation parameters, namely
plant height, number of leaves, and fresh weight of the plant. The best concentrations are 10%

134
Agritrop, Vol. 17 (2): 135 - 145

(T1) and 20% (T2) in increasing parameters of plant height and number of leaves. Meanwhile,
the best concentration of production parameters is a concentration of 30% (T3), with a
production weight of 13.57 gr.
Keywords: Chicory, Liquid Organic Fertilizer, Pekinensis, Tofu liquid waste, Tofu

PENDAHULUAN
Pendahuluan: Tanaman sawi putih (Brassica pekinensis L.) termasuk famili Brassicaceae,
berasal dari Tiongkok (China) dan Asia Timur. Tanaman ini merupakan komoditas tanaman
hortikultura yang banyak digemari oleh masyarakat karena memilki rasa yang paling enak
dibanding jenis sawi yang lain dan mudah didapat. Setiap 100 g bahan segar sawi mengandung
2,3 g protein, 4,0 g karbohidrat, 0,3 g lemak, 220 mg Ca, 38 mg P, 2,9 mg Fe, 1.940 mg vitamin
A, 0,09 mg vitamin B serta 102 mg vitamin C (Haryanto et al., 2007). Sawi putih termasuk
sayuran yang memiliki nilai komersial dan prospek yang baik untuk dikembangkan.
Kesadaran masyarakat akan produk pertanian ramah lingkungan semakin meningkat.
Permintaan pangan organik meningkat dengan semakin banyaknya masyarakat di dunia yang
mengikuti gaya hidup sehat “back to nature”. Konsumen menginginkan pangan yang aman,
bernutrisi tinggi, dan ramah lingkungan. Beberapa sumber hara yang dapat digunakan dalam
sistem pertanian organik adalah bahan organik yang berasal dari pupuk kandang, pupuk hijau,
limbah pertanian, pupuk hayati, dan limbah rumah tangga atau perkotaan.
Penggunaan pupuk hayati sebagai penyuplai unsur hara bagi tanaman merupakan salah satu
alternatif untuk mensubstitusi penggunaan pupuk anorganik yang berlebihan. Menurut
Simanungkalit (2001) aplikasi pupuk hayati dan pupuk kimia terpadu mampu meningkatkan
efisiensi penggunaan pupuk P dengan mengurangi dosis pupuk. Berkurangnya dosis ini akan
membantu upaya menekan risiko pencemaran lingkungan dan menghemat sumber daya.
Upaya untuk mencapai produksi yang tinggi dapat melalui berbagai asupan sarana produksi
seperti pupuk, hormon untuk pertumbuhan atau pestisida banyak digunakan dalam usaha
pertanian. Salah satunya adalah dengan penggunaan pupuk organik. Pupuk organik yang
digunakan adalah limbah cair tahu dari industri tahu.
Air limbah tahu merupakan air sisa penggumpalan tahu yang dihasilkan selama proses
pembuatan tahu. Pada waktu pengendapan tidak semua mengendap, dengan demikian sisa
protein yang tidak tergumpal dan zat-zat lain yang larut dalam air akan terdapat dalam limbah
cair tahu yang dihasilkan. Limbah cair tahu merupakan sisa dari proses pencucian, perendaman,
penggumpalan, dan pencetakan selama pembuatan tahu. Limbah cair tahu banyak mengandung
bahan organik dibandingkan bahanan organik. Kandungan protein limbah cair tahu mencapai
40-60 %, karbohidrat 25-50 %, dan lemak 10 %. Bahan organik berpengaruh terhadap tingginya
fosfor, nitrogen, dan sulfur dalam air (Hikmah, 2016). Limbah tahu diketahui mengandung BOD
(Biological Oxygen Demand) sebesar 5000-10.000 mg/l dan COD (Chemical Oxygen Demand)
700012.000 mg/l serta tingkat kemasaman yang sangat rendah, yaitu 4-5. Suhu dari limbah tahu
dapat mencapai 40-46 oC dan dapat mempengaruhi kehidupan biologis, kelarutan oksigen, dan
gas lainnya, juga kerapatan air, viskositas, dan tegangan permukaan. Bahan organik yang
terkandung dalam limbah tahu berupa karbohidrat sebesar 25-50 %, protein sebanyak 40-60 %,

135
Agritrop, Vol. 17 (2): 135 - 145

lemak sebesar 10 % dan minyak (Sugiharto, 1997). Selain itu, penggunaan limbah cair tahu
sebagai pupuk organik merupakan salah satu alternatif.
Limbah cair tahu didapat dari hasil samping pembuatan tahu. Pabrik tahu di Wamena cukup
memadai skalanya dan menghasilkan limbah tahu yang dapat dimanfaatkan sebagai pupuk
organik untuk budidaya pertanian, termasuk tanaman sawi putih. Jumlah kebutuhan air proses
pembuatan tahu dan jumlah limbah cair yang dihasilkan dilaporkan sebesar 43,5 – 45 liter untuk
tiap kilogram bahan baku kacang kedelai (Lisnasari, 1995). Limbah tahu mengandung unsur
hara N 1,24%, P2O5 5.54 %, K2O 1,34 % dan C-Organik 5,803 % yang merupakan unsur hara
essensial yang dibutuhkan tanaman (Asmoro, 2008). Unsur hara N berpengaruh terhadap
pertumbuhan vegetatif tanaman pakcoy seperti penambahan tinggi tanaman dan luas daun.
Kandungan hara pada limbah cair tahu yang telah difermentasi dapat langsung diserap oleh
tanaman (Amin et al. 2017). Kemudian, Sarwono dkk (2004) menyatakan sifat limbah cair dari
pengolahan tahu antara lain sebagai berikut: 1. Limbah cair mengandung zat-zat organik terlarut
yang cenderung membusuk jika dibiarkan tergenang sampai beberapa hari di tempat terbuka. 2.
Suhu air tahu rata-rata berkisar antara 40-600 C, suhu ini lebih tinggi dibandingkan suhu rata-
rata air lingkungan. Pembuangan secara langsung tanpa proses, dapat membahayakan
kelestarian lingkungan hidup. 3. Air limbah tahu bersifat asam karena proses penggumpalan sari
kedelai membutuhkan bahan penolong yang bersifat asam. Keasaman limbah dapat membunuh
mikroba.
Pemanfaatan limbah cair dalam bidang pertanian bukan hal baru lagi. Limbah cair bisa
digunakan untuk irigasi tanah pertanian karena limbah mengandung unsur hara N, P, K
(Indahwati, 2008). Hindersah (2011) merekomendasikan penggunaan limbah tahu dalam
pengomposan dengan tujuan efisiensi pengomposan dan meningkatkan nilai ekonomis limbah
tahu. Berdasarkan uraian tersebut, penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh
pemberian limbah cair tahu terhadap pertumbuhan dan hasil tanaman sawi putih (Brassica
pekinensis).

METODE PENELITIAN
Metode Penelitian: Bahan yang digunakan adalah polybag, benih sawi putih dan limbah cair
tahu dan pupuk kandang sedangkan alat yang digunakan adalah cangkul, gelas kimia,
timbangan, sprayer, penggaris, kertas label, dan alat tulis. Penelitian disusun menggunakan
metode Rancangan Acak Kelompok (RAK) dengan 1 perlakuan dan 3 kali ulangan. Pemberian
limbah cair tahu, yang terdiri dari : T0 : Tanpa pemberian pupuk limbah cair tahu, T1 :
Pemberian pupuk limbah cair tahu 10 %, T2 : Pemberian pupuk limbah cair tahu 20 %, T3 :
Pemberian pupuk limbah cair tahu 30 %, T4 : Pemberian pupuk limbah cair tahu 40 %.
Media tanam untuk penanaman sawi putih berasal dari campuran tanah dan pupuk kandang
dimasukkan kedalam polibag dengan perbandingan 2 : 1. Media tanam yang di campurkan
dengan pupuk kandang yaitu tanah top soil, keduanya dicampurkan, selanjutnya diisikan
kedalam polibag yang berukuran 30 x 35 cm.
Penanaman sawi putih dilakukan secara langsung di dalam polibag, tanpa melalui proses
persemaian. Penanaman dilakukan pada sore hari. Satu polibag di isi tiga benih. Penanaman
dilakukan dengan cara ditugal dengan kedalaman 1-2 cm. Kemudian benih dibenamkan. Sehari

136
Agritrop, Vol. 17 (2): 135 - 145

sebelum penanaman tanah harus diairi terlebih dahulu. Sehingga kondisi tanah pada saat
penanaman dalam kondisi lembab.
Pembuatan Limbah Cair Tahu
Limbah cair diperoleh dari salah satu pabrik industri Tahu. Limbah cair tahu yang diambil
merupakan hasil perasan tahu yang selanjutnya tidak digunakan. Limbah cair tahu diambil
sebanyak kebutuhan yang dibutuhkan, dan merupakan limbah yang berumur 1 – 2 hari setelah
diperas. Hasil perasan tersebut ditampung kedalam jirigen yang kemudian diukur konsentrasinya
berdasarkan perlakuan yang telah ditetapkan, yakni dengan cara sebagai berikut :
• T0: Konsentrasi 0% (Kontrol), hanya menggunakan air sebanyak 5000 ml.
• T1: Konsentrasi 10%, (400 ml limbah cair tahu + air sebanyak 3600 ml).
• T2: Konsentrasi 20%, (800 ml limbah cair tahu + air sebanyak 3200 ml).
• T3: Konsentrasi 30%, (1200 ml limbah cair tahu + air sebanyak 2800 ml).
• T4: Konsentrasi 40%, (1600 ml limbah cair tahu + air sebanyak 2400 ml)
Pupuk limbah cair tahu di berikan pada tanaman sawi putih dengan cara disiram pada
tanaman sesuai dengan dosis dan perlakuan masing-masing pada saat tanaman berumur 1 dan 3
minggu setelah tanam (MST). Setelah proses penanaman dan pemberian perlakuan dilakukan.
Tahapn selanjutnya adalah proses pemeliharaan tanaman yang meliputi:
a. Penyiraman; Penyiraman dilakukan dengan menggunakan gembor pada pagi dan sore
hari dan disesuaikan dengan kondisi lingkungan tempat penelitian. Penyiraman dengan
selang waktu dua kali sehari, yakni pada pagi dan sore hari. Namun, hanya dilakukan
apabila media tumbuh terlihat mulai kering.
b. Penyiangan gulma; Proses penyiangan dilakuan setiap saat, dengan mencabut setiap
rumput atau tanaman pengganggu yang tumbuh disekitar area penanaman. Hal ini
bertujuan untuk menghindari adanya persaingan dalam menyerap unsur hara yang
terkandung dalam tanah dan terkait penerimaan pencahayaan matahari.
Parameter pengamatan dalam penelitian itu terdiri dari parameter pertumbuhan dan
parameter hasil. Parameter pertumbuhan terdiri atas perhitungan tinggi tanaman (cm) dan
jumlah daun (helai) tanaman sawi putih. Kedua parameter ini diukur pada saat tanaman berumur
2 hingga 7 MST. Sedangkan parameter hasil adalah parameter bobot segar tanaman (gr) yang
diukur pada 9 MST atau setelah tanaman dipanen. Data hasil penelitian dianalisis dengan
Analisis varians (ANOVA). Selanjutnya untuk mengetahui perlakuan yang berbeda nyata
dilanjutkan dengan Uji Beda Nyata Terkecil (BNT) pada taraf 5 %.

HASIL DAN PEMBAHASAN


Hasil pemberian perlakuan pupuk orgnik cair organik dari limbah cair tahu terhadap
parameter tinggi tanaman sawi putih, jumlah daun dan bobot segar tanaman yang diamati
menunjukkan respon yang bervariasi. Berdasarkan analisis sidik ragam (Tabel 1), hasil
penelitian parameter tinggi tanaman pada pengamatan 5 dan 7 MST menunjukkan pengaruh
yang tidak berbeda nyata, dibandingkan pada pengamatan 2, 3, 4 dan 6 MST. Sedangkan, pada
parameter jumlah daun terlihat berbeda nyata hanya pada pengamatan 5 MST. Pada parameter
tinggi tanaman (Tabel 1) perlakuan pupuk organik cair dari limbah cair tahu memiliki tinggi

137
Agritrop, Vol. 17 (2): 135 - 145

tanaman yang lebih baik bila dibandingankan dengan tanaman yang tidak diberi perlakuan
pupuk, yakni pada pengamatan 2 MST perlakuan T1 menunjukkan nilai rerata tinggi tanaman
tertinggi (10,33 cm) dan pada pengamatan 6 MST perlakuan terbaik juga ditunjukkan oleh
perlakuan T1 dengan nilai rerata tinggi tanaman sebesar 18,33 cm. Sedangkan, pada pengamatan
3 dan 4 MST ditunjukkan oleh perlakuan T2, dimana rerata tinggi tanaman yang ditunjukkan
masing-masing sebesar 13,50 cm dan 15,33 cm dan berpengaruh nyata terhadap tanaman kontrol
(T0). Untuk itu, dapat dikatakan bahwa perlakuan T1 dan T2 merupakan konsentrasi limbah
tahu optimal. Hal ini dikarenakan unsur hara yang berasal dari medium tanam maupun dari
pemupukan limbah cair tahu konsentrasi 10% - 20% telah dapat memenuhi ketersediaan dan
serapan hara oleh tanaman dan digunakan untuk pertumbuhan tinggi tanaman. Selain
memperbaiki sifat kimia tanah, pemberian limbah cair tahu sebagai pupuk organik juga dapat
memperbaiki sifat fisik dan biologi tanah.
Menurut Sutanto (2003), penambahan pupuk organik dapat memperbaiki sifat fisik, kimia
dan biologi tanah sehingga lebih subur. Hal ini dikarenakan tanaman dapat memanfaatkan unsur
hara di dalam tanah yang meningkat akibat perlakuan limbah cair tahu. Seperti yang
dikemukakan oleh Ajeng (2015) bahwa aplikasi limbah cair tahu akan meningkatkan
ketersediaan hara yang dibutuhkan tanaman untuk menunjang pertumbuhannya.
Pupuk organik diketahui merupakan pupuk yang terbuat dari bahan-bahan organik seperti
kotoran hewan dan tanaman yang telah mengalami perombakan oleh mikroorganisme pengurai.
Pupuk organik ini terbuat dari limbah proses pembuatan tahu. Limbah merupakan hasil samping
dari proses pembuatan tahu baik berbentuk padat, cair dan gas. Limbah padat dihasilkan dari
hasil penyaringan dan limbah cair dihasilkan dari proses perebusan. Sebagian besar dari limbah
tahu berbentuk cair. Dalam limbah cair tahu banyak sekali senyawa organik yang terkandung
didalamnya seperti karbohidrat, protein dan lemak (Makiyah, 2013), dan unsur hara lainnya.
Limbah tahu mengandung unsur hara N 1,24%, P2O5 5.54 %, K2O 1,34 % dan C-Organik
5,803 % yang merupakan unsur hara essensial yang dibutuhkan tanaman (Asmoro, 2008). Unsur
hara N berpengaruh terhadap pertumbuhan vegetatif tanaman sawi putih seperti penambahan
tinggi tanaman dan jumlah daun tanaman.
Nitrogen adalah salah satu unsur zat yang sangat dibutuhkan dalam proses pertumbuhan
tanaman yaitu sebagai penyususun protein yang merupakan senyawa dengan berat molekul
tertinggi yang terdiri atas rantai-rantai asam amino yang terikat dengan ikatan peptida. Nitrogen
memegang peranan penting dalam penyusunan klorofil yang menjadikan tanaman berwarna
hijau (Samekto, 2008).
Selain unsur hara N, diduga pada limbah cair tahu terdapat kandungan unsur hara P dan K,
yang sangat dibutuhkan tanaman untuk proses fisiologis dan metabolisme hingga dapat
meningkatkan laju pertumbuhan tanaman termasuk tinggi tanaman. Selain itu, unsur N berperan
dalam pembentukan klorofil, semakin tinggi N yang diserap oleh tanaman maka klorofil yang
dibentuk semakin meningkat. Klorofil berfungsi sebagai pengabsorbsi cahaya matahari dan
dapat meningkatkan laju fotosintesis, sehingga fotosintat yang dihasilkan dapat dimanfaatkan
untuk meningkatkan pertumbuhan tinggi tanaman. Gardner dkk. (1991) menyatakan unsur hara
N sebagai salah satu unsur hara yang berfungsi sebagai pembentuk klorofil sehingga
meningkatkan proses fotosintesis.

