PENDAHULUAN
BAB II
Tinjauan Pustaka
2.1.1 Pengertian
Sewa Rahim (gestational agreement) merupakan salah satu dari delapan jenis
teknologi bayi tabung ( fertilization in vitro) yang telah dikembangkan oleh para ahli
kedokteran. Oleh karena sewa Rahim merupakan salah satu dari jenis bayi tabung,
maka dapat dipungkiri, bahwa sejarah kemunculannya adalah berawal dari lahirnya
teknologi bayi tabung itu sendiri.
Adapun pengertian teori sewa Rahim itu sendiri adalah penitipan sperma dan
ovum dari sepasang suami istri kedalam Rahim wanita lain. Penyewaan Rahim
tersebut biasaya melalui perjanjian atau persyaratan-persyaratan tertentu dari kedua
belah pihak, baik perjanjian tersubut berdasarkan sukarela (gratis), ataupun
berdasarkan sebuah kontrak (bisnis), bahkan menurut salim, cangkupan sewa Rahim
bukan hanya terbatas pada penitipan sperma dan ovum sepasang suami istri saja,
melainkan juga bisa dari donor sperma laki-laki lain, atau donor ovum wanita lain,
atau juga
keduanya ( sperma dan ovum), berasal dari donor, lalu kemudian dititipkan
kedalam Rahim wanita lain.
Istilah penyewaan Rahim (sewa Rahim), juga identic juga dengan istilah ibu
pengganti (surrogate mother). Menurut koes irianto, ibu pengganti adalah wanita
yang bersedia disewa rahimnya, dengan suatu perjanjian untuk mengandung,
melahirkan, dan menyerahkan kembali bayinya dengan imbalan sejumlah materi
kepada pasangan suami istri yang tidak bisa mempunyai keturunan karena istri
tersebut tidak bisa mengandung.
2.1.2 Tujuan
Terdapat beberapa sebab yang akan menyebabkan sewa rahim dilakukan di
karenakan:
Untuk lebih memudahkan pembaca, berikut penulis sertakan table dari bentuk-
bentuk praktik sewa Rahim:
Prasyarat bagi ibu pengganti sama dengan prasyarat bagi ART lainnya, yakni
berfokus pada dampak-dampak yang mungkin terjadi pada ibu pengganti,
pasangan, anak yang akan dilahirkan, dan masyarakat. Karena kurangnya
penelitian tentang masalah ini, sebagian besar resiko masih sangat bersifat
spekulatif terdapat keprihatinan bahwa tidak layak untuk meminta seorang ibu
pengganti untuk menjalani resiko fisik dari suatu kehamilan untuk
menguntungkan orang lain. Juga terdapat keprihatinan bahwa ibu dapat
dirugikan secara psikolokis dengan menyerahkan anak genetiknya. Terdapat
pula beberapa ibu pengganti yang mengalami masa kedukaan setelah
memberikan anaknya.
Selain itu, terdapat keprihatinan akan perkembangan psikologis dari sang anak,
yang mungkin merasa membutuhkan informasi tentang lbu pengganti atau
sebaliknya kurang mengetahui identitasnya. Jika lbu pengganti merupakan
seorang kawan atau kerabat yang tetap memiliki kontak dengan anak tersebut,
maka tidak jelas bagaimana dampak hubungan dua ibu terhadap terhadap
perkembangan psikologis sang anak.
Oleh karena penyewaan Rahim merupakan salah satu jenis pembuahan diluar
Rahim (fertilization in vitro) atau lebih dikenal dengan bayi tabung, maka
prosedur/tahapannya adalah sama dengan tahapan bayi tabung, hanya ada
sedikit perbedaan ditahap akhir.
Praktek ibu pengganti atau sewa menyewa rahim belum diatur di Indonesia.
