Anda di halaman 1dari 14

Nama : Lionita Putri Ayuda

NIM : 21904101027

Pembimbing : dr. Luky Santi E, Sp.S

HERNIA OTAK

A. PENGERTIAN

Hernia otak merupakan dislokasi secara mekanik organ otak ke regio yang lain akibat dari
(1)
adanya massa, trauma, neoplastik, iskemik atau pun penyebab infeksi. Hernia otak, juga
dikenali sebagai ‘cistern obliteration’, merupakan akibat dari tekanan intracranial yang terlalu
tinggi. Hernia ini terjadi apabila otak menggeser kebeberapa struktur dalam otak. Otak bias
bergeser ke manamana struktur otak seperti falx serebri, tentorium serebella dan bias sampai
kedalam lubang yang dinamakan foramen magnum pada basis cranii (tempat lewatnya corda
spinalis dan berhubung dengan otak). Herniasi bias disebabkan oleh beberapa faktor yang
menyebabkan efek massa dan peningkatan tekanan intracranial. Hal ini termasuklah trauma otak,
stroke, maupun tumor otak. (2)
B. ETIOLOGI

Hernia otak terjadi apabila ada sesuatu di dalam otak yang mendorong jaringan otak.
Termasuklah edema otak akibat dari trauma kapitis. Hernia otak sering disebabkan adanya tumor
dalam otak termasuklah tumor otak yang bermetastasis dan tumor otak primer. Selain itu, hernia
otak juga bisa terjadi akibat dari abses otak, adanya perdarahan dalam otak dan hidrosefalus
(akumulasi cairan dalam otak) serta strok yang menyebabkan edema otak. Hernia otak sendiri
juga sering menyebabkn strok masif. Hal ini menyebabkan suplai darah yang berkurang pada
bagian otak tertentu dan kompresi pada struktur vital yang mengontrol pernapasan dan sirkulasi.
Hal ini akan menyebabkan kematian atau kematian otak. Walau bagaimanapun penyebab
tersering dari hernia otak adalah akibat adanya tekanan massa dalam otak yang mendorong otak
itu sendiri. (3)

C. KLASIFIKASI

Gambar 2 : Diagram ini menunjukan empat tipe herniasi. 1) Hernia singulata dimana otak terjepit dibawah falx serebri. 2)
Hernia batang otak ke kaudal. 3) Herniasi uncus dan girus hippo campal ke dalam celah tentorium. 4) Herniasi tonsil serebellar
ke dalam foramen magnum (1)

Terdapat 2 kelompok mayor dari hernia otak; supratentorialdan infratentorial. Herniasi


supratentorial adalah hernia yang terjadi di atas notch tentorium dan infratentorial pula
merupakan hernia yang terjadi di bawahnya. Dalam 2 kelompok besar ini, hernia otak dinamakan
berdasarkan struktur atau lokasi lewatnya dan bergesernya otak; termasuklah transtentorial,
bergeser ke atas, tonsilar, sentral, singulata, dan herniasi transcalvaria. Herniasi uncal,
transtentorial, singulata, dan transcalvaria termasuk dalam kelompok hernia supratentorium.
Manakala transtentorium ke atas dan tosillar termasuk dalam kelompok herniasi infratentorial. (5)