138
Agritrop, Vol. 17 (2): 135 - 145

Unsur hara P berperan dalam pembentukan adenosin trifosfat (ATP). ATP adalah energi
yang dibutuhkan tanaman dalam setiap aktivitas sel yang meliputi pembesaran sel dan
perpanja/ngan sel diantaranya pada batang yang dapat meningkatkan pertumbuhan tinggi
tanaman. Hakim dkk. (1986) menyatakan bahwa unsur P berperan diantaranya dalam
pembentukan ATP. Selain N dan P, unsur hara K juga berperan dalam pertambahan tinggi
tanaman melalui perannya sebagai aktivator enzim dalam fotosintesis dan fotosintat yang
dihasilkan dimanfaatkan untuk meningkatkan tinggi tanaman. Lakitan (2010) menyatakan unsur
hara kalium berperan sebagai aktivator dari berbagai enzim esensial dalam reaksi-reaksi
fotosintesis dan respirasi serta enzim yang berperan dalam sistesis pati dan protein.
Pemberian pupuk organik pada tanah memberikan pengaruh terhadap biologi tanah yaitu
meningkatkan aktivitas mikroorganisme tanah dan keragaman mikroba tanah. Semakin tinggi
populasi dalam media tanam menyebabkan proses dekomposisi meningkat sehingga unsur hara
dalam tanah menjadi tersedia bagi tanaman. Thabrani (2011) menyatakan unsur hara akan
terpenuhi secara maksimal sejalan dengan peningkatan jumlah bahan organik pada tanah yang
berperan dalam meningkatkan jumlah mikroorganisme didalam tanah dan berperan dalam proses
dokomposisi dan berpengaruh pada suplai hara.
Respon yang ditunjukkan oleh tinggi tanaman, juga diikuti oleh parameter jumlah daun
tanaman. Meskipun dari hasil penelitian hanya pada 5 MST yang menunjukkan adanya
pengaruh nyata (Tabel 2), dengan jumlah daun terbanyak ditunjukkan oleh perlakuan T1 (12,67
helai) dan berbeda nyata dengan tanaman kontrol (T0). Sedangkan, pada pengamatan 2, 4, 3, 6
dan 7 MST menunjukkan pengaruh yang tidak nyata. Konsentrasi 10 % (T1) menunjukkan
jumlah daun terbanyak pada tanaman sawi, berbeda nyata dengan konsentrasi 0 %. Hal ini
karena pemberian limbah cair tahu mampu menyuplai unsur hara makro dalam jumlah yang
cukup untuk meningkatkan jumlah daun. Menurut Novizan (2002), unsur hara yang diberikan
melalui pemupukan akan memberikan efek fisiologis sehingga pertumbuhan tanaman menjadi
lebih baik. Pemberian limbah cair tahu dapat meningkatkan bahan organik dalam tanah dan
dapat membantu aktivitas mikroorganisme di dalam tanah. Hal ini dikarenakan limbah cair tahu
mengandung C-Organik sebesar 5,803%, sebagai bahan organik di dalam tanah merupakan
sumber makanan, energi dan karbon bagi mikroorganisme. Mikroorganisme berperan dalam
memperbaiki struktur tanah sehingga menjadi lebih baik dan unsur hara tersedia terutama N dan
P dapat diserap tanaman dengan baik untuk pertumbuhan tanaman.
Lingga (2003) menyatakan bahan organik mampu memperbaiki struktur tanah dengan bentuk
butiran tanah yang lebih besar oleh senyawa perekat yang dihasilkan mikroorganisme yang
terdapat pada bahan organik. Butiran – butiran tanah yang lebih besar akan memperbaiki
permeabilitas dan agregat tanah sehingga daya serap serta daya ikat tanah akan meningkat.
Unsur hara N merupakan unsur hara yang berperan terhadap pertumbuhan dan perkembangan
daun. Unsur N merupakan bahan dasar yang diperlukan untuk membentuk asam amino yang
akan dimanfaatkan untuk proses metabolisme tanaman sehingga akan mempengaruhi
pertambahan jumlah daun. Selain itu, Lahuddin (2007) menyatakan unsur hara yang
berpengaruh terhadap pertumbuhan dan perkembangan daun adalah unsur N. Unsur N
dimanfaatkan tanaman untuk pembentuk klorofil, asam amino dan protein sehingga mampu
membentuk organ–organ pertumbuhan di antaranya pembentukan daun. Jumlah daun akan

139
Agritrop, Vol. 17 (2): 135 - 145

mempengaruhi laju fotosintesis pada tanaman, semakin banyak daun yang terbentuk maka laju
fotosintesis meningkat sehingga produksi fotosintat meningkat. Fotosintat tidak hanya
digunakan untuk pembentukan daun tetapi juga digunakan untuk pertumbuhan vegetatif seperti
tinggi tanaman.
Tinggi tanaman mempengaruhi jumlah daun tanaman sawi putih. Semakin tinggi tanaman
maka jumlah daun juga akan meningkat karena daun terletak pada buku – buku batang. Lakitan
(2010) menyatakan umur tanaman berpengaruh terhadap pertambahan daun dan stadia
perkembangan daun yang akan mempengaruhi laju fotosintesis, semakin banyak jumlah daun
maka fotosintesis akan meningkat. Banyaknya jumlah daun juga dipengaruhi oleh pertambahan
jumlah sel dan pembesaran sel. Proses ini terjadi akibat pembelahan mitosis pada jaringan
bersifat meristematik. Menurut Latarang dan Syakur (2006) bahwa pembentukan jumlah daun
sangat ditentukan oleh jumlah dan ukuran sel, juga dipengaruhi oleh unsur hara yang diserap
akar untuk dijadikan sebagai bahan makanan. Harjadi (1991), menyatakan pada fase vegetatif
hasil fotosintesis secara kompetitif pertumbuhannya akan ditranslokasikan ke akar, batang dan
daun. Sejalan dengan Lakitan (1996), yang menyatakan perkembangan dan peningkatan jumlah
daun dan ukuran daun (aktivitas jaringan meristematik) dipengaruhi oleh ketersediaan air dan
zat hara dari media, sebab air dan zat hara yang terlarut akan diangkut kebagian atas tanaman
dan sebagian lagi akan digunakan untuk meningkatkan tekanan turgor sel daun, kemampuan
daun dalam berfotosintesis akan meningkat apabila didukung oleh ketersediaan unsur hara.
Nitrogen merupakan unsur hara yang dibutuhkan tanaman untuk pembentukan protein di
dalam sel-sel vegetatif tanaman. Pemberian N akan menyebabkan pertumbuhan vegetatif
berlangsung baik dan warna daun menjadi hijau tua (Leiwakabessy, 1998). Hal ini kemudian
akan berpengaruh pada jumlah fotosintat yang terbentuk. Ini dapat dilihat pada parameter
produksi yang diamati atau dilakukan pada saat proses pemanenan. Proses pemanenan dilakukan
apabila daun sudah membuka penuh pada 25-30 HST. Secara statistik, perlakuan limbah cair
tahu yang diberikan menunjukkan pengaruh nyata terhadap produksi tanaman (bobot segar
tanaman) yang ditunjukkan oleh perlakuan T3 (13,57 gr). Hal ini diduga, kandungan hara N, P
dan K pada limbah cair tahu sangat penting bagi pertumbuhan tanaman. N berperan dalam
pembentuk klorofil. Semakin tinggi kandungan klorofil yang terdapat pada daun maka
penyerapan cahaya matahari yang diterima oleh daun semakin tinggi. Dengan demikian
fotosistesis akan semakin maksimal yang menghasilkan fotosintat yang digunakan sebagai
energi untuk pertumbuhan tanaman. Meskipun sebelumnya jumlah daun pada perlakuan T3
tidak menunjukkan pengaruh nyata terhadap T1. Namun, hal ini berkaitan erat dengan proses
dekomposisi hara tanah dan proses suplai hara dalam tubuh tanaman.
Menurut Soepardi (1983), dekomposisi bahan organik tanah akan melepaskan unsur hara
yang tersedia bagi tanaman. Unsur hara yang tersedia bagi tanaman merupakan salah satu faktor
yang menunjang kegiatan fisiologis tanaman, seperti proses fotosintesis. Semakin banyak proses
dekomposisi oleh mikroorganisme dekomposer maka ketersediaan unsur hara dalam media
tanam akan meningkat sehingga akan berpengaruh terhadap produksi tanaman. Dwijoseputro
(1988) menyatakan bahwa ketersediaan unsur hara dalam keadaan cukup maka proses
fotosintesis akan dapat berjalan dengan lancar, sehingga asimilat dapat ditranslokasikan ke
seluruh bagian tanaman dan pada akhirnya terjadi peningkatan bobot segar tanaman.

140
Agritrop, Vol. 17 (2): 135 - 145

Bobot segar tanaman dipengaruhi oleh pertambahan tinggi tanaman, jumlah daun dan luas
daun. Daun merupakan organ vegetatif tanaman dimana jumlahnya sangat mempengaruhi
pertumbuhan tanaman karena daun merupakan organ tempat terjadinya fotosintesis. Terjadinya
peningkatan berat segar tanaman berhubungan erat dengan pertambahan jumlah daun yang
cenderung lebih banyak. Semakin banyak jumlah daun maka jumlah klorofil juga meningkat.
Klorofil berperan dalam proses fotosintesis sehingga fotosintesis akan berjalan dengan lancar
dan fotosintat yang dihasilkan juga meningkat.
Hasil fotosintat ditranslokasikan keseluruh jaringan tanaman sehingga berpengaruh terhadap
peningkatan berat segar tanaman. Menurut Nyakpa dkk. (1988), terdapatnya klorofil yang
cukup pada daun menyebabkan daun memiliki kemampuan untuk menyerap cahaya matahari,
sehingga akan meningkatkan proses fotosintesis. Peningkatan laju fotosintesis dipengaruhi oleh
pembukaan stomata yang optimal. Hal ini menunjukkan adanya unsur kalium yang
mengakibatkan pembukaan stomata lebih optimal. Dimana, pembukaan stomata yang optimal
berpengaruh pada proses fotosintesis melalui peningkatan serapan gas CO2. Meningkatnya CO2
yang dapat diserap oleh tanaman akan mengakibatkan meningkatnya laju fotosintesis (Salisbury
and Ross, 1992). Peningkatan laju fotosintesis akan mengakibatkan peningkatan bobot tanaman
yang akan meningkatkan bobot produksi. (Falasifa, et al., 2014).
Peningkatan bobot segar tanaman juga dipengaruhi oleh kadar air dalam jaringan dimana
proses fisiologi yang berlangsung pada tanaman berkaitan erat dengan air dan bahan-bahan yang
terlarut dalam air. Prawinata dkk. (1989) menyatakan berat segar tanaman merupakan cerminan
dari komposisi unsur hara dan air yang diserap. Lebih 70% dari berat total tanaman adalah air.
Menurut Lakitan (1996) berat segar tanaman tergantung kadar air dalam jaringan dimana proses
fisiologi yang berlangsung pada tumbuhan banyak berkaitan dengan air. Peningkatan terhadap
parameter bobot segar tanaman dapat dilihat pada Gambar 1.

Tabel 1. Pengaruh pupuk cair organik limbah cair tahu terhadap tinggi tanaman sawi putih (cm)
Tinggi Tanaman (cm/MST)
Perlakuan
2 MST 3 MST 4 MST 5 MST 6 MST 7 MST
T0 8,30 b 9,20 b 11,67 b 13,17 a 15,50 b 17,00 a
T1 10,33 a 12,33 a 14,67 a 16,00 a 18,33 a 20,17 a
T2 9,67 a 13,50 a 15,33 a 16,87 a 18,17 a 20,00 a
T3 9,13 ab 12,67 a 15,33 a 16,37 a 18,00 a 20,00 a
T4 9,00 ab 12,00 a 15,00 a 16,67 a 17,67 a 19,33 a
Rata-rata 9,23 11,94 14,40 15,81 17,53 19,30
Koefisien
8,40 9,37 5,74 - 5,25 4,07
keragaman (%)
Keterangan : Nilai yang diikuti dengan huruf yang sama pada kolom yang sama tidak berbeda nyata
dengan uji lanjut BNT pada α = 5 %; T0 (tanpa pemberian pupuk limbah cair tahu), T1
(pemberian pupuk limbah cair tahu 10 %), T2 (pemberian pupuk limbah cair tahu 20 %), T3
(pemberian pupuk limbah cair tahu 30 %), T4 (pemberian pupuk limbah cair tahu 40 %).

141
Agritrop, Vol. 17 (2): 135 - 145

Tabel 2. Pengaruh pupuk cair organik limbah cair tahu terhadap jumlah daun sawi putih (helai)
Jumlah Daun (Helai/MST)
Perlakuan
2 MST 3 MST 4 MST 5 MST 6 MST 7 MST
T0 5,33 a 6,67 a 9,00 a 10,33 b 11,33 a 12,67 a
T1 5,67 a 7,67 a 12,33 a 12,67 a 13,33 a 13,33 a
T2 5,33 a 7,33 a 10,00 a 10,67 ab 12,67 a 13,00 a
T3 5,00 a 7,00 a 9,67 a 11,00 ab 12,00 a 12,00 a
T4 4,67 a 7,33 a 9,33 a 10,33 b 11,67 a 11,67 a
Rata-rata 5,20 7,20 10,07 11,00 12,20 12,53
Koefisien keragaman
- - - 4,93 - -
(%)
Keterangan : Nilai yang diikuti dengan huruf yang sama pada kolom yang sama tidak berbeda nyata
dengan uji lanjut BNT pada α = 5 %; T0 (tanpa pemberian pupuk limbah cair tahu), T1
(pemberian pupuk limbah cair tahu 10 %), T2 (pemberian pupuk limbah cair tahu 20 %), T3
(pemberian pupuk limbah cair tahu 30 %), T4 (pemberian pupuk limbah cair tahu 40 %).
Tabel 3. Pengaruh pupuk cair organik limbah cair tahu terhadap berat segar (gr)
Perlakuan Berat Segar (gram)
T0 11,30 b
T1 11,67 b
T2 12,03 ab
T3 13,57 a
T4 12,37 ab
Rata-rata 12,19
Koefisien keragaman (%) -
Keterangan : Nilai yang diikuti dengan huruf yang sama pada kolom yang sama tidak berbeda nyata
dengan uji lanjut BNT pada α = 5 %; T0 (tanpa pemberian pupuk limbah cair tahu), T1
(pemberian pupuk limbah cair tahu 10 %), T2 (pemberian pupuk limbah cair tahu 20 %), T3
(pemberian pupuk limbah cair tahu 30 %), T4 (pemberian pupuk limbah cair tahu 40 %).

16,00
13,57
14,00 12,37
11,67 12,03
11,30
BERAT SEGAR (GRAM)

12,00
10,00
8,00
6,00
4,00
2,00
-
T0 T1 T2 T3 T4
PERLAKUAN POC LIMBAH CAIR TAHU

Gambar 1. Pengaruh Pemberian Pupuk Organik Cair Limbah Tahu terhadap Bobot Segar Tanaman Sawi
Putih

142
Agritrop, Vol. 17 (2): 135 - 145

KESIMPULAN
Hasil penelitian yang diperoleh menunjukkan pemberian perlakuan pupuk cair organik
limbah cair tahu mampu meningkatkan pertumbuhan dan hasil tanaman sawi putih secara nyata
pada semua parameter pengamatan yaitu tinggi tanaman, jumlah daun, dan bobot segar tanaman.
Konsentrasi terbaik adalah 10 % (T1) dan 20 % (T2) dalam meningkatkan parameter tinggi
tanaman dan jumlah daun. Sedangkan, kosentrasi terbaik parameter produksi adalah konsentrasi
30 % (T3), dengan rerata bobot segar tanaman sebesar 13,57 gr.

