Anda di halaman 1dari 14

Persepsi Kaum Tua Terhadap Ahl al-Sunnah wa al-Jamaah:

Buya KH. Sirajuddin Abbas dan Pemikiran Teologinya di


Indonesia

Oleh:
Akhmad Rahim Mubtadi
20 Mei 1905 1930
Lahir di Bengkawas,
Staf sekretariat Konsulat 1952
Kabupaten Agam, Memimpin Liga Muslimin
Belanda di Mekkah
Bukittinggi, Sumatera Barat Indonesia bersama
KH. Wahid Hasyim, Abikusno
Tjokrosuyoso dan beberapa
ulama nasional lainnya

1953
Menteri Kesejahteraan
Umum di Kabinet Ali
1933 Sastroamidjojo I
Pulang ke tanah air,
Mengelola pesantren di
Sumatera Barat

5 Agustus 1980
1927 1936 Wafat di Jakarta pada usia
Naik Haji dan memperdalam 73 tahun
Ketua Umum Persatuan
ilmu agama di Mekkah Tarbiyah Islamiyah (Perti)
Di antara sabab nuzulnya pemikiran teologi Buya KH. Sirajuddin Abbas terhadap ahl al-sunnah wa
al-jamaah adalah semakin maraknya bermuculan firqah atau aliran-aliran teologi yang
berseberangan dengan keyakinan umat Islam Indonesia saat itu. Firqah teologi seperti Syi’ah,
Khawarij, Mu’tazilah, Qadariyah dan lain-lain dianggap akan merusak keyakinan dan akidah umat
yang sudah matang dengan keyakinan ahl al-sunnah wa al-jamaahnya. Oleh karena itu, atas dasar
kepedulian moral dan agama, Buya KH. Sirajuddin Abbas kembali memunculkan gagasan-
gagasannya terkait gambaran akidah ahl al-sunnah wa al-jamaah yang sebenarnya di tengah
merebaknya aliran-aliran teologi lainnya yang dianggap keliru.
Gagasannya ini dituangkan di sebuah buku berjudul “I’tiqad Ahlussunnah wal-Jama’ah” yang
pertama kali terbit pada tahun 1978. Selain gambaran akidah ahl al-sunnah wa al-jamaah, Buya
juga merasa perlu menggambarkan beberapa aliran atau firqah yang dianggap keliru dan
pemahaman-pemahamannya yang bertentangan dengan ahl al-sunnah wa al-jamaah .
Ahl al-Sunnah wa al-Jamaah menurut Buya KH. Sirajuddin Abbas

Menurut Buya, ahl al-sunnah wa al-jamaah adalah mereka yang mengikut sunnah Nabi dan seluruh sahabat-
sahabatnya (jamaah). Dalam hal ini, sunnah-sunnah Nabi dan para sahabatnya kemudian dikumpulkan oleh al-
Asy’ari (324 H) dan al-Maturidi (333 H), juga oleh empat imam mazhab, yaitu Malik bin Anas (179 H), Abu Hanifah
(150 H), al-Syafi’i (204 H) dan Ahmad bin Hanbal (241 H). Sehingga setiap orang yang beraqidahkan dan
bermazhabkan dengan ajaran dari mereka disebut sebagai penganut ahl al-sunnah wa al-jamaah.
Buya juga mengutip perkataan salah seorang ulama abad ke 11/12 H, yaitu Muhammad Murtadha bin
Muhammad al-Husaini al-Zabidi yang menulis di bukunya, “Ithaf Sadat al-Muttaqin”, syarh dari “Ihya Ulum al-
Din” tulisan al-Ghazali (505 H) tentang golongan penganut ahl al-sunnah wa al-jamaah, yaitu sebagai berikut,
Argumen

