Anda di halaman 1dari 10

TUGAS PRAKTIKUM (DEBAT) ETIKA DAN HUKUM KESEHATAN

“KONTRA TERHADAP SEWA RAHIM”

Disusun oleh :

Kelompok 4
Amelia Inayati Hassaro P3.73.24.2.21.046
Dhea Azizah Rusaliananda P3.73.24.2.21.054
Ghea Adhistira P3.73.24.2.21.057
Nur Yulia Oktaviani P3.73.24.2.21.069
Shafira Risma Azzahra P3.73.24.2.21.079
Syafa Athahira Solehah P3.73.24.2.21.083
Syafina Adira Surrahman P3.73.24.2.21.084

Dosen pengampu :
Erika Yulita, SST, M.Kes

POLTEKKES KEMENKES JAKARTA III JURUSAN KEBIDANAN


PRODI DIII KEBIDANAN TAHUN AJARAN 2022/2023
KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT. Karena atas rahmat, karunia,
serta kasih sayang-Nya yang berlimpah kami dapat menyelesaikan penyusunan
makalah yang berjudul “Argumentasi Kontra Mengenai Sewa Rahim”. Sholawat serta
salam semoga tetap tercurahkan kepada Nabi Muhammad SAW. Tidak lupa kami
mengucapkan terimakasih atas bantuan dari teman-teman kelompok 4 yang telah
membantu menyelesaikan makalah ini.

Dalam penulisan makalah ini, kami menyadari masih banyak terdapat


kesalahan, kekeliruan, dan kekurangan, baik yang berkenan dengan pembahasan
maupun dengan teknik pengetikan. Walaupun demikian, inilah usaha maksimal kami
sebagai penulis makalah.Semoga makalah ini dapat menambah pengetahuan dan
pengalaman bagi pembaca. Diharapkan kritik serta saran yang membangun dari para
pembaca guna memperbaiki kesalahan sebagaimana mestinya.

24 Oktober 2022

Penyusun
KATA PENGANTAR

BAB 1 ..................................................................................................................................................... 4

PENDAHULUAN .................................................................................................................................. 4

A. Latar Belakang ............................................................................................................................. 4

B. Rumusan masalah ........................................................................................................................ 5

C. Tujuan ........................................................................................................................................... 5

BAB 2 ..................................................................................................................................................... 6

PEMBAHASAN ..................................................................................................................................... 6

A. Definisi Sewa Rahim .................................................................................................................... 6

B. Silang pendapat mengenai sewa rahim ...................................................................................... 7

C. Hukum Mengenai Sewa Rahim .................................................................................................. 8

D. Status Hukum Anak Yang Di Lahirkan Proses Sewa Rahim .................................................. 8

BAB 3 ..................................................................................................................................................... 9

PENUTUP .............................................................................................................................................. 9

A. Kesimpulan ................................................................................................................................ 9

DAFTAR PUSTAKA ........................................................................................................................... 10


BAB 1

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Memiliki keturunan merupakan salah satu hal yang menunjukkan eksistensi manusia
sebagai makhluk hidup. Perkembangan sains dan teknologi berpengaruh juga pada cara
manusia mengembangkan keturunannya, sehingga bila kita perhatikan sekarang, ada
dua cara manusia melangsungkan dan memperoleh keturunannya. Pertama, dilakukan
melalui hubungan langsung antara lawan jenis, Kedua, dapat dilakukan dengan cara
memanfaatkan teknologi. Berkaitan dengan cara memperoleh keturunan menggunakan
bantuan teknologi, saat ini kita mengenal 2 (dua) macam cara untuk melakukannya
yaitu dengan cara bayi tabung maupun dengan cara sewa rahim.