DAFTAR PUSTAKA
Ajeng F. S. 2015. Pemanfaatan Limbah Cair Tahu sebagai Bahan Amelioran Tanah dan
Pengaruhnya terhadap Pertumbuhan dan Produksi Tanaman Caisin (Brassica juncea L.).
Skripsi. Departemen Ilmu Tanah dan Sumberdaya Lahan Fakultas Pertanian. IPB.
Bogor.
Amin Al Ahmad, Yulia En A. Dan Nurbaiti. 2017. Pemanfaatan Limbah Cair Tahu untuk
Pertumbuhan dan Produksi Tanaman Pakcoy (Brassica rapa L.). JOM FAPERTA, 4 (2).
Asmoro, Y. 2008. Pemanfaatan limbah tahu untuk peningkatan hasil tanaman petsai (Brassica
chinensis). Jurnal Bioteknologi. vol 5 (2): 51 – 55. Program Biosains Pasca Sarjana
Universitas Sebelas Maret. Surakarta..
Dwijosaputro, D. 1988. DasarDasar Fisiologi Tanaman. Gramedia. Jakarta
Falasifa A., Slameto dan K. Hariyono. 2014. Effect of seaweed extract Ascophyllum nodosum
in powder and liquid form on growth of red leaf lettuce (Lactuca sativa var. crispa).
Berkala Ilmiah Pertanian 1:62-64
Gardner, F.P., R.B. Pearce, dan R.L. Mitchell. 1991. Fisiologi Tanaman Budidaya (Terjemahan
oleh Herawati Susilo). UI Press. Jakarta.
Hakim, N, M.Y. Nyakpa, A.M. Lubis, S.G. Nugroho, M.R. Saul, M.A. Diha, H.M. Bailey. 1986.
Dasar-Dasar Ilmu Tanah. Universitas Lampung.
Harjadi, S.S. 1991. Pengantar Agronomi. Gramedia. Jakarta.
Haryanto W., T. Suhartini dan E. Rahayu. 2007. Teknik Penanaman Sawi dan Selada seca
Hidroponik. Jakarta: Penebar Swadaya.
Hikmah N. 2016. Pengaruh Pemberian Limbah Tahu Terhadap Pertumbuhan dan Hasil
Tanaman.
Hindersah R. 2011. Pemanfaatan Limbah Tahu dalam Pengomposan Sampah Rumah tangga
untuk Meningkatkan Kualitas Mikrobiologi Kompos. Jurnal Agrinimal 1 (2)..
Indahwati. 2008. Pengaruh Pemberian Limbah Cair Tahu terhadap Pertumbuhan Vegetatif Cabai
Merah (Capsicum annuum. L) Secara Hidroponik dengan Metode Kultur Serabut
Kelapa. Skripsi . Malang: Program Studi Pendidikan Biologi Jurusan Pendidikan
Matematika Dan Ilmu Pengetahuan Alam Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan
Universitas Muhammadiyah.
Lahuddin, M., 2007. Aspek Unsur Mikro Dalam Kesuburan Tanah. USU Press. Medan.
Lakitan, B. 1996. Fisiologi Pertumbuhan dan Perkembangan Tanaman. Raja Grafindo Persada.
Jakarta.
Lakitan 2010. Dasar – Dasar Fisiologi Tumbuhan. Rajawali Pers. Jakarta.

143
Agritrop, Vol. 17 (2): 135 - 145

Latarang, B. dan A. Syakur. 2006. Pertumbuhan dan hasil bawang merah (Allium ascalonicum
L.) pada berbagai dosis pupuk kandang. J.Agroland. vol. 13 (3): 265–269.
Leiwakabessy, F. M. 1998. Kesuburan Tanah. Bogor: Jurusan Tanah Fakultas Pertanian, Institut
Pertanian Bogor.
Lingga, P. 2003. Petunjuk Penggunaan Pupuk. Penebar Swadaya. Jakarta.
Lisnasari, S. F. 1995. Pemanfaatan gulma air (aquatic weed) sebagai upaya pengelolahan limbah
cair industri pembuatan tahu. Tesis. Universitas Sumatra Utara. Medan.
Makiyah Mujiatul. 2013. Analisis Kadar N, P dan K pada Pupuk Cair Limbah Tahu dengan
Penambahan Tanaman Matahari Meksiko (Thitonia diversivolia). Skripsi. Jurusan
Kimia, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam. Universitas Negeri
Semarang.
Novizan. 2002. Petunjuk Pemupukan Yang Efektif. Agromedia Pustaka. Jakarta.
Nyakpa, M. Y, A.M. Lubis, M. A. Pulung, A.G. Amroh, A. Munawar, G. B. Hong dan N.
Hakim. 1988. Kesuburan Tanah. Universitas Lampung. Lampung.
Prawinata, W., S. Harran dan P. Tjandronegoro. 1989. Dasar – dasar Fisiologi Tumbuhan II.
Fakultas Pertanian IPB. Bogor.
Salisbury FB, CW Ross. 1992. Plant Physiology. Belmont – California: Wadsworth Publishing
Comp.
Samekto R. 2008. Pemupukan. Yogyakarta: PT. Citra Aji Parama.
Sarwono 2004. Sifat Limbah Tahu. Jakarta
Simanungkalit, R.D.M. 2001. Aplikasi pupuk hayati dan pupuk kimia : suatu pendekatan
terpadu. Skripsi. Malang: Program Studi Pendidikan Biologi Jurusan Pendidikan
Matematika Dan Ilmu Pengetahuan Alam.
Soepardi, G. 1983. Sifat dan Ciri Tanah. Bogor: Jurusan Tanah, Fakultas Pertanian, Institut
Pertanian Bogor.
Sugiharto. 1997. Dasar-dasar Pengolahan Air Limbah. Jakarta: Universitas Indonesia (UI) Press.
Sutanto, R. 2003. Penerapan Pertanian Organik Pemasyarakatan Dan Pengembangan.Kanisius.
Yogyakarta.
Thabrani A. 2011. Pemanfaatan Kompos Ampas Tahu Untuk Pertumbuhan Bibit Kelapa Sawit
(Elais guinensis Jacq.). Skripsi Fakultas Pertanian, Universitas Riau. (Tidak
Dipublikasikan).

144
Jurnal Silva Tropika e-ISSN 2621-4113
Vol. 5 No. 2, Desember 2021 p-ISSN 2615-8353

KOMPONEN FAKTOR ABIOTIK LINGKUNGAN TEMPAT TUMBUH PUSPA


(Schima wallichii DC. Korth) DI KAWASAN HUTAN ADAT BULIAN
KABUPATEN MUSIRAWAS
(Components Of Environmental Abiotic Factors Where Grow Puspa (Schima wallichii Dc. Korth) In
Bulian Traditional Forest Area Musirawas District)

Nursanti 1, Ade Adriadi 2*, Sai’in1


1Program Studi Kehutanan, Fakultas Pertanian, Universitas Jambi
2Program Studi Biologi, Fakultas Sains dan Teknologi Universitas Jambi
*Corresponding author: adeadriadi@unja.ac.id

ABSTRACT
The puspa plant (Schima wallichii) is a tree species that is widely used as building raw
material, producing firewood, making paper, furniture industry, animal feed, traditional herbal
medicine and producing dyes. Puspa Plants in the Bulian Customary Forest Area Grows in
environmental conditions with a flat topography, namely at a slope of 0%-5%, alluvial soil type, pH
conditions ranging from 5-6 and brown soil color, clay texture, dusty clay, to dusty clay loam with a
percentage of 2%-9% sand per ticket, 21%-64% dust particles and clay particles ranging from
33%-75%. The nutrient content of N ranges from 0.15% - 0.2%; nutrient K ranges from 0.01% -
0.02%; nutrient Ca ranges from 0% - 0.06%; Mg nutrients ranged from 0.01% - 0.04% and P
nutrient content from 4.64 me/100g to 17.27 me/100g. While the abiotic component of climatic
factors, puspa plants grow in environmental conditions with daily light intensity ranging from 112.25
lux - 2156.25 lux, temperature and humidity ranging from 28.30C - 30.60C while daily humidity
ranges from 85.25% - 96.25%.

Keywords: Abiotic factors, Puspa plant (Schima wallichii), Bulian traditional forest

ABSTRAK
Tumbuhan puspa (Schima wallichii) merupakan spesies pohon yang banyak dimanfaatkan
sebagai bahan baku bangunan, penghasil kayu bakar, pembuatan kertas, industri meubel, pakan
ternak, jamu tradisional dan penghasil zat pewarna. Tumbuhan puspa di Kawasan Hutan Adat
Bulian Tumbuh pada kondisi lingkungan dengan topografi cenderung datar yaitu pada kelerengan
0%-5%, jenis tanah aluvial, kondisi pH berkisar 5–6 dan warna tanah kecoklatan, tekstur tanah liat,
liat berdebu, hingga lempung liat berdebu dengan persentase pertiket pasir 2%-9%, partikel debu
21%-64% dan partikel liat berkisar 33%-75%. Kandungan unsur hara N berkisar antara 0,15% -
0,2%; unsur hara K berkisar 0,01% - 0,02%; unsur hara Ca berkisar antara 0% - 0,06%; unsur hara
Mg berkisar antara 0,01% - 0,04% dan kandungan unsur hara P 4,64 me/100g sampai dengan
17,27 me/100g. Sedangkan komponen abiotik faktor iklim, tumbuhan puspa tumbuh pada kondisi
lingkungan dengan intensitas cahaya harian berkisar antara 112,25 lux - 2156,25 lux, suhu dan

438
Jurnal Silva Tropika e-ISSN 2621-4113
Vol. 5 No. 2, Desember 2021 p-ISSN 2615-8353

kelembaban berkisar antara 28,30C - 30,60C sedangkan kelembaban harian berkisar antara
85,25% - 96,25%.

Kata Kunci: Faktor abiotik, Tumbuhan puspa (Schima wallichii), Hutan adat bulian
Diterima, 06 September 2021
Disetujui, 30 Januari 2022
Online, 2 Februari 2022

PENDAHULUAN
Tumbuhan puspa (Schima wallichii) merupakan spesies tumbuhan yang termasuk dalam kategori
pohon dan memiliki banyak manfaat. Menurut Martawijaya et al., (1989) Kayu dari pohon puspa
dimanfaatkan sebagai bahan bangunan, penghasil kayu bakar, pembuatan kertas, industri meubel
dan penghasil zat pewarna, daunnya digunakan untuk pakan ternak, sedangkan mahkota bunga
dan buahnya dimanfaatkan sebagai jamu tradisional setelah dikeringkan. Selain itu, Menurut
Wibowo (2003), tumbuhan puspa juga bisa digunakan sebagai tanaman pelindung dan reklamasi
lahan, karena resisten terhadap kebakaran dengan kulit kayu yang tebal. Hasil penelitian Purnama
et al., (2016) menunjukan bahwa tumbuhan puspa mempunyai manfaat ekologi karena mampu
menyumbang unsur hara sekitar 7,73 kg/ha/tahun, meliputi N, K, P, Ca, dan Mg.
Daerah persebaran tumbuhan puspa yang ada di Indonesia meliputi pulau Sumatra, Jawa
dan Kalimantan. Tumbuhan puspa yang ada di Sumatra ditemukan dibeberapa tempat salah
satunya Hutan Adat Bulian yang ada di provinsi Sumatra Selatan. Hutan adat Bulian merupakan
kawasan hutan yang ditetapkan Berdasarkan Keputusan Bupati Musirawas Nomor 27/SK/KEHUT/
Tahun (2001) dengan luasan seluas ± 50 ha (Cahyono, 2014). Kawasan tersebut merupakan salah
satu ekosisitem hutan dataran rendah yang menjadi habitat alami tumbuhan puspa. Sehingga perlu
diketahui faktor abiotik lingkungan tempat tumbuh tumbuhan puspa pada kawasan hutan adat
tersebut, sebagai salah satu spesies tumbuhan yang mamiliki banyak manfaat.
faktor abiotik lingkungan tempat tumbuh puspa merupakan faktor yang mempengaruhi
kwalitas pertumbuhan dari tumbuhan puspa itu sendiri, karena faktor-faktor lingkungan seperti
kesuburan tanah, intensitas cahaya, suhu dan kelembaban, merupakan indikator tertentu yang
dapat menentukan proses metabolisme dan fisiologis suatu spesies tumbuhan (Jayadi,
2015).Penelitian ini bertujuan untuk mempelajari karakter biofisik lingkungan tempat tumbuh
seperti kondisi tanah, intensitas cahaya, suhu dan kelembabanya, di hutan Adat Bulian, Desa Biti
Jaya, Kabupaten Musirawas. Selain itu, Pentingnya mengetahui faktor abiotik lingkungan tempat
tumbuh puspa di hutan Adat Bulian, untuk menjadi acuan tindakan konservasi dan perlakuan
silvikultur dalam pengelolaan hutan. Ketersedian informasi faktor abiotik lingkungan tempat tumbuh
puspa di hutan Adat Bulian, dapat membantu sebagai dasar dalam menetapkan kebijakan dan
perlakuan silvikultur yang tepat agar tetap lestari.

METODE PENELITIAN

439
Jurnal Silva Tropika e-ISSN 2621-4113
Vol. 5 No. 2, Desember 2021 p-ISSN 2615-8353

Penelitian ini berlangsung selama tiga bulan, dari bulan Oktober 2020 sampai dengan bulan
Januari 2021 yang bertempat di hutan Adat Bulian, Desa Bliti Jaya Kabupaten Musirawas Sumatra
Selatan, dengan ketingian 50-60 m dpl. Alat yang digunakan meliputi bor tanah, meteran, kamera,
parang, kompas, (GPS) Global Positioning System, Termohygometer, Lux meter, pH meter, alat
tulis dan bak sampel tanah. Sedangkan bahan yang digunakan yaitu kertas koran, label sampel,
kantong plastik, dan tallysheet.
Metode dalam penelitian ini merupakan metode purposive sampling yang artinya
pengambilan datanya dilakukan berdasarkan keberadaan tumbuhan puspa dengan banyaknya
data ditetapkan sebanyak 10 kali pengulangan. Data yang diambil meliputi sifat fisik dan kimia
tanah, suhu dan kelembaban serta intensitas cahaya. sampel tanah diambil pada daerah
perakaran tumbuhan puspa, dengan kedalaman 0 cm – 30 cm, sebanyak lima titik disetiap lokasi
tempat keberadaan tumbuhan puspa. Sampel tanah dari lokasi penelitian merupakan sampel
tanah tidak utuh (disturbed soil sample) yang dikompositkan. Selanjutnya sempel tanah hasil
pengeboran dikompositkan dalam bak sampel dan dimasukkan ke dalam plastik sebanyak 1 kg
untuk sampel analisis kimia dan fisika tanah. Sehingga jumlah total sampel tanah yang diambil
dalam 10 kali ulangan sebanyak 10 kg. Sampel tanah yang dikomposit hasil pengeboran di
lapangan selanjutnya dikeringkan, dihaluskan kemudian disaring menggunakan ayakan lolos 60
mes.

Table 1. Variabel sifat kimia tanah yang di analisis di laboratorium.