1. Herniasi sentral
Pada herniasi sentral (juga dikenali sebagai hernia transtentorial), diensefalon dan lobus
temporal pada kedua-dua hemisfer cerebrii ditekan oleh notch pada tentorium cerebral.
Hernia transtentorium bisa terjadi apabila otak bergeser ke atas maupun ke bawah
melewati batas tentorium yang dikenali sebagai hernia transtentorium asendens dan
desendens. Namun hernia ini bisa menyebabkan robeknya arteri basilar atau nama
lainnya arteri paramedian sehingga berlaku perdarahan yang disebut ‘Duret
Hemorrhage’. Herniasi ini selalunya berakhir dengan kematian. Secara gambaran
radiografi, hernia yang mengarah ke bawah berkarakteristik sebagai obliterasi sisterna
suprasellar dari hernia lobus temporal ke dalam hiatus tentorium dengan kompresi pada
pedunkulus cerebral. Hernia yang mengarah ke atas secara radiografi berkarakteristik
sebagai obliterasi sisterna quadrigeminal. Didapatkan bahwa sindroma hipotensi
intracranial adalah sangat mirip dengan hernia transtentorium yang mengarah ke
bawah.(5,6)
2. Herniasi Uncal
Pada herniasi uncal, yaitu hernia transtentorium yang sering, bagian paling dalam pada
lobus temporal yaitu uncus bisa sangat terhimpit sehingga melewati tentorium dan
menyebabkan tekanan yang tinggi pada batang otak terutama midbrain. Tentorium
merupakan struktur dalam tengkorak kepala yang terbentuk dari lapisan meningea yaitu
dura mater. Jaringan bisa terkelupas dari korteks cerebral dimana proses ini dinamakan
sebagai dekortikasi. Uncus ini akan menekan nervus kranialis ke-3 yang berfungsi
mengontrol input parasimpatis pada organ mata. Keadaan ini akan mengganggu
transmisi neural parasimpatis sehingga menyebabkan pupil pada mata terkait akan
berdilatasi dan gagal untuk berkonstriksi apabila adanya respon cahaya seperti mana
seharusnya. Maka dengan adanya gejala dilatasi pupil yang tidak berespon dengan
cahaya, itu merupakan tanda penting adanya peningkatan tekanan intracranial. Dilatasi
pupil sering diikuti dengan beberapa gejala lain kompresi nervus kranialis ke-3 yaitu
deviasi bola mata kearah atas dan bawah akibat dari hilangnya innervasi ke semua otot
motilitas kecuali otot rektus lateralis yang diinervasikan oleh nervus kranialis ke-6 dan
otot obliqus superior yang diinervasikan oleh nervus kranialis ke-4. Gejala ini muncul
karena fiber esentrik parasimpatik mengelilingi fiber motorik dari nervus kranialis ke-3
dan makanya ia pertama yang terkompresi. Arteri kranialis juga akan tertekan semasa
herniasi. Kompresi terhadap arteri serebral posterior akan menyebabkan gangguan pada
fungsi penglihatan kontralateral yang dikenali sebagai homonimus kontralateral
hemianopia. Kemudian diikuti dengan symptom yang juga penting yaitu ‘false
localizing sign’ yang berakibat dari kompresi pada krus serebral kontralateral yang
mengandung fiber kortikospinal dan kortikobulbar desendens. Ini diikuti dengan
hemiparesis ipsilateral. Berhubung traktus kortikospinalis secara predominan
menginnervasi otot flexor, maka kaki akan terlihat dalam keadaan ekstensi. Dengan
peningkatan tekanan intracranial, postur dekortikasi akan terlihat. Herniasi tipe ini juga
akan menyebabkan kerosakan pada batang otak, yang berefek letargi, bradikardi,
kelainan respiratori dan dilatasi pupil. Herniasi uncal akan berlanjut dengan herniasi
sentral sekiranya tidak ditangani.(5,6)
3. Herniasi serebral
Peningkatan tekanan dalam fossa posterior akan menyebabkan serebelum bergeser ke
atas mendorong tentorium kearah atas atau dikenali sebagai herniasi serebral. Midbrain
akan terdorong ke tentorium. Keadaan ini juga akan menyebabkan midbrain terdorong
ke bawah. (5,6)
4. Herniasi tonsillar
Pada herniasi tonsillar, yang juga dikenali sebagai herniasi serebral kea rah bawah,
tonsil serebral akan bergeser ke bawah masuk ke foramen magnum dan menyebabkan
kompresi pada distal batang otak dan proksimal dari korda spinalis servikal.
Peningkatan tekanan pada batang otak akan menyebabkan disfungsi dari system saraf
pusat yang berperan dalam mengontrol fungsi respiratori dan fungsi jantung. (5) Herniasi
tonsillar juga dikenali sebagai malformasi Chiari, atau Malformasi Arnold Chiari
(ACM). Sekurang-kurangnya terdapat tiga tipe malformasi Chiari yang ditemukan
yang mana masing-masing menimbulkan proses penyakit yang berbeda dengan
symptom dan prognosis yang berbeda. Kondisi ini bisa ditemukan dengan adanya
pasien yang bersifat asimptomatik dan ada pula yang bersifat berat sehingga
mengancam nyawa. Makanya hernia ini lebih sering didiagnosa berdasarkan gambaran
radiologi dari pemeriksaan MRI kepala. Ektopik Serebral merupakan suatu istilah yang
digunakan oleh ahli radiologi untuk mendiskripsikan tonsil serebral namun tidak secara
khusus mendiskripsikan suatu malformasi Chiari. Menurut definisi malformasi Chiari
terdahulu menyatakan bahwa adanya gambaran radiologi tonsillar serebral dengan
penonjolan pada terdorongnya jaringan masuk ke dalam foramen magnum sekurang-
kurangnya 5mm di bawah foramen magnum. Namun beberapa kasus melaporkan
bahwa ada pasien yang dating hanya dengan symptom malformasi Chiari tanpa
gambaran radiografi herniasi tonsillar. Pasienpasieninididiagnosadengan ‘Chiari type
0’.(5) Terdapat beberapa penyebab yang dihubungkan dengan kejadian herniasi tipe ini.
Antaranya berupa korda spinalis yang menonjol, filum terminalis yang menyempit
secara mendadak (menarik turun batang otak dan struktur di sekitarnya), penurunan
atau malformasi dari fossa posterior (bagian caudal dan dorsal dari tengkorak) sehingga
tidak memberikan ruang yang cukup untuk serebelum, hidrosefalus atau volume cairan
serebrospinal yang tidak normal sehingga mendorong tonsil keluar. Kelainan jaringan
ikat seperti Sindroma Ehlers Danlos, juga merupakan antara factor penyebab. (6,7) Untuk
evaluasi herniasi tonsillar yang lebih lanjut, pemeriksaan CINE flow digunakan.
Pemeriksaan MRI tipe ini memeriksa pengaliran cairan serebrospinal pada sendi
kranio-servikal. Bagi pasien yang dating dengan symptom hernia dimana dirasakan
berkurang pada posisi supine dan memburuk pada posisi berdiri, maka pemeriksaan
MRI ini haruslah dilakukan dalam posisi berdiri.(6,7)

