Anda di halaman 1dari 21

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Masalah


Manusia sebagai makhluk yang memiliki naluri untuk melangsungkan hidupnya di
dunia ini, salah satu dari sifat insaniahnya itu ialah melanjutkan keturunannya
sebagai pewaris peradabannya. Sifat keibuan adalah naluri yang Allah anugerahkan
bagi setiap diri wanita. Bahkan mendapat zuriat adalah antara tujuan perkawinan
disyariatkan oleh Alalh SWT. Allah berfirman dalam Al-Quran (QS. Al Kahfi : 46) :

Artinya: Harta dan anak-anak adalh perhiasan hidip di dunia
Namun, takdir Allah SWT untuk menguji hamba-hambaNya dengan menjadikan
suami isteri tidak memperolehi anak setelah mendirikan rumahtangga dalam jangka
masa yang lama.Kemandulan, walaupun merupakan takdir Allah SWT dianggap
sebagai suatu penyakit kerana ia bertentangan dengan keadaan yang normal. Maka
usaha untuk mengubati penyakit merupakan perkara yang dituntut oleh syara selagi
mana cara yang digunakan tidak bertentangan dengan kehendak syara.
Perkembangan sains dan teknologi berpengaruh juga pada cara manusia
mengembangkan keturunannya, sehingga bila kita perhatikan sekarang, ada dua cara
manusia melangsungkan dan memperoleh keturunannya. Pertama, dilakukan
melalui hubungan langsung antara lawan jenis (Coitus/Bersenggama). Kedua, dapat
dilakukan dengan cara memanfaatkan teknologi berupa inseminasi buatan (Bayi
tabung).
Ilmu dan teknologi sekarang sangat canggih, tapi sedikit sekali perhatian diberikan
kepada studi mengenai masalah-masalah etisnya. Keperawatan sebagai profesi
dituntut untuk mengembangkan keilmuannya sebagai wujud kepeduliannya dalam
meningkatkan kesejahteraan manusia. Berdasarkan fenomena tersebut, saya akan
membahas tentang permasalahan etik yang terjadi karena teknologi, yaitu
inseminasi buatan / bayi tabung yang mana salah satu dari teknik tersebut adalah
penggunaan sewa rahim pinjaman. Di luar Indonesia, istilah sewa rahim ini sering
disebut dengan praktek surrogacy. Hal ini memang belum terjadi di Indonesia tetapi
bukan berarti Indonesia dapat menutup mata atas permasalahan ini, karena
permasalahan ini dilarang di Indonesia.
1.2 Tujuan
1. Mengetahui pengertian penyewaan Rahim
2. Mengetahui sebab atau tujuan penyewaan Rahim
3. Mengetahui macam-macam penyewaan Rahim
4. Mengetahui prosedur penyewaan Rahim
5. Mengetahui pandangan sewa rahim menurut hukum,etika,
6. Mengetahui masalah etik keperawatan terhadap sewa rahim

BAB II

Tinjauan Pustaka

2.1.1 Pengertian
Sewa Rahim (gestational agreement) merupakan salah satu dari delapan jenis
teknologi bayi tabung ( fertilization in vitro) yang telah dikembangkan oleh para ahli
kedokteran. Oleh karena sewa Rahim merupakan salah satu dari jenis bayi tabung,
maka dapat dipungkiri, bahwa sejarah kemunculannya adalah berawal dari lahirnya
teknologi bayi tabung itu sendiri.

Adapun pengertian teori sewa Rahim itu sendiri adalah penitipan sperma dan
ovum dari sepasang suami istri kedalam Rahim wanita lain. Penyewaan Rahim
tersebut biasaya melalui perjanjian atau persyaratan-persyaratan tertentu dari kedua
belah pihak, baik perjanjian tersubut berdasarkan sukarela (gratis), ataupun
berdasarkan sebuah kontrak (bisnis), bahkan menurut salim, cangkupan sewa Rahim
bukan hanya terbatas pada penitipan sperma dan ovum sepasang suami istri saja,
melainkan juga bisa dari donor sperma laki-laki lain, atau donor ovum wanita lain,
atau juga

keduanya ( sperma dan ovum), berasal dari donor, lalu kemudian dititipkan
kedalam Rahim wanita lain.

Istilah penyewaan Rahim (sewa Rahim), juga identic juga dengan istilah ibu
pengganti (surrogate mother). Menurut koes irianto, ibu pengganti adalah wanita
yang bersedia disewa rahimnya, dengan suatu perjanjian untuk mengandung,
melahirkan, dan menyerahkan kembali bayinya dengan imbalan sejumlah materi
kepada pasangan suami istri yang tidak bisa mempunyai keturunan karena istri
tersebut tidak bisa mengandung.

Sewa rahim yaitu menggunakan rahim wanita lain untuk mengandungkan


benih wanita (ovum) yang telah disenyawakan dengan benih lelaki (sperma)
(pasangan suami isteri), dan janin itu dikandung oleh wanita tersebut sehingga
dilahirkan. Pasangan suami istri, membayarkan sejumlah uang kepada ibu
tumpangan atau syarikat yang menguruskan kerja mencari ibu tumpang yang
sanggup mengandungkan anak percantuman benih mereka dan dengan syarat ibu
tumpang akan menyerahkan anak tersebut setelah dilahirkan atau pada masa yang
dijanjikan.

