Anda di halaman 1dari 25

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Konsep Penyakit
1. Definisi Penyakit
Diabetes mellitus (DM) adalah penyakit hipergilekmia akibat
terganggunya organ pankreas yang menghasilkan insulin. Insulin adalah
hormon yang bertugas mengatur kadar glukosa darah dalam tubuh. DM
terbagi menjadi 2 tipe , yaitu DM tipe 1 yang disebabkan gen bawaan
dari lahir , dan DM tipe 2 yang disebabkan oleh pola makan dan
obesitas. Secara sederhana DM adalah penyakit hiperglikemi yang
disebabkan terganggunya pankreas akibat pola makan yang tidak sehat
atau bawaan gen dari lahir atau keduanya. (Simamora , 2020)
2. Etiologi
Etiologi diabetes mellitus menurut (Simamora, 2020) yaitu:
a. Diabetes mellitus tergantung insulin (DM tipe I)
1)Faktor genetik
Penderita diabetes tipe I itu mewarisi suatu kecenderungan
genetik terjadinya diabetes tipe I. Kecenderungan genetik terjadi
pada individu yang memiliki tipe antigen (Human Leucocyte
Antigen) HLA yang merupakan kumpulan gen yang bertanggung
jawab atas antigen transplantasi oleh proses imun lainnya.
2)Faktor imunologi
Pada diabetes tipe I terdapat bukti adanya respon abnormal
dimana antibody terarah pada jaringan normal tubuh dengan cara
bereaksi terhadap jaringan tersebut yang dianggapnya seolah-olah
sebagai jaringan asing.
3)Faktor lingkungan
Faktor eksternal pemicu DM tipe 1 berupa pajanan terhadap
virus atau bahan kimia, respon autoimun tidak normal terjadi
ketika antibodymerespon sel beta islet normalseakan-akan zat
asing sehingga akan menghancurkannya.
b. Diabetes mellitus tidak tergantung insulin (DM tipe II)
Penyebab DM tipe II ini belum diketahui, Menurut (Izati &
Zikra, 2017) adapun faktor-faktor resiko DM tipe II yaitu:
1) Riwayat DM pada orang tua dan saudara kandung.
2) Kegemukan,
3) Tidak ada aktivitas fisik.
4) Ras/etnis.
5) Hipertensi (≥ 130/85 pada dewasa), kolesterol HDL ≥35 mg/dl
dan atau kadar trigliserida ≥250 mg/dl.
3. Tanda dan Gejala
Seseorang dapat dikatakan menderita diabetes mellitus apabila
menderita dua dari tiga gejala yaitu:
a. Keluhan TRIAS: banyak minum,banyak kencing,dan penurunan
berat badan
b. Kadar glukosa darah pada waktu puasa lebih dari 120 mg/dl.
c. Kadar glukosa darah dua jam sesudah makan lebih dari 200 mg/dl.
4. Komplikasi
Menurut (Raharjo, 2018) komplikasi DM dibagi dalam 2 kategori
mayor, yaitu komplikasi metabolik akut dan komplikasi vaskular jangka
panjang:
a. Komplikasi metabolik akut
1) Hyperglikemia
2) Ketoasidosis Diabetik (DKA)
3) Hipoglikemia (reaksi insulin, syok insulin)
b. Komplikasi Kronik Jangka Panjang
1) Perubahan pada sistem kardiovaskuler
2) Penyakit arteri koroner
3) Hipertensi
4) Stroke (cederaserebrovaskular)
5) Penyakitvaskularperifer
6) Retinopati diabetik
7) Perubahan pada sistemsaraf perifer dan otonom
8) Neuropati viseral
(Simamora, 2020)
5. Pemeriksaan Penunjang
a. Gula darah puasa (GDO) 70-110 mg/dl. Kriteria diagnostik untuk
DM > 140 mg/dl paling sedikit dalam 2 kali pemeriksaan. Atau >
140 mg/dl disertai gejala klasik hiperglikemia atau IGT 115-140
mg/dl.
b. Gula darah 2 jam post prondial <140 mg/dl digunakan untuk
skrining atau evaluasi pengobatan bukan diagnostic.
c. Gula darah sewaktu < 140 mg/dl digunakan untuk skrining bukan
diagnostik.
d. Tes toleransi glukosa oral (TTGO). GD < 115 mg/dl ½ jam, 1 jam, 1
½ jam < 200 mg/dl, 2 jam < 140 mg/dl.
e. Insulin serum puasa: 2-20 mu/ml post glukosa sampai 120 mu/ml,
dapat digunakan dalam diagnosa banding hipoglikemia atau dalam
penelitian diabetes.
f. Pemeriksaan Hb1ac, adalah sesuatu yang dihasilkan ketika glukosa
dalam tubuh mnempel pada sel darah merah
6. Penatalaksanaan Medis
Menurut (Raharjo, 2018) penataaksanaan medis bertujuan
mencapai kadar glukosa darah normal tanpa terjadi hipoglikemia. Ada
lima komponen dalam penatalaksanaan DM, yaitu :
a. Diet
Dalam melaksanakan diit diabetes sehari-hari hendaklah diikuti
pedoman 3 J yaitu ,jumlah kalori yang diberikan harus habis, jangan
dikurangi atau ditambah, jadwal diit harus sesuai dengan intervalnya,
jenis makanan yang manis harus dihindari.
b. Olahraga
Latihan jasmani teratur 3-4 kali tiap minggu selama +½ jam.
Adanya kontraksi otot akan merangsang peningkatan aliran darah
dan penarikan glukosa ke dalam sel.
c. Penyuluhan
Penyuluhan merupakan salah satu bentuk penyuluhan kesehatan
kepada penderita DM, melalui bermacam-macam cara atau media
misalnya: leaflet, poster, TV, kaset video, diskusi kelompok, dan
sebaga inya.
d. Obat
1. Tablet OAD (Oral Antidiabetes)/ Obat Hipoglikemik Oral (OHO)
2. Insulin
7. Patofisiologi
B. Konsep Lansia
1. Pengertian Lansia
Usia lanjut adalah suatu kejadian yang pasti akan dialami
oleh semua orang yang dikaruniai usia panjang, terjadinya tidak
dapat dihindari oleh siapapun. Usia tua adalah peeriode penutup
dalam rentang kehidupan seseorang (Hurlock,2000)
Menurut Undang-Undang RI nomor 13 tahun 1998 yang
dimaksud dengan usia lanjut adalah seorang laki-laki atau
perempuan yang berusia 60 tahun atau lebih, baik secara fisik
masih berkemampuan maupun kaena suatu hal tidak lagi
mampu berperan aktif dalam pembangunan.
Wheeler, mengungkapkan usia tua tidak hanya dilihat dari
perhitungan kronologis atau berdasarkan kalender saja, tetap
juga menurut kondisi kesehatan seseorang (health
age).Sehingga umur sesungguhnya dari seseorang merupakan
gabungan dari ketiga-tiganya. (Hariyanto,2005)
2. Batasaan umur lanjut usia
Menurut oraganisasi kesehatan dunia (WHO), lanjut usia meliputi:
a. Usia pertengahan (middle age) ialah kelompok usia 45 sampai 59
tahun.
b. Lanjut usia (elderly) antara 60 – 74 tahunLanjut usia tua (old) antara
75 – 90 tahun
c. Usia sangat tua (very old) diatas 90 tahun.

