TINJAUAN PUSTAKA
Setiap bangunan sipil memiliki 2 bagian, yaitu struktur atas (supper structure)
dan struktur bawah (substructure). Struktur bagian bawah itu lebih sering disebut
dengan pondasi. Fungsi pondasi ini adalah meneruskan beban konstruksi ke lapisan
tanah yang berada di bawah pondasi. Suatu perencanaan pondasi dikatakan benar
apabila beban yang diteruskan oleh pondasi ke tanah tidak melampaui kekuatan tanah
yang bersangkutan (Braja M. Das).
a. Daya dukung tanah harus lebih kecil dari daya dukung yang diijinkan
b. Besarnya penurunan pondasi
Pondasi dibedakan menjadi dua jenis, yaitu pondasi dangkal (shallow
foundation), dan pondasi dalam (deep foundation). Pondasi dangkal digunakan apabila
lapisan tanah keras terletak tidak jauh dari permukaan tanahnya. Pondasi dangkal
didesain dengan kedalaman lebih kecil atau sama dengan lebar dari pondasi tersebut
𝐷𝑓
� ≤ 1�. Sedangkan pondasi dalam digunakan apabila lapisan tanah kerasnya terletak
𝐵
Ada dua jenis penyelidikan tanah yang biasa dilakukan, yaitu penyelidikan di
lapangan (in situ) dan penyelidikan di laboratorium (laboratory test). Adapun jenis
penyelidikan di lapangan, seperti pengeboran (hand boring ataupun machine boring),
Standard Penetration Test (SPT), Cone Penetrometer Test (sondir), Dynamic Cone
Penetrometer, dan Sand Cone Test. Sedangkan jenis penyelidikan di laboratorium
terdiri dari uji index properties tanah (Atterberg Limit, Water Content, Spesific Gravity,
Sieve Analysis) dan engineering properties tanah (direct shear test, triaxial test,
consolidation test, permeability test, compaction test, CBR test, dan lain-lain ).
Contoh tanah ( soil sampling ) yang didapatkan sebagai hasil penyelidikan tanah
ini, dpat dibedakan menjadi dua, yaitu :
Pengujian CPT atau sering disebut dengan sondir adalah proses memasukkan
suatu batang tusuk dengan ujung berbentuk kerucut bersudut 60° dan luasan ujung 1,54
inch2 ke dalam tanah dengan kecepatan tetap 2 cm/detik. Dengan pembacaan
a. Sondir ringan, dengan kapasitas dua ton. Sondir ringan digunakan untuk
mengukur tekanan konus sampai 150 kg/cm2 atau penetrasi konus telah
mencapi kedalaman 30 cm.
b. Sondir berat, dengan kapsitas sepuluh ton. Sondir berat digunakan untuk
mengukur tekanan konus sampai 500 kg/cm2 atau penetrasi konus telah
mencapai kedalaman 50 m.
Ada dua tipe ujung konus pada sondir mekanis :
a. Konus biasa, yang diukur adalah perlawanan ujung konus dan biasanya
digunakan pada tanah yang berbutir kasar dimana besar perlawanan lekatnya
kecil ;
b. Bikonus, yang diukur adalah perlawanan ujung konus dan hambatan lekatnya
dan biasanya digunakan untuk tanah berbutir halus.
Tahanan ujung konus dan hambatan lekat dibaca setiap kedalaman 20 cm.
Dari hasil test sondir ini didapatkan nilai jumlah perlawanan ( JP ) dan nilai
perlawanan konus ( PK ), sehingga hambatan lekat (HL) didapatkan dengan
menggunakan rumus :
1. Hambatan Lekat ( HL )
𝐴
𝐻𝐿 = (𝐽𝑃 − 𝑃𝐾) × (2.1)
𝐵
Hasil penyelidikan dengan sondir ini digambarkan dalam bentuk gafik yang
menyatakan hubungan antara kedalaman setiap lapisan tanah dengan perlawanan
penetrasi konus atau perlawanan tanah terhadap konus yang dinyatakan dalam gaya per
satuan luas. Hambatan lekat adalah perlawanan geser tanah terhadap selubung bikonus
yang dinyatakan dalam gaya per satuan panjang.