2.1.2 Tujuan
Terdapat beberapa sebab yang akan menyebabkan sewa rahim dilakukan di
karenakan:

1. Seseorang wanita tidak mempunyai harapan untuk mengandung secara biasa


karena ditimpa penyakit atau kecacatan yang menghalangnya dari
mengandung dan melahirkan anak.
2. Rahim wanita tersebut dibuang karena pembedahan Wanita tersebut ingin
memiliki anak tetapi tidak mau memikul beban kehamilan, melahirkan dan
menyusukan anak dan ingin menjaga kecantikan tubuh badannya dengan
mengelakkan dari terkesan akibat kehamilan.
3. Wanita yang ingin memiliki anak tetapi telah putus haid (menopause) Wanita
yang ingin mencari pendapatan dengan menyewakan rahimnya kepada orang
lain.

2.1.3 Bentuk-bentuk penyewaan Rahim


Ada 5 bentuk dari praktik sewa Rahim itu sendiri. Kelimanya sebagai berikut:
1. Bayi tabung yang menggunakan sperma dari suami dan ovum dari istri, lalu
embrionya di transplasikan ke dalam Rahim ibu pengganti
2. Bayi hasil pembuahan dari sperma suami dan ovum milik ibu pengganti dengan
cara donor sperma atau persetubuhan langsung
3. Bayi tabung yang mengunakan sperma donor, sedangkan ovumnya berasal dari
istri, lalu embrionya di transplantasikan kedalam Rahim ibu pengganti.
4. Bayi tabung yang menggunakan sperma dari suami, sedangkan ovumnya
berasal dari donor, lalu embrionya di transplantasikan ke dalam Rahim ibu
pengganti.
5. Bayi tabung yang menggunakan sperma dan ovum yang berasal dari donor, lalu
embrionya di transplantasikan ke dalam Rahim ibu pengganti.

Untuk lebih memudahkan pembaca, berikut penulis sertakan table dari bentuk-
bentuk praktik sewa Rahim:

No Asal Sperma Asal Ovum Tempat Penitipan


1. Suami Istri Ibu pengganti
2. Suami Ibu pengganti Ibu pengganti
3. Donor Istri Ibu pengganti
4. Suami donor Ibu pengganti
5. Donor donor Ibu pengganti
2.1.4 Factor-faktor seseorang melakukan sewa Rahim
Terdapat beberapa alasan, bahwa seseorang akan melakukan kontrak sewa
Rahim diantaranya sebagai berikut :
1. Seorang wanita tidak mempunyai harapan untuk mengandung secara biasa
karena mempunyai penyakit atau kecacatan, yang menghalanginya untuk
mengandung dan melahirkan seorang anak.
2. Rahim wanita tersebut dibuang karena pembedahan.
3. Wanita yang ingin menjaga kecantikan tubuhnya dengan mengelakkan diri dari
akibat melahirkan.
4. Wanita yang ingin memiliki anak, akan tetapi sudah berhenti haid (menopause)
5. Wanita yang ingin mencari pendapat dengan menyewakan rahimnya kepada
orang lain.
2.1.5 Syarat menjadi Ibu Pengganti

Prasyarat bagi ibu pengganti sama dengan prasyarat bagi ART lainnya, yakni
berfokus pada dampak-dampak yang mungkin terjadi pada ibu pengganti,
pasangan, anak yang akan dilahirkan, dan masyarakat. Karena kurangnya
penelitian tentang masalah ini, sebagian besar resiko masih sangat bersifat
spekulatif terdapat keprihatinan bahwa tidak layak untuk meminta seorang ibu
pengganti untuk menjalani resiko fisik dari suatu kehamilan untuk
menguntungkan orang lain. Juga terdapat keprihatinan bahwa ibu dapat
dirugikan secara psikolokis dengan menyerahkan anak genetiknya. Terdapat
pula beberapa ibu pengganti yang mengalami masa kedukaan setelah
memberikan anaknya.

Di samping kerugian yang mungkin diperoleh ibu pengganti, terdapat


keprihatinan bahwa pasangan suami isteri dapat dirugikan oleh prosedur
tersebut. Sang wanita mungkin dirugikan oleh tidak disediakannya akses bagi
nasehat medis untuk membantu memecahkan infertilitasnya dengan cara lain.
Pasangan tersebut mungkin dapat mengalami gangguan dari ibu pengganti yang
mengetahui identitas pasangan tersebut dan mencari mereka setelah
menyerahkan anak tersebut. Atau, jika ibu pengganti tersebut seorang teman
atau kerabat, keterlibatannya yang berkesinambungan dengan pasangan ini
mungkin akan menyebabkan ketegangan dalam kasus perkawinan mereka.
Demikian juga pasangan ini yang secara finansial dan emosional memiliki
resiko karena status hukum yang tidak pasti dari prosedur tersebut. Jika ibu
yang mengadopsi mengasuh anak tersebut, maka suami yang mengontrakkan
mungkin harus memberikan bayaran dan dukungan karena ia adalah ayah
biologis. Pasangan yang membayar seorang ibu pengganti dapat dituntut di
bawah hukum pidana di negara-negara bagian Amerika Serikat yang melarang
pembayaran biaya-biaya legal dan medis yang melampaui jumlah ditentukan
dalam kaitan dengan penyerahan anak untuk diadopsi (Andrews, 1986).
Dampak psikologis dan fisik pada anak juga merupakan suatu keprihatinan.
Sang anak mungkin dirugikan jika lbu pengganti mewariskan suatu sifat
genetik yang cacat. Kemungkinan ini serupa dengan resiko yang terkandung
dalam menggunakan donor sperma. lbu pengganti memiliki tanggung jawab
untuk mengasuh seorang anak mungkin tidak akan cukup berhati-hati selama
kehamilannya. Di samping itu, ibu pengganti mungkin akan kurang
memberikan prioritas bagi janin dalam situasi yang terdapat konflik antara
kebutuhan-kebutuhan material dan jenin.

