Anda di halaman 1dari 28

BAB II KONSEPSI PELATIHAN BERBASIS DIGITAL

The Future of Jobs Report oleh World Economic Forum (2020) :


Kemampuan yang dibutuhkan di masa depan secara signifikan a.l. adalah complex
problem solving, social skill, process skill, system skill, dan cognitive abilities.

A. Definisi Pelatihan Berbasis Digital


digital learning ≠ e-learning.
Meskipun identik dengan pembelajaran yang dilakukan secara daring dengan
internet, e-learning juga dapat menggunakan perangkat teknologi analog.
Sedangkan digital learning dapat dikatakan sebagai ‘an umbrella term’ dari
konsep pemanfaatan teknologi dalam pembelajaran
(Digital Learning, E-Learning, Online Learning: What’s the Difference?, 2019)

Pelatihan berbasis digital merupakan bentuk pelatihan yang melibatkan seluruh


atau sebagian sumber-sumber pembelajaran digital.
Sumber pembelajaran digital menurut The Organisation for Economic Co-
operation and Development (OECD) (2009) adalah sumber pembelajaran yang
didigitalisasikan maupun berasal dari sumber digital, seperti audio digital, gambar
digital, video, atau perangkat lunak.

B. Fungsi Pembelajaran Digital pada Pelatihan

1. Suplemen
Pilihan tidak wajib untuk menambah pengetahuan dan wawasan peserta.
Misalnya dalam suatu penyelenggaraan Pelatihan Komunikasi Efektif yang
diselenggarakan secara klasikal, penyelenggara menyediakan contoh-contoh
tambahan praktik berkomunikasi yang efektif dalam bentuk video yang
dimasukan dalam suatu Learning Management System (LMS) secara daring.
Tutor menganjurkan peserta untuk menonton video-video dimaksud,
meskipun beberapa contoh sudah dipraktikan langsung di dalam kelas.

2. Komplemen
Pelengkap materi pembelajaran untuk peserta pelatihan di dalam kelas
sebagai reinforcement (penguatan) yang bersifat enrichment (pengayaan)
atau remedial (pengulangan pembelajaran) bagi peserta pelatihan.
Misalnya dalam suatu Pelatihan Tata Naskah Dinas, setelah mengikuti materi
pelatihan Bentuk dan Pilihan Kata secara klasikal di dalam kelas, tutor
meminta para peserta untuk mengakses e-learning pengayaan tentang
Bentuk dan Pilihan Kata yang sudah disediakan di dalam LMS.
3. Substitusi
Alternatif pelatihan klasikal atau pelatihan berbasis digital, baik itu blended
learning atau murni e-learning.
LAN menyediakan Pelatihan Pengelolaan Misalnya Pelatihan (Management of
Training/MOT) secara klasikal dan juga secara daring/e-learning. Jika peserta
pelatihan mengikuti salah satu alternatif Pelatihan MOT dimaksud, maka
sudah diakui lulus dari pelatihan dimaksud.

Tiga alternatif model kegiatan pembelajaran, yaitu mengikuti


1. kegiatan pembelajaran secara konvensional (tatap muka) saja,
2. sebagian secara tatap muka dan sebagian lagi melalui pembelajaran digital,
3. sepenuhnya melalui pembelajaran digital.

C. Model Pelatihan Berbasis Digital

1. Pembelajaran Daring
a. Berdasarkan Interaksi Peserta terhadap Pengajar/Tutor
1) Pembelajaran daring mandiri (self-paced)
2) Pembelajaran daring dengan pembimbingan instruktur (instructor-lead
and facilitated).
b. Berdasarkan Keberlangsungan Aktivitas Pembelajaran Daring
1) Pembelajaran digital secara sinkronus
2) Pembelajaran digital secara asinkronus.

2. Blended Learning

Blended learning menggabungkan aspek-aspek terbaik dari pembelajaran e-


learning, pembelajaran tatap muka terstruktur, dan praktik dunia nyata
sehingga dapat memberikan keuntungan, yaitu:
a. adanya interaksi antara Tutor dan Peserta;
b. pembelajaran bisa secara daring ataupun tatap muka langsung; dan
c. menggabungkan beberapa media dan metode instruksional.

Dapat dibedakan ke dalam beberapa jenis, diantaranya adalah model rotasi,


model fleks, model a la carte, dan model pengayaan virtual.
Gambar 1. Jenis Blended Learning (Horn & Staker, 2015)

a. Model Rotasi
Pengajar/Tutor di kelas melakukan rotasi. Peserta di setiap kelas atau mata
pelatihan memutari bentuk-bentuk pembelajaran berdasarkan jadwal
ataupun instruksi dari instruktur, yang setidaknya terdapat minimal satu
bentuk pembelajaran daring. Peserta dapat berputar diantara
pembelajaran daring, instruksi grup kecil, atau penugasan secara langsung
secara tatap muka di dalam kelas. Kuncinya adalah pada waktu atau
instruktur yang memberikan arahan pergantian aktivitas pembelajaran
yang ada di dalam kelas. Lebih rinci, model rotasi terbagi lagi menjadi
beberapa model yaitu:

1) Rotasi Stasiun

Gambar 2. Rotasi Stasiun (Horn & Staker, 2015)


Konsep perputaran yang ada di dalam kelas atau dalam seperangkat
kelas-kelas. Sebagai contoh dalam suatu kelas, Pengajar/Tutor memulai
dan mengakhiri pembelajaran dengan diskusi besar dalam satu kelas
dan diantaranya terdapat instruksi grup kecil yaitu instruktur
menggunakan buku sumber pembelajaran, pembelajaran individu yaitu
peserta mempelajari materi menggunakan perangkat lunak, dan
membaca buku atau mendengarkan audio secara individual.

2) Rotasi Lab

Gambar 3. Rotasi Lab (Horn & Staker, 2015)

Konsep perputaran yang sama dengan rotasi stasiun, tetapi peserta


berpindah ke lab komputer untuk porsi pembelajaran daring. Gagasan
rotasi lab pada dasarnya adalah untuk membebaskan waktu
pembelajaran langsung dengan menggunakan lab komputer dan
peserta mengikuti pembelajaran terstruktur secara daring.

3) Flipped Classroom

Gambar 4. Flipped Classroom (Horn & Staker, 2015)

Flipped Classroom merupakan konsep perputaran yang


memungkinkan pembelajaran peserta mengakses konten-konten
yang sudah disediakan sebelumnya. Setelah melakukan proses
pembelajaran daring di luar kelas, peserta kemudian
memperdalam dan berlatih memecahkan soal-soal di kelas
bersama instruktur atau rekan belajar. Dengan demikian bisa
dianggap peran pembelajaran tradisional di kelas menjadi
“terbalik”. Pada dasarnya pembelajaran ini masih
mempertahankan format pembelajaran tradisional namun
dijalankan dengan konteks yang baru.