Gambar 3: Foto MRI yang menunjukan cedera otak akibat dari hernia otak. (1)
5. Herniasi Singulata
Pada herniasi singulata atau subfalcine, yaitu hernia yang paling sering, bagian paling
dalam pada lobus frontalis akan terdorong ke falx serebri. Hernia singulata bisa terjadi
apabila salah satu dari hemisfer membengkak dan menolak girus singulata kearah falx
serebri. Walaupun keadaan ini tidak terlalu menekan batang otak seperti tipe-tipe
hernia yang lain, namun bisa memberikan efek pada pembuluh darah yang berdekatan
dengan lobus frontalis tempat trauma yaitu arteri serebral anterior atau bisa
berprogresif ke hernia sentral. Kesan terhadap pembuluh darah akan menyebabkan
peningkatan tekanan intracranial yang berbahaya sehingga bisa memburuk membentuk
herniasi yang lebih berat. Gejala khas pada hernia singulata tidak jelas. Namun seperti
yang terjadi pada hernia uncal, hernia singulata juga akan menyebabkan kelainan pada
postur tubuh dan koma. Hernia singulata dipercayai sering menjadi precursor terhadap
tipe hernia yang lain.(6,7)
6. Hernia Transcalvarial
Pada hernia transcalvarial, otak akan tertekan pada daerah fraktur atau bekas operasi.
Hernia ini juga dikenali sebagai hernia eksternal di mana ia terjadi sewaktu kranektomi
atau pada apa saja operasi yang melibatkan pengangkatan bagian tertentu tengkorak.(5)

