Revisi RPJP Matalawa 2018-2027 Final
Revisi RPJP Matalawa 2018-2027 Final
i
IIENIANA FENEELILAAN JANEKA PANJANG
[}isahkan [}inilai
tl
*
,3i
ii
{ tvt.st
[3 r [[3
RENCANA PENGELOLAAN JANGKA PANJANG (RPJP)
TAMAN NASIONAL MANUPEU TANAH DARU DAN
LAIWANGIWANGGAMETI
KABUPATEN SUMBA TIMUR,SUMBA TENGAH DAN
SUMBA BARAT
PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR(NTT)
PERIODE 2018 - 2027
Oleh
Kepala Balai^JSmairNasional Manupeu Tanah Daru
■jiWanggameti,
arman, M.M
06198903 1002
ploitasia, M.Si
199203 2 002
i '« }
,1^.
PETA SITUASI
TAMAN NASIONAL MATALAWA
SUMBA – NUSA TENGGARA TIMUR (NTT)
iv
RINGKASAN EKSEKUTIF
Taman Nasional Manupeu Tanah Daru dan Laiwangi Wanggameti atau seterusnya
disingkat menjadi TN Matalawa terdiri dari dua kawasan Taman Nasional yaitu Manupeu
Tanah Daru dan Laiwangi Wanggameti. Secara geografis Kawasan Taman Nasional Manupeu
Tanah Daru berada pada 9°53’32,013’’ - 9°29’43,809’’LS, 119°26’5,64’’- 119°53’21,172’’BT,
sedangkan Kawasan Taman Nasional Laiwangi Wanggameti berada pada 120˚03’-120˚19΄
BT dan 9˚57΄- 10˚11΄ LS. Saat ini dua kawasan yang bergabung menjadi TN Matalawa
memiliki luas masing-masing ±50.077,29 ha untuk Kawasan Taman Nasional Manupeu Tanah
Daru dan ±42.002,39 ha untuk Kawasan Taman Nasional Laiwangi-Wanggameti.
Berikut tahapan sejarah singkat penetapan kawasan TN Matalawa:
1. Berdasarkan Keputusan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Nomor:
SK.1158/MenLHK-PKTL/KUH/PKTL.2/4/2016 tanggal 8 April 2016 tentang Penetapan
Kawasan Hutan TN pada Kelompok Hutan Laiwangi Wanggameti (RTK.50) ditetapkan
bahwa Kawasan Hutan Laiwangi Wanggameti seluas 41.772,18 Ha.
Selanjutnya berdasarkan Keputusan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan nomor
SK.6009/MenLHK-PKTL/KUH/PLA.2/11/2017 tanggal 7 November 2017 tentang
Perubahan atas Keputusan Menteri LHK Nomor SK. 1158/MenLHK-
PKTL/KUH/PKTL.2/2/2016 tentang Penetapan Kawasan Hutan TN pada Kelompok Hutan
Laiwangi Wanggameti (RTK.50) ditetapkan Kawasan Hutan Laiwangi Wanggameti
seluas 42.002,39 Ha.
2. Berdasarkan Keputusan Menteri Kehutanan Nomor: SK. 3911/Menhut-VII/KUH/2014
tanggal 14 Mei 2014 tentang Kawasan Hutan dan Konservasi Perairan Prov. NTT
tercantum luas Kawasan TN Manupeu Tanah Daru sebesar 50.128,38 Ha.
Selanjutnya berdasarkan Lamp. SK.8105/MENLHK-PKTL/KUH/PLA.2/11/2018), luas TN
Manupeu Tanah Daru adalah 50.077,29 Ha, luasan tersebut sudah mengakomodir hasil
tata batas TN Manupeu Tanah Daru. (Dasar surat keterangan Ka. Balai BPKH XIV
Kupang No. S.586/BPKH.XIV-2/12/2019 tanggal 20 Desember 2019 tentang Luas
kawasan Manupeu Tanah Daru)
3. Berdasarkan Peraturan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Republik Indonesia
Nomor P.7/Menlhk/Setjen/OTL.0/1/2016 Tentang Organisasi dan Tata Kerja Unit
Pelaksana Teknis Taman Nasional, Balai Taman Nasional Manupeu Tanah Daru dan Balai
Taman Nasional Laiwangi Wanggameti digabung menjadi Balai Taman Nasional
Manupeu Tanah Daru dan Laiwangi Wanggameti, dan merupakan unit pelaksana teknis
tipe A terdiri dari 3 (tiga) Seksi Pengelolaan Taman Nasional.
Kawasan TN Matalawa memiliki keragaman hayati flora endemik Pulau Sumba dengan
karakteristik yang unik dan khas. Tipologi kawasan TN Matalawa didominasi oleh perbukitan
dengan bukit tertinggi adalah Tanah Daru (±918 meter dpl) dan Wanggameti (±1.224 meter
dpl). Karakteristik spesies flora merupakan jenis tumbuhan peralihan antara jenis tumbuhan
dataran rendah dengan pegunungan rendah. Kompleksitas jenis dijumpai berdasarkan tipe
ekosistem terbangun, mulai dari vegetasi pantai kering/berpasir, vegetasi pantai
basah/mangrove, vegetasi padang dan sabana, dan vegetasi hutan perbukitan dataran rendah
(hutan tropika kering dan semi awet hijau). Secara fisiognomi dikenal sebagai hutan lima
musim dan dibagi dalam dua tipe yaitu hutan primer dan hutan sekunder.
v
Berdasarkan serangkaian inventarisasi yang sudah dilakukan oleh PEH TN Matalawa
bersama beberapa pihak diantaranya LIPI, JICA, JICS, Litbang Kehutanan Kupang, dan
Himakova IPB, diketahui terdapat sekitar 375 jenis tumbuhan yang sudah teridentifikasi dari
dalam Kawasan TN Matalawa. Sebanyak 157 jenis merupakan tumbuhan berkhasiat obat.
Sebanyak 70 jenis epifit sudah teridentifikasi yang 57 jenis diantaranya adalah anggrek.
Biodiversitas fauna didominasi oleh jenis-jenis burung sumba, baik jenis endemik
maupun migran. Pulau Sumba memiliki keragaman jenis-jenis burung endemik yang tinggi.
Jumlah spesises burung di kawasan taman nasional sebanyak 158 jenis dan terdapat dua
belas (12) spesies burung endemik yaitu: Burungmadu Sumba ( Cinnyris buettikoferi), Cabai
Sumba (Dicaeum wilhelminae), Myzomela Sumba (Myzomela dammermani), Gemak Sumba
(Turnix everetti), Punai Sumba (Treron teysmanii), Walik Rawamanu (Ptilinopus dohertyl),
Sikatan Sumba (Ficedula harterti), Sikatan Bubik Sumba (Muscicapa segregate), Pungguk
Sumba, (Ninox sumbaensis), Pungguk Wengi (Ninox rudolfi), Nuri Bayan (Eclectus roratus
cornelia) dan Julang Sumba (Rhyticeros everetti). Selain itu terdapat sekitar 19 anak jenis
endemik, misalnya Kakatua Sumba (Cacatua sulphurea citrinocristata).
TN Matalawa memiliki empat jenis kupu-kupu endemik Sumba. Total jenis kupu-kupu
yang ada di dalam Taman Nasional sekitar 94 jenis, diantaranya: Famili Papilionidae,
Nymphalidae, Lycaenidae, Pieridae dan Satyridae. Keanekaragaman capung di TN Matalawa
diketahui sebanyak 41 jenis, enam jenis merupakan endemik dan satu jenis merupakan
catatan baru (new record). Capung-capung tersebut termasuk ke dalam 10 famili yaitu:
Libellulidae, Coenagrionidae, Aeshnidae, Platycnemididae, Euphaeidae, Corduliidae, Lestidae,
Protoneuridae, Gomphidae dan Chlorocyphidae.
Herpetofauna yang bisa dijumpai dalam kawasan TN Matalawa terdiri dari 6 jenis
amfibi dan 30 jenis reptil. Adapun jenis amfibi tersebut adalah: Bufo melanostictus,
Fejervarya verruculosa, Hylarana elberti, Kaloula baleata, Litoria everetti dan Polypedates
leucomystax. Sedangkan jenis-jenis reptil yang tercatat dalam Kawasan TN MATALAWA
diantaranya: Draco abscurus, Eutropis multifasciatus, Lygosoma florens, Sphenomorphus
maculatus, Gecko gecko, Hemydactylus garnotii, Gymnodactylus sermowaienis,
Psammodynastes pulverulentus, Psammodynastes pictus, Trimeresurus albolabris, Python
reticulatus dan Lycodon aulicus. Terdapat 28 jenis mamalia yang teridentifikasi di dalam
Kawasan TN MATALAWA diantaranya: tikus besar lembah ( Sundamys muelleri), kalong
(Pteropus alecto), codot Nusa Tenggara (Cinopterus nusatenggara), Kelelawar buluh kecil
(Tylonicteris pachypus), kelelawar ladam kecil (Rhinolophus pussilus), monyet ekor panjang
(Macaca fascicularis), musang luwak (Paradoxurus hermaproditus), babi hutan (Sus crofa)
dan rusa Timor (Cervus timorensis).
Prioritas spesies fauna yang menjadi fokus kelola Balai Taman Nasional Matalawa
adalah jenis-jenis endemik terancam punah yaitu Julang Sumba (Rhyticeros everetti) dan
Kakatua Sumba (Cacatua sulphurea citrinocristata). Burung tersebut merupakan pemakan
buah dan biji pohon. Posisi sarang biasanya diletakan di habitat yang berupa hutan-hutan
primer dengan tutupan yang masih relatif utuh. Kedua jenis tersebut ditetapkan sebagai
flagship species Balai Taman Nasional Matalawa.
Spesies perlindungan lain adalah Rusa timor ( Cervus timorenses) dengan persebaran
pada habitat padang dan hutan peralihan, Ular phyton (Phyton reticulatus), jenis-jenis amphibi
endemik dan jenis lainnya. Keberadaan potensi fauna TN Matalawa menjadi prioritas
vi
pengawetan dan pelestarian sumber daya alam kawasan TN Matalawa (Balai TNMT, 2008;
Balai TNMT, 2009).
Secara umum potensi objek wisata di TN Matalawa terdiri atas alam dan kebudayaan.
Objek wisata alam yang diharapkan menjadi produk unggulan TN Matalawa diantaranya: Air
Terjun Lapopu, Air Terjun Matayangu, Air Terjun Kanabuai, Air Terjun Wanggameti, Air Terjun
Laputi, Danau Laputi, gua-gua, jalur pengamatan burung (bird watching track) di Billa,
Langgaliru dan Manurara serta beberapa potensi wisata pantai yang bisa jadi kesatuan paket
wisata. Potensi Gua yang ditemukan oleh kegiatan eksplorasi SAC tahun 2009 sebanyak 23
Gua dan 11 Gua diantaranya berpotensi sebagai objek ekowisata.
Berdasarkan gambaran umum, sejarah pengelolaan dan potensi tersebut maka visi TN
MATALAWA adalah “Terwujudnya Kawasan Taman Nasional Matalawa sebagai Pusat
Konservasi Ekosistem Sumba yang Kolaboratif Partisipatif, Mantap, Tertib, Lestari
dan Wibawa”.
Dalam rangka medujudkan visi tersebut, ditetapkan misi TN Matalawa sebagai berikut:
1. Mendorong percepatan proses tata batas dan penetapan kawasan guna tercapainya
keutuhan kawasan TN Matalawa.
2. Mengoptimalkan peran masyarakat dalam rangka perlindungan serta pengawetan
Sumber Daya Alam dan Ekosistem TN Matalawa.
3. Meningkatkan kerjasama dengan para pihak dalam upaya pemanfaatan air, energi air,
dan wisata alam di Kawasan TN Matalawa.
4. Mewujudkan pengelolaan TN Matalawa yang akuntabel, efektif, efisien, akurat dan
terukur.
5. Menggali potensi Sumber Daya Alam dan Ekosistem dalam rangka konservasi speses
dan habitat burung endemik Sumba.
6. Meningkatkan kualitas Sumber Daya Manusia Balai TN Matalawa.
Berdasarkan misi tersebut, maka tujuan utama pengelolaan TN Matalawa adalah
“Memantapkan fungsi TN Matalawa sebagai pusat pelestarian biodiversitas endemik dalam
upaya peningkatan kesejahteraan masyarakat secara berkelanjutan”.
Indikasi tercapainya tujuan pengelolaan TN Matalawa dapat diwujudkan dalam bentuk
kondisi:
1. Mempertahankan kawasan taman nasional beserta keanekaragaman hayatinya.
2. Meningkatkan peran serta stakeholder dalam pengelolaan dengan memperhatikan
aspek gender.
3. Meningkatkan kerja sama pemanfaatan jasa lingkungan dan wisata alam.
4. Meningkatkan pengelolaan taman nasional (SDM, perencanaan dll).
Berdasarkan Visi, Misi dan Tujuan pengelolaan TN Matalawa, dirumuskan sasaran
pengelolaan Balai TN Matalawa tahun 2018 - 2027, sebagai berikut:
1. Kemantapan Kawasan dan optimalisasi fungsi tata ruang kawasan TN Matalawa
2. Terbangunnya mekanisme kolaborasi pengelolaan dan pendanaan TN Matalawa.
3. Pemberdayaan masyarakat dengan pelibatan gender.
4. Kemantapan habitat, terjaganya biodiversitas, kelestarian spesies endemik langka dan
terancam punah.
5. Terciptanya kawasan TN Matalawa yang stabil, kondusif dan minim gangguan dan
ancaman.
6. Meningkatnya kualitas data base dan sistem informasi manajemen TN Matalawa.
vii
7. Meningkatnya daya jual dan posisi tawar TN Matalawa dalam sekor pembangunan
nasional.
8. Peningkatan kapasitas pengelola pengeloaan TN Matalawa.
Berdasarkan analisa permasalahan, akar permasalahan TN Matalawa adalah besarnya degradasi
ekosistem kawasan oleh berbagai faktor yang mengancam kelestarian biodiversitas
penting. Kondisi ini dipicu oleh rendanya dukungan terhadap eksistensi kawasan TN
Matalawa, rendahnya kapasitas pengelolaan, dan lemahnya koordinasi dengan para pihak.
Kondisi ini akan semakin parah/akut jika tidak diimbangi dengan strategi yang tepat, aplikatif
dan spesifik. Strategi pengelolaan kawasan TN Matalawa, dirumuskan atau penjabaran atas
indikator pencapaian tujuan pengelolaan, yang dianalisis dengan mempertimbangkan unsur
Kekuatan, Kelemahan, Peluang dan Tantangan yang dimiliki pengelola kawasan. Hasil analisis
tersebut dituangkan kedalam 11 (sebelas) Prioritas Pengelolaan kawasan TN Matalawa, yaitu:
1. Optimalisasi perencanaan
2. Pengelolaan tumbuhan dan satwa endemik Sumba
3. Efektivitas pemanfaatan jasa lingkungan air
4. Pengembangan wisata berbasis alam dan budaya
5. Perlindungan dan pengamanan
6. Pemberdayaan masyarakat
7. Pengelolaan zona tradisional secara kolaboratif
8. Pemulihan ekosistem
9. Peningkatan kerjasama dan kemitraan
10. Peningkatan kualitas sumber daya pengelola dan kelembagaan
11. Pengelolaan kegiatan penelitian, pendidikan dan pengembangan IPTEK
Pendanaan pengelolaan TN Matalawa berasal dari sumber-sumber pendanaan
yang sah dan dapat dipertanggungjawabkan. Sumber pendanaan pengelolaan TN Matalawa
meliputi Pendanaan Negara (APBN) dan Sumber pendanaan lain yang sah (Pendanaan mitra
donor, program inkind, CSR, hibah, dll).
Untuk menjamin tercapainya tujuan pengelolaan yang telah ditetapkan maka
pemantauan dan evaluasi perlu dilakukan. Selain untuk memastikan bahwa kawasan dikelola
sesuai dengan tujuan yang ditetapkan, juga sebagai alat untuk memperbaiki kelemahan-
kelemahan yang ada. Pedoman pemantauan/penilaian efektivitas pengelolaan telah
ditetapkan oleh Direktur Jenderal Konservasi Sumber Daya Alam dan Ekosistem nomor:
P.15/KSDAE-SET/2015 tentang Pedoman Penilaian Efektivitas Pengelolaan Kawasan
Konservasi di Indonesia penilaian efektivitas pengelolaan kawasan konservasi dengan
Management Effectivness Tracking Tool (METT).
Dalam proses pengelolaan Kawasan TN Matalawa telah terjadi banyak perubahan yang
bersifat dinamis sehingga arahan Zona Pengelolaan tahun 2010 yang disahkan pada tahun
2014/2015 perlu disesuaikan dengan kondisi pengelolaan saat ini. Beberapa perubahan yang
menjadi landasan adalah telah dilakukan proses tata batas partisipatif kawasan TN. Manupeu
Tanah Daru, peningkatan pembangunan strategis daerah, dinamika konflik, dan
permasalahan pengelolaan lainnya pada tingkat tapak. Selain itu gencarnya promosi dan
viii
publikasi potensi TN Matalawa pada tahun 2017 dan 2018, memberikan dampak positif pada
munculnya ketertarikan para investor untuk berinvestasi mengelola potensi wisata tersebut
sebagai peluang usaha yang bisa mendongkrak keuntungan finansial dan perekonomian
daerah.
Oleh karena itu, guna mengoptimalkan fungsi taman nasional dan mempermudah
pengelolaan taman nasional, maka Balai TN Matalawa pada tahun awal tahun 2018 telah
melaksanakan evaluasi zona pengelolaan serta dilanjutkan dengan menyusun revisi zona
pengelolaan TN Matalawa. Dengan harapan mampu meningkatkan efektivitas pengelolaan
Kawasan yang partisipatif dan kolaboratif serta tetap mempertahankan mandat pengelolaan
Kawasan TN Matalawa. Berdasarkan keputusan Direktur Jenderal KSDAE Nomor
SK.53/KSDAE/SET/KSA.0/2/2020 tanggal 5 Februari 2020, luasan zonasi Taman Nasional
Matalawa adalah sebagai berikut:
Tabel. Luasan Zonasi Kawasan hutan Manupeu Tanah Daru
No. Zona Kode Eksisting Hasil Telaah
Luas (Ha) (%) Luas (Ha) (%)
1 Inti ZI 1,869.66 19.69 9,865.54 19.70
2 Rimba ZRi 34,253.81 68.33 31,001.67 63.90
3 Pemanfaatan ZP 768.331 1.53 2,228.01 4.45
4 Tradisional ZTr 993.532 1.86 1,661.61 3.22
5 Rehabilitasi Zre 3,623.45 7.23 3,748.25 7.48
6 Religi dan Budaya ZBS 601.459 1.20 559.72 1.12
7 Khusus ZKh 78.154 0.16 62.9 0.13
Total 50,128.38 100.00 50,077.30 100.00
Sumber: Revisi Zonasi Taman Nasional Manupeu Tanah Daru 2019
ix
No Aspek Dokumen Awal Dokumen Baru Perubahan
1. Penetapan SK. 1158/MenLHK- SK.6009/MenLHK- Perubahan pada
Kawasan PKTL/KUH/PKTL.2/2/2016 PKTL/KUH/PLA.2/11/2017 tanggal 7 bentuk SHP dan
tanggal 8 April 2016 tentang November 2017 tentang Perubahan luasan selisih
Penetapan Kawasan Hutan atas Keputusan Menteri LHK Nomor 230,21 Ha
TN pada Kelompok Hutan SK. 1158/MenLHK-
Laiwangi Wanggameti PKTL/KUH/PKTL.2/2/2016 tentang
(RTK.50) seluas 41.772,18 Penetapan Kawasan Hutan TN pada
Ha di Kab. Sumba Timur Kelompok Hutan Laiwangi
Prov. NTT Wanggameti (RTK.50) seluas
41.772,18 Ha di Kab. Sumba Timur
Prov. NTT. Menjadi seluas
42.002,39
2. Luas Berdasarkan SK. 1. Berdasarkan SK. 3911/Menhut- Perubahan seluas
Kawasan TN 3911/Menhut-VII/KUH/2014 VII/KUH/2014 tanggal 14 Mei 2014 -51,09 Ha pada
tanggal 14 Mei 2014 tentang Kawasan Hutan dan garis pantai SHP
tentang Kawasan Hutan dan Konservasi Perairan Prov. NTT kawasan Manupeu
Konservasi Perairan Prov. 2. Berdasarkan Perhitungan Spasial Tanah Daru
NTT tercantum luas peta perkembangan pengkukuhan
Kawasan TN Manupeu kawasan hutan Prov. NTT sampai
Tanah Daru sebesar dengan tahun 2017 (Lamp.
50.128,38 Ha SK.8105/MENLHK-
PKTL/KUH/PLA.2/11/2018), luas TN
Manupeu Tanah Daru adalah
50.077,29 Ha, luasan tersebut
sudah mengakomodir hasil tata
batas TN Manupeu Tanah Daru.
(Dasar surat keterangan Ka. Balai
BPKH XIV Kupang No.
S.586/BPKH.XIV-2/12/2019 tanggal
20 Desember 2019 tentang Luas
kawasan Manupeu Tanah Daru)
3. Perubahan SK.246/IV-SET/2014 SK.53/KSDAE/SET/KSA.0/2/2020 • Penambahan 1
Luasan tanggal 10 Desember 2014 tanggal 5 Februari 2020 tentang zona baru (zona
Zonasi tentang Zonasi TN Laiwangi Zonasi TN Manupeu Tanah Daru Rehabilitasi)
Wanggameti. dan TN Laiwangi Wanggameti • Luas total zona
• Inti: 13.813 Ha • Inti: 12.185,14 Ha berkurang dari
• Rimba: 25.839 Ha • Rimba: 22.269,66 Ha 46.956 Ha
• Pemanfaatan: 836 Ha • Pemanfaatan: 1.107,43 Ha menjadi
• Tradisional: 4.522 Ha • Tradisional: 3.410,25 Ha 42.009,39 Ha
• Rehabilitasi: 0 Ha • Rehabilitasi: 2.034,87 Ha
• Religi, Budaya dan • Religi, Budaya dan Sejarah: 0
Sejarah: 0 Ha Ha
• Khusus: 1.946 Ha • Khusus: 1.002,03 Ha
x
• Khusus: 78,154 Ha
xi
KATA PENGANTAR
Pengelolaan Taman Nasional merupakan upaya sistematis yang dilakukan untuk mengelola
kawasan melalui kegiatan perencanaan, perlindungan, pengawetan, pemanfaatan,
pengawasan, dan pengendalian. Kegiatan perencanaan merupakan tahap pertama dan
menjadi prakondisi dalam penyelenggaraan/ pengelolaan Taman Nasional. Kegiatan
perencanaan Taman Nasional meliputi inventarisasi potensi kawasan, penataan kawasan, dan
penyusunan rencana pengelolaan.
Balai TN Manupeu Tanah Daru dan Laiwangi Wanggameti (TN MATALAWA) telah memiliki
dokumen Rencana Pengelolaan Jangka Panjang Periode Tahun 2018 - 2027, yang disusun
berdasarkan Zonasi TN Manupeu Tanah Daru Tahun 2015 dan Zonasi TN Laiwangi
Wanggameti Tahun 2014. Berdasarkan Peraturan Menteri LHK Nomer
P.35/MENLHK/SETJEN/KUM.1/3/2016 tentang Tata Cara Penyusunan Rencana Pengelolaan
pada KSA dan KPA Pasal 21, disebutkan bahwa Rencana Pengelolaan Jangka Panjang
dievaluasi paling sedikit 5 (lima) tahun sekali oleh Unit Pengelola. Selanjutnya, dalam kondisi
tertentu, antara lain bencana alam, perubahan luas, perubahan zona atau blok, dan
perubahan kondisi kawasan, evaluasi Rencana Pengelolaan Jangka Panjang dapat
dilaksanakan kurang dari 5 (lima) tahun. Adanya Revisi Zona Pengelolaan Taman Nasional
Matalawa Tahun 2019, mendasari dilakukannya revisi secara parsial pada Dokumen Rencana
Pengelolaan Jangka Panjang ini.
Revisi Parsial Rencana Pengelolaan Jangka Panjang TN Matalawa Periode 2018 - 2027
menyimpulkan bahwa adanya perubahan zona, maka perlu dilakukan penyesuaian/ revisi
rencana pengelolaan yang mengakomodir kepentingan wisata alam, pemanfaatan air,
pemulihan ekosistem dan pemanfaatan lahan tradisional sehingga dapat lebih memudahkan
dalam pencapaian tujuan pengelolaan.
Harapan kami, semoga Revisi Parsial Rencana Pengelolaan Jangka Panjang TN Matalawa
Periode 2018 - 2027 ini dapat menjadi pedoman dalam menjalankan tugas pokok dan fungsi
TN Matalawa ke depan.
xii
DAFTAR ISI
Judul ................................................................................................ i
Lembar Pengesahan ........................................................................... ii
Peta Situasi ....................................................................................... iii
Ringkasan Eksekutif ........................................................................... iv
Kata Pengantar ................................................................................... xii
Daftar Isi ........................................................................................... xiii
Daftar Tabel ....................................................................................... xiv
Daftar Gambar .................................................................................... xv
I. PENDAHULUAN................................................................................ 1
A. Kondisi Umum .......................................................................... 1
B. Kondisi Saat Ini ........................................................................ 27
C. Kondisi Yang Diinginkan ............................................................ 36
VI. PENUTUP…………………………………………………………………………………… 97
Daftar Pustaka…………………………………………………………………………………… 98
LAMPIRAN………………………………………………………………………………………… 99
xiii
DAFTAR TABEL
Tabel.
1. Daftar Desa dan Jarak Dengan Kota Kecamatan dan Kota
Kabupaten ........................................................................... 6
2. Daftar Bukit/Gunung dan Ketinggiannya di TN Matalawa .......... 8
3. Daftar Sungai yang Mata Airnya Berasal dari Kawasan TN
Matalawa ............................................................................. 9
4. Analisa SWOT ...................................................................... 43
5. Luasan Zonasi Kawasan Hutan Manupeu Tanah Daru ............... 50
6. Luasan Zonasi Kawasan Hutan Laiwangi Wanggameti .............. 50
7. Jenis –Jenis Flora Potensial TN Matalawa ................................ 51
8. Jenis Burung Endemik TN Matalawa ....................................... 62
xiv
DAFTAR GAMBAR
Gambar.