4) Rotasi Individual

Gambar 5. Rotasi Individual (Horn & Staker, 2015)

Model Rotasi Individual memungkinkan peserta untuk memutar melalui


stasiun-stasiun pembelajaran, tetapi sesuai jadwal individu yang
ditetapkan oleh instruktur atau oleh algoritma perangkat lunak. Tidak
seperti model rotasi lainnya, peserta tidak perlu berputar ke setiap
stasiun; mereka hanya berputar ke aktivitas yang dijadwalkan pada
daftar putar mereka.

b. Model Fleks

Gambar 6. Model Fleks (Horn & Staker, 2015)


Pembelajaran daring adalah inti atau tulang punggung pembelajaran
peserta, namun masih didukung oleh aktivitas pembelajaran secara
tatap muka langsung. Peserta melanjutkan pembelajaran yang dimulai
di dalam kelas tatap muka langsung dengan jadwal yang fleksibel yang
disesuaikan secara individual dalam berbagai bentuk-bentuk
pembelajaran. Sebagian besar peserta masih belajar di kelas langsung,
kecuali untuk pekerjaan rumah. Pengajar/Tutor memberikan dukungan
pembelajaran tatap muka secara fleksibel dan adaptif sesuai kebutuhan
melalui kegiatan seperti pengajaran kelompok kecil, proyek kelompok,
dan bimbingan pribadi.

c. Model A La Carte

Gambar 7. Model A La Carte (Horn & Staker, 2015)

Peserta mengambil pembelajaran yang seluruhnya daring dan


pembelajaran yang seluruhnya dilakukan secara tatap muka. Sebagai
contoh, pada suatu Sekolah Tinggi tidak memberikan pembelajaran
Bahasa dalam kelas. Peserta dapat mengambil pelajaran Bahasa
tersebut secara daring setelah jam sekolah sebagai tambahan dari
pembelajaran yang diambil di sekolah. Hal ini menurut Horn (2015)
masih dikategorikan sebagai bentuk blended learning karena peserta
melakukan pembelajaran kelas langsung dan daring, meski dalam
pembelajaran daring tidak ada komponen tatap muka. Model ini juga
memungkinkan pembelajaran daring juga memiliki komponen tatap
muka seperti model fleks. Perbedaan model fleks dan a la carte adalah
pada tumpuan pembelajarannya. Tumpuan pembelajaran pada model
fleks lebih banyak menekankan pada pembelajaran daring, sedangkan
pada model a la carte pada pembelajaran tatap muka.
d. Model Pengayaan Virtual

Gambar 8. Model Pengayaan Virtual (Horn & Staker, 2015)

Pembelajaran dilaksanakan secara tatap muka tetapi peserta dapat


mengikuti sisa pembelajaran secara daring dari mana saja sesuai
preferensi peserta. Pendekatan ini berbeda dari model Flipped
Classroom dari segi keseimbangan waktu pengajaran tatap muka daring.
Pada model ini, peserta tidak belajar secara tatap muka dengan
fasilitator setiap hari. Sebagai contoh, peserta hanya membutuhkan
kehadiran tatap muka 2 (dua) kali dalam seminggu, sedangkan sisanya
dilakukan secara daring.

3. Mobile Learning
Bentuk pembelajaran yang terjadi ketika peserta tidak berada di dalam
lokasi yang tetap atau ditentukan, atau pembelajaran dimana peserta
mengambil kesempatan pembelajaran yang dilakukan melalui teknologi
mobile.

D. Format Aktivitas Pembelajaran Digital


1. E-mail
2. Chat
3. Forum Diskusi
4. Multimedia
5. Video Conference
6. Live Video Streaming

E. Latihan
Cocokkan kolom Uraian dengan kolom Istilah sesuai uraian dan istilah yang
benar.
Uraian Istilah
1. Pelatihan E-learning setara dengan A. Sinkronus
Pelatihan Klasikal
2. Pengayaan tambahan melalui B. Asinkronus
pembelajaran digital dalam Pelatihan di Kelas
3. Pembelajaran real-time (waktu yang C. Model Flipped
sebenarnya) Classrooom
4. Pembelajaran tidak real-time (tidak harus D. Model Fleks
mengakses di waktu yang
sama)
5. Peserta melakukan pembelajaran daring lalu E. Fungsi Substitusi
melakukan pembelajaran
di dalam kelas
6. Peserta melakukan pembelajaran daring sebagai F. Fungsi Komplemen
tumpuan utama, namun tetap didukung oleh
pembelajaran tatap muka secara
fleksibel.

F. Evaluasi

1. Jelaskan dengan bahasa Saudara sendiri yang mudah dipahami tanpa


menyalin dari modul ini tentang konsep dasar pelatihan berbasis digital!

2. Fungsi pembelajaran digital ada 3 (tiga); suplemen, komplemen dan


substitusi. Jelaskan menurut pemahaman Saudara tiga fungsi dimaksud
beserta contoh implementasinya dalam instansi Saudara!
BAB III
PENGGUNAAN TEKNOLOGI DALAM PELATHAN

A. Integrasi Teknologi dalam Pelatihan

Perencevich et al., (2007) : Dalam mengintegrasikan teknologi ke dalam


kurikulum pelatihan harus dipertimbangkan:
1. pengelola pelatihan harus secara eksplisit menjelaskan tujuan teknologi yang
digunakan dalam kurikulum pelatihan;
2. evaluasi pelatihan yang sesuai harus dilakukan melalui pengujian terhadap
tujuan dari teknologi yang digunakan dengan metode dan pengukuran yang
tepat;
3. pengelola pelatihan harus mengelola proses integrasi dengan
mempertimbangkan prinsip-prinsip pelatihan berbasis teknologi yang telah
teruji secara empiris guna keberhasilan integrasi teknologi;
4. pengelola pelatihan perlu membedakan antara pengembangan pembelajaran
berbasis teknologi dengan metode penyampaian pada proses pembelajaran
dengan bantuan teknologi. Karena integrasi teknologi umumnya diasumsikan
penggunaan teknologi sebagai alat untuk menyampaikan proses
pembelajaran; dan
5. perancang pelatihan haruslah menerapkan teknologi secara tepat ke tahap
pembelajaran yang mendukung proses pelatihan.