Dalam praktek kedokteran di Indonesia maupun kejelasan pengaturannya, hanya


praktek bayi tabung saja yang telah diakui dan disahkan keberadaannya, serta telah
dilakukan prakteknya secara terbuka. Sedangkan mengenai sewa rahim sampai saat ini
belum terdapat pengaturan yang jelas mengenai keabsahan pelaksanaan sewa rahim
melalaui suatu kontrak tersebut. Kontrak sewa rahim sendiri adalah perjanjian antara
seorang wanita yang mengaitkan dirinya dengan pihak lain (suami isteri) untuk menjadi
hamil dan setelah melahirkan menyerahkan anak atau bayi tersebut (Salim. 2006 : 12).
Tidak seperti di Indonesia di Eropa dan Amerika menyewa rahim sudah dilakukan sejak
lama. Kadar permintaan ibu pengganti dilakukan atas permintaan pasangan yang
kurang upaya mendapatkan anak dimana dalam sewa rahim atau menyewakan rahim
dilakukan dengan menanam ovum seorang wanita yang subur bersamaan dengan
sperma suaminya didalam rahim wanita lain dengan balasan sejumlah uang atau tanpa
balasan karena berbagai sebab.

Seperti diuraikan sebelumnya bahwa di Indo nesia sendiri belum terdapat pengaturan
yang pasti mengenai keberadaan kontrak sewa rahim ini, padahal sewa rahim ini adalah
suatu fenomena yang mungkin terjadi di Indonesia, hanya saja karena keberadaannya
yang belum mempunyai paying hukum sehingga memnimbulkan kekhawatiran bagi
para pihak yang menjalaninya bahwa perbuatan tersebut adalah perbuatan illegal, maka
tidak banyak kasus kontrak sewa rahim yang kita dengar di Indonesia. Oleh karena itu
dalam penulisan ini penulis ingin menguraikan mengenai konsep dari sewa rahim itu
sendiri, beserta beberapa ketentuan dalam hukum positif Indonesia yang sekiranya
mempunyai keterkaitan dengan pelaksanaan kontrak sewa rahim.

B. Rumusan masalah
1. Apa itu sewa rahim ?
2. Bagaimana tanggapan pemerintah mengenai sewa rahim ?
3. Kebijakan apa saja yang melarang program sewa rahim?
4. Bagaimana hak asuh anak dari sewa rahim tersebut?

C. Tujuan
1. Mengetahui apa itu sewa rahim
2. Mengetahui bagaimana tanggapan pemerintah mengenai sewa rahim
3. Mengetahui kebijakan apa saja yang melarang program sewa rahim
4. Mengetahui bagaimana hak asuh anak dari sewa rahim tersebut
BAB 2

PEMBAHASAN

A. Definisi Sewa Rahim

Perkembangan ilmu kedokteran banyak menyisakan pertanyaan besar. Soal sewa rahim,
misalnya, bolehkah dilakukan untuk mendapatkan keturunan bagi para pasangan yang telah
dinyatakan mandul sama sekali atau sulit memiliki anak? Seiring dengan penemuan cara fertilasi di
luar rahim (in-vitro fertilization), praktik surrogate mother, demikian sering disebut, marak
ditemukan di berbagai negara.

Menurut ilmu kedokteran sendiri, yang disebut dengan sewa rahim ialah perempuan yang
menampung pembuahan suami-istri dan diharapkan melahirkan anak hasil pembuahan. Apalagi,
dengan ditemukannya metode pengawetan sperma, frekuensi penggunaannya kian
meningkat.praktik sewa rahim ramai berlaku di sejumlah negara, antara lain, australia, inggris,
kanada, prancis, dan singapura. Bahkan, di india data statistik menyebut tak kurang dari 150 bayi
lahir melalui rahim sewaan per tahunnya. Kehadirannya memang dianggap solusi alternatif bagi
pasangan yang hendak memiliki keturunan. Namun di sisi lain, praktik ini dinilai rapuh dari segi
hukum dan etika.

