Anda di halaman 1dari 27

1

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Tinjauan Teoritis

1. Breasfeeding Self-Efficacy

a. Konsep Breasfeeding Self-Efficacy

Konsep self-efficacy sebenarnya adalah inti dari teori social

cognitive yang dikembangkan oleh Albert Bandura Guru besar psikologi

di Stanford University dan bersumber dari social learning theory. Teori

ini menekankan peran belajar observasional, pengalaman social dan

determinisme timbal balik dalam pengembangan kepribadian. Menurut

Bandura self-efficacy merupakan tingkat keyakinan seseorang terhadap

dirinya sendiri dalam kemampuannya menyelesaikan tugas untuk

mencapai hasil yang diinginkan. Self-efficacy merupakan satu keyakinan

yang mendorong individu untuk melakukan dan mencapai sesuatu. Self-

efficacy merupakan hanya bagian kecil dari seluruh gambaran kompleks

tentang kehidupan manusia, tetapi dapat memberikan pemahaman yang

lebih baik tentang kehidupan itu dari segi kemampuan manusia.

Pada dasarnya self- efficacy tidak spesifik bagi individu-individu

tertentu karena ini merupakan satu konsep umum. Bandura (1997)

berpendapat bahwa self-efficacy adalah kemampuan umum yang terdiri

atas aspek-aspek kognitif, sosial, emosional dan perilaku. Individu harus

mampu mengolah aspek-aspek itu untuk mencapai tujuan tertentu.


2

Bandura (1997) mengingatkan bahwa self-efficacy adalah sebuah

instrumen multi guna karena konsep ini tidak hanya berkaitan dengan

kemampuan, namun juga mampu menumbuhkan keyakinan bahwa

individu dapat melakukan berbagai hal dalam berbagai kondisi. Oleh

karena itu self-efficacy dapat mendorong seseorang untuk menunjukkan

pandangan yang kuat dalam berbagai hal dalam berbagai kondisi.

Self-efficacy diadaptasi oleh Cindy Lee Dennis (1999) menjadi

teori Breasfeeding Self Efficacy (BSE). BSE adalah keyakinan seorang

ibu ada kemampuannya untuk menyusui atau memberikan ASI pada

bayinya ( Dennis and Faux, 1999). BSE merupakan variabel yang

penting dalam durasi menyusui, karena memprediksi apakah ibu

menyusui atau tidak, berapa banyak usaha yang dilakukan ibu untuk

menyusui bayinya, bagaimana pola pikir ibu untuk menyusui bayinya,

meningkat atau menyerah dan bagaimana ibu menanggapi secara

emosional kesulitan untuk menyusui bayinya (Dennis, 2003).

b. Sumber Informasi Breasfeeding Self-Efficacy

Berdasarkan telaah Entwistle, Kendall & Mead (2010) terhadap

beberapa hasil penelitian bahwa “informasi kemampuan tentang diri

individu diperoleh melalui empat sumber yakni, enactive attainment

(hasil yang dicapai secara nyata), vicarious experiences (pengalaman

orang lain), verbal persuasion (persuasi verbal), dan physiological dan

emotional arousal (kondisi dalam diri seseorang baik fisik maupun

emosional)”. Empat sumber tersebut mempunyai pengaruh terhadap


3

informasi tentang kemampuan diri. Apabila informasi yang didapat

bahwa seseorang mempunyai kemampuan tinggi, dapat menambah

keyakinan diri seseorang. Namun apabila informasi kemampuannya

rendah maka akan menurunkan self-efficacy. Sumber-sumber tersebut

akan mempengaruhi persepsi seseorang serta tingkat self-efficacy

seseorang, begitu pula pada ibu menyusui (Bandura, 1986).

Breasfeeding self-efficacy dapat dipengaruhi oleh 4 sumber atau

faktor sesuai dengan yang diadaptasi dari Bandura (Dennis, 2003)

sebagai berikut :

1) Hasil yang dicapai secara nyata (enactive attainment)

Pengalamam menyusui merupakan self-efficacy yang paling

kuat pengaruhnya untuk mengubah perilaku. Pengalaman menyusui

akan memberikan dampak kepercayaan diri yang berbeda-beda.

Keberhasilan menyusui yang dicapai pada saat menyusui anak

pertama dapat meningkatkan keyakinan/kepercayaan diri ibu

sehingga menimbulkan keinginan yang kuat untuk menyusui bayi

selanjutnya. Kepercayaan diri tidak hanya didapat dari hasil kinerja

tetapi juga faktor-faktor kondisional seperti kerumitan tugas, usaha

yang dikeluarkan, bantuan yang dibutuhkan atau diterima, dan

berbagai keadaan yang dapat memfasilitasi atau mengganggu kinerja

tertentu.

Pada seorang ibu yang dibagi tugas sederhana seperti

bayinya ketika menyusui, mungkin tidak berdampak banyak pada


4

kepercayaan dirinya, sementara kegagalan dalam menjalankan tugas

ini mungkin akan menurunkan kepercayaan atas kemampuan

dirinya. Pengaruh pengalamam yang aktual dipengaruhi oleh

interpretasi individu terhadap pengalaman mereka dan hasil yang

diinginkan. Keberhasilan dan prestasi yang pernah dicapai pada

masa lalu dapat meningkatkan kepercayaan diri seseorang,

sebaliknya kegagalan menghadapi sesuatu mengakibatkan penurunan

kepercayaan diri ibu.

