Anda di halaman 1dari 7

Orientasi Perjuangan Perempuan di Indonesia

Tujuan:

1. Untuk memahami perjuangan dan peran perempuan dalam perjuangan demokrasi nasional di
Indonesia.

2. Bertujuan untuk mendorong partisipasi perempuan dalam perjuangan massa di dalam FMN.

I. Kondisi Umum Perempuan Indonesia

Emansipasi politik sejati bagi perempuan Indonesia adalah bangkit dengan mengorganisasikan
diri dalam organisasi-organisasi massa yang militan, patriotik dan demokratis dalam garis politik anti
Imperialisme, Feodalisme dan Kapitalisme birokrasi. Perjuangan saat ini adalah dalam rangka untuk
menggelorakan perjuangan menuntut hak-hak sosial-ekonomi, menghapus diskriminasi, kekerasan serta
meningkatkan taraf kebudayaan perempuan dan seluruh rakyat Indonesia.Perjuangan perempuan dan
rakyat Indonesia tidak dapat dipisahkan. Menegasikan peran perempuan dalam perjuangan di Indonesia,
tentu tidak akan dapat memwujudkan perubahan sejati bagi kemajuan sejarah dan peradaban masyarakat
di Indonesia.

Beberapa bukti sejarah telah memposisikan peranan perempuan untuk mengambil bagian dari
setiap perjuangan rakyat di dunia. Salah-satu yang menjadi puncak perjuangan perempuan yang dengan
gigih dan tidak mengenal rasa takut, tampak jelas peran kaum perempuan menghancurkan pemerintahan
Tsar di Rusia hingga terukirnya peringatan Hari Perempuan Internasional 8 Maret 1917. Demikian pula di
Indonesia.Keterlibatan perempuan secara aktif dalam perjuangan melawan kolonialisme imperialisme
Belanda dan Jepang, telah ikut serta menghantarkan rakyat Indonesia menuju Revolusi Agustus 1945.
Peranan besar keterlibatan perempuan dalam perjuangan melahirkan ungkapan;Tanpa keterlibatan
perempuan dalam perjuangan, mustahil kemenangan-kemenangan rakyat dapat diraih dimanapun.

Perempuan Indonesia berada dalam system masyarakat setengah jajahan dan setengah feodal.
Bersama dengan rakyat yang lain, perempuan mengalami penghisapan dan penindasan atas dominasi
imperialisme AS, feodalisme dan kapitalisme birokrasi sebagai wujud konkrit penindasan di dalam negeri
yang terus-menerus mempertahankan kesengsaraan rakyat demi tercapainya kepentingan imperialis dan
borjuasi besar komprador serta tuan tanah. Atas dasar membebaskan diri dari penghisapan dan
penindasan musuh-musuh rakyat, menjadi dasar kuat keterlibatan perempuan dalam perjuangan
Demokrasi Nasional.Selain mengalami penindasan dari imperialisme dan feodalisme, perempuan juga
mengalami penindasan feodal patriarchal dan liberal imperialis.Oleh Karen itu,hanya dengan
membebaskan diri dari 3 musuh rakyat, terbebaskan pulalah penindasan feodal patriarchal dan liberal
imperialis yang dialami kaum perempuan di Indonesia.

II. Sejarah kaum Perempuan di Indonesia

Dalam belahan bumi manapun, menomorduakan kaum perempuan menjadi subordinat yang
melekat kuat dalam system masyarakat yang menghisap dan menindas (masyarakat berklas). Pada masa
zaman komunal primitif, kaum laki-laki dan perempuan bekerja secara kolektif. Tidak ada pembedaan
berdasarkan jenis kelamin dalam kerja produksi dan kegiatan ekonomi maupun dalam aspek kebudayaan.
Dalam mengambil sebuah kebijakan di tengah masyarakat yang dilakukan melalui musyawarah, seluruh
anggota komunitas ikut serta memutuskan dan termasuk kaum perempuan yang mempunyai hak yang
sama. Kita meyakini bahwa system ekonomi yang menjadi basis social dalam struktur masyarakat akan
menentukan aspek kehidupan lainnya. Di zaman komunal primitif ini, partisipasi produksi, pemilikan
alat produksi dan pembagian hasil dijalankan secara kolektif dan kaum perempuan juga berpartisipasi
secara aktif. Maka persoalan diskriminasi berdasarkan jenis kelamin tidak terjadi dalam bentuk
apapun.Bahkan kaum perempuan masa ini telah memberikan sumbangan yang besar dengan menemukan
system bercocok tanam yang berkembang hingga saat ini.

