Anda di halaman 1dari 47

PROSEDUR PELAKSANAAN KONSELING KELUARGA

3.1 Rencana Kerja


Tabel 3.1
Rencana Kerja Pelaksanaan Koseling Keluarga
No Tanggal Kegiatan Sasaran Target
1. Pembuatan surat ijin BAAK SPS Surat Ijin
2. Perijinan Sekolah Diperoleh ijin untuk
melaksanakan tugas
mata kuliah Konseling
Keluarga
3. Observasi Sekolah Diperolehnya hasil
identifikasi
4. Pembuatan Instrumen Mahasiswa Diperolenya intrumen
Identifikasi dan Asesmen identifikasi dan asesmen
pada Anak dan Keluarga
5. Pelaksanaan Identifikasi Anak dan Diperolehnya data hasil
pada Anak dan Keluarga Keluarga identifikasi pada anak
dan keluarga
6. Pelaksanaan Asesmen pada Anak dan Tersusunnya hasil
Anak dan Keluarga Keluarga asesmen secara
menyeluruh mengenai
profil anak dan keluarga
7. Pembuatan Laporan Mahasiswa Tersusunnya laporan
Pelaksanaan Identifikasi hasil pelaksanaan
pada Anak dan Keluarga identifikasi pada anak
dan keluarga
8. Pemaparan Hasil Mahasiswa Tersampaikannya hasil
Identifikasi Anak dan dan Dosen identifikasi anak dan
Keluarga keluarga
9. Pengolahan Data Hasil Mahasiswa Tersusunnya hasil
Asesmen dan Pembuatan asesmen dan rancangan
Rancangan Program program konseling

1
No Tanggal Kegiatan Sasaran Target
Konseling Keluarga keluarga
10. Pemaparan Hasil Asesmen Mahasiswa Tersampaikaannya hasil
dan Rancangan Program dan Dosen asesmen dan rancangan
Konseling Keluarga program konseling
keluarga
11. Implementasi Program Sekolah Terhimpunnya data hasil
Konseling Keluarga di implementasi program
Sekolah konseling keluarga di
sekolah
12. Implementasi Program Anak dan Terhimpunnya data hasil
Konseling Keluarga pada Keluarga implementasi program
Anak dan Keluarga konseling keluarga pada
anak dan keluarga
13. Pengolahan Data Hasil Mahasiswa Tersusunnya data hasil
Implementasi Program dan implementasi program
Pembuatan Laporan dan laporan
Implementasi Proram implementasi program
Konseling Keluarga konseling keluarga
secara menyeluruh
14. Presentasi Akhir Konseling Mahasiswa Tersampaikannya
Keluarga dan Dosen laporan akhir mengenai
program konseling
keluarga secara
menyeluruh

2
3.2 Time Schedule
Tabel 3.2
Time Schedule Pelaksanaan Konseling Keluarga
September Oktober November Desember
Kegiatan
1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4
Pembuatan surat ijin
Perijinan
Observasi
Pembuatan Instrumen Identifikasi dan Asesmen pada Anak dan
Keluarga
Pelaksanaan Identifikasi pada Anak dan Keluarga
Pelaksanaan Asesmen pada Anak dan Keluarga
Pembuatan Laporan Pelaksanaan Identifikasi pada Anak dan
Keluarga
Pemaparan Hasil Identifikasi Anak dan Keluarga
Pengolahan Data Hasil Asesmen dan Pembuatan Rancangan
Program Konseling Keluarga
Pemaparan Hasil Asesmen dan Rancangan Program Konseling
Keluarga
Implementasi Program Konseling Keluarga di Sekolah
Implementasi Program Konseling Keluarga pada Anak dan
Keluarga

3
September Oktober November Desember
Kegiatan
1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4
Pengolahan Data Hasil Implementasi Program dan Pembuatan
Laporan Implementasi Proram Konseling Keluarga
Presentasi Akhir Konseling Keluarga

4
3.3 Skema Prosedur Pelaksanaan

Tahap I Tahap II Tahap III Tahap IV Evaluasi


Studi Implementasi
Pendahuluan

Desain
Asesment
Program
Keluarga
Kajian Teori

Profil Anak Validasi


Anak
Observasi

Uji Program
Profil Anak Lingkungan
Rumah
Wawancara

Revisi

Gambar 3.1 Prosedur Pelaksanaan

5
3.4 Pedoman Wawancara, Observasi, Identifikasi dan Asesmen
3.4.1 Pedoman Wawancara
Pedoman wawancara dibuat dengan tujuan untuk memperoleh informasi
berdasarkan pengamatan dan pengalaman narasumber yang berhubungan langsung
dengan subjek. Pedoman ini digunakan sebagai acuan ketika melakukan
wawancara dengan guru kelas mengenai perilaku subjek terkait perkembangan
bahasa ketika berada sekolah.
a. Pedoman Wawancara Guru
No Pertanyaan Narasumber
1 Bagaimana antusiasme orang tua apabila diajak berdiskusi Guru
mengenai kondisi anaknya?
2 Bagaimana pandangan Anda mengenai pola asuh orang Guru
terhadap anak?
3 Bagaimana kesigapan orang tua mengenai perilaku anak Guru
selama di sekolah?
4 Bagaimana peran ayah dan ibu dalam mengasuh anak Guru
menurut pandangan Anda?
5 Apakah orang tua mengetahui kondisi perkembangan anak Guru
dan pencapaiannya selama di sekolah?

b. Pedoman Wawancara Orang Tua


Pedoman wawancara untuk orang tua dibuat dengan tujuan untuk
memperoleh informasi berdasarkan pengamatan dan pengalaman narasumber yang
berhubungan langsung dengan subjek ketika berada di rumah maupun lingkungan
sekitar rumah. Pedoman ini digunakan sebagai acuan ketika melakukan
wawancara dengan orang tua mengenai perilaku subjek terkait perkembangan
bahasa ketika berada di rumah.
Pertanyaan Narasumber
1) Kondisi personal keluarga Orang tua
a) Bagaimana kepribadian keluarga?

6
Pertanyaan Narasumber
b) Bagaimana penerimaan keluarga terhadap kondisi anak?
c) Bagaimana sikap keluarga terhadap kondisi anak?
d) Bagaimana usaha orang tua untuk mengatasi kesulitan
yang dialami oleh anak?
2) Kondisi lingkungan non keluarga Orang tua
a) Bagaimana dukungan sosial keluarga terhadap anak?
b) Bagaimana hubungan pernikahan kedua orang tua?
c) Bagaimaina kondisi ekonomi dalam keluarga?
3) Kualitas hubungan orang tua dan anak Orang tua
a) Bagaimana kualitas hubungan ayah dan anak?
b) Bagaimana kualitas hubungan ibu dan anak?
c) Bagaimana kualitas hubungan anak dan saudara?
4) Peran keluarga dalam pengasuhan Orang tua
a) Bagaimana peran kedua dalam pengasuhan terhadap anak?
b) Siapa yang paling berperan dalam pengasuhan anak di
keluarga?Apakah peran ibu terhadap pengasuhan lebih
dominan dari ayah, atau sebaliknya?
c) Apakah anak selalu membutuhkan pendampingan dari
orang tua?
d) Siapa yang turut terlibat dalam pengasuhan anak selain
kedua orang tua?
5) Kesehatan dan perlindungan keluarga Orang tua
a) Bagaimana riwayat kesehatan kedua orang tua?
b) Bagaimana riwayat kesehatan anak?
6) Keterampilan dan kompetensi orang tua dalam Orang tua
menghadapi masalah pada anak
a) Kapan orang tua menyadari bahwa kondisi perkembangan
anaknya berbeda dari anak pada umumnya?
b) Bagaimana reaksi orang tua ketika pertama kali

7
Pertanyaan Narasumber
mengetahui bahwa perkembangan anaknya berbeda dari
anak pada umumnya?
c) Bagaimana langkah-langkah yang dilakukan orang tua
dalam menghadapi masalah tersebut?
d) Apakah orang tua berkonsultasi terhadap ahli untuk
memecahkan masalah yang dihadapi anak?
7) Kondisi perkembangan anak Orang tua
a) Bagaimana riwayat perkembangan anak ketika berada
dalam kandungan?
b) Bagaimana perkembangan anak ketika memasuki usia pra
sekolah?
c) Bagaimana perilaku anak selama di rumah?
d) Apakah orang tua mengetahui rutinitas anak selama di
sekolah?

3.4.2 Pedoman Observasi


Observasi bertujuan untuk memperoleh informasi melalui pengamatan
perilaku subjek baik ketika berada di sekolah maupun di rumah. Pedoman
observasi digunakan ketika melakukan observasi mengenai kondisi subjek terkait
dengan perkembangan bahasa.
Fokus Aspek Yang Diamati
Mengetahui kondisi 1. Mengamati kondisi personal keluarga.
keluarga dan anak. 2. Mengamati kondisi lingkungan non keluarga.
3. Mengamati kualitas hubungan orang tua dan anak.
4. Mengamati peran keluarga dalam pengasuhan.
5. Mengamati kesehatan dan perlingdungan keluarga.
6. Mengamati keterampilan dan kompetensi orang tua dalam
menghadapi masalah pada anak.
7. Mengamati kondisi perkembangan anak.