D. PATOMEKANISME PENURUNAN KESADARAN


1. Herniasi transtentorial
Herniasi transtentorial merupakan pergeseran otak dari lokasi yang sebenar kearah bawah
maupun atas melewati tentorium pada batas insisura. Herniasi transtentorial desendens
terjadi apabila otak yang terletak supratentorial berherniasi kearah bawah dari batas
insisura. Manakala herniasi transtentorial asendens terjadi apabila otak yang terletak
(8)
infratentorial berherniasi ke atas dari insisura. Hernia transtentorial desendens lebih
sering terjadi dibanding dengan asendens dan termasuk dalam kelompok hernia uncal.
Efek massa dalam serebrum mendorong otak pada supratentorial melewati insisura;
dislokasi ini menyebabkan timbulnya gejala neurologik seperti yang akan dibahaskan. (8)
Hernia transtentorial asendens selalunya disebabkan adanya tumor pada fossa posterior
sehingga mendorong otak yang terletak di infratentorial kea rah insisura. Akibatnya
terjadilah distorsi midbrain, penekanan pada lempeng quadrigeminal posterior dan
penyempitan sisterna ambient bilateral. Hematoma ekstra-axial dan intra-axial pada fossa
posterior adalah penyebab yang paling jarang.(8)
2. Herniasi Subfalcine/Singulata
Herniasi subfalcine terjadi apabila otak terdorong di bawah falx serebri akibat dari massa.

Gambar 3: Kejadian Hernia Tentorial dan Singulata (9)

3. Herniasi Foramen Magnum/Tonsillar


Herniasi foramen magnum terjadiapabilaotak yang terletak di infratentorial terdorongke
foramen magnum akibat dari massa.(8)
4. Herniasi Sphenoid/Alar
Herniasi Sphenoid atau alar terjadi akibat dari otak yang terletak supratentorial tergelincir
secara anterior maupun posterior di atas tulang sphenoid. Herniasi anterior terjadi apabila
lobus temporal mengalami herniasi secara anterior maupun superior di atas tulang
sphenoid. Manakala herniasi posterior terjadi apabila lobus frontalis berherniasi secara
posterior dan inferior di atas tulang sphenoid.(8)
5. Herniasi Ekstrakranial
Herniais ekstrakranial terjadi apabila otak mengalami dislokasi akibat dari defek pada
cranium.(8)
E. TANDA DAN GEJALA

Gambar 4 : Postur dekortikasi dengan siku, pergelangan tangan dan jari kedalam keadaan flexi serta kaki yang ekstensi
dan berotasi ke arah medial(1)

Tanda yang sering pada hernia otak adalah postur tubuh yang abnormal dengan
karakteristik posisi ekstremitas bawah yang menjadi tanda khas terjadinya kerusakan otak yang
berat. Pasien ini akan mengalami penurunan kesadaran dengan ‘Glasgow Coma Scale’ antara 3
sampai 5. Satu atau kedua-dua pupil akan berdilatasi dan reflex cahaya negative atau tidak
berespon terhadap cahaya.(1)

Pada pemeriksaan neurologi, didapatkan penurunan derajat kesadaran. Tergantung dari


beratnya herniasi, gangguan pada satu atau beberapa refleks batang otak serta fungsi dari nervus
kranialis bias terjadi. Pasien juga akan menunjukkan ketidak mampuan untuk bernapas secara
konsisten dan didapatkan denyut jantung yang irreguler.(8)

