Anda di halaman 1dari 9

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Tinjauan Teori

1. Tanaman Katuk

a. Pengertian Tanaman Katuk

Katuk (Sauropus androgynus L.) merupakan tanaman obat-

obatan tradisionil yang mempunyai zat gizi tinggi, sebagai antibakteri,

dan mengandung beta karoten sebagai zat aktif warna. Senyawa

fitokimia yang terkandung di dalamnya adalah: saponin, flavonoid, dan

tanin, isoflavonoid yang menyerupai estrogen ternyata mampu

memperlambat berkurangnya massa tulang (osteomalasia), sedangkan

saponin terbukti berkhasiat sebagai antikanker, antimikroba,dan

meningkatkan sistem imun dalam tubuh (Santoso, 2014).

Katuk (Sauropus androgynus L.) merupakan tanaman herba

dengan tinggi 50cm hingga 3,5m yang banyak ditemui di negara Asia

Tenggara, tersebar di negara beriklim tropis (India, Sri Langka,

Vietnam, Indonesia, Malaysia, Papus nugini dan Filipina) (Hayati et

al., 2016). Tanaman katuk memiliki susunan dengan cabang agak

lunak dengan daun tersusun selang-seling pada satu tangkai, berbentuk

lonjong sampai bundar dengan panjang 2,5 cm, dan lebar 1,25- 3 cm.
Gambar 2.1 Tanaman Katuk

b. Klasifikasi Daun Katuk

Klasifikasi Daun katuk (Sauropus androgynus L.) menurut

Rukmana (2013) sebagai berikut :

Kingdom : Plantae

Divisi : Spermatophyta

Subdivisi : Angiospermae

Kelas : Dicotyledoneae

Bangsa : Geramales

Suku : Euphorbiaceae

Genus : Sauropus

Spesies : Sauropus androgynus

c. Kandungan Zat Aktif

Pada ibu menyusui yang mengkonsumsi ekstrak daun katuk,

sebanyak 70% dari ibu menyusui terjadi peningkatan produksi ASI

hingga melebihi kebutuhan bayinya. Sedangkan pada ibu yang tidak

mengkonsumsi ekstrak daun katuk, hanya 6,7% yang mengalaimi


kenaikan produksi ASI hingga melebihi kebutuhan bayinya (Suwanti,E

dan Kuswati, 2016).

Kandungan daun katuk meliputi protein, lemak, kalsium, fosfor,

besi, vitamin A, B, dan C. pirolidinon, dan metil piroglutamat serta p-

dodesilfenol sebagai komponen minor. Dalam 100g daun Katuk

terkandung: energi 59 kal, protein 6,4 g, lemak 1,0 g, hidrat arang 9,9

g, serat 1,5 g, abu 1,7 g, kalsium 233 mg, fosfor 98 mg, besi 3,5 mg,

karoten 10020 mcg (vitamin A), B, dan C 164 mg, serta air 81 g

(Erland, 2019).

Dari data ilmiah yang lain juga disebutkan bahwa Katuk

(Sauropus androgynus) (L) Merr)) merupakan tanaman obat-obatan

tradisional yang mempunyai kandungan zat gizi tinggi, sebagai

antibakteri, dan mengandung beta karoten. Kandungan Daun Katuk

antara lain juga senyawa fitokimia seperti : saponin, flavonoid, dan

tanin, isoflavonoid yang menyerupai estrogen dan ternyata mampu

memperlambat berkurangnya massa tulang (Osteomalasia), sedangkan

saponin terbukti berkhasiat sebagai antikanker, antimikroba, dan

meningkatkan sistem imun dalam tubuh (Erland, 2019).

Senyawa aktif dalam daun katuk yang berperan dalam

pembentukan ASI yaitu alkaloid dan sterol (Rahmanisa, 2016).

Komponen sterol yaitu Stigmasta-5,24-dien-3β-ol yang terdapat pada

tanaman katuk bekerja, sama seperti kolesterol yang memiliki fungsi

pada proses steroidogenesis (Miharti, 2018). Kolesterol bebas ini

diubah ke pregnenolon. Pregnenolon merupakan prekursor untuk


semua hormon steroid. Melalui serangkaian reaksi akhirnya

terbentuklah estradiol serta hormon steroid lainnya. Proses

pembentukan hormon steroid utama terdiri atas tiga bagian, yaitu

sintesis kolesterol dari asetat, konversi kolesterol menjadi progesteron,

dan pembentukan androgen, estrogen, dan kortikoid dari progesteron.