1. Peta TN Matalawa Ber dasarkan SK Menteri Kehutanan
nomor: 576/KPTS-II/1998 ..................................................... 1
2. Arah Aksesibilitas Darat, Laut dan Udara di Pulau Sumba .......... 5
3. Topografi dan Susunan Geologi TN Matalawa .......................... 7
4. Air Terjun Kanabuwai ............................................................ 9
5. Jenis-Jenis Pohon Unggulan dan Khas TN Matalawa ................. 10
6. Sarang Semut dan Lamtoro/Petai Cina Potensi Tanaman
Obat TN Matalawa ................................................................ 11
7. Kakatua Sumba dan Julang Sumba Sebagai Satwa Prioritas
TN Matalawa ........................................................................ 12
8. Rusa Timor dan Ular Sanca Batik ............................................ 13
9. Air Terjun Lapopu ................................................................. 14
10. Air Terjun Matayangu ........................................................... 15
11. Julang Sumba dan Kacamata Limau ....................................... 16
12. Kegiatan Pengamatan Burung di Blok Hutan Billa .................... 17
13. Gua Jaga, Gua Marabi dan Gua Mili Pahuru ............................ 18
14. Pantai Lokulisi dan Pantai Mondulambi ................................... 19
15. Grafik Tren Peningkatan Kunjungan Wisata TN Matalawa ........ 31
16. Kerangka Pengelolaan TN Matalawa ...................................... 38
17. Matriks Korelasi Sasaran, Program/Kegiatan dan Hasil
Yang Diharapkan Pada Pengelolaan TN Matalawa ................... 39
xv
RENCANA PENGELOLAAN JANGKA PANJANG TAMAN NASIONAL MATALAWA
BAB I. PENDAHULUAN
A. Kondisi Umum
1. Letak dan Luas
Taman Nasional Manupeu Tanah Daru dan Laiwangi Wanggameti atau seterusnya
disingkat menjadi TN MATALAWA terdiri dari dua kawasan Taman Nasional yaitu Manupeu
Tanah Daru dan Laiwangi Wanggameti. Secara geografis Kawasan Taman Nasional
Manupeu Tanah Daru berada pada 9°53’32,013’’ - 9°29’43,809’’LS, 119°26’5,64’’-
119°53’21,172’’BT, sedangkan Kawasan Taman Nasional Laiwangi Wanggameti berada
pada 120˚03’-120˚19΄ BT dan 9˚57΄- 10˚11΄ LS. Pada saat penunjukan tahun 1998, dua
kawasan yang bergabung menjadi TN MATALAWA memiliki luas masing-masing ±
87.984,09 ha untuk Kawasan Taman Nasional Manupeu Tanah Daru dan ±47.014,00 ha
untuk Kawasan Taman Nasional Laiwangi-Wanggameti.
Gambar 1. Peta Taman Nasional Matalawa yang terdiri dari Kawasan Manupeu Tanah Daru
(Kanan-atas), dan Kawasan Laiwangi Wanggameti (kiri-bawah) berdasarkan SK Penunjukan
Menteri Kehutanan dan Perkebunan Nomor 576 tahun 1998
1
RENCANA PENGELOLAAN JANGKA PANJANG TAMAN NASIONAL MATALAWA
2. Sejarah Kawasan
TN MATALAWA memilki sejarah yang cukup panjang, mulai dari penunjukan
kawasan secara bersama-sama dua kawasan dengan organisasi yang terpisah sampai
dengan penggabungan dua organisasi pengelola, sebagai berikut:
1. Kelompok hutan Laiwangi Wanggameti memiliki sejarah panjang sebagai kawasan
lindung. Pada zaman Pemerintahan Hindia Belanda, kawasan ini termasuk kelompok
hutan yang dilindungi berdasarkan Surat Keputusan Swapraja ZB bsl 6-1-1930 dan
2
RENCANA PENGELOLAAN JANGKA PANJANG TAMAN NASIONAL MATALAWA
ZB bsl 20-7-1930 No.9, serta No.5ZB bsl 6-1-1932 No.3. Pada tahun 1965, kelompok
hutan ini ditetapkan statusnya sebagai hutan tutupan dengan fungsi hydrologisch
reserve berdasarkan SK Bupati Kepala Daerah TK II Sumba Timur No. 9/Pemb.1/3
tanggal 30 Januari 1965.
2. Menteri Kehutanan dengan Keputusan Nomor : 89/Kpts-II/1983 tanggal 2
Desember 1983 telah menunjuk sebagian hutan di Propinsi Daerah Tingkat I Nusa
Tenggara Timur antara lain sebagian Hutan Suaka Alam dan Hutan Wisata seluas
± 131.890 (seratus tiga puluh satu ribu delapan ratus sembilan puluh) hektar, Hutan
Lindung seluas 667.601 (enam ratus enam puluh tujuh ribu enam ratus satu) hektar
dan Hutan Produksi Terbatas seluas ± 398.954 (tiga ratus sembilan puluh delapan
ribu sembilan ratus lima puluh empat) hektar, yang terletak di Kabupaten Daerah
Tingkat II Sumba Barat dan Kabupaten Daerah Tingkat II Sumba Timur.
3. Menteri Kehutanan dan Perkebunan dengan Keputusan Nomor : 576/Kpts-II/1998
tanggal 3 Agustus 1998 tentang Perubahan Fungsi Sebagian Kawasan Cagar Alam,
Hutan Lindung, dan Hutan Produksi Terbatas seluas ±134.998,09 (seratus tiga
puluh empat ribu sembilan ratus sembilan puluh delapan, sembilan perseratus)
hektar menjadi Kawasan Taman Nasional Manupeu Tanah Daru seluas ± 87.984,09
(delapan puluh tujuh ribu sembilan ratus delapan puluh empat, sembilan
perseratus) hektar, dan Kawasan Taman Nasional Laiwangi-Wanggameti seluas
±47.014,00 (empat puluh tujuh ribu empat belas) hektar, yang terletak di
Kabupaten Daerah Tingkat II Sumba Barat dan Kabupaten Daerah Tingkat II Sumba
Timur, Propinsi Nusa Tenggara Timur.
4. Tata batas kawasan Taman Nasional Manupeu Tanah Daru (TNMT) terdiri dari RTK
5, RTK 44 dan RTK 60. Kronologis tata batas TNMT adalah sebagai berikut:
• Tata batas definitif I, tahun 2003 dengan panjang batas kawasan yang ditata
batas adalah 35.32 km dengan jumlah pal adalah 330 buah pada 5 desa.
• Tata batas definitif II, tahun 2004 dengan batas kawasan yang ditata adalah
51.15 km dengan jumlah pal adalah 399 buah pada 6 desa.
• Tata batas definitif III, tahun 2005 dengan batas kawasan yang ditata batas
adalah 74.52 km dengan jumlah pal adalah 592 buah pada 8 desa.
• Tata batas definitif IV, tahun 2006 dengan batas kawasan yang ditata batas
adalah 39.03 km dengan jumlah pal adalah 61 buah pada 3 desa.
• Tata batas definitif V, tahun 2013 dengan batas kawasan yang ditata batas
adalah 30.33 km dengan jumlah pal adalah 26 buah pada 3 desa.
5. Batas Taman Nasional Laiwangi Wanggameti saat ini mempergunakan TGHK tahun
1984/1985 yang telah temu gelang dan tata batas ulang tahun 2005/2006 pal batas
yang ada sebagian masih menggunakan pal HL dan banyak pal batas yang telah
hilang/rusak. Tata batas ulang tahun 2005-2006 yang hasilnya belum temu gelang
yakni pada wilayah desa: Wanggameti, Nangga, Tandulajangga, Nggongi,
Praimadita, dan Lailunggi.
6. Menteri Kehutanan dengan Keputusan Nomor: SK. 3911/ MENHUT-VII/KUH/2014
tanggal 14 Mei 2014 tentang Kawasan Hutan dan Konservasi Perairan Provinsi Nusa
Tenggara Timur.
7. Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan dengan Keputusan Nomor :
SK.1158/MenLHK-PKTL/KUH/PKTL.2/2/2016 tentang Penetapan Kawasan Hutan
3
RENCANA PENGELOLAAN JANGKA PANJANG TAMAN NASIONAL MATALAWA
3. Aksesibilitas
Pulau Sumba merupakan salah satu pulau terluar di Indonesia. Jarak terdekat dari
ibukota Jakarta adalah sekitar 1.500 km yang bisa ditempuh dengan 3 jam perjalanan udara
dengan transit di Pulau Bali. Jika melalui perjalanan laut, dapat ditempuh dari Surabaya ke
Kota Waingapu dengan lama perjalanan selama 2 atau 3 hari.
Kawasan TN Matalawa dapat dicapai dari dua titik kota utama yaitu Kota Waingapu
Sumba Timur dan Waitabula Sumba Barat Daya. Pada kota tersebut telah terbangun
masing-masing 1 pelabuhan udara dan 1 pelabuhan laut. Kawasan TN Matalawa secara
geografis terletak diantara dua pintu masuk tersebut. Kondisi ini merupakan menjadikan
4
RENCANA PENGELOLAAN JANGKA PANJANG TAMAN NASIONAL MATALAWA
Jalan Lintas
Gambar 2. Lokasi pelabuhan udara dan pelabuhan laut di Pulau Sumba, dan arah jalur penerbangan
domestik menuju Sumba (indeks).
Di sebelah Timur terdapat bandara Umbu Mehang Kunda Waingapu yang bisa
diakses dari bandara Ngurah Rai Bali dan bandara El Tari Kupang. Kawasan yang terdekat
dari Waingapu adalah Taman Nasional Manupeu Tanah Daru dengan jarak sekitar 60 km
(jalan arteri sekunder) menuju Kantor Wilayah SPTN II Lewa dan dilanjutkan dengan
perjalanan sekitar 5 menit (±15 km) menuju kantor Resort di Kambatawundut. Sedangkan
untuk mencapai kawasan Taman Nasional Laiwangi Wanggameti, diperlukan waktu tempuh
perjalanan sekitar 4 (empat) jam untuk wilayah Tabundung dan Tanarara.
Adapun untuk akses laut bisa melalui Pelabuhan Laut Waikelo Waitabula dan
Pelabuhan Waingapu yang dapat diakses dari Pelabuhan Laut Sape (Sumbawa), Genoa
(Bali), Tanjung Perak Surabaya dan Pelabuhan laut Kupang. Kualitas akses darat cukup
memadai untuk menuju ke sebagian lokasi di Kawasan TN Matalawa baik menggunakan
kendaraan dinas roda dua lapangan, roda empat biasa, dan roda empat 4WD. Selain
5
RENCANA PENGELOLAAN JANGKA PANJANG TAMAN NASIONAL MATALAWA
4. Kondisi Fisik
a. Geologi dan Topografi
Berdasarkan Peta Geologi Bersistem Nusa Tenggara Skala 1 : 250.000 yang
dikeluarkan oleh Pusat Penelitian dan Pengembangan Geologi Bandung (1993) formasi
geologi pulau Sumba dapat diuraikan sebagai berikut :
1. Endapan permukaan (Aluvium) tersusun dari lempung, lanau, pasir, kerikil dan
bongkah.
2. Batuan sedimen tediri dari Formasi Praikajelu, Formasi Watopata, Formasi
Tanahroong, Formasi Paumbapa, Formasi Pamalar, Formasi tandaro, Formasi
Waikabubak, Formasi Kananggar dan Formasi Kaliangga yang tersusun antara
lain dari batugamping, batupasir, batulempung, batulanau, napal, tufan,
konglomerat.
3. Batuan gunung api terdiri dari Formasi Masu dan Formasi Jawila yang tersusun
dari lava, breksi gunungapi tuf dan andesit.
4. Batuan terobosan yang tersusun dari sienit, diorit, granodiorit, dan granit.
6
RENCANA PENGELOLAAN JANGKA PANJANG TAMAN NASIONAL MATALAWA
Untuk Kawasan TNLW formasi geologi terdiri dari endapan permukaan Aluvium,
batuan sedimen (Formasi Kananggar, Formasi Paumbapa dan Formasi Tanahroong), batuan
gunungapi (Formasi Masu dan Formasi Jawila) serta batuan terobosan granit. Menurut Peta
Tanah Bagan Indonesia 1 : 2.500.000 dari Lembaga Penelitian Tanah Bogor 1968, di Pulau
Sumba terdapat jenis-jenis tanah Grumusol dengan bentuk wilayah Palembahan, Mediteran
dengan bentuk wilayah dataran, mediteran dengan bentuk wilayah volkan, mediteran
dengan bentuk wilayah pegunungan lipatan dan latosol dengan bentuk wilayah
Plato/vulkan.
Secara umum, kondisi fisik kawasan TN Matalawa bervariasi dari bibir pantai (0
meter dpl) dengan permukaan relatif datar, bergelombang, berbukit sampai dengan
gunung. Kelompok hutan Laiwangi Wanggameti terklasifikasi menjadi tiga kelas lereng
dengan rincian: kelas lereng 3 yaitu agak curam (15-25 %), kelas lereng 4 yaitu curam (25-
45%) dan kelas lereng 5 yaitu sangat curam (≥ 45%). Terdapat empat puncak yang
merupakan gunung utama di Sumba yaitu: Puncak Manupeu di wilayah Sumba Barat,
Puncak Tanadaru di wilayah Sumba Tengah, Puncak Laiwangi dan Puncak Wanggameti di
wilayah Sumba Timur. Puncak tertinggi adalah Wanggameti terletak pada ketinggian 1.224
meter dpl.
7
RENCANA PENGELOLAAN JANGKA PANJANG TAMAN NASIONAL MATALAWA
8
RENCANA PENGELOLAAN JANGKA PANJANG TAMAN NASIONAL MATALAWA
Linggit, DAS Kambaniru, DAS Magili Rendi, DAS Tondu, DAS Wahang, DAS Praigaga, DAS
Kadahang, DAS Palamedo, DAS Mamboro, DAS Labariri, DAS Praihau, DAS Tidas, DAS
Tadanyalu, DAS Lailiang, DAS Lisi, dan DAS Tangairi.
Gambar 4. Air Terjun Kanabuwai sebagai mata air salah satu DAS yang utama di Pulau
Sumba dan sangat penting pengaruhnya bagi kehidupan masyarakat.
Berikut adalah Sungai-sungai yang berhulu di dalam Kawasan Matalawa:
Tabel 3. Daftar sungai yang mata airnya berasal dari Kawasan Matalawa
Panjang Desa yang dilalui
No Nama Sungai
(km)
1 Praimudi 11 Tarimbang
2 Tapil 6 Tapil
3 Laputi 17 Praing Kareha
4 Laiponju 8 Wahang
5 Prambahajala 7 Tawui
6 Hambai / Kahalatu 10 Lailunggi
7 Hambai / Kahalatu 5 Wangga Bewa
8 Apu Uru / Warinding 16 Ramuk
9 Tamuji 15 Billa
10 Wara 13 Karita
11 Kanapa Wai 22 Waikanabu
12 Lumbung 32 Maidang
Sumber: Laporan Hasil Pembuatan Batas Definitif oleh BPHK 2006
5. Kondisi Bioekologi
Kawasan TN Matalawa memiliki keragaman hayati flora endemik Pulau Sumba
dengan karakteristik yang unik dan khas. Tipologi kawasan TN Matalawa didominasi oleh
perbukitan dengan bukit tertinggi adalah Tanah Daru (±918 meter dpl) dan Wanggameti
(± 1.224 meter dpl). Karakteristik spesies flora merupakan jenis tumbuhan peralihan antara
jenis tumbuhan dataran rendah dengan pegunungan rendah. Kompleksitas jenis dijumpai
9
RENCANA PENGELOLAAN JANGKA PANJANG TAMAN NASIONAL MATALAWA
berdasarkan tipe ekosistem terbangun, mulai dari vegetasi pantai kering/berpasir, vegetasi
pantai basah/mangrove, vegetasi padang dan sabana, dan vegetasi hutan perbukitan
dataran rendah (hutan tropika kering dan semi awet hijau). Secara fisiognomi dikenal
sebagai hutan lima musim dan dibagi dalam dua tipe yaitu hutan primer dan hutan
sekunder.
Flora
Berdasarkan serangkaian inventarisasi yang sudah dilakukan oleh PEH TN Matalawa
bersama beberapa pihak diantaranya LIPI, JICA, JICS, Litbang Kehutanan Kupang, dan
Himakova IPB, diketahui terdapat sekitar 375 jenis tumbuhan yang sudah teridentifikasi
dari dalam Kawasan TN Matalawa. Sebanyak 90 jenis merupakan tumbuhan berkhasiat
obat. Sebanyak 70 jenis epipit sudah teridentifikasi yang 16 jenis diantaranya adalah
anggrek.
Jenis-jenis flora didominasi Alstonia spectabilis, Canarium sp, Ficus sp, Syzygium
sp, Dysoxylum sp dan Palaqium sp. Jenis vegetasi penciri hutan sekunder – jenis yang
umum dijumpai di hutan dataran rendah – adalah Melochia umbelata, Ficus septica,
Casuarium oleosum, Toona sureni dan Legistromea sp. Beberapa jenis merupakan jenis
yang dilindungi dan masuk dalam kategori CITES, Appedix II, yaitu Gaharu (Grinops
verstegi) dan kategori CITES Appendix I, yaitu Cendana (Santalum album) (Iriansyah M
dkk, 2005). Spesies-spesies potensial dan bernilai komersial tinggi tersebut merupakan aset
potensi Taman Nasional Manupeu Tanah Daru yang perlu dieksplorasi dan dibudidayakan
dalam rangka upaya konservasi biodiversitas.
Gambar 5. Jenis-jenis pohon unggulan dan khas penyusun vegetasi Matalawa - Sumba
10
RENCANA PENGELOLAAN JANGKA PANJANG TAMAN NASIONAL MATALAWA
Potensi jenis flora lainnya adalah jenis-jenis pohon kayu bangunan dengan kualitas
mendekati kuat dan awet yaitu pohon Mayela (Orophea polycarpa). Kayu jenis ini
dipergunakan secara terbatas pada perumahan adat sebagai penyangga utama bangunan
rumah adat. Pada pemakaian di masyarakat, penggunaan jenis kayu mayela terbatas pada
golongan/tingkat kelas sosial tertinggi pada status sosial adat Sumba. Pada umumnya
adalah pemuka dan tokoh adat.
Biodiversitas flora kawasan TN MATALAWA menyimpan beragam potensi obat-
obatan pada tiap tipe vegetasi, mulai dari vegetasi padang sabana, hutan tropika kering,
dan hutan semi awet. Beberapa diantaranya adalah tipe epifit dan herba. Jenis epifit
potensial obat adalah kepala monyet/sarang semut (Myrmecodia pendans), digunakan
sebagai imuno stimulan kekebalan tubuh dan penyembuhan obat penyakit dalam (anti
kangker, penyakit jantung dan stroke, gangguan ginjal dan penyakit dalam lainnya). Jenis
herba dan perdu potensial obat antara lain alang-alang (Imperata cylindrica), famili
Zingiberacea, may kunyit (Curcuma longa) dan sebagainya. Sedangkan jenis obat dari
pohon adalah Pohon Linu (Grewia acuminata), sebagai obat penambah darah, obat sakit
perut dan obat vitalitas pria. Lamtoro/Petai Cina (Leucana glauca) berkhasiat untuk peluruh
air seni (diuretik) dna sebagai obat cacing. Potensi-potensi flora lainnya masih banyak
tersimpan dalam kawasan dan belum dibudidayakan secara optimal. Jenis potensial lainnya
antara lain : rotan (Calamus sp) dan pandan (Pandanus sp) sebagai bahan kerajinan (Balai
TNMT, 2010). Tabel daftar jenis flora terdapat pada lampiran.
Gambar 6. Sarang semut (kiri) dan lamtoro / petai cina (kanan) potensi
tanaman obat yang cukup melimpah dalam kawasan Matalawa
11
RENCANA PENGELOLAAN JANGKA PANJANG TAMAN NASIONAL MATALAWA
Fauna
Biodiversitas fauna didominasi oleh jenis-jenis burung sumba, baik jenis endemik
maupun migran. Pulau Sumba memiliki keragaman jenis-jenis burung endemik yang tinggi.
Jumlah spesises burung di kawasan taman nasional sebanyak 159 jenis dan terdapat
delapan (11) spesies burung endemik yaitu: Burungmadu Sumba (Cinnyris buettikoferi),
Cabai Sumba (Dicaeum wilhelminae), Myzomela Sumba (Myzomela dammermani), Gemak
Sumba (Turnix everetti), Punai Sumba (Treron teysmanii), Walik Rawamanu (Ptilinopus
dohertyl), Sikatan Sumba (Ficedula harterti), Sikatan Coklat Sumba (Muscicapa segregate),
Pungguk Sumba, (Ninox sumbaensis), Pungguk Wengi (Ninox rudolfi) dan Julang Sumba
(Rhyticeros everetti). Selain itu terdapat sekitar 19 anak jenis endemik, misalnya Nuri Bayan
(Eclectus roratus cornelia) dan Kakatua Sumba (Cacatua sulphurea citrinocristata).
Gambar 7. Kakatua Sumba (kiri) dan Julang Sumba (kanan) sebagai satwa
prioritas perlindungan
TN MATALAWA memiliki empat jenis kupu-kupu endemik Sumba. Total jenis kupu-
kupu yang ada di dalam Taman Nasional sekitar 94 jenis, diantaranya: Famili Papilionidae,
Nymphalidae, Lycaenidae, Pieridae dan Satyridae. Keanekaragaman capung di TN
MATALAWA diketahui sebanyak 41 jenis, enam jenis merupakan endemik dan satu jenis
merupakan catatan baru (new record). Capung-capung tersebut termasuk ke dalam 10
famili yaitu: Libellulidae, Coenagrionidae, Aeshnidae, Platycnemididae, Euphaeidae,
Corduliidae, Lestidae, Protoneuridae, Gomphidae dan Chlorocyphidae.
Herpetofauna yang bisa dijumpai dalam kawasan TN MATALAWA terdiri dari 6 jenis
amfibi dan 30 jenis reptil. Adapun jenis amfibi tersebut adalah: Bufo melanostictus,
12
RENCANA PENGELOLAAN JANGKA PANJANG TAMAN NASIONAL MATALAWA
Fejervarya verruculosa, Hylarana elberti, Kaloula baleata, Litoria everetti dan Polypedates
leucomystax. Sedangkan jenis-jenis reptil yang tercatat dalam Kawasan TN MATALAWA
diantaranya: Draco abscurus, Eutropis multifasciatus, Lygosoma florens, Sphenomorphus
maculatus, Gecko gecko, Hemydactylus garnotii, Gymnodactylus sermowaienis,
Psammodynastes pulverulentus, Psammodynastes pictus, Trimeresurus albolabris, Python
reticulatus dan Lycodon aulicus. Terdapat 28 jenis mamalia yang teridentifikasi di dalam
Kawasan TN MATALAWA diantaranya: tikus besar lembah (Sundamys muelleri), kalong
(Pteropus alecto), codot Nusa Tenggara (Cinopterus nusatenggara), Kelelawar buluh kecil
(Tylonicteris pachypus), kelelawar ladam kecil (Rhinolophus pussilus), monyet ekor panjang
(Macaca fascicularis), musang luwak (Paradoxurus hermaproditus), babi hutan (Sus crofa)
dan rusa Timor (Cervus timorensis).
Prioritas spesies fauna yang menjadi fokus kelola Balai Taman Nasional MATALAWA
adalah jenis-jenis endemik terancam punah yaitu Julang Sumba (Rhyticeros everetti) dan
Kakatua Sumba (Cacatua sulphurea citrinocristata). Burung tersebut merupakan pemakan
buah dan biji pohon. Posisi sarang biasanya diletakan di habitat yang berupa hutan-hutan
primer dengan tutupan yang masih relatif utuh. Kedua jenis tersebut ditetapkan sebagai
flagship species Balai Taman Nasional MATALAWA.
Spesies perlindungan lain adalah Rusa timor (Cervus timorenses) dengan
persebaran pada habitat padang dan hutan peralihan, Ular phyton (Phyton reticulatus),
jenis-jenis amphibi endemik dan jenis lainnya. Keberadaan potensi fauna TNMT menjadi
prioritas pengawetan dan pelestarian sumber daya alam kawasan TNMT (Balai TNMT,
2008; Balai TNMT, 2009).
Gambar 8. Rusa Timor (kiri) dan Ular sanca batik / python (kanan) di habitatnya
13
RENCANA PENGELOLAAN JANGKA PANJANG TAMAN NASIONAL MATALAWA
strategis dan kekayaan sosial budaya khas Sumba disekelilingnya. Kekayaan tersebut
merupakan potensi wisata yang sangat unik dan menarik serta menjanjikan jika dikelola
dengan baik.
Secara umum potensi objek wisata di TN Matalawa terdiri atas alam dan
kebudayaan. Objek wisata alam yang diharapkan menjadi produk unggulan TN Matalawa
diantaranya: Air Terjun Lapopu, Air Terjun Matayangu, Air Terjun Kanabuai, Air Terjun
Wanggameti, Air Terjun Laputi, Danau Laputi, gua-gua, jalur pengamatan burung (bird
watching track) di Billa, Langgaliru dan Manurara serta beberapa potensi wisata pantai
yang bisa jadi kesatuan paket wisata. Potensi Gua yang ditemukan oleh kegiatan eksplorasi
ASC tahun 2009 sebanyak 23 Gua dan 11 Gua diantaranya berpotensi sebagai objek
ekowisata.
Posisi objek Air Terjun Lapopu berada didalam zona pemanfaatan kawasan Hutan
Katikuloku Resort Wanokaka Wilayah Seksi Pengelolaan (SPTN) I Waibakul. Desa
penyangga kawasan tersebut adalah Desa Rewarara dan Katikuloku Kecamatan Wanokaka
Kabupaten Sumba Barat. Berdasarkan tim peneliti potensi air untuk PLTMH (Pembangkit
Listrik Tenaga Mini Hidro), aliran ini memiliki debit 1,6-1,8 m3 /detik dan memiliki
14
RENCANA PENGELOLAAN JANGKA PANJANG TAMAN NASIONAL MATALAWA
kandungan kapur yang cukup tinggi. Kandungan kapur tersebut menyebabkan warna indah
kebiruan pada badan sungai yang memiliki lebar rata-rata 5 meter dan kedalaman berkisar
antara 50 – 300 cm. Namun, demikian air jernih yang mengalir sepanjang tahun tersebut
tidak disarankan untuk diminum dalam jangka waktu yang lama karena kandungan kapur
yang cukup tinggi.
Posisi objek Air Terjun Matayangu berada didalam zona pemanfaatan kawasan Blok
Hutan Manurara Resort Waimanu Wilayah Seksi Pengelolaan (SPTN) I Waibakul. Desa
penyangga kawasan tersebut adalah Desa Manurara Kecamatan Katikutana Kabupaten
Sumba Tengah.