Pelaksanaannya pun menuai pro dan kontra. Prof hindun al-khuli menjelaskan problematika ini
dalam bukunya berjudul ta'jir al-arham fi fiqh al-islami. Ia memaparkan beberapa bentuk kasus
sewa rahim berikut hukum penggunaannya dalam perspektif hukum islam. Perbedaan pandangan
muncul lantaran praktik modern di bidang kedokteran ini belum pernah mengemuka pada era awal
islam.Ia mengatakan, para ulama sepakat, tiga bentuk praktik 'ibu pengganti' berikut ini
diharamkan. Pertama, fertilisasi tersebut menggunakan sel telur dan sperma orang asing (bukan
suami istri). Sel telur dan sperma tersebut diperoleh dari pendonor tersebut dengan kompensasi
materi tertentu. Hasilnya, kemudian diletakkan di rahim perempuan yang telah ditunjukkan untuk
kepentingan orang ketiga.

Contoh kasus kedua yang diharamkan ialah sperma diambil dari suami dari pasangan yang sah,
sedangkan sel telur dan rahim adalah milik perempuan yang bukan istrinya. Bayi yang lahir dari
rahim yang bersangkutan, akan diserahkan kepada pasangan suami istri yang sah tersebut.

Sedangkan, praktik sewa rahim ketiga yang tidak diperbolehkan dalam agama ialah bila sel
telur berasal dari istri yang sah, tetapi sperma yang digunakan untuk pembuahan bukan kepunyaan
suaminya, melainkan hasil donor dari laki-laki lain. Rahim yang digunakan pun bukan rahim sang
istri, melainkan perempuan lain. Setelah lahir, bayi lalu diserahkan kepada pemilik sel telur, dalam
hal ini ialah sang istri dan suaminya, yang mandul.

B. Silang pendapat mengenai sewa rahim

Prof hindun memaparkan, ada dua bentuk praktik yang hukumnya tidak disepakati oleh para
ulama masa kini. Kasus yang pertama, yaitu, baik sel telur maupun sperma diambil dari pasangan
suami istri yang sah. Setelah proses fertilasi di luar, hasil pembuahan tersebut dimasukkan ke rahim
perempuan lain yang tidak memiliki hubungan apa pun.

Kasus yang kedua, yaitu sel telur dan sperma diambil dari pasangan suami istri yang sah, lalu
diletakkan ke dalam rahim istri keduanya, misalnya, atau istri sahnya yang lain. Kedua bentuk
persewaan rahim ini diperdebatkan oleh para ulama.

Kubu yang pertama berpendapat, kedua praktik ini haram ditempuh. Opsi ini merupakan
keputusan komite fikih organisasi kerja sama islam (oki), baik yang digelar di makkah pada 1985
maupun di amman pada 1986, dewan kajian islam kairo pada 2001.Pendapat ini juga diamini oleh
mayoritas ahli fikih. Sebut saja, prof jadul haq ali jadul haq mantan mufti dan syekh al-azhar, mufti
mesir syekh ali jumah, mantan syekh al-azhar syekh thanthawi, syekh musthafa az-zurqa, dan ketua
asosiasi ulama muslim se-dunia syekh yusuf al-qaradhawi.

Kelompok yang kedua berpandangan, kedua praktek sewa rahim yang diperdebatkan itu boleh
dilakukan dengan sejumlah syarat ketat. Pendapat ini disampaikan oleh prof abdul mu'thi al-
bayyumi.

Menurut anggota dewan kajian islam al-azhar dan mantan dekan fakultas ushuluddin di
universitas islam tertua di dunia tersebut, syarat-syarat yang dimaksud, yaitu rekomendasi yang
kuat dari dokter dan pemeriksaan serta perawatan berkala yang ketat, usia 'ibu sewaan' harus cukup
dan laik untuk hamil, dan perlunya kestabilan emosi pemilik rahim sewaan. Selain itu, pernyataan
dari 'ibu sewaan' bahwa anak yang kelak ia dilahirkan adalah milik si a dan si b selaku penyewa
rahim.