B. Manfaat dan Kelemahan dari Integrasi Teknologi dalam Pelatihan

1. Manfaat Integrasi Teknologi dalam Pelatihan


a. Memberikan fleksibilitas (flexibility)
b. Meningkatkan kesesuaian antara yang dipelajari dan yang dikerjakan dalam
pekerjaan/ kepraktisan (practicality)
c. Menciptakan suasana interaktif (interactivity)

2. Kelemahan Integrasi Teknologi dalam Pelatihan


Pengendalian yang dapat dilakukan secara:
a. Substantif
1) Pembuatan sesi Building Learning Commitment (BLC) pada awal
pelatihan.
2) Perencanaan yang matang dari segi teknis dan kurikulum.
b. Teknis
1) Saat pelatihan jarak jauh berlangsung secara sinkronus, video dapat
dimatikan bagi peserta yang berada di lokasi minim fasilitas internet
guna memperlancar proses komunikasi.
2) Tutor memantau kehadiran peserta secara berkala.
3) Melakukan simulasi/uji coba sebelum penyelenggaraan pelatihan
berbasis digital dalam rangka memetakan permasalahan yang
ditemukan dan mencari alternatif yang bisa dilakukan.

C. Media Pelatihan Berbasis Digital

1. Teks
Perhatikan:
a. tampilan teks pada layar terbaca dengan jelas;
b. diagram, grafik, dan diagram alir untuk membantu pemahaman materi;
c. daftar atau tabel untuk membantu pengaturan informasi;
d. pointer list untuk mempermudah penyajian materi; dan
e. jarak kata dan baris.

2. Grafis
Perhatikan:
a. Hindari penggunaan grafis yang tidak memiliki fungsi nyata dalam
melengkapi informasi pada konten pembelajaran digital.
b. Hindari penggunaan gambar asing atau aneh.
c. Teks keterangan pada grafis berada di dekat bagian dari grafis, sehingga
perhatian Pegawai tidak terbagi.
d. Sajikan grafis yang sesuai dengan kata-kata yang sedang diucapkan pada
saat bersamaan sehingga tidak terjadi distraksi konsentrasi Pegawai.
e. Gunakan foto asli ketika membuat konteks yang realistis.
f. Matriks, peta konseptual, atau diagram pohon dapat menunjukkan
hubungan antar konten.
g. Garis grafik dapat menunjukkan tren dan memungkinkan membuat
perbandingan antara dua variabel atau lebih.
h. Grafik batang berguna untuk membandingkan jumlah dan dimensi.
i. Grafik pie menunjukkan hubungan antara bagian dan keseluruhan, dan
sangat berguna untuk menunjukkan proporsi dan rasio.
j. Diagram alir direkomendasikan untuk menggambarkan prosedur yang
rumit.
k. Diagram memberikan pengorganisasian dan makna dan karenanya dapat
membantu Pegawai dalam mengolah informasi dari susbtansi yang ada.
l. Ketika mengembangkan tabel dengan teks, sekuen isi dari tabel benar-
benar telah tersusun dengan baik, agar tidak membingungkan, serta
berikan instruksi cara penggunaan dan penafsiran tabel.
3. Animasi
Perhatikan:
a. berikan kesempatan kepada Pegawai untuk fokus hanya pada satu objek
dalam satu waktu;
b. gunakan simbol penunjuk seperti panah untuk mengarahkan perhatian ke
detail atau arah gerakan yang dipilih;
c. segmen animasi yang panjang atau kompleks dan memungkinkan Pegawai
mengakses setiap potongan dengan langkah mereka sendiri, daripada
menjalankan semua langkah secara terus-menerus, misalnya dengan
menambahkan tombol mainkan (play) dan jeda (pause); dan
d. batasi penggunaan efek animasi pada teks sebab tidak ada kaitannya
dengan fungsi instruksional dan dapat mengganggu Pegawai dalam
memahami substansi pembelajaran digital.

4. Audio
Perhatikan:
a. gunakan audio dengan durasi yang pendek;
b. gunakan audio guna melengkapi elemen visual, misalnya selama
demonstrasi prosedural, audio dapat digunakan untuk menjelaskan
langkah-langkah animasi;
c. jika audio digunakan untuk memberikan keterangan gambar dan animasi,
sajikan gambar yang sesuai dengan apa yang diucapkan oleh narator agar
tidak memecah konsentrasi Pegawai;
d. hindari penggunaan audio yang berlebihan; dan
e. hindari penggunaan suara-suara asing atau aneh sebab akan mengganggu
konsentrasi peserta.

5. Video
Perhatikan:
a. urutan video harus selalu disertai dengan komentar, baik dalam teks
tertulis atau narasi audio;
b. jika koneksi bandwidth terbatas, urutan video dapat diganti dengan urutan
gambar; dan
c. hindari penggunaan video yang hanya menampilkan Tutor berbicara atau
berceramah. Sisipkan tayangan berupa gambar, grafis, atau teks lainnya.
D. Latihan

1. Perencevich et al., (2007) menjelaskan setidaknya 5 (lima) isu yang harus


dipertimbangkan dalam mengintegrasikan teknologi ke dalam kurikulum
pelatihan. Jelaskan apa saja 5 (lima) isu tersebut!
2. Dalam pengembangan dan pengelolaan pelatihan berbasis digital tentu saja
menggunakan media pembelajaran digital pula. Melalui latihan di bawah ini,
Saudara dapat melakukan identifikasi hal-hal apa saja yang harus diperhatikan
untuk tiap media pembelajaran yang akan digunakan dalam pelatihan
berbasis digital.

Media Hal-hal yang Harus Diperhatikan


Teks
Grafis
Animasi
Audio
Video

E. Evaluasi
Berdasarkan Pengalaman Saudara, jelaskan manfaat dan kekurangan dari
pelatihan berbasis digital! Refleksikan Pengalaman Saudara tersebut dengan
yang sudah dijelaskan dalam Modul ini!
BAB IV
PROSES BISNIS PELATIHAN BERBASIS DIGITAL

Proses bisnis yang paling sistematis dan mudah untuk diikuti adalah dengan
menggunakan ADDIE Generic Design Model yang sudah dikenal secara umum.

A. Tahap Analisis

1. Analisis Kebutuhan
Menganalisa apakah permasalahan diakibatkan oleh kesenjangan kompetensi
ASN atau oleh hal-hal lain seperti kebijakan, insentif, kepemimpinan,
dukungan keuangan, dukungan sarana prasarana, dan sebagainya. Jika
permasalahan utamanya adalah kesenjangan kompetensi individu, apakah
dapat diselesaikan melalui pelatihan atau kegiatan pembelajaran lainnya.