Selain itu, terdapat keprihatinan akan perkembangan psikologis dari sang anak,
yang mungkin merasa membutuhkan informasi tentang lbu pengganti atau
sebaliknya kurang mengetahui identitasnya. Jika lbu pengganti merupakan
seorang kawan atau kerabat yang tetap memiliki kontak dengan anak tersebut,
maka tidak jelas bagaimana dampak hubungan dua ibu terhadap terhadap
perkembangan psikologis sang anak.

Sebagaimana dengan donasi sperma, oosit atau embrio, penggunaan ibu


pengganti menimbulkan pertanyaan-pertanyaan tentang etika keterlibatan
donor dalam prokreasi. Terdapat keprihatinan bahwa keterlibatan seorang lbu
pengganti akan melemahkan ikatan perkawinan dan merusak integritas
lembaga keluarga. Beberapa komentar telah menyerukan keprihatinan bahwa
jika ibu pengganti dibayar untuk pelayanan mereka, reproduksi manusia akan
menjadi komersial, dan anak-anak mungkin akan dilihat sebagai barang
konsumen.

2.1.6 Prosedur Sewa Rahim

Oleh karena penyewaan Rahim merupakan salah satu jenis pembuahan diluar
Rahim (fertilization in vitro) atau lebih dikenal dengan bayi tabung, maka
prosedur/tahapannya adalah sama dengan tahapan bayi tabung, hanya ada
sedikit perbedaan ditahap akhir.

Dalam keadaan normal in vivo,pembuahan terjadi didaerah tuba fallopi, yang


umumnya di daerah ampulla/infundibulum. Perkembangan teknologi terkini
kemungkinan penatalaksanaan kasus intertilitas (kemandulan) dengan cara
mengambil oozit wanita dan dibuahi dengan sperma pria diluar tubuh,
kemudian setelah terbentuk embrio, embrio tersebut dimasukan kembali
kedalam Rahim seorang wanita, untuk pertumbuhan selanjutnya. Inilah
penjelasan sederhana, terkait prosedur pembuahan diluar Rahim (fertilization
in vitro)`

Lebih spesifik, prosedur sewa Rahim dapat dijelaskan melalui beberapa


tahapan, yaitu :

1. Tahap pertama, pengobatan merangsang indung telur.


Pada tahap ini, istri diberi obat yang merangsang indung telur, sehingga dapat
mengeluarkan banyak ovum
2. Tahap kedua, pengambilan sel telur`
Apabila sel telur istri sudah banyak, maka dilakukan pengambilan sel telur
yang akan dilakukan dengan suntikan lewat vagina dibawah bimbingan
ultrasonography.
3. Tahap ketiga, pembuahan atau fertilisasi sel telur.
Setelah berhasil mengeluarkan beberapa sel telur, suami diminta mengeluarkan
sendiri spermanya. Kemudian, sperma akan di proses dan seleksi, sehingga sel-
sel sperma suami yang baik saja yang akan di pertemukan dengan sel-sel telur
istri dalam tabung gelas di laboratorium. Keesokkan harinya, di harapkan sudah
terjadinya pembelahan sel.
4. Tahap keempat, pemindahan embrio.
Jika telah terjadi fertilisasi sebuah sel telur dengan sebuah sperma, maka
terciptalah hasil pembuahan yang akan membelah menjadi beberapa sel, yang
disebut embrio. Embrio inilah yang akan dipindahkan melalui vagina ke dalam
rongga Rahim ibu penggantinya, 2-3 kemudian. Disinilah letak perbedaan,
antara bayi tabung dengan menggunakan Rahim istri, dengan baik tabung yang
menggunakan Rahim ibu pengganti.
5. Tahap kelima, pengamatan terjadinya kehamilan.
Setelah implantasi embrio, maka tinggal menunggu apakah akan terjadi sebuah
kehamilan. Jika 14 hari pasca pemindahan embrio tidak terjadi haid, maka
dilakukan pemeriksaan untuk menentukan adanya kehamilan.

2.1.7 Macam-macam Sewa Rahim

1. Sewa rahim semata (gestational surrogacy)


Embrio yang lazimnya berasal dari sperma suami dan sel telur istri yang
dipertemukan melalui teknologi IVF, ditanamkan dalam rahim perempuan yang
disewa.
2. Sewa rahim dengan keikutsertaan sel telur (genetic surrogacy)
Sel telur yang turut membentuk embrio adalah sel telur milik perempuan yang
rahimnya disewa itu, sedangkan sperma adalah sperma suami. Walaupun pada
perempuan pemilik rahim itu adalah juga pemilik sel telur, ia tetap harus
menyerahkan anak yang dikandung dan dilahirkannya kepada suami istri yang
menyewanya. Sebab, secara hukum, jika sudah ada perjanjian, ia bukanlah ibu
dari bayi itu. Pertemuan sperma dan sel telur pada tipe kedua dapat melalui
inseminasi buatan, dapat juga melalui persetubuhan antara suami dengan
perempuan pemilik sel telur yang rahimnya disewa itu.