Apakah qc <
4. Lanjutkan pengujian pada Tidak
kapasitas alat ?
kedalaman 20 cm berikutnya
Ya
5. Perhitungan dan pembuatan grafik
SELESAI
2.3. Pondasi
(a) Bila tanah pendukung pondasi terletak pada permukaan tanah atau 2-3 meter di
bawah permukaan tanah ; Dalam hal ini pondasinya adalah pondasi telapak
(spread foundation)
(b) Bila tanah pendukung pondasi terletak pada kedalaman sekitar 10 meter di
bawah permukaan tanah ; Dalam hal ini dipakai pondasi tiang atau pondasi
tiang apung ( floating pile foundation ) untuk memperbaiki tanah pondasi.
(c) Bila tanah pendukung pondasi terletak pada kedalaman sekitar 20 meter di
bawah permukaan tanah ; Dalam hal ini, tergantung dari penurunan
(settlement) yang diizinkan. Apabila tidak boleh terjadi penurunan, biasanya
digunakan pondasi tiang pancang (pile driven foundation). Tetapi apabila
ditemukan batu besar (cobble stones) pada lapisan antara, pemakaian kaison
lebih menguntungkan.
(d) Bila tanah pendukung pondasi terletak pada kedalaman sekitar 30 meter di
bawah permukaan tanah ; Biasanya dipakai kaison terbuka, tiang baja atau
tiang yang dicor di tempat.
(e) Bila tanah pendukung pondasi terletak pada kedalaman lebih dari 40 meter di
bawah permukaan tanah ; Dalam hal ini yang paling baik adalah tiang baja dan
tiang beton yang dicor di tempat.
a.) Tiang perpindahan besar (large displacement pile), yaitu tiang pejal atau
berlubang dengan ujung tertutup yang dipancang ke dalam tanah sehingga
terjadi perpindahan volume tanah yang relatif besar. Termasuk dalam tiang
perpindahan besar antara lain, tiang pancang kayu, tiang beton pejal, tiang
beton prategang (pejal atau berlubang), tiang baja bulat (tertutup pada
ujungnya).
b.) Tiang perpindahan kecil (small displacement pile), adalah sama seperti
kategori tiang pertama, hanya volume tanah yang dipindahakan saat
pemancangan relatif kecil.
Pondasi tiang adalah bagian-bagian konstruksi yang dibuat dari kayu, beton,
dan/atau baja, yang digunakan untuk mentransmisikan beban-beban permukaan ke
tingkat-tingkat yang lebih rendah dalam massa tanah. Hal ini merupakan distribusi
vertikal dari beban sepanjang poros tiang atau pemakaian beban secara langsung
terhadap lapisan yang lebih rendah melalui ujung tiang pancang (Bowles, 1988).
Gambar 2.4 Panjang dan beban maksimum untuk berbagai macam tipe tiang yang
umum dipakai dalam praktek menurut Carson
Tiang tekan hidrolis umumnya digunakan untuk beberapa maksud, antara lain:
1. Untuk meneruskan beban bangunan yang terletak di atas air atau tanah lunak,
ke tanah pendukung yang kuat.
2. Untuk meneruskan beban ke tanah yang relatif lunak sampai kedalaman
tertentu sehingga fondasi bangunan mampu memberikan dukungan yang cukup
untuk mendukung beban tersebut oleh gesekan sisi tiang dengan tanah di
sekitarnya.
3. Untuk mengangker bangunan yang dipengaruhi oleh gaya angkat ke atas akibat
tekanan hidrostatis atau momen penggulingan.
Ada beberapa faktor yang harus dipertimbangkan dalam memilih jenis pondasi
tiang pancang yang akan digunakan, yaitu jenis tanah dasar, alasan teknis pada waku
pemancangan, dan jenis bangunan yang akan dibangun. Pondasi tiang dapat
digolongkan berdasarkan material pembuat nya dan teknik pemasangannya.
Kelas A : Digunakan untuk beban-beban berat dan/atau panjang tak bertopang yang
besar. Diameter minimum dari ujungnya adalah 360 mm.
Kelas B : Untuk beban-beban sedang. Diameter ujung tebal minimum 300 mm.
Kelas C : Digunakan di bawah bidang batas air jenuh atau untuk pekerjaan yang
bersifat sementara. Diameter ujung nya minimum 300 mm.
5. Gunakan beton –udara (air – entrained concrete) dalam daerah sedang dan
dalam daerah dingin;
6. Gunakan paling sedikit 75 mm tutu[ bersih pada semua penguatan baja.
Tabel 2.2 Nilai – nilai tipikal beban ijin tiang beton pracetak
30 300– 700
35 350 – 850
40 450 – 1200
45 500 – 1400
50 700 – 1750
60 800- 2500
Pada tiang yang berselubung pipa, pipa baja dipancang lebih dulu ke dalam
tanah. Kemudian adukan beton dimasukkan ke dalam lubang. Pada akhirnya nanti, pipa
besi tetap tinggal di dalam tanah. Tiang jenis ini termasuk tiang Standard Raimond.