2. Analisis Sumber Daya

a. Sumber Daya Manusia


1) Tutor
a) Widyaiswara adalah PNS yang diangkat sebagai pejabat fungsional
dengan tugas, wewenang, tanggung jawab, dan hak untuk
melakukan kegiatan pendidikan, pembelajaran dan pelatihan PNS,
evaluasi, dan pengembangan pelatihan pada lembaga pelatihan
pemerintah.
b) Narasumber adalah PNS atau nonPNS yang memiliki kompetensi
untuk memberikan informasi, pengetahuan, keterampilan, dan sikap
perilaku dalam proses pembelajaran terkait kegiatan pengembangan
kompetensi ASN.
c) Penguji adalah Tutor yang bertugas untuk menguji dan menilai hasil
pembelajaran peserta pelatihan.
d) Pembimbing Teknis yang selanjutnya disebut Coach adalah Tutor
yang bertugas membantu peserta pelatihan dengan menstimulasi
pemikiran dan semua sumber daya yang dimiliki mereka,
membangun proses kesadaran diri mereka, serta menciptakan
berbagai strategi untuk menyelesaikan tantangan yang mereka
hadapi melalui metode sahih yang sudah dibuktikan oleh riset.

2) Pengelola
SDM pada instansi penyelenggara pengembangan kompetensi yang
secara fungsional bertugas merencanakan, melaksanakan, mengawasi,
mengendalikan, dan mengevaluasi program pelatihan sesuai dengan
ketentuan peraturan perundang- undangan.

3) Penyelenggara
SDM pada instansi penyelenggara pengembangan kompetensi yang
secara fungsional bertugas melaksanakan dukungan administratif
penyelenggaraan pelatihan, pengembang bahan ajar, penganalisis
kurikulum, pengembang media pembelajaran, pengembang evaluasi
pembelajaran, dan pengembangan teknologi pembelajaran lainnya
sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

Peran Penyelenggara:
a) Perancang Instruksional (Instructional Designer)/Pengembang
Teknologi Pembelajaran (PTP)
Menentukan strategi pembelajaran dengan bekerja sama dengan
pengelola untuk memahami tujuan pelatihan, berkolaborasi dengan
Widyaiswara atau Narasumber untuk menentukan keterampilan dan
pengetahuan mana yang perlu dicakup dalam konten pembelajaran
digital, memilih strategi pembelajaran digital yang sesuai, serta
mendukung penentuan strategi penyampaian dan evaluasi
pembelajaran digital. Bertanggung jawab merancang kegiatan dan
materi pembelajaran digital tertentu yang akan menjadi bagian dari
konten, termasuk tahapan pengembangan storyboard. Konten yang
disediakan Widyaiswara atau Narasumber dianalisis dan
diintegrasikan secara metodologis dengan teknik pembelajaran dan
elemen media yang akan memfasilitasi dan mendukung proses
pembelajaran.
b) Analis
Analis bekerja sama dengan PTP melakukan analisis kurikulum untuk
kemudian dijabarkan dalam bentuk Rancang Bangun Program
Pelatihan. Selain itu, Analis juga membantu PTP dalam melakukan
pengembangan media baik dari sisi administratif maupun substantif.
c) Pengembang Web
Bertanggung jawab mengembangkan dan mengintegrasikan media
dan komponen interaktif dalam suatu courseware atau platform
pembelajaran serta hal teknis seperti pemrograman dan konfigurasi
basis data terkait pembelajaran digital.
d) Administrator
Mengelola jalannya pembelajaran digital dengan menciptakan
lingkungan pembelajaran yang kondusif. Selain itu, Administrator
juga memastikan arus informasi antar Peserta, Tutor, Pengelola, dan
Penyelenggara dapat berjalan secara efektif dan efisien guna
pencapaian hasil belajar secara optimal.
4) Mentor
Atasan atau pejabat lain yang ditugaskan memberikan panduan
profesional dan manajerial kepada peserta pelatihan berdasarkan
pengalaman yang mereka miliki. Mentor bertugas untuk memberikan
bimbingan dan masukan kepada peserta pelatihan terkait pencapaian
kompetensi yang diharapkan. Mentor juga harus mentransfer
pengetahuan dan pengalaman kepada peserta pelatihan. Selain itu,
Mentor juga memberikan dukungan terkait aspek teknis dan substantif
dalam penyusunan produk pembelajaran digital.
5) Peserta
Peserta memiliki kualifikasi dan/atau diusulkan sesuai dengan
ketentuan yang berlaku pada pelatihan tersebut. Dalam perencanaan
pelatihan digital, pengelola dan penyelenggara pelatihan memerlukan
analisis peserta yang memuat analisis jumlah dan prasyarat peserta agar
dapat mengikuti pelatihan digital. Analisis jumlah dilakukan dengan
melihat kesesuaian dengan:
a) peraturan mengenai pelatihan;
b) efektivitas jumlah peserta dengan metode yang digunakan;
c) kapasitas teknologi pendukung untuk memfasilitasi peserta; dan
d) kemampuan penyelenggara melakukan monitoring peserta.

Pada aspek analisis prasyarat peserta disesuaikan dengan kompetensi


yang akan dibangun atau yang akan diperoleh jika telah mengikuti
pengembangan kompetensi. Hal ini dapat disesuaikan pula dengan
peraturan umum kepesertaan dalam pelatihan. Namun terdapat
beberapa hal yang harus dijadikan pertimbangan dalam pelatihan
berbasis digital yaitu:
a) aksesibilitas bahan ajar oleh peserta;
b) identifikasi gaya belajar peserta;
c) identifikasi bentuk pengawasan kepada peserta; dan
d) identifikasi cara memotivasi peserta.

b. Anggaran
Efisiensi penggunaan anggaran adalah salah satu nilai tambah dari
penyelenggaraan pelatihan berbasis digital.

c. Sarana dan Prasarana


Ketersediaan sarana dan prasarana seperti komputer dengan spesifikasi
yang mumpuni, jaringan internet dengan kecepatan yang memadai,
ketersediaan server, jaringan listrik yang stabil, atau spesifikasi ponsel
pintar milik peserta yang memadai, adalah suatu keniscayaan dalam
penerapan pelatihan berbasis digital.

3. Analisis Target Peserta


Penentuan target peserta adalah suatu hal penting selanjutnya yang perlu
diperhatikan dengan serius. Heterogenitas peserta tentu saja akan
menentukan pendekatan, jenis aktivitas, dan konten dari pelatihan berbasis
digital yang dirancang. Aspek-aspek yang perlu diperhatikan dalam
melakukan analisis target peserta, yaitu.
a. Tingkat Jabatan
b. Literasi Digital
c. Usia Peserta
d. Rumpun, Fungsi, dan Peran Jabatan
e. Lokasi Unit Kerja

4. Analisis Substansi Materi


PTP, Widyaiswara atau Narasumber, dan Analis sangat berperan dalam
mengidentifikasi konten pembelajaran digital secara detail guna mencapai
tujuan yang diharapkan. Analisis konten mungkin merupakan langkah paling
kritis dalam proses desain pembelajaran digital. Jika PTP, Widyaiswara atau
Narasumber, dan Analis tidak memasukkan konten yang akurat dan relevan,
maka akan kesulitan dalam menemukan metode dan media pembelajaran
yang tepat untuk menyampaikan konten susbtansi pembelajaran kepada
Pegawai.