• Terhadap gagasannya, Buya berargumen dengan mengutip beberapa


hadis Nabi Muhammad saw, yaitu:

dan

next
Atas dasar argumen itu, kemudian Buya merincikan aliran-aliran teologi
yang dianggap keliru dan sesat hingga berjumlah 72 aliran, yaitu:
Perbandingan:
Ahl al-Sunnah wa al-Jamaah menurut “mereka”
Hadhratus Syaikh KH. Hasyim Asy’ari
Jauh sebelum Buya KH. Sirajuddin Abbas melahirkan gagasannya tentang ahl al-sunnah wa al-jamaah,
KH. Hasyim Asy’ari juga sudah menjelaskan bagaimana kriteria firqah yang bisa dianggap sebagai
bagian dari ahl al-sunnah wa al-jamaah. Di dalam karyanya yang berjudul Risalah Ahlusunnah wal
Jamaah, Mbah Hasyim -konon demikian beliau dipanggil oleh santrinya- juga menjelaskan firqah-firqah
yang dianggap keliru dan berpotensi celaka (masuk neraka), beliau menyebutnya sebagai ahli bid’ah.
Beliau juga menjelaskan tentang hadis 73 golongan, dan menjelaskan lebih lanjut bagaimana
gambaran firqah ahl al-sunnah wa al-jamaah yang sebenarnya.

next
Ikhtisar
• Menurut Mbah Hasyim di dalam risalah ahlussunnah wal jamaahnya,
firqah yang dianggap selamat dan termasuk ahl al-sunnah wa al-
jamaah adalah kelompok al-asyairah atau mereka yang mengikuti
mazhab al-Asy’ari dan mayoritas ulama lainnya, sebagaimana yang
selama ini dianut oleh mayoritas muslim Indonesia. Mbah Hasyim
mengutip beberapa pendapat ulama lainnya sebagai penguat dari
argumennya tersebut.
Qanun Asasi NU
Di dalam qanun asasi NU, Mbah Hasyim lebih lanjut
dan lebih gamblang menjelaskan gambaran firqah ahl
al-sunnah wa al-jamaah yang sebenarnya dianut oleh
masyarakat muslim Indonesia, yaitu mereka yang
berpegang pada salah satu dari empat mazhab (al-
Maliki, Abu Hanifah, al-Syafi’i dan Ahmad bin Hanbal)
dalam urusan ibadah, mengikuti al-Asy’ari dan al-
Maturidi dalam urusan akidah dan al-Junaid al-
Baghdadi (298 H) serta al-Ghazali (505 H) dalam
urusan tasawuf.
Hasil Sidang Komisi Bahtsul Masail Diniyah Maudhu’iyah
Muktamar ke-33 NU di Pondok Pesantren Tambakberas Jombang, Agustus 2015
Forum sidang BM pada Muktamar Jombang 2015 yang dipimpin oleh KH. Afifuddin Muhajir merumuskan bahwa Islam
ahl al-sunnah wa al-jamaah bagi muslim Indonesia memiliki kriteria sebagaimana yang tertulis di dalam qonun asasi
NU, yaitu bermazhabkan dengan salah satu dari empat mazhab pada bidang syariah/fiqh, di bidang akidah mengikuti
mazhab al-Asy’ari dan al-Maturidi serta di bidang tasawuf/akhlak berpedoman kepada al-Junaid al-Baghdadi dan al-
Ghazali, ditambah dengan bersikap tawasuth (moderat) dengan tiga ciri utama yaitu, tawassuth, ta’adul dan tawazun.
Referensi

• Alaiddin Koto. Buya KH. Sirajuddin Abbas (Profil dan Pemikiran Politiknya tentang Indonesia).
Jakarta: Rajawali Pers, 2016.
• ___. Persatuan Tarbiyah Islamiyah: Sejarah, Paham Keagamaan dan Pemikiran Politik 1945-1970.
Jakarta: Rajawali Pers, 2012.
• KH. Sirajuddin Abbas. I’tiqad Ahlussunnah Wal-Jama’ah. Kelantan: Pustaka Aman Press, 2009.
• KH. Hasyim Asy’ari. Risalah Ahlussunnah wal Jamaah.
• Muhammad Murtadha bin Muhammad al-Husaini al-Zabidi. Ithaf Sadat al-Muttaqin.

Anda mungkin juga menyukai