Anda di halaman 1dari 6

KEDUDUKAN HUKUM TERHADAP ANAK HASIL

BAYI TABUNG DENGAN CARA PERJANJIAN


SEWA RAHIM DALAM ASPEK
HUKUM PERDATA

OUTLINE SKRIPSI

Diajukan untuk Memenuhi Tugas dan Melengkapi Syarat


Guna Memperoleh Gelar Sarjana Strata 1 dalam Ilmu Hukum

Oleh:

RINI ARIANI
NPM. 5118500012

FAKULTAS HUKUM
UNIVERSITAS PANCASAKTI TEGAL
2021
1

A. Latar Belakang
Hukum positif Indonesia yang mengatur tentang status hukum anak telah
diatur dalam Kitab Undang-Undang Hukum Perdata dan Undang-Undang
Republik Indonesia Nomor 16 Tahun 2019 tentang Perubahan Atas Undang-
Undang Republik Indonesia Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan.1 Namun
dalam regulasi tersebut tidak terdapat ketentuan yang mengatur secara tegas
perihal kedudukan hukum anak yang dilahirkan melalui proses bayi tabung, 2
baik yang menggunakan sperma dan ovum dari pasangan suami-isteri kemudian
embrionya ditransplantasikan ke dalam rahim isteri, spermanya berasal dari
donor dan ovumnya berasal dari isteri kemudian embrionya ditransplantasikan
ke dalam rahim isteri maupun yang menggunakan sperma dan ovum dari
pasangan suami isteri kemudian embrionya ditransplantasikan ke rahim ibu
pengganti (surrogate mother). 3 Oleh karena belum ada aturan dalam hukum
positif Indonesia sehingga dapat memunculkan masalah-masalah hukum dari
teknologi reproduksi, di antaranya menyangkut pelaksananya (dokter, peneliti,
ilmuwan), suami, istri, donor sperma, donor ovum, ibu pengganti dan bayi yang
dilahirkan dengan proses tersebut.
Memiliki keturunan merupakan salah satu hal yang menandakan eksistensi
manusia sebagai makhluk hidup. Perkembangan sains dan teknologi
berpengaruh juga pada cara manusia mengembangkan keturunannyaa, sehingga
bila kita perhatikan sekarang, ada dua cara manusia melangsungkan dan
memperoleh keturunannya. Pertama, dilakukan melalui hubungan langsung
antara lawan jenis. Kedua, dapat dilakukan dengan cara memanfaatkan
teknologi.4

1
Rusdi Malik, Memahami Undang-Undang Perkawinan, Jakarta: Penerbit Universitas
Trisakti, 2009, hlm. 2.
2
Cecep Triwibowo, Etika dan hukum Kesehatan, Yogyakarta: Nuha Medika, 2014, hlm. 89.
3
Khairatunnisa, “Keberadaan Sewa Rahim Dalam Perspektif Hukum Perdata”, Lex
Privatum, Vol. III No. 1 Januari-Maret 2015,
https://ejournal.unsrat.ac.id/index.php/lexprivatum/article/view/7042/6554.
4
Fajar Bayu Setiawan, “Kedudukan Kontrak Sewa Rahim Dalam Hukum Positif Indonesia”,
Private Law, Edisi 01 Maret-Juni 2013, https://media.neliti.com/media/publications/26528-ID-
kedudukan-kontrak-sewa-rahim-dalam-hukum-positif-indonesia.pdf.
2

Pada awalnya program bayi tabung merupakan salah satu dari teknologi
reproduksi bantuan (assisted reproduction technology) yang digunakan ketika
pasangan sulit mendapatkan keturunan, misalnya kualitas atau kuantitas sperma
yang buruk, adanya penghalang antara sel telur dan sperma, masalah ovulasi,
dan masalah interaksi sel telur dan sperma. Timbul masalah lain yaitu keadaan
dimana sang istri tidak bisa mengandung dikarenakan rahimnya terpaksa
diangkat akibat menderita penyakit tertentu, namun pasangan suami istri ini
sangat mendambakan seorang anak. Ada satu metode dari perkembangan
program bayi tabung tersebut, apabila sang istri tidak dapat mengandung tetapi
sel telurnya masih baik maka masih ada kemungkinan pasangan tersebut
memiliki keturunan, yaitu dengan cara pembuahan di luar rahim sang istri dan
menanamkan sel telur dan sperma tersebut ke rahim wanita lain dengan suatu
perjanjian dimana wanita tersebut harus mau mengandung, melahirkan, dan
menyerahkan kembali bayinya dengan imbalan sejumlah materi.
Dalam perkembangannya, tetap saja ada banyak pertanyaan dan mungkin
perbedaan pendapat mengenai reproduksi buatan, tidak hanya tentang bayi
tabung tetapi juga tentang ibu pengganti. Pada mulanya program fertilisasi in
vitro dan ibu pengganti dapat diterima oleh khalayak umum, namun seiring
perkembangannya mulai timbul berbagai persoalan dimana program-program
mulai menjadi pertentangan. 5 Banyak pihak yang pro dan banyak pihak yang
yang kontra dengan program-program ini.
Pihak yang pro dengan program ibu pengganti sebagian besar berasal dari
dunia kedokteran dan pihak yang kontra dengan program ini berasal dari
kalangan tokoh agama. Persoalan lainnya pada bidang hukum dikarenakan
belum tersedia peraturan perundang-undangan yang mengatur tentang
kedudukan anak yang dilahirkan dari proses bayi tabung dan ibu pengganti.
Berdasarkan latar belakang tersebut, penulis tertarik untuk melakukan
analisis lebih mendalam mengenai kedudukan hukum perdata yang menekankan