Analisis substansi materi sangat dibutuhkan sebagai syarat dalam


mengidentifikasikan hasil belajar dan indikator hasil belajar untuk kemudian
dituangkan ke dalam dokumen Garis Besar Isi Media (GBIM). Dalam
melakukan analisis substansi materi pembelajaran digital perlu juga untuk
mempertimbangkan dari perspektif Pegawai selaku peserta pelatihan
berbasis digital seperti pengetahuan atau keterampilan yang telah dimiliki
sebelumnya (prior knowledge).

Dalam melakukan analisis substansi materi, hal yang sering dilakukan adalah
melakukan analisis tugas (task analysis) dan analisis topik (topic analysis).
Secara rinci berikut penjelasannya.
a. Analisis Tugas (Task Analysis)
Dalam konteks desain pembelajaran digital, analisis tugas (task analysis)
didefinisikan sebagai analisis rinci tentang tindakan dan keputusan yang
diambil seseorang untuk melakukan tugas pekerjaan, yang mencakup
mengidentifikasi pengetahuan dan keterampilan yang diperlukan untuk
mendukung tindakan dan keputusan tersebut. Analisis tugas (task analysis)
membantu dalam menentukan konten untuk pembelajaran digital yang
berorientasi pekerjaan dengan tujuan untuk mengembangkan atau
memperkuat keterampilan yang terkait dengan pekerjaan. Jika pelatihan
berbasis digital bertujuan untuk memberikan informasi atau mencapai
tujuan pembelajaran yang umum secara lebih luas dibanding
meningkatkan kinerja secara spesifik, PTP, Widyaiswara atau Narasumber,
dan Analis dapat melewatkan tahapan ini dan langsung melakukan analisis
topik (topic analysis) untuk menentukan topik utama dan subtopik untuk
pembelajaran digital.

b. Analisis Topik (Topic Analysis)


Analisis topik (topic analysis) dilakukan untuk mengidentifikasi dan
mengklasifikasikan elemen konten dari pelatihan berbasis digital yang akan
diberikan. Tahapan ini dilakukan guna memberikan informasiyang lebih
detail terhadap topik dan subtopik yang akan diberikan guna mencapai
tujuan pembelajaran yang telah ditentukan. Selain itu, penentuan elemen
konten menjadi hal yang sangat penting dalam menentukan metode
penyajian konten secara efektif. Secara umum ada 6 (enam) elemen
konten yang perlu diperhatikan, yaitu:

1) Fakta
Merupakan informasi unik dan spesifik yang menjawab pertanyaan:
Siapa, dimana, kapan? fakta ditampilkan, dipamerkan, atau ditunjukkan.
Contoh: data, peristiwa, dan sejarah organisasi.
2) Prosedur
Serangkaian langkah-langkah yang jelas, bertujuan untuk dilakukan
sebuah tugas. Prosedur menjawab pertanyaan: Bagaimana. Contoh:
prosedur pembuatan korespondensi dinas.
3) Konsep
Sekelompok objek, entitas, atau gagasan yang ditentukan oleh satu kata
atau istilah, terdiri atas beberapa karakteristik umum, membutuhkan
definisi, dan menjawab pertanyaan: Apa. Contoh: konsep Reformasi
Birokrasi.
4) Prinsip
Menggambarkan hubungan antara dua konsep. Beberapa prinsip dapat
diterjemahkan menjadi pedoman strategis yang dapat memandu
keputusan dan tugas kompleks. Contoh: Pedoman Penyusunan
Peraturan Menteri.
5) Kemampuan interpersonal
Keterampilan verbal dan nonverbal untuk berinteraksi dengan orang
lain. Misalnya, konten yang terkait dengan negosiasi dan penanganan
pengaduan masyarakat.
6) Sikap
Predisposisi terhadap perilaku atau kecenderungan melakukan atau
tidak melakukan terhadap suatu hal. Contoh: konten terkait untuk
kesadaran diri untuk membatasi penggunaan air minum kemasan sekali
pakai saat rapat di dalam kantor yang memengaruhi dampak
pencemaran sampah plastik terhadap lingkungan.

B. Tahap Perancangan

1. Tujuan Pembelajaran
a. Perhatikan pola ‘ABCD’, yaitu Audience, Behavior, Condition, and Degree
(Mager, 1997).
Audience adalah peserta pelatihan, behavior adalah perubahan sikap atau
kompetensi yang ingin dicapai, condition adalah kondisi intervensi yang
diberikan, degree adalah tingkatan kualitas atau syarat yang harus
terpenuhi untuk dicapai.
b. Saat memformulasi penentuan elemen behavior, perhatikan tingkatan
perubahan perilaku atau kinerja yang ingin dicapai misalnya berdasarkan
Taksonomi Bloom:
1) Kognitif
Perilaku-perilaku yang menekankan aspek intelektual, seperti
pengetahuan dan keterampilan berpikir
2) Afektif
Perilaku-perilaku yang menekankan aspek perasaan dan emosi, seperti
sikap dan cara penyesuaian diri
3) Psikomotorik
Perilaku-perilaku yang menekankan aspek keterampilan motorik,
seperti pengoperasian alat

2. Sekuen Pembelajaran
a. Secara hierarkial.
Pegawai akan mendapatkan pengalaman pembelajaran digital secara
berurutan dari awal hingga akhir. Aktivitas-aktivitas yang ada dalam
metode hierarkial ini bersifat pre-requisite, yaitu suatu aktivitas tidak dapat
dilakukan sebelum aktivitas sebelumnya yang menjadi prasyarat selesai
dikerjakan. Metode hierarkial ini dikembangkan berdasarkan hasil analisis
tugas (task analysis) dan analisis topik (topic analysis).
b. Sesuai dengan kebutuhan pekerjaan.
Sebagai contoh, untuk konten pembelajaran digital terkait dengan
prosedur melakukan suatu pekerjaan maka sekuen pembelajaran dapat
mengikuti prosedur dimaksud. Selain itu, misalnya untuk konten
pembelajaran digital yang bersifat penjelasan umum terhadap suatu
konsep, sekuen pembelajaran dapat menggunakan metode zoom, yaitu
dimulai dengan konten yang umum kemudian menuju konten yang
sifatnya lebih khusus, kemudian kembali ke konten yang umum.
c. Secara spiral
Konten pembelajaran digital dimulai dari konten terkait ide-ide dasar
secara berulang hingga peserta benar-benar memahami secara utuh.