Gua Matayangu sangat berpotensi dan spektakuler. Posisi mulut gua berada di
tengah-tengah tebing dimana dari mulutnya memancarkan air sehingga menjadi air terjun
yang merupakan sebuah fenomena alam kars yang jarang dijumpai di Indonesia. Mulut gua
15
RENCANA PENGELOLAAN JANGKA PANJANG TAMAN NASIONAL MATALAWA
yang horizontal harus ditempuh dengan penelusuran vertikal karena letaknya yang berada
di tengah tebing. Gua ini dapat dikembangkan menjadi objek ekowisata minat khusus
dengan tingkat kesulitan tinggi dan membutuhkan penelusur gua berpengalaman sebagai
pemandu gua. Wisatatan yang hendak menelusuri gua ini setidaknya mahir menggunakan
teknik SRT (Single Rope Technique) (ASC, 2008).
Cucuran air terjun dari Sungai Patengan dan dari Gua Matayangu bertemu pada
kolam Matayangu dan mengalir menjadi Sungai Matayangu yang kemudian bertemua
dengan aliran sungai Lapopu. Kolam genangan air terjun memiliki warna kebiruan dan
berdiameter ± 55 meter yang pernah digunakan oleh wisatawan asing untuk berenang.
Aktifitas bermain air bisa dilakukan pada aliran air sungai yang bertingkat-tingkat dan
terhalang oleh bebatuan.
16
RENCANA PENGELOLAAN JANGKA PANJANG TAMAN NASIONAL MATALAWA
Tidak jauh dari Birdwatching track Langgaliru ada jalur Kambata wundut yang biasa
digunakan untuk birdwatching sepanjang 1,79 km (Wibawanto, 2011). Potensi wisata bird
watching di site-Manurara paling diminati dan paling dikenal sejauh ini oleh para wisatawan
khususnya wisatawan asing. Hampir seluruh akses menuju potensi wisata lainnya yang
berada di Desa Manurara merupakan jalur yang potensial sebagai jalur pengamatan burung
karena dapat dijumpai berbagai jenis burung khususnya jenis endemik. Sedangkan untuk
wilayah Taman Nasional Laiwangi Wanggameti, terdapat hutan Billa yang menjadi salah
satu surga bagi lebih dari 50 jenis burung. Di hutan ini, para pengamat bisa melihat tarian
Kakatua dan Julang Sumba dengan lebih dekat.
Gambar 12. Para pengamat burung dari seluruh nusantara melakukan pengamatan di Billa
Terdapat dua jalur pengamatan burung lagi yang berpotensi untuk wisata minat
khusus ini, yaitu Jalur Wanokaka dan Jalur Watumbelar. Birdwatching track Wanokaka
merupakan jalur pengamatan burung sepanjang 1,5 km pada jalur (trail) wisata menuju
Air Terjun Lapopu. Jalur pengamatan burung (birdwatching track) Watumbelar merupakan
jalur yang sering dijadikan alternatif oleh para birdwatcher untuk mendapatkan burung
yang ingin dilihatnya. Kealamian jalur ini masih terjaga karena minimnya intervensi aktifitas
keseharian manusia (penduduk setempat). Burung-burung paruh bengkok dapat dengan
mudah ditemui pada waktu yang tepat di titik-titik tertentu jalur pengamatan ini.
Potensi Gua
Sebagian gua di Kawasan Matalawa berpotensi sebagai objek wisata alam yang
potensial meskipun merupakan tipologi ekosistem yang rentan. Tingkat kerentanan
ditunjukkan oleh tingkat kerumitan, keunikan dan keindahan estetik pada ornamen-
17
RENCANA PENGELOLAAN JANGKA PANJANG TAMAN NASIONAL MATALAWA
ornamen gua. Potensi gua perlu dimanfaatkan secara hati-hati sehingga laju kerusakan
ekosistem gua terkendali.
Gambar 13. Gua Jaga (kiri), Gua Marabi (Tengah), Gua Mili Pahuru (Kanan) (ASC, 2009)
Pantai
Potensi pantai didasarkan pada landskape pantai dan panoramic value yang melekat
di dalamnya. Proses-proses geomorfologi berlangsung membangun bentuk lahan marine
berupa keindahan karang, penggerusan pantai, pembentukan dataran pasir, dataran timbul
dan arus gelombang (Sutikno, 2009). Keunikan pantai di dalam dan di sekitar Kawasan
Matalawa diantaranya: Pantai Modulambi, Pantai Konda, Pantai Maloba, Pantai Aili, pantai
Hipi, Pantai Tangairi, Pantai Lokulisi dan Pantai Marabakul.
18
RENCANA PENGELOLAAN JANGKA PANJANG TAMAN NASIONAL MATALAWA
19
RENCANA PENGELOLAAN JANGKA PANJANG TAMAN NASIONAL MATALAWA
kawasan SPTN wilayah III Matawai Lapau berkisar antara 16-24 jiwa/km2. Berbeda
dengan wilayah lain, pemukiman penduduk di sekitar SPTN wilayah III Matawai Lapau
tidak mengelompok, tetapi tersebar menyesuaikan dengan lahan pertaniannya.
Mata pencaharian
Secara umum mata pencaharian sebagian besar masyarakat di desa penyangga
adalah bidang pertanian dan peternakan (90%) dengan sifat subsisten atau tidak
berkelanjutan melainkan masih tergantung pada faktor alam. Adapun jenis komoditi
pertanian yang sering ditanam diantaranya: padi, jagung, umbi-umbian dan sayuran.
Sedangkan upaya pengelolaan ternak masih dilakukan dengan sistem ternak lepas liar.
Adapun jenis ternak ya dibudidayakan diantaranya: ayam, sapi, kerbau, babi, kuda dan
kambing. Kendala terbesar dalam upaya pertanian adalah curah hujan yang rendah dengan
periode bulan basah yang singkat. Sedangkan ancaman dalam usaha peternakan adalah
rawannya tingkat keamanan. Pekerjaan atau mata pencaharian lain penduduk di desa
penyangga antara lain: pedagang, nelayan, guru, pegawai negeri, tenaga honorer,
pendeta, supir dan pensiunan.
20
RENCANA PENGELOLAAN JANGKA PANJANG TAMAN NASIONAL MATALAWA
hari berlangsung efektif seperti pada tatanan adat pesta perkawinan, kematian, maupun
bentuk kegiatan suka cita lainnya.
Masyarakat Sumba secara tradisional menyelenggarakan tata kehidupannya
menurut persekutuan hukum. Melalui persekutuan hukum inilah setiap individu dapat
menyatakan eksistensi melalui partisipasinya dalam kegiatan persekutuan. Persekutuan
hukum itu adalah menurut paraingu (desa/daerah tempat tinggal), kabihu (suku, marga)
dan menurut marapu (leluhur, dewa). Paraingu merupakan suatu kesatuan sosial
tradisional yang bercorak genealogis teritorial. Dalam sebuah paraingu terbagi atas
beberapa kotaku (kampung), yang di dalamnya beberapa kabihu yang mempunyai
hubungan-hubungan kekeluargaan mendirikan rumahnya. Jalinan hubungan dan sosial
mereka didasarkan atas pola kekerabatan dan adat istiadat. Hal itu tampak dalam berbagai
kegiatan kemasyarakatan antara lain dalam urusan perkawinan, kematian, pembangunan
dan perbaikan rumah, menanam dan panen, serta dalam berbagai penyelenggaraan
upacara pemujaan roh-roh para leluhur (Anggraeni, 2005).
Penduduk desa sekitar kawasan Taman Nasional sebagian besar memeluk agama
Kristen Protestan sedangkan lainnya memeluk agama Islam, Katolik dan Hindu/Budha. Di
samping itu, masih cukup banyak penduduk yang memeluk kepercayaan asli Sumba yaitu
Marapu. Kepercayaan Marapu dan adat istiadat Sumba yang bersumber dari Marapu
diwariskan turun temurun secara lisan, sehingga terdapat kesulitan untuk mencari tahu
konsep yang asli dan baku. Walau demikian, tidak seorang pun menyangkal bahwa
kehidupan sosial budaya orang Sumba tidak dapat dipisahkan dari kepercayaan Marapu,
sebagai agama asli warisan leluhur. Perpindahan menjadi Kristen maupun Islam dan
pembangunan telah merubah Marapu dari sebuah agama tradisional menjadi adat istiadat.
Konsep utama Marapu adalah tidak seorangpun dapat berkomunikasi dengan Sang
Alkhalik tanpa perantaraan roh nenek moyang atau Marapu. Marapu juga terdiri dari roh
orang mati atau arwah (Marapu Tau Meti) dan roh yang tidak berasal dari arwah nenek
moyang (Marapu Tau Luri) (Anggraeni, 2005). Kepercayaan Marapu menganggap bahwa
roh leluhur/nenek moyang dipercaya berada di tempat-tempat tertentu/khusus yang
disebut Kato’da dan Pahomba. Katoda berupa tugu batu atau kayu kecil yang berada di
berbagai tempat (di luar rumah) sebagai simbol dewa-dewi yang disembah di tempat itu,
sedangkan Pahomba berupa areal tertentu yang umumnya ditumbuhi pohonpohon besar
dan menjadi tempat keramat sebagai tempat sembahyang.
21
RENCANA PENGELOLAAN JANGKA PANJANG TAMAN NASIONAL MATALAWA
Kondisi Ekonomi
Kondisi ekonomi desa-desa di sekitar kawasan Matalawa adalah relatif pada
posisi/level menengah/sedang hingga kurang mampu. Budidaya pertanian dan berternak
telah mengalami perubahan dan perbaikan terutama dari budidaya ragam komoditi. Kondisi
volume produksi pada beberapa lokasi sudah mengalami peningkatan namun demikian
masih rendahnya sinergitas proyek-proyek pemerintah/swasta di sekitar kawasan turut
memperlambat produktifitas masyarakat. Potensi budidaya pertanian skala kecil yakni kutu
lak, dan jambu mete, masih terbuka peluang pengembangannya namun belum intensif
pemanfaatan luas lahan tanaman, belum memiliki benih yang berkualitas, masih rendahnya
akses petani terhadap pemanfaatan modal dari bank.
Pembangunan ekonomi Sumba Timur pada dasarnya mulai tumbuh setiap tahun
tetapi konsumsi pun naik terus teristimewa untuk keperluan bahan konsumsi dan bangunan
seiring dengan dampak pertumbuhan penduduk, peningkatan kesejahteraan, pertambahan
perkantoran dan pemekaran wilayah. Ketidakseimbangan produksi dan konsumsi
berdampak pada ketergantungan pemanfaatan sumber daya alam mentah dan
keterpaksaan penjualan komoditi non olahan ke luar Sumba. Dampak yang nyata adalah
adanya ketidakseimbangan pengaliran dana cash ke luar Sumba yang utamanya ke Pulau
Jawa. Kondisi ini diperparah lagi dengan adanya keterbatasan sarana angkutan laut dan
udara dari Pulau Jawa menuju Waingapu serta kondisi iklim/cuaca laut yang sering tidak
kondusif akibat gelombang laut yang tinggi.
22
RENCANA PENGELOLAAN JANGKA PANJANG TAMAN NASIONAL MATALAWA
merupakan aset penunjang budidaya genetik unggul untuk kemaslahatan bersama, seperti
pengembangan jenis gaharu dalam kawasan, obat-obatan, dan sebagainya.
Pembangunan bidang pariwisata di Sumba ditunjang oleh potensi-potensi spesifik
dan unik. Kawasan Taman Nasional Matalawa menyimpan ragam keunikan tersebut dalam
berbagai bentuk potensi, meliputi: gua-gua, air terjun, pantai, hutan, satwa, bentang alam
dan sebagainya. Peran kawasan taman nasional adalah penyedia destinasi wisata terkait
dengan potensi yang dimiliki tersebut. Kondisi ini mendorong wisatawan untuk berkunjung
ke Sumba. Pemerintah Daerah Se-Sumba dalam hal ini berperan sebagai penyediaan
fasilitas pendukung/penunjang wisata seperti transportasi, penginapan, kuliner, handicraft
dan sebagainya. Dengan demikian, pengembangan pariwisata harus terintegrasi dengan
kebijakan masing-masing pemda. Pemda Sumba Barat Daya sebagai gerbang pintu
masuknya wisatawan, secara tidak langsung terimbas dengan nilai potensi kawasan karena
dapat digunakan sebagai bagian dari paket wisata yang dikembangkan. Dampak positif
pengembangan pariwisata terintegrasi yaitu peningkatan PAD sektor pariwisata.
Pendapatan daerah berasal dari pengeluaran ekstra wisatawan yang dibelanjakan di luar
tujuan pokok wisata, seperti biaya hotel, pembelian handicraft, kuliner, dan lainnya.
Dengan demikian, posisi strategis kawasan Matalawa sangat penting dalam menunjang
peningkatan pariwisata di Pulau Sumba.
Kawasan Taman Nasional Matalawa berperan dalam pelestarian budaya adat sumba.
Hal ini dilakukan dengan adanya peran taman nasional dalam memfasilitasi prosesi adat di
kawasan seperti adat marrapu dan poddu. Bentuk dukungan ini ditunjukkan dengan
penetapan lokasi adat/budaya tersebut dalam zona budaya/religi dalam tata ruang
kawasan taman nasional. Konteks ini selaras dengan arah pembangunan Pemda
(Kabupaten Sumba Barat, Kabupaten Sumba Tengah dan Kabupaten Sumba Timur) dalam
melestarikan budaya adat Sumba.
Fungsi hidrologis kawasan Taman Nasional Matalawa adalah konservasi sumber daya
air sebagai bagian dari sistem penyangga kehidupan masyarakat Sumba, berupa
perlindungan sistem DAS, penangkal erosi dan banjir, areal tangkapan air dan fungsi tata
air bawah tanah. Dalam hal ini, bentuk manfaat utamanyanya adalah sumber air bersih
masyarakat. Pemanfaatan sumber daya air yang berasal dari kawasan taman nasional saat
ini digunakan untuk pemenuhan kebutuhan air bersih, pengairan sawah masyarakat dan
PLTMT di tiga kabupaten tersebut. Dengan demikian, peranan ini sangat strategis guna
mendukung percepatan pembangunan di Pulau Sumba.
Fungsi sebagai penyedia energi terbarukan dilakukan dengan pemanfaatan aliran
Sungai Lapopu untuk pembangkit listrik tenaga minihidro (PLTMH) di Wanokaka, Sumba
23
RENCANA PENGELOLAAN JANGKA PANJANG TAMAN NASIONAL MATALAWA
Barat. Pasokan energinya, didistribusi oleh PLN untuk masyarakat di wilayah tiga kabupaten
yakni Sumba Barat, Sumba Timur dan Sumba Menengah. Mengingat, Pulau Sumba terus
mengalami kekurangan energi listrik seiring peningkatan pembangunannya. Untuk itu,
diperlukan alternatif sumber energi yang dapat digunakan sebagai penggantinya. Potensi
energi terbarukan dalam kawasan taman nasional belum sepenuhnya dioptimalkan
sehingga membuka peluang untuk dikembangkan, seperti potensi listrik skala rumah
tangga dengan penerapan teknologi tepat guna yang tidak dapat dijangkau oleh jaringan
listrik PLN.
Peningkatan kapasitas masyarakat merupakan tujuan yang sejalan dengan tujuan
pembangunan pemerintah daerah dan taman nasional. Bentuk-bentuk pemberdayaan oleh
Taman Nasional Matalawa mampu menjadi bagian dari proses pembangunan masyarakat
di Kabupaten yang berbatasan dengan kawasan.
Rencana pengelolaan Taman Nasional Matalawa mencakup sinkronisasi
pembangunan daerah yang terdapat dalam Rencana Tata Ruang Wilayah pada tingkat
Provinsi Nusa Tenggara Timur dan Rencana Tata Ruang Wilayah pada tingkat Kabupaten
Sumba Timur, Sumba Tengah dan Sumba Barat. Tata ruang wilayah merupakan upaya
penataan didasarkan pada kesatuan geografis beserta segenap unsur terkait, dengan batas
dan sistemnya ditentukan berdasarkan aspek administratif dan atau aspek fungsional.
Pembangunan tata ruang wilayah dituangkan dalam rencana tata ruang yang disusun oleh
pemerintah provinsi dan kabupaten.
Sinkronisasi rencana pengelolaan Taman Nasional Matalawa dengan Rencana Tata
Ruang dan Wilayah (RTRW) tingkat Provinsi dan Kabupaten meliputi:
1. Rencana Tata Ruang Wilayah Tingkat Provinsi NTT, sesuai dengan Perda No.1 Tahun
2011 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Provinsi Nusa Tenggara Timur Tahun 2010-
2030.
2. Rencana Tata Ruang Wilayah Tingkat Kabupaten Sumba Timur sesuai dengan Perda No.
12 Tahun 2010 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten Sumba Timur Tahun
2008 - 2028.
3. Rencana Tata Ruang Wilayah Tingkat Kabupaten Sumba Tengah sesuai dengan Perda
No. 8 Tahun 2011 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten Sumba Tengah
Tahun 2009-2029.
4. Rencana Tata Ruang Wilayah Tingkat Kabupaten Sumba Barat sesuai dengan Perda No.
1 Tahun 2012 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten Sumba Barat Tahun
2012 -2032).
Rencana Tata Ruang Wilayah Tingkat Provinsi Nusa Tenggara Timur yang selaras
dengan pengelolaan Taman Nasional Matalawa:
1. Kebijakan penataan ruang wilayah Provinsi Nusa Tenggara Timur poin (e) tentang
pemeliharaan dan perwujudan kelestarian fungsi lingkungan hidup;
24
RENCANA PENGELOLAAN JANGKA PANJANG TAMAN NASIONAL MATALAWA
25
RENCANA PENGELOLAAN JANGKA PANJANG TAMAN NASIONAL MATALAWA
f. peningkatan kualitas lingkungan sekitar taman nasional, taman hutan raya dan
g. taman wisata alam melalui upaya pencegahan kegiatan yang mempunyai potensi
h. menimbulkan pencemaran.
i. perlindungan dan pelestarian satwa melalui pengelolaan taman nasional.
Pada rencana tata ruang wilayah Kabupaten Sumba Tengah (Pasal 45 ayat 2), posisi
kawasan Taman Nasional Manupeu Tanah Daru merupakan kawasan strategis dari sudut
pandang kepentingan fungsi dan daya dukung lingkungan. Dengan demikian,
keberadaannya perlu didukung pengembangannya dan dijamin kelestariannya.
26
RENCANA PENGELOLAAN JANGKA PANJANG TAMAN NASIONAL MATALAWA
27
RENCANA PENGELOLAAN JANGKA PANJANG TAMAN NASIONAL MATALAWA
tutupan lahan yaitu : hutan primer, hutan sekunder tinggi, hutan sekunder muda, hutan
campuran/terpencar, hutan pantai, alang-alang/semak/padang rumput, dan mangrove.
Ekspedisi bioresource LIPI 2016 mengungkapkan bahwa bagian dari tutupan hutan
itu diantaranya adalah ekosistem yang khas Sumba yaitu hutan kerdil tropika (tropical elfin
forest) dan hutan gugur daun Sumba (Sumba deciduous forest) yang hanya ditemukan di
Kawasan Matalawa. Tipe ekosistem elfin hanya ditemukan di beberapa tempat di Indonesia.
Sedangkan ekosistem hutan musim (monsoon forest) dengan guguran daun yang lebar
dari banyak jenis tumbuhan yang hidup di tanah yang relatif miskin hara adalah sangat
unik dan tidak ditemukan di tempat lain di Indonesia. Salah satu kesimpulan dari penelitian
LIPI tersebut adalah Sumba sebagai pulau samudera tua (ancient oceanic island) dan
sepanjang sejarah geologinya telah menjadi semacam suaka (refuge/sanctuary) bagi
sebagian flora asli dari bagian selatan Pangaea atau setidaknya Gondwana.
Saat ini dalam kawasan Taman Nasional Matalawa sudah diketahui lebih dari 375
jenis flora dan diperkirakan tidak kurang dari 40% diantaranya merupakan tumbuhan
tingkat tinggi atau pohon berkayu yang khas ekosistem tersebut. Sebanyak 90 jenis sudah
teridentifikasi dan terdeskripsi sebagai tumbuhan berkhasiat obat. Adapun untuk jenis epifit
yang baru teridentifikasi sebanyak 70 jenis, 25% diantaranya adalah anggrek yang
berpotensi sebagai tanaman hias. Kusuma et al (2016) menemukan empat jenis dari
Podocarcaceae yang menjadi salah satu indikator tingginya keanekaragaman jenis flora di
Kawawan Taman Nasional Matalawa.
Pada beberapa lokasi terlihat hutan yang mulai tumbuh secara alami. Biji-bijian yang
tersimpan sebagai seed bank mulai bertunas dan tumbuh menjadi anakan yang menambah
lebar tutupan hutan dan bahkan mulai menjadi koridor antar hutan yang terfragmentasi.
Akan tetapi pada banyak lokasi, proses pertumbuhan hutan tersebut terhenti yang
disebabkan oleh gangguan kebakaran lahan. Kusuma et al (2016) merekomendasikan
kegiatan restorasi dan pengkayaan jenis dengan tumbuhan jenis lokal untuk membantu
proses suksesi sekunder.
Padang savana di kawasan Taman Nasional Matalawa terdiri atas dua tipe, yaitu
savana derivatif dan savana klimaks iklim. Savana derivatif yaitu savana yang terbentuk
karena proses konversi lahan hutan. Oleh karena itu, savana tipe ini bisa terdapat di daerah
beriklim basah. Sedangkan savana klimaks iklim adalah savana yang terjadi secara alami,
yaitu savana klimaks iklim. Savana tersebut merupakan habitat alami bagi jenis mamalia
yang dilindungi seperti Rusa timor maupun avifauna yang endemik seperti Gemak Sumba.
Namun hasil penelitian Sumadijaya dan Sianturi (2016) mengungkapkan bahwa savana
yang alami tersebut sudah terdesak oleh merebaknya tai kabala (Chromolaena odorata).
28
RENCANA PENGELOLAAN JANGKA PANJANG TAMAN NASIONAL MATALAWA
29
RENCANA PENGELOLAAN JANGKA PANJANG TAMAN NASIONAL MATALAWA
merupakan salah satu spesies kunci ekosistem hutan karena merupakan pakan utama
berbagai jenis fauna yang mendiami ekosistem tersebut baik mamalia seperti monyet ekor-
panjang, maupun avifauna seperti julang sumba. Selain keluarga ficus, terdapat jenis-jenis
lain yang penting karena berperan sebagai pohon sarang, pohon tengger, pohon pakan,
pohon tahan api dan pohon adat yang sudah mulai langka. Jenis-jenis tersebut diantaranya
: Mara (Tetrameles nudiflora), Kahambi omang (Pometia tomentosa), Kadoru (Palaquium
obovatum), Kihi (Canarium sp), Halai (Alstonia spectabilis), Cimung/Nggay (Tetrameles
nudiflora), Ulukataka (Aglaia sp) dan Mayela (Trophis phillipinensis).
Jenis kunci (key species) untuk satwa adalah burung-burung terutama burung
endemik Sumba yang dilindungi dan mengalami kerawanan yaitu Julang Sumba (Rhyticeros
everetti) dan Kakatua Sumba (Cacatua sulphurea citrinocistata). Kedua flag species
tersebut sangat terkait dengan kelestarian hutan dan kehidupan adat masyarakat Sumba.
Burung-burung lain yang endemik Sumba yaitu : Burungmadu Sumba, Cabai Sumba,
Myzomela Sumba, Gemak Sumba, Punai Sumba, Walik Rawamanu, Sikatan Sumba, Sikatan
Coklat Sumba, Pungguk Sumba, Pungguk Wengi dan Julang Sumba. Selain burung, ada
jenis mamalia dilindungi yang menjadi spesies kunci yaitu Rusa timor (Cervus timorensis).
4. Pemanfaatan Tradisional
Sampai saat ini sebagian besar masyarakat Sumba yang berada di pedesaan
terutama yang di sekitar hutan, masih bergantung pada ketersediaan sumber daya alam
yang ada di dalam kawasan Matalawa untuk memenuhi kebutuhan hidupnya. Berdasarkan
telaah pengecekan lapangan diketahui terdapat 4 (empat) lokasi di Kawasan Manupeu
Tanah Daru yang menjadi area pemanfaatan tradisional yaitu blok hutan Maradesa Selatan,
blok hutan Kambata Wundut, blok hutan Watumbelar dan blok hutan Umamanu. Jenis-jenis
hasil hutan bukan kayu (HHBK) yang dimanfaatkan oleh masyarakat di lokasi tersebut
meliputi: pisang, bambu, nangka, sirih, kopi, kemiri, pinang, tali hutan, kunyit, kelapa,
asam, dan rotan.
Sedangkan untuk kawasan Laiwangi Wanggameti terdapat satu lokasi pemanfaatan
tradisional yaitu di blok hutan Laitaku. Adapun jenis-jenis hasil hutan yang dimanfaatkan
oleh masyarakat di wilayah ini terdiri dari : cengkeh, kemiri, pinang, kopi, jambu mete,
sirih, kelapa, pisang, kedondong, rambutan, sawo, mangga, delima, nangka, kapok/kapuk,
jeruk, jambu air, kakao, pete, dan bambu.
Pada tahun 2017, Balai Taman Nasional Matalawa sudah menyusun konsep
pemanfaatan tradisional dengan judul “Peran Forum Jamatada dalam mengawal
Pengelolaan Kolaboratif di Zona Tradisional Taman Nasional Matalawa” untuk menjadi arah
30
RENCANA PENGELOLAAN JANGKA PANJANG TAMAN NASIONAL MATALAWA
5. Ekowisata
Potensi wisata alam TN Matalawa mengalami peningkatan pesat seiring dengan
tingginya kebutuhan rekreasi dan kesadaran lingkungan. Data pengunjung baik dari
wisatawan nusantara maupun wisatawasan mancanegara menunjukkan fluktuasi yang
positip terhadap objek-objek wisata alam TN Matalawa terutama Air Terjun Lapopu dan Air
Terjun Matawangu. Perkembangan ini perlu didukung dengan peningkatan fasilitas sarana
dan prasarana objek wisata alam TN Matalawa yang memadai.Tren peningkatan kunjungan
wisata di TN Matalawa dalam 5 tahun terakhir disajikan pada gambar berikut :
6. Permasalahan Pengelolaan
Pengelola kawasan konservasi ditunjuk untuk mengendalikan ragam permasalahan
yang terjadi di kawasan yang dikelolanya. Adapun permasalahan-permasalahan yang
terjadi di dalam pengelolaan kawasan Taman Nasional Matalawa berasal dari faktor internal
pengelola dan faktor eksternal yang terdapat/terjadi di lapangan. Berikut adalah
permasalah dari faktor internal pengelola yang berasal dari pelaksana di tingkat lapangan
sampai dengan pengambil kebijakan di tingkat pusat:
31
RENCANA PENGELOLAAN JANGKA PANJANG TAMAN NASIONAL MATALAWA
32
RENCANA PENGELOLAAN JANGKA PANJANG TAMAN NASIONAL MATALAWA
Permasalahan yang disebabkan oleh faktor eksternal kerap terjadi secara periodik
dan belum terlihat adanya tren penurunan yang signifikan. Berikut adalah ancaman dan
gangguan yang menjadi permasalahan pengelolaan sebagai berikut:
A. Ancaman dan Gangguan Fisik Kebakaran
Kebakaran timbul akibat pengaruh faktor manusia. Kebakaran merupakan
salah satu disturbance yang mempengaruhi dinamika kestabilan habitat. Kebakaran
dalam skala luas dan intensitas tinggi dapat merusak tatanan fungsi dan proses
ekologis ekosistem. Kondisi ini memperparah kerusakan habitat pada spesies
spesifik, antara lain kerusakan habitat gemak sumba (Turnix everetti), Rusa timor
(Cervus timorenses) dan hilangnya biodiversitas spesifik lainnya dalam skala besar.