Akan tetapi zaman terus bergerak sesuai dengan perkembangan masyarakat. komunitas-
komunitas masyarakat Indonesia yang ada di pengunungan, pesisir dan tempat pemukiman lainnya,
mengalami perkembangan setiap aktivitas ekonomi, politik dan budayanya. Interaksi antar komunitas,
peperangan antar komunitas dan ekspansi komunitas eksternal ke Indonesia, menentukan terjadinya
perubahan basis sosial dan stuktur masyarakat di Indonesia.Era ini kemudian memasuki zaman
perbudakan, yang sekaligus menandai masyarakat berklas di Indonesia hingga saat ini.Era kepemilikan
budak ini kemudian ditandai dengan semakin seringnya terjadi peperangan antar komunal dalam sebuah
wilayah.Peperangan ini didasai akibat perebutan sumber makanan dari alam yang kian hari kian terbatas
di tengah kebutuhan maasyarakat yang semakin meningkat pula.Peperangan Ini menyisahkan semakin
bertambahnya jumlah budak akibat kalah perang. Demikian pula dengan penguasan batas-batas
kekuasaan atas tanah oleh para tuan budak sudah terjadi pada masa ini dan nampak jelas pada saat mulai
tumbuhnya bentuk kekuasaan feodal pada era raja-raja.

Awalnya sistem pengenalan garis keturunan yang digunakan pada masa komunal primitif adalah
sistem ibu atau matriarkal. Hal ini disebabkan karena ibu yang lebih mengetahui perkembangan anak-
anak mereka, karena kaum laki-laki masa itu harus mencurahkan pikiran dan tenaganya dalam berburu.
Dalam perkembangannya, pada masa kepemilikan budak ini terjadi pergeseran peran dan posisi laki-laki
dalam hal kepemilikan atas kekayaan. Karena pengalamannya dalam berburu dan keahliannya
menjinakkan hewan-hewan, laki-laki mulai mendominasi atas peternakan berikut hasil ternak dan barang
komoditas termasuk alat-alat kerajinan serta budak yang dapat dipertukarkan dengan ternak, yang
selanjutnya menjadi hak milik laki-laki sehingga kekayaan laki-laki melebihi kebutuhannya.

Perkembangan inilah yang menjadi dasar posisi penting laki-laki menjadi dominan yang sudah
mulai sejak masa transisi komunal primitif ke zaman perbudakan. Kaum laki-laki menguasai alat kerja
yang menghasilkan lebih dari apa yang dibutuhkannya. Terjadinya akumulasi harta kekayaan yang
dikuasai sendiri serta terdapatnya budak sebagai ukuran kekayaan tuan-tuan budak.

Bertambahnya kekayaan laki-laki mengakibatkan revolusi dalam keluarga (khususnya pada


hukum warisan), laki-laki ingin memastikan bahwa kekayaan yang dia miliki dapat diwariskan pada
anak-anaknya setelah dia meninggal.Oleh sebab itu, dia harus mengetahui siapa anaknya dan anak
tersebut harus berada dalam kekuasaannya.Jika pada awalnya laki-lakilah yang datang ke komune
perempuan dan menjadi orang asing dalam sebuah keluarga, maka itu kemudian berubah dalam zaman
perbudakan. Laki-laki yang akan membawa perempuan ke komunenya dan perempuan menjadi orang
asing dalam keluarga itu. Karena sudah ada budak yang melakukan pekerjaan produksi, baik pertanian
maupun perternakan, maka kemudian perempuan dicabut dari proses produksi dan dikurung di dalam
rumah untuk semata-mata melayani laki-laki dan merawat keturunannya. Benar bahwa zaman ini
perempuan menikmati kekayaan laki-laki, namun perempuan tidak merdeka atas dirinya serta
kepemilikan bersama atas kekayaan di dalam sebuah keluarga. Akan tetapi perempuan hanya menjadi
pelampis nafsu dan mempertahankan keturunan semata tanpa adanya kesetaraan atas haknya.