3. Strategi Instruksional
a. Metode Ekspositif
Menekankan pada penyerapan informasi baru. Metode ini mengharuskan
Pegawai untuk menyimak dan membaca atau mengamati. Tutor
memberikan pengetahuan tentang topik yang diberikan serta dapat
dilengkapi dengan tes dan latihan guna mengevaluasi memori Pegawai
dan/atau pemahaman tentang konten. Meskipun metode ini digunakan
guna memperoleh informasi, namun dapat digabungkan dengan metode
lain guna variasi metode pembelajaran digital. Penggunaan video dalam
pembelajaran digital sangat sesuai dengan metode ini sebab akan lebih
membuat Pegawai peka dan memengaruhi sikap terhadap mata konten
tertentu.

b. Metode Aplikasi
Menekankan pada proses aktif yang digunakan peserta untuk melakukan
prosedural, berdasarkan prinsip tugas, serta membangun pengetahuan
dan keterampilan yang baru. Metode aplikasi melibatkan peserta dalam
kegiatan praktis yang dapat berkisar dari latihan sederhana ke metode
yang lebih kompleks seperti simulasi atau kegiatan penelitian. Saat
menggunakan metode ini, akan sangat membantu jika ada Pengajar/Tutor
yang memberikan panduan dan memfasilitasi refleksi bagi Pegawai.
Aktivitas dalam metode ini seperti demonstrasi, alat bantu kerja (job aids),
latihan berbasis kasus, bermain peran, simulasi dan permainan, penelitian
terbimbing, serta proyek kerja (project work).

c. Metode Kolaboratif
Menekankan dimensi sosiologis dalam pembelajaran dengan melibatkan
Pegawai untuk berbagi pengetahuan dan melakukan tugas secara
kolaboratif. Metode ini didasarkan pada dialog dan diskusi di antara Tutor
dan Pegawai. Metode ini menambahkan dimensi sosial untuk pengalaman
belajar, menerapkan prinsip-prinsip konstruktivisme sosial, dan
pembelajaran kolaboratif. Selain itu, metode ini memungkinkan Pegawai
mendapat manfaat dari memiliki mitra diskusi dan mendapatkan umpan
balik bagi dirinya. Aktivitas dalam metode ini di antaranya adalah diskusi
yang dipandu secara online (online guided discussion), kerja kolaboratif
(collaborative work), dan bimbingan teman sebaya (peer tutoring).

Selain itu, dalam merancang strategi instruksional juga harus menentukan


model pelatihan dan format aktivitas pembelajaran yang dikehendaki.

4. Strategi Evaluasi
a. Menetapkan tujuan evaluasi.
b. Mempertimbangkan dari sisi Pegawai yaitu apakah perlu untuk
mengevaluasi kemajuan Pegawai dan/atau memberikan sertifikasi.
c. Masukan unsur gamifikasi (pendekatan pembelajaran menggunakan
elemen-elemen di dalam game atau permainan) Tiap peserta
mengumpulkan poin dalam tiap aktivitas pembelajaran yang dilakukannya
yang sering disebut dengan istilah Experiences Points (XP) atau Learning
Points (LP) yang kemudian akan dihargai dalam bentuk reward seperti
berupa Bintang, Badges atau hal lainnya. Reward inilah yang dapat
dijadikan sebagai standar dalam evaluasi pembelajaran.
d. Instrumen evaluasi harus memanfaatkan teknologi.

C. Tahap Pengembangan

1. Pengembangan Materi
Widyaiswara atau Narasumber harus bekerja sama dengan PTP untuk
mengembangkan materi yang sudah ada ke bentuk pembelajaran digital.
a. Konversi Materi Pembelajaran Klasikal ke Pembelajaran Digital
Materi pembelajaran Widyaiswara atau Narasumber berupa modul, buku
teks, slides paparan, petunjuk teknis, bahan referensi, dan sumber
belajar lainnya dikembangkan dengan bantuan PTP sedemikian rupa
dengan berbagai dukungan instruksional sehingga memungkinkan Pegawai
dapat secara mandiri mengikuti proses pembelajaran.
Jika media pembelajaran digital yang dikembangkan berupa video
hendaknya durasi tidak lebih dari 5 (lima) menit untuk tiap inti bahasan
(learning point). Pertimbangkan keefektifan pencapaian tujuan
pembelajaran dengan menggunakan video tersebut. Guna menyikapi hal
ini, Widyaiswara atau Narasumber dan PTP haruslah benar-benar
memahami konsep pemotongan materi, atau dalam istilah instruksional
adalah ‘chunking’. Chunking adalah strategi memecah informasi dalam
suatu materi menjadi potongan-potongan yang lebih kecil sehingga otak
dapat lebih mudah mencerna informasi baru. Alasan otak membutuhkan
bantuan ini karena working memory yang merupakan tempat
memanipulasi informasi, menyimpan informasi dalam jumlah terbatas
pada satu waktu.
Usaha yang dibutuhkan dalam mengembangkan materi pembelajaran
digital ini tidak akan terlalu berat jika dijalankan dengan pendekatan
sinkronus dengan pembimbingan instruktur (instructor-lead and
facilitated). Hal itu disebabkan Widyaiswara atau Narasumber dapat
memberikan instruksi atau contoh-contoh secara langsung kepada para
Pegawai yang mengikuti proses pembelajaran pembelajaran digital.
Namun demikian, proses pengembangan materi tetap harus diperhatikan
guna menjamin kemutakhiran materi yang disampaikan.

b. Operasionalisasi Tujuan Pembelajaran


Dalam mengembangkan materi pembelajaran digital perlu diperhatikan
bahwa substansi yang dikembangkan sesuai dengan tujuan pembelajaran,
serta dapat mengoperasionalisasikannya. Proses mengoperasionalisasikan
tujuan pembelajaran menjadi materi pelatihan hendaknya memperhatikan
beberapa hal (Ghirardini, 2011), yaitu:
1) Sediakan semua pengetahuan yang dibutuhkan oleh Pegawai dalam
konten pembelajaran digital yang bertujuan untuk pencapaian tujuan
pembelajaran yang diinginkan. Bahkan untuk pengetahuan yang
mungkin terlihat jelas bagi Widyaiswara atau Narasumber dan PTP,
namun mungkin belum diketahui dan dipahami secara baik oleh
Pegawai.
2) Pastikan konten, soal latihan, soal ujian sesuai dengan indikator hasil
belajar yang ditentukan sehingga pencapaian hasil belajar dapat terukur
dengan tepat.
3) Gunakan contoh-contoh yang mudah dipahami oleh Pegawai. Pegawai
mungkin memiliki latar belakang yang berbeda sehingga materi yang
dikembangkan hendaknya menggunakan berbagai contoh. Hal ini
tentunya akan memudahkan Pegawai untuk memahami materi yang
disediakan dalam pembelajaran digital.
4) Klasifikasikan materi yang akan dikembangkan menjadi 2 (dua), yaitu
materi yang wajib diketahui (must know), yang merupakan inti dari
konten pembelajaran; dan materi yang boleh diketahui (nice to know),
yang tidak wajib diketahui namun dapat membantu
mengembangkan pemahaman yang lebih baik tentang konten atau
menambah minat bagi Pegawai untuk mengikuti pembelajaran digital.