8
3.4.3 Pedoman Dokumentasi
Pedoman dokumentasi disusun sebagai tuntunan bagi observer dalam
mendokumentasikan data. Pedoman dokumentasi berisikan tentang apa saja
yang akan diperoleh dengan dokumentasi, sehingga dalam pelaksanaannya
data yang dibutuhkan dapat terkumpul semua. Adapun pedoman dokumentasi
yang digunakan adalah :

No Ruang Lingkup

1 Kondisi personal keluarga

2 Kondisi lingkungan non keluarga

3 Kualitas hubungan orang tua dan anak

4 Peran keluarga dalam pengasuhan

5 Kesehatan dan perlingdungan keluarga


Keterampilan dan kompetensi orang tua dalam menghadapi masalah pada
7
anak
8 Perkembangan anak

3.4.4 Pedoman Identifiksi dan Asesmen


Tujuan asesmen adalah mengetahui informasi yang menyeluruh mengenai
kondisi subjek baik mengenai hambatan, kebutuhan, dan kemampuan yang dimiliki
subjek. Asesmen yang dilakukan merupakan asesmen perkembangan anak yang terdiri
dari aspek fisik-motorik, sosial-emosi, kognitif dan bahasa. Instrumen asesmen
perkembangan dikembangkan berdasarkan milestone perkembangan dari berbagai
sumber yaitu, School-Age Children (7-9 years) Developmental Milestone National
Resource Center for Family-Centered Practice and Permanency Planning, Child
Development Milestone 9-12 years dari Child Development Network-Quesland
Government (Quesland Health), Booklet Developmental Milestone Chart dari Institute
for Human Services for Ohio Child Walfare Training Program 2008 yang diadaptasi
dari “The Field Guide to Child Welfare Volume III: Child Development and Child
Welfare” oleh Judith S. Rycus, Ph.D., and Ronald C. Hughes, Ph.D, Child Welfare
League of America Press 1998 dan Child Development 9th Edition oleh Laura E,

9
Berk, Perkembangan Anak oleh Jown W. Santrock dan Perkembangan Anak oleh
Elizabeth B. Hurlock. Instrumen asesmen perkembangan menggunakan indikator
penilaian mampu, mampu dengan bimbingan, mampu dengan bantuan, dan tidak
mampu. Pedoman asesmen yang telah dikembangkan dapat dilihat pada tabel di
bawah ini.

Pedoman Identifikasi dan Asesmen Perkembangan

a. Perkembangan Fisik-Motorik

Usia Indikator
0-1 Tahun Tangan
Menyauk dengan telapak tangan
Memegang sebuah kubus di tangan kiri dan kanan
Menjumput dengan sempurna
Menggenggam dan menjangkau
Memungut benda denga jari
Memegang cangkir dan makan sendiri dengan sendok
Bagian Batang Tubuh
Membalik badan miring ke terlentang dan sebaliknya
Menarik ke posisi duduk tanpa bantuan
Mampu mengendalikan kandung air seni
Kaki
Mampu mengesot
Mampu merangkak
Berdiri tanpa bantuan
Berjalan tanpa bantuan
1-2 Tahun Dapat berjalan menyamping dan mundur
Berjalan dengan berjingkat
Turun dan naik tangga dengan bantuan
2-4 Tahun Berdiri di atas sebelah kaki
Turun dan naik tangga tanpa bantuan
5-6 Tahun Makan dan minum sendiri
Terampil dalam melempar dan menangkap bola
Berjalan mengikuti suatu garis pada lantai dengan keseimbangan
yang cukup baik
Mengendarai sepeda roda 3
7-9 Tahun Kemampuan koordinasi fisik
Menikmati keterampilan baru yang berhubungan dengan motorik
Terjadi peningkatan berat badan secara stabil

10
Usia Indikator
Mengendarai sepeda roda 2
9-12 Tahun Menunjukan ciri-ciri pubertas
Menikmati permainan secara berkelompok
Dapat berenang
Menggunakan anggota tubuh sesuai fungsinya
Menunjukan peningkatan dalam keterampilan fisik
Mampu menyusun suatu struktur dengan balok
Menulis secara luwes
Memiliki kecepatan dalam menulis
Menulis tidak melewati garis

b. Perkembangan Sosial-Emosi

Usia Indikator
1-2 Tahun Meniru atau mengamati satu sama lain atau berusaha mengambil
mainan anak lain
2-4 Tahun Bermain bersama kelompok
Melakukan percakapan dan memberikan saran secara lisan
2-6 Tahun Melakukan hubungan sosial dan bergaul dengan orang-orang di
lingkungan rumah
7-9 Tahun Kemampuan interaksi dengan teman sebaya
Memiliki banyak teman dengan gender yang sama
Mampu terlibat dalam sebuah kompetisi
Mempercayai nilai-nilai yang menjadi tuntunan
Memiliki identitas kelompok yang kuat
Mengembangkan prestasi
Mempunyai pertanyaan tentang alat reproduksi
Percaya bahwa peraturan dapat diubah
Patuh dengan hukum
9-12 Tahun Mampu memahami sudut pandang orang lain
Mampu menyelesaikan masalah dalam lingkup sosialnya
Kepekaan sosial terhadap permasalahan yang ada di lingkungan
sekitarnya

c. Perkembangan Kognitif

Usia Indikator
0-2 Tahun Tidak ada permanensi objek

11
Usia Indikator
Bentuk permanensi objek mulai berkembang
Kemampuan baru mengkoordinasikan skema-skema sederhana
dalam menunjukkan pola-pola yang jelas dalam usaha mencari
objek yang hilang
Secara aktif mencari objek di tempat objek tersebut menghilang
Mampu mengingat gambaran tentang objek yang hilang dalam
pikirannya lebih lama dari sebelumnya
Mampu mencari objek yang hilang dan muncul di beberapa
lokasi dan berhasil menemukannya
2-7 Tahun Mampu bermain peran
Mampu berpikir secara realistis, misal matahari berwarna
kuning, langit berwarna biru, daun berwarna hijau, dan mobil
berjalan di jalan raya
Munculnya minat dan dalam memikirkan dan menemukan
jawaban ataa hakikat segala sesuatu
7-9 Tahun Memiliki penilaian benar dan salah
Memahami konsep waktu serta angka
Mampu mengkomunikasikan sesuatu dengan menggunakan
kemampuan kognitif dan linguistik dasar
Mampu mengimitasi bahasa, kognitif, dan emosi
Mengenali sudut pandang orang lain
Dapat mengenali perbedaan makna tersirat dari sebuah prilaku
Mampu berpikir logis mengenai kejadian-kejadian konkret
Memahami konsep percakapan
Mengorganisasikan objek menjadi kelas-kelas hierarki
(klasifikasi)
Menempatkan objek-objek dalam urutan yang teratur (seralisasi),
misalnya mengurutkan sesuatu dari besar dan kecil serta panjang
dan pendek
11 Tahun Dapat secara akurat mengenali dan menyadari sudut pandang
s.d. dewasa orang lain
Mampu berpikir abstrak
Mulai membayangkan tentang masa depan
Mampu berpikir logis dalam menyelesaikan masalah

d. Perkembangan Bahasa

Usia Indikator
0-1 Tahun Babling menggunakan pola dan intonasi bahasa ibu
Mulai memahami kata-kata

12
Usia Indikator
Menggunakan gestur dalam berkomunikasi
Memahami struktur kata
Meniru kosakata
1-2 Tahun Mengenali pengucapan kata-kata yang tepat
Mengucapkan beberapa kata
Mengkombinasikan dua kata
Dapat mendeteksi kontras “b” dan “d” dalam diskriminasi suara
Dapat mengungkapkan bahasa secara lisan
Terlibat dalam suatu percakapan
3-5 Tahun Memahami benda-benda di sekitar
Menguasai cara berkomunikasi
Mengkonfirmasi sesuatu yang ambigu
Mengerti kata sifat, ukuran, dan warna
Bercerita secara berurutan
Mampu menguasai penggunaan “sekarang-kemudian”, “Hari ini-
kemarin”, “Hari ini-besok
6-10 Tahun Memahami perbedaan makna dari suatu dua kata yang memiliki
fonem yang mirip
Dapat memahami makna dari 10.000 kata
Mampu menarik kesimpul dari suatu pernyataan
Memahani makna suatu candaan
Mengerti kalimat pasif
Mampu menceritakan sesuatu yang ada di pikirannya
Menggunakan alat komunikasi
11 Tahun Menguasai 40.000 kata, termasuk isitlah abstrak
Mengerti kata sindiran
Mampu berkomunikasi dengan berbagai situasi
9-12 Tahun Mampu menggunakan serta memahami bahasa yang kompleks

13
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Profil Anak


4.1.1 Biodata
Nama : Ike Krisdamayanti
Jenis Kelamin : Perempuan
Tanggal Lahir : 31 Januari 2006
Usia : 11 tahun
Pendidikan : kelas 4 sekolah dasar
Anak ke : 3 dari 3 bersaudara

4.1.2 Riwayat Kelahiran


Pada saat mengandung subjek, ibu berusia 38 tahun yang merupakan usia
kehamilan beresiko. Ketika mengandung ibu tergolong aktif dan tidak pernah
sakit. Usia kandungan ibu ketika melahirkan adalah sembilan bulan dengan
proses kelahiran normal. Pada usia 1 tahun, subjek mengalami step sehingga
terjadi penurunan terhadap tumbuh dan kembang anak.

