BAB I
A. Latar Belakang
Kebanyakan manusia akan berkeinginan untuk memperoleh anak (keturunan)
sebagai suatu naluri yang dibawanya sejak lahir. Tidak sedikit pasangan suami istri
yang telah lama menikah tetapi belum memiliki keturunan. Sedangkan mereka
menginginkan anak dari benihnya sendiri (anak kandung) padahal pasangan tersebut
tidak dapat memperoleh keturunan secara alamiah. Hal ini disebabkan karena
pasangan suami istri tersebut mengalami infertilitas (ketidaksuburan). Infertilitas
adalah suatu kondisi dimana pasangan suami-istri tidak mampu memiliki anak
dikarenakan kondisi sperma ataupun sel telur yang bermasalah. Statistik
menyebutkan, infertilitas disebabkan oleh kelainan pada suami atau pada istri, atau
juga pada keduanya. Pada wanita, 40-50% akibat penyakit saluran telur dan anovulasi,
sedangkan pada pria sebanyak 30-50% karena kelainan faktor sprema. Selain itu ada
banyak lagi masalah kesehatan yang menyebabkan seseorang tidak bisa memiliki
keturunan secara alami.
Di dalam perkawinan memiliki tujuan untuk membentuk suatu keluarga yang
bahagia dan kekal. Keluarga dalam pengertian ini adalah suatu kesatuan yang terdiri
dari ayah, ibu, dan anak. Berbagai upaya pasti akan ditempuh untuk mendapatkan
anak. Mulai dari konsultasi pada pihak yang dianggap ahli untuk memecahkan
masalahnya hingga mencari alternatif apapun seperti adopsi, berobat, terapi kesehatan
reproduksi dan menggunakan teknologi kedokteran yang bisa mendatangkan anak
sebagai buah hati. Jika sekian usaha telah dilalui tanpa hasil, tak jarang kehidupan
rumah tangga akan rapuh yang pada akhirnya menyebabkan poligami atau bisa
berujung pada perceraian Seiring berkembangnya zaman ini, semuanya berkembang
dengan pesat, terutama dalam bidang teknologi yang merambah sampai pada bidang
kedokteran. Berbagai penemuan dari waktu ke waktu semakin menampakkan hasil
yang spektakuler.Misal adanya inseminasi buatan, bayi tabung, bank ASI,
peminjaman rahim, dan lain sebagainya. Sekarang ini sudah muncul berbagai
penemuan teknologi di bidang rekayasa genetika yang dapat digunakan untuk
mengatasi kendala-kendala dan menolong suami istri yang tidak bisa menurunkan
anak.
Sejauh ini dikenal dua tipe sewa rahim. Pertama, Sewa rahim semata
(gestational surrogacy) yakni embrio yang lazimnya berasal dari sperma suami dan sel
telur istri yang dipertemukan melalui teknologi IVF, ditanamkan dalam rahim
perempuan yang disewa. Kedua, Sewa rahim dengan keikutsertaan sel telur (genetic
surrogacy) yakni sel telur yang turut membentuk embrio adalah sel telur milik
perempuan yang rahimnya disewa itu, sedangkan sperma adalah sperma suami.
Walaupun pada perempuan pemilik rahim itu adalah juga pemilik sel telur, ia tetap
harus menyerahkan anak yang dikandung dan dilahirkannya kepada suami istri yang
menyewanya. Sebab, secara hukum sudah ada perjanjian, bahwa ia bukanlahibu dari
bayi itu. Pertemuan sperma dan sel telur pada tipe kedua dapat melalui inseminasi
buatan, dapat juga melalui persetubuhan antara suami dengan perempuan pemilik sel
telur yang rahimnya disewa itu. Sedangkan yang akan dibahas pada penelitian ini
adalah sewa rahim semata (gestational surrogacy). Karena praktek yang kedua dilihat
dari sudut pandang apapun dan dengan alasan apapun merupakan perzinahan. Banyak
terjadi perjanjian sewa rahim dengan ibu pengganti (surrogate mother) antara seorang
wanita dengan suami-istri yang membutuhkan jasa wanita sebagai ibu pengganti
untuk mengandung benih suami-istri tersebut. Penyewaan terhadap rahim seorang
wanita yang terjadi negara-negara India, Pakistan, Bangladesh dan Cina dilakukan
dengan berbagai alasan, antara lain karena faktor ekonomi yang sulit, sementara oleh
penyewa (sumber benih) yang biasanya berasal dari kalangan negara-negara maju
dengan alasan yang paling banyak dilakukan adalah karena faktor estetika (takut
penampilan menjadi kurang indah akibat melahirkan).