Cara kerja alat ini secara garis besar adalah sebagai berikut :
Langkah 1
Tiang pancang diangkat dan dimasukkan perlahan ke dalam lubang
pengikat tiang yang disebut grip, kemudian sistem jack in akan naik dan
memegangi tiang tersebut. Ketika tiang sudah dipegang erat oleh grip,
maka tiang mulai ditekan.
Langkah 2
Alat ini memiliki kabin / ruang kontrol yang dilengkapi dengan oil
pressure atau hydraulic yang menunjukkan pile pressure yang kemudian
𝑄𝑢 = 𝑄𝑏 + 𝑄𝑠 = 𝐴𝑏 𝑞𝑏 + 𝐴𝑠 𝑓𝑠 (2.7)
dimana :
Kapasitas daya dukung pondasi yang diijinkan (𝑄𝑎𝑙𝑙 ) dapat dihitung dengan
rumus :
𝑞𝑐 ×𝐴𝑝 𝐽𝐻𝐿 ×𝑃
𝑄𝑎𝑙𝑙 = + (2.9)
3 5
dimana :
𝑄𝑢𝑙𝑡 = kapasitas daya dukung ultimit pada tiang pancang tunggal (kN)
𝑇𝑢𝑙𝑡 = 𝐽𝐻𝐿 × 𝑃
dimana :
𝑇𝑢𝑙𝑡 = daya dukung terhadap kekuatan tanah untuk tiang tarik (kg)
𝜎𝑏𝑒𝑡𝑜𝑛 = tegangan tekan ijin bahan tiang (kg/cm2), untuk beton = 500 kg/cm2
Lempung
166 – 3518 Reese dan Matlock (1956)
terkonsolidasi normal
277 - 554 Davisson – Prakash (1963)
lunak
Lempung
111 - 277 Peck dan Davidsson (1962)
terkonsolidasi normal
111 - 831 Davidsson (1970)
organik
Dari nilai-nilai faktor kekakuan R dan T yang telah dihitung, Tomlinson (1977)
mengusulkan criteria tiang kaku (tiang pendek) dan tiang elastis (tiang panjang) yang
dikaitkan dengan panjang tiang yang tertanam dalam tanah (L). Seperti yang
ditunjukkan pada Tabel 2.8. Batasan ini terutamandigunakan untuk menghitung
defleksi tiang oleh akibat gaya horizontal.
Kaku L ≤ 2T L ≤ 2R
a. Kekuatan tiang
b. Kekakuan tanah
c. Kekakuan ujung tiang
Hal pertama yang harus kita lakukan dalam menghitung kapasitas lateral tiang
adalah menentukan apakah tiang tersebut berperilaku sebagai tiang panjang atau tiang
pendek. Hal tersebut dilakukan dengan menentukan faktor kekakuan tiang R dan T.
dimana :
𝑘1
K = khd = = modulus tanah
1,5
d = diameter tiang
dan
𝑀𝑚𝑎𝑘𝑠 = 𝐻𝑢 (𝑒 = 1,5𝑑 + 0,5𝑓) (2.18)
Untuk tiang panjang, tahanan ultimit tiang terhadap beban lateral dapat dihitung
dengan persamaan :
2𝑀𝑦
𝐻𝑢 = (2.19)
1,5𝑑+0,5𝑓
(a)
(b)
Gambar 2.16 Grafik Tahanan Lateral Ultimit Tiang Pada Tanah Kohesif
𝑝𝑢 = 3𝑝𝑜 𝐾𝑝 (2.22)
dimana :
𝜙
𝐾𝑝 = 𝑡𝑎𝑛2 (450 + )
2
dan
Gambar 2.17 Tiang Ujung Bebas pada Tanah Granuler (a) Tiang Pendek
Gambar 2.18 Tiang Ujung Jepit dalam Tanah Granuler menurut Broms (a) Tiang
pendek (b) Tiang Panjang (Broms, 1964)
Sedangkan untuk tiang ujung jepit yang tidak kaku (tiang panjang), dimana
momen maksimum mencapai My di dua lokasi (Mu+ = Mu-) maka Hu dapat diperoleh
dari persamaan :
2𝑀𝑦
𝐻𝑢 = 𝐻
(2.28)
𝑢
𝑒+0,54 �𝛾 𝑑 𝐾
𝑝
Gambar 2.19 Grafik Tahanan Lateral Ultimit Tiang pada Tanah Granuler
(Broms, 1964)
dimana :
𝐼 = 𝐼𝑜 . 𝑅𝑘 . 𝑅ℎ . 𝑅𝜇 (2.34)
b. Untuk tiang dukung ujung
𝑄 .𝐼
𝑆= (2.35)
𝐸𝑠 .𝐷
dimana :
𝐼 = 𝐼𝑜 . 𝑅𝑘 . 𝑅𝑏 . 𝑅𝜇 (2.36)