2) Pengalaman Orang Lain (Vicarious Experiences)

Pengalaman orang lain baik pengalaman langsung ataupun

tidak langsung akan memberikan sumber informasi mengenai

keterampilan dan kemampuan. Melalui pengamatan ini dapat

memberikan dampak yang kuat tehadap kepercayaan diri, terutama

ketika ibu tidak mempunyai pengalaman pribadi secara langsung.

Ibu yang mempunyai teman atau keluarga yang sukses menyusui

akan lebih berusaha agar berhasil menyusui, sedangkan ibu yang

tidak pernah melihat proses menyusui akan merasa malu dan

canggung. Dampak pengamatan ini sendiri bergantung pada role

model, serta cara demonstrasi dilakukan.

Role model yang paling efektif yaitu memiliki kesamaan

secara demografi dan psikososial dengan target, serta memiliki

perilaku yang lebih kompeten. Memiliki konselor yang mempunyai

pengalaman keberhasilan dalam menyusui akan menjadi role model


5

yang positif untuk meningkatkan keinginan ibu baru dalam

menyusui. BSE dapat terbentuk melalui pengamatan individu

terhadap kesuksesan yang dialami orang lain dalam menyusui

bayinya.

3) Persuasi Verbal (Verbal Persuasion)

Seseorang individu sering menerima penilaian dari orang lain

sebagai penilaian yang valid atas kemampuan mereka sendiri. Hal ini

dapat mempengaruhi tingkat self-efficacy. Evaluasi oleh konselor

ASI, tenaga kesehatan, anggota keluarga atau teman dekat sangat

bermanfaat bagi ibu. Dukungan dari orang-orang terdekat yang ada

disekitarnya akan lebih mudah membuat individu yakin dengan

kemampuan yang dimiliki termasuk dalam kemampuan menyusui,

ajakan atau saran dari orang lain yang berpengaruh untuk menyusui

dapat meningkatkan kepercayaan dan keyakinan ibu untuk menyusui

bayinya.

4) Kondisi Fisik Maupun Emosional (Physiological dan Emotional


Arousal)

Individu menilai kemampuan mereka dari kondisi emosional

dan fisiologis lain yang dialami saat melakukan sesuatu. Interpretasi

positif seperti kegembiraan atau kepuasan meningkatkan self-

efficacy, sementara interpretasi yang negatif dari rasa sakit,

kelelahan, kecemasan, stres dapat menurunkan self-efficacy

seseorang.
6

Menyusui telah terbukti sangat tergantung dari kepercayaan

diri seseorang, sedangkan kegagalan menyusui dikaitkan dengan

gangguan emosional dan fisiologis yang akan mempengaruhi refleks

let down. Kecemasan, stres dan rasa sakit akan menghambat hormon

oksitosin dan menyeebabkan reflek let down yang buruk dan

sindrom susu yang tidak memadai. Keadaan emosional yang negatif

dapat merangsang krisis laktasi dimana ada penurunan tiba-tiba

dalam jumlah ASI yang diproduksi, krisis mereda ketika tekanan

emosional teratasi. Keyakinan ibu dalam menyusui anaknya turun

apabila ibu dalam kondisi lelah, kesakitan (nyeri) dan cemas. Namun

hal itu tidak menjadi penghalang bagi ibu menyusui yang memiliki

tingkat self-efficacy yang tinggi (Dennis, 1999)

c. Fungsi Breastfeeding Self-Efficacy

Breastfeeding self-efficacy (BSE) adalah keyakinan seorang ibu

pada kemampuannya untuk menyusui atau memberikan ASI. BSE

merupakan variabel yang penting dalam durasi menyusui, karena

memprediksi apakah ibu menyusui atau tidak, berapa banyak usaha yang

dilakukan ibu untuk menyusui bayinya, bagaimana pola pikir ibu untuk

menyusui bayinya, meningkat atau menyerah dan bagaimana ibu

menanggapi secara emosional kesulitan untuk menyusui bayinya

(Dennis, 2003).

Wardani (2012) menyatakan bahwa “pengalaman keberhasilan

menyusui, pengetahuan dan pemahaman mengenai teknik menyusui


7

menjadi faktor penting self-efficacy ibu untuk menyusui”. Bandura

menyatakan bahwa self-efficacy ibu menyusui harus dipertimbangkan

dari segi harapan kemampuan untuk memberikan ASI dan harapan hasil

yang akan dicapai dari memberikan ASI. Apabila seorang ibu yakin

untuk menyusui dan berhasil, maka self-efficacy ibu untuk menyusui

akan meningkat. Sebaliknya jika keyakinan ibu untuk menyusui rendah

maka keberhasilan untuk menyusui rendah.

d. Proses Breasfeeding Self-Efficacy

Menurut Dennis (2010) proses breasfeeding self-efficacy terdiri dari

hal-hal berikut:

1. Proses Kognitif

BSE mempengaruhi proses berfikir yang dapat meningkatkan atau

mengetahui performa dan bisa muncul dalam berbagai bentuk antara

lain:

a) Konstruksi kognitif adalah bagaimana seseorang menafsirkan

situasi

b) Inferential thinking adalah kemampuan memprediksi hasil dari

berbagai tindakan yang berbeda dan menciptakan kontrol

terhadap hal-hal yang mempengaruhi kehidupannya dan

keterampilan problem solving

2. Proses Motivasional

Kemampuan untuk memotivasi diri dan melakukan tindakan yang

memiliki tujuan berdasarkan pada aktivitas kognitif. Orang


8

memotivasi dirinya dan membimbing tindakannya melalui

pemikirannya. Motivasi akan membentuk keyakinan bahwa diri

mereka bisa dan mengantisipasi berbagai kemungkinan positif dan

negatif, menetapkan tujuan dan merencanakan tindakan yang dibuat

untuk merealisasikan nilai-nilai yang diraih dimasa depan serta

menolak hal-hal yang tidak diinginkan.