Secara hukum, dengan disepakatinya perjanjian, dengan memanfaatkan asas
kebebasan berkontrak maka hal tersebut sudah bisa berlaku. Surrogate mother ini
dilakukan dengan pemberian atau imbalan sejumlah materi/uang kepada ibu
pengganti. Tindakan ini, tentunya berdampak terhadap penurunan nilai-nilai
kemanusiaan, sehingga perlu ditinjau kembali dari segi kemanfaatan bagi kondisi
pasangan suami-istri yang kesulitan mendapatkan keturunan, kemudian
memanfaatkan teknologi ini.
Pada awalnya surrogate mother terjadi karena pihak istri dari perkawinan yang
sah tidak bisa mengandung karena sesuatu hal yang terjadi pada rahimnya sehingga
peran si istri dialihkan pada wanita lain untuk menggantikan fungsinya sebagai
seorang ibu dalam mengandung dan melahirkan, baik dengan imbalan materi ataupun
sukarela. Perkembangan selanjutnya, terjadi pergeseran makna dan substansi, dari
substansi awal sebagai alternatif kelainan medis (karena cacat bawaan atau karena
penyakit) yang ada ke arah sosial dan eksploitasi nilai sebuah rahim, yang mana pihak
penyewa bukan lagi karena alasan medis, tetapi sudah beralih ke alasan kosmetik dan
estetika, sementara bagi pihak yang disewa akan menjadikannya sebagai suatu ladang
bisnis baru dengan menyewakan rahimnya sebagai alat mencari nafkah (terutama
pada masyarakat ekonominya rendah) seperti India, Bangladesh dan Cina. Negara
tersebut difasilitasi oleh pemerintah setempat dengan membuatkan sebuah pusat untuk
model sewa rahim termasuk dengan pengurusan visa khusus dan visa medis. Adanya
praktik sewa rahim ini, terdapat suatu pengingkaran terhadap kodrat seorang wanita
yang mempunyai fungsi untuk mengandung, melahirkan, menyusui dan merawat
bayinya serta membesarkannya dengan penuh kasih sayang oleh ibu biologisnya
sendiri. Akan tetapi, dengan praktik sewa rahim memperlihatkan kurang berharganya
nilai sebuah rahim wanita sampai harus disewakan layaknya benda/barang pada
umumnya untuk mendatangkan nafkah bagi ibu pengganti.
B. Batasan masalah
Berdasarkan penelitian ini maka peneliti merumuskan Batasan masalah sebagai
berikut:
1. Pandangan ulama bagaimana hukum islam mengatur sewa Rahim sebagai objek
sewa menyewa.
2. Bagaimana Islam memandang sewa Rahim di Indonesia dan hukum-hukum
positif di Indonesia.
C. Rumusan Masalah
1. Bagaimana pandangan hukum islam dan para ulama tentang penyewaan
Rahim?
2. Bagaimana pengaturan hukum sewa Rahim (Surrogate Mother) dalam
perspektif hukum positif Indonesia?
D. Tujuan
1. Untuk menggetahui tentang bagaimana pandangan hukum islam dan para
ulama tentang penyewaan Rahim
2. Untuk mengetahui tentang bagiamana pandangan ulama terhadap
pengaturan hukum sewa Rahim (Surrogate Mother) dalam perspektif hukum
positif Indonesia
E. Manfaat Penelitian
1. Sebagai tambahan pengetahuan ilmu dalam membahas tentang sewa rahim.
2. Sebagai referensi bagi penelitian selanjutnya.
3. sebagai menambahkan Wawasan tentang hukum sewa rahim
4. Sebagai memudahkan pembaca mendapatkan materi tentang sewa rahim
5. Sebagai memenuhi tugas metodologi penelitian
3. Sewa Rahim
Sewa rahim, atau surrogate mother, adalah suatu perjanjian antara seorang
wanita yang mengikatkan diri melalui suatu perjanjian dengan pihak lain (suami-
isteri) untuk menjadi hamil terhadap hasil pembuahan suami-isteri tersebut yang
ditanamkan ke dalam rahimnya, dan setelah melahirkan diharuskan menyerahkan bayi
tersebut kepada pihak suami-isteri berdasarkan perjanjian yang dibuat Praktek sewa
rahim ini belum diatur secara tegas dalam perundang-undangan di Indonesia,
sehingga belum ada perlindungan hukum yang jelas terkait dengan praktik ini
Meskipun demikian, praktek ini telah menjadi alternatif bagi pasangan yang belum
atau tidak dapat memiliki keturunan melalui metode bayi tabung Dalam konteks
hukum perdata, perjanjian sewa rahim akan sah jika memenuhi syarat kesepakatan
perjanjian dalam Pasal 1313, 1233, dan 1320 KUH Perdata Selain itu, status hukum
anak yang dilahirkan melalui proses bayi tabung dengan cara sewa rahim (surrogate
mother) juga belum diatur secara tegas dalam hukum positif Indonesia.
G. METODE PENELITIAN
A. Jenis Penelitian dan Pendekatan Penelitian
Untuk bisa mendapatkan hasil yang optimal dalam penelitian ini penulis ingin
menggunakan beberapa metode didalamnya yang sesuai dengan tipe penelitian yang akan
di bahas mengingat juga tidak semua metode di gunakan didalam satu pembahasan.