Depkes membagi lansia sebagai berikut:

a. Kelompok menjelang usia lanjut (45-54 th) sebagai masa vibrilitas


b. Kelompok usia lanjut (55-64 th) sebagai presenium
c. Kelompok usia lanjut (65 th>) sebagai senium
3. Teori tentang proses menua
a. Teori Biologik
1) Teori Genetik dan Mutasi
Menua terjadi sebagai akibat dari perubahan biokimia
yang diprogram oleh molekul /DNA dan setiap sel pada
saatnya akan mengalami mutasi
2) Pemakaian dan Rusak
Kelebihan usaha dan stres menyebabkan sel-sel tubuh lelah
3) Autoimun
Pada proses metabolisme tubuh, suatu saat diproduksi
suatu zat khusus. Saat jaringan tubuh tertentu yang tidak
tahan terhadap zat tersebut sehingga jaringan tubuh
menjadi lemah dan mati.
4) Teori stres
Menua terjadi akibat hilangnya sel-sel yang biasa
digunakan. Regenerasi jaringan tidak dapat
mempertahankan kestabilan lingkungan internal dan
stres menyebabkan sel-sel tubuh lelah dipakai.
4. Perubahan Perubahan yang Terjadi Pada Lansia
a. Perubahan fisik
1) Sel : jumlahnya lebih sedikit tetapi ukurannya lebih
besar, berkurangnya cairan intra dan extra seluler
2) Persarafan : cepatnya menurun hubungan persarapan,
lambat dalam respon waktu untuk meraksi, mengecilnya
saraf panca indra sistem pendengaran, presbiakusis,
atrofi membran timpani, terjadinya pengumpulan serum
karena meningkatnya keratin
3) Sistem penglihatan : spnkter pupil timbul sklerosis dan
hlangnya respon terhadap sinaps, kornea lebih
berbentuk speris, lensa keruh, meningkatnya ambang
pengamatan sinar, hilangnya daya
akomodasi,menurunnya lapang pandang.
4) Sistem Kardivaskuler. : katup jantung menebal dan
menjadi kaku , kemampuan jantung memompa darah
menurun 1 % setiap tahun setelah berumur 20 tahun
sehingga menyebabkanmenurunnya kontraksi dan
volume, kehilangan elastisitas pembuluh darah, tekanan
darah meningg.
5) Sistem respirasi : otot-otot pernafasan menjadi kaku
sehingga menyebabkan menurunnya aktifitas silia. Paru
kehilangan elastisitasnya sehingga kapasitas residu
meingkat, nafas berat. Kedalaman pernafasan menurun.
6) Sistem gastrointestinal : kehilangan gigi,sehingga
menyebkan gizi buruk, indera pengecap menurun krena
adanya iritasi selaput lendir dan atropi indera pengecap
sampai 80 %, kemudian hilangnya sensitifitas saraf
pengecap untuk rasa manis dan asin
7) Sistem genitourinaria : ginjal mengecil dan nefron
menjadi atrofi sehingga aliran darah ke ginjal menurun
sampai 50 %, GFR menurun sampai 50 %. Nilai
ambang ginjal terhadap glukosa menjadi meningkat.
Vesika urinaria, otot-ototnya menjadi melemah,
kapasitasnya menurun sampai 200 cc sehingga vesika
urinaria sulit diturunkan pada pria lansia yang akan
berakibat retensia urine. Pembesaran prostat, 75 %
doalami oleh pria diatas 55 tahun. Pada vulva terjadi
atropi sedang vagina terjadi selaput lendir kering,
elastisitas jaringan menurun, sekresi berkurang dan
menjadi alkali.
8) Sistem endokrin : pada sistem endokrin hampir semua
produksi hormon menurun, sedangkan fungsi paratiroid
dan sekresinya tidak berubah, aktifitas tiroid menurun
sehingga menurunkan basal metabolisme rate (BMR).
9) Sistem integumen : pada kulit menjadi keriput akibat
kehilangan jaringan lemak, kulit kepala dan rambut
menuipis menjadi kelabu, sedangkan rambut dalam