3. Proses Afektif

Keyakinan seseorag mengenai kemampuannya dipengaruhi seberapa

banyak tekanan yang dialami ketika menghadapi situasi-situasi yang

mengancam. Reaksi emosional tersebut dapat dipengaruhi tindakan

baik secara langsung maupun secara tidak langsung melalui

pengubahan jalan pikiran. Orang percaya bahwa dirinya dapat

mengatasi situasi yang mengancam dan menunjukkan kemampuan.

Oleh karena itu tidak merasa cemas walaupun ada ancaman-ancaman

yang dihadapinya.. Orang yang merasa dirinya tidak dapat

mengontrol situasi yang mengancam akan mengalami kecemasan

yang tinggi.

4. Proses Seleksi

Proses seleksi menyebabkan seorang ibu mempunyai kekuasaan

untuk menentukan pilihannya dalam berperilaku. Ibu akan memilih

menyusui atau tidak baik dimasa sekarang maupun dimasa yang

akan datang. Pilihan tersebut dipengaruhi oleh keyakinan

kemampuan personalnya.
9

e. Pengukuran Breasfeeding Self-Efficacy

Breastfeeding self-efficacy Scale (BSES) merupakan instrumen

yang dikembangkan oleh Dennis & Faux (1999). BSES merupakan

instrumen untuk melakukan pengkajian mengenai BSE. Instrumen ini

dirancang berdasarkan teori self-efficacy. Tiga dimensi BSES yang

berkaitan dengan menyusui yaitu dimensi teknik, dimensi pemikiran

intrapersonal, dan dimensi dukungan (Dennis, 2003). Dimensi teknik

merupakan semua yang berhubungan dengan aktifitas fisik seseorang dan

tindakan untuk mencapai keberhasilan dalam menyusui. Dimensi

keyakinan intrapersonal meliputi keyakinan, persepsi dan sikap ibu

terhadap perilaku menyusui. Selanjutnya dimensi dukungan meliputi

semua hal yang mendorong ibu untuk menyusui dengan baik yang

melibatkan emosional maupun fisik (Dennis & Faux, 1999).

Instrumen BSES ini terdiri dari 40 poin yang dikembangkan

menggunakan format skala penilaian. Bandura merekomendasikan

format skala yang digunakan untuk menilai respon ibu terhadap

menyusui. Ada 5 penilaian yang digunakan yakni nilai 1-5. Nilai 1

mempunyai arti tidak percaya diri sama sekali dan nilai 5 berarti sangat

percaya diri (Bandura, 1997 dalam Dennis & Faux, 1999)

Instrumen BSES yang lebih sederhana terdiri dari 14 poin yaitu

Breastfeeding Self -Efficacy Scale Short Form (BSES-SF). Skala yang

digunakan adalah skala likert rentang 1-5 (Dennis,2003). Skala satu

berarti tidak percaya diri sama sekali, skala lima berarti sangat percaya
10

diri. Penelitian yang telah menggunakan BSES yaitu penelitian di

Kanada pada 491 ibu menyusui. Hasil penelitian tersebut menyatakan

bahwa BSES-SF merupakan instrumen yang valid yakni 0,96 untuk

mengukur risiko penghentian pemberian ASI oleh ibu yang menyusui

(Dennis, 2003).

BSES-SF sudah divalidasi dan diterjemahkan dalam bahasa

Indonesia oleh Handayani et al (2010). Reabilitas cukup baik dengan

nilai Cronbach alfa 0.77, validitas diuji dengan korelasi Pearson (r). dari

14 item pertanyaan ada 12 item pertanyaan valid dan 2 item pertanyaan

tidak valid (no 7 dan no 10) sehingga 2 nomor tersebut tidak dipakai.

BSES-SF yang digunakan di Indonesia berisi 12 pertanyaan tentang

keyakinan diri dalam menyusui dan 5 pilihan jawaban dalam bentuk

skala likert yang memiliki rentang mulai tidak yakin sampai sangat yakin

dengan total skor terendah 12 dan total skor tertinggi 60. Hasil

pengukuran adalah berdasarkan nilai rata-rata dari total skor individu

subjek kemudian dibandingkan dengan nilai rata-rata (mean) kelompok.

Bila rata-rata BSE individu lebih besar dari mean maka BSE

dikategorikan tinggi, dan bila nilai rata-rata BSE individu kurang dari

mean kelompok maka BSE dikategorikan rendah. Semakin tinggi total

skor BSE maka semakin tinggi pula tingkatan BSE.