Kepemilikan perseorangan atas tanah dan budak pada akhirnya mencapai puncaknya dan
melahirkan kontradiksi pokok antar si budak dengan para tuan budak di mana-mana. Hal ini direspon oleh
para tuan budak dengan membebaskan secara relatif budak dan memperlonggar beban kerja serta
memperbaiki kualitas hidup (makanan dan pakaian). Secara bersamaantuan budak memperkuat dirinya
dengan membangun suprastruktur kekuasaan lokal dengan mengangkat dirinya sebagai raja di sebuah
wilayah. Kemudian mempekerjakan budak-budak yang memiliki kebebasan secara relatif di atas tanah
dan juga membangun kekuatan militer atau prajurit, yang dipimpin oleh para tukang pukul dan anak-anak
tuan budak. Inilah yang menjadi awal mula munculnya kerajaan-kerajaan lokal dan kecil di
Indonesia.Proses pergeseran hubungan produksi ini menandai lahirnya era transisi menuju feodalisme
yang nanti akan disempurnakan oleh kolonialisme Belanda di Indonesia.

Pembedaan jenis kelamin dalam aktivitas ekonomi, politik, dan kebudayaan dalam masyarakat
semakin hari semakin nyata dirasakan kaum perempuan. Domestifikasi peran kaum perempuan semakin
meluas seiring dengan pembagian kelas dalam masyarakat.Berbagai macam ajaran dan kebudayaan yang
muncul pada era ini.Semuanya menempatkan kaum perempuan di posisi belakang dari kaum laki-laki.
Setelah ditindas dan dihisap untuk terus melakukan kerja produksi di lapangan pertanian, kerajinan
tangan teknologi sederhana, dan perdagangan; kaum perempuan juga menghadapi persoalan poligami
yang dilakukan oleh tuan tanah feodal/raja-raja lokal. Selain itu, perempuan juga mengalami
berkurangnya hak kepemilikan berdasarkan sistem warisan di keluarga, danperempuan juga tidak dapat
memimpin upacara-upacara ritual keagamaan. Memang benar dalam sejarahnya, berbagai kerajaan
pernah dipimpin oleh seorang ratu perempuan. Namun hakekatnya, dia adalah perwakilan kelas tuan
budak atau tuan tanah feodal sebagai kelas yang berkuasa dan wataknya akan mempertahankan sistem
kebudayaan yang terbelakang. Sama halnya jika negeri ini pernah dipimpinan perempuan, dia juga
bertujuan untuk mempeprtahankan system setengah jajahan setengah feodal.

Kolonialisme yang datang dari berbagai bangsa Barat terutama Belanda, menjadi faktor yang
mematangkan dan mengkonsolidasikan feodalisme di Indonesia. Bila sebelumnya kekuasaan ekonomi
maupun politik feodalisme tidak terkonsolidir dan terpusat, tidak ada kota yang sungguh-sungguh
menjadi pusat desa, dan tak ada pusat kekuasaan yang betul-betul tersentral, dan kekuasaan tersebut
masih terdiri dari tuan tanah-tuan tanah lokal (raja-raja lokal) yang melakukan monopoli atas tanah dan
segala kekayaan alam lainnya, Maka kolonialisme melalui aktivitas ekonomi, politik, militer, dan
kebudayaan mampu memperkuat sistem feodalisme di Indonesia. Kongsi dagang Belanda, yaitu VOC
(Vereningde Oost Indische Companie) menancapkan kekuasaan tunggal di kepulauan Indonesia pertama
kali.