1. Herniasi transtentorial
Herniasi transtentorial desendens akan menyebabkan symptom yang bervariasi. Kompresi
terhadap nervus kranialis ke-3 ipsilateral akan menyebabkan dilatasi pupil ipsilateral dan
pergerakan ekstraokuler yang abnormal. Kompresi traktus kortikospinal ipsilateral pada
batang otak akan menyebabkan hemiparesis kontralateral karena traktus menyilang pada
batas medulla. Hemiparesis ipsilateral juag bisa terjadi apbila terdapat massa yang cukup
besar sehingga menekan pedunkulus serebral kontralateral kea rah insisura. (6,7) Komplikasi
lain termasuklah terjadinya infark pada lobus occipitalis baik unilateral maupun bilateral
akibat dari penekanan terhadap arteri serebral posterior. Perdarahan batang otak juga antara
komplikasi lain yang timbul akibat dari penekanan pada daerah pembuluh darah sehingga
menyebabkan perforasi. Kompresi pada midbrain bisa berkomplikasi ke hidrosefalus. (6,7)
2. Herniasi Trantentorial Asendens.
Herniasi transtentorial asendens akan menyebabkan kompresi pada batang otak yang akan
menimbulkan symptom berupa mual, muntah yang mana bisa berprogressif sampai koma
sekiranya terjadi kerosakan yang mendadak pada intracranial. Pertumbuhan massa yang
perlahan pada fossa posterior akan menyebabkan perubahan pada anatomy intracranial
secara perlahan. Namun ini bukanlah termasuk kasus gawat darurat.(6,7)
3. Herniasi Subfalkin/Singulata
Herniasi subfalkin tidak selalu menunjukkan gejala klinis yang berat. Tipe herniasi ini akan
menimbulkan gejala klinis seperti nyeri kepala, dan bisa berlanjut menjadi kelemahan pada
tungkai bawah yang kontralateral atau gejala infark pada lobus frontalis akibat dari
penekanan pada arteri serebral anterior.(6,7)
4. Herniasi Foramen Magnum/Tonsillar
Penekanan yang mendadak pada batang otak akan menyebabkan kecacatan dan kematian.
Walau bagaimanapun pasien yang dating dengan malformasi ArnoldChiari 1 akan
menunujukkan gambaran symptom yang lebih sedikit dan bisa dengan gambaran disethesia
pada ekstremitas dengan fleksi servikal. Gambaran ini dikenali sebagai fenomena Lhermitte.
(6,7)

5. Herniasi Sphenoid/Alar
Gejala klinis dari herniasi ini adalah sangat minimal dan walaupun tipe hernia ini adalah
yang paling sering terjadi, namun pasien sering datang dengan disertai tipe herniasi yang
lain.(6,7)
6. Herniasi Ekstrakranial
Hernia ini sering didapatkan post trauma dan operasi. Region otak yang mengalami herniasi
sering akan menjadi iskemik dan seterusnya infark.(6,7)

F. PEMERIKSAAN PENUNJANG

Bagi herniasi transtentorial, ‘computed tomography scanning’ (CT scan) atau ‘magnetic
resonance imaging’ (MRI) adalah sangat berperan untuk evaluasi penyakit. MRI akan
memberikan gambaran mengikut potongan aksial, sagital dan koronal. Bagi herniasi
subfalkin/singulata pula, pemeriksaan CT scan maupun MRI keduaduanya sangat membantu
dalam mengevaluasi penyakit. Herniasi foramen magnum/tonsillar, MRI merupakan pilihan
terbaik oleh karena pemeriksaan ini memberikan gambaran potongan sagital dan koronal. Namun
begitu, oleh karena pasien yang dating kebanyakannya bersifat akut, maka pemeriksaan CT scan
potongan aksial juga bisa membantu dalam mendiagnosa penyakit. Pada herniasi sphenoid/alar,
pemeriksaan MRI bisa memberikan gambaran terbaik tempat kelainan berdasarkan foto pada
potongan parasagital. Namun begitu baik MRI maupun CT scan bisa menunjukkan gambaran
terdorongnya arteri serebral mediana ipsilateral yang mana merupakan tanda tidak langsung
suatu herniasi sphenoid. Untuk herniasi ekstrakranial, MRI maupun CT scan adalah pilihan
terbaik.(6,7,8)