2.1.8 Kebijakan di Indonesia

Praktek ibu pengganti atau sewa menyewa rahim belum diatur di Indonesia.
Oleh karena itu, tidak ada perlindungan hukum bagi para pelaku perjanjian ibu
pengganti ataupun sewa menyewa rahim. Dalam pasal 1338 KUHPer memang
diatur mengenai kebebasan berkontrak, di mana para pihak dalam kontrak bebas
untuk membuat perjanjian, apapun isi dan bagaimanapun bentuknya yaitu
Semua perjanjian yang dibuat secara sah berlaku bagi undang-undang bagi
mereka yang membuatnya. Akan tetapi, asas kebebasan berkontrak tersebut tetap
tidak boleh melanggar syarat-syarat sahnya perjanjian dalam Pasal 1320
KUHPer yaitu:

1. Kesepakatan para pihak;


2. Kecakapan para pihak;
3. Mengenai suatu hal tertentu; dan
4. Sebab yang halal.

Jadi, salah satu syarat sahnya perjanjian adalah harus memiliki sebab yang halal,
yaitu tidak bertentangan dengan undang-undang, kesusilaan, maupun dengan
ketertiban umum (Pasal 1320 jo pasal 1337 KUHPer). Sedangkan, seperti
dijelaskan di atas, praktek ibu pengganti bukan merupakan upaya kehamilan
yang dapat dilakukan menurut Undang-Undang Kesehatan. Dengan demikian
syarat sebab yang halal ini tidak terpenuhi.

Permenkes RI No.73/Menkes/PER/II/1999 tentang Penyelenggaraan Pelayanan


Teknologi Reproduksi Buatan dalam Pasal 4 dijelaskan Pelayanan teknologi
reproduksi buatan hanya dapat diberikan kepada pasangan suami isteri yang
terikat perkawinan yang sah dan sebagai upaya akhir untuk memperoleh
keturunan serta berdasarkan pada suatu indikasi medik. Pasal 10 menyebutkan
Pelanggaran terhadap ketentuan sebagaimana diatur dalam Peraturan Menteri ini
dapat dikenakan tindakan administratif. Ayat (2) dijelaskan Tindakan
administratif sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat berupa peringatan
sampai dengan pencabutan izin penyelenggaraan pelayanan teknologi
reproduksi buatan.

Sewa Rahim pada prinsipnya bertentangan juga terhadap pokok-pokok


perjanjian atau perikatannya itu sendiri, di mana rahim itu bukanlah suatu benda
(hukum kebendaan) dan tidak dapat disewakan (hukum sewa-menyewa) yang
terdapat pada Kitab Undang-undang Hukum Perdata (KUH Perdata). Pakar
hukum Universitas Indonesia (UI) Rudi Satrio mengatakan anak hasil bayi
tabung merupakan anak sah. Namun jika embrio diimplantasikan ke dalam
rahim wanita lain yang bersuami, maka secara yuridis status anak itu adalah
anak sah dari pasangan penghamil, bukan pasangan yang mempunyai benih.
Dasar hukum pasal 42 UU No. 1/1974 dan pasal 250 KUH Perdata. Dalam hal
ini suami dari istri penghamil dapat menyangkal anak tersebut sebagai anak
sah-nya melalui tes golongan darah atau dengan jalan tes DNA. Namun
biasanya ada perjanjian yang tertulis yang dilakukan kedua pasangan tersebut
untuk mengakui status anak tersebut.