telinga dan hidung menebal. Kuku menjadi keras dan
rapuh.
10) Sistem muskuloskeletal : tulang kehilangan densitasnya
dan makin rapuh menjadi kiposis, tinggi badan menjadi
berkurang yang disebut discusine vertebralis menipis,
tendon mengkerut dan atropi serabut erabit otot ,
sehingga lansia menjadi lamban bergerak. otot kam dan
tremor.
b. Perubahan Mental
Pada umumnya usia lanjut mengalami penurunan fungsi
kognitif dan psikomotor. Perubahan-perubahan mental ini
erat sekali kaitannya dengan perubahan fisik, keadaan
kesehatan, tingkat pendidikan atau pengetahuan serta situasi
lingkungan. Intelegensi diduga secara umum makin mundur
terutama faktor penolakan abstrak mulai lupa terhadap
kejadian baru, masih terekam baik kejadian masa lalu.
c. Perubahan Perubahan Psikososial
Pada saat ini orang yang telah menjalani kehidupan nya
dengan bekerja mendadak diharapkan untuk menyesuaikan
dirinya dengan masa pensiun..Perubahan mendadak dalam
kehidupan rutin tentu membuat mereka merasa kurang
melakukan kegiatan yang berguna.
1) Minat
Pada umumnya minat dalam aktifitas fisik cendrung
menurun dengan bertambahnya usia. Kendati perubahan
minat pada usia lanjut jelas berhubungan dengan
menurunnya kemampuan fisik, tidak dapat diragukan
bahwa hal hal tersebut dipengaruhi oleh faktor-faktor
sosial.
2) Isolasi dan Kesepian
Banyak faktor bergabung sehingga membuat orang
lanjut usia terisolasi dari yang lain. Faktor perubahan
sosial, terutama mengendornya ikatan kekeluargaan.
Bila orang usia lanjut tinggal bersama sanak
saudaranya, mereka mungkin bersikap toleran
terhadapnya, tetapi jarang menghormatinya. Lebih
sering terjadi orang lanjut usia menjadi terisolasi dalam
arti kata yang sebenarnya, karena ia hidup sendiri.
3) Peranan Iman
Menurut proses fisik dan mental pada usia lanjut
berkeyakinan iman bahwa kematian bukanlah akhir
tetapi merupakan permulaan yang baru memungkinkan
individu menyongsong akhir kehidupan dengan tenang
dan tentram.
d. Perubahan Spritual.
Perkembangan spiritual pada usia 70 tahun menurut
Folwer (1978), Universalizing, perkembangan yang dicapai
pada tingkat ini adalah berpikir dan bertindak dengan cara
memberikan contoh cara mencintai keadilan.
5. Masalah Nutrisi
a. Pengertian
Gizi kurang adalah kekurangan zat gizi baik mikro maupun makro
b. Penyebab
1) Penurunan ataau kehilangan sensitifitas indra
2) Penyakit periodental ( terjadi pada 80% lansia)
3) Penurunan sekresi asam lambung dan enzim pencernaan
4) Penurunan mobilitas saluran pencernaan makanan
5) Penggunaan obat-obatan jangka panjang
6) Gangguan kemampuan motorik
7) Kurang bersosialisasi, kesepian
8) Pendapatan yang menurun (pensiun)
c. Patofisiologi

Proses menua : Akibat :


a. Penurunan/kehilangan indra Anorexia
pengecap dan penciuman Kesulitan makan
Penyakitperiodentaldan kehilangan Mengganggu penyerapanCa,
gigi Fe, dan
Penurunan sekresi asam lambung dan Protein, Vitamin
lemak,
enzim pencernaan
Gangguan kemampuan motorik Susah BAB, wasir
Tulang kehilangan densitasnyadan Nafsu kaman menurun
rapuh Kerusakan kartilago dan tulang
Tendonmengkerutdanatropi serabut Inflamasi sendi sinovial
otot
Penurunanmobilitassaluran
pencernaanl/peristaltik melemah
Penyakit infeksi Keganasan
Mekanisme Inflamasi