Gambaran radiologi pada herniasi transtentorial desendens termasuklah perluasan sisterna


ambient ipsilateral dan sisterna prepontin ipsilateral. Hujung temporal kontralateral juga
mengalami perluasan. Penemuan ini adalah bersifat ipsilateral, ventrikel lateralis terkompresi
dengan dilatasi subsequent pada ventrikel kontralateral untuk mengekalkan volume yang sama.
Perluasan sisterna ipsilateral terjadi karena letaknya inferior batang otak yang begitu dekat
dengan korda spinalis sehingga menunjukkan struktur yang rigid pada foto CT scan potongan
koronal. (6,7,8)

Sisterna ipsilateral melebar oleh disebabkan batang otak terletak di inferior berdekatan
dengan korda spinalis membentukstruktur rigid yang panjang seperti yang digambarkan pada
foto CT scan potongan koronal. Massa pada foto sebelah kanan menyebabkan pelebaran sisterna
ipsilateral. Apabila otak supratentorial terdorong ke kanan, maka semua aspek yang terdapatdi
superior otak tengah (midbrain) dankordaspinalis juga akan terdorong ke kanan. Hal ini akan
menyempitkan sisterna kontralateral dan menyebabkan pelebaran sisterna ipsilateral pada
anterolateral batang otak.(10)

Gambar 5 : Perdarahan intraventricular bilateral dan dilatasi ventrikel(10)

G. PENATALAKSANAAN

Hernia otak merupakan suatu kasus gawat darurat. Penanganan utama haruslah menyelamatkan
nyawa pasien. Untuk mencegah dari terjadinya kekambuhan dari hernia otak, maka penanganan
haruslah bertujuan untuk menurunkan peningkatan tekanan intrkranial dan menurunkan edema
otak. Hal ini dapat ditangani dengan cara berikut:(6,7)

Penatalaksanaan Awal Sindroma Herniasi

• Tujuan : menjaga TIK 60-70 mmHg

Segera:

• Elevasi kepala di tempat tidur (15-30 derajat, atau 30-45 derajat –> guna meningkatkan aliran
keluar vena dari intrakranial
• Cegah hipotensi dengan cairan, Normal saline (0.9%) dengan kecepatan 80– 100 cc/jam
(hindari cairan hipotonis)
• Intubasi (jika memungkinkan) dan lakukan ventilasi sehingga terjadi normocarbia (PC02 35-
40 mmHg) atau kalau bisa PCO2 = 28–32 mm Hg –> cegah vasodilatasi serebri
o (cat: jika kadar CO2 lebih besar dari 45 mm Hg, maka akan timbul cerebral
vasodilation.)
• Berikan oxygen prn untuk mempertahankan p02 >60 mmHg –> mencegah hypoxic brain
injury
• Berikan Mannitol 20% 1–1.5 g/kg melalui infus IV secara cepat, pertahankan Tekanan Darah
>90 mmHg dan pemberian diuretik lain.
• Pasang Foley catheter
• Segera konsul ke bedah saraf