c. Penggunaan Bahasa
Secara umum, hal-hal yang harus diperhatikan adalah sebagai berikut
(Ghirardini, 2011):
1) Gunakan kalimat secara langsung tidak bertele-tele, sederhana, dan
jelas.
2) Hindari jargon-jargon khusus yang sulit dipahami
3) Hindari penggunaan bahasa yang hanya dimengerti oleh suku tertentu
saja.
4) Gunakan kata ganti pribadi, seperti “Saudara” atau “Anda” untuk
merujuk pada Pegawai guna mempersonalisasikan instruksi dan
melibatkan Pegawai secara personal dalam pembelajaran digital.
5) Gunakan daftar berpoin (pointer list) jika perlu guna memudahkan
penulisan materi.
6) Gunakan bahasa yang inklusif gender.

2. Integrasi Media

3. Pengembangan Soal Latihan


Hal yang perlu diperhatikan dalam mengembangkan soal latihan pada tiap
klasifikasi konten yang berbeda adalah sebagai berikut (Ghirardini, 2011):
a. Fakta: berikan soal yang dapat memanggil ulang memori (recall) terhadap
fakta yang sudah disajikan, atau berupa spesifikasi tertentu. Selain itu,
dapat pula berupa identifikasi gambar atau objek;
b. Konsep: berikan soal yang memberikan kesempatan kepada Pegawai untuk
membedakan contoh dan bukan contoh;
c. Prosedur: berikan soal yang memberikan kesempatan kepada Pegawai
untuk melakukan simulasi operasional atau praktik langsung; dan
d. Prinsip: berikan soal berupa prinsip-prinsip yang mendasari suatu kasus
dalam contoh atau dapat berupa studi kasus singkat.

Jenis-jenis pertanyaan yang sering digunakan pada umumnya, yaitu:


a. pilihan berganda biasa (multiple choices);
b. pilihan berganda dengan jawaban jamak (multiple responses);
c. menjodohkan (matching);
d. mengurutkan (ordering);
e. isian (fill-in-the-blank); dan
f. jawaban pendek/esai (short answer/essay).

4. Pengembangan Sistem Pembelajaran (Courseware)

a. Penentuan Sistem Pembelajaran yang akan digunakan:


1) LMS yang dibuat sesuai dengan kebutuhan organisasi
2) Open Source
LMS open source jenisnya beraneka ragam dengan kelebihan dan
kekurangannya masing-masing. Pada dasarnya LMS berbasis web yang
dapat diakses menggunakan browser. Bahkan beberapa LMS sudah
dapat diakses menggunakan native apps yang dapat digunakan di
smartphone.
Perbedaan mendasar antara open source dengan aplikasi yang dibuat
sesuai dengan keinginan organisasi adalah pada proses analisis. Open
source sudah memiliki fitur yang dapat digunakan untuk pembelajaran
secara lengkap sehingga Pegawai dapat menggunakan fitur tersebut
tanpa harus membuat alur proses pembuatan fitur aplikasi. Selain
itu, fitur yang tersedia merupakan fitur-fitur umum yang digunakan
para Pegawai. Akan tetapi, beberapa fitur harus disesuaikan dengan
kebutuhan organisasi agar dapat digunakan sesuai dengan kebutuhan.
Penyesuaian tersebut membutuhkan kemampuan menguasai LMS open
source tersebut baik dari sisi pemrograman maupun pengelolaan server.
Keadaan tersebut yang mengakibatkan enggannya menggunakan LMS
open source.
b. Penentuan Materi Digital dalam bentuk e-learning dapat berupa
1) Buku elektronik
2) Sharable Content Object Reference Model (SCORM) yang dapat
mengakomodasi beberapa media. Media tersebut (pdf, buku elektronik,
SCORM) dapat dengan mudah diletakkan pada courseware dikarenakan
secara standar, LMS sudah mempunyai kemampuan untuk
menampilkan media pembelajaran baik itu video, audio, teks,
multimedia, animasi ataupun hipermedia yang menggabungkan
beberapa media dalam satu media.
c. Ketersediaan perangkat keras yang harus dapat menyimpan dan
menjalankan LMS dengan lancar. Perangkat keras dapat berupa server dan
jaringan yang mumpuni sehingga Pegawai dapat belajar dengan mudah
dan cepat.

D. Tahap Penerapan
1. Distribusi Materi Pembelajaran Digital
a. Bentuk SCORM
Dapat memberikan keterangan seperti jumlah e-learning itu dibuka oleh
peserta dan hasil quiz yang dipasang dalam e-learning. SCORM hanya dapat
dijalankan pada LMS saja.
b. Model xAPI atau Experience API
Dikembangkan oleh American Society for Training & Development (ASTD).

2. Pengelolaan Pembelajaran
Pengelolaan pembelajaran tidak terlalu memiliki peran yang krusial pada
pendekatan pembelajaran digital mandiri (self-paced). Pengelola dan
Penyelenggara cukup mengambil data aktivitas Pegawai yang sudah tercatat
di dalam database guna mengetahui kemajuan atau hasil pembelajaran.
Namun, pembelajaran digital mandiri dengan pembimbingan instruktur
(instructor-lead and facilitated) sangatlah membutuhkan pengelolaan
pembelajaran yang sistematis dan terencana dengan baik. Hal tersebut
disebabkan pembelajaran digital mandiri dengan pembimbingan instruktur
(instructor-lead and facilitated) biasanya dikelola dalam beberapa sesi
menyesuaikan durasi pembelajaran yang telah ditentukan.
Dalam pembelajaran digital mandiri kolaboratif, peserta diminta untuk
menyinergikan kesamaan tujuan pembelajaraan. Tutor bertanggung jawab
untuk memastikan bahwa proses berjalan dengan baik. Adapun tugas dari
instruktur atau Tutor disini, yaitu:
a. memberikan informasi tentang tugas, tenggat waktu, dan tempat untuk
mengunggah atau mengunduh materi;
b. mendampingi Pegawai selama mereka beraktivitas dengan memeriksa alur
kerja dan hasil individu atau kelompok, membentuk kelompok, dan turun
tangan jika terdapat suatu permasalahan atau konflik;
a. memberikan ringkasan di akhir unit pembelajaran;
b. menjawab pertanyaan tentang tugas, tenggat waktu atau penggunaan alat
pembelajaran; dan
c. memotivasi Pegawai untuk menghasilkan, merefleksikan, bertukar ide
secara bersemangat, dan memulai diskusi.