B. Penggembalaan liar
Penggembalaan terjadi pada lokasi-lokasi padang savana dengan tutupan
rumput dan semak. Perilaku negatif penggembalaan adalah tindakan pembakaran
padang dan semak dengan tujuan untuk memperoleh pakan segar. Imbas
negatifnya berupa peningkatan frekuensi dan luasan kawasan terbakar yang besar.
Penggembalaan mempengaruhi perubahan kondisi dinamik habitat, kompetisi
pakan herbivora asli dan komplikasi mikro dan makro pada tataran habitat
disturbances (Chambel, N. A & Reece J.B, 2009). Pada kondisi saat ini,
penggembalaan belum tertata secara sistematis terkait dengan belum adanya kajian
potensi padang savanna yang luas, korelasi nilai tradisi/adat terhadap keberadaan
ternak, pengaturan kelompok peternak dan peluang pemanfaatan potensi savanna
untuk penggembalaan ternak tersebut.
C. Perambahan dan klaim lahan
Perambahan terjadi pada kawasan-kawasan hutan produktif untuk tujuan
pertanian terbatas dan musiman. Pola perambahan menyebar pada sisi-sisi kawasan
perbatasan hingga masuk pada lokasi yang lebih ke tengah pada kawasan.
33
RENCANA PENGELOLAAN JANGKA PANJANG TAMAN NASIONAL MATALAWA
34
RENCANA PENGELOLAAN JANGKA PANJANG TAMAN NASIONAL MATALAWA
E. Penambangan illegal
Tekanan terhadap kawasan yang potensi meningkatkan laju degradasi tinggi
adalah penambangan bahan galian C, emas dan material turunannya. Tipe
penambangan ini secara eksploitatif mengangkut material, membongkar batuan
dan pengerukan dalam tonasi kecil - besar. Kerusakan lingkungan yang terjadi
sangat kompleks dan permanen. Beberapa dampak yang timbul antara lain adalah
kerusakan habitat, migrasi spesies, hilangnya biodiversitas tertentu, hilangnya
sistem tata hidrologis dan sistem ekologis penting lainnya. Ancaman penambangan
liar terjadi dalam skala personal, komunal dan pengusaha/perusahaan.
F. Ancaman dan gangguan lainnya (Pembuangan sampah dan bangunan liar)
Ancaman dan gangguan kawasan lainnya adalah perilaku pembungan sampah
dan pendirian bangunan liar dalam kawasan. Pembuangan sampah sebagian besar
dilakukan oleh pemakai jalan, pengusaha kecil - menengah dan pihak-pihak yang
tidak bertanggungjawab lainnya. Bangunan liar muncul pada area-area perambahan
dan area potensial lainnya terkait dengan pola penggunaan lahan oleh para pihak
secara ilegal.
G. Kawasan terfragmentasi
Permasalahan pengelolaan biodiversitas terkendala oleh fragmentasi habitat
kawasan oleh aktifitas jalur jalan dan enclave permukiman. Aksesibilitas tinggi oleh
jalur jalan berdampak pada keselamatan satwa, perubahan perilaku breeding, dan
ancaman populasi minimal untuk lestari. Fragmentasi habitat adalah permasalahan
kelestarian populasi dan habitat. Pengelolaan fragmentasi ditetapkan dengan
pengelolaan koridor dan habitat.
H. Enclave Kawasan
Enclave kawasan Taman Nasional Matalawa merupakan bentuk tekanan
dalam kawasan. Akses komunitas dalam kawasan sulit terkontrol dan berpotensi
destruktif pada kawasan. Persebaran dan migrasi spesies dalam kawasan terbatasi
oleh komunitas sehingga cenderung terkungkung dalam habitat yang semakin
menurun daya dukungnya oleh perkembangan populasi yang tinggi.
Enclave turut berperan dalam introduksi spesies asing sehingga mengganggu
kestabilan ekosistem asli di dalamnya. Proses ini terjadi oleh masuk/dimasukkannya
spesies asing ke dalam enclave oleh komunitas. Perkembangan dan peledakan
populasi manusia dalam enclave merupakan tekan spesifik dalam kawasan. Kondisi
jumlah penduduk yang tinggi membutuhkan pemenuhan sumber daya dalam
keseharianya. Pada kondisi terbatasnya sumber pangan dan sumber daya lainnya
35
RENCANA PENGELOLAAN JANGKA PANJANG TAMAN NASIONAL MATALAWA
pada lahan komunitas, maka pemenuhan sumber daya akan diusahakan pada
kawasan Matalawa di luar lahan kelola komunitas. Dampaknya, kawasan mengalami
ekstraksi berlebihan dan mengancam kelestariannya.
I. Konflik kepentingan dan rendahnya koordinasi
Pengelolaan Taman Nasional Matalawa sarat dengan konflik kepentingan para
pihak yang menginginkan akses lebih besar terhadap sumber daya alam kawasan
Taman Nasional (Awang, 2002). Ego sektoral pada masing-masing pihak berimbas
pada kulminasi sengketa dan salah-kelola sumber daya alam Matalawa. Kondisi
konflik multipihak semakin kompleks ditambah oleh rendahnya koordinasi para
pihak. Pada pengelolaan masa depan, konflik dan koordinasi para pihak perlu
dirumuskan dalam wujud resolusi konflik para pihak, perumusan gerak dan kinerja
bersama.
36
RENCANA PENGELOLAAN JANGKA PANJANG TAMAN NASIONAL MATALAWA
pelaksanaan program/kegiatan, baik dengan cara optimalisasi antara input dan output/hasil
capaian yang ditargetkan. Keberhasilan capaian dibuktikan dengan indikator dan instrumen
pembuktian yang ditetapkan yang dibagi dalam 3 komponen, yaitu keberhasilan capaian
tingkat output/keluaran, keberhasilan capaian tingkat sasaran dan keberhasilan capaian
tingkat tujuan pengelolaan.
Keluaran yang dihasilkan merupakan umpan balik terhadap proyeksi keberhasilan
pengelolaan yang diterapkan. Jika keluaran telah sesuai dengan tujuan dan sasaran
pengelolaan yang ditetapkan, maka pengelolaan dapat dikategorikan berhasil, akan tetapi
jika tidak tercapai kesinkronan/kesesuaian maka pengelolaan yang diterapkan dapat
dikategorikan belum berhasil. Pada konteks ini, pengelola harus melakukan evaluasi dan
proyeksi akhir terhadap keberhasilan pengelolaan yang diterapkan.
Perhatikan gambar matriks perencanaan pengelolaan TN Matalawa berikut ini.
37
RENCANA PENGELOLAAN JANGKA PANJANG TAMAN NASIONAL MATALAWA
38
RENCANA PENGELOLAAN JANGKA PANJANG TAMAN NASIONAL MATALAWA
Matriks korelasi sasaran, program/kegiatan dan hasil yang diharapkan pada pengelolaan TN Matalawa.
Analisis SWOT
Analisa SWOT merupakan analisa yang menekankan gambaran dan proyeksi kondisi
internal - eksternal pengelolaan yang berkaitan pada aspek kekuatan (Strength),
kelemahan/kendala (Weakness), peluang (Opportunities) dan tantangan/ancaman
(Threaten). Kondisi internal pengelolaan dibagi dalam dua aspek, yaitu kekuatan dan
kelemahan/kendala, sedangkan kondisi eksternal pengelolaan dibagi dalam dua aspek yaitu
peluang dan tantangan/ancaman. Kekutan merupakan potensi kondisi internal pengelolaan
yang menjadi daya pengelolaan. Kelemahan merupakan permasalahan kondisi internal
yang dihadapi sehingga perlu penanganan tindak lanjut. Peluang merupakan faktor
eksternal yang merujuk pada aspek-aspek ideal yang dapat dicapai dalam pengelolaan.
Tantangan/ancaman sebagai faktor eksternal yang berpengaruh pada kemunduran atau
penghambat pengelolaan.
Pengelolaan merumuskan strategi pengembangan terhadap aspek-aspek tersebut.
Kekuatan pengelolaan diterapkan untuk membangun strategi dalam memanfaatkan/
mewujudkan tercapainya peluang pengelolaan yang optimal dan mengatasi
tantangan/ancaman yang berkembang. Strategi pengelolaan terhadap kelemahan/kendala
diterapkan dengan pemanfaatan peluang yang ada sehingga tingkat kelemahan/kendala
dapat diminimalisasi. Pada konteks ini, tingkat kelemahan/kendala harus diperkecil dengan
mengatasi tantangan/ancaman yang berkembang.
40
RENCANA PENGELOLAAN JANGKA PANJANG TAMAN NASIONAL MATALAWA
Kelemahan/Kendala
Kelemahan/kendala dalam pengelolaan MATALAWA meliputi beberapa hal, yaitu:
1. Proses pengukuhan kawasan lambat.
2. Kemantapan kawasan kurang
3. Sistem data base dan sistem informasi kurang memadai
4. Regulasi dan pemanfaatan SDA MATALAWA kurang
5. Promosi potensi MATALAWA kurang
6. Kurangnya pemahaman para pihak terhadap pengelolaan MATALAWA
Peluang
Peluang yang dapat dicapai dalam pengelolaan MATALAWA meliputi:
1. Potensi pemanfaatan sumber daya alam tinggi, baik untuk pendidikan, penelitian,
wisata, budaya dan penunjang budidaya.
2. Kemantapan habitat satwa endemik Pulau Sumba.
3. Kemitraan dan peran serta masyarakat dalam pengelolaan MATALAWA
4. Peningkatan kesejahteraan masyarakat pada kawasan desa penyangga
5. Terwujudnya kemandirian energi dengan pemanfaatan potensi energi terbarukan dari
sumber daya alam kawasan MATALAWA.
6. Ketergantungan terhadap sumber daya alam kawasan tinggi
7. Brand dan Pusat destinasi wisata alam khususnya burung endemik.
8. Kemandirian pengelolaan MATALAWA
Tantangan/ancaman
Tantangan/ancaman dalam pengelolaan MATALAWA meliputi beberapa hal, yaitu:
1. Ancaman gangguan fisik kebakaran, penggembalaan
2. Perambahan dan klaim kawasan
3. Ancaman pencurian biodiversitas dan Penambangan ilegal
4. Kawasan terfragmentasi
5. Ancaman enclave kawasan
6. Brand image MATALAWA kurang
7. Konflik kepentingan dan rendahnya koordinasi
41
RENCANA PENGELOLAAN JANGKA PANJANG TAMAN NASIONAL MATALAWA
42
RENCANA PENGELOLAAN JANGKA PANJANG TAMAN NASIONAL MATALAWA
Kekuatan Kelemahan/kendala
1. Penetapan kawasan Matalawa oleh Menteri Kehutanan RI dengan SK 1. Proses pengukuhan kawasan lambat.
Faktor Internal Menhut Nomor SK.576/ Kpts-II/1998 tanggal 3 Agustus 1998. 2. Kemantapan kawasan kurang
2. Peraturan perundangan yang mendukung pengelolaan MATALAWA 3. Sistem data base
(UU no.41/1999, UU no. 5/1990, dll). dan sistem informasi
3. Sumber daya manusia di MATALAWA relatif mencukupi. kurang memadai
4. Kelembagaan Balai MATALAWA telah terwujud, disamping itu 4. Regulasi dan
adanya dukungan sarana prasarana dan pendanaan yang relatif pemanfaatan SDA
memadai MATALAWA kurang
5. Potensi sumber daya alam untuk keperuntukan wisata, penelitian, 5. Kurangnya pemahaman para
Faktor Eksternal pendidikan dll, tersedia melimpah.
6. Kawasan hutan MATALAWA merupakan habitat terakhir satwa
pihak terhadap
pengelolaan MATALAWA
endemic P. Sumba (khususnya burung) dan merupakan kawasan yang
masih memiliki tutupan hutan primer di P. Sumba.
7. Potensi sumber energi MATALAWA dan penunjang budidaya melimpah
Strategi memakai Kekuatan untuk memanfaatkan peluang: Strategi Menanggulangi Kendala/
Peluang 1. Penyusunan dan validasi regulasi dalam Pemantaban kawawan Kelemahan Dengan Memanfaatkan
1. Potensi pemanfaatan sumber daya alam tinggi, baik untuk 2. Rancang bangun zonasi kawasan Peluang
pendidikan, penelitian, wisata, budaya dan penunjang budidaya. 3. Pemantapan tata ruang kawasan MATALAWA 1. Rekonstruksi dan rekoordinasi tata
2. Kemantapan habitat satwa endemik Pulau Sumba. 4. Penataan dan pengembangan pengelolaan berbasis resort batas kawasan
3. Kemitraan dan peran serta masyarakat dalam pengelolaan 5. Pembinaan dan pemulihan habitat 2. Implementasi dan Pengelolaan
MATALAWA 6. Perencanaan dan aksi konservasi spesies kunci sistem data dan informasi
4. Peningkatan kesejahteraan masyarakat pada kawasan desa 7. Pengelolaan potensi landscape terintegrasi.
penyangga 8. Pengembangan budidaya dalam konservasi genetik 3. Membangun pola kerjasama
5. Terwujudnya kemandirian energi dengan pemanfaatan potensi 9. Pengembangan ekowisata pemanfaatan jasa lingkungan
energi terbarukan dari sumber daya alam kawasan MATALAWA. 10. Peningkatan pemanfaatan jasa lingkungan 4. Penerapan program pemberdayaan
6. Ketergantungan terhadap sumber daya alam kawasan tinggi 11. Peningkatan kajian, penelitian dan pendidikan konservasi sosial
7. Brand dan Pusat destinasi wisata alam khususnya burung 12. Membangun mekanisme swadana 5. Pembentukan MDK dan kader
endemik. konservasi
8. Kemandirian pengelolaan MATALAWA 6. Membangun program kolaborasi
Tantangan/ancaman Strategi Memakai Kekuatan Untuk Mengatasi Tantangan/Ancaman Strategi Memperkecil Kelemahan Dan
1. Ancaman gangguan fisik kebakaran, 1. Membangun sistem pengendalian kebakaran Mengatasi Tantangan/Ancaman
penggembalaan 2. Perlindungan kawasan hutan terpadu 1. Sinkronisasi kegiatan dan program
2. Perambahan dan klaim kawasan 3. Pengendalian perambahan/penggunaan lahan ilegal. pengelolaan kawasan
3. Ancaman pencurian biodiversitas dan Penambangan ilegal 4. Perlindungan habitat dari serangan introduksi 2. Koordinasi dan komunikasi para
4. Kawasan terfragmentasi dan penurunan daya dukung 5. Pengelolaan dampak lingkungan pihak
habitat 6. Membangun pola kemitraan dan jaringan 3. Membangun brand dan promosi
5. Dampak lingkungan
6. Ancaman enclave kawasan
7. Brand image MATALAWA kurang
8. Konflik kepentingan dan rendahnya koordinasi.
43
RENCANA PENGELOLAAN JANGKA PANJANG TAMAN NASIONAL MATALAWA
44
RENCANA PENGELOLAAN JANGKA PANJANG TAMAN NASIONAL MATALAWA
pemekaran wilayah, baik kabupaten, kecamatan dan desa. Dengan demikian, penyusunan
rencana pengelolaan harus mengakomodasi para pihak tersebut.
4. Kebutuhan energi di Pulau Sumba semakin tinggi sehingga berdampak pada krisis energi.
Kondisi ini perlu disikapi dengan pemanfaatan sumber energi alam yang ramah
lingkungan dari kawasan TN Matalawa. Pemanfaatan sumber air sebagai Pembangkit
Listrik Tenaga Minihidro (PLTMH) menjadi solusi utama permasalahan tersebut. Dengan
demikian, kontribusi dan dukungan eksistensi TN Matalawa menjadi prioritas utama.
5. Keberadaan spesies-spesies endemik dalam kawasan TN Matalawa semakin terancam.
Spesies-spesies tersebut masuk dalam kategori IUCN Appendiks II yang keberadaannya
terancam punah. Beberapa spesies tersebut merupakan ikon/simbol daerah sehingga
keberadaannya harus tetap dilestarikan. Dengan demikian, kesepahaman dan dukungan
para pihak dalam pelestarian spesies tersebut mutlak dilakukan.
6. Peningkatan pariwisata alam terhadap ODTWA TN Matalawa merupakan magnet
kunjungan wisata. Pada sisi lain, pemerintah daerah juga mengembangkan wisata alam
yang terdapat pada daerahnya. Kondisi ini harus disikapi dengan sinkronisasi
pengembangan wisata alam secara terpadu di Pulau Sumba. Dengan demikian, Pemda
dan TN Matalawa secara bersama-sama mengembangkan potensi dan destinasi ODTWA
di Pulau Sumba sesuai kewenangan masing-masing.
7. Paradigma pengembangan wisata alam di provinsi NTT adalah pengembangan sektor
pariwisata sebagai unggulan daerah. Kesesuaian paradigma tersebut dengan pengelolaan
TN Matalawa adalah peluang dan pengembangan minat pengusahaan pariwisata dalam
pengelolaan zona pemanfaatan taman nasional melalui ijin pemanfaatan pariwisata alam
(IPPA) di TN Matalawa.
45
RENCANA PENGELOLAAN JANGKA PANJANG TAMAN NASIONAL
MATALAWA
46
RENCANA PENGELOLAAN JANGKA PANJANG TAMAN NASIONAL
MATALAWA
B. MISI
Dalam rangka medujudkan visi tersebut, ditetapkan misi TN Matalawa sebagai berikut:
1. Mendorong percepatan proses tata batas dan penetapan kawasan guna tercapainya
keutuhan kawasan TN Matalawa.
2. Mengoptimalkan peran masyarakat dalam rangka perlindungan serta pengawetan
Sumber Daya Alam dan Ekosistem TN Matalawa.
3. Meningkatkan kerjasama dengan para pihak dalam upaya pemanfaatan air, energi
air, dan wisata alam di Kawasan TN Matalawa.
4. Mewujudkan pengelolaan TN Matalawa yang akuntabel, efektif, efisien, akurat dan
terukur.
5. Menggali potensi Sumber Daya Alam dan Ekosistem dalam rangka konservasi
speses dan habitat burung endemik Sumba.
6. Meningkatkan kualitas Sumber Daya Manusia Balai TN Matalawa.
C. TUJUAN PENGOLAAN
“Memantapkan fungsi TN Matalawa sebagai pusat pelestarian
biodiversitas endemik dalam upaya peningkatan kesejahteraan masyarakat
secara berkelanjutan”
Indikasi tercapainya tujuan pengelolaan TN Matalawa dapat diwujudkan dalam
bentuk kondisi:
1. Mempertahankan kawasan taman nasional beserta keanekaragaman hayatinya.
2. Meningkatkan peran serta stakeholder dalam pengelolaan dengan memperhatikan
aspek gender.
3. Meningkatkan kerja sama pemanfaatan jasa lingkungan dan wisata alam.
4. Meningkatkan pengelolaan taman nasional (SDM, perencanaan dll).
D. SASARAN PENGELOLAAN
Berdasarkan Visi, Misi dan Tujuan pengelolaan TN Matalawa, dirumuskan sasaran
pengelolaan Balai Taman Nasional Manupeu Tanah Daru dan Laiwangi Wanggameti
tahun 2018 - 2027, sebagai berikut:
1. Kemantapan Kawasan dan optimalisasi fungsi tata ruang kawasan TN Matalawa
2. Terbangunnya mekanisme kolaborasi pengelolaan dan pendanaan TN Matalawa.
3. Pemberdayaan masyarakat dengan pelibatan gender.
4. Kemantapan habitat, terjaganya biodiversitas, kelestarian spesies endemik langka
dan terancam punah.
5. Terciptanya kawasan TN Matalawa yang stabil, kondusif dan minim gangguan dan
ancaman.
6. Meningkatnya kualitas data base dan sistem informasi manajemen TN Matalawa.
7. Meningkatnya daya jual dan posisi tawar TN Matalawa dalam sekor pembangunan
nasional.
8. Peningkatan kapasitas pengelola pengeloaan TN Matalawa.
47
RENCANA PENGELOLAAN JANGKA PANJANG TAMAN NASIONAL MATALAWA
48
RENCANA PENGELOLAAN JANGKA PANJANG TAMAN NASIONAL MATALAWA
49
RENCANA PENGELOLAAN JANGKA PANJANG TAMAN NASIONAL MATALAWA
50
RENCANA PENGELOLAAN JANGKA PANJANG TAMAN NASIONAL MATALAWA
Spesies kunci Kawasan Hutan Manupeu Tanah Daru yang menjadi prioritas
konservasi biodiversitas adalah jenis-jenis burung-burung endemik Pulau Sumba.
Pada kawasan Kawasan Hutan Manupeu Tanah Daru terdapat 171 jenis burung
dengan 8 jenis burung endemik spesies dan 23 jenis endemik sub spesies.
Delapan jenis endemik spesies meliputi Sesap Madu Sumba (Nectarinia
buettikoferi), Gemak/Puyuh Sumba (Turnix everetti), Punai Sumba (Treron
teysmanii), Walik Rawamanu (Ptilinopus dohertyl), Sikatan Sumba (Ficedula
harterti), Pungguk Wengi Sumba (Ninox sumbaensis), Pungguk Wengi (Ninox
rudolfi) dan Julang Sumba (Aceros everetti), sedangkan burung endemik pada
tingkat sub spesies yang utama antara lain Perkici Pelangi (Trichoglossus
haematodus fortis), Nuri Bayan (Eclectus roratus cornelia) dan Kakatua Sumba
(Cacatua sulphurea Citrinocristata).
Fauna endemik lain yang terdapat dalam Kawasan Hutan Manupeu Tanah Daru,
yang merupakan spesies endemik Pulau Sumba meliputi dua spesies amphibia
endemik (katak endemik), empat spesies kupu-kupu endemik dari tujuh spesies
kupu-kupu endemik Sumba, sedangkan spesies kupu-kupu yang bukan endemik
berjumlah ± 57 spesies. Selain itu terdapat empat spesies reptil endemik dan
Rusa Timor (Cervus Timorensis).
Keragaman flora didominasi jenis tumbuhan tropika kering dan ekosistem
padang sabana. Jenis potensial yang merupakan jenis lokal untuk kebutuhan
perumahan adat adalah pohon Mayela (Orophea polycarpa), dengan kualitas
kayu kuat dan awet. Jenis-jenis flora terancam punah yang menjadi fokus
konservasi biodiversitas lainnya adalah gaharu (Grinops verstegi) sebagai spesies
terancam punah oleh aktivitas perburuan gaharu dan Cendana (Santhallum
album) sebagai spesies Appendix I. Jenis-jenis flora lain yang merupakan jenis
potensial dalam kawasan Kawasan Hutan Manupeu Tanah Daru sebagaimana
tercantum dalam tabel berikut.
Tabel. Jenis-jenis flora potensial Taman Nasional Matalawa
Nama Ilmiah Nama Famili Manfaat
Lokal
Agalia odoratissima BI. Ulukataka Meliaceae Bahan bangunan, Rumah Adat
Aglaia eusideroxylon K. et. Manera Meliaceae Bahan bangunan, Rumah Adat
V
Aphanamixis polystachya Nggoka Meliaceae Bahan bangunan, Pohon
metung sarang, pakan
Chinocheton sp. Nggoka Meliaceae Bahan bangunan, Pohon
bara sarang, pakan
Dysoxylum cauliflorum Kiru kaka Meliaceae Bahan bangunan, Pohon
Hiem. sarang, pakan
Palaquium obovatum Engl Kaduru Sapotaceae Bahan bangunan
rara
Poemetia tomentosa Mosa Sapindaceae Bahan bangunan, Pohon
sarang, pakan
Pseuduvaria reticulata Ulumanu Annonaceae Bahan bangunan
(BI.) Miq.
Spondias pinnata Injuwatu Anacardiaceae Bahan bangunan, Rumah Adat
Orophea polycarpa Mayela - Bahan bangunan, Rumah Adat
51
RENCANA PENGELOLAAN JANGKA PANJANG TAMAN NASIONAL MATALAWA
Nilai dan potensi penting zona inti adalah perlindungan tata hidrologis sistem
DAS terkait dengan keberadaan area resapan air (recharge area). Area resapan
sangat penting sebagai penyedia kebutuhan sumber air bersih pada masyarakat
sekitar kawasan dan kebutuhan air bersih pemerintah kabupaten di Sumba Barat,
Sumba Tengah dan Sumba Timur. Resapan air Kawasan Hutan Manupeu Tanah
Daru memberikan peran penting dan signifikan pada kondisi kritis defisit sumber
air bersih. Area resapan pada Kawasan Hutan Manupeu Tanah Daru terdiri dari:
Zona inti I
Kawasan resapan air pada zona inti I meliputi wilayah tangkapan air untuk
daerah Wanokaka, Tangairi dan Konda Maloba. Masing-masing DAS adalah DAS
Tangairi, DAS Lisi dan DAS Praigaga.
52
RENCANA PENGELOLAAN JANGKA PANJANG TAMAN NASIONAL MATALAWA
harus dilestarikan dan dilindungi guna menjaga kelestarian potensi sumber daya
alam yang terdapat di zona inti.
Potensi sumber daya penting dalam zona rimba merupakan jenis sumber daya
penting yang mewakili keseluruhan potensi kawasan, dapat berupa ekosistem
terestrial, potensi walet, sumber mata air, habitat satwa dan potensi mangrove.