4.1.3 Perkembangan Fisik-Motorik


Ketika berusia 1 tahun, pertumbuhan dan perkembangan subjek berjalan
sesuai dengan tugas-tugas perkembangan pada umumnya. Subjek sudah dapat
mengucapkan kata ayah dan ibu. Subjek dapat melakukan tugas perkembangan
yaitu duduk, namun anak belum dapat merangkan dan berdiri pada usia 1 tahun.
Subjek berpindah tempat dengan ngesot di lantai karena belum dapat merangkak
maupun berjalan dengan cara merambat pada tembok atau perabotan yang ada di
sekitarnya. Setelah subjek mengami step, maka tidak terjadi perkembangan yang
berarti. Dalam fase perkembangan motorik, subjek tidak mengalami fase
merangkak sehingga subjek langsung pada tahap berdiri dengan bantuan.
Subjek belum dapat berjalan dengan mandiri ketika berusia 2 tahun dan
sangat mengandalkan orang-orang di sekitar. Subjek dapat berjalan dengan

14
mandiri ketika berusia 8 tahun. Hal ini dikarenakan subjek harus berjalan ketika
menuju sekolahnya dan ibunya sudah tidak mampu lagi untuk menggendong
anaknya. Namun, cara subjek ketika berjalan juga tidak sempurna karena posisi
tulang belakang subjek mengalami skoliosis. Kondisi pinggul subjek juga tidak
rata sehingga ketika berjalan, kaki kiri terlihat lebih panjang daripada kaki kanan.
Pada usia 11 tahun subjek sudah mengalami tanda-tanda pubertas yaitu
menstruasi.
Ketika berusia 11 tahun, terdapat beberapa tugas perkembangan yang belum
berhasil dicapai oleh subjek baik dalam aspek motorik kasar maupun motorik
halus. Subjek belum dapat naik dan turun tangga secara mandiri yang seharusnya
sudah bisa dilakukan ketika berusia 4 tahun. Subjek juga belum dapat naik
mengendarai sepeda roda 3 maupun sepeda roda 2. Berdasarkan hasil
identifikasi, hal ini dipengaruhi kemampuan dasar subjek dalam aspek
keseimbangan motorik kasar yang belum dikuasai dengan baik. Data
menunjukkan bahwa sampai pada saat ini subjek belum mampu berdiri dengan
kaki sebelah, berjalan pada sebuah garis lurus, dan melakukan jongkok.
Keetidakmampuan subjek dalam motorik kasar juga sangat berpengaruh pada
activity daily living seperti, buang air besar. Subjek tidak dapat menggunakan
kloset jongkok secara mandiri, karena subjek tidak dapat melakukan pose
tersebut ketika buang air besar. Subjek hanya dapat melakukan pose jongkok
dengan bantuan yaitu berpegangan pada sebuah benda. Subjek sampai pada usia
11 tahun belum dapat mengendalikan kandung air seni dengan baiik sehingga
subjek seringkali melakukan buang air kecil dimana saja dan kapansaja, ibu dari
subjek memakaikan pampers sebagai antisipasi ketika berpergian. Di sisi lain,
kemampuan subjek dalam berjalan dan menendang sudah cukup baik hal ini
ditunjukkan ketika subjek sudah dapat melakukan koordinasi dalam motorik
kasar, yaitu menendang bola.
Kemampuan motorik halus subjek belum berkembang dengan baik. Subjek
belum mampu menguasai beberapa tugas perkembangan sesuai dengan usia
kronologisnya. Tugas perkembangan yang belum dikuasai subjek yaitu

15
memegang pensil dan menuliskannya secara luwes serta hal-hal yang
memutuhkan keterampilan motorik halus seperti meronce dan memasukkan
benang dalam jarum. Pada usia 11 tahun, hal-hal yang sudah dikuasai subjek
yaitu, menyauk dengan telapak tangan, memegang benda di kedua tangannya,
menggegam dan menjangkau, memungkut benda dengan jari, memegang cangkir
serta melempar benda. Subjek seringkali memegang dan menjangkau orang-
orang yang berada di sekitar dirinya. Subjek dapat mencubit dan mencakar
menggunakan jari jemarinya. Subjek dapat memungut benda dengan jarinya
salah satunya makan dengan menggunakan tangan. Subjek juga dapat memegang
benda dengan baik. Namun, beberapa hal yang sudah dapat dicapai oleh subjek
yaitu memegang, memungut, serta melempar akan berujung kepada hal negatif.
Berdasarkan data hasil identifikasi, kemampuan subjek dalam memegang
berujung pada menyakiti orang lain yaitu mencubit dan mencakar. Sehingga orag
lain seringkali enggan untuk berdakatan dengan subjek. Di samping itu,
kemampuan anak dalam memungut juga belum baik, apabila subjek diminta
makan secara mandiri menggunakan tangan, subjek kemudian memungut dan
meremas makanan tersebut sebelum memasukannya ke dalam mulutnya. Hal ini
menjadikan sang ibu kewalahan dan akhirnya selalu menyuapi anaknya ketika
makan agar tidak membuat makanan menjadi berantakan. Kemampuan subjek
dalam melempar, berdasarkan penuturan ibu dari subjek, subjek belum dapat
melempar dengan tujuan seperti melemparkan bola agar tepat sasaran. Namun,
subjek dapat melempar dalam arti negatif dan destriktif sehingga aktivitas yang
sering dilakukan oleh subjek adalah melemparkan benda-benda seperti gelas dan
handphone yang berada di sekitar sehingga sangat mengganggu bagi orang lain
di sekitar.
Beberapa kemampuan motorik halus dan kasar baik yang belum maupun
dikuasai oleh subjek belum dapat sepenuhnya memberikan hal yang positif bagi
perkembangan subjek. Hal ini berdampak pada activity daily living yang belum
dapat dilakukan subjek secara mandiri dan selalu membutuhkan bantuan dari

16
orang lain tanpa mengesampingkan fakta bahwa terdapat perilaku subjek yang
destruktif terhadap benda-benda di sekitar.
4.1.4 Perkembangan Sosial-Emosi
Kemampuan sosial dan emosi subjek pada usia 11 tahun berada di bawah
usia kronologis. Subjek belum dapat memenuhi tugas-tugas perkembangan sesuai
dengan usianya baik dalam aspek emosi maupun sosial. Subjek belum dapat
memahami sudut pandang orang lain dan menyelesaikan masalah dalam lingkup
sosialnya serta melakukan interaksi yang intens dan bermain dengan teman
sebaya.
Subjek belum dapat mengungkapkan keinginan dan mengekspresikan apa
yang dia rasakan. Ketika subjek menginginkan sesuatu, dia mengunkapkannya
dengan memegang dan mencubit orang yang paling dekat dengan dirinya. Ketika
orang lain bersikap menghindari subjek, maka subjek akan bersikap ofensif
terhadap orang lain seperti memukul. Pada suatu hari subjek ingin pergi ke
sekolah ketika hari libur, namun subjek tidak mengungkapkan bahwa dia ingin
pergi ke sekolah sehingga subjek hanya mengekspresikannya dengan menangis.
Kemampuan subjek mengungkapkan emosinya masih sangat rendah.
Kemampuan yang sudah dapat dikuasai subjek dalam aspek emosi adalah subjek
sudah dapat merasakan emosi melalui bahasa ekspresif orang lain, subjek dapat
meneteskan air mata apabila mendengar perkataan lirih, sedih, dan lemah lembut
dari orang lain. Di lain hal, subjek dapat merasakan rasa senang, hal ini
ditunjukan ketika subjek tersenyum dan berdiam diri ketika mendengar alunan
lagu “sunda” ketika berada di rumah. Subjek juga sangat senang dan diam ketika
melihat tayangan televisi. Keluarga yang paling dekat dengan subjek adalah ibu.
Subjek tidak memiliki kedekatan emosional terhadap ayah, kakak, dan keluarga
terdekat. Subjek tidak dapat diasuh oleh orang selain ibu sehingga subjek sering
gelisah ketika bersama dengan ibu.
Ketidakmampuan subjek dalam melakukan percakapan secara lisan
menjadikan intensitasnya dalam berinteraksi di lingkungan sekitar menjadi
sangat minim. Berdasarkan hasil identifikasi hal ini disebabkan oleh perilaku