Komponen yang harus dikelola dalam pembelajaran digital mandiri yang


terstruktur, yaitu :
a. Pertemuan Awal (Kick-off Meeting)
Untuk memperkenalkan tujuan diadakannya pembelajaran, menjelaskan
agenda pelaksanaan pembelajaran, memotivasi peserta untuk mengikuti
proses pembelajaran dengan baik.
Dapat dilakukan secara klasikal tatap muka atau nonklasikal dengan e-
learning melalui media webinar, atau bahkan paket informasi yang
disampaikan melalui e- mail.
b. Aktivitas Prapembelajaran (Pre-course Learning Activity)
Diberikan kepada peserta sebelum pembelajaran dimulai secara resmi.
c. Siklus Pembelajaran (Cycle of Learning Events)
Dapat mencakup belajar mandiri serta serangkaian kegiatan individu dan
kolaboratif, seperti:
1) Membaca, menonton, dan belajar mandiri.
2) Tugas individu dan kerja kolaboratif.
3) Berbagi refleksi: Pegawai dapat berkomentar dan bertukar gagasan
tentang kegiatan pembelajaran digital atau berkontribusi pada
pembelajaran kelompok dengan membagikan pengetahuan mereka
tentang bidang tertentu.
4) Mengajukan pertanyaan.
5) Diskusi yang diprakarsai oleh Tutor.
6) Diskusi spontan.
d. Penilaian Akhir (Final Assessment)
Dapat dilakukan saat akhir pembelajaran atau sepanjang proses
pembelajaran digital berlangsung.
Bentuk bervariasi yang terdiri atas serangkaian pertanyaan (soal ujian)
dan/atau berupa tugas akhir yang diberikan Tutor/Pengar kepada peserta.
e. Umpan Balik dan Kesimpulan (Feedback and Conclusion)
Merupakan bagian akhir dari pembelajaran digital, biasanya berisi survei
evaluasi dari peserta terhadap proses pembelajaran yang telah diikuti. Hal
ini sangat berguna karena memungkinkan Pengelola, Penyelenggara, dan
PTP untuk melakukan pembenahan terhadap kualitas pembelajaran
pembelajaran digital.

E. Tahap Monitoring dan Evaluasi

1. Prinsip-prinsip dasar:
a. Obyektif dan Profesional
b. Transparan
c. Partisipatif
d. Akuntabel
e. Tepat Waktu
f. Berkesinambungan
2. Sasaran
a. Pengajar/Tutor
b. Peserta
c. Substansi Materi
d. Pengelola dan Penyelenggara
e. Dukungan Sarana dan Prasarana
Dapat dilakukan pada:
1) Server dan Bandwidth
2) Layanan Pengaduan dan Bug Reporting
3) Manajemen dan Keamanan Data
4) Perangkat Keras & Perangkat Lunak pendukung
f. Kurikulum
g. Perencanaan Program
3. Fase
a. Evaluasi Prapenyelenggaraan
b. Monitoring Penyelenggaraan
c. Evaluasi Penyelenggaraan
d. Fase Pascapenyelenggaraan
4. Teknik Pengumpulan Data
Untuk mendapatkan data yang valid dan reliabel, dengan cara:
a. Survei
b. Studi Dokumentasi
c. Observasi
d. Tes
e. Diskusi kelompok
5. Instrumen
a. Formulir Survei
b. Pedoman Studi Dokumentasi
c. Pedoman Observasi
d. Soal Tes
e. Pedoman Diskusi
6. Pengolahan dan Analisis Data
a. Metode Kuantitatif
b. Metode Kualitatif
F. Daftar Kendali Penerapan Proses Bisnis Pelatihan Berbasis Digital
Untuk memastikan tiap tahapan proses bisnis yang dilalui berjalan dengan baik,
dan mencapai target yang diinginkan.
G. Latihan
Identifikasi poin-poin pembahasan utama setiap tahapan dalam proses bisnis
pelatihan berbasis digital.

Tahap Uraian Poin-poin pembahasan

Analisis Data Analisis Kebutuhan • Validasi pelatihan berbasis


digital terkait dengan
peningkatan kompetensi

Analisis Target Peserta • ……


Analisis Substansi • ……
Materi
Perancangan Tujuan Pembelajaran • ……
Sekuen Pembelajaran • ……
Strategi Instruksional • ……
Strategi Evaluasi • ……
Pengembangan Pengembangan materi • ……
Pengembangan Soal • ……
Latihan
Pengembangan Sistem • ……
Pembelajaran
(courseware)

Penerapan Distribusi Materi • ……


Pembelajaran
Pengelolaan • ……
Pembelajaran
Monitoring Monitoring dan • ……
dan Evaluasi Evaluasi

H. Rangkuman
Tahapan pada proses bisnis pelatihan berbasis digital dimulai dari tahap analisis,
perancangan, pengembangan, penerapan, serta monitoring dan evaluasi. Tahap
analisis terdiri dari analisis kebutuhan dimana, analisis target peserta, analisis
substansi materi. Dalam tahap perancangan terdapat beberapa hal yang perlu
diperhatikan, yaitu tujuan pembelajaran, sekuen pembelajaran, strategi
instruksional, serta strategi evaluasi. Tahap pengembangan terdiri dari tahap
pengembangan materi, pengembangan soal latihan, dan pengembangan sistem
pembelajaran (courseware). Tahap penerapan terdiri dari distribusi materi
pembelajaran digital serta pengelolaan pembelajaran. Tahap monitoring dan
evaluasi dilakukan berdasarkan prinsip obyektif dan profesional, transparan,
partisipatif, akuntabel, tepat waktu, dan berkesinambungan. Tahap monitoring
dan evaluasi ini dapat dilakukan pada 7 sasaran evaluasi yaitu: (1)
Pengajar/Tutor; (2) Peserta; (3) Substansi Materi; (4) Pengelola dan
Penyelenggara; (5) Dukungan Sarana dan Prasarana; (6) Kurikulum; (7)
Perencanaan Program, serta dilakukan dalam berbagai fase, teknik pengumpulan
data, instrumen, dan bagaimana pengolahan serta analisis datanya.

I. Evaluasi
Buatlah Daftar Kendali untuk 1 (satu) contoh pelatihan klasikal yang ingin diubah
menjadi pelatihan berbasis digital pada Instansi Saudara! Dapat dikerjakan dalam
bentuk matriks seperti contoh pada Bab ini, atau berupa narasi.

Anda mungkin juga menyukai