Potensi lain yang menjadi pertimbangan adalah perlindungan sistem
hidrologis/tata air DAS. Zona rimba memuat arel resapan untuk beberapa DAS
penting, baik di Sumba Barat, Sumba Tengah dan Sumba Timur. Jenis-jenis DAS
tersebut adalah:
• DAS Tidas (Sumba Timur)
• DAS Tadanyalu (Sumba Timur - sebagian areal masuk Zona Inti)
• DAS Kadahang (Sumba Timur)
• DAS Palamedo (Sumba Tengah - sebagian kecil areal masuk Zona Inti)
• DAS Mamboro (Sumba Tengah - sebagian areal masuk Zona Inti)
• DAS Praigaga (Sumba Tengah - sebagian areal masuk Zona Inti)
• DAS Lisi (Sumba Tengah - sebagian areal masuk Zona Inti)
• DAS Labariri (Sumba Tengah dan Sumba Barat)
• DAS Lailiang (Sumba Barat)
• DAS Tangairi (Sumba Tengah - sebagian areal masuk Zona Inti)
• DAS Praihau (Sumba Tengah dan Sumba Barat - sebagian areal masuk
Zona Inti)
Zona Rimba merupakan zona yang paling terluas pada zonasi Kawasan Hutan
Manupeu Tanah Daru yang meliputi lokasi hutan yang berbatasan dengan Desa
Beradolu, Modu Waimaringu, Waimanu, Manurara, Malinjak, Tanamodu, Okawacu,
Ubu Riri, Dasa Elu, Umbu Langgang, Umbu Pabal, Maradesa, Mbilur Pangadu,
Praikaroku Jangga, Ngadu Olu, Padiratana, Weluk dan Umbu Pabal Selatan, Lokasi
hutan Wanokaka (Katikuloku, Rewarara), Lokasi hutan Hupumada, Lokasi hutan
Konda Maloba, Lokasi hutan Kambata Wundut, Lokasi hutan Kangeli, Lokasi hutan
Watumbelar, Lokasi hutan Umamanu, Lokasi hutan Mondulambi.
3. Zona Pemanfaatan
Berdasarkan Permenlhk Nomor P.76/Menlhk-Setjen/2015 tanggal 16 Desember
2016 tentang Kriteria Zona Pengelolaan Taman Nasional dan Blok Pengelolaan
Cagar Alam, Suaka Margasatwa, Taman Hutan Raya dan Taman Wisata Alam, yang
dimaksud Zona Pemanfaatan adalah bagian Taman Nasional yang ditetapkan
karena letak, kondisi dan potensi alamnya yang terutama dimanfaatkan untuk
kepentingan pariwisata alam dan kondisi lingkungan lainnya. Pada Kawasan Hutan
Manupeu Tanah Daru, zona pemanfaatan dikategorikan dalam 2 bentuk yaitu:
• Zona Pemanfaatan Wisata Alam
• Zona Pemanfaatan Jasa Lingkungan
Zona pemanfaatan merupakan area dalam kawasan Taman Nasional yang memiliki
ragam potensi spesifik dan dimanfaatkan keberadaanya untuk kemaslahatan
manusia. Optimalisasi pemanfaatan sumber daya alam dilakukan sebatas areal yang
ditetapkan, dalam bentuk pengembangan dan pengelolaan keunikan alam untuk
53
RENCANA PENGELOLAAN JANGKA PANJANG TAMAN NASIONAL MATALAWA
54
RENCANA PENGELOLAAN JANGKA PANJANG TAMAN NASIONAL MATALAWA
Zona Pemanfaatan Wisata alam dan Jasa Lingkungan terdiri dari 21 lokasi yang
meliputi Lokasi hutan Padiratana, Lokasi hutan Taman Mas, Lokasi hutan
Watumbelar, Lokasi hutan Manurara, Lokasi hutan Hupumada, dan Lokasi hutan
Waimanu, Lokasi Hutan Katikuloku, Lokasi hutan Umbu Langang, Lokasi hutan
Mondulambi, Lokasi hutan Langgaliru, dan Lokasi hutan Praimahala.
4. Zona Religi, Budaya dan Sejarah
Berdasarkan Permenlhk Nomor P.76/Menlhk-Setjen/2015 tanggal 16 Desember
2016 tentang Kriteria Zona Pengelolaan Taman Nasional dan Blok Pengelolaan
Cagar Alam, Suaka Margasatwa, Taman Hutan Raya dan Taman Wisata Alam, yang
dimaksud Zona Religi, Budaya dan Sejarah adalah bagian dari KSA/KPA yang
ditetapkan sebagai areal untuk kegiatan keagamaan, kegiatan adat-budaya,
perlindungan nilai-nilai budaya atau sejarah.
Zona budaya merupakan zona yang dikhususkan untuk mendukung dan
melestarikan aktifitas budaya, sistem norma sosial, nilai-nilai/norma-norma budaya,
peninggalan/artefak/warisan budaya, situs budaya dan monumen budaya/sejarah
yang terdapat dalam kawasan Taman Nasional Manupeu Tanah Daru yang memiliki
nilai penting sejarah budaya/peradaban manusia. Aktivitas budaya dan aktivitas
adat tradisional yang masih dipegang erat oleh pengikutnya, tetap dipelihara dan
dijaga keberadaannya dalam Kawasan Hutan Manupeu Tanah Daru sebagai zona
religi dan budaya.
Zona budaya ditetapkan berdasarkan potensi kekayaan budaya/religi/sejarah yang
tersimpan didalamnya sebagai wujud khasanah kebudayaan bangsa. Unsur
kekayaan budaya meliputi keberadaan nilai-nilai/norma-norma budaya/adat yang
masih dipegang teguh oleh penganutnya, aktivitas/ritual/upacara-upacara
adat/budaya yang masih berlaku dan peninggalan warisan budaya. Nilai-nilai/norma
adat dalam kawasan Kawasan Hutan Manupeu Tanah Daru meliputi
aturan/pantangan/larangan adat dan panutan-panutan perilaku masyarakat adat.
Aktivitas budaya terkait juga dengan keberadaan monumen/benda-benda budaya
yang terdapat dalam kawasan, baik berupa peninggalan budaya (death monument)
55
RENCANA PENGELOLAAN JANGKA PANJANG TAMAN NASIONAL MATALAWA
56
RENCANA PENGELOLAAN JANGKA PANJANG TAMAN NASIONAL MATALAWA
57
RENCANA PENGELOLAAN JANGKA PANJANG TAMAN NASIONAL MATALAWA
6. Zona Rehabilitasi
Berdasarkan Permenlhk Nomor P.76/Menlhk-Setjen/2015 tanggal 16 Desember
2016 tentang Kriteria Zona Pengelolaan Taman Nasional dan Blok Pengelolaan
Cagar Alam, Suaka Margasatwa, Taman Hutan Raya dan Taman Wisata Alam, yang
dimaksud Zona Tradisional adalah bagian dari KSA/KPA yang ditetapkan sebagai
areal untuk pemulihan komunitas hayati dan ekosistemnya yang mengalami
kerusakan.
Zona rehabilitasi merupakan zona dimana areal/bagian kawasan mengalami
kerusakan dan diperlukan/dilakukan upaya pemulihan habitat sesuai kondisi
awalnya untuk menunjang peningkatan daya dukungnya. Bagian kawasan yang
menjadi prioritas rehabilitasi merupakan areal dengan tingkat tekanan kerusakan
tinggi dan areal rentan/kritis, yang disebabkan oleh fenomena kebakaran dan
tekanan degradasi lahan (perambahan lahan). Zona rehabilitasi dibagi dalam 4
(empat) prioritas, yaitu:
- Lokasi permodelan restorasi.
- Lokasi rehabilitasi kebakaran
- Lokasi rehabilitasi lahan degradasi (perambahan).
- Rehabilitasi fragmentasi habitat dan koridor.
Zona rehabilitasi ditetapkan berdasarkan tingkat kerentanan/kekritisan, nilai penting
habitat, dan potensi biodiversitas penting yang harus diselamatkan. Potensi
biodiversitas penting terkait dengan keberadaan dan ketergantungan biodiversitas
penting dan kunci terhadap habitat yang rusak tersebut, meliputi burung-burung
prioritas konservasi, spesies langka dan terancam serta satwa liar yang
berkembangbiak di dalamnya, sehingga diperlukan pemulihan daya dukung habitat
sesuai kondisi awal. Potensi-potensi sumber daya penting dan biodiversitas dapat
berfungsi optimal dan terjamin kelestariannya dalam ekosistem yang mantap.
Area zona rehabilitasi ditentukan berdasarkan prioritas rehabilitasi kawasan yang
direncanakan oleh pengelola/balai Kawasan Hutan Manupeu Tanah Daru.
Pertimbangan kemantapan habitat, fragmentasi dan bentuk habitat disturbances
menjadi pertimbangan dalam penentuan area dan bounderies zona rehabilitasi
(Opdam Paul, 1991; Morrison M. L., Krausman, P.R., 2002) penentuan zona
rehabilitasi didasari atas kondisi tutupan lahan dan hasil kajian lapangan yang telah
dilaksanakan pengelola kawasan dalam beberapa tahun terakhit. Zona rehabilitasi
yang ditetapkan diharapkan mampu dilaksanakan kegiatan pemulihan ekosistem
dan mengembalikan fungsi utama atas Kawasan hutan tersebut. Zona Rehabilitasi
meliputi 16 lokasi yang terdapat pada lokasi hutan Tanah Daru, Waimanu,
Tanamodu, Rewarara, Tangairi, Hupumada, Kambata wundut, Kangeli, Bidipraing,
Taman Mas, Okawacu.
7. Zona Khusus
Zona Khusus adalah bagian dari taman nasional karena kondisi yang tidak dapat
dihindarkan telah terdapat kelompok masyarakat dan sarana penunjang
kehidupannya yang tinggal sebelum wilayah tersebut ditetapkan sebagai taman
nasional antara lain sarana telekomunikasi, fasilitas transportasi dan listrik.
58
RENCANA PENGELOLAAN JANGKA PANJANG TAMAN NASIONAL MATALAWA
Zona khusus merupakan zona yang dibentuk guna mengakomodasi kebutuhan dan
kepentingan para pihak dengan membangun sarana dan prasarana di dalam
kawasan. Zona khusus memiliki nilai penting dan strategis bagi masyarakat sekitar
kawasan, pendukung pengembangan dan pembangunan daerah, antara lain berupa
jalan (main road) propinsi dan kabupaten, jaringan listrik dan Bangunan
telekomunikasi (BTS Telkom). Jalan propinsi keberadaannya telah ada dan
dipergunakan sebelum ditetapkannya taman nasional. Jalan tersebut
menghubungkan kota-kota kabupaten di P. Sumba serta menghubungkan lokasi-
lokasi terpencil di pedesaan. Beberapa jalan tersebut antara lain jalan Waikabubak
ke Waingapu, jalan penghubung ke Konda-Maloba dan jalan penghubung ke
Waimanu dan Lahona. Sedangkan jaringan listrik keberadaannya melekat pada
sepanjang jalan di lokasi jalan negara (Kambatawundut).
Untuk tower BTS Telekomunikasi secara hukum keberadaanya telah ada sejak
sebelum adanya Taman Nasional. Hal ini sesuai dengan dasar perjanjian kerjasama
pemanfaatan lokasi yaitu persetujuan menteri kehutanan nomor: 1285/Menhut-
II/93 tanggal 2 Agustus 1993 dan dilanjutkan dengan perjanjian pinjam pakai
kawasan hutan tanpa kompensasi pada tanggal 20 Juni 1994. Kondisi saat ini dalam
proses pengajuan ijin kerjasama pemanfaataannnya.
Area zona khusus ditentukan berdasarkan sarana-prasarana pembangunan jalan,
listrik dan BTS Telekomunikasi yang telah terbangun dalam kawasan. Range area
ditarik dengan deliniasi jarak 25 meter ke kanan kiri jalan sehingga terbentuk
poligon sepanjang jalan propinsi dan 15 meter untuk jalan kabupaten. Pada spot
BTS Telekomunikasi dilakukan pengukuran lapangan terhadap acces road dan lokasi
tower BTS telekomunikasi.
Zona Khusus terdiri dari jalan yang berada dalam kawasan dan sarana
telekomunikasi (tower). Jalan terdiri dari jalan Propinsi dan Kabupaten yaitu ruas-
ruas jalan yang telah ada dalam kawasan sebelum penunjukan taman nasional pada
wilayah SPTN I dan II (ruas jalan di Tanah Daru, Padiratana, Kambata Wundut,
Konda Maloba, Lahona, Tangairi dan Waimanu. Zona khusus untuk jaringan listrik
melekat pada badan jalan yang terletak di wilayah SPTN II (lokasi Hutan Kambata
Wundut). Sedangkan Zona khusus untuk penempatan tower BTS Telekomunikasi
terletak di Praimahala, Resort Padiratana, Wilayah SPTN II.
1. Zona Inti
Zona inti adalah bagian Kawasan Hutan Laiwangi Wanggameti yang mempunyai
kondisi alam baik biota atau fisiknya masih asli dan tidak atau belum diganggu
59
RENCANA PENGELOLAAN JANGKA PANJANG TAMAN NASIONAL MATALAWA
60
RENCANA PENGELOLAAN JANGKA PANJANG TAMAN NASIONAL MATALAWA
61
RENCANA PENGELOLAAN JANGKA PANJANG TAMAN NASIONAL MATALAWA
jenis dan sub jenis burung endemik Sumba diantaranya yang merupakan
species kunci dalam rangka konservasi satwaliar Kawasan Hutan Laiwangi
Wanggameti di temukan di ketiga wilayah hutan yang dicadangkan sebagai zona
inti ini.
Tabel .Jenis Burung Endemik Kawasan Hutan Taman Nasional Matalawa
No Nama Species Nama Lokal
1 2 3
1. Cinnyris buettikoferi Burung Madu sumba
2. Dicaeum wilhelminae Cabai sumba
3. Myzomela dammermani Myzomela Sumba
4. Turnix everetti Gemak Sumba
5. Treron teysmanii Punai Sumba
6. Ptilnopus dohertyi Walik Rawamanu
7. Ficedula hartertii Sikatan Sumba
8. Muscicapa segregate Sikatan Bubik Sumba
9. Ninox sumbaensis Pungguk Sumba
10. Ninox rudolfi Pungguk Wengi
11. Rhyticeros everetti Julang Sumba
12 Eclectus roratus cornelia Nuri Bayan Sumba
62
RENCANA PENGELOLAAN JANGKA PANJANG TAMAN NASIONAL MATALAWA
habitat burung Kakatua, dimana daerah tersebut harus dilindungi untuk menjaga
keutuhan dan kelestarian keterwakilan ekosistem asli dan fungsi ekologisnya serta
mendukung zona inti.
Tingkat sensitifitas ekologis zona rimba berdasarkan parameter tutupan lahan,
sensitivitas penyebaran satwaliar, kemiringan lahan, dan ketinggian wilayah dari
permukaan laut sebagian besar termasuk ke dalam kategori sensitif dan ada
sebagian kecil yang termasuk daerah dengan tingkat sensitifitasnya paling rendah
(tidak sensitif) di bagian barat laut kawasan yaitu di Desa Billa. Nilai sensitifitas di
zona rimba yang cukup tinggi ini terutama dipengaruhi oleh kondisi topografi dan
kemiringan lahan yang cukup besar meskipun nilai sensitivitas satwa dan
vegetasinya tidak terlalu besar.
Wilayah zona rimba sebagian besar berada pada ketinggian 0 – 750 Meter di atas
permukaan laut. Wilayah sebelah utara dari zona ini lebih tinggi permukaannya
dibandingkan wilayah sebelah selatan, yaitu berkisar antara 500 – 750 Mdpl. Namun
secara keseluruhan, sebagian besar wilayah zona rimba mempunyai kelerengan
curam dan topografi yang terjal dengan kelerengan berkisar antara 25 – 40% (kelas
lereng 4) dan di bagian tengah >40% (kelas lereng 5).
Pada zona rimba ini tingkat keberadaan satwa liar cukup tinggi dimana cukup
banyak satwa yang dijumpai yaitu pada ekosistem hutan sekunder dan padang
savana. Habitat Kakatua Jambul Jingga (Cacatua sulphurea citrinocristata)serta
Rusa Timor (Cervus timorensis) berada pada bagian selatan sebagai daerah jelajah,
namun masih dalam tingkat sensitifitas pada posisi rendah – cukup tinggi. Apabila
kondisi tersebut dapat terjaga dengan upaya pembinaan habitat dan populasi,maka
tidak menutup kemungkinan dapat menjadi daerah zona inti.
Di samping kondisi wilayah yang telah dijelaskan sebelumnya, zona rimba juga
mempunyai potensi terutama yang menunjang pengembangan penelitian yaitu
sebagai areal birdwatching atau pengamatan burung-burung. Daerah ini terdapat
di hutan Billa dan Praingkareha (bagian barat laut zona rimba), serta Mahaniwa
(bagian utara zona rimba).
3. Zona Pemanfaatan
Zona pemanfaatan adalah bagian Kawasan Hutan Laiwangi Wanggameti yang
karena letak, kondisi dan potensi alamnya dapat dilakukan pemanfaatan terutama
untuk kepentingan pariwisata alam dan jasa lingkungan lainnya. Fungsi dan
peruntukan zona ini terutama untuk pengembangan pariwisata alam dan rekreasi,
jasa lingkungan, pendidikan, penelitian dan kegiatan penunjang budidaya.
Penetapan zona pemanfaatan ini ditujukan untuk: (i) pemanfaatan sumberdaya
alam dan ekosistem Kawasan Hutan Laiwangi Wanggameti dalam bentuk jasa
lingkungan berupa fenomena alam (lanskap) dan keindahan alam bagi
pengembangan pariwisata dan rekreasi;(ii) pembangunan sarana dan prasarana
pariwisata alam dan pengelolaan lapangan; (iii) menunjang peran serta masyarakat
secara aktif dalam pelayanan jasa pariwisata alam; dan (iv) mendorong
pengembangan ekonomi masyarakat sekitar dan daerah dari jasa pariwisata alam.
63
RENCANA PENGELOLAAN JANGKA PANJANG TAMAN NASIONAL MATALAWA
64
RENCANA PENGELOLAAN JANGKA PANJANG TAMAN NASIONAL MATALAWA
65
RENCANA PENGELOLAAN JANGKA PANJANG TAMAN NASIONAL MATALAWA
aksesibilitas yang relatif mudah dijangkau. Adapun potensi yang dimiliki pada zona
pemanfaatan ini diantaranya:
❖ Potensi panorama pegunungan dengan iklim yang sangat khas. Sama
seperti daratan tinggi Katikuwai, wisatawan juga dapat menikmati
pemandangan alam khas pulau Sumba berupa deretan perbukitan yang unik
dan indah. Selain perbukitan, gunung Wanggameti merupakan puncak
tertinggi di Pulau Sumba (1.225 mdpl), sehingga menjadi salah satu tujuan
favorit bagi para pendaki gunung untuk mencapai titik tertinggi di Pulau
Sumba.
❖ Atraksi Budaya dan Religi, puncak Wanggameti merupakan tempat keramat
bagi penganut Marapu (aliran kepercayaan asli masyarakat Pulau Sumba).
Para penganut Marapu beranggapan bahwa gunung Wanggameti
merupakan tempat bersemayam arwah leluhur, sehingga pada musim-
musim tertentu penganut kepercayaan ini melakukan ritual khusus di puncak
Wanggameti. Selain itu pada areal puncak Wanggameti terdapat makam
kuno yang konon merupakan makam seorang bayi.
❖ Potensi Flora, jalur pendakian gunung Wanggameti memiliki potensi flora
yang cukup khas dan sedikit berbeda dengan lokasi-lokasi lainnya.
Ekosistem khas pegunungan dengan penutupan tajuk yang sangat rapat,
menciptakan iklim mikro yang khas dan berbeda dengan wilayah lainnya
yang cenderung panas. Flora yang dapat dijumpai di puncak Wanggameti
adalah Gaharu dan jenis Anggrek. Sedangkan di sepanjang jalur pendakian
diantaranya Kaduru (Palaquium Sp.), Wangga (Ficus Sp.),
Mbakuhau/cemara gunung (Podocarpus neriifolius), dan beberapa jenis
Anggrek.
❖ Fauna yang dapat dijumpai pada jalur pendakian ini diantaranya Monyet
Ekor Panjang (Macaca fascicularis), Babi Hutan (Sus scrofa), Walik
Rawamanu (Ptilinopus dohertyi), Rangkong (Rhyticeros everetti) dan
beberapa jenis paruh bengkok, seperti Nuri Perkici (Trichoglossus
haematodus) dan Nuri Bayan (Electus roratus).
Zona Pemanfaatan Waikanabu
Zona pemanfaatan Waikanabu secara administratif terletak di Desa Waikanabu
Kecamatan Tabundung dengan luas 31,03 hektar. Zona ini berbatasan dan
dikelilingi oleh zona rimba di kelompok hutan Laiwangi. Untuk mencapai zona ini
harus berjalan sejauh 11,5 km dengan waktu tempuh selama ±8-10jam perjalanan
dari desa Mahaniwa. Zona ini memiliki potensi yang cukup besar untuk
dikembangkan menjadi salah satu wisata unggulan dan pemanfaatan jasa
lingkungan di kawasan hutan Laiwangi Wanggameti. Potensi yang bisa
dikembangkan antara lain, yaitu:
❖ Air terjun Waikanabu, mata air Matawai Kalimbu dan sungai Waikanabu.
Nama air terjun Waikanabu ini diambil dari bahasa daerah Sumba yang
berarti “air yang jatuh” (Kanabu = jatuh; Wai = air) dan memiliki ketinggian
sekitar 100 meter. Potensi ketiga fenomena alami tersebut sangat potensial
66
RENCANA PENGELOLAAN JANGKA PANJANG TAMAN NASIONAL MATALAWA
untuk pengembangan wisata air seperti berenang, water tubbing dan arung
jeram. Pembangunan sarana berupa jalur/trail wisata, shelter, pondok jaga,
papan informasi serta sarana pendukung lainnya sangat diperlukan untuk
meningkatkan kunjungan wisata dilokasi ini.
❖ Pemanfaatan jasa lingkungan berupa pengembangan pembangkit listrik
tenaga air(microhydro) dan pembuatan saluran irigasi bagi masyarakat
sekitar Kawasan Hutan Laiwangi Wanggameti. Debit air pada musim
kemarau di aliran air terjun Waikanabu adalah 0,250 m³/dtk, sedangkan
debit mata air Matawai Kalimbu sebesar 0,541 m³/dtk dan debit sungai
Waikanabu sebesar 1,205 m³/dtk. Hasil tersebut menunjukkan debit air
pada musim hujan dipastikan lebih besar lagi dan sangat potensial untuk
pengembangan micro-hydroeletric. Pihak pengelola kawasan dapat
bekerjasama dengan pihak ketiga untuk mengembangkan kedua lokasi ini
dalam rangka meningkatkan kesejahteraan masyarakat sekitar Kawasan
Hutan Laiwangi Wanggameti.
❖ Potensi tumbuhan dan satwa liar, sama seperti kawasan hutan yang berada
didalam Hutan Laiwangi Wanggameti,kawasan ini memiliki potensi flora dan
fauna yang masih baik. Beberapa potensi tumbuhan yang dapat dijumpai
zona ini antara lain Kaduru bara (Palaquium obtusifolium Burck.), Wangga
(Ficus benjamina L.), Kahi omang (Canarium sp), Cendana (Santalum
album), Witi malau, dan jenis anggrek. Sedangkan untuk potensi satwa liar
yang secara umum dapat dijumpai di areal ini adalah dari jenis burung
antara burung Julang Sumba (Rhyticeros everetti), Perkici Pelangi
(Trichoglossus haematodus L.), burung Gosong (Megapodius reinwardt) dan
burung Gagak, serta jenis serangga kupu-kupu danjenis mamalia monyet
ekor panjang (Macaca fascicularis).
67
RENCANA PENGELOLAAN JANGKA PANJANG TAMAN NASIONAL MATALAWA
diperkirakan debit air terjun Kahalatau ± 0,8 m3/dtk. Namun potensi ini
cukup untuk menunjang pengembangan wisata dan pengembangan
pembangkit listrik tenaga air (microhydro) serta sistem irigasi bagi
masyarakat sekitar Kawasan Hutan Laiwangi Wanggameti.
❖ Interpretasi satwa. Kawasan zona pemanfaatan ini cukup potensial untuk
dikembangkan sebagai salah satu titik interpretasi satwa, khususnya jenis
burung endemik Sumba. Jenis - jenis burung yang dapat dijumpai
diantaranya Julang Sumba (Rhyticeros everetti), Kakatua Jambul Jingga
(Cacatua sulphurea citrinocristata), Punai Sumba (Treron teysmani), Walik
Rawamanu (Ptilonopus dohertyii), Burung Madu Sumba (Nektarina
buettikoferi), Sikatan Sumba (Ficedula harteti) dan Myzomela Kepala Merah
(Myzomela erythricepala dammermani).
4. Zona Khusus
Zona khusus adalah bagian dari Kawasan Hutan Laiwangi Wanggameti karena
kondisi yang tidak dapat dihindarkan telah terdapat sarana penunjang kehidupan
masyarakat umum yang keberadaannya sebelum wilayah tersebut ditetapkan
sebagai taman nasional seperti sarana/prasarana telekomunikasi, transportasi dan
listrik.
Tujuan penetapan zona khusus adalah untuk melokalisir dampak keberadaan
sarana penunjang kehidupan yang terdapat di dalam Kawasan Hutan Laiwangi
Wanggameti terhadap kelangsungan hidup flora fauna dan keutuhan ekosistem
kawasan Hutan Laiwangi Wanggameti.
Zona khusus adalah bagian dari kawasan TN Laiwangi Wanggameti karena kondisi
yang tidak dapat dihindarkan telah terdapat sarana penunjang kehidupan
masyarakat umum yang keberadaannya sebelum wilayah tersebut ditetapkan
sebagai taman nasional seperti sarana/prasarana telekomunikasi, transportasi dan
listrik. Tujuan penetapan zona khusus adalah untuk melokalisir dampak keberadaan
sarana penunjang kehidupan yang terdapat di dalam kawasan TN Laiwangi
Wanggameti terhadap kelangsungan hidup flora fauna dan keutuhan ekosistem
kawasan TN Laiwangi Wanggameti.
Perubahan cukup signifikan terjadi pada zona khusus kawasan TN Laiwangi
Wanggameti, hal ini disebabkan oleh adanya perubahan tata batas kawasan TN
Laiwangi Wanggameti berdasarkan SK. 6.009 tahun 2017 tentang penetapan
kawasan hutan Laiwangi Wanggameti. Tidak dapat dipungkiri batas kawasan hutan
TN Laiwangi Wanggameti mengalami pergeseran, sehingga terdapat beberapa
permukiman yang secara eksisting sebelum kawasan konservasi ini ditetapkan
menjadi berada didalam kawasan TN Laiwangi Wanggameti. Hal ini dapat dijumpai
pada beberapa zona khusus dibagian utara kawasan TN Laiwangi Wanggameti,
khususnya di wilayah kerja Resort Wudipandak (SPTN II Lewa).