11

2. Konseling Laktasi

a. Pengertian Laktasi

Konseling laktasi adalah keseluruhan proses menyusui mulai dari

ASI diproduksi sampai proses bayi menghisap dan menelan ASI. Laktasi

merupakan proses yang kompleks, yang tepat untuk ibu dan anak serta

termasuk banyak variabel mulai dari aspek psikologis untuk fungsi

sekresi dari sel-sel epitel susu, semua berkontribusi pada keberhasilan

menyusui. Laktasi adalah penyelesaian fisiologis siklus reproduksi, peran

pemberian nutrisi pada bayi sepenuhnya saat plasenta dikeluarkan (IDAI,

2008; Lawrence, et al,. 2011; Truchet, et al., 2017).

b. Proses Laktasi

Proses produksi, sekresi dan pengeluaran ASI dinamakan laktasi.

Hormon oksitosin yang dikeluarkan ketika bayi menghisap payudara

membuat ASI mengalir dari dalam aveoli melalui saluran susu (ducts

milk) menuju reservoir susu yang berlokasi di belakang areola, lalu ke

dalam mulut bayi. Pengaruh hormon bekerja mulai dari bulan ketiga 13

kehamilan, dimana tubuh wanita memproduksi hormon yang

menstimulasi munculnya ASI dalam sistem payudara (Lawrence, et al,.

2011; Truchet, et al., 2017).

Refleks yang terjadi oleh ibu pada masa laktasi terdiri dari refleks

prolaktin dan oksitosin (let down reflex). Tiga refleks yang terjadi pada

bayi yaitu refleks mencari puting (rooting reflex), refleks menghisap


12

(sucking reflex) dan refleks menelan (swallowing reflex) yaitu sebagai

berikut :

1) Refleks Prolaktin (Pembentukan ASI)

Isapan bayi merangsang isapan saraf yang akan memacu

kelenjar hipofisis bagian depan (anterior) untuk mengeluarkan hormon

prolaktin ke dalam aliran darah. Hormon prolaktin akan memacu sel

kelenjar untuk memproduksi ASI. Prolaktin akan banyak dilepas oleh

kelenjar hipofisis seiring dengan semakin seringnya bayi menghisap,

sehingga semakin banyak produksi ASI yang dihasilkan. Kurangnya

isapan bayi akan menyebabkan produksi ASI berkurang. Mekanisme

ini dinamakan supply and demand. Hormon prolaktin dapat

memperlambat kembalinya fungsi kesuburan dan haid. Hal tersebut

disebabkan oleh fungsi hormon prolaktin yang menekan fungsi indung

telur (ovarium) memberikan ASI Eksklusif dalam menjarangkan

kehamilan.

2) Refleks Oksitosin (Pengaliran ASI)

Hormon oksitosin diproduksi oleh kelenjar hipofisis bagian

belakang (hipofise posterior) disebabkan adanya ransangan isapan

bayi melalui serabut saraf. Menyusui sangat penting dilakukan untuk

pengosongan payudara agar tidak terjadi engorgement (payudara

bengkak), tetapi dapat memperlancar pengaliran ASI oksitosin dapat

memacu kontraksi otot rahim sehingga mempercepat keluarnya

plasenta dan mengurangi perdarahan setelah persalinan. Let down


13

reflex dipengaruhi oleh sensi ibu, rasa khawatir ibu, rasa sakit, dan

kurang percaya diri.

3) Refleks mencari puting payudara (Rooting Reflex)

Payudara ibu yang menempel pada pipi atau daerah sekeliling

mulut bayi merupakan ransangan yang menimbulkan reflex mencari

pada bayi. Bayi akan berusaha mencari puting payudara yang

menempel kemudian diikuti dengan membuka mulut dan puting

payudara ditarik sehigga masuk ke dalam mulut bayi.

4) Refleks menghisap (sucking reflex)

Menyusui yang baik yaitu ketika semua bagian areola sedapat

mungkin semuanya masuk ke dalam mulut bayi, tetapi untuk ibu yang

mempunyai areola besar makan sudah cukup apabila sudah dapat

menekan sinus laktiferus yang terletak dibelakang puting payudara.

Gerakan peristaltik akan dihasilkan dari hisapan bayi dan akan

mengalirkan ASI keluar ke mulut bayi.

5) Refleks menelan (swallowing reflex)

ASI akan keluar dari puting, dan disusul dengan gerakan

menghisap yang ditimbulkan oleh otot-otot pipi, sehingga pengeluaran

air susu akan bertambah kemudian diteruskan dengan mekanisme

menelan (Depkes RI, 2005; Lawrence, et al., 2011; Truchet, et al.,

2017; Preston, 2016)


14

c. Pengertian Konseling Laktasi

Konseling bermakna lebih dari sekedar memberi nasehat, berbicara

mengenai konseling tidak terlepas dari bimbingan karena kedua kata ini

selalu dikaitkan dan tidak dipisahkan meskipun ada yang berpendapat

bahwa bimbingan dan konseling merupakan kata yang berbeda. Istilah

bimbingan selalu dikaitkan dengan konseling karena bimbingan dan

konseling merupakan suatu kegiatan yang integral. Konseling merupakan

salah satu tehnik dalam pelayanan bimbingan diantara beberapa tehnik

yang lainnya (Ridwan, 2008).