Asupan makan
kurang Osteoporosis
Diagnosa Keperawatan : Subluksasi/dislokasi

a. Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan


b. Resiko tinggi infeksi
c. Kerusakan mobilitas fisik
d. Nyeri
e. Resiko cedera
C. Konsep Asuhan Keperawatan
1. Pengkajian
Fokus pengkajian pasien DM secara teori menurut (Padila, 2012) :
a. Pengumpulan data
Pengumpulan data yang akurat dan sitematis akan membantu
dalam menentukan status kesehatan dan pola pertahankan penderita,
mengidentifikasikan, kekuatan dan kebutuhan penderita yang
diperoleh melalui anamnesa, pemeriksaan fisik, pemeriksaan
laboratorium serta pemeriksaan penunjang lainnya seperti dibawah
ini:
b. Anamnesa
1) Identitas penderita
Meliputi nama, umur, jenis kelamin, agama, pendidikan,
pekerjaan alamat, status perkawinan, suku bangsa, nomor register,
tanggal masuk rumah sakit dan diagnosa medis.
2) Keluhan utama pasien saat ini
a) Nutrisi : peningkatan nafsu makan, mual, muntah, penurunan
atau peningkatan berat badan, banyak minum dan perasaan
haus.
b) Eliminasi : perubahan pola berkemih (poliuria), nokturia,
kesulitan berkemih, diare.
c) Neurosensori : nyeri kepala, parasthesia, kesemutan pada
ekstremitas, penglihatan kabur, gangguan penglihatan.
d) Integumen : gatal pada kulit, gatal pada sekitar penis dan
vagina, luka gangren.
e) Muskuloskeletal : kelemahan dan keletihan.
f) Fungsi seksual : ketidakmampuan ereksi (impoten), regiditas,
penurunan libido, kesulitan orgasme pada wanita.
3) Riwayat kesehatan sekarang
1) Sejak kapan pasien mengalami tanda dan gejala penyakit
diabetes mellitus dan apakah sudah dilakukan untuk mengatasi
gejala tersebut.
2) Apakah pernah melahirkan bayi dengan berat badan lebih dari
4kg.
3) Apakah pernah mengalami penyakit pankreas seperti
pankreatitis, neoplasma, trauma / pancreatectomy, penyakit
infeksi seperti kongenital rubella, infeksi cytomegalovirus,
serta sindrom genetik diabetes seperti Sindrom Down.
4) Penggunaan obat-obatan atau zat kimia seperti glukokortikoid,
hormon tiroid, dilantin, nicotinic acid.
5) Hipertensi lebih dari 140/90 mmHg atau hiperlipidemia,
kolesterol atau trigliserida lebih dari 150 mg/dl.
6) Perubahan pola makan, minum dan eliminasi urin.
7) Apakah ada riwayat keluarga dengan penyakit DM.
8) Adakah riwayat luka yang lama sembuh.
9) Penggunaan obat DM sebelumnya.
4) Riwayat kesehatan dahulu
Adanya riwayat penyakit Dm atau penyakit-penyakit lainnya
yang ada kaitannya dengan difisiensi insulin misalnya penyakit
pankreas, adanya riwayat jantung, obesitas, maupun ateroklerosis,
tindakan medis yang pernah didapat maupun obat-obatan yang
biasa digunakan oleh penderita.
5) Riwayat kesehatan keluarga
1) Riwayat kesehatan pasien dan pengobatan sebelumnya
Berapa lama klien menderita DM, bagaimana
penganannya, mendapat terapi insulin jenis apa, bagaimana
cara minum obat apakah teratur atau tidak, apa saja yang
dilakukan klien untuk menangulangi penyakitnya.
2) Riwayat piskososial
Meliputi informasi mengenai perilaku, perasaan dan emosi
yang dialami penderita sehubungan dengan penyakitnya serta
tanggaapaan keluarga terhadap penyakit penderita.
2. Pemeriksaan fisik
a. Aktivitas / istirahat
Gejala : Lemah, letih, sulit bergerak/berjalan, kram otot, tonus otot