Adapun penelitian ini mengunakan Teknik sebagai berikut:
1. Jenis Penelitian
Penelitian ini menggunaka Metode pendeketan penelitian kualitatif dan Penelitian ini
dilaksanakan dalam rangka memperoleh kebenaran ilmiah. Untuk memperoleh kebenaran
tersebut, diperlukan adanya suatu metode penelitian. Adapun penelitian ini adalah jenis
penelitian libraray research dan tokoh
2. Pendekatan Penelitian
Metode pendekatan yang dipakai adalah metode penelitian normatif yakni metode
atau cara yang dipergunakan di dalam penelitian hukum yang dilakukan dengan cara
meneliti bahan pustaka yang ada. Penelitian ini mengarahkan untuk menghimpun data,
mengambil makna didalamnya, dan mencoba untuk memperoleh pemahaman dari
kasus tersebut.
3. Sumber Data
Berdasarkan jenis penelitian digunakan yaitu penelitian hukum normatif, makadata
yang diperlukan hanya data sekunder. Data sekunder adalah data yangdiperoleh darI
bahan pustaka yang terdiri dari peraturan Perundang-undangan,literatur dan sumber data
sekunder lainnya.
a. Data Primer
Bahan hukum primer adalah bahan hukum yang mmpunyai kekuatan
mengikat secara umum berupa tokoh utama langsung
b. Data Skunder
Penulis menggunakan beberapa sumber data dari buku-buku, jurnal, undang
undang dan sumber data dari penelitian orang lain dikarenakan didaerah ini
belum ada kasus seperti yang sedang diteliti saat ini.
a. Pandangan ulama tentang sewa rahim dalam hukum Islam berbeda-beda. Ada
yang membolehkan dan ada yang tidak membolehkan. Menurut Fatwa Majelis
Ulama Indonesia (MUI) pada tanggal 26 Mei 2006, sewa rahim dilarang dalam
hukum IslamAlasan yang diperbolehkan atau tidak diperbolehkan melakukan
sewa rahim serta status hukum terhadap anak yang dilahirkan melalui sewa rahim
juga menjadi permasalahan dalam pandangan ulama tentang sewa rahim Ayat al-
Qur’an tidak secara tegas menyebutkan larangan pelaksanaan bayi tabung dengan
menggunakan rahim wanita lain (sewa rahim), namun ada beberapa dalil syar’i
yang bisa dijadikan rujukan untuk mengetahui hukum sewa rahimKubu yang
pertama berpendapat bahwa kedua praktik, yaitu sperma diambil dari suami dari
pasangan yang sah, sedangkan sel telur dan rahim adalah milik perempuan yang
bukan istrinya, dan sel telur dan sperma diambil dari pasangan suami istri yang
sah, lalu diletakkan ke dalam rahim istri keduanya, misalnya, atau istri sahnya
yang lain, haram ditempu.
b. Sewa rahim belum diatur secara rinci dalam hukum positif Indonesia maupun
hukum Islam Dalam hukum perdata, rahim tidak dapat disamakan dengan barang
yang dapat menjadi objek sewa menyewa karena rahim bukanlah suatu benda dan
tidak dapat disewakan Meskipun demikian, beberapa pakar hukum memberikan
pendapat bahwa perjanjian sewa rahim dapat dianggap sah jika memenuhi syarat-
syarat sah dalam suatu perjanjianPandangan hukum positif dan hukum Islam
mengenai sewa rahim berbeda-beda, dan belum ada undang-undang khusus yang
mengatur penegakkan hukum dalam aspek hukum pidana terhadap pelaku sewa
rahim.
Di Indonesia menanggapi tentang Sewa rahim atau surrogacy tidak diatur secara
khusus dalam hukum Indonesia. Namun, Pasal 127 Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009
tentang Kesehatan menyatakan bahwa upaya reproduksi manusia harus dilakukan dengan
menjunjung tinggi nilai-nilai agama, moral, dan kemanusiaan serta tidak merugikan
kepentingan umum dan tidak bertentangan dengan norma hukum yang berlaku ada Beberapa
ahli hukum menyatakan bahwa sewa rahim tidak dimungkinkan dilakukan di wilayah hukum
di Indonesia karena rahim tidak bisa dijadikan objek perjanjian sewa menyewa dalam
surrogate mother karena demikian, beberapa kasus sewa rahim telah terjadi di Indonesia,
terutama dengan cara kekeluargaan atau musyawarah antara anggota keluarga Beberapa ahli
hukum dan dokter menyarankan adanya regulasi secara khusus yang mengatur tentang
praktek sewa rahim di Indonesia.
B. Penelitian Relevan
Pertama , menurut
BAB III
BIOGRAFI K.H. ABDURRAHMAN WAHID (GUS DUR)