Pendapat ini lalu diadopsi oleh sejumlah ulama syiah dan beberapa dokter muslim di
mancanegara. Misalnya, dr ismail baradah, spesialis dokter perempuan di universitas texas amerika,
dan dr usamah izzat, guru besar kesehatan kelahiran di pusat kajian nasional kairo.
C. Hukum Mengenai Sewa Rahim

Larangan sewa rahim di indonesia termuat dalam uu no 23 tahun 1992 dan peraturan menteri
kesehatan no 73 tahun 1992 tentang penyelenggaraan teknologi reproduksi buatan. Majelis ulama
indonesia juga hanya mengeluarkan pendapat bahwa hanya tentang bayi tabung yang boleh
dilakukan tapi tidak dengan sewa rahim.

Mengenai hal lain yang bertentangan terhadap undang undang, di maksud memberi batasan
pada setiap perbuatan hukum yang implicit dilarang. Sebenarnya Surrogate Mother atau rahim
sewaan secara tegas dilarang dalam undang undang nomor 36 tahun 2009 tentang kesehatan pada
pasal 127. Jika di ilhami pasal tersebut berupa penjelasan bahwa rahim sewaan bertentangan dengan
moral dan kesusilaan.

D. Status Hukum Anak Yang Di Lahirkan Proses Sewa Rahim

Dalam pasal 250 KUHP di atur tentang pengertian anak sah bahwa anak sah adalah tiap tiap
anak yang di lahirkan atau di tumbuhkan sepanjang perkawinan, memperoleh si suami sebagai
bapaknya . Selanjutnya dalam pasal 42 nomor 1 tahun 1974 di sebutkan bahwa “anak sah adalah
anak yang di lahirkan dalam atau sebagai akibat dari perkawinan yang sah”

Merujuk pada pasal 250 KUHP dan pasal 142 uu no 1 tahun 1974 guna menentukan status hukum
anak yang di lahirkan melalui proses bayi tabung, maka jelaslah bahwa anak itu di katakan sebagai
anak sah, karena di lahirkan dalam perkawinan yang sah. Sedangkan rasio hakiki dari pengertian
anak sah adalah bahwa

1. Sperma dan ovum berasal dari pasangan suami-istri

2. Anak itu di lahirkan oleh istri

Orang tua anak itu terikat perkawinan yang sah


BAB 3

PENUTUP

A. Kesimpulan

Kententuan hukum yang mengatur mengenai kontrak sewa rahim di Indonesia,


memang belum. ada secara jelas, akan tetapi apabila dilihat dari beberapa aturan hukum positif
di Indonesia yang memiliki keterkaitan dengan kontrak sewa rahim tersebut, diantaranya adalah
ketentuan dalam KUHPerdata, Undang-Undang No. 36 Tentang Kesehatan dan ketentuan
dalam Hukum Islam maka dapat disimpulkan bahwa adanya praktek kontrak sewa rahim
tersebut dilarang keberadaannya di Indonesia.

Dari ketiga ketentuan seperti tersebut diatas, hanya memperbolehkan adanya bayi
tabung sebagai cara alternative memperoleh anak, dimana anak tersebut merupakan hasil dari
sperma dan ovum pasangan suami istri yang sah yang pembuahannya dilakukan diluar rahim
isteri akan tetapi setelah pembuahan terjadi janin tersebut ditanamkan lagi ke dalam rahim
isteri, hal ini berbeda dengan tata cara dilakukannya sewa rahim yang mana sperma dan ovum
milik pasangan suami isteri ditanamkan kedalam rahim wanita lain, oleh sebab itu kontrak sewa
rahim ini dilarang prakteknya di Indonesia.
DAFTAR PUSTAKA

Khairatunnisa_Jurnal Keberadaan Sewa Rahim dalam Perspektif Hukum Perdata_Manado_2015

Anda mungkin juga menyukai