menurun, gangguan istrahat/tidur
Tanda : Takikardia dan takipnea pada keadaan istrahat atau aktifitas,
letargi/disorientasi, koma
b. Sirkulasi
Gejala : Adanya riwayat hipertensi, IM akut, klaudikasi, kebas dan
kesemutan pada ekstremitas, ulkus pada kaki, penyembuhan yang
lama, takikardia.
Tanda : Perubahan tekanan darah postural, hipertensi, nadi yang
menurun/tidak ada, disritmia, krekels, distensi vena jugularis, kulit
panas, kering, dan kemerahan, bola mata cekung.
c. Integritas/ Ego
Gejala : Stress, tergantung pada orang lain, masalah finansial yang
berhubungan dengan kondisi
Tanda : Ansietas, peka rangsang
d. Eliminasi
Gejala : Perubahan pola berkemih (poliuria), nokturia, rasa
nyeri/terbakar, kesulitan berkemih (infeksi), ISK baru/berulang,
nyeri tekan abdomen, diare.
Tanda : Urine encer, pucat, kuning, poliuri ( dapat berkembang
menjadi oliguria/anuria, jika terjadi hipovolemia berat), urin
berkabut, bau busuk (infeksi), abdomen keras, adanya asites, bising
usus lemah dan menurun, hiperaktif (diare)
e. Nutrisi/Cairan
Gejala : Hilang nafsu makan, mual/muntah, tidak mematuhi diet,
peningkatan masukan glukosa/karbohidrat, penurunan berat badan
lebih dari beberapa hari/minggu, haus, penggunaan diuretik
(Thiazid)
Tanda : Kulit kering/bersisik, turgor jelek, kekakuan/distensi
abdomen, muntah.
f. Neurosensori
Gejala : Pusing/pening, sakit kepala, kesemutan, kebas, kelemahan
pada otot, parestesi, gangguan penglihatan
Tanda : Disorientasi, mengantuk, alergi, stupor/koma (tahap lanjut),
gangguan memori (baru, masa lalu), kacau mental, refleks tendon
dalam menurun (koma), aktifitas kejang (tahap lanjut dari DKA).
g. Nyeri/kenyamanan
Gejala : Abdomen yang tegang/nyeri (sedang/berat)
Tanda : Wajah meringis dengan palpitasi, tampak sangat berhati-hati
h. Pernapasan
Gejala : Merasa kekurangan oksigen, batuk dengan/tanpa sputum
purulen (tergantung adanya infeksi/tidak)
i. Tanda : Lapar udara, batuk dengan/tanpa sputum purulen, frekuensi
pernapasan meningkat
3. Diagnosa Keperawatan
a. Ketidakstabilan kadar glukosa darah berhubungan dengan
peningkatan kadar glukosa darah
b. Perfusi perifer tidak efektif berhubungan dengan hiperglikemia
c. Kesiapan peningkatan nutrisi berhubungan dengan nutrisi kurang
dari kebutuhan.
4. Intervensi Keperawatan
No Diagnosa Tujuan Intervensi Rasional
1 Ketidakstabilan Setelah dilakuka 1. Identifikasi kemungkinan 1. Mengetahui penyebab meningkatnya gula
kadar glukosa intervensi keperawatan penyebab hiperglikemia darah
darah maka kestabilan kadar 2. Monitor kadar glukosa 2. Mengetahui status glukosa darah
berhubungan gkukosa darah darah 3. Memudahkan dalam pemberian tindakan
dengan resistensi meningkat, dengan 3. Monitor tanda dan gejala 4. Mengetahui balance cairan
insulin kriteria hasil : hiperglikemia 5. Meningkatkan status kesehatan
Data fokus 1. Koordinasi 4. Monitor intake dan output 6. Agar cairan dalam tubuh tetap stabil
Subjektif: meningkat cairan 7. Meningkatkan status kesehatan
a. Lelah 2. Kesadaran 5. Pemberian insulin
Objektif: meningkat 6. Kolaborasi pemberian
a. Kadar glukosa 3. Mengantuk menurun cairan
dalam darah 4. Lelah/lesu menurun 7. Anjurkan kepatuhan
tinggi terhadap diet