Hormon steroid yaitu khususnya hormon estrogen merupakan

hormon yang berfungsi dalam memacu pada sintesis dan pelepasan

prolaktin oleh hipofisa. Kandungan tersebut dalam dosis yang tinggi

menimbulkan rangsangan reseptor prolaktin pada sel laktotrof untuk

memacu neuro hormon yang akan merangsang pengeluran Prolactin

Releasing Faktor (PRF). Sehingga terjadinya peningkatan ASI pada

saat menyusui (Miharti, 2018).

Gambar 2.2 Struktur Kimia Monomer Stigmasta-5,24-dien3β-ol

Kandungan daun Katuk juga kaya akan besi, provitamin A

dalam bentuk β-carotene, vitamin C, minyak sayur, protein dan

mineral lainnya. Daun Katuk tua terkandung air 10,8%, lemak 20,8%,

protein kasar, 15.0%, serat kasar 31,2%, abu 12,7%, dan BETN 10,2%.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa dalam tepung daun Katuk


mengandung air 12%, abu 8,91%, lemak 26,32%, protein 23,13%,

karbohidrat 29,64%, β-carotene (mg/100 g) 165,05 dan energi (kal)

134,10. Penelitian lain menyebutkan, Kandungan daun Katuk per 100g

mempunyai komposisi protein 4,8 g, lemak 1 g, karbohidrat 11 g,

kalsium 204 mg, fosfor 83 mg, besi 2,7 mg, vitamin A 10370 SI,

vitamin B1 0,1 mg, vitamin C 239 mg, air 81 g (Erland, 2019).

Daun Katuk mengandung klorofil yang cukup tinggi, daun tua

65,8 spa d/mm2, daun muda 41,6 spa d/mm2 dapat digunakan sebagai

pewarna alami memberi warna hijau. Selain kandungan daun Katuk

seperti zat-zat gizi tersebut di atas, daun Katuk juga mengandung

senyawa metabolik sekunder yaitu monomrthyl succinate dan cis-2-

methyl cyclopentanol asetat (ester), asam benzoat dan asam fenil

malonat (asam karboksilat), 2-pyrolodinon dan methyl pyroglutamate

(alkaloid), saponin, flavonoid dan tanin. Senyawa-senyawa tersebut

sangat penting dalam metabolisme lemak, karbohidrat dan protein

dalam tubuh (Erland, 2019).

d. Khasiat Daun Katuk (Sauropus androgynus)

Menurut Sujarwanto (2012) dalam Erland (2019) khasiat dan

kegunaan dari daun Katuk yaitu pelancar ASI, pembersih darah,

pembangkit vitalitas seks dan meningkatkan jumlah sperma, mencegah

osteoporosis, anti stress karena mengandung vitamin C yang tinggi,

membentuk kolagen kalsium yang tinggi sebagai penguat tulang,

mengatur tingkat kolesterol serta pemacu imunitas, penyembuh luka

dan meningkatkan fungsi otak agar dapat bekerja maksimal,


mengandung efedrin sebagai anti influenza, mencegah penyakit mata

dangan kandungan vitamin A yang tinggi.

e. Katuk meningkatkan Produksi Susu

Dari pengalaman empiric, daun katuk memiliki khasiat

memperlancar produksi susu, baik pada manusia maupun hewan. Pada

ibu-ibu yang mengalami gangguan pengeluaran air susu, maka

biasanya mereka memakan antara lain daun katuk ini. Injeksi ekstrak

ini tidak mengubah kadar lemak, protein dan bahan kering tanpa

lemak. Pada aktifitas metabolisme glukosa terjadi peningkatan sebesar

lebih dari 50% yang berarti kelenjar bekerja lebih ekstra untuk

mensintesis air susu. Kadar prolaktin setelah diberi fraksi ekstrak daun

katuk mempunyai kadar hormon prolaktin yang lebih tinggi dan

jumlah sel neuraglia lebih banyak pada dosis 48 dan 72 mg (Santoso,

2014). Sari (2003) dalam santoso (2014) juga menemukan bahwa

ekstrak Sauropus androgynus, mempunyai pengaruh laktagogen yang

ditandai oleh peningkatan kadar hormone prolaktin.