Konseling adalah upaya membantu orang lain untuk dapat

mengenali dirinya, memahami masalahnya, menetapkan alternatif

pemecahan masalahnya dan mengambil keputusan untuk mengatasi

masalahnya sesuai dengan keadaan dan kebutuhan dirinya yang disadari

dan bukan karena terpaksa atau terbujuk (Depkes, 2007). Pernyataan

yang sama juga dikemukakan oleh Wulandari (2009) konseling adalah

proses pemberian informasi objektif dan lengkap, dilakukan secara

sistematik dengan paduan keterampilan komunikasi interpersonal, teknik

bimbingan dan penguasaan pengetahuan klinik, bertujuan untuk

membantu seseorang mengenali kondisinya saat ini, masalah yang

sedang dihadapi dan menentukan jalan keluar atau upaya untuk

mengatasi masalah tersebut.

Konseling adalah proses pertukaran informasi dan interaksi positif

antara konselor dan klien untuk membantu klien mengenali


15

kebutuhannya, memilih solusi terbaik dan membuat keputusan yang

paling sesuai dengan kondisi yang sedang dihadapi (Kemenkes, 2012).

Pernyataan ini sejalan dengan yang dikemukan oleh BKKBN (2013)

yang menyatakan bahwa konseling adalah proses pemberian informasi

objektif dan lengkap, dilakukan secara sistematik dengan panduan

keterampilan komunikasi interpersonal, teknik bimbingan dan

penguasaan pengetahuan tentang masalah yang dihadapi klien dengan/

tujuan untuk membantu seseorang mengenali kondisinya saat ini,

masalah yang sedang dihadapi dan menentukan jalan keluar/upaya untuk

mengatasi masalah tersebut.

Berbagai rumusan tentang konseling yang berbeda-beda, akan

tetapi pada intinya sama dan saling melengkapi. Konseling adalah

bantuan yang diberikan oleh seorang konselor kepada klien melalui

interaksi yang mendalam dalam bentuk kesiapan konselor untuk

menampung ungkapan perasaan dan masalah kliennya dan kemudian

konselor berusaha keras untuk memberikan alternatif pemecahan masalah

untuk menunjang kestabilan emosi dan motivasi klien (Walgito, 2010).

Pada dasarnya konseling adalah kegiatan percakapan tatap muka dua arah

antara klien dengan petugas yang bertujuan memberikan bantuan

mengenai berbagai hal yang ada kaitannya dengan masalah yang

dihadapi oleh klien dan pada akhirnya klien mampu mengambil

keputusan sendiri mengenai pemecahan masalah yang dihadapi sesuai

dengan situasi dan kondisi klien tersebut.


16

Konseling laktasi adalah salah satu upaya yang dilakukan oleh

petugas/konselor untuk membantu ibu menyusui mengenali kondisinya

saat ini, masalah yang sedang dihadapi dan bersama-sama memilih

alternatif pemecahan masalah yang sesuai dengan kondisinya saat ini

tanpa adanya unsur paksaan. Menurut Depkes (2007) konseling

menyusui adalah segala daya upaya yang dilakukan oleh tenaga

kesehatan (konselor) untuk membantu ibu mencapai keberhasilan dalam

menyusui bayinya.

d. Pengertian Konselor menyusui

Konseling adalah suatu proses komunikasi dua arah antara konselor

dan klien yang bertujuan membantu klien untuk memutuskan apa yang

akan dilakukan dalam mengatasi masalah yang dialami oleh klien. Dalam

komunikasi tersebut konselor bukan memberi nasihat tetapi memberikan

informasi dan alternatif pemecahan masalah, selanjutnya klien memilih

dan memutuskan sendiri alternatif yang terbaik untuk dirinya. Konselor

adalah orang yang memberikan konseling. Konselor menyusui adalah

orang yang telah mengikuti pelatihan konseling menyusui dengan modul

pelatihan standar WHO/UNICEF 40 jam (Depkes, 2007).

e. Tatalaksana Konseling

Konseling dilakukan melalui tatap muka antara ibu dan Konselor

menyusui dalam hal ini dapat dilakukan dengan cara sebagai berikut:
17

1) Kegiatan yang dilakukan satu lawan satu atau one on one, artinya

seorang Konselor menyusui melakukan satu kesempatan konseling

dengan hanya satu ibu. Kegiatan konseling tidak dapat dilakukan

secara berkelompok, bahkan dalam suatu kelas ibu hamil sekalipun,

karena hal tersebut akan mengarah pada kegiatan penyuluhan dan

pengajaran;

2) Dalam proses konseling selalu ada komunikasi dua arah, dengan

porsi berbicara yang lebih banyak pada si ibu menyusui sedangkan

konselor menyusui tidak mendikte, memerintah, menyuluh,

mengajar atau menasihati

3) Konselor menyusui mempraktekkan semua ketrampilan dan

kompetensi yang seharusnya dimiliki olehnya, terutama

keterampilan berkomunikasi sebagaimana yang telah diuraikan

diatas

4) Konselor menyusui dan ibu menyusui bersama-sama berdiskusi dan

memutuskan hal terbaik yang akan dilakukan oleh si ibu sesuai

dengan Informasi relevan serta saran-saran yang telah diberikan oleh

konselor menyusui terkait dengan kondisi menyusui ibu tersebut

(WHO/UNICEF 40 jam (Depkes, 2007).