No Parameter Satuan Metode
1 pH Tanah - Ph meter
2 Bahan Organik melalui C- organik % Wakley dan Black
3 Kandungan N tersedia % Ekstraksi H2(SO4)
4 Fosfor melalui P tersedia % Ekstraksi HNO3 dan HCLO4
5 Kalium melalui K tersedia % Ekstraksi HNO3 dan HCLO4
6 Kalsium melalui Ca % Ekstraksi HNO3 dan HCLO4
7 Magnesiu melalui Mg % Ekstraksi HNO3 dan HCLO4
Sumber : Sulaemen et al., 2005
Table 2. Variabel sifat fisik yang diamati di lapangan
No Parameter Satuan Metode
1 Jenis Tanah - Peta jenis tanah
2 Warna Tanah MSC
3 Tekstur Tanah - Pipet
% Pasir
% Debu
% Liat
Sumber: Hardjowigeno, 2011

Pengambilan data suhu dan kelembaban udara dilakukan secra bersamaan dengan
menggunakan alat Thermohygometer yang digantungkan pada pohon. Sedangkan Pengambilan
data intensitas cahaya matahari menggunakan alat lux meter dibawah tegakan pohon. Pengukuran
intensitas cahaya, suhu dan kelembaban dilakukan pada tiga kali waktu pengulangan yaitu pagi
(07:00 - 08:00), siang (12:00 - 14:00) dan sore hari pukul (16:00 -17:00). Selanjutnya hasil
pengukuran tersebut dirata-ratakan, sehingga didapat data rata-rata intensitas cahaya, suhu dan
kelembaban harian dengan menggunakan persamaan berikut (Handoko, 1995).

440
Jurnal Silva Tropika e-ISSN 2621-4113
Vol. 5 No. 2, Desember 2021 p-ISSN 2615-8353

T = 2(Tpagi) + (Tsiang) + (Tsore) Keterangan:


4 T = Suhu
RH = 2(RHpagi) + (RHsiang) + (RHsore) RH = Kelembaban Relatif
4
Intensitas Cahaya = 2(Cahaya pagi) + (Cahaya siang) + (Cahaya sore) (Hermawan, 2009)
4

HASIL DAN PEMBAHASAN


Faktor abiotik merupakan faktor eksternal yang mempengaruhi proses pertumbuhan dan
perkembangan suatu tumbuhan. Faktor abiotik lingkungan meliputi intensitas cahaya, suhu,
kelembaban, kemasaman tanah, susunan gas dalam tanah serta ketersediaan unsur hara dalam
tanah. Dari beberapa faktor tersebut intensitas cahaya matahari merupakan faktor utama yang
secara langsung mempengaruhi pertumbuhan dan perkembangan tanaman melalui proses
fotosintesis. Selain itu, intensitas cahaya matahari juga secara tidak langsung mempengaruhi
unsur iklim lainnya seperti suhu dan kelembaban (Jayadi 2015).
Berdasarkan hasil pengukuran pada tabel 10, intensitas cahaya harian pada lokasi penelitian
berkisar antara 112,25 lux pada plot contoh delapan sampai dengan 2156,25 lux pada plot contoh
satu. Tingginya intensitas cahaya matahari yang ada di plot contoh 1 karena letaknya berada di
tepi kawasan Hutan Adat Bulian serta dekat dengan akses jalan, sehingga banyak celah vegetasi
yang bisa ditembus oleh cahaya matahari. Intensitas cahaya matahari harian terlihat memiliki
hubungan dengan volume tumbuhan puspa. Hal ini dapat dilihat dari perbandingan datanya,
bahwa plot 1 memiliki volume tegakan puspa tertinggi yaitu 1,8 m3/ha dan intensitas cahaya
tertinggi sebesar 2156,25 lux. Sedangkan di plot contoh 8 memiliki volume tegakan terkecil yaitu
0,5 m3/ha dan itensitas cahanya terendah yitu 112,25 lux. Hal ini menunjukan bahwa tumbuhan
puspa yang ada di lokasi penelitian membutuhkan intensitas cahaya matahari yang cukup tinggi
agar dapat melakukan proses fisiologis untuk dapat tumbuh dan berkembang. Sedangkan hasil
pengukuran suhu dan kelembaban udara harian disetiap plot contoh yang menjadi tempat tumbuh
puspa berkisar antara 28,30C sampai 30,60C sedngkan kelembaban harian berkisar antara
85,25% sampai 96,25% (Tabel 10). Tingginya persentase kelembaban harian pada lokasi
penelitian dikarenakan tajuk pohon bulian mendominasi cukup rapat, sehingga intensitas cahaya
matahari yang masuk tidak terlalu besar. Jika mengacu pada penelitian Goldsworthy & Fisher
(1984) dalam Hermawan (2009) kisaran suhu tersebut merupakan standar suhu di darah tropis
yang berada pada kisaran 250C sampai 300C dengan kelembaban udara relatif pada kawasan
yang berada di daerah katulistiwa selalu diatas 80%. Kisaran suhu tersebut mendekati hasil
penelitian Ibadurohmah (2016) bahwa tumbuhan puspa tumbuh pada daerah dengan kelembaban
89% sampai 90%. Selain suhu dan kelembaban beberapa data yang termasuk dalam aspek abiotik
lingkungan tumbuh tempat puspa juga diamati disetiap plot seperti sifat fisik dan sifat kimia tanah.

441
Jurnal Silva Tropika e-ISSN 2621-4113
Vol. 5 No. 2, Desember 2021 p-ISSN 2615-8353

Tabel 10. Komponen faktor abiotik lingkungan tempat tumbuh puspa

Lereng Jenis Warna IC Suhu RH C N K Ca Mg P Pasir Debu Liat


Plt pH Keterangan
(%) Tanah Tanah (lux) (0C) (%) %
1 0 Aluvial Brown 2156,3 30,2 91,8 6,5** 4,18* 0,16* 0,02* 0,01* 0,02* 12,2* 9 45 46 Liat berdebu
2 2 Aluvial Brown 587,5 28,8 96,3 5,5* 4,95* 0,19* 0,01* 0,01* 0,02* 11,2* 3 64 33 Lempung liat berdebu
3 0 Aluvial Brown 1107 30,4 89,3 5,5* 3,2* 0,15* 0,01* 0* 0,01* 4,63* 7 48 45 Liat berdebu
4 3 Aluvial Brown 568,25 28,9 90,3 5* 4,11* 0,15* 0,01* 0* 0,02* 6,6* 2 44 54 Liat berdebu
5 3 Aluvial Brown 548 28,3 95,5 5* 4,18* 0,15* 0,02* 0,03* 0,03* 9* 8 35 57 Liat
6 5 Aluvial Brown 1917,3 30,8 91 5* 4,85* 0,19* 0,01* 0,03* 0,03* 9,32* 4 27 69 Liat
7 5 Aluvial Brown 448,25 29,4 86,3 5,5* 4,26* 0,17* 0,01* 0* 0,03* 12,2* 7 41 52 Liat berdebu
8 2 Aluvial Brown 112,25 29 85,3 5* 13,6** 0,21** 0,02* 0,01* 0,02* 17,3** 6 24 70 Liat
9 2 Aluvial Brown 1764,3 30,6 90,8 6,5** 5,1* 0,16* 0,01* 0,04* 0,04* 10,1* 7 24 69 Liat
10 5 Aluvial Brown 956,75 30,3 87,5 5* 13,4** 0,2** 0,02* 0,06* 0,02* 9,79* 4 21 75 Liat
pH = (*) masam, (**) agak masam; C = (*) tinggi (**) sangat tinggi; N = (*) rendah (**) sedang; K = (*) sangat rendah; Mg = (*) sangat rendah; P = (*) sangat rendah (**) rendah
Jurnal Silva Tropika e-ISSN 2621-4113
Vol. 5 No. 2, Desember 2021 p-ISSN 2615-8353

Sifat kimia tanah yang diamati disetiap plot contoh tempat tumbuh puspa yaitu
kandungan bahan organic melalui C-organik unsur hara N, P, K, Ca, Mg, dan
kemasaman tanah (pH). Kandungan unsur hara N berkisar antara 0,15% - 0,2%; unsur
hara K berkisar 0,01% - 0,02%; unsur hara Ca berkisar antara 0% - 0,06%; unsur hara
Mg berkisar antara 0,01% - 0,04%; unsur hara P 4,64 me/100g - 17,27 me/100g dan
kemasaman tanahnya pH 5 - 6. Jika mengacu pada pedoman pengkategorian hasil
analisis kimia tanah mineral, kandungan kimia tanah tersebut termasuk dalam kategori
sangat rendah hingga rendah dengan tingkat kemasaman tanah, masam sampai dengan
agak masam. Rendahnya kandungan unsur hara di lokasi penelitian ini karena jenis
tanah pada lokasi tersebut merupakan jenis tanah alluvial yang berasal dari endapan
tanah yang telah mengalami pencucian unsur hara oleh air hujan. Sedangkan
kemasaman tanahnya disebabkan karena tingginya kandungan bahan organik tanah
melalui (C-organik) yang berasal dari dekomposisi daun gugur (serasah).

Gambar 1. Pengambilan dan pengamatan warna sampel tanah

Kandungan bahan organik melalui (C-organik) yang ada di lokasi penelitian


termasuk kategori tinggi berkisar 3,2% sampai dengan 13,6%. Tingginya bahan organik
tanah dikarenakan kondisi lingkungan yang lembab menyebabkan mikro organisme
tanah lebih aktif sehingga laju dekomposisi serasah lebih cepat. Hal ini karena pohon
puspa memiliki bentuk tajuk dan kanopi yang luas sehingga menyebabkan kondisi di
bawah kanopi relatif basah dan temperaturnya rendah (Setyawan 2000). Jayadi (2015)
juga menyatakan bahwa pada kondisi kelembapan yang tinggi, pertumbuhan dan
perkembangan mikro organisme tanah menjadi lebih optimal, sehingga proses
dekomposisi serasah lebih cepat. Banyaknya bahan organik hasil dekomposisi serasah
menyebabkan warna tanah cenderung kecoklatan (Brown) dengan nilai value dan
chroma 4/4. Hardjowigeno, (2011) juga menyatakan menyatakan bahwa tanah dengan
kandungan bahan organik lebih tinggi cenderung memiliki warna yang gelap, namun
sebaliknya tanah dengan bahan organik rendah warna tanahnya cenderung lebih terang.

443
Jurnal Silva Tropika e-ISSN 2621-4113
Vol. 5 No. 2, Desember 2021 p-ISSN 2615-8353

Selain sifat kimia tanah, sifat fisika tanah yang menjadi tempat tumbuh puspa juga
diamati untuk mengetahui perbandingan persentase partikel tanah disetiap plot contoh.
Secara umum persentase partikel tanah yang dominan yaitu liat (clay) dibandingkan
partikel debu (silt) dan partikel pasir (sad). Persentase partikel tanah yang paling tinggi
terletak pada plot contoh 10 sebesar 75% (Tabel 10). Tingginya partikel liat dikarenakan
kondisi tanahanya yang berada pada kelerengan 5% sehingga partikel debu dan pasir
pada plot tersebut berkurang akibat erosi dari air hujan. Sedangkan partikel debu
tertinggi terletak pada plot contoh 2 sebesar 64% karena kondisi tanahnya cenderung
datar pada kelerengan 2% serta dekat dengan rawa. Sehingga tingginya persentase
partikel debu pada plot contoh tersebut disebabkan oleh endapan lumpur yang terbawa
erosi air hujan dari tempat tinggi ataupun dari tanah pada kondisi yang lereng.

KESIMPULAN
Tumbuhan puspa yang ada di Hutan Adat Bulian Desa Bliti Jaya Kabupaten
Musirawas tumbuh pada kondisi lingkungan dengan intensitas cahaya harian berkisar
antara 112,25 lux - 2156,25 lux, suhu dan kelembaban berkisar antara 28,30C - 30,60C
sedangkan kelembaban harian berkisar antara 85,25% - 96,25%, dengan jenis tanah
alluvial berwarna kecoklatan dan tekstur tanahnya liat, liat berdebu hingga lempung liat
berdebu dengan persentase pertiket pasir 2-9%, partikel debu 21-64% dan partikel liat
berkisar 33-75%. Kemasaman tanah (pH) berkisar 5-6, kandungan unsur hara N berkisar
antara 0,15%-0,2%; unsur hara K berkisar 0,01%-0,02%; unsur hara Ca berkisar antara
0%-0,06%; unsur hara Mg berkisar antara 0,01%-0,04% dan kandungan unsur hara P
4,64 me/100g sampai dengan 17,27 me/100g.

UCAPAN TERIMAKASIH
Terima kasih untuk pihak yang telah membantu baik dana dan tenaga
terutama pihak pengelola Hutan Adat Bulian Desa Bliti Jaya Kabupaten Musirawas
Provinsi Sumatra Selatan, dan semua pihak yang terkait sehingga pelaksanaan
penelitian ini terlaksana dengan baik dan lancar.

DAFTAR PUSTAKA
Cahyono E. 2014. Pengelolaan Hutan Adat Bulian di Kabupaten Musirawas. Kesatuan
Pengelola Hutan Produksi (KPHP) Lakitan. Lubuk Linggau Sumatra Selatan.
Goldsworthy PR dan Fisher NM. 1984. The Physiology of Tropical Field Crops. New
York: John Wiley & Sons Ltd. Fisiologi Tanaman Budidaya Tropik. 1992.
Penerjemah: Tohari, penyunting: Soedharoedjian. Yogyakarta: Gadjah Mada
University Press. Dalam Hermawan R, Hikmat A dan Kartono AP. 2012. Analisis
Faktor Ekologi Tumbuhan Langka Rotan Beula Ceratolobus Glaucescens Blume

444
Jurnal Silva Tropika e-ISSN 2621-4113
Vol. 5 No. 2, Desember 2021 p-ISSN 2615-8353

Di Cagar Alam Sukawayana Sukabumi Jawa Barat. Media Konservasi Vol. 17,
No. 2: 94 – 110
Handoko. 1995. Klimatologi Dasar. Pustaka Jaya. Bogor. Jawa Barat
Hardjowigeno S. 2011. Ilmu Tanah. Akademika Pressindo. Jakarta. 288.
Ibadurohmah N. 2016. Pola Penyebaran Dan Regenerasi Jenis Puspa (Schima Wallichii
(Dc.) Korth.) Di Resort Selabintana, Taman Nasional Gunung Gede Pangrango.
(Skripsi). Bogor (ID) : Institut Pertanian Bogor.
Jayadi EM. 2015. Ekologi Tumbuhan. Cetakan Pertama. Institut Agama Islam Negeri
(IAIN) Mataram. Mataram.
Martawijaya A, Katsunaya I, Mandang YI, Prawira SA, Kadir K. 1989. Atlas Kayu
Indonesia. Jil. 2: 109-113. Balitbang Kehutanan Dephut. Bogor
Purnama H, Jumani, Biantary MP. 2016. Inventarisasi Distribusi Tegakan Puspa (Schima
Wallichii Korth) Pada Berbagai Tipe Kelerengan Di Kebun Raya Unmul Samarinda
(Krus) Provinsi Kalimantan Timur. Jurnal Agrifor. Vol (15). No 1. Hal 55-65
Sulaeman, Suparto, Eviati. 2005. Petunjuk Teknis Analisis Kimia Tanah, Tanaman, Air
dan Pupuk. Balai Penelitian Tanah. Badan Penelitian dan Pengembangan
Pertanian. Depertemen Pertanian. Bogor.
Wibowo A. 2003. Permasalahan dan Pengendalian Kebakaran Hutan di Indonesia.
Review Hasil Litbang. Pusat Penelitian Pengembangan Hutan dan Konservasi

445
JURNAL PASOPATI
‘Pengabdian Masyarakat dan Inovasi Pengembangan Teknologi’
http://ejournal2.undip.ac.id/index.php/pasopati

PEMBUATAN PUPUK KOMPOS PADAT LIMBAH KOTORAN SAPI


DENGAN METODA FERMENTASI MENGGUNAKAN BIOAKTIVATOR
STARBIO DI DESA UJUNG – UJUNG KECAMATAN PABELAN
KABUPATEN SEMARANG

Endro Sutrisno 1, Ika Bagus Priyambada 1

1 Departemen Teknik Lingkungan, Fakultas Teknik, Universitas Diponegoro


Jl. Prof. H. Soedarto, S. H. Tembalang, Semarang 50275
Email : endrosutrisno57@gmail.com

Abstrak
Desa Ujung-ujung, Kecamatan Pabelan, Kabupaten Semarang merupakan desa yang sebagian besar penduduknya mengandalkan
perekonomian dari sektor pertanian. Namun pada pelaksanaan pertaniannya, desa ini belum memanfaatkan hasil alam, dalam hal ini
kotoran sapi, sebagai bahan dasar pupuk organik yang dipergunakan dalam pertaniannya sendiri maupun diperjualbelikan. Sehingga
proposal pengabdian masyarakat ini bertujuan agar masyarakat Desa Ujung-ujung dapat membuat kompos berbahan kotoran sapi
guna meningkatkan pertanian maupun perekonomian masyarakat. Metode pengabdian masyarakat yang dilakukan dengan tiga
tahapan; tahap persiapan, tahap sosialisasi dan aplikasi, serta tahap akhir. Tahap persiapan dilakukan dengan pembuatan modul
pengomposan. Tahap sosialisasi dilakukan dalam rapat warga dan sosialisasi khusus, serta pelatihan pembuatan kompos dari
fermentasi kotoran sapi. Tahap akhir adalah pembuatan laporan akhir. Pada kegiatan pengabdian kepada masyarakat ini, masyarakat
Desa Ujung-ujung telah mampu membuat pupuk kompos padat berbahan dasar kotoran sapi yang dapat digunakan dalam pertanian,
namun untuk proses mengkomersilkan produk membutuhkan pendampingan lebih lanjut.