Masa ini perempuan mengalami pembedaan secara nyata.Kaum perempuan yang bekerja di
perkebunan dan pertanian colonial Belanda, harus mendapatkan upah yang berbeda dari kaum laki-
laki.Demikian pula bagaimana eksploitasi terhadap perempuan yang semakin menjadi-jadi memposisikan
perempuan bekerja di dapur, kasur dan kamar mandi.Perempuan juga mengalami pelecehan dan
kekerasan fisik dan seksual.Demikian di masa politik Etis yang diterapkan Belanda di
Indonesia.Perempuan mengalami diskriminasi untuk memperoleh pendidikan karena pendidikan hanya
ditujukan kepada kaum laki-laki dan secara khusus dapat dijangkai oleh kaum bangsawan atau
priyayi.Gambaran kondisi perempuan saat itu dapat dilihat dari karya-karya sastra Pramodya Ananta
Toer mulai dari Panggil Aku Kartini Saja, Gadis Pantai, Perawan Remaja dalam Cengkraman
Militer.Kaum perempuan dari kalangan bangsawan atau priyayi yang dapat mengecap pendidikan
melahirkan beberapa tokoh yang kemudian memulai aktivitas perjuangan emansipasi kaum
perempuan.Seperti yang cukup dikenal Kartini dan Cut Nyak Dien dalam sejarah bangsa
Indonesia.Sementara kebangkitan perjuangan kaum perempuan dari kalangan klas buruh dan kaum tani
yang anti colonial imperialisme muncul secara masif di awal abad XX hingga masa Orde lama.Masa-
masa ini banyak kaum perempuan dari klas buruh dan tani dihukum dan dibuang ke pengasingan akibat
aktivitas politiknya yang menentang imperialisme, feodalisme ataupun system patriarchal yang
berkembang.

Puncak dari pergolakan rakyat yang berjuang mulai dari Abad 17 hingga awal 20 adalah revolusi
Indonesia 17 agustus 1945. Kemerdekaan Indonesia menjadihasil perjuangan yang gigih rakyat serta
kaum perempuan Indonesia untuk membebaskan diri dari kolonialisme imperialisme dan
feodalisme.Maka sangat Mustahil revolusi Agustus 1945 dapat diraih tanpa partisipasi aktif
dariperjuangan kaum perempuan Indonesia. Akan tetapi, tahun 1949 melalui KMB merupakan perjanjian
yang menjadi pengkhianatan pemerintahan komprador pada tujuan perjuangan rakyat dan revolusi
Agustus 1945 untuk sepenuhnya memerdekakan diri secara politik, ekonomi, budaya dan militer dari
cengkraman imperialisme dan feodalisme. Perjanjian KMB 1949, menjadikan negara Indonesia sebagai
negara setengah jajahan setengah feodal hingga saat ini. Dominasi imperialisme khususnya AS semakin
kuat di bawah rejim boneka fasis Soeharto.. Kaum perempuan Indonesia menderita di bawah tindasan
rezim Soeharto.Hak-hak mereka di berbagai bidang diberangus dan keberadaan mereka menjadi warga
negara nomor dua semakin melekat dan terus dipertahankan.Melalui berbagai perangkat Negara, rezim ini
menjadi penyambung lidah imperialisme dan feodalisme dalam negeri untuk terus memposisikan
perempuan dalam keadaan di bawah tindasan yang berlipat ganda.Budaya feodal patriarchal dan liberal
imperialis semakin menjadi-jadi. Kampanye hitam yang disebar oleh Soeharto, membuat kaum
perempuan semakin terpinggirkan akan hak-haknya terutama untuk kesetaran berpolitik. Sehingga zaman
ini berkembang bahwa perempuan yang berpolitik dicap sebag perempuan liar dan kotor. Dan
indoktrinisasi ini masih kuat tertanam hingga sekarang.