2 Defisit volume Setelah dilakukan 1. Monitor pemasukan dan 1. Mengetahui status cairan klien
cairan tindakan keperawatan pengeluaran cairan setiap 2. Agar cairan tetap terpenuhi
berhubungan diharapkan defisit jam 3. Mengetahui status kesehatan klien
dengan volume cairan dapat 2. Monitor kepatenan atau 4. Mengetahui status kesehatan klien
pengeluaran membaik dengan kelancaran infus 5. Meningkatkan penyembuhan klien
cairan berlebihan kriteria hasil: 3. Monitor TTV dan tingkat
(diuresis osmotic) 1. Turgor kulit dan kesadaran tiap 15 menit,
akibat capillary refill bila stabil lanjutkan untuk
hiperglikemia membaik setiap jam
2. Keseimbangan urin 4. Monitor turgor kulit, selaput
output mukosa, akral, pengisian
3. Kadar elektrolit kapiler
meningkat 5. Kolaborasi dengan tim
4. GDS membaik kesehatan lain dalam
Pemberian therapi insulin
3 Defisit nutrisi Setelah dilakukan 1. Identifikasi status nutrisi 1. Mengetahui status nutrisi klien
kurang dari tindakan keperawatan 2. Monitor asupan makanan 2. Agar terpenuhinya asupan makanan
kebutuhan diharapkan defisit Terapeutik 3. Untuk mencegah konstipasi
berhubungan nutrisi dapat terpenuhi 3. Berikan makanan tinggi 4. Meningkatkan status kesehatan
dengan dengan kriteria hasil : serat 5. Meningkatkan status nutrisi klien
ketidakcukupan 1. Pasien tidak 4. Ajarkan diet yang
insulin, mengeluh mual dan diprogramkan
penurunan muntah 5. Kolaborasi dengan ahli gizi
masukan 2. Pasien untuk menentukan jumlah
oral,status menghabiskan kalori dan jenis nutrien yang
hipermetabolisme porsi makanannya dibutuhkan
Data fokus.
Subjektif:
1. Nafsu makan
menurun
Objektif:
1. Berat badan
menurun
minimal 10%
dibawah
rentang ideal
5. Implementasi Keperawatan
Implementasi adalah tindakan keperawatan yang dilaksanakan
untuk mencapai tujuan rencana tindakan yang telah disusun. Setiap
tindakan keperawatan yang dilakukan dicatat dalam pencatatan
keperawatan agar tindakan keperawatan terhadap klien berlanjut.
Prinsip dalam melakukan tindakan keperawatan yaitu cara pendekatan
pada klien efektif, teknik komunikasi teraupetik serta penjelasan untuk
setiap tindakan yang diberikan kepada klien.
Dalam melakukan tindakan keperawatan menggunakan tiga tahap
yaitu independent, dependent, interdependent. Tindakan keperawatan
secara independen adalah suatu tindakan yang dilakukan oleh
perawatan tanpa petunjuk dan perintah dokter atau tenaga kesehatan
lainnya, kemudian dependent adalah tindakan yang sehubungan dengan
pelaksanaan rencana tindakan medis. Sedangkan interdependent adalah
tindakan keperawatan yang menjelaskan suatu kegiatan yang
memerlukan suatu kerja sama dengan tenaga kesehatan lainnya.
6. Evaluasi Keperawatan
Evaluasi adalah tindakan intelektual untuk melengkapi proses
keperawatan yang menandakan seberapa jauh diagnosa keperawatan,
rencana tindakan dan pelaksanaannya sudah berhasil dicapai
kemungkinan terjadi pada tahap evaluasi proses dan evaluasi hasil.
Disamping itu juga evaluasi adalah merupakan kegiatan yang Evaluasi
menggunakan SOAP yang operasional, pengertian S adalah ungkapan
perasaan dan keluhan yang dirasakan secara subjektif oleh keluarga
telah diberikan implementasi keperawatan. O adalah kegiatan objektif
yang dapat diidentifikasi setelah implementasi keperawatan. A adalah
analisis perawatan setelah mengetahui respon subjektif dana objektif
klien yang dibandingkan dengan kriteria dan standar yang telah
ditentukan mengacu pada tujuan rencana perawatan klien. P adalah
perencanaan atau planing selanjutnya setelah perawat melakukan
analisis. (Suparjitno, 2004).
D. Evidence Based Nursing Practice (EBNP)
1. Konsep EBNP
a. Pengertian Edukasi Suportif Terstruktur
Edukasi adalah upaya dengan cara persuasif, memberikan
informasi, dukungan, memberikan kesadaran pada individu
melalui pendidikan kesehatan/penyuluhan, dengan tujuan agar
perilaku individu menjadi kondusif untuk kesehatan yaitu
berpengaruh positif bagi pemeliharaan dan peningkatan
kesehatan (Sumijatun, 2005).
Edukasi dalam konsep pendidikan kesehatan merupakan
tindakan atau upaya pemberian motivasi dalam perawatan
individu berupa pendidikan kesehatan dengan tujuan adanya
perubahan sikap, pandangan atau perilaku individu, kelompok
dan masyarakat agar mempunyai pengaruh positif terhadap