17
subjek yang dianggap menyakiti orang lain sehingga orang-orang di sekitar
khususnya teman-temannya menjadi takut. Subjek akan memegang dengan
sangat erat, mencubit, dan mencakar ketika dikelilingi orang di sekitar. Hal inilah
yang membuat orang lain khususnya teman sebaya menjadi takut untuk memulai
interaksi dengan subjek. Kemampuan interaksi subjek yang rendah menjadikan
hubungan dan lingkungan sosial subjek menjadi terbatas. Di dalam lingkungan
keluarga, Ibu adalah satu-satunya orang yang paling dekat dengan anak karena
subjek hanya merasa nyaman ketika bersama dengan ibunya. Menurut penuturan
ibu, subjek tidak melakukan tindakan yang ofensif apabila lawan bicara atau
lingkungan sekitar tidak menghidari dan melakukan perlawanan terhadap subjek.
Selain ibu dari keluarga, subjek menunjukkan kedekatan emosional dengan
salah satu teman sekelasnya yang tinggal di sekitar rumahnya. Hal ini
ditunjukkan ketika subjek melewati rumah temannya ketika dalam perjalanan
menuju sekolah. Pada saat itu, subjek berhenti di depan rumah temannya dan
menunggu temannya untuk menyapa dan apabila hal tersebut terjadi maka subjek
akan tersenyum dan melajutkan perjalanan ke sekolah. Kegiatan tersebut
merupakan salah satu rutinitas yang harus dilakukan subjek ketike pergi ke
sekolah dengan berjalan kaki.
Hasil identifikasi menunjukkan bahwa subjek dapat merasakan emosi positif
dari orang lain dan menjadikannya ingin berinteraksi dengan orang tersebut.
Emosi negatif pada subjek akan muncul ketika dia sulit untuk megungkapkan
keinginannya dan hal tersebut tidak dimengerti oleh orang lain. Salah satu
perilaku yang ditunjukkan adalah meukul dan mencubit, namun karena
lingkungan sekitar yang tidak memahami kondisi subjek dengan baik akan
menjauh darinya dan menjadikan interaksi serta lingkungan sosial menjadi
terbatas.
4.1.5 Perkembangan Kognitif
Kemampuan kognitif subjek berada di bawah usia kronologisnya saat ini
yaitu 11 tahun. Berdasarkan hasil identifikasi, apabila ditaris dari tahap-tahap
perkembangan kognitif menurut Piaget yaitu operasional formal, maka terdapat

18
beberapa tugas perkembangan yang belum diakuasai subjek. Pada usia 11 tahun,
subjek seharusnya sudah dapat memahami sudut pandang orang lain dan
menunjukkan peningkatan kemampuan kognitif yaitu berpikir secara abstrak dan
logis. Namun, hal tersebut belum berkembang dalam diri subjek. Pada tahap
operasional konkrit, subjek mengalami beberapa kesulitan sehingga tugas-tugas
perkembangan tidak dapat tercapai dengan baik. Kemampuan kognitif subjek
tergolong masih sangat rendah, hal tersebut ditunjukkan dengan kurangnya
kemampuan subjek dalam memahami percakapan serta menggunakan
kemampuan linguistik dasar. Kemampuan kognitif subjek dalam mengimitasi
bahasa ekspresif dan memahami bahasa reseptif masih rendah dan
mengakibatkan dirinya sulit memahami konsep percakapan dan mengenali sudut
pandang orang lain. Namun sisi lain, kemampuan subjek dalam mengimitasi
sudah mulai muncul yaitu dengan mengimitasi emosi orang lain yang ditujukkan
dengan kemampuan subjek dalam tersenyum, tertawa, dan menangis. Perilaku
tersebut muncul karena kemampuan kognitif subjek sudah cukup baik dalam
meniru ekspresi berdasarkan proses pengamatan terhadap lingungan sekitar.
Pada tahap pra operasional, subjek belum mampu mencapai tugas
perkembangan dalam bermain peran, munculnya minat dan menemukan hakikat
segala sesuatu, serta bepikir secara realistis baik mengenal matahari berwarna
kuning, langit berwarna biru, daun berwarna hijau, dan mobil berjalan di jalan
raya. Tugas-tugas tesebut dapat dikatakan belum tercapai karena tidak nampak
pada subjek karena subjek memiliki kemampuan kognitif subek sangat minim.
Pada tahap sensomotorik, terdapat beberapa tugas perkembangan yang dikuasai
oleh subjek. Berdasarkan hasil identifikasi, subjek dapat mengenai permanensi
objek dalam aktivitas sehari-hari. Subjek dapat mengkoordinasikan skema-skema
sederhana dalam menunjukkan pola-pola yang jelas dalam usaha mencari objek
yang hilang. Ketika subjek sedang libur sekolah, dia terus menangis dan merasa
marah karena tidak pergi ke sekolah. Hal ini menunjukkan bahwa subjek
merasakan bahwa terdapat rutinitas harian yang menghilang dan tidak ia lakukan.
Subjek juga menunjukkan kemampuannya dalam mengingat gambaran tentang

19
objek ketika dia dapat berhenti tepat di depan rumah temannya sebelum pergi ke
sekolah, untuk menunggu temannya menyapa. Hal tersebut menunjukkan bahwa
kemampuan kognitif subjek dalam permanensi objek sudah baik.
Kemampuan kognitif subjek yang rendah berakibat pada minimnya
perolehan bahasa dari lingkungan dan menjadikan subjek sulit mengungkapkan
apa yang sebenarnya dia inginkan. Perilaku tersebut berujung kepada bentuk
komunikasi yang bersifat agresif dan ofensif kepada orang lain sehingga
lingkungan sebagai tempat berinteraksi menjadi terbatas.
4.1.6 Perkembangan Bahasa
Perkembangan bahasa subjek tidak berjalan tahap perkembangan anak pada
umumnya. Ketika berusia 1 tahun, subjek dapat bicara dengan baik sesuai tahap
perkembangan. Subjek dapat melakukan babling dan mulai memahami kata-kata
dari lingkungan di sekitar. Subjek juga sudah dapat mengucapkan kata ayah dan
ibu dengan baik. Perkembangan bahasa subjek mulai mengalami penurunan dan
tidak berkembang ketika mengalami penyakit step sebelum berusia 2 tahun.
Sejak saat itu subjek tidak dapat mengucapkan kata-kata maupun kalimat
sederhana. Kemampuan bahasa subjek mengalami degradasi sehingga
perkembangan bahasa reseptif dan ekspresifnya tidak berjalan sesuai dengan
tahap perkembangan.
Ketika berusia 11 tahun, subjek belum mampu memahami serta
menggunakan bahasa yang kompleks. Kemampuan berkomunikasi subjek dalam
berbagai situasi juga tidak muncul. Subjek belum dapat menguasai 40.000 kata
termasuk istilah abstrak. Hal teramati dengan jelas karena subjek tidak pernah
berkomunikasi dengan bahasa ekspresif berupa kata dan kalimat. Subjek hanya
mengeluarkan suara yang terdengar seperti mengguman, tertawa, dan menangis.
Berdasarkan hal tersebut dapat disimpulkan bahwa subjek mengalami kesulitan
dalam mengungkapkan bahasa secara lisan.
Kemampuan bahasa reseptif subjek berada pada tahap memahami sebuah
kata sederhana, yaitu namanya sendiri dan nama seseorang yang memiliki
kedekatan emosional dengannya. Subjek memberikan respon ketika seseorang

20
memanggil dan menyebutkan namanya. Subjek juga memberikan respon yang
ketika ibunya menyebutkan nama temannya yang sering dia kunjungi.
Kemampuan subjek dalam mengungkapkan bahasa ekspresif secara lisan masih
sangat rendah. Subjek belum dapat mengungkapkan secara lisan mengenai
kebutuhannya dalam activity daily living, kecuali pada kegiatan buang air besar,
subjek mengerluarkan suara menggumam. Namun, untuk kegiatan lainnya subjek
belum dapat mengugkapkannya. Subjek tidak dapat mengungkapkan ketika dia
ingin buang air kecil kepada ibunya, sehinga subjek seringkali mengompol di
temapt tidur dan memakai pampers ketika berpergian. Sebagai kompensasi
kesulitan subjek dalam berkomunikasi, maka subjek berperilaku aktif dan agresif
terhadap orang lain. Subjek seringkali memegang dan mencakar orang yang
berada dekat dengan dirinya untuk mendapatkan perhatian. Subjek melakukan
hal tersebut sebagai bentuk komunikasi non verbal. Namun, hanya sebagian
orang yang mengerti mengenai kondisi subjek. Lingkungan seringkali menjauhi
anak agar terhidar dari perilaku tersebut. Orang tua juga belum memahami betul
bagaimana bentuk komunikasi yang anak gunakan, selama ini orang tua hanya
menerka-nerka apa kebutuhan dan keinginan dari anaknya.