Kata kunci : pupuk kompos padat, limbah kotoran sapi, fermentasi, bioaktivator

1. PENDAHULUAN

Penggunaan pupuk anorganik secara besar-besaran terjadi justru setelah revolusi hijau berlangsung, hal
tersebut dikarenakan penggunaan pupuk kimia / anorganik dirasa lebih praktis dari segi pengaplikasiannya
pada tanaman, jumlahnya takarannya jauh lebih sedikit dari pupuk organik serta relatif lebih murah karena saat
itu harga pupuk disubsidi oleh pemerintah serta lebih mudah diperoleh. Akan tetapi imbas penggunaan jangka
panjang dari pupuk kimia an-organik justru berbahaya karena penggunaan pupuk an-organik tunggal secara
terus menerus dalam jangka panjang akan membuat tanah menjadi keras karena residu sulfat dan dan
kandungan karbonat yang terkandung dalam pupuk dan tanah bereaksi terhadap kalsium tanah yang
menyebabkan sulitnya pengolahan tanah (Roidah, 2013). Oleh karena itu, hadirnya pupuk organik diperlukan
untuk mengurangi dampak negatif yang diberikan dari pupuk kimia, sehingga kelangsungan pertanian dapat
terjaga.
Pupuk organik memiliki peranan yang sangat penting bagi kesuburan tanah, karena penggunaan pupuk
organik pada budidaya tanaman pangan dan non pangan dapat memperbaiki sifat fisik, kimia maupun biologis
tanah (Setiyo, et al., 2011). Kelebihan lain dari pupuk organik yaitu tidak memiliki kandungan zat kimia yang
tidak alami, sehingga lebih aman dan lebih sehat bagi manusia, terlebih bagi tanah pertanian itu sendiri. Pada
tahun 2007 lalu peningkatan permintaan pasar berbagai produk pertanian organik lokal Indonesia mencapai
60% dimana penjualan makanaan dan minuman organik mancapai US$ 30.000.000., (Sentana, 2010). Selain
dari nilai guna pupuk organik bagi tanaman, hal ini juga menjadi peluang besar bagi masyarakat pedesaan
untuk lebih inovatif mengembangkan pertaniannya dalam memenuhi kebutuhan pasar.
Dalam semua kegiatan peternakan, tentunya akan menimbulkan masalah limbah kotoran dari hewan
ternak tersebut, dalam hal ini yaitu kotoran sapi. Kotoran yang dihasilkan dari peternakan juga bersifat
kontinyu (terus-menerus) selama peternakan tersebut beroperasi. Apabila tidak ditangani, hal ini akan menjadi
masalah lingkungan karena akan mencemari lingkungan sekitar. Maka perlu dilakukan pemanfaatan untuk
mengatasi masalah tersebut (Kusnadi dan Suyanto, 2015).
Sejak dahulu, kotoran ternak terkhusus kotoran sapi sudah dimanfaatkan sebagai pupuk tanaman.
Namun pemanfaatan yang biasa dilakukan tidak melalui proses pembuatan pupuk organik terlebih dahulu.

JURNAL PASOPATI - Vol. 1, No. 2 Tahun 2019


Endro dkk, PEMBUATAN PUPUK KOMPOS...

Sehingga pemanfaatan yang dilakukan belum maksimal. Maka, perlu dilakukan pengolahan terlebih dahulu
agar kandungan unsur organik dalam kotoran bisa dihasilkan secara maksimal dan dapat bermanfaat lebih baik
bagi tanaman(Kusnadi dan Suyanto, 2015).
Proses pengomposan adalah proses menurunkan C/N bahan organik hingga sama dengan C/N tanah
(<20). Selama proses pengomposan, terjadi perubahan-perubahan unsur kimia yaitu : 1) karbohidrat, selulosa,
hemiselulosa, lemak dan lilin menjadi CO2 dan H2O, 2) penguraian senyawa organik menjadi senyawa yang
dapat diserap tanaman (Prihandini dan Purwanto, 2007). Pengolahan kotoran sapi yang mempunyai kandungan
N, P dan K yang tinggi sebagai pupuk kompos dapat mensuplai unsur hara yang dibutuhkan tanah dan
memperbaiki struktur tanah menjadi lebih baik (Setiawan, 2002). Pada tanah yang baik/sehat, kelarutan unsur-
unsur anorganik akan meningkat, serta ketersediaan asam amino, zat gula, vitamin dan zat-zat bioaktif hasil
dari aktivitas mikroorganisme efektif dalam tanah akan bertambah, sehingga pertumbuhan tanaman menjadi
semakin optimal (Rully, 1999).

2. METODE PENGABDIAN
Metode pelaksanaan dibagi menjadi beberapa tahap berikut:
Tahap Persiapan
Pada tahap persiapan ini dilakukan pembuatan modul. Modul tersebut berisi rencana program serta
metode pembuatan kompos padat dari kotoran sapi yang nantinya modul tersebut akan dibagikan kepada
peserta pelatihan. Modul dibuat bertujuan agar dapat mempermudah mitra dan anggotanya memahami dan
mengimplementasi program.
Tahap Sosialisasi dan Aplikasi
Pada tahap ini dilakukan sosialisasi, pelatihan, dan monitoring tahap I. Sosialisasi dilakukan 2 kali yang
dilakukan selama 2 minggu sekali. Sosialisasi mengacu pada modul yang telah dibuat dan rencana program
untuk pembuatan pupuk kompos kotoran sapi. Sosialisasi dan pelatihan ini dilakukan bersamaan dengan rapat
pengurus, anggota RT, serta anggota kelompok tani Desa Ujung-ujung pada tiap bulan sehingga memudahkan
pengumpulan warga. Sosialisasi ini berguna untuk memberikan informasi dan menjaring masukan sesuai
kondisi karakteristik warga.
Pelatihan dilakukan setelah tahap sosialisasi, pada pelatihan diberikan sosialisasi tahap kedua mengenai
pembuatan pupuk kompos dari kotoran sapi yang mengacu pada modul yang telah dibuat, kemudian dilakukan
monitoring selama kegiatan berlangsung. Pada pelatihan ini, akan dipraktikkan pembuatan kompos kotoran
sapi mulai dari persiapan sampai pengemasan. Secara garis besar, tahapan pembuatan kompos itu sendiri
adalah sebagai berikut:

Gambar 1. Diagram alir pembuatan kompos kotoran sapi

Proses pembuatan pupuk dimulai dengan menjemur kotoran sapi untuk menurunkan kadar airnya.
Setelah kadar air cukup, kotoran dicampurkan dengan sekam padi dan starbio. Penambahan sekam padi
bertujuan untuk membantu menaikkan pH karena pH kotoran sapi yang sangat rendah (berkisar 4,0-4,5), dan
starbio dipergunakan untuk fermentasi kotoran agar pembusukan cepat terjadi. Setelah itu, kotoran diaduk agar
tercampur rata, dan ditutup terpal dengan tujuan agar menjaga suhu yang naik tetap pada kondisi panas (70 oC)

JURNAL PASOPATI - Vol. X, No. X Tahun 20XX 77


Endro dkk, PEMBUATAN PUPUK KOMPOS...

agar mikroorganisme yang merugikan serta gulma mati. Setelah 2 hari kemudian, kotoran diaduk guna
menjaga kadar oksigen agar tetap tinggi. Pengadukan secara berkala dilakukan selama 2 minggu, atau sampai
suhu turun ke suhu udara dan tidak berbau lagi, yang menandakan bahwa proses komposting telah selesai
berlangsung. Setelah itu, kompos diayak untuk mendapat ukuran butiran yang diinginkan, kemudian dikemas
dan siap dipasarkan.
Monitoring tahap I dilakukan pada saat pelatihanpembuatan kompos kotoran sapi. Monitoring dilakukan
pada bulan kedua yaitu setelah dilakukan pembuatan kompos mandiri oleh masyarakat, kemudian dilaporkan
dan diserahkan ke pengurus RT dan PKK untuk dilakukan monitoring lanjutan.
Tahap Akhir
Pada tahap ini dilakukan pembuatan laporan akhir. Laporan akhir dibuat berdasarkan hasil pelatihan dan
monitoring pada periode akhir kegiatan pengabdian masyarakat. Monitoring tahap II dilakukan pasca laporan
akhir atau setelah akhir kegiatan pengabdian masyarakat, sebagai komitmen dalam pengembangan kegiatan
pembuatan kompos kotoran sapi dari tim pengabdian masyarakat dan dilakukan secara periodik 1 minggu
sekali selama 2 bulan berjalan.

3. HASIL DAN PEMBAHASAN

Kegiatan awal yang dilakukan adalah melakukan studi lapangan, diskusi dan wawancara dengan Mitra
Pengabdian Kepada Masyarakat, Kelompok Tani Ngadimakmur I, mengenai potensi Desa Ujung-Ujung juga
kegiatan sosialisasi/ penyuluhan yang diperlukan oleh Desa. Setelah kegiatan tersebut diketahui bahwa mata
pencaharian desa sebagian besar bermata pencaharian sebagai petani dan peternak. Hasil wawancara dengan
mitra menunjukkan bahwa memang sebagian besar petani lebih menggunakan pupuk kimia dibandingkan
dengan pemakaian pupuk organik untuk pengelolaan hasil pertanian mereka. Padahal limbah kandang dari
hasil peternakan mereka sering kali menjadi kendala dikarenakan jika tidak diolah tentunya akan menjadi
limbah yang akan mengganggu kesehatan masyarakat. Adanya sosialisasi dan demonstrasi mengenai
pembuatan pupuk kandang ini sangat membantu petani dalam penyediaan bahan organik bagi pertaniannya
yang tentunya akan menghemat biaya pembelian pupuk kimia juga akan meningkatkan perekonomian warga
masyarakat Desa Ujung-Ujung. Materi sosialisasi meliputi dampak penggunaan pupuk kimia terhadap
pertanian dan kesehatan, keunggulan pupuk organik/ pupuk padat kotoran sapi dibandingkan pupuk kimia dari
segi ekonomi maupun ekosistem/lingkungan, potensi pemanfaatan limbah di lingkungan sekitar sebagai bahan
baku pupuk kandang, dan cara-cara pembuatan pupuk kandang dan aplikasinya pada lahan pertanian.
Setelah diberikan sosialisasi tentang materi di atas, kemudian dilakukan demonstrasi dan praktek
langsung pembuatan pupuk kandang tersebut. Demonstrasi ini yang dihadiri oleh 7 anggota Mitra, dilakukan
demonstrasi dan praktek langsung pembuatan pupuk padat kandang.
Faktor Pendukung
Yang menjadi faktor pendukung dalam kegiatan pengabdian ini adalah:
a) Pupuk Kandang mempunyai banyak manfaat.
b) Bahan baku dalam pembuatan pupuk kandang mudah didapatkan di Desa Ujung-Ujung
Faktor Penghambat
a) Mayoritas petani desa ini adalah petani yang terbiasa menggunakan pupuk kimia yang lebih
besar dibandingkan pupuk kandang.
b) Mayoritas petani desa ini masih memerlukan informasi dan pendidikan terlebih lagi dalam hal
pengemasan dan pemasaran.

4. SIMPULAN

Masyarakat perlu diberikan pendampingan lebih lanjut dalam proses mengkomersilkan pupuk kompos
yang berasal dari kotoran sapi sehingga selain untuk meningkatkan hasil pertanian juga dapat meningkatkan
perekonomian masyarakat.

JURNAL PASOPATI - Vol. X, No. X Tahun 20XX 78


Endro dkk, PEMBUATAN PUPUK KOMPOS...

DAFTAR PUSTAKA

Daftar pustaka menggunakan style APA seperti contoh berikut.

Danisman, D. (2014). Reduction of Demi-Hull Wave Interference Reistance in Fast Displacement Catamarans
Utilizing an Optimized Centerbulb Concept. Ocean Engineering, 91, 227-234.

Harvald, S. (1983). Resistance and Propulsion of Ships. New York : Wiley.

Insel, M., & Molland, A. (1992). An Investigation into the Resistance Components of High Displacement
Catamarans. Transaction Royal Institutions of Naval Architevture, 134.

Jamaluddin, A., Utama, I., Widodo, B., & Molland, A. (2012). Experimental and Numerical Study of the
Resistance Component Interactions of Catamarans. Proceedings of the Institution of Mechanical
Engineers, Part M: Journal of Engineering for the Maritime Environment , 227(1), 51-60.

Molland, A. (2008). A Guide to Ship Design, Construction and Operation, The Maritime Engineering
Reference Book. Butterworth- Heinemann, Elsevier.

Molland, A., Turnock, S., & Hudson, D. (2017). Ship resistance and propulsion. Cambridge university press.

JURNAL PASOPATI - Vol. X, No. X Tahun 20XX 79


PENGARUH PEMBERIAN KOMPOS JERAMI PADI DAN PUPUK NPK TERHADAP
PERTUMBUHAN DAN PRODUKSI TANAMAN KANGKUNG DARAT (IPOMOEA REPTANS POIR)

THE EFFECT OF GIVING COMPOSITION OF RICE AND NPK FERTILIZER TO GROWTH AND
PRODUCTION OF WATER SPINACH(Ipomoea reptans Poir)

Yudiwarni Zendrato1, Adiwirman2


1
Mahasiswa Jurusan Agroteknologi, Fakultas Pertanian, Universitas Riau
2
Jurusan Agroteknologi, Fakultas Pertanian, Universitas Riau
Email korespondensi: yudiwarnizendrato95@gmail.com

ABSTRAK
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui respon tanaman kangkung darat terhadap kompos jerami padi
dan NPK, mencari kombinasi kompos jerami padi dan NPK yang memberikan pertumbuhan dan hasil produksi
kangkung darat terbaik. dilaksanakan di Kebun Percobaan Fakultas Pertanian, Universitas Riau, mulai dari
Februari 2018 sampai Mei 2018. Penelitian ini menggunakan Rancangan Acak Kelompok dengan 2 faktor dan
3 ulangan. Faktor I yaitu kompos jerami padi (0, 7 dan 14 ton.ha-1) dan faktor II yaitu pupuk NPK (0, 100 dan
200 kg.ha-1). Setiap perlakuan terdiri dari 4 kali ulangan sehingga terdiri 27 satuan unit percobaan. Parameter
yang diamati adalah tinggi tanaman, jumlah daun, luas daun, berat segar, rasio tajuk akar dan berat kering
pertanaman. Data dianalisis menggunakan sidik ragam dan dilanjutkan dengan uji HSD taraf 5%. Peningkatan
dosis kompos jerami padi nyata meningkatkan tinggi tanaman, jumlah daun, luas daun, berat segar, rasio tajuk
akar dan berat kering tanaman kangkung darat. Interaksi pemberian kompos jerami padi dan pupuk NPK nyata
meningkatkan meningkatkan tinggi tanaman, jumlah daun, luas daun, berat segar, dan berat kering kecuali rasio
tajuk akar tanaman kangkung darat. Interaksi kompos jerami padi 14 ton.ha-1 pada NPK 200 kg.ha-1 merupakan
dosis terbaik untuk meningkatkan tinggi tanaman, jumlah daun, luas daun, berat segar, rasio tajuk akar dan
berat kering tanaman kangkung darat.