Hal lain yang bisa dilakukan

• Sedasi (“ringan” misal dengan codeine hingga “berat” misal dengan fentanyl/MgS04 ±
muscle relaksan dengan vecuronium –> dapat mengurangi tonus simpatis dan hipertensi
akibat kontraksi otot)
• Kortikosteroid
o Mengurangi edema, setelah beberapa hari, disekitar tumor otak, abses, darah
o Pemberian kortikosteroid pada kasus cedera kepala dan stroke belum dapat dibuktikan
menguntungkan secara klinis.
o Kortikosteroid seperti deksametason, terutama untuk menurunkan udem otak.
• Drainase pada otak dengan tujuan untuk mengeluarkan cairan berlebihan dari otak, terutama
pada kasus obstruksi mekanikal yag menyebabkan hernia.
• Pengaliran darah keluar pada kasus perdarahan masif yang menyebabkan herniasi, walaupun
prognosis pada kasus begini jelek.
• Pemasangan intubasi endotrakeal dan pemasangan ventilasi untuk menurunkan kadar karbon
dioksida dalam darah.
• Operasi dengan mengangkat massa tumor yang menyebabkan peningkatan tekanan
intrakranial atau drain kateter ventrikuler eksterna dengan tujuan untuk pengaliran LCS keluar
pada kasus akut atau dengan cara VP-shunt
• Pungsi lumbar adalah suatu kontraindikasi sekiranya curiga adanya kelainan massa yang
menyebabkan peningkatan tekanan intrakranial.

H. PROGNOSIS
Sekiranya hernia otak terjadi pada daerah lobus temporalis atau serebellum, maka
prognosisnya adalah jelek yaitu kematian. Namun pada hernia otak di daerah lain memberikan
prognosis yang berbagai tergantung derajat beratnya dan penyebab hernia.(10)

I. KOMPLIKASI

• Gangguan neurologi yang persisten

• Kematian otak

J. PENCEGAHAN

Penanganan segera terhadap peningkatan tekanan intracranial dan factor penyebab lain bisa
mengurangi risiko terjadinya hernia otak. Mengenali lebih awal peningkatan tekanan intracranial
melalui gejala klinis dan gambaran radiografi adalah sangat penting untuk langkah pencegahan
terjadinya herniasi.(10)

Gejala klinis dan tanda-tanda dari peningkatan tekanan intracranial akut termasuk nyeri
kepala, muntah, distorsi penglihatan, hilangnya reflek sensoris, disfungsi pupil, hipertensi,
bradikardi, posturtubuh yang fleksi atau ekstensidan lainlain. Edema papilla tidak terjadi pada
peningkatan tekanan intracranial akut.(10)
DAFTAR PUSTAKA
1. Wilkinson, I., Lennox, G., 2005. Tentorial Herniation. In: EssentialNeurology. Wilkinson, I.,
ed. 4th ed. USA: Blackwell Publishing. 42-43

2. Rohkamm, R., 2004. Intracranial Pressure.In: Color Atlas ofNeuroanatomy. Taub, E., ed. 1st
ed. New York: Stuggart Thime. 160-161.

3. Ropper AH, Brown RH. Adams Victor’s principles of neurology. Edisi ke – 8. New York : Mc
Graw Hill: 2005

4. Kumar, V., Cotran, R., Robbins, S.L, 2003. Herniasi serebral. Dalam:Buku ajar Patologi. Edisi
7 Volume 2. Jakarta: EGC. 906-907

5. Price, S.A.,Wilson, L., 2005. Peningkatan Tekanan Intrakranial. Dalam:Patofisiologi Konsep


Klini proses-Proses Penyakit. Edisi 6. Jakarta: EGC.1170-1171.

6. Mardjono, M., Sidharta, P., 2009. Koma supratentorial diensefalik. Dalam:Neurologi Klinis
Dasar. Edisi 1. Jakarta:Dian Rakyat. 193-195.

7. Toronto Notes 2008, Neurosurgery, Herniation Syndrome

8. Merritts Neurology Handbook’ (NeuroHB™), Emergency Measures for ICP Reduction in


Unmonitored Patient with Clinical Signs of Herniation.

9. Taufik, M., 2017. Peningkatan Tekanan Intrakranial. Dalam : Buku Ajar Neurologi . Edisi 1.
Jakarta : Kedokteran Indonesia. 36 – 44.

10. Mardjono, M., Sidharta, P., 2009. Koma infratatentorial diensefalik.Dalam: Neurologi Klinis
Dasar. Edisi 1. Jakarta:Dian Rakyat. 196-197.

Anda mungkin juga menyukai