5
David Lahia, “Aspek Hukum Terhadap Bayi Tabung dan Sewa Rahim dari Perspektif
Hukum Perdata”, Lex Privatum, Vol. V No. 4 Juni 2017,
https://ejournal.unsrat.ac.id/index.php/lexprivatum/article/view/16106/15612.
3

pada status dari si anak untuk diangkat sebagai sebuah skripsi dengan judul
Kedudukan Hukum Terhadap Anak Hasil Bayi Tabung Dengan Cara
Perjanjian Sewa Rahim Dalam Aspek Hukum Perdata.

B. Rumusan Masalah
Adapun rumusan masalah dalam penelitian ini adalah:
1. Bagaimana pengaturan sewa rahim (surrogate mother) dalam hukum
perdata?
2. Apa saja hak dan kewajiban yang timbul akibat dari perjanjian sewa rahim
(surrogate mother)?
3. Bagaimana kedudukan hukum anak yang dilahirkan melalui bayi tabung
dengan cara sewa rahim (surrogate mother)?

C. Tujuan Penelitian
Tujuan penelitian ini adalah:
1. Untuk mengetahui pengaturan sewa rahim (surrogate mother) dalam hukum
perdata.
2. Untuk mengetahui hak dan kewajiban yang timbul akibat dari perjanjian sewa
rahim (surrogate mother)
3. Untuk mengetahui kedudukan hukum anak yang dilahirkan melalui bayi
tabung dengan cara sewa rahim (surrogate mother).

D. Manfaat Penelitian
Manfaat penelitian ini adalah:
1. Manfaat Teoritis
Secara teoretis, hasil penulisan ini diharapkan dapat dijadikan masukan dalam
rangka pengembangan ilmu pengetahuan dan diharapkan dapat menjadi salah
satu acuan bagi kalangan akademis untuk pengembangan hukum perdata di
bidang perjanjian sewa menyewa terkhusus perjanjian sewa rahim (surrogate
mother) dan anak hasil bayi tabung dengan cara perjanjian sewa rahim.
4

2. Manfaat Praktis
Secara praktis, hasil penulisan ini dapat dijadikan sebagai bahan untuk
mewujudkan kesadaran masyarakat yang berdasarkan hukum, sehingga di
dalam perjanjian sewa rahim, hak-hak wanita (ibu pengganti) dapat
diperhatikan dan akibat-akibat yang timbul dari perjanjian sewa rahim.
3. Manfaat Bagi Penulis
Hasil penelitian ini dapat digunakan sebagai penambah wawasan baru
mengenai Kedudukan Hukum Terhadap Anak Hasil Bayi Tabung Dengan
Cara Perjanjian Sewa Rahim Dalam Aspek Hukum Perdata.
5

Daftar Pustaka

Buku:
Malik, Rusdi, Memahami Undang-Undang Perkawinan, Jakarta: Penerbit
Universitas Trisakti, 2009, hlm. 2.

Triwibowo, Cecep, Etika dan hukum Kesehatan, Yogyakarta: Nuha Medika, 2014,
hlm. 89.

Artikel Jurnal:
Khairatunnisa, “Keberadaan Sewa Rahim Dalam Perspektif Hukum Perdata”, Lex
Privatum, Vol. III No. 1 Januari-Maret 2015,
https://ejournal.unsrat.ac.id/index.php/lexprivatum/article/view/7042/6554.

Lahia, David, “Aspek Hukum Terhadap Bayi Tabung dan Sewa Rahim dari
Perspektif Hukum Perdata”, Lex Privatum, Vol. V No. 4 Juni 2017,
https://ejournal.unsrat.ac.id/index.php/lexprivatum/article/view/16106/1561
2.

Setiawan, Fajar Bayu, “Kedudukan Kontrak Sewa Rahim Dalam Hukum Positif
Indonesia”, Private Law, Edisi 01 Maret-Juni 2013,
https://media.neliti.com/media/publications/26528-ID-kedudukan-kontrak-
sewa-rahim-dalam-hukum-positif-indonesia.pdf.

Anda mungkin juga menyukai