4.2 Profil Keluarga


4.2.1 Kondisi Keluarga dari Sudut Pandang Guru
Berdasarkan hasil wawancara terhadap guru kelas subjek mengenai hal-hal
yang terkait dengan kondisi keluarga mengenai antusiasme orang tua ketika
diajak berdiskusi mengenai kondisi anaknya. Guru menjelaskan bahwa orang tua
khususnya ibu antusias ketika diajak berdiskusi mengenai anaknya, ibu juga mau
menerima saran-saran yang diberikan oleh guru. Namun pada awalnya ibu sangat
tertutup mengenai penanganan terhadap anaknya, sebelum bersekolah anaknya
hanya diberikan terapi saja di rumah sakit Hasan Sadikin dengan menggunakan
kartu jaminan kesehatan dari pemerintah. Awalnya ibu enggan untuk
menyekolahkan anaknya, ketika ibu bekerja anak selalu digendong dan diajak
ketika ibu bekerja, malihat hal tersebut guru-guru yang mengajar di SLB

21
Muhammadiyah merasa kasihan dengan anak, sehingga ibu disarankan oleh
guru-guru untuk menyekolahkan anaknya di sekolah tersebut, namun ibu
menolak untuk menyekolahkan anaknya karena alasan tidak punya biaya,
kemudian guru beserta kepala sekolah menjelaskan bahwa untuk bersekolah
tidak dipungut biaya yang besar, selain itu juga ada program bantuan biaya dari
pihak sekolah, kemudian seiring berjalannya waktu ibu mau menyekolahkan
anknya tersebut.
Selanjutnya mengenai pola asuh orang tua menurut pandangan guru, orang
tua masih belum memberikan pola asuh yang tepat atau sesuai dengan kondisi
anaknya. Ibu terkadang belum memahami mengenai perilaku dan apa yang
menjadi keinginan anaknya karena anak juga mengalami hambatan dalam
berkomunikasi. Karena itulah ibu merasa kebingungan ketika anak menginginkan
sesuatu, tetapi ibu tidak memahami apa yang menjadi keinginan anak. Guru
menjelaskan Pada awal masuk sekolah sering melihat anak jika pergi ke sekolah
berangkat dari rumah sampai sekolah setiap hari digendong ibunya, dari hal
tersebut guru memberikan penjelasan kepada orang tua bahwa anak juga harus
diajari kemandirian. Pengetahuan dan pemahaman ibu mengenai anak
berkebutuhan khusus masih relatif rendah sehingga ibu belum dapat memberikan
pola pengasuhan yang tepat terhadap anaknya.
Mengenai kesigapan orang tua terhadap perilaku anak selama disekolah
mnurut penjelasan yang diberikan oleh guru, ibu merasa kesulitan dalam
menangani perilaku anak, guru melihat bahwa orang tua kurang tepat dalam
menangani anaknya. Ketika disekolah anak selalu membawa bekal untuk
dimakan ketika istirahat, guru sering melihat bahwa anak ketika makan selalu
disuapi oleh ibu, kemudian ketika guru melihat hal tersebut secara terus menerus
setiap hari maka guru meberikan sedikit pemahaman kepada ibu agar anak
diajarkan kemandirian untuk belajar makan sendiri.
Menurut penjelasan dari guru peran kedua orang tua atau ayah dan ibu dalam
pengasuhan anak yang paling dominan atau bahkan mutlak berperan dalam
pengasuhan yaitu ibu. Mulai dari mencukupi kebutuhan yang diperlukan anak,

22
merawat anak setiap harinya dan juga sampai mengantar atau menunggu anaknya
disekolah hanya dilakukan oleh ibu saja. Hal tersebut dikarenakan ayah dan ibu
sudah lama berpisah atau bercerai, anak hanya tinggal bersama ibu dan kakak
pertamanya. Ayah dari subjek kurang memperhatikan anaknya, sehingga
pengasuhan dan kasih sayang hanya didapatkan dari ibunya.
Berdasarkan pemaparan dari guru kelas subjek mengenai Apakah orang tua
mengetahui kondisi perkembangan anak dan pencapaiannya selama di sekolah,
guru menuturkan bahwa orang tua atau ibu kurang mengetahui secara detail
mengenai perkembangan dan pencapaian anak selama disekolah, ibu hanya
mengetahui perkembangan yang bersifat akademis saja tanpa mengetahui
perkembangan yang bersifat nonakademis. Ibu kurang mengetahui bahwa
perkembangan lain seperti sosial emosi juga berkembang di lingkungan sekolah.
guru menjelaskan bahwa pada awal masuk sekolah, ibu dari anak mempunyai
tuntutan perkembangan yang bersifat akademis kepada guru dan anaknya, tanpa
melihat kondisi anak. Kemudian guru menjelaskan banyak hal kepada orang tua,
tidak hanya perkembangan akademis saja yang ditekankan di sekolah tetapi
perkembangan yang lain juga diberikan stimulus.
4.2.2 Kondisi Keluarga berdasarkan Hasil Pengamatan
a. Kondisi personal keluarga
Kepribadian orang tua dalam hal ini ibu memiliki rasa sayang terhadap
subjek, hal tersebut dapat teramati dengan kepedulian dan perhatian yang
dicurahkan terhadap subjek, ibu selalu ada untuk mendampingi subjek. Ibu juga
memiliki pembawaan yang ramah sehingga memudahkan peneliti untuk
berinteraksi dengan keluarga. Karena kondisi keluarga subjek telah bercerai
menjadikan peneliti hanya mengetahui kepribadian ayah dari penuturan orang tua,
karena menurut pemaparan ibu, ayah subjek tidak pernah menemui subjek dalam
jangka waktu yang lama. Ibu telah menerima kondisi yang dialami oleh subjek,
beliau menjalani kondisi tersebut dengan tidak banyak mengeluh, sementara dari
pemaparan ibu, salah satu penyebab perceraian antara keduanya adalah karena
kondisi subjek. Ayah bersikap sayang terhadap subjek pada saat subjek masih

23
bayi, namun setelah subjek sakit yang berujung pada penurunan kondisi subjek
hingga saat ini, ayah mulai menunjukan perhatian yang kurang bahkan cenderung
acuh. Sehingga dengan kata lain ayah tidak dapat menerima kondisi yang dialami
oleh subjek, begitupun dengan saudara dari subjek yang ikut tinggal bersama
ayahnya. Ibu pernah berusaha untuk mencari solusi guna menyelesaikan
permasalahan yang dihadapi oleh subjek, dengan mendaftarkan subjek ke tempat
terapi, namun orang tua beranggapan progres yang diperoleh oleh subjek setelah
mengikuti program terapi tidak ada, bahkan semakin menurun sehingga ibu
memutuskan untuk menghentikan program terapi yang diikuti oleh subjek.
b. Kondisi lingkungan non-keluarga
Meskipun tinggal di lingkungan keluarga besar tetapi subjek tidak begitu
mendapatkan dukungan sosial dari lingkungan sekitarnya. Subjek hanya ditemani
oleh ibu dalam berbagai macam aktivitas yang dijalani. Subjek selalu berada di
dalam rumah ketika tidak ada kegiatan di sekolah karena tidak ada orang lain
selain ibu yang dapat diajak untuk bermain bersama, sehingga kemampuan dalam
berinteraksi subjek hanya terbangun dengan ibu saja. Sementara dari segi
hubungan pernikahan, ibu serta ayah telah berpisah yang mana menurut
penuturan yang diperoleh, salah satu yang menjadi penyebab perceraian tersebut
adalah kondisi subjek dimana ayah tidak dapat menerima kondisi yang dialami
oleh subjek sehingga memutuskan untuk bercerai. Dari segi ekonomi keluarga
sendiri, keluarga subjek tergolong pada ekonomi menengah kebawah, Ibu tidak
memiliki pekerjaan sehingga ibu hanya mengandalkan pendapatkan dari anak
pertamanya yang bekerja sebagai pegawai konstruksi bangunan, sementara ayah
semenjak bercerai tidak memberikan nafkah terhadap ibu serta subjek lagi.
Karena kondisi ekonomi inilah yang mengakibatkan subjek dari segi asupan
nutrisi tidak didapat secara baik. Tempat tinggal yang didiami oleh subjek juga
dari segi kesehatan masih tergolong hunian yang kurang sehat dan kurang baik
untuk perkembangan subjek.
c. Kualitas hubungan orang tua dengan anak

