Anda di halaman 1dari 3

Slide 1: Judul

Slide 2: Dewasa ini, cara masyarakat mengonsumsi berita mengalami perubahan yang cukup
signifikan. Dari yang awalnya hanya menjadi konsumen pasif karena sekedar
membaca media cetak, kini telah berubah sejak adanya portal berita online. Hal ini
terjadi karena masyarakat menilai bahwa portal berita online lebih mudah diakses, up
to date, dan interaktif.
Slide 3: Keinteraktifan portal berita online memudahkan pembaca untuk berpendapat, baik
mengenai isi berita maupun bertukar pikiran sesama pembaca. Dalam menyampaikan
pendapat, baik laki-laki dan perempuan umumnya menggunakan bahasa yang sopan,
meskipun ada pula yang menggunakan bahasa yang cenderung tidak sopan atau
bahkan menyinggung.
Slide 4: Dalam hal kesopanan bahasa laki-laki dan perempuan, peneliti seperti Herring,
Smith, Dewi, Sobara dan Ardiyani, serta Hidayat berpendapat bahwa perempuan lebih
sopan daripada laki-laki. Namun, ada pula yang berpendapat sebaliknya, seperti
Oliveira.
Slide 5: Sayangnya, meskipun telah dilakukan berbagai penelitian mengenai kesopanan,
tingkat kesopanan laki-laki dan perempuan di media sosial belum mendapat cukup
perhatian dari peneliti. Hal ini menjadi sesuatu yang menarik untuk dikaji. Oleh
karena itu, saya, Aisyah Qowlan Karima dan rekan saya, Farah Intan Auliarahmah
meneliti dengan tujuan untuk menjawab dua pertanyaan, 1) apakah ada perbedaan
antara laki-laki dan perempuan dalam kesopanan ketika berkomunikasi di portal berita
online 2) apakah ada perbedaan antara laki-laki dan perempuan dalam pelanggaran
terhadap maksim kesopanan.
Slide 6: Untuk menjawab pertanyaan-pertanyaan di atas, kami mengumpulkan komentar dari
akun Instagram resmi detikcom. Berita yang diambil hanya berita yang berkaitan
dengan politik karena beberapa alasan 1) Indonesia memasuki tahun politik 2) berita
politik memiliki kecenderungan untuk memicu agresivitas seseorang.
Slide 7: Dalam mengumpulkan data, beberapa hal yang dipertimbangkan adalah 1) dalam
satu berita harus terdapat komentar dari akun laki-laki dan perempuan, yang dilihat
dari nama akunnya. Cara ini mungkin terlihat kurang efektif karena bisa saja
seseorang menutupi atau mengganti gendernya, namun berdasarkan pilot study yang
dilakukan melalui survei, sebanyak 98% dari responden tidak memiliki
kecenderungan untuk mengganti gender mereka di Instagram. Sehingga, hal tersebut
cukup untuk menjadi justifikasi dalam menentukan gender berdasarkan nama akun.
Pertimbangan selanjutnya adalah bahwa dalam satu berita, jika ada satu akun yang
berkomentar lebih dari satu kali, maka dari sekian banyak komentarnya hanya ada
satu yang diambil. Hal ini penting untuk dilakukan karena jika dari satu akun diambil
lebih dari satu komentar, maka data tidak akan representatif. Jika suatu berita
memenuhi kedua persyaratan tersebut, komentar dari berita itu diambil dan
dipisahkan antara komentar dari akun laki-laki dan perempuan. Terdapat dua tahapan
dalam mengolah data. Pertama, komentar dipisahkan antara yang sopan dan tidak
sopan, kemudian yang tidak sopan dibagi lagi menjadi dua berdasarkan maksim
kesopanan Pfister, yaitu apakah komentar-komentar tersebut 1) membebani orang
yang diajak berbicara/berkomunikasi atau imposition dan 2) menunjukkan pengakuan
atau penghargaan terhadap hasrat orang untuk dianggap baik atau disapproval.
Tahapan kedua adalah perhitungan menggunakan Kai Kuadrat untuk mengetahui
apakah ada perbedaan yang signifikan antara laki-laki dan perempuan dalam hal
kesopanan dan pelanggaran terhadap maksim kesopanan.
Slide 8-11: Hasil analisis menguak beberapa hal penting. Pertama, bahwa laki-laki
mendominasi kolom komentar dengan persentase 78% dibandingkan dengan