Kata Kunci: Ipomoea reptans Poir, kompos jerami padi dan pupuk NPK

ABSTRACT
This study aims to determine the response of water spinach to rice straw and NPK compost, and looking
for a best combination of rice straw and NPK compost that provides the best growth and production of water
spinach. This research carried out in the Faculty of Agriculture Experimental Station, Riau University, starting
from February 2018 until May 2018. This study used a Randomized Block Design with 2 factors and 3
replications. The first factor was rice straw compost (0, 7 and 14 ton.ha -1) and second factorI namely NPK
fertilizer (0, 100 and 200 kg.ha-1). The parameters observed were plant height, leaf number, leaf area, fresh
weight, root shot ratio and plant dry weight. Data were analyzed using anova and with HSD 5%. Increasing the
dosage of rice straw compost significantly increased plant height, leaf number, leaf area, fresh weight, root to
shoot ratio and dry weight of land water spinach. The interaction of giving rice straw compost and NPK
fertilizer significantly increased plant height, leaf number, leaf area, fresh weight, and dry weight except the
root canopy ratio of land water spinach. The interaction of rice straw compost 14 ton. ha-1 in NPK 200 kg. ha-1
was the best dose to increase plant height, leaf number, leaf area, fresh weight, root canopy ratio and dry weight
of land water spinach.

Keywords: Ipomoea reptans Poir, rice straw compost and NPK fertilizer

1. Mahasiswa Fakultas Pertanian Universitas Riau


2. Dosen Fakultas Pertanian Universitas Riau

JOM FAPERTA Vol. 5 Edisi 2 Juli s/d Desember 2018


PENDAHULUAN

Kangkung darat (Ipomoea mendapatkan pertumbuhan dan


reptans Poir) adalah tanaman produksi yang optimal. Pemupukan
hortikultura semusim atau tahunan ini dapat dilakukan melalui
yang merupakan sayuran daun yang pemberian pupuk organik maupun
penting di kawasan Asia Tenggara anorganik. Pupuk organik
dan Asia Selatan. Sayuran kangkung merupakan salah satu upaya untuk
mudah dibudidayakan, berumur menambah unsur hara di dalam tanah
pendek dan harga relatif murah. karena pupuk organik dapat
Kangkung merupakan sumber gizi menambah hara makro dan mikro
yang baik bagi masyarakat secara serta mudah didapat. Pemanfaatan
umum. Kangkung mulai digemari pupuk organik dapat memperbaiki
oleh masyarakat terbukti dengan sifat fisik, kimia dan biologi tanah
sadarnya masyarakat peduli dengan (Djuarnani, 2005). Menurut
gizi yang terkandung di dalam Djuarnani (2005) kompos adalah
sayuran kangkung. Kandungan gizi dekomposisi bahan organik seperti
kangkung cukup tinggi terutama sisa-sisa tanaman (jerami padi,
vitamin A, vitamin C, zat besi, serasah jagung, tandan kosong
kalsium, potasium, dan fosfor kelapa sawit dan lain-lain), hewan
(Sofiari, 2009). atau limbah organik. Salah satu
Sayuran ini dapat tumbuh sumber bahan orgnik dalam
dengan baik di pekarangan rumah, pembuatan kompos yang potensial
maupun areal persawahan. untuk dikembanganadalah jerami
Disamping untuk pemanfaatan lahan padi, karena jumlahnya yang banyak
pekarangan di perkotaan ataupun di tersedia dan memiliki unsur hara
perdesaan, budidaya tanaman pada yang cukup tinggi.
lahan pekarangan dapat memberikan Pemberian kompos jerami padi
lapangan pekerjaan, atau mengisi ke dalam tanah bermanfaat untuk
waktu luang bagi anggota keluarga memperbaiki stuktur tanah dan
dan dapat mengurangi pengeluaran menambah ketersediaan hara bagi
serta meningkatkan pendapatan tanaman. Kompos jerami padi
keluarga (Gusfarina dan Edi, 2013). mengandung hara C-organik
Berdasarkan data tahun 2011 (3,11%), N (1,86%), P (0,21%), K
sampai 2014, bahwa kangkung di (5,35%) (Isroi, 2009). Menurut
Provinsi Riau mencapai 13.955 Murbandono (2002) proses
ton.ha-1. Produksi tersebut menurun pembuatan kompos memerlukan
pada tahun 2015 sehingga hanya waktu yang cukup lama sekitar 3
mencapai 9.587 ton.ha-1 bila sampai 4 bulan, hal ini dikarenakan
dibandingkan pada tahun 2014 kompos terjadi secara alamiah
(Badan Pusat Statistik Riau, 2017). sehingga mikroorganisme pengurai
Penurunan produksi tersebut belum tersedia sedikit, oleh karena itu untuk
mencukupi kebutuhan kangkung di mempercepat proses dekomposisi
Provinsi Riau. Hal ini diakibatkan jerami padin sehingga lebih cepat
karena kurangnya pengetahuan menjadi kompos, maka digunakan
petani berbudidaya. Pemupukan dekomposer ( bioaktivator) seperti E-
merupakan salah satu kegiatan utama M4.
dalam pemeliharaan untuk

JOM FAPERTA Vol. 5 Edisi 2 Juli s/d Desember 2018


Pemberian pupuk anorganik ke padi dan pupuk NPK terhadap
dalam tanah dapat menambah pertumbuhan dan produksi tanaman
ketersediaan hara yang cepat bagi Kangkung Darat (Ipomoea reptans
tanaman. Penggunaan pupuk NPK poir)”.
dapat menjadi solusi dan alternatif Penelitian ini bertujuan untuk
dalam meningkatkan pertumbuhan mengetahui respon tanaman
tanaman. Penggunaan pupuk NPK kangkung darat terhadap kompos
diharapkan dapat memberikan dalam jerami padi dan NPK dan mencari
pengunaan bila dibandingkan dengan kombinasi kompos jerami padi dan
pupuk tunggal (Hardjowigeno, NPK yang memberikan pertumbuhan
2007). dan hasil produksi kangkung darat
Berdasarkan uraian tersebut, terbaik.
maka penulis telah melaksanakan
penelitian dengan berjudul
“Pengaruh pemberian kompos jerami
METODOLOGI kg.ha-¹) N2 (NPK (16:16:16) 200
kg.ha-¹)
Penelitian telah dilaksanakan
di Unit Pelaksanaan Teknis Kebun HASIL DAN PEMBAHASAN
Percobaan Fakultas Pertanian
Universitas Riau. Penelitian Tinggi Tanaman
dilaksanakan selama 2 bulan, dimulai
dari bulan Februari 2018 sampai Mei Hasil sidik ragam
2018. menunjukkan bahwa perlakuan
Bahan yang digunakan dalam kompos jerami padi dan pupuk NPK
penelitian ini adalah benih kangkung memberikan pengaruh yang berbeda
darat varietas Bangkok (Lampiran 2), nyata terhadap tinggi tanaman.
pupuk NPK mutiara (16:16:16), Interaksi kompos jerami padi dan
jerami padi, pupuk kandang dan pupuk NPK tidak berbeda nyata
Dithane M-45. terhadap tinggi tanaman (Lampiran
Alat yang digunakan dalam 5.1).
penelitian ini adalah cangkul,
meteran, terpal, sprayer, gembor, tali
rapia, parang, timbangan digital,
kalkulator, kayu dan alat tulis.
Penelitian ini dilaksanakan secara
eksperimen dalam bentuk faktorial
yang disusun menurut Rancangan
Acak Kelompok (RAK), dengan 2
faktor dan 3 ulangan. Faktor
pertama kompos jerami padi terdiri
dari 4 taraf yaitu P0 (0 ton.ha-¹) P1
(Kompos jerami padi 7 ton.ha-¹) P2
(Kompos jerami padi 14 ton.ha-¹)
dan faktor kedua dosis pupuk NPK
yang terdiri dari 3 taraf yaitu N0 (0
kg.ha-¹) N1 (NPK (16:16:16) 100

JOM FAPERTA Vol. 5 Edisi 2 Juli s/d Desember 2018


Tabel 1.Tinggi tanaman kangkung dengan pemberian berbagai dosis kompos
jerami padi dan pupuk NPK (16:16:16)
Pupuk Pupuk Kompos Jerami Padi (ton.ha-1)
Rata-rata
NPK 0 7 14
(kg.ha-1) ..................................................cm............................................................
I II I II I II I II
0 21,65 b 21,27 b 27,39 ab 27,62 ab 30,27 a 30,15 a 26,43 b 26,35 b
100 29,70 a 29,96 a 29,13 a 29,45 a 30,98 a 31,10 a 29,94 a 30,17 a
200 31,07 a 31,32 a 32,99 a 32,91 a 33,70 a 34,19 a 32,59 a 32,81 a
Rata-
27,47 b 27,52 b 29,84 ab 29,99 ab 31,65 a 31,82 a
rata
Keterangan: Angka-angka yang diikuti oleh huruf kecil yang sama pada kolom dan baris
menunjukkan tidak berbeda nyata menurut uji HSD pada taraf 5%. Angka I
menunjukkan penanaman pertama dan angka II menunjukkan penanaman ke dua

Pemberian kompos jerami dengan pemberian 200 kg.ha-


padi 0 ton.ha-1 berbeda nyata dengan (Gambar 7)
pemberian kompos jerami padi 14
ton.ha-1 namun tidak berbeda nyata Penanaman I Penanaman II
dengan pemberian kompos jerami
35 32,59 a 32,81 a
padi 7 ton.ha-1 baik pada penanaman
Tinggi tanaman (cm)

29,94 a 30,17 a
30 26,43 b
pertama maupun kedua (Gambar 6).
25 26,35 b
33 20
31,82 a
32 31,61 a 15
Penanaman I Penanaman II
Tinggi tanaman (cm)

31 10
29,84 ab 29,99 ab
30 5
29 0
28 0 100 200
27,47 b 27,52 b
27 Dosis pupuk NPK (ton.ha-1)
26
Gambar 7. Pengaruh dosis pupuk
25
0 7 14 NPK terhadap tinggi
tanaman
Dosis jerami padi (to.ha-1)

Gambar 6. Pengaruh dosis kompos Interaksi pemberian pupuk


jerami padi terhadap kompos jerami padi 0 ton.ha-1 dan
tinggi tanaman pupuk NPK 0 kg.ha-1 pada
penanaman pertama (21,65 cm) dan
Pemberian pupuk NPK 0 penanaman ke dua (21,27 cm)
kg.ha-1 berbeda nyata terhadap tinggi berbeda nyata terhadap tinggi
tanaman jika dibandingkan dengan tanaman jika dibandingkan dengan
100 kg.ha-1 dan 200 kg.ha-1 namun pemberian NPK 200 kg.ha-1 pada
pemberian NPK 100 kg.ha-1 tidak kompos jerami padi 14 ton.ha-1 pada
berbeda nyata jika dibandingkan penanaman pertama (33,70 cm) dan
penanaman ke dua (34, 19 cm)

JOM FAPERTA Vol. 5 Edisi 2 Juli s/d Desember 2018


(Tabel 1). Tinggi tanaman hasil Jumlah Daun
panen pertama dan panen kedua baik Hasi sidik ragam menunjukan
yang diberi pupuk kompos jerami bahwa kompos jerami padi dan
pada dan pupuk NPK maupun kontol pupuk NPK memberikan pengaruh
dapat dilihat pada gambar 8. yang berbeda nyata terhadap jumlah
daun baik pada penanaman pertama
maupun kedua. Interaksi antara
kompos jerami padi dan pupuk NPK
pada tanaman kangkung darat
berbeda nyata terhadap jumlah daun
per tanaman baik pada penanaman
pertama maupun kedua (Lampiran
Gambar 8. Hasil panen pertama (a) 5.2).
dan hasil panen kedua (b)

Tabel 2. Jumlah daun per tanaman kangung darat dengan pemberian berbagai
dosis kompos jerami padi dan pupuk NPK (16:16:16)
Pupuk Pupuk Kompos Jerami Padi (ton.ha-1) Rata-rata
NPK 0 7 14
(kg.ha-1)
..................................................helai..........................................................
I II I II I II I II
0 6,07 c 6,77 bc 6,67 bc 6,83 bc 6,16 c 6,57 bc 6,30 b 6,72 b
100 6.23 c 6.77 bc 6.80 abc 7.20 bc 7.57 ab 7.633 ab 6,86 a 7,20 ab
200 6,13 c 6,37 c 7,10 abc 7,60 ab 8,07 a 8,70 a 7,10 a 7,55 a
Rata- 6,14 b 6,63 b 6,85 a 7,21 a 7,26 a 7,63 a
rata
Rata- 6,14 b 6,63 b 6,85 a 7,21 a 7,26 a 7,63 a
rata
Keterangan: Angka-angka yang diikuti oleh huruf kecil yang sama pada kolom dan baris
menunjukkan tidak berbeda nyata menurut uji HSD pada taraf 5%. Angka I
menunjukkan penanaman pertama dan angka II menunjukkan penanaman ke dua

10
Pemberian kompos jerami Penanaman I Penanaman II
padi 0 ton.ha-1 memberikan pengaruh
Jumlah daun (helai)

8 7,63 a
7,21 a 7,26 a
yang berbeda nyata terhadap jumlah 6,63 b 6,85 a
6,14 b
daun jika dibandingkan dengan 6
pemberian 7 ton.ha-1 dan 14 ton.ha-1
(Gambar 9). 4

0
0 7 14
Dosis kompos jerami padi (ton.ha-1)
Gambar 9. Pengaruh dosis kompos
jerami padi terhadap
jumlah daun

JOM FAPERTA Vol. 5 Edisi 2 Juli s/d Desember 2018


Pemberian pupuk NPK 0 Interaksi tanpa pemberian
-1
kg.ha memberikan pengaruh yang kompos jerami padi dan pupuk NPK
berbeda nyata terhadap jumlah daun pada penanaman pertama (6,07 helai)
jika dibandingkan dengan pemberian dan penanaman ke dua (6,77 helai)
NPK 200 kg.ha-1 namun tidak memberikan pengaruh yang berbeda
berbeda nyata jika dibandingkan nyata terhadap jumlah daun jika
dengan pemberian NPK 100 kg.ha-1 dibandingkan dengan pemberian
(Gambar 10) pupuk kompos jerami 14 ton.ha-1 dan
7,8 pupuk NPK 200 kg.ha-1 pada
Penanaman I Penanaman II 7,55 a penanaman pertama (8,07 helai) dan
7,6
7,4 7,20 ab
penanaman ke dua (8,70 helai).
Jumlah daun (helai)

7,2 7,10 a (Tabel 2)


7 6,86 a
6,72 b Luas Daun
6,8
6,6 Hasil sidik ragam
6,4 6,30 b menunjukan bahwa kompos jerami
6,2 padi dan pupuk NPK memberikan
6 pengaruh yang berbeda nyata
5,8 terhadap luas daun pada penanaman
5,6 kedua. Interaksi antara kompos
0 100 200 jerami padi dan pupuk NPK pada
Dosis pupuk NPK (kg.ha-1) tanaman kangkung darat
Gambar 10. Pengaruh dosis pupuk memberikan pengaruh yang berbeda
NPK terhadap luas nyata terhadap luas daun pertanaman
daun baik pada penanaman pertama
maupun kedua (Lampiran 5.3).