f. Prosedur Konseling

Pelaksanaan konseling dilaksanakan sebanyak 2 kali yaitu pada

saat bayi lahir umur 6 jam-3 hari dan hari ketujuh post partum sesuai
18

dengan jadwal kunjumgan neonatus. Proses konseling dapat ditempuh

dengan beberapa langkah yaitu:

1) Menentukan masalah

Proses identifikasi masalah atau menentukan masalah dalam

konseling dapat dilakukan dengan terlebih dahulu melakukan

identifikasi masalah (identifikasi kasus-kasus) yang dialami oleh

klien. Setelah semua masalah teridentifikasi untuk menentukan

masalah mana untuk dipecahkan harus menggunakan prinsip skala

prioritas. Penetapan skala prioritas ditentukan oleh dasar akibat atau

dampak yang lebih besar terjadi apabila masalah tersebut tidak

dipecahkan. Pada tahap ini konselor diharapkan aktif dalam

mencegah permasalahan klien. Konselor perlu lebih banyak

memberikan pertanyaan terbuka dan mendengar aktif (active

listening) terhadap apa yang dikemukakan oleh klien. Mendengar

aktif adalah suatu keterampilan menahan diri untuk tidak berbicara,

tidak mendengarkan secara seksama, mengingat-ingat dan

memahami perkataan klien, dan menganalisis secara seksama

terhadap penjelasan klien yang relevan dan yang tidak relevan. Ety

Nurhayati dalam bukunya Bimbingan Konseling, dan Psikoterapi

Inovatif (2011: 196) bukan pekerjaan yang sederhana mengikuti alur

berbicara seseorang sambil menahan diri tidak memotong,

mengomentari, dan mendominasi pembicaraan. Mengembangkan

keterampilan mendengarkan aktif akan sangat membantu


19

menciptakan rasa aman klien. Selain itu metode klarifikasi dan

refleksi perlu digunakan untuk memperoleh kejelasan duduk

persoalan klien. Tujuan tahap ini menggali permasalah yang dialami

klien, sehingga klien dapat menguraikan dan mendudukkan masalah

secara tepat dan jelas.

2) Pengumpulan data

Setelah ditetapkan masalah yang akan dibicarakan dalam konseling,

selanjutnya adalah mengumpulkan data klien yang bersangkutan.

Data yang dikumpulkan harus secara komprehensif (menyeluruh)

meliputi: data diri, data pendidikan, data kesehatan dan data

lingkungan. Data diri bisa mencakup (nama lengkap, nama

panggilan, jenis kelamin, anak keberapa, umur, agama, pekerjaan.

3) Analisis data Data-data yang telah dikumpulkan selanjutnya

dianalisis. Data hasil tes bisa dianalisis secara kuantitatif dan data

hasil non tes dapat dianalisis secara kualitatif. Dari data yang

dianalisis akan diketahui siapa klien kita sesungguhnya dan apa

sesungguhnya masalah yang dihadapi klien kita.

4) Diagnosis merupakan usaha konselor menetapkan latar belakang

masalah atau faktor-faktor penyebab timbulnya masalah pada klien

Prognosis setelah diketahui faktor-faktor penyebab timbulnya

masalah pada klien selanjutnya konselor menetapkan langkah-

langkah bantuan yang diambil.


20

5) Terapi Setelah ditetapkan jenis atau langkah-langkah pemberian

bantuan selanjutnya adalah melaksanakan jenis bantuan yang telah

ditetapkan.

6) Evaluasi dan Follow Up

Sebelum mengakhiri hubungan konseling, konselor dapat

mengevaluasi berdasarkan performace klien yang terpancar dari

kata-kata, sikap, tindakan, dan bahasa tubuhnya. Jika menunjukkan

indicator keberhasilan, pengakhiran konseling dapat dibuat. Evaluasi

dilakukan untuk melihat apakah upaya bantuan yang telah diberikan

memperoleh hasil atau tidak. Apabila sudah memberikan hasil apa

langkah-langkah selanjutnya yang perlu diambil, begitu juga

sebaliknya apabila belum berhasil apa langkah-langkah yang diambil

berikutnya (Nurhayati, 2011; Lumongga, 2011; Lesmana, 2008).

g. Media yang Digunakan pada Konseling Laktasi

Penggunaan media dalam konseling laktasi dapat berpengaruh

besar dalam penyerapan informasi yang disampaikan. Berbagai macam

media yang digunakan dalam konseling seperti leaflet yang diberikan

kepada ibu, lembar balik, alat peraga laktasi, dan pemutaran film atau

video sebagai alat bantu visual. Media pendidikan kesehatan dibuat

berdasarkan prinsip bahwa pengetahuan yang ada pada setiap manusia

diterima atau ditangkap melalui panca indera, semakin banyak indera

yang digunakan untuk menerima sesuatu maka semakin banyak dan

semakin jelas pengetahuan yang didapat.


21

Media komunikasi yang digunakan konselor harus mampu

memberikan informasi yang mudah diterima dan mudah diingat oleh ibu.

Media yang digunakan pada konseling laktasi pada penelitian ini adalah

lembar balik dari Sentra Laktasi Indonesia (SELASI) yang sudah sesuai

dengan modul konseling menyusui 40 jam WHO/UNICEF tahun 2011

dan alat peraga laktasi.

h. Materi dalam Konseling Laktasi

Materi dalam penelitian ini berdasarkan materi konseling menyusui

dari SELASI yang disesuaikan dengan modul konseling menyusui 40

jam WHO. Materi dalam penelitian ini meliputi manfaat menyusui,

teknik menyusui, posisi menyusui, langkah menyusui, lama dan frekuensi

menyusui, pengeluaran ASI, penyimpanan ASI, pemberian ASI perasan,

perawatan payudara, gizi menyusui, keadaan psikologi dan masalah

dalam menyusui.