Oleh karena itu, tidak ada perlindungan hukum bagi para pelaku perjanjian ibu
pengganti ataupun sewa menyewa rahim. Dalam pasal 1338 KUHPer memang
diatur mengenai kebebasan berkontrak, di mana para pihak dalam kontrak bebas
untuk membuat perjanjian, apapun isi dan bagaimanapun bentuknya yaitu
Semua perjanjian yang dibuat secara sah berlaku bagi undang-undang bagi
mereka yang membuatnya. Akan tetapi, asas kebebasan berkontrak tersebut tetap
tidak boleh melanggar syarat-syarat sahnya perjanjian dalam Pasal 1320
KUHPer yaitu:
Jadi, salah satu syarat sahnya perjanjian adalah harus memiliki sebab yang halal,
yaitu tidak bertentangan dengan undang-undang, kesusilaan, maupun dengan
ketertiban umum (Pasal 1320 jo pasal 1337 KUHPer). Sedangkan, seperti
dijelaskan di atas, praktek ibu pengganti bukan merupakan upaya kehamilan
yang dapat dilakukan menurut Undang-Undang Kesehatan. Dengan demikian
syarat sebab yang halal ini tidak terpenuhi.
1. Perawat yang menggunakan pendekatan teologik terhadap isu etis sewa rahim
mempertimbangkan bahwa hal tersebut diperbolehkan untuk menolong
pasangan suami istri yang tidak mungkin memiliki keturunan secara ilmiah
karena penyakit atau kelainan,dan mungkin bagi wanita yang secara sengaja
menggunakanya untuk menghindari kehamilan demi menjaga kecantikan dan
bentuk tubuhnya, yang mana hal tersebut merupakan hak pasien yang harus
dihargai oleh perawat.
2. Perawat yang menggunakan pendekatan deontologik terhadap sewa rahim,
mungkin akan mempertimbangkan bahwa secara moral penyewaan rahim
tersebut merupakan hal yang buruk untuk dilakukan karena bila dipandang dari
segi agama, hal tersebut mirip dengan kehamilan dan kelahiran melalui
perzinaan walaupun tidak ada penetrasi langsung dari penis ke vagina, sehingga
hukumnya haram karena akan terjadi pencampuran nasab. Sedangkan dari segi
hukum, dapat menimbulkan masalah dalam kaitannya dalam hal kewarisan.
Untuk pemberian ASI kepada bayi, ibu pengganti maupun ibu kandung
menyepakati kesepatan bersama dengan berupa bila ibu kandung bersedia si
bayi dapat diASI kan dengan ibu pengganti maka tidak ada salahnya. Tetapi, jika
ibu kandung tidak bersedia melakukannya, maka si bayi dapat diberikan susu
formula.
BAB III
TINJAUAN KASUS
3.1 KASUS
Surrogate Mother:
Sepasang suami istri datang ke klinik infertilitas untuk konsultasi. Suami istri
tersebut sudah 15 tahun menikah dan ingin sekali memiliki anak. Istri tersebut
mengatakan bahwa mereka belum memiliki anak dikarenakan tidak bisa hamil
akibat ada tumor di rahimnya sementara suaminya sehat dan normal
kesuburannya. Mereka menyampaikan bahwa ingin mencoba teknik surrogate
mother (ibu sewa rahim) melalui klinik ini dan mereka berdua juga telah
memiliki seorang wanita yang bersedia disewa rahimnya. Biaya yang
dikeluarkan tidak menjadi masalah asalkan mereka dapat memiliki anak dari
sperma dan sel telur mereka sendiri. Apa yang anda lakukan sebagai seorang
perawat? bagaimana anda harus bersikap?
Suami : Sutrisno
BAB IV
PEMBAHASAN
Dikasus, Tn. S dan Ny. R menggunakan sewa rahim semata (gestational
surrogacy) yaitu embrio yang lazimnya berasal dari sperma suami dan sel telur
istri yang dipertemukan melalui teknologi IVF, ditanamkan dalam rahim
perempuan yang disewa. Karena Rahim Ny.R tersebut diangkat karena
pembedahan (pengangkatan tumor). Syarat melakukan surrogate mother adalah
dengan memiliki biaya serta memiliki calon ibu pengganti diutamakan yang
sedarah. Tn. S dan Ny. R dapat melakukan surrogate mother karena menurut
hukum di indonesia, diperbolehkan karena sel sperma dan sel ovum diketahui
pemiliknya.
1. Tahap pertama, pengobatan merangsang indung telur. Pada tahap ini, istri diberi
obat yang merangsang indung telur, sehingga dapat mengeluarkan banyak
ovum.