2.2 Prinsip Etika


1. Otonomi (Autonomy)
Otonomi berasal dari bahasa latin, yaitu autos, yang berarti sendiri, dan
nomos yang berarti aturan. Prinsip otonomi didasarkan pada keyakinan bahwa
individu mampu berpikir logis dan mampu membuat keputusan sendiri. Orang
dewasa dianggap kompeten dan memiliki kekuatan membuat sendiri, memilih
dan memiliki berbagai keputusan atau pilihan yang harus dihargai oleh orang
lain. Prinsip otonomi merupakan bentuk respek terhadap seseorang, atau
dipandang sebagai persetujuan tidak memaksa dan bertindak secara rasional.
Otonomi merupakan hak kemandirian dan kebebasan individu yang menuntut
pembedaan diri. Praktek profesional merefleksikan anotonomi saat perawat
menghargai hak-hak klien dalam membuat keputusan tentang perawatan
dirinya.
Contoh tindakan yang tidak memperhatikan otonomi adalah:
a. Melakukan sesuatu bagi klien tanpa mereka diberi tahu sebelumnya;
b. Melakukan sesuatu tanpa memberi informasi relevan yang penting
diketahui klien dalam membuat suatu pilihan;
c. Memberitahukan klien bahwa keadaanya baik, padahal terdapat gangguan
atau penyimpangan;
d. Tidak memberikan informasi yang lengkap walaupun klien menghendaki
informasi tersebut;
e. Memaksa klien memberi informasi tentang hal hal yang mereka sudah
tidak bersedia menjelaskannya.
2. Berbuat baik (Beneficience)
Beneficience berarti, hanya melakukan sesuatu yang baik. Kebaikan,
memerlukan pencegahan dari kesalahan atau kejahatan, penghapusan
kesalahan atau kejahatan dan peningkatan kebaikan oleh diri dan orang
lain.Terkadang, dalam situasi pelayanan kesehatan, terjadi konflik antara
prinsipini dengan otonomi.
Contoh perawat menasehati klien tentang program latihan untuk memperbaiki
kesehatan secara umum, tetapi tidak seharusnyamelakukannya apabila klien
dalam keadaan risiko serangan jantung.
3. Keadilan (Justice)
Prinsip keadilan dibutuhkan untuk terpai yang sama dan adil terhadap orang
lain yang menjunjung prinsip-prinsip moral, legal dan kemanusiaan. Nilai ini
direfleksikan dalam praktek profesional ketika perawat bekerja untuk terapi
yang benar sesuai hukum, standar praktek dan keyakinan yang benar untuk
memperoleh kualitas pelayanan kesehatan.
Contoh : seorang perawatsedang bertugas sendirian di suatu unit RS
kemudian ada seorang klien yang baru masuk bersamaan dengan klien yang
memerlukan bantuan perawat tersebut. Agar perawat tidak menghindar dari
satu klien, kelian yang lainnya maka perawat seharusnya dapat
mempertimbangkan faktor - faktor dalam situasi tersebut, kemudian bertindak
berdasarkan pada prinsip keadilan.
4. Tidak merugikan (Nonmaleficience)
Prinsip ini berarti tidak menimbulkan bahaya/ cedera fisik dan psikologis
pada klien. Johnson ( 1989 ) menyatakan bahwa prinsip untuk tidak melukai
orang lain berbeda dan lebih keras daripada prinsip untuk melakukanyang
baik.
Contoh : seorang klien yang mempunyai kepercayaan bahwa pemberian
transfusi darah bertentangan dengan keyakinannya, menaglami perdarahan
hebat akibat penyakit hati yang kronis. Sebelum kondisi klien bertambah
berat, klien sudah memberikan pernyataan tertulis kepada dokter bahwa ia tak
mau dilakukan transfuse darah. Pada suatu saat, ketika kondisiklien
bertambah buruk dan terjadilah perdarahan hebat, dokter seharusnya
menginstruksikan untuk memberikan transfuse darah. Dalam hal ini, akhirnya
transfuse darah tidak diberikan karena prinsip beneficience walaupun
sebenarnya pada saat berasamaan terjadi penyalahgunaaan prinsip
maleficience.
5. Kejujuran (Veracity)
Prinsip veracity berarti penuh dengan kebenaran. Nilai ini diperlukan oleh
pemberi pelayanan kesehatan untuk menyampaikan kebenaran pada setiap
klien dan untuk meyakinkan bahwa klien sangat mengerti. Prinsip veracity
berhubungan dengan kemampuan seseorang untuk mengatakankebenaran.
Informa si harus ada agar menjadi akurat, komprensensif, dan objektif untuk
memfasilitasi pemahaman dan penerimaan materi yang ada,dan mengatakan
yang sebenarnya kepada klien tentang segala sesuatu yang berhubungan
dengan keadaan dirinya selama menjalani perawatan. Walaupun demikian,
terdapat beberapa argument mengatakan adanya batasan untuk kejujuran
seperti jika kebenaran akan kesalahan prognosis klien untuk pemulihan atau
adanya hubungan paternalistik bahwa doctors knows bestsebab individu
memiliki otonomi, mereka memiliki hak untuk mendapatkan informasi penuh
tentang kondisinya. Kebenaran merupakan dasar dalammembangun hubungan
saling percaya.
Contoh : Ny. M seorang wanita lansia dengan usia 68 tahun, dirawat di RS
dengan berbagai macam fraktur karena kecelakan mobil. Suaminya yang juga
ada dalam kecelakaan tersebut masuk kerumah sakit yang sama dan
meninggal. Ny. M bertanya berkali kali kepada perawat tentang keadaan
suaminya. Dokter ahli bedah berpesan kepada perawatnya untuk tidak
mengatakan kematian suami NY. M kepada Ny. M. Perawat tidak di
berialasan apapun untuk petunjuk tersebut dan mengatakan keprihatinannya
kepada perawat kepala ruanga, yang mengatakan bah wa instruksi dokter
harus diikuti. Perawat dalam hal ini dihadapkan oleh konflik kejujuran.
6. Menepati janji (Fidelity)
Prinsip fidelity dibutuhkan individu untuk menghargai janji dan komitmennya
terhadap orang lain. Perawat setia pada komitmennya dan menepati janji serta
menyimpan rahasia klien. Ketaatan, kesetiaan, adalah kewajiban seseorang
untuk mempertahankan komitmen yang dibuatnya. Kesetiaan, menggamb
arkan kepatuhan perawat terhadap kode etik yang menyatakan bahwa
tanggung jawab dasar dari perawat adalah untuk meningkatkan kesehatan,
mencegah penyakit, memulihkan kesehatan dan meminimalkan penderitaan.
7. Karahasiaan (Confidentiality)
Aturan dalam prinsip kerahasiaan adalah informasi tentang klien harus dijaga
privasi klien. Segala sesuatu yang terdapat dalam dokumen catatan kesehatan
klien hanya boleh dibaca dalam rangka pengobatan klien. Tidak ada
seorangpun dapat memperoleh informasi tersebut kecuali jika diijinkan oleh
klien dengan bukti persetujuan. Diskusi tentang klien diluar area pelayanan,
menyampaikan pada teman atau keluarga tentang klien dengan tenaga
kesehatan lain harus dihindari.
8. Akuntabilitas (Accountability)
Akuntabilitas merupakan standar yang pasti bahwa tindakan seorang
profesional dapat dinilai dalam situasi yang tidak jelas atau tanpa terkecuali.
Contoh: perawat bertanggung jawab terhadap diri sendiri, profesi, klien,
sesame karyawan dan masyarakat. Jika salah member dosis obat kepada klien
perawat tersebut dapat digugat oleh klien yang menerima obat, oleh dokter
yang memberi tugas delegatif, dan masyarakat yang menuntut kemampuan
professional.
2.3 Pandangan etika terhadap sewa Rahim
Masalah ini di indonesia memang belum banyak diketahui masyarakat.
Mungkin karena batasan-batasan dalam agama dan hukum yang membuat
hal ini kurang terdengar.
Dalam beberapa agama, kasus ibu pengganti / rahim pinjaman ini oleh
beberapa pendapat dianggap sebagai suatu hal yang haram dan harus dilarang.
Ada juga pendapat yang mengatakan bahwa kasus ibu pengganti sama dengan
konsep ibu penyusuan yang memang diakui dalam agama. Tetapi yang
diperbolehkan hanyalah jika donor sel sperma dan sel telur berasal dari suami-istri
yang sah. Jika salah satu (sel telur atau sel sperma) bukan berasal dari suami-istri,
hal itu tidak diperbolehkan.
Hukum di Indonesia sendiri tidak mempersoalkan apakah benih itu berasal
dari orang lain, tetapi lebih kepada apakah anak itu lahir dari perkawinan yang
sah. Dengan kata lain seorang anak yang lahir diakui hanya dari ikatan
perkawinan yang sah tanpa mempersoalkan bagaimana terjadinya hal itu (dari
siapa benihnya dan bagaimana caranya).
Tetapi di lain pihak, analisis dan tes DNA sering dipakai juga untuk
menentukan siapa orangtua si anak. Hal ini terjadi pada kasus laki-laki yang tidak
mau bertanggung jawab terhadap kehamilan seorang wanita. Jika salah satu donor
(sel sperma atau sel telur) bukan berasal dari pasangan suami istri yang sah, di
Indonesia hal itu masih dilarang. Secara hukum, juga secara agama. Secara moral
itu disamakan dengan perzinaan, dan anak yang lahir tidak diakui secara hukum
dan agama. Di luar negeri (Usa, Inggris, dan Negara-Negara Eropa) juga
mendapatkan payung hukum. Bahkan keberadaan bank sperma / bank sel telur
juga diakui oleh mereka. Bahkan konstitusi Amerika menjamin hak konstitusional
tiap orang untuk menentukan cara mereka memiliki anak kandung, baik melalui
sanggama atau dengan cara lainnya. Oleh karena itu tidak boleh ada yang
melarang atau membatasi penggunaan cara-cara lain dalam memperoleh anak
seperti ibu pengganti atau donor gamet dari orang lain. Tetapi pada umumnya
yang dilarang adalah komersialisasi dari cara-cara itu.(goldfriend, 2007).