Materi ini akan diberi pada 2 (dua) kali pertemuan. Pertemuan

pertama diberi materi manfaat menyusui, teknik menyusui, posisi

menyusui, langkah menyusui, lama dan frekuensi menyusui,

pengeluaran ASI, penyimpanan ASI, pemberian ASI perasan, perawatan

payudara, gizi menyusui dan pertemuan kedua tentang keadaan psikologi

dan masalah dalam menyusui.

i. Alat dalam Konseling Laktasi

Alat yang digunakan dalam konseling laktasi yaitu lembar balik,

alat peraga menyusui yang terdiri dari payudara spons, boneka, gelas
22

tertutup, spuit dan dot. Alat konseling menyusui juga sudah disesuaikan

dengan konseling kit dari WHO/UNICEF ( Departemen Kesehatan RI,

2007)

j. Tempat

Konseling dapat dilakukan di Puskesmas, di polindes/pustu atau

dirumah responden. Ruangan atau tempat konseling harus memenuhi

syarat. Persyaratan ruang konseling menyusui antara lain: tersedianya

ruangan khusus, memiliki ventilasi yang cukup, lingkungan tenang dari

kebisingan, penerangan yang cukup. Syarat ruangan konseling diatas

dapat dipenuhi di puskesmas, polindes/pustu dan dirumah responden.

k. Waktu

Konseling laktasi pertemuan pertama diberikan pada waktu bayi lahir 1-

3 hari. Selanjutnya konseling kedua dilakukan pada waktu bayi umur 4-7

hari. Waktu konseling ini disesuaikan dengan kunjungan nifas oleh bidan

yaitu kunjungan nifas 1 dan kunjungan nifas 2.

3. Pengetahuan Manajemen Laktasi

Laktasi merupakan keseluruhan proses menyusui, mulai dari ASI

diproduksi sampai proses bayi menghisap dan menelan ASI (Prasetyono,

2009). Manajemen laktasi dimulai pada masa kehamilan, setelah

persalinan dan masa menyusui bayi. Pengetahuan manajemen laktasi adalah

hasil dari tahu setelah memperoleh informasi dari hasil penginderaan

tentang laktasi. Kurangnya pengetahuan ibu tentang ASI eksklusif dapat

menyebabkan pemberian makanan tambahan sehingga menggagalkan ASI


23

eksklusif. Hal ini dapat dicegah dengan pemberian konseling laktasi pada

ibu menyusui pasca persalinan (Bayu Kurniawan, 2013).

Menurut Maryunani (2012), pengetahuan yang baik tentang

manajemen laktasi merupakan penunjang ibu dalam memberikan ASI pada

bayinya, yang dapat dilakukan dalam berbagai upaya mulai semenjak ibu

dalam masa kehamilan hingga masa menyusui, agar proses menyusui

berjalan dengan baik dan manfaat dari ASI dapat tersalurkan sepenuhnya

pada bayi.

Pengetahuan manajemen laktasi diukur dengan menggunakan

kuesioner manajemen laktasi oleh Patriadewi (2005) dengan sedikit

penyesuaian. Pengetahuan konseling laktasi selanjutnya akan dikategorikan

menjadi 2 yaitu tinggi jika responden bisa menjawab dengan benar >70%

pertanyaan, rendah jika responden bisa menjawab dengan benar ≤70 %

pertanyaan (Arikunto, 2006)

4. Penelitian Terkait

a. Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Venny Vidayanti, Melania

Wahyuningsih (2017) tentang efektifitas konseling laktasi terhadap

efikasi diri dan kemampuan menyusui ibu pasca bedah sesar. Rerata

efikasi diri ibu menyusui pasca bedah sesar pada kelompok intervensi

sebesar 55,68 dan pada kelompok kontrol sebesar 42,09. Terdapat

perbedaan rerata skor efikasi diri ibu menyusui pasca bedah sesar

sebanyak 13,58 poin. Hasil uji bivariat menunjukkan konseling laktasi

berpengaruh terhadap efikasi diri ibu menyusui pasca bedah sesar di


24

RSUD Panembahan Senopati Bantul. Hasil penelitian ini mengatakan ada

pengaruh konseling laktasi terhadap efikasi diri didapatkan nilai p-value

0,000. Konseling laktasi efektif meningkatkan kemampuan menyusui dan

efikasi diri ibu pasca bedah sesar. Persamaan yang terdapat pada

penelitian ini yaitu sama-sama meneliti konseling laktasi dan efikasi diri.