Secara keseluruhan luas zona khusus dikawasan TN Laiwangi Wanggameti adalah
1.002,03 hektar yang tersebar di 42 (empat puluh dua) titik lokasi. Adapun bentuk-
bentuk kegiatan yang dapat dilakukan pada zona khusus meliputi 1). Perlindungan
68
RENCANA PENGELOLAAN JANGKA PANJANG TAMAN NASIONAL MATALAWA
dan pengamanan; 2). Inventarisasi dan monitoring sumberdaya alam hayati dan
ekosistem; 3). Penelitian dan pengembangan ilmu pengetahuan serta pendidikan;
4). Pemulihan ekosistem dengan cara rehabilitasi dan restorasi; 5). Pembangunan
dan pemeliharaan sarana dan prasarana berupa sarana telekomunikasi dan listrik,
fasilitas transportasi, pertahanan dan keamanan dan lain-lain yang bersifat strategis
dan tidak dapat terelakkan.
5. Zona Tradisional
Zona tradisional adalah bagian dari Kawasan Hutan Laiwangi Wanggameti yang
ditetapkan untuk kepentingan pemanfaatan tradisional oleh masyarakat yang
karena kesejarahan mempunyai ketergantungan dengan sumber daya alam. Tujuan
penetapan zona tradisional adalah (i) mengakomodasi pemanfaatan secara
tradisional yang dilakukan oleh penduduk setempat, terutama yang memiliki
keterikatan secara adat istiadat/turun temurun terhadap SDA dalam kawasan taman
nasional, dan (ii) mencegah kemungkinan terjadinya perluasan perambahan untuk
perladangan dan pemanfaatan lain yang merusak.
Fungsi dan peruntukan zona tradisional Kawasan Hutan Laiwangi Wanggameti
adalah untuk pemanfaatan potensi tertentu taman nasional oleh masyarakat
setempat secara lestari melalui pengaturan pemanfaatan dalam rangka memenuhi
kebutuhan hidupnya.
Pada umumnya zona tradisional berada pada ketinggian antara 250 – 750 mdpl
dengan kelerengan antara 0 - 40%. Lokasi zona tradisional paling tinggi wilayahnya
adalah pada lokasi Mahaniwa (Patamawai) dengan kelerengan 25 – 40%. Kondisi
wilayah pada zona tradisional umumnya adalah berupa hamparan dengan topografi
landai. Hal ini dikarenakan areal tersebut merupakan areal yang telah dilakukan
pemanfaatan oleh masyarakat sebelum ditetapkan Kawasan Hutan Laiwangi
Wanggameti yaitu dengan pengolahan lahan menjadi lahan kebun. Lahan kebun
tersebut kemudian ditanami jenis tanaman kayu keras (tanaman jangka panjang)
yang dimanfaatkan hasil hutan bukan kayu dan jenis tanaman musiman.
Berdasarkan hasil kajian, evaluasi dan pembahasan yang telah dilakukan diperoleh
luasan zona tradisional adalah 3.410,25 Hektar atau 8,12% dari luas kawasan TN
Laiwangi Wanggameti. Tersebar pada 31 (tiga puluh satu) titik lokasi berada pada
4 (empat) wilayah resort pengelolaan, Resort Wudipandak (SPTN II Lewa) dan
Resort Tawui, Resort Tandula Jangga serta Resort Wanggameti (SPTN III Matawai
Lapau).
Bentuk-bentuk kegiatan yang dapat dilakukan dalam zona tradisional kawasan TN
Laiwangi Wanggameti meliputi: 1). Perlindungan dan pengamanan; 2).
Inventarisasi dan monitoring sumberdaya alam hayati dan ekosistem; 3).
Pembinaan habitat dan populasi dalam rangka mempertahankan keberadaan
populasi hidupan liar; 4). Penelitian dan pengembangan ilmu pengetahuan serta
pendidikan; 5). Wisata alam terbatas; 6). Pemanfaatan sumberdaya genetik dan
plasma nutfah untuk penunjang budidaya; 7). Pembangunan sarana dan prasarana
pengelolaan terbatas untuk mendukung kegiatan point 1 hingga 6; 8). Pemanfaatan
potensi dan kondisi SDA oleh masyarakat secara tradisional.
69
RENCANA PENGELOLAAN JANGKA PANJANG TAMAN NASIONAL MATALAWA
Dengan melihat sebaran dan luasan zona tradisional pada Kawasan TN Laiwangi
Wanggameti belum sepenuhnya dikelola dengan pola kemitraan konservasi, blok
hutan Lailunggi merupakan salah satu lokasi yang telah dikelola dengan pola
kemitraan. Bentuk kemitraan yang telah terbangun berupa pemungutan hasil hutan
bukan kayu (HHBK) oleh kelompok tani hutan Taman Wangi. Peluang terbangunnya
kemitraan konservasi dikawasan TN Laiwangi Wanggameti Bersama masyarakat
cukup tinggi, dengan melihat kondisi faktual dilapangan. Secara keseluruhan
±3.000 Ha luas zona tradisional TN Laiwangi Wanggameti dapat dikelola secara
kolaboratif melalui pendekatan kemitraan konservasi.
6. Zona Rehabilitasi
Zona rehabilitasi merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari kawasan TN
Laiwangi Wanggameti yang mengalami kerusakan baik secara alami maupun
dampak dari gangguan manusia sehingga perlu dilakukan kegiatan pemulihan
ekosistem. Zona rehabilitasi merupakan zona baru kawasan TN Laiwangi
Wanggameti yang ditetapkan oleh Balai TN Matalawa untuk mendukung kegiatan
rehabilitasi hutan dan pemulihan ekosistem.
Dasar penentuan zona rehabilitasi kawasan TN Laiwangi Wanggameti adalah kajian
yang dilakukan oleh Balai TN Matalawa, melalui kegiatan groundcheck analisis
kesesuaian lahan serta kajian pemulihan ekosistem yang dilakukan pada beberapa
titik lokasi. Serta proses Justifikasi pada area-area yang telah dilakukan kegiatan
rehabilitasi hutan dan lahan pada periode waktu tahun 2010 hingga 2014. Atas
dasar proses tersebut luasan Zona Rehabilitasi ditetapkan sebesar 2.034,87 hektar
atau 4,84% dari luas kawasan TN Laiwangi Wanggameti, tersebar pada 13 (tiga
belas) lokasi zona rehabilitasi. Dari ketiga belas lokasi tersebut, hanya 1 (satu) lokasi
yang belum dilakukan kegiatan rehabilitasi/pemulihan ekosistem yaitu pada zona
rehabilitasi Wanggameti dengan luas 38,74 Ha. Sedangkan lokasi zona rehabilitasi
lainnya telah dilaksanakan kegiatan rehabilitasi ataupun pemulihan ekosistem pada
periode waktu 2010 s.d. 2019.
Sedangkan sebaran lokasi zona rehabilitasi di kawasan TN Laiwangi Wanggameti
merata mulai dari resort pengelolaan Wudipandak (SPTN II Lewa) dan Resort
Tandula Jangga serta Resort Wanggameti (SPTN III Matawai Lapau). Bentuk-
bentuk kegiatan yang dapat dilakukan pada zona rehabilitasi meliputi 1).
Perlindungan dan pengamanan; 2). Inventarisasi dan monitoring sumberdaya alam
hayati dan ekosistem; 3). Pembinaan habitat dan populasi dalam rangka
mempertahankan keberadaan populasi hidupan liar; 4). Penyerapan dan
penyimpanan jasa lingkungan karbon; 5). Pemanfaatan sumberdaya genetik dan
plasma nutfah untuk penunjang budidaya; 6). Pemulihan Ekosistem; 7).
Pelepasliaran dan/atau reintroduksi satwa liar; 8). Pembangunan sarana dan
prasarana pengelolaan terbatas untuk mendukukung kegiatan point 1 hingga 7.
70
RENCANA PENGELOLAAN JANGKA PANJANG TAMAN NASIONAL MATALAWA
71
RENCANA PENGELOLAAN JANGKA PANJANG TAMAN NASIONAL MATALAWA
72
RENCANA PENGELOLAAN JANGKA PANJANG TAMAN NASIONAL MATALAWA
73
RENCANA PENGELOLAAN JANGKA PANJANG TAMAN NASIONAL MATALAWA
74
RENCANA PENGELOLAAN JANGKA PANJANG TAMAN NASIONAL MATALAWA
Strategi kebijakan diterapkan sebagai pedoman mengikat terhadap partisipasi para pihak
dalam pengelolaan TN Matalawa. Arahan regulasi difokuskan pada terbangunnya
kondisi kondusif, peningkatan dukungan para pihak dan kejelasan aturan keterlibatan
dalam pengelolaan TN Matalawa.
Rencana aksi merupakan serangkaian kegiatan atau seperangkat tindakan untuk mencapai
tujuan pengelolaan. Kegiatan perlu dirumuskan dengan mengacu pada indikator
keberhasilan yang ditetapkan sehingga tujuan pengelolaan dapat dicapai. Rencana aksi
yang disusun harus disesuaikan dengan hasil analisisnya, sehingga tidak mencerminkan
kegiatan untuk mencapai visi dan tujuan pengelolaan.
Rencana aksi ini memuat rincian jenis-jenis kegiatan dalam setiap strategi yang memuat
instansi/lembaga penyelenggara, indikatif kebutuhan anggaran DIPA maupun non DIPA
dan lokasi kegiatan (zona/ blok/ grid/ petak/ desa/ kecamatan). Strategi dan rencana aksi,
memuat strategi dan rencana aksi setiap prioritas pengelolaan berdasarkan analisa yang
digunakan untuk mencapai tujuan. Sumber pendanaan, terdiri dari kebutuhan dana
indikatif selama jangka waktu 10 tahun yang dapat bersumber dari APBN, APBD adan dana
lain yang tidak mengikat. Rencana aksi perlu dirumuskan dengan mengacu pada indikator
keberhasilan yang ditetapkan sehingga program dapat dicapai. Karakteristik rencana aksi
(Faida, 2016):
1. Memiliki penanggung jawab agar pelaksanaannya dapat dilakukan dan terpantau
dengan baik;
2. Memiliki jadwal pelaksanaan dan evaluasi pelaksanaan terperiodik;
3. Bisa diukur hasilnya secara SMART:
a. Spesific / spesifik
b. Measurable / terukur
c. Achievement oriented / berorientasi pada pencapaian
d. Realistic / realistis
e. Time limited / dibatasi waktu.
75
RENCANA PENGELOLAAN JANGKA PANJANG TAMAN NASIONAL MATALAWA
pengelolaan Balai Taman Nasional Matalawa periode waktu 2017-2026, sebagai berikut:
1. Kemantapan Kawasan dan Optimalisasi fungsi tata ruang kawasan TN Matalawa.
2. Kemandirian pengelolaan TN Matalawa sebagai inisiasi pengembangan TN Matalawa.
3. Kemantapan Habitat, terjaganya biodiversitas, kelestarian spesies endemik, langka
dan terancam punah.
4. Terciptanya Kawasan hutan yang mantap, upaya perlindungan kawasan yang
kondusif dan minimnya angka gangguan serta ancaman terhadap kawasan TN
Matalawa.
5. Peningkatan Usaha Pemanfaatan Jasa Lingkungan dan Wisata Alam (PJLWA) serta
optimalisasi upaya pemanfaatan secara berkelanjutan.
6. Pemberdayaan masyarakat yang berkeadilan guna mewujudkan kesejahteraan
sosial.
7. Terbangunnya database dan sistem informasi manajemen TN Matalawa.
8. Meningkatnya daya jual dan posisi tawar TN Matalawa dalam sektor pembangunan
sosial.
9. Terbangunnya kelembagaan penelitian untuk pendidikan publik dan pengembangan
IPTEK konservasi.
10. Terbangunnya mekanisme kolaborasi pengelolaan dan pendanaan TN Matalawa.
11. Peningkatan kapasitas pengelolaan TN Matalawa.
Pengelolaan jangka panjang TN Matalawa dijabarkan dalam matriks pengelolaan. Garis
besar proses pengelolaan dilakukan berdasarkan tahapan-tahapan, yaitu pemetaan
kondisi internal-eksternal pengelolaan, perencanaan pengelolaan, input, proses
pelaksanaan/implementasi dan output yang ditargetkan. Pemetaan kondisi internal-
ekternal TN Matalawa meliputi gambaran potensi kawasan, permasalahan kelola,
gangguan dan ancaman, sarana-prasarana pendukung dan keterlibatan para pihak
(stakeholder). Pemetaan ini dilakukan dengan maksud untuk mengukur kapasitas
pengelolaan yang dimiliki dan sebagai dasar dalam perencanaan pengelolaan TN Matalawa.
Perencanaan pengelolaan dibagi dalam 2 (dua) bentuk berdasarkan jangka waktu kelola,
yaitu pengelolaan jangka panjang dan pengelolaan jangka pendek/tahunan. Instrumen
analisa yang dapat diterapkan dalam perumusan rencana pengelolaan TN Matalawa adalah
analisis SWOT.
Penjabaran rencana kelola dijabarkan berdasarkan visi, misi dan tujuan pengelolaan yang
hendak dicapai. Sedangkan, untuk membatasi/memfokuskan arah kelola, maka
ditetapkan sasaran pengelolaan dan difokuskan pada aspek prioritas pengelolaan yang
dapat dilakukan. Sasaran merumuskan arah pengelolaan yang akan dituju dalam
menghasilkan capaian. Perumusan terhadap visi, misi, tujuan dan sasaran pengelolaan
dimaksudkan untuk menghasilkan bentuk program/kegiatan yang dilakukan dan
diproyeksikan memiliki keluaran optimal.
Dalam tahap pelaksanaan, dukungan input pengelolaan sangat diperlukan dalam
mempercepat proses pelaksanaan dan mengoptimalkan hasil capaian. Disamping itu,
strategi pengelolaan diterapkan dalam meningkatkan efektivitas pelaksanaan
program/kegiatan, baik dengan cara optimalisasi antara input dan output/hasil capaian
yang ditargetkan. Keberhasilan capaian dibuktikan dengan indikator dan instrumen
76
RENCANA PENGELOLAAN JANGKA PANJANG TAMAN NASIONAL MATALAWA
pembuktian yang ditetapkan yang dibagi dalam 3 komponen, yaitu keberhasilan capaian
tingkat output/keluaran, keberhasilan capaian tingkat sasaran dan keberhasilan capaian
tingkat tujuan pengelolaan.
Keluaran yang dihasilkan merupakan umpan balik terhadap proyeksi keberhasilan
pengelolaan yang diterapkan. Jika keluaran telah sesuai dengan tujuan dan sasaran
pengelolaan yang ditetapkan, maka pengelolaan dapat dikategorikan berhasil, akan tetapi
jika tidak tercapai kesinkronan/kesesuaian maka pengelolaan yang diterapkan dapat
dikategorikan belum berhasil. Pada konteks ini, pengelola harus melakukan evaluasi dan
proyeksi akhir terhadap keberhasilan pengelolaan yang diterapkan.
Dalam upaya pencapaian ke-11 sasaran pengelolaan TN Matalawa, maka dirumuskan
keluaran yang akan dicapai dan bentuk program/kegiatan prioritas yang akan
diimplementasikan, yaitu sebagai berikut:
1. Kemantapan Kawasan dan optimalisasi fungsi tata ruang kawasan TN
Matalawa
Kemantapan kawasan dan optimalisasi fungsi tata ruang kawasan dicapai dengan
adanya pengakuan terhadap eksistensi kawasan oleh para pihak. Kesepakatan
dibangun sebagai aspek legalitas terhadap bentuk pelibatan dan pengakuan hak
kelola kawasan oleh pengelola TN Matalawa. Konteks ini dibangun, mengingat
beberapa pokok permasalahan kemantapan kawasan meliputi kemantapan kawasan
yang rendah, perambahan dan klaim kawasan, tingkat kesejahteraan masyarakat
sekitar yang rendah, inisiasi desa konservasi dan peningkatan jumlah penduduk yang
tinggi. Ragam permasalahan kawasan tersebut dapat dituntaskan jika aspek
legalitas dan kesepakatan penataan kawasan telah terwujud dan berfungsi optimal.
Untuk pencapaian kemantapan kawasan dan optimalisasi fungsi tata ruang kawasan
TN Matalawa, ditetapkan keluaran sebagai berikut:
77
RENCANA PENGELOLAAN JANGKA PANJANG TAMAN NASIONAL MATALAWA
78
RENCANA PENGELOLAAN JANGKA PANJANG TAMAN NASIONAL MATALAWA
untuk tujuan PLTM, pemanfaatan untuk wisata minat khusus (Bird watching
dan eksplorasi gua) dan pemanfaatan potensi-potensi lain pada areal
pemanfaatan. Zona pemanfaatan Para pihak dapat berpartisipasi dalam
upaya pemanfaatan potensi kawasan TN Matalawa dengan terlebih dahulu
berkoordinasi dengan pihak Balai TN Matalawa.
• Zona Rehabilitasi
Zona rehabilitasi ditetapkan pada areal-areal kritis terganggu
(disturbances) dan areal rentan ekosistem penting. Pemilihan areal
rehabilitasi TN Matalawa dibedakan berdasarkan: aktivitas restorasi habitat,
aktivitas rehabilitasi/reboisasi areal rentan, pemulihan habitat degradasi dan
pembinaan habitat kritis.
• Zona Tradisional
Zona tradisional ditetapkan berdasarkan pola pemanfaatan tradisional yang
telah dilakukan secara turun-temurun tanpa merusak kestabilan habitat
yang ada. Beberapa kawasan yang memiliki potensi hasil hutan non kayu
berupa buah, madu, getah, biji kemiri, biji pinang dan sebagainya dimasukkan
dalam zona tradisional.
• Zona Religi dan Budaya
Zona religi dan budaya ditetapkan terkait dengan adanya aktivitas agama,
kepercayaan, persembahan dan bentuk-bentuk kegiatan keagamaan/
kepercayaan. Areal-areal aktif kegiatan keagamaan dipetakan dengan
pendekatan antropologi, sosiologi, atau pendekatan kajian sosial lainnya.
Hasil kajian dipergunakan sebagai landasan penetapan zona religi.
Zona budaya diperuntukkan pada kawasan dalam TN Matalawa yang masih
aktif memiliki aktivitas budaya, terdapat situs sejarah penting ilmu
pengetahuan nasional, bukti sejarah penting, terdapat peninggalan benda-
benda penting, ditemukannya fosil dan bentuk-bentuk indikasi budaya
manusia.
• Zona Khusus
Zona khusus ditetapkan terkait dengan adanya fungsi khusus dan penting
dalam peningkatan pembangunan daerah dan nasional. Diantaranya adalah
keberadaan jalan utama propinsi yang telah terbangun sebelum
ditetapkannya Taman Nasional TN MATALAWA. Beberapa tujuan khusus
ditetapkannya zona khusus adalah adanya pemanfaatan khusus
telekomunikasi, yaitu pembangunan BTS (stasiun relay dan pemancar signal
telekomunikasi).
79
RENCANA PENGELOLAAN JANGKA PANJANG TAMAN NASIONAL MATALAWA
80
RENCANA PENGELOLAAN JANGKA PANJANG TAMAN NASIONAL MATALAWA
81
RENCANA PENGELOLAAN JANGKA PANJANG TAMAN NASIONAL MATALAWA
3) Pengkajian tentang habitat asli dan nilai penting spesies kunci dan asli.
Kegiatan ini dilakukan untuk memperoleh informasi yang lengkap dan
detail tentang spesies kunci sehingga dapat ditentukan aksi konservasi
spesies secara efektif.
4) Pemulihan jenis langka dan asli.
Besarnya tingkat ancaman terhadap biodiversitas menjadikan jenis-jenis
langka dan asli semakin menurun populasinya. Hasil survey Burung Indonesia
dan Balai TN Matalawa tahun 2007 mengatakan bahwa dalam tiap 1000
ha kawasan hutan di TN Matalawa hanya ada dijumpai 1 (satu) ekor
Kakatua Sumba, artinya dengan total luasan kawasan TN Matalawa
sebesar ± 90 ribu ha dapat diasumsikan hanya tersisa 90 ekor Kakatua
Sumba. Kondisi yang sama juga di alami jenis burung paruh bengkok
lainnya. Hal tersebut menjadi ancaman serius bagi keberadaan dan
pengembangan burung paruh bengkok di alam sekaligus tantangan bagi
Balai TN Matalawa untuk melestarikannya. Jenis flora yang menjadi
sasaran eksploitasi antara lain adalah Gaharu dan Cendana, yang
keberadaan di alam, sulit dijumpai indukan pohon yang besar.
Pemulihan jenis dilakukan dengan tujuan peningkatan jumlah keberadaan
dan populasinya di alam sehingga tidak terjadi kepunahan. Prioritas
82
RENCANA PENGELOLAAN JANGKA PANJANG TAMAN NASIONAL MATALAWA
83
RENCANA PENGELOLAAN JANGKA PANJANG TAMAN NASIONAL MATALAWA
84
RENCANA PENGELOLAAN JANGKA PANJANG TAMAN NASIONAL MATALAWA
85
RENCANA PENGELOLAAN JANGKA PANJANG TAMAN NASIONAL MATALAWA
86
RENCANA PENGELOLAAN JANGKA PANJANG TAMAN NASIONAL MATALAWA
87
RENCANA PENGELOLAAN JANGKA PANJANG TAMAN NASIONAL MATALAWA
88
RENCANA PENGELOLAAN JANGKA PANJANG TAMAN NASIONAL MATALAWA
pengembangan ternak.
Potensi lain yang dikembangkan adalah produk-produk pertanian, kehutanan
dan sumber daya lainnya. Pola agroforestri intensif diperlukan sebagai
terobosan peningkatan sumber-sumber pendapatan lokal. Karakteristik lahan
masayarakat desa penyangga TN. Matalawa adalah lahan kering sehingga
kesesuaian pengembangan agroforestri mutlak diperlukan.
7. Penguatan data base dan sistem informasi manajemen TN Matalawa
Permasalahan pokok pengelolaan TN Matalawa berawal dari lemahnya sistem data
base. Pada sasaran ini, komponen yang harus dibangun adalah penataan sistem data
base dan informasi sebagai bentuk pengambilan keputusan/kebijakan pengelolaan
taman nasional. Keluaran yang dicapai dari sasaran ini adalah:
a) Tersedianya sistem data base yang yang mengakomodasi
pengumpulan dan penyajian data dan informasi secara sistematis,
lengkap dan terkini
Sistem data base dalam pengelolaan Balai TN Matalawa terdiri dari komponen:
pengguna data base, pengolah sistem data dan perancang sistem data.
Masing-masing komponen berkontribusi dalam pengelolaan sistem data base TN
Matalawa. Program-program yang dilakukan agar tercapainya keluaran diatas
adalah:
• Penyusunan dan pengelolaan sistem data base TN Matalawa.
Mekanisme pengaturan pengelolaan data base ditetapkan dalam sebuah aturan
baku (SOP) Balai TN Matalawa. Proses pengelolaan mencakup metode
pengumpulan data dan informasi, teknik/cara pengumpulan data dan
informasi, pengolahan data dan informasi, dan penyajian data dan informasi
pada publik. Data dan informasi dikumpulkan oleh petugas/staf Balai TN
Matalawa, baik oleh PEH, Polhut, resort, dan para pihak yang terlibat dalam
pengelolaan TN Matalawa seperti masyarakat, LSM, Dinas Daerah (Pemda),
kepolisian dan sebagainya.
• Penyusunan sistem informasi manajemen pengelolaan TN Matalawa.
Sistem informasi merupakan kebutuhan mutlak pengelolaan Balai TN Matalawa
dalam rangka pengambilan keputusan/kebijakan pengelolaan. Para pihak
yang terlibat dalam pengelolaan TN Matalawa merupakan pengguna sistem
informasi dalam penentuan bentukdan mekanisme pengambilan keputusan
pengelolaan yang dilakukan. Pengetrapan Sistem Informasi Manajemen (SIM),
yang meliputi komponen input, proses dan outputdi didisain sedemikian rupa
sehingga memudahkan pelaksanaan pengelolaan dilapangan.
8. Peningkatan daya jual dan posisi tawar TN Matalawa dalam sektor
pembangunan nasional
Daya jual TN Matalawa terkait dengan nilai potensi dan kemampuan promosi yang
dilihat dari kondisi pasar. Daya Jual TN Matalawa terkait dengan nilai potensi TN
Matalawa yang dijadikan aset dan kekuatan dalam memberikan pilihan pasar
sehingga kecenderungan publik untuk mengakses keberadaannya. Keluaran yang
89
RENCANA PENGELOLAAN JANGKA PANJANG TAMAN NASIONAL MATALAWA
90
RENCANA PENGELOLAAN JANGKA PANJANG TAMAN NASIONAL MATALAWA
berlaku lingkup Ditjen KSDAE. Perluasan jaringan dilakukan terhadap para pihak
yang berkepentingan dan berkontribusi dalam pengembangan penelitian dan
pendidikan di TN Matalawa, baik perguruan tinggi, Dinas pendidikan, Bappeda, LIPI,
LSM, dan sebagainya. Program yang dilakukan untuk mencapai keluaran ini meliputi:
• Penyusunan, Validasi, penetapan protokol untuk penelitian dan pendidikan
publik TN MATALAWA
• Pengembangan jaringan penelitian
• Pengembangan jaringan pendidikan publik
b) Tersedianya sarana yang mendukung kegiatan pendidikan dan penelitian
TN Matalawa
Sarana yang menunjang kegiatan pendidikan dan penelitian dalam pengelolaan
TN Matalawa dibangun dalam unit/satuan khusus yang menangani masalah
pendidikan dan penelitian di TN Matalawa. Wahana yang dibangun berfungsi
sebagai upaya peningkatan komunikasi dalam bidang pendidikan dan penelitian
yang dilakukan para pihak dengan Balai TN Matalawa. Budaya belajar dan riset
diwujudkan sebagai upaya peningkatan kualitas ilmu pengetahuan dan
memajukan mutu pendidikan. Dalam memudahkan tercapainya sasaran ini,
maka program/kegiatan yang dilakukan adalah:
• Pengadaan sarana dan prasarana pendidikan konservasi
• Pengadaan sarana dan prasarana penelitian dan IPTEK
• Pembentukan dan pengembangan pelayanan riset mandiri dan kolaboratif
91
RENCANA PENGELOLAAN JANGKA PANJANG TAMAN NASIONAL MATALAWA
92
RENCANA PENGELOLAAN JANGKA PANJANG TAMAN NASIONAL MATALAWA
BAB V.
PEMANTAUAN DAN EVALUASI
Pemantauan dan evaluasi perlu dilakukan untuk melihat progres pengelolaan yang
telah dilakukan. Selain untuk memastikan bahwa kawasan dikelola sesuai dengan tujuan
yang ditetapkan, juga sebagai alat untuk memperbaiki kelemahan-kelemahan yang ada.
Pedoman pemantauan/penilaian efektivitas pengelolaan telah ditetapkan oleh Direktur
Jenderal Konservasi Sumber Daya Alam dan Ekosistem nomor: P.15/KSDAE-SET/2015
tentang Pedoman Penilaian Efektivitas Pengelolaan Kawasan Konservasi di Indonesia.