24
Hubungan keluarga dengan subjek ini hanya terbangun sangan baik dengan
ibu, karena mutlak segala kebutuhan serta kegiatan dari subjek dibantu oleh ibu,
dari mulai bangun tidur hingga tidur kembali interaksi yang dilakukan hanya
dengan ibu, sementara anggota keluarga lainnya seperti saudara subjek tidak
begitu peduli bahkan cenderung abai terhadap kondisi subjek. Hal tersebut juga
senada dengan apa yang dipaparkan oleh ibu yang mana saudara subjek selalu
acuh bahkan sering menolak ketika diminta tolong oleh ibu untuk menjaga
subjek ketika ibu sedang ada kesibukan lain. Sementara ayah subjek tidak pernah
berinteraksi dengan subjek, semenjak berpisah, ayah tidka pernah bertemu
dengan subjek meskipun pada saat hari raya sekalipun. Padahal lokasi tempat
tinggal ayah serta tempat tinggal subjek tidaklah begitu jauh jaraknya.
d. Peran keluarga dalam pengasuhan
Dalam pola pengasuhan subjek di keluarga mutlak ibu yang intens
mengasuh subjek dan mempersiapkan segala kebutuhan yang subjek perlukan
dari mulai bangun tidur hingga tidur kembali, pembagian peran dalam
pengasuhan ini tidak terjadi di keluarga subjek, karena ibu adalah orang tua
tunggal, sementara ayah tidak pernah memberikan perhatian terhadap subjek
bahkan untuk sekedar menjenguk atau menanyakan kondisi subjek saja tidak
pernah menurut pemamparan ibu. Sementara saudara dari subjekpun tidak begitu
peduli dengan kondisi yang dialami oleh subjek dan tidak memiliki keinginan
untuk ikut berkontribusi dalam pengasuhan bersama ibu. Padahal subjek
sangatlah memerlukan bantuan dalam segala kegiatannya, sementara ibu harus
berbagi kesibukan dengan aktivitasnya yang lain. Keluarga terdekat dari subjek
pun tidak banyak membantu dalam pengasuhan yang dilakukan, dikarenakan
saudara dari orang tua subjek memiliki beragam kesibukan.
e. Kesehatan dan perlindungan keluarga
Orang tua dari segi kesehatan menurut pemaparan dari ibu, mereka tidak
memiliki riwayat kesehatan yang jelek, ibu serta ayah termasuk orang yang sehat
secara fisik, sehingga pada saat ibu mengandung subjekpun tidak memiliki
hambatan yang berarti hingga persalinan dilaksanakan. Subjek terlahir dengan

25
kondisi yang normal, namun hal tersebut berubah ketika subjek pada usia balita
mengalami demam tinggi, semenjak sakit demam tersebutlah subjek mengalami
penurunan perkembangan sehingga semakin tertinggal dalam perkembangan dari
anak seusianya.
f. Keterampilan dan kompetensi orang tua dalam menghadapi masalah
pada anak
Orang tua baru menyadari bahwa subjek mengalami hambatan
perkembangan pada subjek berusia pra sekolah, orang tua pada awalnya
mengalami kebingungan dalam menangani kondisi subjek, hingga pernah
beberapa kali orang tua memeriksakan subjek ke dokter anak untuk mengetahui
apa yang terjadi. Ayah menurut pemaparan ibu adalah orang yang terpukul dan
tidak bisa menerima kondisi anaknya ketika divonis memiliki hambatan
perkembangan. setelah itu orang tua mencoba untuk mengikut sertakan subjek di
lembaga terapi dengan harapan agar subjek dapat berkembang seperti anak pada
umumnya. Namun setelah berapa lama, subjek tidak menunjukan perkembangan
yang berarti sehingga orang tua memutuskan untuk menghentikan program terapi
tersebut. Subjek semenjak itu tidak diberikan intervensi, hingga beberapa tahun
kemudian subjek dimasukan ke sekolah luar biasa.
g. Kondisi perkembangan anak
Kondisi ibu pada saat mengandung subjek menurut pemaparan, ibu tidak
mengalami hal-hal yang aneh pada saat subjek dalam kandungan. Kelahiran yang
dijalani oleh ibu juga dilakukan secara normal dengan usia kandungan yang sama
pada umumnya. Namun kejanggalan semakin terasa ketika subjek menginjak
tahapan pra sekolah dimana subjek awalnya berkondisi sama seperti balita pada
umumnya, namun pada usia dua tahun subjek mengalami sakit demam tinggi.
Semenjak demam tersebut kondisi subjek semakin menurun dari hari ke hari
yang tersu berlanjut hingga sekarang. Subjek mampu untuk berjalan di usia yang
telat jika dibandingkan dengan anak pada seuisianya saat itu, kemampuan
berkomunikasinya pun tidak dapat berkembang secara maksimal, hingga saat ini
subjek belum mampu untuk berbicara. Pada saat di rumah subjek tidak mampu

26
melakukan bina dirinya sendiri, segala sesuatu mesti didapat bantuan dari ibu,
sehingga kadar kemandirian subjek sangatlah rendah. Orang tua pun hanya
mengetahui rutinitas yang dijalankan subjek di sekolah dari pemaparan guru,
karena orang tua hanya menunggu di luar sekolah hingga subjek selesai dan siap
pulang ke rumah.

4.3 Pembahasan
Berdasarkan hasil identifikasi telah ditemukan subjek berusia 11 tahun
dengan kondisi keterlambatan dalam berbagai aspek perkembangan. Subjek
merupakan anak usia sekolah yang berada di kelas 4 sekolah dasar dan
merupakan anak ketiga dari tiga berdaudara. Subjek berasal dari sebuah keluarga
dengan kondisi ekonomi menengah ke bawah dan tinggal dengan ibu sebagai
orang tua tunggal dan seorang saudara laki-laki berusia 25 tahun. Ibu dari subjek
tidak memiliki perkerjaan dan mengandalkan anak pertamanya sebagai pencari
nafkah. Ibu menjadi orang tua tunggal sejak 9 tahun yang lalu ketika subjek
berusia 2 tahun dikarenakan proses perceraian dengan ayah dari subjek. Subjek
mengalami penurunan tumbuh kembang sejak mengalami penyakit step ketika
berada di usia 1 tahun. Sejak saat itu, subjek tidak dapat memenuhi tugas-tugas
perkembangan yang harus dilakukan oleh anak seusianya. Berbagai aspek yang
tidak berkembang dengan baik pada anak yaitu perkembangan kognitif, bahasa,
fisik-motorik, dan sosial.
Pada usia 11 tahun subjek belum dapat memenuhi tugas perkembangan
kognitif pada tahap operasional formal, sehingga kemampuannya dalam berpikir
abstrak dan logis belum dapat dikuasai dengan baik. Kemampuan kognitif yang
rendah mengakibatkan pada proses penerimaan informasi dari lingkungan sekitar
menjadi sangat minim. Rendahnya kemampuan kognitif berdampak pada proses
perkembangan bahasa. Subjek ketika berusia 1 tahun sudah dapat berkomunikasi
dengan bahasa ekspresif secara verbal, namun setelah mengalami step
kemampuan bahasa subjek baik dari aspek ekspresif maupun reseptif mengalami
penurunan dan proses perkembangannya menjadi sangat lamban. Pada usia 11

27
tahun subjek hanya bisa merespon ketika seseorang memanggil namanya, namun
dalam proses memahami kaata dan kalimat sederhana subjek sama sekali belum
mampu memahaminya. Kemampuan yang rendah dalam mengkomunikasikan
sesuatu membuat anak menjadi frustrasi dan berperilaku agresif terhadap orang
lain dengan memegang erat, mencubit, dan mencakar orang yang berada di
sekitarnya untuk mendapatkan perhatian. Subjek merupakan individu yang
sangat sulit memahami dan dipahami oleh orang lain karena minimnya
kemampuan dalam berkomunikasi. Hal ini diperparah oleh kondisi ibu yang
belum begitu memahami kondisi anaknya karena ibu tidak memiliki pengetahuan
yang cukup dan keterampilan untuk menangani kondisi dari anak.
Perkembangan bahasa yang lamban dan sulit dipahami oleh orang lain
membangun batas antara dirinya dan lingkungan sosial. Hal ini ditunjukkan oleh
ketergantungan subjek akan ibunya yang sangat tinggi dalam berbagai macam
situasi baik di rumah dan di sekolah. Selain aspek bahasa, subjek juga sangat
tergantung dengan ibunya dalam aktivitas sehari-hari seperti makan, minum,
buang air kecil dan air besar. Salah satu penyebab ketidakmandirian subjek
adalah perkembangan motorik subjek yang sangat lamban. Hal ini berdampak
pada peran serta ibu yang sangat penuh untuk melayani dan memenuhi segala
keperluan dari anak. Ibu merasa sangat kebingungan dan kesulitan untuk
melakukan aktivitas sehari-hari, karena di samping mengurus anaknya ibu juga
harus melakukan aktivitasnya sebgai ibu rumah tangga. Sedangkan di sisi lain
ibu tidak mendapat dukungan dari lingkungan keluarga.
Dukungan keluarga lainnya seperti ayah, nenek, dan saudara kandung
terhadap perkembangan dan pengasuhan terhadap subjek tidak nampak.
Meskipun tempat tinggal subjek dan ibunya berdekatan dengan tempat tinggal
neneknya, namun nenek tidak berperan secara aktif dalam pengasuhan terhadap
subjek. Di samping itu, kedua saudara laki-laki subjek juga sangat jarang
berinteraksi, bahkan untuk sekedar memberikan perhatian. Peran serta ayah
sebagai orang tua juga sangat minim. Ayah sangat jarang dan hampir tidak
pernah berniat menemui anak.. Hal ini menunjukkan bahwa sejak proses