Keterangan :
D = diameter tiang
Rh = faktor koreksi untuk ketebalan lapisan yang terletak pada tanah keras
h = kedalaman
K adalah suatu ukuran kompressibilitas relatif dari tiang dan tanah yang
dinyatakan oleh persamaan :
dimana :
𝐴𝑝
𝑅𝐴 = 1 (2.38)
𝜋𝑑 2
4
dengan :
Terzaghi menyarankan nilai μ = 0,3 untuk tanah pasir, μ= 0,4 sampai 0,43 untuk
tanah lempung. Umumnya banyak digunakan μ = 0,3 sampai 0,35 untuk tanah pasir dan
μ = 0,4 sampai 0,5 untuk tanah lempung. Sedangkan Io, Rk, Rh, Rμ, dan Rb dapat dilihat
pada gambar 2.27, 2.28, 2.29, 2.30, dan 2.31 .
Berbagai metode tesedia untuk menentukan nilai modulus elastisitas tanah (Es),
antara lain dengan percobaan langsung di tempat yaitu dengan menggunakan data hasil
pengujian kerucut statis (sondir). Namun Bowles memberikan persamaan yang
dihasilkan dari pengumpulan data pengujian kerucut statis (sondir) sebagai berikut :
Adapun besar nilai Eb menurut Meyerhoff, akibat adany pemadatan tanah maka
akan terjadi nilai peningkatan modulus elastisitas tanah di bawah ujung tiang yakni :
𝐸𝑏 = (5 − 10) × 𝐸𝑠 (2.41)
Nilai – nilai faktor keamanan yang disarankan oleh Reese dan O’ Neill (1989)
ditunjukkan dalam Tabel 2.10 Kisaran faktor aman dari analisis statis yang umumnya
sering digunakan adalah sekitar 2 – 4, dan kebanyakan digunakan 3.
Sesudah tiang uji dipancang, perlu ditunggu terlebih dahulu selama tujuh
hingga tiga puluh hari sebelum pengujian pembebanan tiang. Hal ini penting untuk
memungkinkan tanah yang telah terganggu kembali ke keadaan semula, dan tekanan air
pori yang terjadi akibat pemancangan tiang telah berdisipasi.
Beban kontra dapat dilakukan dengan dua cara. Cara pertama dengan
menggunakan sistem kentledge seperti ditunjukkan pada gambar. Cara kedua dapat
menggunakan kerangka baja atau jangkar pada tang seperti ilustrasi gambar.
Pembebanan diberikan pada tiang dengan menggunakan dongkrak hidrolik.
Pergerakan tiang dapat diukur menggunakan satu set dial guges yang
terpasang pada kepala tiang. Toleransi pembacaan antara satu dial gauge lainnya
adalah satu milimeter. Perlu diperhatikan bahwa pengukuran pergerakan relatif tiang
sangatlah penting.
Untuk mendapatkan informasi lebih lanjut dari interaksi tanah dengan tiang,
pengujian tiang sebaiknya dilengkapi dengan instumentasi. Instrumentasi yang dapat
digunakan adalah strain gauges yang dapat dipasang pada lokasi-lokasi tertentu
sepanjang tiang. Tell – tales pada kedalaman-kedalaman tertentu atau load cells yang
ditempatkan di bawah kaki tiang. Instrumentasi dapat memberikan informasi mengenai
pergerakan kaki tiang, deformasi sepanjang tiang, atau distribusi beban sepanjang tiang
selama pengujian. (American Society Testing and Materials, 2010).