pemeliharaan dan peningkatan kesehatan (Sanjaya, 2008).
Edukasi suportif terstruktur adalah suatu model penyuluhan
yang mengadopsi model pendidikan kesehatan pada masyarakat
yaitu
1) Health Promotion Model yang memberikan penjelasan
tentang kemungkinan penerapan pola hidup sehat untuk
menjadikan perilaku sehat,
2) Model Kepercayaan Terhadap Kesehatan yang memberi
pemahaman mengapa orang mengambil langkah-langkah
khusus untuk mencegah penyakitnya, sedangkan yang lain
tidak melaksanakan itu (Sumijatun, 2005). Model pendidikan
kesehatan ini didesain untuk menduga adanya kelompok yang
menerima dan kelompok yang menolak suatu tindakan
pencegahan penyakit. agar mereka dapat mengikuti program
tersebut (Sumijatun, 2005).
b. Konsep dasar pemenuhan nutrisi
1) Pengertian
Nutrisi adalah bahan organik maupun anorganik yang
dikonsumsi agar tubuh dapat berfungsi sebagaimana mestinya
yang didalamnya mengandung nutrien berupa karbohidrat,
protein, lemak, vitamin, mineral, dan air. Nutrisi tidak hanya
sekedar jumlah (Asmadi, 2013).Dengan demikian, nutrisi
adalah bahan makanan yang dapat dikonsumsi dan
mengandung karbohidrat, protein, lemak, vitamin, mineral,
dan air.
2) Faktor-faktor yang Mempengaruhi Pemenuhan Nutrisi
Pemenuhan nutrisi dipengaruhi oleh faktor-faktor sebagai
berikut:
a) Sosial Ekonomi Keluarga
Status sosial ekonomi yang salah satunya adalah
pekerjaan dapat mempengaruhi pilihan seseorang akan
jenis maupun kualitas makanan. Perubahan gaya hidup
tentang konsumsi makanan pada anak secara tidak
langsung dipengaruhi oleh pekerjaan, tetapi pekerjaan
banyak dihubungkan dengan pendapatan yang fungsinya
adalah untuk memenuhi kebutuhan konsumsi makanan
keluarga. Makanan jadi, daging, buah dan sayur, akan
kesulitan untuk dijangkau oleh penduduk miskin yang
tinggal di pedesaan. Konsumsi makanan seseorang dibatasi
oleh pendapatan. (Sediaoetama, 2010)
b) Preferensi Lansia Terhadap Makanan
Preferensi lansia terhadap makanan dapat diartikan
sebagai tingkat kesukaan atau ketidaksukaan lansia terhadap
jenis makanan tertentu dan preferensi makan ini
berpengaruh juga pada konsumsi pangan. Orang dengan
usia lanjut merupakan penggemar makanandan sangat
menyadari makanan kesukaan mereka daripada orang yang
usianya lebih muda. Orang lansia juga sebagian besar
kurang menyukai sayur hal ini dikarenakan mereka mengira
bahwa sayur itu berasa pahit sehingga mereka kurang suka
mengkonsumsinya dan ada juga beberapa orang tua yang
mempunyai anggapan tabu tentang beberapa jenis sayuran,
hal ini membuat mereka memilih untuk tidak
mengkonsumsi sayuran tersebut. Lansia juga kurang
mengkonsumsi buah hal ini bukan karena tidak suka tetapi
karna mereka hanya mau makan buah kesukaan mereka
saja. Lansia juga terkadang tidak memandang jenis makanan
yang di konsumsinya tanpa mengetahui efek jangka panjang
dari makanan yang dikonsumsi (Khuril’in, 2015)
c) Agama/Kepercayaan
Jenis makanan yang dikonsumsi juga dipengaruhi oleh
agama dan kepercayaan, seperti daging babi yang tidak
diperbolehkan dikonsumsi oleh umat Islam dan Yahudi
Ortodoks, dan beberapa agama melarang untuk
mengkonsumsi jenis makanan atau minuman tertentu
(Baliwati, 2009).
d) Kesehatan Lansia
Kebiasaan makan sangat dipengaruhi oleh kesehatan
lansia. Makanan yang lembut cenderung akan dipilih oleh
lansia karena kekuatan gigi mereka sudah mengalami
penurunan. Lansia akan memilih menahan lapar dari pada
makan saat mengalami kesulitan menelan. Pemenuhan
nutrisi yang baik bagi para lansia, yakni pemenuhan nutrisi
gizi seimbang, seimbang jenis, jumlah, dan jadwalnya (3J).
pertumbuhan dan perkembangan lansia tidak hanya
membutuhkan makanan yang hanya mengenyangkan perut
saja (Almatsier, 2009).
2. Hasil Penelitian yang Mendukung EBNP
Tabel 2.5 Hasil Penelitian yang Mendukung EBNP
No Author Judul penelitian Tahun Hasil Penelitian
1 Ringan, A Pengaruh Edukasi 2021 Hasil uji analisis statistik
Suportif Terhadap nonparametrik dengan
Tingkat Pengethuan menggunakan uji statistik
Pasien Diabetes Wilcoxon Rank Test
Melitus hasilnya menunjukkan
bahwa nilai p value 0.009
yang nilainya lebih kecil
dari 0,05, maka disimpulkan
bahwa Ho ditolak dan Ha
diterima yang artinya
terdapat pengaruh antara
edukasi suportif terhadap
kepatuhan pengobatan
penderita diabetes melitus.