Penilaian tersebut dilakukan terhadap elemen-elemen utama yang berperan
penting dalam siklus pengelolaan kawasan yang dikelompokkan dalam 6 aspek, yaitu:
93
RENCANA PENGELOLAAN JANGKA PANJANG TAMAN NASIONAL MATALAWA
kawasan. Hal tersebut dapat diartikan bahwa pengelolaan kedua kawasan tersebut lebih
efektif dibanding tahun sebelumnya. Hasil penilaian Efektivitas Pengelolaan Kawasan
Konservasi tersebut yang akan menjadi dasar monitoring dan evaluasi pengelolaan
kawasan TN MATALAWA pada tahun-tahun mendatang.
Pemantauan dan evaluasi dilakukan secara periodik dan berkesinambungan pada
masing-masing tahap kegiatan yang dilakukan. Evaluasi merupakan umpan balik bagi
tindakan atau rencana selanjutnya. Kriteria yang harus diperhatikan dalam tahapan
pemantauan dan evaluasi adalah:
Kegiatan evaluasi RPJP dilaksanakan pada tahun ke-5 pelaksanaan RPJP. Kegiatan
evaluasi, baik regular maupun insidentil, dilakukan melalui tahapan kegiatan sebagai
berikut:
a. Membentuk Tim Evaluasi RPJP yang ditetapkan berdasarkan Keputusan Kepala
Unit Pengelola;
b. Melakukan analisis terhadap hasil pemantauan/monitoring RPJP;
c. Membuat Laporan Hasil Evaluasi
d. Membuat rekomendasi atas hasil evaluasi; dan
94
RENCANA PENGELOLAAN JANGKA PANJANG TAMAN NASIONAL MATALAWA
95
RENCANA PENGELOLAAN JANGKA PANJANG TAMAN NASIONAL MATALAWA
Selain LAKIP, Balai TN MATALAWA juga melaporkan hasil kegiatan melalui laporan
bulanan, Laporan Triwulan, Laporan Semester, Laporan Tahunan dan dalam kondisi
tertentu yang bersifat insidentil sesuai kebutuhan. Acuan yang digunakan dalam
pelaporan adalah berdasarkan standar operasional prosedur (SOP) yang berlaku pada
lingkup Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan.
96
RENCANA PENGELOLAAN JANGKA PANJANG TAMAN NASIONAL MATALAWA
97
RENCANA PENGELOLAAN JANGKA PANJANG TAMAN NASIONAL MATALAWA
DAFTAR PUSTAKA
.2016. Peraturan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Tentang Tata cara
penyusunan rencana Pengelolaan Kawasan Suaka Alam dan Kawasan Pelestarian
Alam. P.35/Menlhk/Setjen/Kum.1/3/2016. Jakarta.
.2016. Peraturan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Tentang Organisasi
Tata Kerja Unit Pelaksana Teknis Taman Nasional.
P.7/Menlhk/Setjen/OTL.0/1/2016. Jakarta.
Anonim. 2002. Klimatologi Hutan. Fakultas Kehutanan Universitas Gajah Mada.
Yogyakarta.
Awang S. 2002. Sosial Forestry (Reposisi Masyarakat dan Keadilan Lingkungan). Fakultas
Kehutanan Universitas Gajah Mada. Yogyakarta.
BPS. 2013. Sumba Timur Dalam Angka 2013. Badan Pusat Statistik Kabupaten Sumba
Timur. Waingapu.
BPS. 2017. Sumba Timur dalam angka 2017. Badan Pusat Statistik Kab. Sumba Timur.
Waingapu.
Balai TNLW. 2010. Rencana Pengelolaan Taman Nasional Laiwangi Wanggameti 2010-
2029. Balai TN Laiwangi Wanggameti. Waingapu.
Balai TNLW. 2014. Zonasi Taman Nasional Laiwangi Wanggameti . Balai TN. Laiwangi
Wanggameti. Waingapu
Balai TNMT. 2014. Laporan Perdataan Tahun 2014. Balai TN Manupeu Tanadharu.
Waikabubak
Balai TNMT. 2015 Zonasi Taman Nasional Manupeu Tanah Daru. Balai TN Manupeu
Tanadharu. Waikabubak
Balai TNMT. 2015. Rencana Pengelolaan Jangka Panjang TN Manupeu Tanahdaru Periode
2015-2024. Balai TN Manupeu Tanahdaru. Waikabubak.
Balai TNLW. 2015. Rencana Strategis Balai TN Laiwangi Wanggameti 2015-2019. Balai TN
Laiwangi Wanggameti. Waingapu.
Balai TNLW. 2015. Statistik 2014 . Balai Taman Nasional Laiwangi Wanggameti.
Waingapu
Balai TNMT. 2015. Statistik 2015. Balai Taman Nasional Manupeu Tanahdaru.
Waikabubak.
Chafid Fandeli, Muhammad. 2009. Prinsip-prinsip dasar mengkonservasi landskap.
Gajah Mada University Press. Yogyakarta.
Tim Penyusun. 2009. Ekspedisi Karst Sumba. Achintyacunyata Speleological Club.
Yogyakarta
Tim Penyusun. 2010. Laporan Identifikasi Tanaman Obat. Balai TN Manupeu Tanahdaru.
Waikabubak
Tim Penyusun. 2014. Laporan Inventarisasi Sumberdaya Air TNLW. Balai TN Laiwangi
Wanggameti. Waingapu
98
RENCANA PENGELOLAAN JANGKA PANJANG TAMAN NASIONAL MATALAWA
LAMPIRAN
99
Lampiran 1. Strategi dan Rencana Aksi Balai Taman Nasional Matalawa Periode 2018 s/d 2027
Visi dan Misi Tujuan Indikator Strategi Kegiatan/Aksi Indikator Pihak yang Lokasi Estimasi Kebutuhan Anggaran (* x 1.000) Sumber Total Estimasi
Pengelolaan Keberhasilan Tujuan Keberhasilan Terlibat 2018 2019 2020 2021 2022 2023 2024 2025 2026 2027 Pendanaan Pendanaan
(1) (2) (3) (4) (5) (6) (7) (8) (9) (10) (11) (12) (13) (14) (15) (16) (17) (18) (19) (20)
Visi: Terwujudnya Memantapkan Mempertahankan Penyusunan dan Inventarisasi Tersedianya TNMTLW, Kawasan 89.000 90.000 91.000 92.000 93.000 94.000 95.000 96.000 97.000 98.000 APBN 935.000
Kawasan Taman fungsi TN kawasan taman Pemantapan Satwa Endemik data jumlah Perguruan TNMTLW
Nasional Matalawa Matalawa nasional beserta Baseline Data populasi dan Tinggi,
sebagai Pusat sebagai pusat kehatinya sebaran jenis Masyarakat
Konservasi pelestarian satwa endemik
Ekosistem Sumba biodiversitas
yang Kolaboratif endemik dalam
Partisipatif, upaya
Mantap, Tertib, peningkatan
Lestari dan Wibawa kesejahteraan
masyarakat
secara
berkelanjutan
Misi: 1. Mendorong Inventarisasi dan Tersedianya TNMTLW, Kawasan 92.500 94.000 95.500 97.000 98.500 100.000 101.500 103.000 104.500 106.000 APBN 992.500
percepatan proses Pemetaan Flora data jumlah Perguruan TNMTLW
tata batas dan Unggulan Lokal populasi dan Tinggi,
penetapan kawasan sebaran jenis Masyarakat
guna tercapainya Flora Unggulan
keutuhan kawasan Lokal
TN Matalawa.
2. Mengoptimalkan Inventarisasi Tersedianya TNMTLW, Kawasan 96.550 96.550 96.550 96.550 96.550 96.550 96.550 96.550 96.550 96.550 APBN 965.500
peran masyarakat Sumberdaya Air database Perguruan TNMTLW
dalam rangka sumberdaya air Tinggi,
perlindungan serta Masyarakat
pengawetan
Sumber Daya Alam
dan Ekosistem TN
Matalawa.
3. Meningkatkan Inventarisasi Tersedianya TNMTLW, Kawasan 47.960 48.960 49.960 50.960 51.960 52.960 53.960 54.960 55.960 APBN 467.640
kerjasama dengan Objek Daya Tarik database Objek Perguruan TNMTLW
para pihak dalam Wisata Alam Daya Tarik Tinggi,
upaya pemanfaatan Wisata Alam Masyarakat
air, energi air, dan
wisata alam di
Kawasan TN
Matalawa.
Dokumen RPJPn Tersusunnya TNMTLW - 2.000 2.000 2.000 2.000 2.000 2.000 2.000 2.000 2.000 2.000 APBN 20.000
(Renja) dokumen RPJPn
(Renja)
Dokumen Zonasi Tersusunnya TNMTLW, - 111.720 113.720 APBN 225.440
dokumen Zonasi Mitra,
Masyarakat
Evaluasi Fungsi Tersusunnya TNMTLW - 81.310 83.310 85.310 APBN 249.930
Kawasan dokumen
Evaluasi Fungsi
Kawasan
Pengelolaan Pembuatan Petak Tersedianya TNMTLW, Kawasan 95.500 APBN 95.500
Tumbuhan Ukur Permanen data series Perguruan TNMTLW
tumbuhan dan Tinggi,
pemanfaatan Direktorat
tumbuhan untuk Teknis,
budidaya Masyarakat
Monitoring Petak Tersedianya TNMTLW, Kawasan 45.500 48.000 50.500 APBN 144.000
Ukur Permanen data series Perguruan TNMTLW
tumbuhan dan Tinggi,
pemanfaatan Direktorat
tumbuhan untuk Teknis,
budidaya Masyarakat
Pengelolaan Kajian Bioekologi Tersedianya TNMTLW, Kawasan 45.000 47.000 APBN 92.000
Satwa Satwa Endemik data kajian Perguruan TNMTLW
biologi dan Tinggi,
ekologi terkait Direktorat
satwa endemik Teknis,
Masyarakat
Pembinaan Habitat satwa TNMTLW, Kawasan 60.000 63.000 66.000 69.000 72.000 75.000 78.000 81.000 84.000 87.000 APBN 735.000
Habitat Satwa menjadi lebih Perguruan TNMTLW
Endemik baik Tinggi,
Direktorat
Teknis,
Masyarakat
Visi dan Misi Tujuan Indikator Strategi Kegiatan/Aksi Indikator Pihak yang Lokasi Estimasi Kebutuhan Anggaran (* x 1.000) Sumber Total Estimasi
Pengelolaan Keberhasilan Tujuan Keberhasilan Terlibat 2018 2019 2020 2021 2022 2023 2024 2025 2026 2027 Pendanaan Pendanaan
(1) (2) (3) (4) (5) (6) (7) (8) (9) (10) (11) (12) (13) (14) (15) (16) (17) (18) (19) (20)
Monitoring Tersedianya TNMTLW, Kawasan 311.500 333.600 355.000 357.000 359.000 411.000 413.000 415.000 417.000 419.000 APBN 3.791.100
Satwa Prioritas data jumlah Perguruan TNMTLW
populasi dan Tinggi,
sebaran jenis Direktorat
satwa prioritas Teknis,
secara berkala Masyarakat
Peningkatan Meningkatnya TNMTLW, Kawasan 50.000 53.000 56.000 59.000 62.000 65.000 68.000 71.000 74.000 77.000 APBN 635.000
sarana dan sarana dan Perguruan TNMTLW
Prasarana prasarana Tinggi,
pengelolaan Direktorat
satwa Teknis,
Masyarakat
Perlindungan dan Identifikasi dan Teridentifikasi TNMTLW, Kawasan dan 63.500 65.000 66.500 68.000 69.500 71.000 72.500 74.000 75.500 77.000 APBN 702.500
Pengamanan Pemetaan dan terpetakan masyarakat sekitar
Sebaran sebaran TNMTLW
Gangguan gangguan di
kawasan
Sosialisasi, Masyarakat TNMTLW, TNI, Kawasan dan 234.080 236.080 238.080 240.080 242.080 244.080 246.080 248.080 250.080 252.080 APBN 2.430.800
Patroli, memahami arti Polri, sekitar
Pemantauan dan pentingnya Masyarakat TNMTLW
Pengamanan kawasan serta
Kawasan gangguan
keamanan
kawasan
menurun
Pemeliharaan Batas kawasan TNMTLW, Kawasan 66.500 68.500 70.500 72.500 74.500 76.500 78.500 80.500 82.500 84.500 APBN 755.000
Batas kawasan terpelihara masyarakat TNMTLW
dengan baik
Pengendalian Terkendalinya TNMTLW, Kawasan 139.400 161.450 183.500 205.550 227.600 249.650 271.700 293.750 315.800 337.850 APBN 2.386.250
Kebakaran Hutan kebakaran masyarakat TNMTLW
hutan di
kawasan
Pengembangan Terjaganya TNMTLW, Kawasan 75.000 75.000 75.000 75.000 75.000 75.000 75.000 75.000 75.000 75.000 APBN 750.000
Sarana dan sarana dan masyarakat TNMTLW
Prasarana prasarana
Koordinasi Para Meningkatkan TNMTLW, Dinas Kawasan 46.000 48.000 50.000 52.000 54.000 56.000 58.000 60.000 62.000 64.000 APBN 550.000
Pihak terkait kerjasama antar terkait, TNMTLW
Pengamanan instansi terkait masyarakat
Kawasan
Monitoring dan Setiap kegiatan TNMTLW, Kawasan 21.000 23.000 25.000 27.000 29.000 31.000 33.000 35.000 37.000 39.000 APBN 300.000
Evaluasi terpantau dan masyarakat TNMTLW
dan terevaluasi
dengan baik
Meningkatkan kerja Efektivitas Kajian Tersedianya TNMTLW, Dinas Kawasan 15.000 17.000 19.000 APBN 51.000
sama pemanfaatan Pemanfaatan Jasa Pemanfaatan Air database ESDM, TNMTLW
jasa lingkungan dan Lingkungan Air dan sumberdaya air Masyarakat/Sw
wisata alam Pengembangan asta Pemanfaat
Energi Berbasis air
Air
Pembentukan Terbentuknya TNMTLW, Dinas Sekitar 27.000 27.750 28.500 29.250 30.000 30.750 31.500 32.250 33.000 33.750 APBN 303.750
Kelompok kelompok ESDM, Kawasan
Pemanfaat Air pemanfaat air Masyarakat/Sw TNMTLW
dan Energi Air dan energi air asta Pemanfaat
air
sama pemanfaatan Pemanfaatan Jasa
jasa lingkungan dan Lingkungan Air
wisata alam
Visi dan Misi Tujuan Indikator Strategi Kegiatan/Aksi Indikator Pihak yang Lokasi Estimasi Kebutuhan Anggaran (* x 1.000) Sumber Total Estimasi
Pengelolaan Keberhasilan Tujuan Keberhasilan Terlibat 2018 2019 2020 2021 2022 2023 2024 2025 2026 2027 Pendanaan Pendanaan
(1) (2) (3) (4) (5) (6) (7) (8) (9) (10) (11) (12) (13) (14) (15) (16) (17) (18) (19) (20)
Penataan Areal Tertatanya areal TNMTLW, Dinas Zona 23.381 25.381 27.381 APBN 76.143
Pemanfaatan Air pemanfaatan air ESDM, Pemanfaatan
Masyarakat/Sw
asta Pemanfaat
air
Bimbingan Teknis Pemanfaat air TNMTLW, Dinas Sekitar 24.000 25.500 27.000 28.500 30.000 31.500 33.000 34.500 36.000 37.500 APBN 307.500
Pemanfaatan Air memahami ESDM, Kawasan
aturan Masyarakat/Sw TNMTLW
pemanfaatan asta Pemanfaat
sumberdaya air air
dari dalam
kawasan
Pemberian Ijin Terfasilitasinya TNMTLW, Dinas Zona 27.136 30.136 33.136 36.136 39.136 42.136 45.136 48.136 51.136 54.136 APBN 406.360
Pemanfaatan Air perijinan ESDM, Pemanfaatan
pemanfaatan air Masyarakat/Sw
baik komersial asta Pemanfaat
maupun non air
komersial
Penataan dan Tertata dan TNMTLW, Dinas Zona 57.200 60.700 63.200 66.700 69.200 72.700 75.200 78.700 81.200 84.700 APBN 709.500
Pemeliharaan terpeliharanya Pariwisata, Pemanfaatan
Jalur Wisata jalur wisata Swasta,
Masyarakat
Pengembangan Tersedianya TNMTLW, Dinas Zona 124.000 350.000 493.000 500.000 575.000 625.000 675.000 700.000 725.000 800.000 APBN 5.567.000
Sarana Wisata sarana wisata Pariwisata, Pemanfaatan
Alam alam Swasta,
Masyarakat
Visi dan Misi Tujuan Indikator Strategi Kegiatan/Aksi Indikator Pihak yang Lokasi Estimasi Kebutuhan Anggaran (* x 1.000) Sumber Total Estimasi
Pengelolaan Keberhasilan Tujuan Keberhasilan Terlibat 2018 2019 2020 2021 2022 2023 2024 2025 2026 2027 Pendanaan Pendanaan
(1) (2) (3) (4) (5) (6) (7) (8) (9) (10) (11) (12) (13) (14) (15) (16) (17) (18) (19) (20)
Promosi dan Tersusunnya TNMTLW, Dinas - 79.000 80.000 81.000 82.000 83.000 84.000 85.000 86.000 87.000 88.000 APBN 835.000
Publikasi Wisata media promosi Pariwisata,
Alam baik cetak Swasta,
maupun Masyarakat
elektronik
Pengelolaan PNBP Bimbingan Teknis Terkelolanya TNMTLW - 51.400 51.400 51.400 51.400 51.400 51.400 51.400 51.400 51.400 51.400 APBN 514.000
Pengelolaan PNBP secara
PNBP baik
Penyusunan dan Tersusunnya TNMTLW, Desa Sekitar 24.000 25.500 27.000 28.500 30.000 31.500 33.000 34.500 36.000 37.500 APBN 307.500
Review Dokumen masyarakat Kawasan
Kesepakatan Review TNMTLW
Pelestarian AlamKesepakatan
Desa Pelestarian
Alam Desa
Pemberian Tersalurkannya TNMTLW, Desa Sekitar 252.426 151.650 257.520 120.000 260.000 270.000 280.000 290.000 300.000 310.000 APBN 2.491.596
Bantuan Ekonomi bantuan Masyarakat Kawasan
Produktif ekonomi TNMTLW
produktif
kepada
kelompok
masyarakat
Koordinasi Meningkatkan TNMTLW, Desa Sekitar 38.360 40.360 42.360 44.360 46.360 48.360 50.360 52.360 54.360 56.360 APBN 473.600
Kelompok Mitra kerjasama antar Masyarakat Kawasan
Pelestari Hutan Kelompok Mitra TNMTLW
Pelestari Hutan
Visi dan Misi Tujuan Indikator Strategi Kegiatan/Aksi Indikator Pihak yang Lokasi Estimasi Kebutuhan Anggaran (* x 1.000) Sumber Total Estimasi
Pengelolaan Keberhasilan Tujuan Keberhasilan Terlibat 2018 2019 2020 2021 2022 2023 2024 2025 2026 2027 Pendanaan Pendanaan
(1) (2) (3) (4) (5) (6) (7) (8) (9) (10) (11) (12) (13) (14) (15) (16) (17) (18) (19) (20)
Peningkatan Pelatihan Pendidikan dan TNMTLW, Dinas Desa Sekitar 75.000 76.000 77.000 78.000 79.000 80.000 81.000 82.000 83.000 84.000 APBN 795.000
Kapasitas ketrampilan Pemberdayaan Kawasan
SDM sesuai Masyarakat TNMTLW
dengan Desa,
kebutuhan Masyarakat
pengelolaan
Bimbingan Teknis Ketrampilan TNMTLW, Dinas Desa Sekitar 17.100 19.100 21.100 23.100 25.100 27.100 29.100 31.100 33.100 35.100 APBN 261.000
SDM sesuai Pemberdayaan Kawasan
dengan Masyarakat TNMTLW
kebutuhan Desa,
pengelolaan Masyarakat
Pendampingan Adanya TNMTLW, Dinas Desa Sekitar 25.000 31.000 42.360 50.147 58.827 67.507 76.187 84.867 93.547 102.227 APBN 631.667
pendamping Pemberdayaan Kawasan
kelompok Masyarakat TNMTLW
masyarakat Desa
dalam
mengawal
pengelolaan
pemberdayaan
Monitoring dan Setiap kegiatan TNMTLW, Dinas Desa Sekitar 23.000 26.500 30.840 34.620 38.540 42.460 46.380 50.300 54.220 58.140 APBN 405.000
Evaluasi terpantau dan Pemberdayaan Kawasan
dan terevaluasi Masyarakat TNMTLW
dengan baik Desa,
Masyarakat
Pengelolaan zona Prakondisi Zona Terpetakannya TNMTLW, Desa Sekitar 66.500 68.500 70.500 72.500 74.500 76.500 78.500 80.500 82.500 84.500 APBN 755.000
tradisional Tradisional luas zona masyarakat Kawasan
tradisional TNMTLW
beserta
pemanfaatnya
Sosialisasi Adanya TNMTLW, Desa Sekitar 40.000 45.000 51.000 55.000 60.500 65.600 70.700 75.800 80.900 86.000 APBN 630.500
Pengembangan persamaan masyarakat Kawasan
dan Pemanfaatan persepsi terkait TNMTLW
Zona Tradisional pemanfaatan
zona tradisional
Pengembangan Terbangunnya TNMTLW, Dinas Desa Sekitar 40.000 42.000 44.100 46.133 48.183 50.233 52.283 54.333 56.383 58.433 APBN 492.083
Kemitraan/ kelembagaan terkait, Kawasan
Kolaborasi kelompok dalam masyarakat TNMTLW
pemanfaatan
zona tradisional
Peningkatan Pendidikan dan TNMTLW, Desa Sekitar 50.000 52.500 55.125 57.667 60.229 62.792 65.354 67.917 70.479 73.042 APBN 615.104
Kapasitas ketrampilan masyarakat Kawasan
Masyarakat SDM dalam TNMTLW
pemanfaatan,
pengolahan dan
pemasaran
HHBK
Visi dan Misi Tujuan Indikator Strategi Kegiatan/Aksi Indikator Pihak yang Lokasi Estimasi Kebutuhan Anggaran (* x 1.000) Sumber Total Estimasi
Pengelolaan Keberhasilan Tujuan Keberhasilan Terlibat 2018 2019 2020 2021 2022 2023 2024 2025 2026 2027 Pendanaan Pendanaan
(1) (2) (3) (4) (5) (6) (7) (8) (9) (10) (11) (12) (13) (14) (15) (16) (17) (18) (19) (20)
Monitoring dan Setiap kegiatan TNMTLW, Desa Sekitar 40.000 43.250 45.000 47.750 50.250 52.750 55.250 57.750 60.250 62.750 APBN 515.000
Evaluasi terpantau dan masyarakat Kawasan
dan terevaluasi TNMTLW
dengan baik
Pemulihan Penyusunan Tersusunnya TNMTLW, - 8.000 9.500 APBN 17.500
Ekosistem Dokumen Dokumen Direktorat
Pemulihan Pemulihan Teknis
Ekosistem ekosistem
Pelaksanaan Kegiatan TNMTLW, Zona 772.025 1.432.075 2.092.125 2.752.175 APBN 7.048.400
Pemulihan Pemulihan masyarakat Rehabilitasi
Ekosistem Ekosistem
berhasil dengan
baik
Pemeliharaan Pemeliharaan TNMTLW, Zona 1.100.915 1.299.766 1.498.617 1.697.468 1.896.319 APBN 7.493.085
tanaman tahun masyarakat Rehabilitasi
sebelumnya
berhasil dengan
baik
Monitoring dan Setiap kegiatan TNMTLW, Zona 43.200 45.200 47.200 49.200 51.200 APBN 236.000
Evaluasi terpantau dan masyarakat Rehabilitasi
dan terevaluasi
dengan baik
Meningkatkan Peningkatan Optimalisasi Pengelolaan TNMTLW - 1.250.000 3.469.000 3.469.000 3.469.000 3.469.000 3.469.000 3.469.000 3.469.000 3.469.000 3.469.000 APBN 32.471.000
pengelolaan taman Kualitas Dukungan manajemen
nasional (SDM, kelembagaan dan Manajemen berjalan dengan
perencanaan dll) sumberdaya baik
pengelola Implementasi Tersedianya TNMTLW, - 20.000 23.000 26.000 28.000 31.000 33.700 36.400 39.100 41.800 44.500 APBN 323.500
Sistem Informasi Sistem Informasi Swasta
Berbasis Berbasis
Teknologi Teknologi
Pembinaan Pengelola TNMTLW - 45.000 47.250 49.612 52.093 54.399 56.763 59.127 61.491 63.855 66.220 APBN 555.811
Pengelola kawasan
Kawasan semakin
memahami
tupoksinya
Peningkatan Pelatihan dan Pendidikan dan TNMTLW, Dinas - 50.000 52.500 55.125 57.881 60.775 63.814 66.348 69.109 71.871 74.632 APBN 622.054
Kapasitas Pendidikan ketrampilan Pemberdayaan
Sumberdaya SDM sesuai Masyarakat
Manusia dengan Desa,
kebutuhan Masyarakat
pengelolaan
Bimbingan Teknis Pegawai TNMTLW - 25.000 26.250 27.562 28.940 30.221 31.534 32.847 34.161 35.474 36.787 APBN 308.776
semakin
memahami
tupoksinya
Penyegaran Pegawai TNMTLW - 45.000 47.250 49.612 52.093 54.399 56.763 59.127 61.491 63.855 66.220 APBN 555.811
semakin
memahami
tupoksinya
Magang Meningkatnya TNMTLW dan - 80.000 88.000 96.000 104.000 112.000 120.000 128.000 136.000 144.000 152.000 APBN 1.160.000
wawasan dan masyarakat
pengetahuan
SDM
Visi dan Misi Tujuan Indikator Strategi Kegiatan/Aksi Indikator Pihak yang Lokasi Estimasi Kebutuhan Anggaran (* x 1.000) Sumber Total Estimasi
Pengelolaan Keberhasilan Tujuan Keberhasilan Terlibat 2018 2019 2020 2021 2022 2023 2024 2025 2026 2027 Pendanaan Pendanaan
(1) (2) (3) (4) (5) (6) (7) (8) (9) (10) (11) (12) (13) (14) (15) (16) (17) (18) (19) (20)