28
perceraian dan tinggal terpisah dengan ayahnya, subjek sudah tidak memiliki
kedekatan emosional dan kurang mendapatkan perhatian dari ayahnya.
Meskipun kedua orang tua dari subjek telah bercerai, sebaiknya ayah dan ibu
memiliki peran aktif dalam proses pertumbuhan dan perkembangan dari subjek.
Portage model sebagai pendekatan berbasis rumah telah menekankan pentingnya
peranan orang tua dan memberikan kesempatan pada orang tua untuk menjadi
pengintervensi utama dan guru dalam kemitraan dengan suatu program intervensi
(Shearer dan Shearer dalam Roopnarine dan Johnson, 2009).
Bukan hanya ayah dan ibu yang sebaiknya berperan serta dalam tumbuh
kembang subjek, namun lingkungan mikrosistem yang terdapat di dalamnya.
Menurut Bronfenbrener (1977) lingkungan mikrosistem adalah lingkungan sosial
yang terdiri dari orang tua, adik-kakak, guru, teman-teman dan guru. Lingkungan
tersebut sangat mempengaruhi perkembangan individu terutama pada anak usia
dini sampai remaja. Keterlibatan dan peran aktif dai anggota keluarga sebagai
lingkup terkecil dimana anak tinggal sangatlah diperlukan. Dukungan dan
intervensi dalam perkembangan anak sangatlah berpengaruh dalam peningkatan
kemampuan yang dimiliki baik dalam aspek kognitif, bahasa, sosial, serta fisik
motorik. Menurut Shearer dan Shearer dalam Roopnarine dan Johnson (2009)
keterlibatan orang tua benar-benar mampu mempercepat tingkat pembelajaran
anak karena tingkat peran serta orang tua terkait positif dengan perkembangan
kognitif.
Ketika kedua orang tua telah berpisah dan memiliki keyakinan yang berbeda
dalam menjalani kehidupan mereka, namun orang tua masih memiliki kewajiban
dalam memenuhi dan memberikan layanan terbaik kepada anaknya. Kedua orang
tua baik ayah dan ibu harus memiliki visi yang sama dalam memberikan layanan
terbaik bagi anak mereka. Orang tua baik ayah dan ibu harus sepakat satu sama
lain bagaimana mereka akan membesarkan anak mereka terlepas dari kondisi
subjek yang memiliki kebutuhan khusus. Berdasarkan hasil identifikasi
ditemukan bahwa salah satu penyebab perceraian orang tua dari subjek adalah
kondisi perkembangan subjek yang tidak berkembang seperti anak pada

29
umumnya sehingga pada akhirnya membuat ayah menjadi frustrasi baik dan
memutuskan untuk bercerai.
Urgensi dari kondisi subjek saat ini adalah kebutuhan subjek akan peran
serta dari anggota keluarga secara utuh terhadap perkembangan anak. Orang tua
haruslah memiliki coping strategy berupa penerimaan secara utuh terhadap
kebutuhan khusus yang dimikiki anak mereka. Orang tua juga harus memiliki
intervention skill untuk meningkatkan kemampuan subjek dalam activity daily
living. Di samping itu, meskipun kedua orangtua telah bercerai, peran serta ayah
dalam proses pengasuhan terhadap anak tidak boleh dilupakan, sehingga anak
sesunggungnya memerlukan intensitas pertemuan yang lebih sering dengan
ayahnya. Ibu sebagai orang tua tunggal yang diamanahi untuk mengasuh dan
tinggal bersama anak juga harus memiliki pengetahuan mengenai hak anak dan
istri serta kewajiban dari mantan suami setelah bercerai, ibu sebaiknya tidak
pasrah dan hanya mengandalkan anak pertamnya untuk mendapatkan nafkah.
Peran aktif guru dan sekolah juga diperlukan dengan tujuan untuk
menciptakan lingkunganyang kondusif terhadap perkembangan anak yang dapat
menunjang berbagai aspek perkembangan anak selama di sekolah. Keberadaan
dan penerimaan dari teman sebaya terhadap subjek merupakan hal yang sangat
diperlukan guna menstimulus kemungkinan potensi yang masih dimiliki oleh
subjek. Hal ini sejalan dengan konsep konseling keluarga menurut Willis (2009)
yaitu keluarga dan sekolah merupakan dua sistem yang amat penting didalam
kehidupan anak dan remaja. Keluarga berperan utama adalam mempengaruhi
anak-anak dalam proses perkembangan dan sosialisasinya. Kemudian sekolah
tidak hanya mengembangkan keterampilan kognitif, akan tetapi juga
mempengaruhi perkembangan perilaku emosional dan sosial. Untuk selanjutnya
anak dipengaruhi oleh dua sistem itu.

30
BAB V
SIMPULAN

5.1 Simpulan
Family counseling atau konseling keluarga adalah upaya bantuan yang
diberikan kepada individu anggota keluarga melalui sistem keluarga
(pembenahan komunikasi keluarga) agar potensinya berkembang seoptimal
mungkin dan masalahnya dapat diatasi atas dasar kemauan dari semua anggota
keluarga. Tujuan dari konseling keluarga adalah sebagai suatu sarana untuk
memecahkan masalah yang terdapat di dalam keluarga.
Berdasarkan proses identifikasi ditemukan sebuah keluarga dengan
keberadaan anak berkebutuhan khsus usia 11 tahun yang memiliki kemampuan
kogntifi di bawah rata-rata. Anak merupakan anak ketiga dari tiga bersaudara
dengan kondisi bahwa kedua orang tua telah bercerai. Anak hidup dengan
ketergantungan yang sangat tinggi dengan ibunya yang merupakan orang tua
tunggal. Peran serta keluarga yang sangat minim dalam perkembangan anak
dikarenakan perceraian kedua orang tua, kemampuan ekonomi menengah ke
bawah, serta tempat tinggal yang berada di bawah standar kesehatan menjadikan
kesadaran terhadap kondisi perkembangan anak yang sesungguhnya menjadi
terabaikan. Konseling keluarga diharapkan dapat mejadi salah satu solusi dari
peneliti untuk mngatasi masalah yang terjadi selama ini terhadap keluarga.

5.2 Rekomendasi
Laporan ini diharapkan dapat memperdalam dan memperkuat teori konseling
keluarga dalam pendidikan khusus. Pengetahuan yang komprehensif mengenai
teori konseling keluarga akan membuat proses penyelesaian masalah dalam
keluarga anak berkebutuhan khusus dapat terlaksana dengan baik dan tepat
sasaran. Diharapkan kepada orang tua, keluarga, guru, dan teman sebaya dapat
menyediakan lingkungan yang kondusif bagi anak berkebutuhan khusus karena
akan secara langsung berdampak positif pada perkembangan anak.

31
DAFTAR PUSTAKA

Beck, Judith S. (2011). Cognitive-Behavior Therapy: Basic and Beyond (2nd ed).
New York: The Guilford Press.
Berk, L. E. (2013). Child Development 9th Edition. The United States of Amerika:
Pearson Education, Inc.
Berns, R.M. (2004). Child, Family, Scool, Communuty Socialization and Support.
Canada: Thomson Wadsworth.
Bronfenbrenner, U. (1977). Toward an Experimencal Ecology of Human
Development. American Psychologist, 1977, 513-531.
Capuzzi, D dan Gross, D.R. (2011). 5th Edition Conseling and Psycotherapy Theories
and Interventions. USA: The American Counseling Association.
Carr, D. (2009). Encyclopedia of the Life Course and Human Development
(Childhood and Adolecence). USA: Macmillan Reference
Colledge, R. (2002). Mastering Counseling Theory. New York: Palgrave Macmillan.
Diana, F.M. (2010). Pemantauan Perkembangan Anak Balita. Jurnal Kesehatan
Masyarakat, 4(2), pp. 116-129
Dobson, K.S. (2010). Handbook of Cognitive-Behavioral Therapies 3rd Edition.
United States of America: The Guilford Press
Effendi, dkk. (1995). Fungsi Keluarga Dalam Meningkatkan Kualitas Sumber Daya
Manusia. Jambi: Departemen Pendidikan Dan Kebudayaan
Latipun. (2001). Pisikologi Konseling. Malang: Universitas Muhammadiyah. Malang
Press
Minuchin. (1974). Families and Family Therapy. Cambridge: Harvad University
Press
Ohio Institute for Human Service. (2008). Developmental Milestone Chart. The
Institute for Human Services for The Ohio Child Welfare Training Program.
Queensland Government. (2013). Child Development Milestone 9-12 Years.
Queensland Government: Child Development Network.
Roopnarine, J.L. dan James E.J. (2009). Pendidikan Anak Usia Dini dalam Berbagai
Pendekatan. Portage: Sebuah Pedekatan Rumahan Internasional pada
Intervensi Terhadap Anak-anak dan Keluarga Mereka. Jakarta: Prenadamedia
Group. pp 79-108.
Santrock, J.W. (2007). Perkembangan Anak 11th Edition. Surabaya: Airlangga.
Siregar, E.Y dan Siregar, R.H. (2015). Penerapan Cognitive Behavior Therapy (CBT)
Terhadap Pengurangan Durasi Bermain Games Pada Individu Yang Mengalami
Games Addiction. Jurnal Psikologi, 9(1), pp. 17-24
Syarifuddin, Amir. (2006). Hokum Perkawinan di Indonesia Antara Fikih Munafakat
dan Undang-Undang Perkawinan. Jakarta: Kencana
Walgito, Bimi (2002). Bimbingan dan Konseling Perkawinan. Yogyakarta: ANDI
OFFSET.
Wilis, S.S. (2009). Konseling Keluarga (Family Counseling). Bandung: Alfabeta.