Serta menggunakan desain penelitian quasi eksperimental. Sama-sama

menggunakan kuesioner BSES-SF untuk menilai efikasi diri. Perbedaan

yang terdapat pada penelitian ini yaitu penelitian ini juga meneliti

kemampuan menyusui ibu, sampel penelitian ini pada ibu menyusui

pasca bedah sesar. Penelitian ini hanya menggunakan posttest tanpa

pretest. Uji yang digunakan adalah chi sguare dan t-test.

b. Penelitian Eka Riyanti, Nurlaila, Diah Astutiningrum (2018) dengan

judul Pengaruh edukasi breasfeeding ibu post partum terhadap

bresfeeding self-efficacy. Penelitian ini mengatakan ada pengaruh

edukasi breastfeeding pada ibu post partum terhadap breastfeeding self

efficacy di RSUD Soedirman Kebumen dengan nilai p=0.000. Jika

seorang ibu sudah memiliki keyakinan untuk menyusui bayinya kuat

maka seorang ibu itu akan lebih mudah dalam proses menyusui dan

mengatasi masalah yang ada selama menyusui. Persamaan yang terdapat

pada penelitian ini yaitu meneliti breasfeeding self-efficacy,

menggunakan metode quasi eksperimen dengan pretest dan posttes.

Sampel menggunakan ibu posttpartum. Perbedaan yang terdapat pada


25

penelitian ini yaitu perbedaan variabel independent yaitu edukasi

breasfeeding dan variabel dependen breasfeeding self-efficacy.

c. Menurut penelitian Catur E (2016) tentang Peran Konseling Laktasi

dengan Penerapan Media terhadap Tingkat Keyakinan Diri dan

Keberhasilan Menyusui pada Ibu Post partum. Hasil dari penelitian ini

adalah tingkat keyakinan diri dan kemampuan menyusui pada kelompok

yang diberikan konseling laktasi dengan penerapan media lebih tinggi

dibanding kelompok yang diberikan konseling laktasi dengan asuhan

standar. Persamaan yang terdapat pada penelitian ini yaitu meneliti

tentang konseling laktasi dan tingkat keyakinan diri ibu menyusui

(breasfeeding self-efficacy). Kuesioner yang digunakan adalah BSES-SF.

Perbedaan yang terdapat pada penelitian ini yaitu variabel independen

konseling laktasi dengan penggunaan media sedangkan variabel

dependen adalah breasfeeding self-efficacy dan keberhasilan menyusui.

Penelitian ini menggunakan desain quasi eksperimen dengan hanya

posttest. Konseling yang diberikan pada penelitian ini 3 kali dan dimulai

dari kunjungan prenatal usia kehamilan 36 minggu.

d. Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Ria Ambarwati , Siti.

Fatimah Muis , Purwanti Susantini berjudul Pengaruh konseling laktasi

intensif terhadap pemberian air susu ibu (ASI) eksklusif sampai 3 bulan.

Hasil penelitian ini yaitu konseling laktasi yang intensif yaitu sebanyak 4

kali pada saat pranatal dan dan 5 kali sebanyak postnatal berpengaruh

terhadap peningkatan pengetahuan, peubahan sikap dan peningkatan


26

jumlah ibu yang memberikan ASI eksklusif sampai umur 3 bulan.

Persamaan yang terdapat pada penelitian ini yaitu sama-sama variabel

independen konseling laktasi. Jenis penelitian ini adalah penelitian quasi

experiment dengan non equivalent control group dan sampel anak kedua

dan seterusnya. Perbedaan yang terdapat pada penelitian ini yaitu

variabel dependennya yaitu pemberian ASI eksklusif sampai 3 bulan.

Konseling laktasi diberikan 9 kali pada saat prenatal dan postnatal.

B. Kerangka Teori

Karakteristik Ibu Karakteristik lingkungan


Pengetahuan Breasfeeding self-
Pendidikan efficacy
Pekerjaan Dukungan keluarga
Usia Tempat tinggal
Paritas Sosial ekonomi
Etnis

ASI Pelayanan kesehatan


eksklusif 1. Peeriksaan
kehamilan
2. Konseling laktasi
Karakteristik Bayi 3. Tempat persalinan
Berat lahir 4. Penolong
Kondisi kesehatan bayi persalinan
5. Kebijakan
pemerintah

Manfaat
Bayi : nutrisi kekebalan tubuh, kecerdasan, ikatan emosional
Ibu : Menurunkan BB, involusio uteri lebih cepat, perdarahan, ca ovarium, ca
payudara, kontrasepsi, ikatan emosional
Negara: Kualitas SDM,: Variabel yang
hemat biaya belanja negara, hemat subsidi obat-obatan

Skema 2.1 kerangka teori Sumber: Djami, dkk (2013), Depkes RI (2009)
27

C. Kerangka Konsep

Kerangka konsep merupakan formulasi atau simplifikasi dari kerangka

teori atau teori-teori yang mendukung penelitian tersebut. Oleh karena itu,

kerangka konsep ini terdiri dari variabel-variabel serta hubungan variabel yang

satu dengan yang lain (Notoatmodjo, 2012).

Variabel Independen Variabel Dependen

Konseling Laktasi Breasfeeding Self-


Efficacy

Pengetahuan
Manajemen Laktasi

Keterangan :

= Variabel Dependen

= Variabel Independen

= Variabel Perancu

Skema 2.2 : Kerangka Konsep

D. Hipotesis

Hipotesis penelitian adalah jawaban sementara dari suatu penelitian,

patokan duga atau dalil sementara yang kebenarannya akan dibuktikan dengan

penelitian tersebut (Notoatmodjo, 2012). Hipotesis dalam penelitian ini adalah:

Ada pengaruh konseling laktasi terhadap breastfeeding self-efficacy ibu

menyusui.

Anda mungkin juga menyukai