2.4 Kode Etik Keperawatan di Indonesia


2.4.1 Perawat dan Klien
a. Perawat dalam memberikan pelayanan keperawatan menghargai harkat dan
martabat manusia, keunikan klien, dan tidak terpengaruh oleh pertimbangan
kebangsaan, kesukuan, warna kulit, umur, jenis kelamin, aliran politik, dan
agama yang dianut serta kedudukan social.
b. Perawat dalam memberikan pelayanan keperawatan senantiasa memelihara
suasana lingkungan yang menghormati nilai-nilai budaya, adat istiadat dan
kelangsungan hidup beragama dari klien
c. Tanggung jawab utama perawat adalah kepada mereka yang membutuhkan
asuhan keperawatan
d. Perawat wajib merahasiakan segala sesuatu yang diketahui sehubungan dengan
tugas yang dipercayakan kepadanya kecuali jika diperlukan oleh berwenang
sesuai dengan ketentuan hukum yang berlaku.

2.4.2 Perawat dan Praktik


a. Perawat memelihara dan meningkatkan kompetisi dibidang keperawatan melalui
belajar terus menerus
b. Perawat senantiasa memelihara mutu pelayanan keperawatan yang tinggi
disertai kejujuran professional yang menerapkan pengetahuan serta keterampilan
keperawatan sesuai dengan kebutuhan klien.
c. Perawat dalam membuat keputusan didasarkan pada informasi yang akurat dan
mempertimbangkan kemampuan serta kualifikasi seseorang bila melakukan
konsultasi, menerima delegasi dan memberikan delegasi kepada orang lain
d. Perawat senantiasa menjunjung tinggi nama baik profesi keperawatan dengan
selalu menunjukkan perilaku professional
2.4.3 Perawat dan Masyarakat
a. Perawat mengemban tanggung jawab bersama masyarakat untuk memprakarsai
dan mendukung berbagai kegiatan dalam memenuhi kebutuhan dan kesehatan
masyarakat.
2.4.4 Perawat dan Teman Sejawat
a. Perawat senantiasa memelihara hubungan baik dengan sesama perawat maupun
dengan tenaga kesehatan lainnya, dan dalam memelihara keserasian suasana
lingkungan kerja maupun dalam mencapai tujuan pelayanan kesehatan secara
menyeluruh
b. Perawat bertindak melindungi klien dari tenaga kesehatan yang memberikan
pelayanan kesehatan secara tidak kompeten, tidak etis dan illegal.
2.4.5 Perawat dan Profesi
a. Perawat mempunyai peran utama dalam menentukan standar pendidikan dan
pelayanan keperawatan serta menerapkannya dalam kegiatan pelayanan dan
pendidikan keperawatan
b. Perawat berperan aktif dalam berbagai kegiatan pengembangan profesi
keperawatan
c. Perawat berpartisipasi aktif dalam upaya profesi untuk membangun dan
memelihara kondisi kerja yang kondusif demi terwujudnya asuhan keperawatan
yang bermutu tinggi.
2.4 Profesionalisme Keperawatan