Benchmarking/ Meningkatnya TNMTLW dan - 72.000 80.000 88.000 96.000 104.000 112.000 120.000 128.000 136.000 144.000 APBN 1.080.000
Studi Banding wawasan dan masyarakat
pengetahuan
SDM
Pengelolaan Identifikasi Dokumen TNMTLW, - 25.000 35.000 APBN 60.000
Kegiatan Kebutuhan kebutuhan Perguruan
Penelitian, Penelitian penelitian Tinggi,
Pendidikan, dan Direktorat
Pengembangan Teknis, Litbang
IPTEK LHK
Penyusunan Dokumen TNMTLW, - 20.800 APBN 20.800
Roadmap roadmap Perguruan
kebutuhan penelitian Tinggi,
penelitian Direktorat
Teknis, Litbang
LHK
Fasilitasi Dokumen hasil TNMTLW, Kawasan 21.000 22.000 23.000 24.000 25.000 26.000 27.000 28.000 29.000 30.000 APBN 255.000
pelaksanaan penelitian Perguruan TNMTLW
kegiatan Tinggi,
Penelitian Direktorat
Teknis, Litbang
LHK
Monitoring dan Setiap kegiatan TNMTLW - 38.600 38.600 38.600 38.600 38.600 38.600 38.600 38.600 38.600 38.600 APBN 386.000
Evaluasi terpantau dan
dan terevaluasi
dengan baik
TOTAL 5.802.500 9.693.737 11.116.844 11.590.508 9.338.757 9.752.471 7.822.240 8.171.515 8.248.570 8.304.936 89.842.077
LAMPIRAN 2. DAFTAR JENIS FLORA dan FAUNA TN MATALAWA
No. Nama Ilmiah Nama Daerah Suku MATA LAWA MATALAWA KETERANGAN
Status
No Nama Latin Famili Endemik MATA LAWA MATALAWA
IUCN CITES PP/SK
1 Acraea violae Nymphalidae Tidak - - - x x
2 Acytolepis puspa Lycaenidae Tidak - - - x x
3 Appias lyncida Pieridae Tidak - - - x x
4 Appias albina Pieridae Tidak - - - x x
5 Appias paulina Pieridae Tidak - - - x x
6 Ariadne merione Nymphalidae Tidak - - - x x
7 Athyma karita Nymphalidae Ya - - - x x
8 Athyma margurita Nymphalidae Ya (Sub endemik) - - - x x
9 Athyma perius Nymphalidae Tidak - - - x x x
10 Caleta rhode Lycaenidae Tidak - - - x x
Castochrysops
11 Lycaenidae Tidak - - -
strabo x x
12 Catopsilia pomona Pieridae Tidak - - - x x x
13 Catopsilia pyranthe Pieridae Tidak - - - x x
14 Catopsilia scylla Pieridae Tidak - - - x x x
15 Centhosia biblis Nymphalidae Tidak - - - x x
16 Cepora julia Pieridae Ya (Sub endemik) - - - x x x
17 Cethosia hypsea Nymphalidae Tidak - - - x x
Cethosia
18 Nymphalidae Tidak - - -
penthesilea x x
Status
No Nama Latin Famili Endemik MATA LAWA MATALAWA
IUCN CITES PP/SK
19 Charaxes elwesi Nymphalidae Ya (Sub endemik) - - - x x
20 Charaxes ocellatus Nymphalidae Ya (Sub endemik) - - - x x
21 Chilades pandava Lycaenidae Tidak - - - x x
Cirrochroa
22 Nymphalidae Tidak - - -
erymanthis x x
23 Cupha erymanthis Nymphalidae Tidak - - - x x
24 Cyrestis nais Nymphalidae Ya (Sub endemik) - - - x x x
25 Danaus affinis Nymphalidae Tidak - - - x x
26 Danaus chrysippus Nymphalidae Tidak - - - x x x
27 Danaus genutia Nymphalidae Tidak - - - x x
28 Danaus sp. Nymphalidae Tidak - - - x x
29 Danis schaeffera Lycaenidae Tidak - - - x x
30 Delias fasciata Pieridae Ya - - - x x x
31 Discolampa ethion Lycaenidae Tidak - - - x x
32 Elimnias amoena Satyridae Ya - - - x x
33 Euchrysop cnejus Lycaenidae Tidak - - - x x
34 Euploea eunice Nymphalidae Tidak - - - x x x
35 Euploea sp. Nymphalidae Tidak - - - x x
36 Eurema andersonii Pieridae Tidak - - - x x
37 Eurema blanda Pieridae Tidak - - - x x
38 Eurema brigitta Pieridae Tidak x x
39 Eurema hecabe Pieridae Tidak - - - x x x
40 Eurema sari sari Pieridae Tidak - - - x x
41 Everes lacturnus Lycaenidae Tidak - - - x x
42 Flos apidanus Lycaenidae Tidak - - - x x
43 Freyeria trochylus Lycaenidae Tidak - - - x x
44 Graphium sp. Papilionidae Tidak - - - x x
Status
No Nama Latin Famili Endemik MATA LAWA MATALAWA
IUCN CITES PP/SK
45 Graphium sarpedon Papilionidae Tidak - - - x x
46 Hebomia glaucippe Pieridae Tidak - - - x x
Hypolimnas
47 Nymphalidae Tidak - - -
anomala x x
48 Hypolimnas bolina Nymphalidae Tidak - - - x x
Hypolimnas
49 Nymphalidae Tidak - - -
misippus x x
50 Ideopsis oberthurii Danaidae Ya - - - x x
51 Ideopsis sp. Nymphalidae Tidak - - - x x
52 Ideopsis vulgaris Nymphalidae Tidak - - - x x
53 Jamides celeno Lycaenidae Tidak - - - x x
54 Junonia adulatrix Nymphalidae Ya - - - x x
55 Junonia almana Nymphalidae Tidak x x
56 Junonia atlites Nymphalidae Tidak - - - x x x
57 Junonia hedonia Nymphalidae Tidak - - - x x x
58 Junonia iphita Nymphalidae Tidak - - - x x x
59 Junonia orithya Nymphalidae Tidak - - - x x
60 Junonia villida Nymphalidae Tidak - - - x x
61 Lampides boeticus Lycaenidae Tidak - - - x x
62 Leptosia nina Pieridae Tidak - - - x x
63 Lethe europa Nymphalidae Tidak - - - x x
64 Lexias aegle Nymphalidae Ya (Sub endemik) - - - x x x
65 Melanitis leda Nymphalidae Tidak - - - x x
66 Moduza procris Nymphalidae Tidak - - - x x
67 Mycalesis fuscum Nymphalidae Tidak - - - x x
68 Mycalesis mineus Nymphalidae Tidak - - - x x
69 Mycalesis wayewa Nymphalidae Tidak - - - x x
Status
No Nama Latin Famili Endemik MATA LAWA MATALAWA
IUCN CITES PP/SK
70 Neptis clinioides Nymphalidae Tidak - - - x x
71 Neptis hylas Nymphalidae Tidak - - - x x
72 Neptis miah Nymphalidae Tidak - - - x x
73 Oriens gola Hesperiidae Tidak - - - x x
74 Orsotriaena medus Nymphalidae Tidak - - - x x x
Pachliopta
75 Papilionidae Tidak - - -
aristolochiae x x
76 Pachliopta oreon Papilionidae Ya (Sub endemik) - - - x x
Pantoporia
77 Nymphalidae Tidak - - -
hordonia x x
78 Papiliio domelus Papilionidae Tidak - - - x x
Least
79 Papilio acheron Papilionidae Ya - -
Concern x x
80 Papilio helenus Papilionidae Tidak - - - x x
81 Papilio memnon Papilionidae Tidak - - - x x x
Papilio Rentan/
82 Papilionidae Ya - -
neumoegenii Vulnerable x x x
83 Papilio polytes Papilionidae Tidak - - - x x x
84 Parantica agleoides Nymphalidae Tidak - - - x x
85 Parantica limniace Nymphalidae Tidak - - - x x
86 Parantica sp. Nymphalidae Tidak - - - x x x
Pelopidas
87 Hesperiidae Tidak c
conjunctus x x
88 Sumalia chilo Nymphalidae Ya - - - x x
89 Tagiades japetus Hesperiidae Tidak c x
Appendiks UU No. 7
90 Troides haliphron Papilionidae Ya -
II th 1999 x x x
91 Vindula erota asela Nymphalidae Tidak - - - x x
92 Yoma sabina Nymphalidae Tidak - - - x x
Status
No Nama Latin Famili Endemik MATA LAWA MATALAWA
IUCN CITES PP/SK
Ypthima baldus
93 Nymphalidae Tidak - - -
horsfieldi x x x
94 Zizina otis Lycaenidae Tidak - - - x x
Status LIPI di
No Nama Latin Nama Lokal / English Famili MATA LAWA MATALAWA
IUCN CITES PP/SK LAWA
TENTANG
REVISI KEDUA PENUN]UKKAN TIM PETTruSUN DOKUMEN RENCANA PENGELOIIAN JANGKA PAN]ANG
TAMAN NASIONAL MANUPEU TANAH DARU DAN I.AIWANGI WANGGAMM PERIODE 2OL7 .2026
Mengirgat :1. Undang - Undang Nonror 5 Tahun 1990 tentang tOnserrrasi Sumber Dap Aam
dan Ekosistemnya;
2. Undang - Undang Nomor 41 Tahun 1999 tentang lGhutanan;
3. Undang -
Undang Nonnr 25 tahun 2004 tentang Sistern pembangunan
Nasional;
4. Undang -Undang Normr 26 tah'un 2007 tentang penataan ruang
5. Undang Undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang Ferlindungan dan
Pengelolaan Lingkungnn Hidup;
6. Undang Undang Nomor 18 Tahun 2013 tentang penegahan dan
Pembemntasan Perusakan Hutan;
7. Peraturan Pernerintah Nomor44 Tahun 2004 tentang perencanaan Kehutanan;
8. Peratumn Pemerintah Nomor zl5 Tahun 2004 tenbng perlindungan Hutan;
o Peraturan Pemerintah Nomor 28 Tahun 2011 tentang pengelolaan lGwasan
Suata Alam dan lGrllasan ftilestarian Alam;
10. Peraturan Prcsiden Nomor 16 Tahun 2015 tentang Kernenterian Lingkungan
Hidup dan Kehutanan;
11. Pelzltuttln t',lenteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Nomor : p.1g/Ment"l-lK-
IIl2015 tentang organisa$ da Tata Kerja t(ernenterian Lingkungan Hidup dan
Kehutanan ;
L2. Penturan tvlenteri l(ehutanan norror p.SUMenhut-lVZOL4 tentang Eta cara
pelaksanaan inventarisasi potensi pada kawasan suaka Alam dan Kawasan
Pelestarian Alam;
Peraturan Menteri LHK Nortrr p.T6lMenlhk Setien/2015 tentang kiteria zona
pengelolaan hman nasional dan bbk pengelolaan cagar alam, sualo
margasat$a, tarnan hutan raya, dan tarnan wisata ahm;
13. Peaturan lvEnteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Nomor :
P.TMentllVSetjen/OTL0/Ll20t6 tentang Organisasi dan Tata Kerja Unit
Pelaksana Teknis Taman Nasional;
14. Peraturan i.lenteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan RI Nolh0B...P.
4ZMenlhldSetjenl OTL.AI U 2016 Entang Perubahan Atas Peraturan l,4enhri
Lingkungan Hidup Nornor t P.TlMenlhk/Setjen/OTL,0tU20L6 tentang
Organisasi dan Tata Kerja Unit Pelaksana Teknis Taman Nasional;
Peraturan lvEnteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan nonor ;
P.35/MenlhklSetjen/Kum.U3l20L6 Entang Tata cara penwsunan rencana
pengelolaan pada kawasan suaka alam dan kawasan pelestarian alam;
Surat Pengesahan Daftar Isian Pelaksanaan Anggaran Balai Taman Nasional
Manupeu Tanahdaru dan taiwangi Wanggameti Nornor : SP DIPA
029.05,2.57 437812077 hrggal 7 Desember 2016.
MEMUTUSI(AN:
Menetapkan KEPUTUSAN KEPALA BAI.AI TAMAN NASIOI{AL MANUPEU TAMH DARU DAN
I.AMANGI WANGGAMEN TENIANG REVISI KEDUA PENUNJUKKAN TIM PENYUSUN
DOKUMEN RENCANA PENGELOI.3AN JANGKA PAN]ANG TAMAN NASIONAL MANUPEU
TANAH DARU DAN IAIWANGI WANGGAMETI PERTODE 2OL7 - 2026
KESATU Dokumen Rencana Pengelolaan Jangka Fanjang (RPJP) lGwasan Taman Nasional
Manupeu Tanahdaru dan Laiwangi Wanggarneti periode 20t7 -2026, rnerupakan
pedornan pergdolaan kawasan meliputi kegiatan perenanaan, perlindungan,
pengawetan, pemanfaatan, pengawasan dan pengerdalian.
KEDUA Menunjuk pegawai yang namanya tercantum pada lampiran I Keputusan ini sebagai
tim penyu*rn Dohrncn Rencana Pergeblaan Jangka Panjang (RPJP) Kawasan
Taman Nasional Manupeu Tanahdaru dan Laiwangi Wanggameti periode Z0L7 -2026.
KETIGA Surat Keputusan ini mulai berlaku sejak diEtapkan dengan k&ntuan apabila
dikemudlan hari ternyata terdapat kekeliruan dalam penetapan ini, akan diubah dan
diperbaiki sebagaimana mestinya.
DiteEplon di Waingapu
pada 0J: oktober 2017
S.HuL, M,Si.
198801 1 001
TEMBUSAN:
1. Direktur Jenderal KSDAE Kenrenterian LHK di Jakarta
2. Seketaris Drtlen. I(SDAE Kementerian LHK dilakarta;
3. DireKur lGwasan lGnsenasi Dfien. IGDAE Kernenterian l.HK di Jakarta;
4. DireKur Pernolaan dan Inbrmasi l(onsenasiAlam Di$en I(SDAE Kemenbrian LHK di Jakarta;
5. Kepala Balai Besar l(onsermsi Sumber Daya Alam relaku Kmdinator UPT Kenrenterian LHK Propinsi
Nfi di Kupang;
6. Yang bersangkutan.
I :
lampiran KepuUsan Kepala BahiTanpn ],lasbnal Manupeu Tanah Daru dan Laiwangi WanggnrneU
Nmpr : SK. ell lT.?8rru$Erlfil20t7
Tanggal : 0f Oktober 2017
SUSUNAN TIM PEN\T'SUN DOKUMEN RENCANA PENGELOI.AAN JANGI(A PAN'ANG (RPJP)
TAMAN NASIONAL MANUPEU TANAHDARU DAN I.AIWANGI WANGGAMETI PERIODE?OT7 .2026
Ditetapkan di
S.Hut., M.Si.
z'
KEIIIET{TERIAN LINGKUI{GAN HIIX,P DAN KEHUTANAil
DIREKTOMT ]ENDEML KONSERVASI SUMBER DAYA AI.AM DA'III EKOSISTEM
u&{ 4? ?6if Ene tr'lc.TGNAl" MAN!fpFrE Ye&*A!{ |}AFII n&fr! E a{iftfsNGT w&ryGna}4Fffi
li. Aclar,r ltalik Km. 5 Kel. Kambajawa, Telp?Fax. (0387i 61911 e.mail : lailvarigiS@gmaii.cotn
Wairqapu 871U - Sunba Timur -Nrca Tenggrlra Timur
Menimbang : a. Bahwa dalam ranglo pengelolan yang siternats pada kawasan Taman Nasional
diprlukan @oman berupa dokumen Rencana Pengelolaan Jangka Panlang
(RPJP)
Bahwa dokunren RPJP kawasan Taman Nasional Laiwangi Wanggameti yang
ada belum sesuai denqan kaidah/ peraturan yang berlaku sehingga perlu
disusun kembali.
c. Bahwa dalam rangka penyusunan dokumen RPJP kawasan Taman Nasional
Laiwangi Wanggameti perlu ditunjuk Tim Penyusuan.
d. Bahwa pejabat yang ditunjuk dalam Tim Penyusun Dokumen RPJP kawasan
Taman Nasional Laiwangi Wanggameti perlu ditetapkan dengan Surat
Keputusan.
Mengingat : 1.. Undang Undang Nornor : 5 Tahun 1990 tenbng Konservasi Sumber Daya
-
Alam Dan Ekosistemnya.
2. Undang * Undang Nomor 41 Tahun 1999 tentarg Kehutanan.
3. Undang -
Undang Nomor 25 tahun 2004 tentang Sistem Pembangunan
Nasional.
4. Undang - Undang Nomor 26 bhun 2007 tentang Penataan Ruang
5. Undarg Urxdang i*unu 32 Tahun 2009 tmtang Perlindungan dan
Pengelolaan Lingkungan Hidup
6. Undang Undang Nomor 18 Tahun 2013 tentang Penegahan dan
rl Pemberantasan Perusakan Hutan
7. Peraturan Pemerintah Nomor zl4 Tahun 2004 tentang Perencanaan Kehutanan
8. Peraturan Pemerintah Nomor 45 Tahun 2004 tentang Perlindungan Hutan
9. Peraturan Pemerintah Nomor 28 Tahun 2011 tentang Pengelolaan lGwasan
Suaka Alam dan Kawasan Pelestarian Alam
10. Peraturan Pemerinbh Nomor 12 tahun 2014 tentang Jenis dan Tarif atas Jenis
Penerimaan Negara Bukan Paj,ak yang berlaku pada Kementerian Kehutanan
11. Peraturan Presiden Nomor 16 Tahun 2015 tentang Kementerian Lingkungan
Hidup dan Kehutanan.
L2. Peraturan Menteri Kehutanan l.lomor P.SUMenhut-IVzOt4 tentang Tata Cara
Pelaksanaan lnvenbrisasi Potensi pada Kawasan Suaka Alam dan Kawasan
Pelestarian Alam
13. Peraturan Menteri Kehutanan Nomor P.85/Menhut-l(2014 tentang Tata C:ra
Kerjasama Fenyelenggaraan Kawasan Kawasan Suaka Alam dan Kawasan
Pelestarian Alam
L4. Peraiuran Menteri LHK Nomor : P.18/Menlhk-I/2015 tehtang Organisasi dan
Tata Kerja Kernenterian Ungkungan Hidup dan Kehutanan.
15. Peraturan Menteri LHK Nomor : P.76lMenlhk-Setjen/2015 tentang Kriteria Zona
Pengelolaan Taman Nasional Dan Blok Peng lolaan Cagar Alam, Sualo
Margasatwa, Tannan Hutan Rava Dan Taman Wisata Alam
t/- :
Peraturan rv'lenteri LHK lrcrrrcr P.7/rtenihVSeijet;urfl.G;'7015 [eniairg
-[aia Kerja Lirrit Feialusa;ra l'cknts 1'aniaa t{asicnai.
L1r-r;anis;sidan
1
t
17. Peraturan lvlenteri LHK Nomor : P.3S/MenlhlVSetjeVKUM.11312016 tentang Tata
Cara Penyusunan Rencana Pengelolaan Pada Kawasan Suaka Alam dan
lGwasan Pehstarian Alam,
18. Surat Pengesahan Daftar Isfan Pelaksanaan Anggaran Balai Taman Nasional
Manupeu Tanah Daru dan Laiwangi Wanggnmeti Nomor : SP DIPA-
29.05.2.57431812017 tanggal 7 Desember 2016.
MEMUTUSMN:
Menetapkan KEPUTUSAN KEPATA BALAT TAMAN NASIONAL MANUPEU TANAH DARU DAN
WWANGI WANGGAMETI TENTANG PENUNJUKI(AN TIM PENYUSUAN DOKUMEN
RENCANA PENGELOI.AAN JANGKA PANJANG KAWASAN TAMAN NASIONAL
LAMANGI WANGGAMEN
KESATU Dokunen Rencana Pengelolaan Jangka Panjang (RPJP) kawasan Taman Nasional
Laiwangi Wanggameti merupakan @oman pengelolaan kawasan meliputi kegiatan
perencanaan, perlindungan, pengawehn, pemanfiaatan, pengawasan dan
r', pengendalian.
KEDUA Menunjuk pegnwai yang namanya tercantum pada kolom 2 (dua) lampiran I
Keputusan ini sebagai Tim Penyusun Dokurnen RPJP kawasan Taman Nasional
Laiwangi Wanggameti.
KETIGA Surat Keputusan ini mulai berlaku sejak ditebpkan dengan ketentuan apabila
dikemudian hari temyata terdapat kekeliruan dalam penetapan ini, akan diubah dan
diperbaiki sebagaimana mestinya.
Ditetapkan di Waingapu
S.Hut., M.Si.
198801 1 001
TEMBUSAN KepadaYth. :
1. Direktur Jenderal KSDAE Kementerian tHK di Jakarta.
2. Sekrebris Ditjen. Konservasi Sumber Daya Alam dan Ekosistem Kementerian LHK diJakarta.
3. Drektur lGwasan Konservasi D,tien. I(SDAE Kementerf,an LHK dt Jakarta.
4. DireKur Pemolaan dan Informasi KonservasiAlam Di$en. KSDAE Kementerian LHK diJakarta.
5. Kepala Balai Besar Konservasi Sumber Daya Alam selaku Koordinator UPT Kementerian LHK Propinsi
NTT di Kupang.
6. Yang bersangkutan
Lampiran I : surat Keputusan Kepala Balairaman ilaional Hailrpeu Tanah Daru dan
Laiwarqi wanggameti.
Nornor :SK.g lT.2eSllUlggrl1ttml7
Tanggal :U9 Jantnn}Otl
Tentang : Penunjukkan Tim Penyusuan Dokumen Rencana pengelolaan
Jangka pany-ang
Kawasan Taman Nasional Laiwangi Wanggameti
diWaingapu
g9 1antnfi20L7
S.Hut., M.Si.
198801 1 001
KEMENTERIAN LINGKUNGAN HIDUP DAN KEHUTANAN
DIREKTORAT JENDERAL KONSERVASI SUMBER DAYA ALAM DAN EKOSISTEM
BALAI TAMAN NASIONAL MANUPEU TANAH DARU DAN LAIWANGI WANGGAMETI
T E N T A N G
PENUNJUKAN TIM PENYUSUN REVISI PARSIAL DOKUMEN RENCANA
PENGELOLAAN JANGKA PANJANG TAMAN NASIONAL MANUPEU TANAH DARU
DAN LAIWANGI WANGGAMETI PERIODE 2018 – 2027
DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
MEMUTUSKAN:
Menetapkan : Keputusan Kepala Balai Taman Nasional Manupeu Tanah Daru dan
Laiwangi Wanggameti Tentang Penunjukan Tim Revisi Parsial
Dokumen Rencana Pengelolaan Jangka Panjang Taman Nasional
Manupeu Tanah Daru dan Laiwangi Wanggameti Periode 2018 – 2027
// KETIGA…
KETIGA : Surat Keputusan ini berlaku sejak tanggal ditetapkan dan apabila
terdapat kekeliruan maka akan diadakan perbaikan sebagaimana
mestinya.
Ditetapkan di Waingapu
pada tanggal 4 Maret 2020
Kepala Balai,
JABATAN DALAM
No NAMA/NIP PANGKAT/GOL.
KEGIATAN
1. Ir. Memen Suparman, M.M. Pembina Tingkat I Penangungjawab
NIP. 19640206 198903 1 002 (IV/b)
2. Dian Prasetyo Nugroho, S.Hut., Penata/ IIIc Ketua Tim Penyusun
M.Ec.Dev., M.Sc
NIP. 19840212 200912 1 00
3. Tri Wiyanto, S.Hut. Penata/ IIIc Sekretaris
NIP. 19850124 200912 1 006
4. Dwi Hartanto, S.Hut., M.Sc Penata/ IIIc Anggota
NIP. 19860623 200912 1 004
5. Agus Kusumanegara, S.Hut., M.Si Penata Tk.I/ IIId Anggota
NIP. 19850909 200912 1 003
Kepala Balai,
S.Hut, M.Si
Tembusan:
1. Direktur Jenderal KSDAE, Kementerian LHK diJakafta
2. fircktur Kawasan Konservasi Dtjen I(SDAE, Kementerian LHK di Jakarta
3. Direktur Pemolaan dan Informasi Konservasi Alam Ditjen KSDAE, Kementerian
LHK di Jakarta
4. Kepala Balai Besar KSDA NTT selaku Korwil UPT Kementerian LHK Provinsi NTT di
Kupang
D UP DAN KEH LIIANA.N
KEME NTERIAT{ IJ I-IGKUIIGAN HI
DIREKTORATJET.]DERAL KCINSERVASI SUMBER DAYA ALAM DAN EKOSISTEM
BALAI TAMAi{ HASIONAL UAHUPEU TAT{AH DARU DAN LATWA}IGI WAHGGAT{ETI
Jalan Adam fialrk Kf,{.05 Kelurahan Karnhiant }Vairqapu87112 - Sumba Timur - NTT
TelplFax. {0384 61914. email : laiwargiS@gmail.com
Fada hari ini, Rabu tanggal Enam bulan Desember Tahun Dua Ribu Tujuh Belas
bertempat di l,Yaingapu, Sumba Timur telah dilakukan kansultasi publik Rencana
Pengelolaan Jangka Panjang Balai Taman Nasional tvlatalawa yang dihadiri oleh para
pihak terkait yang meliputi :
telah melakukan konsultasi publik Rencana Pengeloh*n Jangka Paniang {RPJP} Taman
Nasional Matalawa dengan hasil sebagai berikut :
Dibuat di : Waingapu
Pada tanggal : mber 2017
1. Balai Besar KonservasiSumber Daya AIam
Nusa Tenggara Timur,
(Wantoko, S.Hut)
3r007
Z. Badan Perencanaan Pembangunan Daerah
Propinsi Nusa Tenggara l-inrur
(Siwa Jorumana)
NIP. 19630318 198612 1 003
hal 2 dari 4
8. Kecanptan Lewa lidahu
rih srP)
1 199903 1 005
lt. Seksi Pengelolaan Taman $asie ral ?4atahwa 10.
Wilayah III Matawai Lapau
Madiatai
---'97
-r''-lnntonius U.K.s Kosi, s.Hut)
NIIP. 197,10728 200112 1003
t5 Seksi Fengetolaan Tansn ${as?onal }4atahwa 15.
Wilayah I Waibakul
(El<a r PribadiSlHut.)
NIP. 1930101 200912 I 001
hal 3 dari 4
16. JICS (]apan Intemational Cooperrtion 5y*enil 14.
(Ronald Palulht)
Mengetahui,
hal 4 dari 4
)
Lampiran Peta batas Kawasan dengan toponimi Kawasan Manupeu Tanah Daru
Lampiran Peta batas Kawasan dengan toponimi Kawasan Laiwangi Wanggameti
Lampiran Peta tutupan lahan
Lampiran Peta daerah penyangga Kawasan Manupeu Tanah Daru
Lampiran Peta daerah penyangga Kawasan Laiwangi Wanggameti
Lampiran Peta nilai penting kawasan Manupeu Tanahdaru
Lampiran Peta nilai penting kawasan Laiwangi Wanggameti
Lampiran Peta zonasi
Lampiran Peta kerawanan kawasan
Lampiran Peta sarana prasarana
Lampiran Peta Daerah Aliran Sungai