2. Tahap kedua, pengambilan sel telur. Apabila sel telur istri sudah banyak, maka
dilakukan pengambilan sel telur yang akan dilakukan dengan suntikan lewat
vagina dibawah bimbingan ultrasonography.
3. Tahap ketiga, pembuahan atau fertilisasi sel telur. Setelah berhasil mengeluarkan
beberapa sel telur, suami diminta mengeluarkan sendiri spermanya. Kemudian,
sperma akan di proses dan seleksi, sehingga sel-sel sperma suami yang baik saja
yang akan di pertemukan dengan sel-sel telur istri dalam tabung gelas di
laboratorium. Keesokkan harinya, di harapkan sudah terjadinya pembelahan sel.
4. Tahap keempat, pemindahan embrio. Jika telah terjadi fertilisasi sebuah sel telur
dengan sebuah sperma, maka terciptalah hasil pembuahan yang akan membelah
menjadi beberapa sel, yang disebut embrio. Embrio inilah yang akan
dipindahkan melalui vagina ke dalam rongga Rahim ibu penggantinya, 2-3
kemudian. Disinilah letak perbedaan, antara bayi tabung dengan menggunakan
Rahim istri, dengan baik tabung yang menggunakan Rahim ibu pengganti.
5. Tahap kelima, pengamatan terjadinya kehamilan. Setelah implantasi embrio,
maka tinggal menunggu apakah akan terjadi sebuah kehamilan. Jika 14 hari
pasca pemindahan embrio tidak terjadi haid, maka dilakukan pemeriksaan untuk
menentukan adanya kehamilan.
Untuk pemberian ASI kepada bayi, ibu pengganti maupun ibu kandung
menyepakati kesepatan bersama dengan berupa bila ibu kandung bersedia si
bayi dapat diASI kan dengan ibu pengganti maka tidak ada salahnya. Tetapi, jika
ibu kandung tidak bersedia melakukannya, maka si bayi dapat diberikan susu
formula.
1. Perawat dan klien : perawat memberikan mutu pelayanan yang secara adekuat,
serta menjelaskan hukum yang berlaku di Indonesia.
2. Perawat dan praktik : perawat memberikan informasi berupa cara mendapatkan
keturunan dengan cara bayi tabung atau surrogate mother. Macam-macam,
Syarat, prosedur
3. Perawat dan masyarakat: dikarenakan masyarakat masih banyak yang belum
mengetahui tentang surrogate mother. Perawat memberikan penkes gizi serta
penyakit-penyakit yang berada di genetalia dan cara membersihkan genetalia
yang benar
4. Perawat dan teman sejawat : perawat dapat berkolaborasi dengan tenaga
kesehatan lainnya untuk mencapai mutu pelayanan kesehatan yang baik
terhadap pasien serta bertindak melindungi klien dari tenaga kesehatan yang
memberikan pelayanan kesehatan secara tidak kompeten, tidak etis dan illegal.
5. Perawat dan profesi : perawat memberikan informasi yang diketahuinya kepada
klien dengan menjelaskan prosedur tindakan yang akan dilakukan
Profesionalisme Keperawatan
Perawat yang menggunakan pendekatan teologik terhadap isu etis sewa rahim
mempertimbangkan bahwa hal tersebut diperbolehkan untuk menolong
pasangan suami istri yang tidak mungkin memiliki keturunan secara ilmiah
karena penyakit atau kelainan,dan mungkin bagi wanita yang secara sengaja
menggunakanya untuk menghindari kehamilan demi menjaga kecantikan dan
bentuk tubuhnya, yang mana hal tersebut merupakan hak pasien yang harus
dihargai oleh perawat.
Tn. S dan Ny. R tidak dapat memiliki anak dikarenakan Ny. R tidak dapat
mengandung anak sebab adanya pengangakatan tumor pada rahimnya. Oleh
karena itu, mereka melakukan surrogate mother.
BAB V
PENUTUP
5.1 Kesimpulan
5.2 Saran
Semoga makalah ini bermanfaat bagi kita semua dan memberi manfaat dan
pemahaman tentang materi surrogate mother. Dan menjelaskan prosedur
surrogate mother.
Daftar Pustaka