perempuan yang hanya mencakup 22% dari total komentar. Hal ini menguatkan hasil
penelitian Inglehart dan Sudjatmoko dan Iswati yang menyatakan bahwa perempuan
memiliki tingkat ketertarikan lebih rendah terhadap politik. Kedua, bahwa laki-laki
dan perempuan memiliki kecenderungan yang sama untuk berkomentar tidak sopan,
dengan 86,04% pada laki-laki dan 83,52% pada perempuan. Ketiga, bahwa dalam
pelanggaran maksim kesopanan, laki-laki dan perempuan memiliki kecenderungan
yang sama untuk melanggar maksim disapproval. Pada laki-laki, dari 1239 komentar
tidak sopan, 96,77% merupakan pelanggaran terhadap maksim disapproval.
Sedangkan pada perempuan, dari 335 komentar tidak sopan, sebanyak 97,61% adalah
pelanggaran terhadap maksim disapproval. Terakhir, hasil perhitungan Kai Kuadrat
sebesar 1,7 lebih kecil daripada nilai hitung tabel sebesar 3,84. Hal ini menyatakan
bahwa antara laki-laki dan perempuan tidak terdapat adanya perbedaan yang
signifikan dalam hal kesopanan. Sedangkan dalam pelanggaran maksim kesopanan,
dengan hasil hitung 0,63 yang lebih kecil dibandingkan dengan nilai hitung tabel
sebesar 3,84, dapat diambil kesimpulan bahwa di antara laki-laki dan perempuan tidak
terdapat adanya perbedaan signifikan dalam hal pelanggaran terhadap maksim
kesopanan.
Slide 12: Dari hasil analisis, dapat diambil kesimpulan untuk menjawab kedua pertanyaan
pelitian, yaitu 1) laki-laki dan perempuan memiliki kecenderungan untuk bersikap
tidak sopan dalam berkomunikasi di portal berita online dan 2) keduanya memiliki
kecenderungan untuk melanggar maksim kesopanan yang sama, yaitu disapproval
atau “tidak menunjukkan persetujuan/pengakuan terhadap lawan bicara”.
Slide 13: Fakta bahwa kesopanan masyarakat dalam berkomunikasi di portal berita online
masih sangatlah rendah adalah hal yang disayangkan, apalagi jika mengingat bahwa
Indonesia dikenal dengan masyarakatnya yang ramah dan sopan. Karena itu, untuk
meningkatkan kesopanan masyarakat, ada beberapa hal yang harus diperbaiki.
Pertama, perbaikan norma dan etika. Khususnya untuk pemerintah, perlu ada
penekanan lebih mengenai norma dan etika dalam bersosialisasi dalam dunia maya.
Kedua, sistem filtrasi. Hal ini perlu diperhatikan oleh penyedia layanan, contohnya
Instagram. Penting bagi pihak penyedia layanan untuk lebih meningkatkan sistem
filtrasi karena jika tidak ada tindakan serius dari pihak penyedia layanan, maraknya
komentar-komentar yang tidak sopan akan dianggap menjadi sesuatu yang biasa dan
menunjukkan tindakan pembiaran terhadap sesuatu yang tidak baik untuk masyarakat.
Ketiga, kesadaran diri. Seperti yang sudah disampaikan, Indonesia dipandang sebagai
negara yang memiliki masyarakat ramah dan sopan. Penting bagi para pemilik akun
untuk mempertimbangkan hal ini saat berkomunikasi atau berkomentar di media
sosial. Selain itu, para pemilik akun juga diharapkan lebih memerhatikan perasaan
pihak yang dikomentari, karena dengan tidak memedulikan kesopanan, bisa timbil
konflik yang bisa berdampak serius bagi kesatuan bangsa. Terakhir, politik adalah
fokus penelitian ini. Untuk mengetahui fenomena perbedaan kesopanan di portal
berita online, sangat diperlukan adanya gambaran fenomena ini dalam konteks lain,
seperti kesehatan, gosip, olahraga, dan sebagainya. Oleh karena itu, penelitian
terhadap koteks-konteks terebut sangatlah penting untuk dilakukan untuk menyusun
gambaran utuh fenomena perbedaan kesopanan di portal berita online.
TERAKHIR
Demikian akhir presentasi kami, kami akan dengan senang hati menjawab
pertanyaan-pertanyaan mengenai penelitian kami. Atas perhatiannya kami ucapkan
terima kasih.

Anda mungkin juga menyukai