1) Metode Chin
Dasar dari teori ini, diantaranya sebagai berikut (Gambar 2.35):
dimana :
S : settlement
Q : penambahan beban
Gambar 2.28 Grafik hubungan beban dengan penurunan menurut metode Chin
Kegagalan metode Chin dapat digunakan untuk tes beban dengan cepat
dan tes beban yang dilakukan dengan lambat. Biasanya memberikan
perilaku yang tidak realistik untuk kegagalan beban, jika tidak digunakan
dimana :
Se = Penurunan elastic
L = Panjang tiang
2.10. Aplikasi Metode Elemen Hingga pada Tiang Tekan Hidrolis dengan
Program Plaxis
2.10.1. Pendahuluan
Plaxis adalah program yang berbasis metode elemen hingga (finite element
method) untuk aplikasi geoteknik, berguna untuk mensimulasikan perilaku tanah. Dasar
– dasar teori yang dipakai yang antara lain : teori deformasi, teori aliran air tanah, teori
konsolidasi, teori elemen hingga yang sesuai dengan geoteknik. Sedangkan metode
numerik yang menjadi dasar pemrograman Plaxis ini, adalah inntegrasi numeric elemen
– elemen garis dan integrasi numeric elemen – elemen berbentuk segitiga. Akurasi hasil
( output ) yang didapatkan dari pemakaian program Plaxis ini, apabila ingin
dibandingkan dengan hasil yang sebenarnya di lapangan, bergantung pada keahlian
pengguna dalam memodelkan permasalahan, pemahaman terhadap model – model,
dimana
[D] : matriks konstitutif yang nilainya bergantung pada jenis permodelan .
[k] : matriks kekakuan (stiffness matrix)
[B] : matriks interpolasi regangan
1 𝑣 0
𝐷 =
1−𝑣
𝐸
�𝑣 1 0�
1−𝑣
Untuk elemen plain stress (2.46)
0 0
2
1−𝑣 𝑣 0
𝐷=
𝐸
� 𝑣 1−𝑣 0 �Untuk elemen plain strain (2.47)
(1+𝑣)(1−2𝑣) 1−𝑣
0 0
2
𝜎
𝐸= (2.48)
𝜀
𝜀ℎ
𝜈= (2.49)
𝜀𝑣
Di dalam program Plaxis ada beberapa jenis permodelan tanah antara lain
model tanah Mohr – Coulomb dan model Soft Soil.
𝜎ℎ
𝐾𝑜 = (2.50)
𝜎𝑣
υ 𝜎ℎ
dimana : = (2.51)
1−υ 𝜎𝑣
Secara umum nilai υ bervariasi dari 0,3 sampai 0,4 namun untuk kasu – kasus
penggalian (unloading) nilai υ yang lebih kecil masih realistis.
Nilai kohesi c dan sudut geser ϕ diperoleh dari uji geser triaxial, atau diperoleh
dari hubungan empiris berdasarkan data uji lapangan. Sementara sudut dilantasi ψ
digunakan untuk memodelkan regangan volumetrik plastik yang bernilai positif. Pada
tanah lempung NC, pada umumnya tidak terjadi dilantasi (ψ = 0), sementara pada tanah
pasir dilantasi tergantung dari kerapatan dan sudut geser ϕ dimana ψ = ϕ – 30°. Jika ϕ <
30° maka ψ = 0. Sudut dilantasi ψ bernilai negatif hanya bersifat realistis jika
diaplikasikan pada pasir lepas.
Model Soft Soil ini dapat memodelkan hal – hal sebagai berikut :
𝐸𝑠
Es* = 2 qc psf G** = ; dimana v = 0,5
2(1+𝑣)
𝐸𝑠
Es = (100-200)Su psf G** = ; dimana v = 0,5
2(1+𝑣)
Rasio poisson sering dianggap sebesar 0.2 – 0.4 dalam pekerjaan – pekerjaan
mekanika tanah. Nilai sebesar 0.5 biasanya dipakai untuk tanah jenuh dan nilai 0 sering
dipakai untuk tanah kering dan tanah lainnya untuk kemudahan perhitungan.
Tabel 2.9 Hubungan Jenis Tanah, konsistensi dan Poisson’s Ratio (μ)
Untuk tanah yang berlapis – lapis harus dicari nilai permeabilitas untuk arah
vertikal dan horizontal dapat dicari dengan rumus :
𝐻
𝑘𝑣 = 𝐻 𝐻 𝐻 (2.62)
� 𝑘 1 �+ � 𝑘 2 �+⋯+� 𝑘 𝑛 �
1 2 𝑛
dimana :
e : angka pori
k : koefisien permeabilitas
K
Jenis Tanah
cm/dtk ft/mnt