Bioetik adalah etika yang menyangkut kehidupan dalam lingkungan tertentu


atau etika yang berkaitan dengan pendekatan terhadap asuhan kesehatan. Pada
kasus sewa rahim,masalah etis yang mungkin terjadi di lihat dari pendekatan
teoretis, yaitu:

1. Perawat yang menggunakan pendekatan teologik terhadap isu etis sewa rahim
mempertimbangkan bahwa hal tersebut diperbolehkan untuk menolong
pasangan suami istri yang tidak mungkin memiliki keturunan secara ilmiah
karena penyakit atau kelainan,dan mungkin bagi wanita yang secara sengaja
menggunakanya untuk menghindari kehamilan demi menjaga kecantikan dan
bentuk tubuhnya, yang mana hal tersebut merupakan hak pasien yang harus
dihargai oleh perawat.
2. Perawat yang menggunakan pendekatan deontologik terhadap sewa rahim,
mungkin akan mempertimbangkan bahwa secara moral penyewaan rahim
tersebut merupakan hal yang buruk untuk dilakukan karena bila dipandang dari
segi agama, hal tersebut mirip dengan kehamilan dan kelahiran melalui
perzinaan walaupun tidak ada penetrasi langsung dari penis ke vagina, sehingga
hukumnya haram karena akan terjadi pencampuran nasab. Sedangkan dari segi
hukum, dapat menimbulkan masalah dalam kaitannya dalam hal kewarisan.

2.5 Nursing Advocacy

Disini, perawat sebagai advokasi yang meluruskan atau memastikan bahwa


diantar kedua belah pihak telah melakukan perjanjian hak asuh anak. Dapat
berupa perjanjian bisnis dengan membayarkan sejumlah uang kepada ibu
tumpangan atau syarikat yang menguruskan kerja mencari ibu tumpang yang
sanggup mengandungkan anak percantuman benih mereka dan dengan syarat
ibu tumpang akan menyerahkan anak tersebut setelah dilahirkan atau pada masa
yang dijanjikan atau dengan secara sukarela.

Untuk pemberian ASI kepada bayi, ibu pengganti maupun ibu kandung
menyepakati kesepatan bersama dengan berupa bila ibu kandung bersedia si
bayi dapat diASI kan dengan ibu pengganti maka tidak ada salahnya. Tetapi, jika
ibu kandung tidak bersedia melakukannya, maka si bayi dapat diberikan susu
formula.

BAB III
TINJAUAN KASUS
3.1 KASUS

Surrogate Mother:

Sepasang suami istri datang ke klinik infertilitas untuk konsultasi. Suami istri
tersebut sudah 15 tahun menikah dan ingin sekali memiliki anak. Istri tersebut
mengatakan bahwa mereka belum memiliki anak dikarenakan tidak bisa hamil
akibat ada tumor di rahimnya sementara suaminya sehat dan normal
kesuburannya. Mereka menyampaikan bahwa ingin mencoba teknik surrogate
mother (ibu sewa rahim) melalui klinik ini dan mereka berdua juga telah
memiliki seorang wanita yang bersedia disewa rahimnya. Biaya yang
dikeluarkan tidak menjadi masalah asalkan mereka dapat memiliki anak dari
sperma dan sel telur mereka sendiri. Apa yang anda lakukan sebagai seorang
perawat? bagaimana anda harus bersikap?

3.2 Pembagian Peran :

Suami : Sutrisno

Istri : Rostiana Bunga

Ibu Pengganti : Rizka Dwi Jayanti

Dokter: Deby Ranny Sagita

Perawat : Gayuh Wigi Utari

BAB IV

PEMBAHASAN
Dikasus, Tn. S dan Ny. R menggunakan sewa rahim semata (gestational
surrogacy) yaitu embrio yang lazimnya berasal dari sperma suami dan sel telur
istri yang dipertemukan melalui teknologi IVF, ditanamkan dalam rahim
perempuan yang disewa. Karena Rahim Ny.R tersebut diangkat karena
pembedahan (pengangkatan tumor). Syarat melakukan surrogate mother adalah
dengan memiliki biaya serta memiliki calon ibu pengganti diutamakan yang
sedarah. Tn. S dan Ny. R dapat melakukan surrogate mother karena menurut
hukum di indonesia, diperbolehkan karena sel sperma dan sel ovum diketahui
pemiliknya.