Oleh karena daun kaya akan β-carotene, maka konsumsi daun

katuk dalam jumlah tertentu diduga akan meningkatkan kadar vitamin

A dalam susu. Selain itu dapat memperkaya kadar vitamin terutama

vitamin C dan mineral terutama zat besi. Penggunaan daun katuk

dalam jamu berbungkus juga telah dilakukan oleh pengusaha jamu,

meskipun belum begitu banyak. Jamu tersebut mempunyai fungsi

untuk memperlancar air susu (Santoso, 2014).


Konsumsi daun katuk oleh ibu-bu menyusui akan meningkatkan

waktu menyusui bayi perempuan, sedangkan pada bayi laki-laki

tampak hanya kecenderungan peningkatan frekuensi dan lama

menyusui jika mengkonsumsi daun katuk (Santoso, 2014).

Tabel 2.1 Nilai rata-rata lamanya menyusui bayi perempuan

Konsumsi katuk
Hari Tanpa katuk (menit)
(menit)
Pertama 9,3 9,4
Kedua 9,57 11,43
Ketiga 9,7 11,71
Keempat 9,86 13,42
Kelima 11,14 15,43
Sumber : Santoso, 2014

Daun katuk dikenal sebagai laktagoga, yaitu menyubur air susu

ibu. Kemampuan menyuburkan air susu ibu berhubungan dengan

peranannya dalam refleks prolaktin, yaitu refleks yang merangsang

alveoli untuk memproduksi susu. Refleks ini dihasilkan dari reaksi

antara prolaktin dengan hormone adrenal steroid dan tiroksin. Daun

katuk mengandung polifenol dan steroid yang berperan dalam refleks

prolaktin (Santoso, 2014).

Pemberian ekstrak daun katuk pada kelompok ibu melahirkan

dan menyusui bayinya dengan dosis 3 x 300mg/hari selama 15 hari

terus-menerus mulai hari ke-2 atau hari ke-3 setelah melahirkan dapat

meningkatkan produksi ASI 50,7% lebih banyak dibandingkan dengan

kelompok ibu melahirkan dan menyusui bayinya yang tidak diberi

ekstrak daun katuk (Santoso, 2014). Pemberian ekstrak daun katuk


tersebut dapat mengurangi jumlah subyek kurang ASI sebesar 12,5%.

Pemberian ekstrak daun katuk tidak menurunkan kualitas ASI, karena

pemberian ekstrak daun katuk tidak menurunkan kadar protein dan

kadar lemak ASI (Santoso, 2014).


DAFTAR PUSTAKA

Erland, Dikha Febryanti (2019). Mutu Fisik Sediaan Krim Ekstrak Daun Katuk
(Sauropus Androynus L,Merr) Sebagai Antibakteri. Skripsi Akademi
Farmasi Putera Indonesia Malang.
Hayati, A et al. 2016. Local Knowledge of Katuk (Sauropus androgynus ( L. )
Merr) in East Java, Indonesia. IJCPR Vol.7(4):210-215
Miharti, S. I., Oenzi, F., dan Syarif, I., (2018). Pengaruh Ekstrak Etanol Daun
Katuk Terhadap Kadar Hormon Prolaktin Tikus Putih Menyusui. Jurnal
Iptek Terapan. Research of Applied Science and Education. V12.P 202-
211
Rahmanisa S, Aulianova T. (2016). Efektivitas Ekstraksi Alkaloid dan Sterol
Daun Katuk (Sauropus androgynus) terhadap Produksi ASI. Majority.
2016 5(1):117- 21.
Rukmana, R dan Indra M.H. (2013). Katuk, Potensi dan Manfaatnya. Yogyakarta:
Kanisius.
Santoso, Urip. (2014). Katuk, Tumbuhan Multi Khasiat. Badan Penerbit Fakultas
Pertanian (BPFP) Universitas Bengkulu.
Suwanti,E dan Kuswati. (2016). Pengaruh Konsumsi Ekstrak Daun Katuk
Terhadap Kecukupan Asi Pada Ibu Menyusui Di Klaten. Jurnal Terpadu
Ilmu Kesehatan, Volume 5, No 2,halaman 110-237.

Anda mungkin juga menyukai