III. Penindasan yang dialami kaum Perempuan Indonesia saat ini

Secara umum, perempuan Indonesia menderita di bawah penindasan dan penghisapan setengah
jajahan setengah feodal berwujud antara lain;

1. Ekonomi
Adanya diskriminasi jenis kelamin dalam kerja produksi.Misalnya sistem pengupahan yang
berbeda antara laki-laki dan perempuan.Kemudian tidak dipenuhinya hak natural kaum perempuan seperti
haid, hamil, melahirkan, perlindungan anak, kesehatan ibu dan anak-anak. Sementara itu, ketekunan dan
kedisiplinan yang dimiliki kaum perempuan dimanfaatkan untuk mendapatkan keuntungan yang besar
dengan penerapann upah yang lebih rendah. Hal ini mendorong semakin besarnya tenaga kerja dari
kalangan perempuan yang menjadi tulang punggung baik di pabrik, perkebunan ataupun menjadi
BMI.Sedangkan perlindungan kerja yang didapat kaum perempuan dari Negara sangat-sangatlah
rendah.Sementara padapekerja propesional di perkotaan secara khususnya masih memandang pembagian
kerja perempuan dalam sekup-sekup kerja yang diskriminatif (marketing, bendahara, sekretaris, pelayan,
dll).

2. Politik
Pemerintahan Rezim Boneka Imperialis telah menghambat keterlibatan kaum perempuan dalam
gelanggang politik untuk memperjuangkan hak-hak dan pembebasannya.Presiden Megawati (walaupun
seorang kepala negara perempuan pertama di Indonesia) bukanlah wakil dari kaum perempuan Indonesia
(terutama dari kelas buruh, kaum tani, dan Rakyat lainnya).Karena dia tetap merupakan pelayan dan
boneka yang mengabdi kepada imperialisme AS dan feodalisme.Sementara itu, Pemerintah terus
menyebar isu gerakan emansipasi perempuan yang semu dan terpusat pada kouta partisipasi dalam
parlemen atau partai 30%. Dan tidak kalah penting penindasan kaum perempuan dalam aspek politik
yakni diskriminasi atas kemajuan partisipasi perempuan untuk mengeluarkan pendapat, berkumpul dan
berorganisasi. Perempuan dianggap tidak cocok dan tidak baik apabila berorganisasi.Ini adalah bentuk
yang menghambat perjuangan kaum perempuan yang bersatu bersama rakyat Indonesia untuk
membebaskan diri dari musuh-musuhnya serta secara khusus melawan system patriarchal dan liberal
imperialis.

3. Budaya
Warisan lama feodal-patriarkal tidak hilang bahkan semakin menguat dan bercampur dengan
budaya liberal imperialis yang menomorduakan perempuan. perempuan dipandang mempunyai derajat
lebih rendah dibanding kaum laki-laki. Berkembangnya liberal imperialis melahirkan kebudayaan yang
teramat terbelakang yang menjadikan kaum perempuan sebagai objek perdagangan manusia, kekerasan
dan pelecehan seksual hingga menjadi pekerja seks.Dan dalam aspek ini pula, perempuan terutama di
pedesaan masih mendapatkan diskriminasi untuk mendapatkan pendidikan yang merupakan hak setiap
warga negara di Indonesia.

IV. Perempuan Indonesia: Bangkit Melawan Penindasan dengan Berorganisasi !!!

Penindasan dan penghisapan yang dialami oleh kaum perempuan adalah cerminan dari system
social di Indonesia yang masih didominasi imperialisme AS dan feodalisme. Kaum perempuan Indonesia
yang berjuang bersama rakyat untuk mendapat kemerdekaan seutuhnya, di sisi lain kaum perempuan
berjuang untuk menghancurkan budaya feodal patriarchal dan liberal imperialis yang menomorduakan
dan menghina peranan kaum perempuan Indonesia. Oleh karenanya, menjadi sebuah keharusan sejarah
bahwa kaum Perempuan Indonesia harus terlibat aktif dalam perjuangan emansipasi untuk menghapuskan
diskriminasi baik secara ekonomi, politik dan budaya serta menghancurkan dominasi imperialisme AS
dan feodalisme di Indonesia.Maka menjadi sebuah kemutlakan kaum perempuan secara sadar bahwa
Jalan untuk membebaskan belenggu yang dialaminya, hanyalah dengan BERORGANISASI sebagai alat
perjuangan memajukan peradaban masyarakat Indonesia.

Anda mungkin juga menyukai