Prosedur yang akan dilakukan

1. Tahap pertama, pengobatan merangsang indung telur. Pada tahap ini, istri diberi
obat yang merangsang indung telur, sehingga dapat mengeluarkan banyak
ovum.
2. Tahap kedua, pengambilan sel telur. Apabila sel telur istri sudah banyak, maka
dilakukan pengambilan sel telur yang akan dilakukan dengan suntikan lewat
vagina dibawah bimbingan ultrasonography.
3. Tahap ketiga, pembuahan atau fertilisasi sel telur. Setelah berhasil mengeluarkan
beberapa sel telur, suami diminta mengeluarkan sendiri spermanya. Kemudian,
sperma akan di proses dan seleksi, sehingga sel-sel sperma suami yang baik saja
yang akan di pertemukan dengan sel-sel telur istri dalam tabung gelas di
laboratorium. Keesokkan harinya, di harapkan sudah terjadinya pembelahan sel.
4. Tahap keempat, pemindahan embrio. Jika telah terjadi fertilisasi sebuah sel telur
dengan sebuah sperma, maka terciptalah hasil pembuahan yang akan membelah
menjadi beberapa sel, yang disebut embrio. Embrio inilah yang akan
dipindahkan melalui vagina ke dalam rongga Rahim ibu penggantinya, 2-3
kemudian. Disinilah letak perbedaan, antara bayi tabung dengan menggunakan
Rahim istri, dengan baik tabung yang menggunakan Rahim ibu pengganti.
5. Tahap kelima, pengamatan terjadinya kehamilan. Setelah implantasi embrio,
maka tinggal menunggu apakah akan terjadi sebuah kehamilan. Jika 14 hari
pasca pemindahan embrio tidak terjadi haid, maka dilakukan pemeriksaan untuk
menentukan adanya kehamilan.

Untuk pemberian ASI kepada bayi, ibu pengganti maupun ibu kandung
menyepakati kesepatan bersama dengan berupa bila ibu kandung bersedia si
bayi dapat diASI kan dengan ibu pengganti maka tidak ada salahnya. Tetapi, jika
ibu kandung tidak bersedia melakukannya, maka si bayi dapat diberikan susu
formula.

1. Perawat dan klien : perawat memberikan mutu pelayanan yang secara adekuat,
serta menjelaskan hukum yang berlaku di Indonesia.
2. Perawat dan praktik : perawat memberikan informasi berupa cara mendapatkan
keturunan dengan cara bayi tabung atau surrogate mother. Macam-macam,
Syarat, prosedur
3. Perawat dan masyarakat: dikarenakan masyarakat masih banyak yang belum
mengetahui tentang surrogate mother. Perawat memberikan penkes gizi serta
penyakit-penyakit yang berada di genetalia dan cara membersihkan genetalia
yang benar
4. Perawat dan teman sejawat : perawat dapat berkolaborasi dengan tenaga
kesehatan lainnya untuk mencapai mutu pelayanan kesehatan yang baik
terhadap pasien serta bertindak melindungi klien dari tenaga kesehatan yang
memberikan pelayanan kesehatan secara tidak kompeten, tidak etis dan illegal.
5. Perawat dan profesi : perawat memberikan informasi yang diketahuinya kepada
klien dengan menjelaskan prosedur tindakan yang akan dilakukan

Profesionalisme Keperawatan
Perawat yang menggunakan pendekatan teologik terhadap isu etis sewa rahim
mempertimbangkan bahwa hal tersebut diperbolehkan untuk menolong
pasangan suami istri yang tidak mungkin memiliki keturunan secara ilmiah
karena penyakit atau kelainan,dan mungkin bagi wanita yang secara sengaja
menggunakanya untuk menghindari kehamilan demi menjaga kecantikan dan
bentuk tubuhnya, yang mana hal tersebut merupakan hak pasien yang harus
dihargai oleh perawat.
Tn. S dan Ny. R tidak dapat memiliki anak dikarenakan Ny. R tidak dapat
mengandung anak sebab adanya pengangakatan tumor pada rahimnya. Oleh
karena itu, mereka melakukan surrogate mother.
BAB V

PENUTUP

5.1 Kesimpulan

Sewa Rahim (gestational agreement) merupakan salah satu dari delapan


jenis teknologi bayi tabung ( fertilization in vitro) yang telah dikembangkan oleh para
ahli kedokteran. Adapun pengertian teori sewa Rahim itu sendiri adalah penitipan
sperma dan ovum dari sepasang suami istri kedalam Rahim wanita lain. Penyewaan
Rahim tersebut biasaya melalui perjanjian atau persyaratan-persyaratan tertentu dari
kedua belah pihak, baik perjanjian tersubut berdasarkan sukarela (gratis), ataupun
berdasarkan sebuah kontrak (bisnis). Sewa Rahim dibagi menjadi 2 yaitu : Sewa
rahim semata (gestational surrogacy), yaitu sperma suami dan sel telur istri yang
dipertemukan melalui teknologi IVF, ditanamkan dalam rahim perempuan yang
disewa. Dan Sewa rahim dengan keikutsertaan sel telur (genetic surrogacy), yaitu sel
telur milik perempuan yang rahimnya disewa itu, sedangkan sperma adalah sperma
suami.

5.2 Saran

Semoga makalah ini bermanfaat bagi kita semua dan memberi manfaat dan
pemahaman tentang materi surrogate mother. Dan menjelaskan prosedur
surrogate mother.

Daftar Pustaka

Irfandi Dedi . Insemina SI Artifisial. Diakses di


http://www.academia.edu/8705532/Makalah_FERTILISASI_IN_VINTRO_and_INSEMINA
SI_ARTIFISIAL. Pada tanggal 18 Oktober 2016

Anda mungkin juga menyukai