Tabel 3. Luas daun pertanaman dengan pemberian berbagai dosis kompos jerami
padi dan pupuk NPK (16:16:16)
Pupuk Kompos Jerami Padi (ton.ha-1)
Pupuk Rata-rata
0 7 14
NPK
(kg.ha-1) ..................................................cm.............................................................
I II I II I II I II
0 13,98 b 3,75 e 19,04 b 7,03 e 19,32 ab 9,74 de 17,44 a 6,84 c
100 17,28 b 11,35 cde 16,92 b 24,26 b 18,90 b 21,72 bc 17,70 a 19,11 b
200 15,95 b 19,28 bcd 16,97 b 23,60 b 28,78 a 45,57 a 20,57 a 29,48 a
Rata-
15,73 b 11,46 c 17,65 b 18,30 b 22,33 a 25,68 a
rata
Keterangan: Angka-angka yang diikuti oleh huruf kecil yang sama pada kolom dan baris
menunjukkan tidak berbeda nyata menurut uji HSD pada taraf 5%. Angka I
menunjukkan penanaman pertama dan angka II menunjukkan penanaman ke dua
pada penanaman pertama maupun
Pemberian kompos jerami kedua (Gambar 11).
padi 14 ton.ha-1 memberikan
pengaruh yang berbeda nyata
terhadap luas daun jika dibandingkan
dengan pemberian kompos jerami
padi 0 ton.ha-1 dan 7 ton.ha-1 baik

JOM FAPERTA Vol. 5 Edisi 2 Juli s/d Desember 2018


30 Pemberian pupuk NPK 0
-1
Penanaman I Penanaman II 25,68 a kg.ha memberikan pengaruh yang
25 berbeda nyata terhadap luas daun
22,33 a

20
jika dibandingkan dengan perlakuan
Luas daun (cm2)
18,39 b
17,65 b lainnya baik pada penanaman
15,73 b
15 pertama maupun kedua (Gambar 12).
11,46 c
Interaksi tanpa pemberian
10
kompos jerami padi dan pupuk NPK
5 pada penanaman pertama (13,98 cm)
dan penanaman ke dua (3,75 cm)
0 memberikan pengaruh yang berbeda
0 7 14 nyata terhadap terhadap luas daun
Dosis kompos jerami padi (ton.ha-1) jika dibandingkan dengan pemberian
kompos jerami padi 14 ton.ha-1 dan
Gambar 11. Pengaruh dosis kompos pupuk NPK 200 kg.ha-1 pada
jerami padi terhadap penanaman pertama (38,78 cm) dan
luas daun penanaman ke dua (45,57 cm) (Tabel
35 3).
29,48 a
30 Penanaman I Penanaman II
Berat Segar
Luas daun (cm2)

25
19,11 b
20,57 a Hasil sidik ragam menunjukan
20 17,44 a 17,70 a kompos jerami padi dan pupuk NPK
15 memberikan pengaruh yang berbeda
10
6,84 c
nyata terhadap berat basah baik pada
5 penanaman pertama maupun kedua.
Interaksi antara kompos jerami padi
0
0 100 200 dan pupuk NPK pada tanaman
kangkung darat memberikan
Dosis pupuk NPK (kg.ha-1)
pengaruh yang tidak berbeda nyata
Gambar 12. Pengaruh dosis pupuk terhadap berat basah baik pada
NPK terhadap luas penanaman pertama maupun kedua
daun (Lampiran 5. 4).
Tabel 4. Berat segar pertanaman dengan pemberian berbagai dosis kompos jerami
padi dan pupuk NPK (16:16:16)
Pupuk Kompos Jerami Padi (ton.ha-1)
Pupuk Rata-rata
0 7 14
NPK
(kg.ha-1) .........................................................gram......................................................
I II I II I II I II
0 2,53 b 3,25 e 8,27 ab 5,89 de 14,80 a 7,49 de 8,53 b 5,54 c
100 8,20 ab 8,87 cde 15,00 a 12,65 bcd 14,46 a 15,04 bc 12,55 a 12,19 b
200 7,07 ab 11,97 bcd 15,07 a 18,42 b 15,00 a 31,31 a 12,38 a 2057 a
Rata-
5,93 b 8,03 c 12,78 a 12,32 b 14,75 a 17,45 a
rata
Keterangan: Angka-angka yang diikuti oleh huruf kecil yang sama pada kolom dan baris
menunjukkan tidak berbeda nyata menurut uji HSD pada taraf 5%. Angka I
menunjukkan penanaman pertama dan angka II menunjukkan penanaman ke dua

JOM FAPERTA Vol. 5 Edisi 2 Juli s/d Desember 2018


Pemberian kompos jerami 25
padi 7 ton.ha-1 tidak bebeda nyata

Berat segar (gram per tanaman


20,57 a
Penanaman I
terhadap berat basah jika 20
dibandingkan dengan pemberian
kompos jerami padi 14 ton.ha-1 pada 15 12,38 a
12,55 a 12,19 b
penanaman pertama namun
10 8,53 b
berpengaruh nyata terhadap
perlakuan lainnya (Gambar 13). 5,54 c
5
20
Penanaman I Penanaman II 0
18 17,45 a
0 100 200
Berat segar per tanaman

16 14,75 a Dosis pupuk NPK (kg.ha-1)


14 12,78 a
12,32 b
12 Gambar 14. Pengaruh dosis pupuk
10 NPK terhadap berat
8,03 c segar
8
5,93 b
6
Interaksi tanpa pemberian
4
kompos jerami padi dan pupuk NPK
2
pada penanaman pertama (2,53
0
gram) dan penanaman ke dua (3,25
0 7 14
gram) memberikan pengaruh yang
Dosis kompos jerami padi (ton.ha-1) berbeda nyata terhadap berat basah
jika dibandingkan dengan pemberian
Gambar 13. Pengaruh dosis kompos kompos jerami padi 14 ton.ha-1 dan
jerami padi terhadap pupuk NPK 200 kg.ha-1 pada
berat segar penanaman pertama (15,00 gram)
dan penanaman ke dua (31,31 gram)
Pemberian pupuk NPK pada (Tabel 4).
penanaman pertama 0 kg.ha-1
memberikan pengaruh yang berbeda Ratio Tajuk Akar
nyata terhadap berat basah jika
dibandingkan dengan pemberian Hasil dari sidik ragam
NPK 100 kg.ha-1. Pemberian pupuk menunjukkan bahwa perlakuan
NPK 100 kg.ha-1 memberikan kompos jerami padi dan pupuk NPK
pengaruh yang tidak berbeda nyata serta interaksi kompos jerami padi
jika dibandingkan dengan pemberian dan pupuk NPK memberikan
pupuk NPK 200 kg.ha-1 sedangkan pengaruh yang tidak berbeda nyata
pada penanaman kedua pemberian terhadap rasio tajuk akar tanaman
NPK 0 kg.ha-1 memberikan pengaruh kangkung darat baik pada
yang berbeda nyata jika penanaman pertama maupun kedua
dibandingkan dengan pemberian 100 (Lampiran 5.5).
kg.ha-1 dan 200 kg.ha-1 (Gambar 14).

JOM FAPERTA Vol. 5 Edisi 2 Juli s/d Desember 2018


Tabel 5. Rasio tajuk akar pertanaman dengan pemberian berbagai dosis kompos
jerami padi dan pupuk NPK (16:16:16)

Pupuk Pupuk Kompos Jerami Padi (ton.ha-1)


Rata-rata
NPK 0 7 14
(kg.ha-1)
I II I II I II I II
0 1,76 a 3,14 a 3,61 a 2,44 a 3,40 a 6,37 a 2,92 a 3,99 a
100 4,49 a 4,93 a 3,47 a 4,46 a 3,46 a 4,54 a 3,73 a 4,50 a
200 4,21 a 2,40 a 3,67 a 4,61 a 5,97 a 8,76 a 4,62 a 5,25 a
Rata-
3,48 a 3,49 a 3,58 a 3,83 a 4,20 a 6,56 a
rata
Keterangan: Angka-angka yang diikuti oleh huruf kecil yang sama pada kolom dan baris
menunjukkan tidak berbeda nyata menurut uji HSD pada taraf 5%. Angka I
menunjukkan penanaman pertama dan angka II menunjukkan penanaman ke dua

Pemberian dosis kompos Gambar 16. Pengaruh dosis pupuk


jerami padi dari 0 ton.ha-1 sampai 14 NPK terhadap rasio
ton.ha-1 memberikan pengaruh yang
6
tidak berdeda nyata terhadap rasio Penanaman I Penanaman II 5,25 a
tajuk akar tanaman kangkung darat 5 4,62 a
Rasio tajuk akar

4,50 a
baik pada penanaman pertama
3,99 a
maupun kedua (Gambar 15). 4 3,73 a

7 6,56 a 2,92 a
3
6 Penanaman I Penanaman II
2
5
4,20 a 1
Rasio tajuk akar

4 3,83 a
3,48 a 3,49 a 3,58 a
0
3
0 7 14
2 Dosis pupuk NPK (kg.ha-1)

1 tajuk akar
0 Interaksi tanpa pemberian
0 7 14
kompos jerami padi dan pupuk NPK
Dosis kompos jerami padi (ton.ha-1 ) pada penanaman pertama (1,76) dan
penanaman ke dua (3,14)
Gambar 15. Pengaruh dosis kompos memberikan pengaruh yang tidak
jerami padi terhadap berbeda nyata terhadap rasio tajuk
rasio tajuk akar akar jika dibandingkan dengan
pemberian kompos jerami padi 14
Pemberian dosis NPK dan 0 ton.ha-1 dengan pupuk NPK 200
kg.ha-1 sampai 200 kg.ha-1 kg.ha-1 pada penanaman pertama
memberikan pengaruh yang tidak (5,97) dan penanaman ke dua (8,79)
berbeda nyata terhadap rasio tajuk dan perlakuan lainnya (Tabel 5).
akar tanaman kangkung darat baik
pada penanaman pertama maupun Berat kering
kedua (Gambar 16).

JOM FAPERTA Vol. 5 Edisi 2 Juli s/d Desember 2018


Hasil sidik ragam jerami padi dan pupuk NPK pada
menunjukan bahwa pemberian tanaman kangkung darat
kompos jerami padi dan pupuk NPK memberikan pengaruh yang berbeda
memberikan pengaruh yang berbeda nyata terhadap berat kering
nyata terhadap berat kering tanaman pertanaman baik pada penanaman
baik pada penanaman pertama pertama maupun kedua (Lampiran
maupun kedua. Interaksi kompos 5.6).

Tabel 6. Berat kering pertanaman dengan pemberian berbagai dosis kompos


jerami padi dan pupuk NPK (16:16:16)

Pupuk Pupuk Kompos Jerami Padi (ton.ha-1) Rata-rata


NPK 0 7 14
(kg.ha-1)
....................................................gram........................................................
I II I II I II I II
0 0,52 b 0,76 b 1,72 ab 0,94 b 1,91 ab 1,80 b 1,38 a 1,17 b
100 1,45 ab 2,42 ab 1,66 ab 2,44 ab 2,29 a 1,98 ab 1,80 a 2,28 ab
200 1,57 ab 1,22 b 1,75 ab 1,98 ab 2,76 a 8,02 a 2,30 a 3,74 a
Rata- 1,18 b 1,46 a 1,71 ab 1,79 a 2,32 a 3,93 a
rata
Keterangan: Angka-angka yang diikuti oleh huruf kecil yang sama pada kolom dan baris
menunjukkan tidak berbeda nyata menurut uji HSD pada taraf 5%. Angka I
menunjukkan penanaman pertama dan angka II menunjukkan penanaman ke dua

Pemberian kompos jerami 4,5


padi 14 ton.ha-1 memberikan 3,93 a
4
Berat kering per tanaman

pengaruh yang berbeda nyata Penanaman I Penanaman II


terhadap berat kering jika 3,5
dibandingkan dengan pemberian 3
kompos jerami padi 0 ton.ha-1 2,5 2,31 a
namun memberikan pengaruh yang 2 1,79 a
1,71 ab
tidak berbeda nyata terhadap 1,46 a
1,5 1,18 b
perlakuan lainnya (Gambar 17).
1
Pemberian pupuk NPK 0 0,5
-1
ton.ha pada penanaman pertama 0
memberikan pengaruh yang tidak 0 7 14
berbeda nyata terhadap perlakuan Dosis kompos jerami padi (ton.ha-1)
lainnya namun pada penanaman
kedua memberikan pengaruh yang
berbeda nyata terhadap berat kering Gambar 17. Pengaruh dosis kompos
jika dibandingkan dengan pemberian jerami padi terhadap
NPK 200 ton.ha-1 (Gambar 18). berat kering tanaman
kangkung darat

JOM FAPERTA Vol. 5 Edisi 2 Juli s/d Desember 2018


Dobermann dan Fairhurst (2000)
4 3,74 a
kandungan hara N, P, K dan S dalam
Rasio tajuk akar per tanaman 3,5 Penanaman I Penanaman II jerami berturut-turut adalah N 0,5-
0,8%, P 0,07-0,12%, K 1,2-1,7% dan
3
S 0,05-0,10%. Dengan demikian
2,5 2,28 ab 2,30 a jumlah N, P dan K yang diberikan
2 1,80 a pada perlakuan berturut-turut adalah
sebagai berikut: jerami 7 ton.ha-1 N
1,38 a
1,5 1,17 b (35-56 kg.ha-1), P (49-84 kg.ha-1), K
1 (8,4-11,9 kg.ha-1), jerami padi 14
ton.ha-1 N (70-112 kg.ha-1), P (98-
0,5 168 kg.ha-1), K (16,8-23,8 kg.ha-1).
0 Dosis rekomendasi pemakaian Urea,
0 100 200 SP36 dan KCl menurut Maynard and
Hoomuth 1999 dalam Susila (2006)
Dosis pupuk NPK (kg.ha-1)
adalah Urea 187 kg.ha-1, SP36 311
Gambar 18. Pengaruh dosis pupuk kg.ha-1 dan KCl 112 kg.ha-1 dengan
NPK terhadap berat persentase kadar N pada Urea adalah
kering tanaman 46%, kadar P pada SP36 36% dan
kangkung darat kadar K pada KCl 60% sehingga
jumlah yang diberikan pada tanaman
Interaksi tanpa pemberian yaitu Urea (86,2%), SP36 (11,19%)
kompos jerami padi dan pupuk NPK dan KCl (67,2%).
pada penanaman pertama dan
penanaman kedua memberikan Secara umum peningkatan
pengaruh yang berbeda nyata dosis NPK meningkatkan produksi
terhadap berat kering tanaman setiap parameter tanaman kangkung
kangkung darat jika dibandingkan darat, hal ini dapat dilihat pada data
dengan pemberian kompos jerami hasil tinggi tanaman (Tabel 1),
padi 14 ton.ha-1 dan pupuk NPK 200 jumlah daun (Tabel 2), luas daun (3),
kg.ha-1 pada penanaman pertama berat segar (Tabel 4), rasio tajuk akar
(2,76 gram) dan penanaman ke dua (Tabel 5) dan berat kering tanaman
(8,02 gram) (Tabel 6). kangkung darat (Tabel 6). Rahmi
(2014) menyatakan meningkatnya
produksi tanaman akibat pemberian
4.1 Pembahasan pupuk NPK karena merupakann
Secara umum peningkatan unsur hara makro yang paling
dosis kompos jerami padi nyata dibutuhkan oleh tanaman dalam
meningkatkan pertumbuhan dan hasil jumlah besar sehingga membantu
tanaman kangkung darat dalam pertumbuhan vegetatif dan
dibandingkan dengan tanpa generatif. Hakim et al. (1996),
pemberian kompos jerami padi. Hal menjelaskan bahwa pupuk yang
tersebut dapat dilihat dari parameter mengandung berbagai unsur hara
tinggi tanaman (Tabel 1), jumlah baik makro maupun mikro jika
daun (Tabel 2), luas daun (3), berat diberikan pada tanaman dalam
segar (Tabel 4), rasio tajuk akar jumlah yang optimal akan dapat
(Tabel 5) dan berat kering tanaman meningkatkan pertumbuhan dan
kangkung darat (Tabel 6). Menurut