2 Eviningrum, S. Manajemen Ansietas 2020 Penulis mampu


D. S. Pada Pasien Diabetes menggambarkan
Melitus karakteristik pada 2
responden yaitu pada Tn. A
dan Ny. T serta
menggambarkan pengaruh
manajemen ansientas pada
pasien Diabetes Militus.

3 Setyaningrum, Pengaruh Cognitive 2018 Uji statistik menggunakan


R. H., Behaviour Therapy uji t tidak berpasangan dan
Sudiyanto, A., Terhadap Derajat uji Mann Whitney, dipakai
Wiyono, N., & Depresi Dan untuk signifikansi
Fanani, M. Aktivitas Perawatan perbedaan variabel dengan
Diri Pada Pasien tingkat kemaknaan 5%.
Diabetes Mellitus Subjek yang mendapat CBT
(DM) Tipe 2. secara signifikan (p<0,05)
didapatkan penurunan skor
depresi (5,76 ± 3,58)
dibandingkan kelompok
yang tidak mendapat CBT
(2,76 ± 1,56) ssehingga
disimpulkan CBT efektif
menurunkan derajat depresi
dan meningkatkan aktivitas
perawatan diri pada pasien
diabetes mellitus tipe-2.
2. Penjelasan Teoritis tentang Intervensi EBNP
Dalam memberikan edukasi suportif dipakai cara memberikan
informasi pemenuhan kebutuhan nutrisi dan cairan dengan harapan
lansia mampu menerapkannya sebagai perilaku sehat, dengan
melibatkan secara aktif konseli melalui konseling, dimana konselor
menyampaikan informasi dan menjadikan konseli lebih aktif
menyatakan kebutuhannya/membutuhkan informasi setelah mengetahui
manfaat pemenuhan nutrisi dan cairan (Walgito, 2010).Konselor harus
menyampaikan informasi dengan memperhatikan beberapa faktor
sebagai berikut.
1) Faktor kognitif : meliputi pengertian tentang pemenhan nutrisi dan
cairan, manfaat pemenhan nutrisi dan cairan, kapan harus melakukan
pemenhan nutrisi dan cairan, cara melaksanakan pemenhan nutrisi
dan cairan, hal-hal yang menjadi kontraindikasi melakukan
pemenhan nutrisi dan cairan (Sumijatun,2005),
2) Faktor pengubah: yaitu faktor demografi (umur, jenis kelamin,ras,
pendidikan), ciri-ciri biologis (berat badan, tinggi badan, kelemahan
tubuh) dan pengaruh lingkungan (riwayat kesehatan keluarga,
interaksi petugas kesehatan dengan pasien, interaksi keluarga dengan
pasien) (Sumijatun, 2005).
Dalam menyampaikan informasi pemenuhan nutrisi dan cairan
dalam penyuluhan menggunakan metode EST (edukasi suportif
terstruktur) dapat diterapkan teknik demonstrasi, karena teknik
demonstrasi adalah suatu teknik yang dipakai guna melengkapi metode
ceramah dan diskusi. Teknik demonstrasi saat konseling berupa aktifitas
yang dilakukan sesuai lembar instruksi dibuat untuk menyampaikan
informasi tentang pemenhan nutrisi dan cairan dengan cara
meperlihatkan jenis maknanan dan minuman yang sesuai petunjuk
lembar instruksi yang ada. Untuk menerapkan metode demonstrasi ini
dibuat rancangan berupa lembar leaflet.
Prosedur (SOP) berdasarkan konsep/teori pemenuhan nutrisi dan
cairan yang benar, agar informasi cara pemenuhan nutrisi dan cairan
yang disampaikan dapat dilakukan/diperagakan kembali oleh konseli
jenis makanan dan minuman yang harus dikonsumsi dan tidak boleh
dikonsumsi sesuai petunjuk yang dimaksud konselor (Popham, WJ dan
Bahar, EL, 2005).
3. Prosedur Implementasi EBNP pada Kasus Kelolaan
Ada beberapa tahap pelaksanaaan Edukasi Suportif
Terstruktur:
1) Tahap awal : menciptakan hubungan baik dan menumbuhkan
rasa percaya klien terhadap konselor dengan memperkenalkan
diri, menyampaikan tujuan kedatangan konselor terhadap konseli
dan membuat kesepakatan waktu konseling tahap awal hingga
akhir,
2) Tahap inti: membantu klien memahami gambaran diri, hakikat
masalah, penyebab, menemukan alternatif pemecahan masalah
dan melaksanakan alternatif tersebut (Miftah, 2011). Ada 6
(enam) langkah pada tahap inti yaitu :
a) Eksplorasi konseli : mengkondisikan konseli dalam proses
konseling dengan mempelajari karakter serta perhatian konseli
terhadap sesuatu yang disampaikan konselor (Walgito,
2010),
b) Identifikasi masalah dan penyebabnya: mencari latar
belakang, melakukan pendataan berdasarkan informasi
konseli,
c) Identifikasi alternatif pemecahan masalah: konseli memilih
sendiri cara pemecahan masalahnya dari alternatif-alternatif
yang disampaikan konselor,
d) Pengujian dan penetapan alternatif pemecahan masalah:
konseli dan konselor secara bersama berdiskusi atas pilihan
alternatif pemecahan masalah yang dipilih konseli dengan
harapan konseli dapat melaksanakan alternatif tersebut dengan
baik, Evaluasi alternatif pemecahan masalah: meninjau
kembali sejauh mana pelaksanaan dan hasil dari pemecahan
masalah Yulifah dan Yuswanto, 2009),
e) Implementasi alternatif pemecahan masalah: konselor
menganjurkan pada konseli untuk melakukan salah satu
alternatif pemecahan yang telah dipilih konseli,
3) Tahap akhir: melakukan penilaian terhadap hasil konseling dan
membuat rencana tindak lanjut, tahap ini digunakan untuk
mengakhiri proses pemberian bantuan/konseling yang sifatnya
sementara sesuai kesepakatan tahap awal (Yulifah dan Yuswanto,
2009).

Anda mungkin juga menyukai