JOM FAPERTA Vol. 5 Edisi 2 Juli s/d Desember 2018


produksi tanaman. Hardjowigeno sel baru dan senyawa-senyawa
(2007) pupuk NPK memiliki penting seperti asam nukleat, asam
kelebihan yaitu selain lebih cepat amino dan klorofil. Terdapatnya
diserap haranya oleh tanaman, klorofil yang cukup pada daun
pemberian pupuk dapat mencakup menyebabkan daun memiliki
beberapa unsur hara sehingga lebih kemampuan untuk menyerap cahaya
efisien dalam penggunaan bila matahari, sehingga akan
dibandingkan dengan pupuk tunggal. menghasilkan energi yang diperlukan
Secara umum interaksi sel untuk melakukan aktivitasnya
perlakuan kompos jerami padi dan seperti pembelahan dan pembesaran
pupuk NPK berbeda nyata terhadap sel. Posfor merupakan unsur yang
tinggi tanaman (Tabel 1), jumlah dibutuhkan dalam pembentukan ATP
daun (Tabel 2), luas daun (Tabel 3), tersebut. Salisbury dan Ross (1995)
berat segar (Tabel 4) dan berat menyatakan unsur K (Kalium)
kering (Tabel 6) kecuali pada rasio berperan penting dalam membuka
tajuk akar tanaman kangkung darat dan menutupnya stomata serta
(Tabel 5). Pamungkas (2015) berperan sebagai aktivator dari
menyatakan kombinasi pupuk berbagai enzim yang terlibat di
anorganik dan bahan organik dapat dalam sintesis protein dan
meningkatkan metabolisme tanaman, karbohidrat. Apabila K meningkat
dimana penyerapan unsur hara dari maka karbohidrat juga meningkat
pupuk anorganik akan lebih efektif sehingga dapat digunakan untuk
karena meningkatnya daya dukung meningkatkan pertumbuhan tinggi
tanah akibat penambahan bahan tanaman.
organik. Dengan penambahan pupuk
kompos jerami padi dan NPK maka Interaksi NPK dan kompos
ketersediaan unsur N, P dan K akan jerami padi berbeda nyata terhadap
meningkat sehingga dapat diserap jumlah daun (Tabel 2), luas daun
oleh tanaman. Menurut Lakitan (Tabel 3), berat segar (Tabel 4).
(2002) nitrogen merupakan salah Nyakpa et al. (1988), menyatakan
satu unsur pembentuk klorofil. bahwa proses pembentukan daun
Klorofil merupakan pigmen yang tidak terlepas dari peranan unsur hara
dibutuhkan sebagai absorben cahaya seperti nitrogen dan fosfor yang
matahari yang digunakan dalam terdapat pada tanah dan tersedia bagi
proses fotosintesis. Apabila N tanaman. Kedua unsur ini berperan
meningkat maka klorofil juga dalam pembentukan sel-sel baru dan
meningkat sehingga fotosintat yang komponen utama penyusun senyawa
dihasilkan dan diakumulasikan ke organik dalam tanaman seperti asam
pertumbuhan tinggi tanaman juga amino, asam nukleat, klorofil, ADP
meningkat. Gardner et al. (1991), dan ATP. Apabila tanaman defisiensi
menyatakan bahwa penambahan untuk kedua unsur hara tersebut
tinggi tanaman terjadi karena maka metabolisme tanaman akan
pembelahan sel, peningkatan jumlah terganggu sehingga proses
sel dan pembesaran ukuran sel yang pembentukan daun menjadi
membutuhkan energi dalam bentuk terlambat. Fitter dan Hay (1981)
ATP. Nyakpa et al, (1986), nitrogen menyatakan bahwa salah satu organ
berperan pula dalam membentuk sel- yang berperan penting bagi tanaman

JOM FAPERTA Vol. 5 Edisi 2 Juli s/d Desember 2018


adalah daun. Daun merupakan organ yang menyatakan bahwa nitrogen
vegetatif tanaman, jumlahnya sangat merupakan penyusun bagian
mempengaruhi pertumbuhan terpenting dalam pembentukan sel-
tanaman karena daun merupakan sel baru dan enzim-enzim, asam
organ tempat terjadinya fotosintesis. amino, asam nukleat, karbohidrat
Semakin banyak jumlah daun yang sehingga pembentukan sel-sel baru
terdapat pada tanaman seperti bagi tanaman akan berlangsung
kangkung, produksinya akan besar dengan optimal dengan ketersediaan
pula. Dimana Jumlahnya sangat unsur ini. Berat segar tanaman
menetukan hasil fotosintesis dan tergantung kadar air dalam jaringan
mempengaruhi pertumbuhan dan dimana proses fisiologi yang
perkembangan tanaman. Dengan berlangsung pada tumbuhan banyak
bertambahnya jumlah daun dan luas berkaitan dengan air atau bahan-
daun maka berat segar tanaman bahan yang terlarut dalam air.
kangkung juga semakin meningkat Prawinata dan Tjondronegoro (1989)
(Tabel 4). menyatakan bahwa berat segar
tanaman mencerminkan komposisi
Berat segar yang paling hara di jaringan tanaman dengan
rendah dihasilkan tanaman yang mengikut sertakan airnya. Air akan
tidak diberi kompos jerami padi dan membentuk ikatan hidrogen dengan
NPK, sedangkan berat segar tanaman bahan organik seperti protein dan
kangkung yang lebih tinggi karbohidrat. Sarief (1986)
dihasilkan tanaman yang diberi menyatakan bahwa nitrogen dapat
kompos jerami padi 14 ton.ha-1 dan meningkatkan perbandingan
NPK 200 kg.ha-1. Berat segar protoplasma terhadap bahan-bahan
tanaman yang diberi kompos jerami dinding sel yang dapat menyebabkan
padi 14 ton.ha-1 dan NPK 200 kg.ha-1 pertambahannya ukuran sel dengan
berbeda nyata dengan perlakuan dinding sel yang tipis, sehingga sel
tanpa pemberian kompos jerami padi banyak diisi oleh air. Menurut
dan NPK, namun berbeda tidak nyata Gardner et al. (1991) perbandingan
dengan perlakuan lainnya. Cahyono antara berat tajuk dengan berat akar
(2003) menyatakan bahwan tanaman mencirikan bahwa pertumbuhan
kangkung merupakan tanaman bahagian atas tanaman diikuti
semusim yang pertumbuhannya dengan pertumbuhan bagian akar
sangat tanggap terhadap pemberian dimana pertumbuhan atas yang lebih
pupuk. Peningkatan berat segar dominan dari akarnya.
tidak terlepas dari peningkatan unsur
hara seperti nitrogen, posfor, kalium KESIMPULAN DAN SARAN
dimana unsur nitrogen
mempengaruhi pembentukan sel-sel Kesimpulan
baru, fosfor berperan dalam Berdasarkan hasil penelitian
pengaktifan enzim-enzim dalam yang telah dilaksanakan dapat
proses fotosintesis dan kalium disimpulkan bahwa :
mempengaruhi perkembangan 1. Peningkatan dosis pupuk NPK
jaringan meristem yang dapat meningkatkan tinggi tanaman,
mempengaruhi panjang dan lebar jumlah daun, luas daun, berat
daun. Salisbury dan Ross (1995) segar, rasio tajuk akar dan berat
kering tanaman kangkung darat

JOM FAPERTA Vol. 5 Edisi 2 Juli s/d Desember 2018


2. Peningkatan dosis kompos jerami Hijau. Yayasan Pustaka
padi meningkatkan tinggi Nusantara. Semarang.
tanaman, jumlah daun, luas daun,
berat segar, rasio tajuk akar dan Djaja, W. 2008. Langkah Jitu
berat kering tanaman kangkung Membuat Kompos dari
darat Kotoran Ternak dan Sampah.
3. Interaksi pemberian kompos Agro Media Pustaka. Jakarta.
jerami padi dan pupuk NPK nyata
meningkatkan tinggi tanaman, Djuarnani. 2005. Cara Cepat
jumlah daun, luas daun, berat Membuat Kompos.
segar, dan berat kering kecuali Agromedia Pustaka. Jakarta
rasio tajuk akar tanaman
kangkung darat. Dobermann, A and T. Fairhurst. 2000.
4. Interaksi kompos jerami padi 14 Rice: Nutrient disorders &
ton.ha-1 pada NPK 200 kg.ha- nutrient management.
1 International Rice Research
merupakan dosis terbaik untuk
memberikan hasil tertinggi pada Institute (IRRI). Potash &
tinggi tanaman, jumlah daun, luas Phosphate Institute of Canada.
daun, berat segar, rasio tajuk akar
dan berat kering tanaman Fitter, A. H dan Hay,R.K.M.1981.
kangkung darat. Fisiologi Lingkungan
Tanaman. Diterjemahkan
Saran oleh Sri Adani dan E. D.
Berdasarkan hasil penelitian Purbayanti. Gajah Mada
yang telah dilakukan untuk University Press. Yogyakarta.
mendapatkan pertumbuhan dan
produksi kangkung darat terbaik Gardner, F. P., R. B. Peace dan R. L.
dapat diberikan kompos jerami padi Mitchell. 1991. Fisiologi
14 ton.ha-1 dan NPK 200 ton.ha-1. Tanaman Budidaya.
Universitas Indonesia Press.
Jakarta.
DAFTAR PUSTAKA
Gusfarina D.S dan S. Edi. 2013.
Agustina, L. 2004. Dasar Nutrusi Keragaan model kawasan
Tanaman. Rineka Cipta. Jakarta rumah pangan lestari
mendukung kegiatan hari
Maynard and Hoomuth (1999) krida pertanian ke-40 tingkat
Panduan pedoman budidaya Provinsi Jambi. Disampaikan
tanaman sayuran. Dalam pada Seminar Nasional
Anas, D.Susila (peny.). Inovasi Teknologi Pertanian
Panduan Budidaya Tanaman Spesifik Lokasi. Badan
Sayuran. Departemen Litbang Pertanian. 21-22
Agronomi dan Hortikultura. November 2013.
Institut Pertanian Bogor. Kementarian Pertanian.
Bogor: 50-53. Kendari
Cahyono, B. 2003. Teknik dan
Strategi Budidaya Sawi

JOM FAPERTA Vol. 5 Edisi 2 Juli s/d Desember 2018


Hardiatmi, S. 2006. Kajian bentuk Seminar Nasional Sains dan
pemberian dan dosis jerami Teknologi II. Universitas
padi serapan N dan K Lampung. Lampung
terhadap hasil padi var. IR-64
INNOFORM. Jurnal Inovasi Jumin, H. B. 2002. Dasar-Dasar
pertanian, Volume 21 (2): Agronomi. Rajawali. Jakarta.
159-171.
Lakitan, B. 2002. Dasar Dasar
Hakim, N, M. Y. Nyakpa, A.M Klimatologi. PT. Raja
Lubis, S.G Hugroho, M.R Grafindo Persada, Jakarta..
Saul, M.Diha, H.H Bailey.
1986. Dasar Dasar Ilmu Lingga, P. dan Marsono. 2013.
Tanah. Universitas Lampung. Petunjuk Penggunaan Pupuk.
Lampung. Penebar Swadaya. Jakarta

Hardjowigeno, S. 2007. Ilmu Tanah. Marsono, 2002. Pupuk Akar Jenis


Jurusan Tanah, Fakultas dan Aplikasinya. Penebar
Pertanian, Instiut Pertanian Swadaya. Jakarta.
Bogor. Bogor.
Murbandono, H. S. L. 2002. Membuat
Haryoto, 2009. Kreatif di seputar Kompos. Penerbit Penebar
rumah bertanam kangkung Swadaya. Jakarta.
raksasa di pekarangan.
Penerbit Kanisius. Jakarta. Musnamar, E. 2004. Pupuk Organik
Hasibuan, B. E., 2006. Ilmu Tanah. Cair dan Padat, Pembuatan,
Universitas Sumatera Utara Press. Aplikasi Seri Agriwawasan.
Medan. Penebar Swadaya. Jakarta.

Isroi. 2009. Pemanfaatan Jerami Padi Nazarudin, 1993. Budidaya dan


sebagi Pupuk In Situ untuk Pengaturan Penen Sayuran
Mengurangi Penggunaan Rendah. Penebar Swadaya.
Pupuk Kimia dan Substitusi Jakarta.
Pupuk.
http://isroi.com/2009/05/14/p Nyakpa, M.Y. AM Lubis, M. A.
emanfaatan-jerami-padi- Pulung, A. G. Amroh, A.
sebagai-pupuk organik-in- Munawar, G. B. Hong dan N.
situ-untuk-mengurangi- Hakim 1986. Dasar Dasar
penggunaan-pupuk-kimia- Ilmu Tanah. Universitas
dan-subsidi-pupuk. Diakses Lampung. Lampung.
pada tanggal 25 februari
2018. Pamungkas, S.S.T. 2015. Pengaruh
kombinasi pemupukan
Junaedi, H. 2008. Pemanfaatan organik dan anorganik
jerami padi dan kapur guna terhadap pertumbuhan Pisang
memperbaiki permeabilitas Kepok Kuning
tanah dan hail kedelai musim (Musaacuminata × M.
tanah II. Di dalam prosiding balbisiana) pada lahan kering

JOM FAPERTA Vol. 5 Edisi 2 Juli s/d Desember 2018


di Banyumas, Jawa Tengah. Plasma Nutfah, volume
Gontor agrotech Science 15(2): 49-50.
Journal Volume 1(2): 33-51
Suhartatik, E., Mastur dan S.
Rinsema. 1993. Petunjuk dan Cara Partohardjono. 2001.
Penggunaan Pupuk. Bharata Pengaruh pemupukan
Karya Akdara. Jakarta. nitrogen, pembenaman
sesbania rostrata dan jerami
Prawiranata, W, S. Harran dan P. terhadap hasil padi sawah. J.
Tjandronegoro. 1989. Dasar – Penelitian Pertanian Tanaman
Dasar Fisiologi Tumbuhan II. Pangan, volume 14 (1): 1-7.
Fakultas Pertanian IPB.
Bogor. Sunarjono, H. 2003. Bertanam 30
Jenis Sayur. Penebar
Rahmi Dwi Handayani Rambe. Swadaya. Jakarta.
2014. Pengaruh pemberian
pupuk organik dan pupuk Susanto, R. 2002. Penerapan
anorganik terhadap Pertanian Organik. Kanisius.
pertumbuhan dan produksi Yogyakarta.
jagung manis (Zea mays
saccharata L.). Wahana Tafajani,D.S. 2011. Panduan
Inovasi, volume 3 (2) : 436- Komplit Bertanam Sayur dan
443. Buah buahan.
CahayaAtma.Yogyakarta
Rukmana. 1994. Bertanam Petsai
dan Cara Memupuk. Bharta
Karya Aksara. Jakarta

Salisbury, F. B Dan Ross, C. W.


1995. Fisiologi Tanaman.
Institut Teknologi Bandung.
Bandung.

Sarief, E. 1986. Kesuburan Dan


Pemupukan Tanah Pertanian.
Pustaka Buana. Bandung.

Setyorini, D. 2005. Pupuk Organik


Tingkatan Produksi
Pertanian. Balai Penelitian
Tanah. Bogor.

Sofiari, E. 2009. Karakterisasi


kangkung varietas sutera
berdasarkan panduan
pengujian individual. Buletin

JOM FAPERTA Vol. 5 Edisi 2 Juli s/d Desember 2018

Anda mungkin juga menyukai