32
LAMPIRAN I
Hasil Wawancara Guru dan Orang Tua
a. Pedoman Wawancara Guru

33
No Pertanyaan Jawaban
1 Bagaimana antusiasme orang tua Orang tua khususnya ibu merasa
apabila diajak berdiskusi mengenai antusias ketika diajak berdiskusi
kondisi anaknya? dan menerima saran dari guru
mengenai penanganan terhadap Ike.
Pada awalnya, ibu merasa tertutup
mengenai penanganan terhadap
anak karena orang tua pada
awalnya hanya melakukan terapi
terhadap anak dan enggan untuk
memasukkan anak ke sekolah
karena faktor biaya. Namun, seiring
berjalannya waktu ibu dari Ike
mencoba untuk menyekolahkan
anaknya. Hal ini disebabkan
sekolah tidak menuntut biaya yang
besar terhadap orang tua.
2 Bagaimana pandangan Anda Orang tua Ike belum sepenuhnya
mengenai pola asuh orang terhadap memberikan pola asuh yang baik
anak? kepada anak. Ibu dari Ike sering
merasa kebingungan terhadap
perilaku dan keinginan anaknya.
Pemahaman Ibu dari Ike mengenai
pola asuh terhadap anak
berkebutuhan masih rendah,
sehingga ibu Ike belum dapat
memberikan pola asuh yang tepat
pada anak.
3 Bagaimana kesigapan orang tua Ibu dari anak seringkali merasa
mengenai perilaku anak selama di kesulitan dalam menangani

34
No Pertanyaan Jawaban
sekolah? perilaku anak, itu dipaparkan
menurut guru pada saat guru
melihat penanganan orang tua
terhadap subjek yang masih kurang
tepat dalam penanganannya.
4 Bagaimana peran ayah dan ibu dalam Peran ibu sangat dominan bahkan
mengasuh anak menurut pandangan mutlak terhadap pengasuhan
Anda? subjek, hal tersebut diakrenakan
orang tua dari subjek sudah lama
berpisah. ayah tidak pernah
menanyakan atau memberikan
perhatian terhadap subjek, itu
menyebabkan subjek hanya
mendapatkan penanganan serta
kasih sayang dari ibu saja.
5 Apakah orang tua mengetahui kondisi Orang tua belum mengetahui secara
perkembangan anak dan mendalam mengenai pecapaian
pencapaiannya selama di sekolah? dalam perkembangan subjek yang
telah ia capai di sekolah. orang tua
hanya mengetahui bahwa
perkembangan tersebut adalah
perkembangan akademik, tanpa
menyadari bahwa perkembangan
lainnya pun seperti sosial emosi
serta bahasa subjek dapat
berkembang di sekolah.

b. Hasil Wawancara Orang Tua

35
Pertanyaan Jawaban
1) Kondisi personal keluarga
a) Bagaimana kepribadian keluarga? Kepribadian orang tua dalam hal ini
bisa menerima orang-orang baru,
orang tua juag memiliki jalinan
silaturahmi dengan keluarganya
yang lain.
b) Bagaimana penerimaan keluarga Menurut pemaparan ibu,
terhadap kondisi anak? penerimaan ayah terhadap subjek
kyrang baik. ayah tidak peduli
dengan kondisi dari subjek. karena
ayah telah berpisah dengaibu dan
subjek, sehingga sudah sangat lama
ayah tidak bertemu dengan anak
meski sekedar menanyakan kabar.
c) Bagaimana sikap keluarga terhadap Dari pihak keluarga ini dalam hal
kondisi anak? ini ibu dan kakak, mereka dapat
menerima kondisi yang dialami
oleh subjek, namun ayah menurut
pemaparan ibu tidak dapat
menerima dengan kondisi yang
dialami leh subjek. sudah sekian
lama ayah tidak bertemu dengan
subjek.
d) Bagaimana usaha orang tua untuk Dalam emngatasi kesulitan dari
mengatasi kesulitan yang dialami subjek, ibu pernah mencoba
oleh anak? mendaftarkan subjek untuk
mengikuti terapi, namun tidak
berlangsung lama karena ibu
beranggapan bahwa hasil dari terapi

36
Pertanyaan Jawaban
tersebut tidak memberikan
peningkatan dalam perkembangan
subjek.
2) Kondisi lingkungan non keluarga
a) Bagaimana dukungan sosial Keluarga non inti dapat menerima
keluarga terhadap anak? kondisi yang dialami oleh subjek,
paman serta bibi dapat menerima
keberadaan subjek di
lingkungannya yang mana subjek
tingga di lingkungan kelaurga
besar.
b) Bagaimana hubungan pernikahan Status pernikahan dari orang tua
kedua orang tua? subjek adalah sudah bercerai.
sehingga pengasuhan mutlak
diperdayakan oleh ibu.
c) Bagaimaina kondisi ekonomi dalam Kondisi ekonomi dari keluarga
keluarga? subjek tergolong pada ekonomi
menengah kebawah.
3) Kualitas hubungan orang tua dan
anak
a) Bagaimana kualitas hubungan ayah Menurut pemaparan ibu, ayah tidak
dan anak? pernah menjenguk subjek atau
bahkan menanyakan kondisi subjek
terhadap ibu. kualitas hubungan
ayah dan anak tidak berjalan
dengan baik.
b) Bagaimana kualitas hubungan ibu Ibu menyayangi subjek sepenuh
dan anak? hati, ibu sangat peduli terhadap
perkembangan serta kondisi subjek.

37
Pertanyaan Jawaban
c) Bagaimana kualitas hubungan anak Tidak semua saudara dari subjek
dan saudara? memiliki hubungan yang baik
dengan subjek, karena saudara yang
tinggal bersama ayah tidak pernah
berkunjung untuk mengetahui
kondisi dari subjek.
4) Peran keluarga dalam pengasuhan
a) Siapa yang turut terlibat dalam Kakak yang tinggal bersama subjek
pengasuhan anak selain kedua orang serta ibu sering terlibat dalam
tua? pengasuhansubjek. Selain itu
paman serta kakek nenek yang
tinggal di dekat subjek sesekali
menemani subjek dalam
beraktivitas.
b) Bagaimana peran kedua orang tua Peran pengasuhan ini terkonsentari
dalam pengasuhan terhadap anak? di ibu. karena kondisi ayah yang
telah tinggal tidak serumah dengan
subjek mengakibatkan intensitas
bertemu ayah dengan subjek tidak
pernah terjadi.
c) Siapa yang paling berperan dalam Ibu sangat berperan dalam
pengasuhan anak di keluarga? pengasuhan subjek dalam kelaurga,
akrena segala sesaut yang
berhubungan dengan subjek akan
berhubungan juga dengan ibu.
d) Apakah peran ibu terhadap Iya, peran ibu sangat dominan
pengasuhan lebih dominan dari ayah, karena dalam hal inimenurut
atau sebaliknya? pemaparan ibu, ayah tidak memiliki
kontribusi dalam pengasuhan

38
Pertanyaan Jawaban
subjek.
e) Apakah anak selalu membutuhkan Iya, karena subjek masih sangat
pendampingan dari orang tua? kurang dalam kemandiriannya
untuk melaksanakan kegiatannya
sehari-hari. subjek memerlukan
bantuan dalam berbagai aktivitas
yang dilakukannya.
5) Kesehatan dan perlindungan keluarga
a) Bagaimana riwayat kesehatan kedua Ayah serta ibu tidak memiliki
orang tua? penyakit bawaan, serta keduanya
sehat-sehat saja dalam masa ketika
berumah tangga.
b) Bagaimana riwayat kesehatan anak? Subjek pada usia awal-awal
kelahiran memiliki kesehatan yang
baik, namun pada usia dua tahun
subjek mengalami demam tinggi,
yang mana setelah demam tersebut
kondisi perkembangan subjek
sangat lambat dan itu terjadi hingga
sekarang.
6) Keterampilan dan kompetensi orang
tua dalam menghadapi masalah pada
anak
a) Kapan orang tua menyadari bahwa Pada saat usia balita orang tua
kondisi perkembangan anaknya menyadari bahwa perkembangan
berbeda dari anak pada umumnya? yang dialami oleh sbjek terpaut
jauh dari perkembangan anak pada
usianya.
b) Bagaimana reaksi orang tua ketika Kedua orang tua kaget dengan

39
Pertanyaan Jawaban
pertama kali mengetahui bahwa kondisi yang dialami oleh subjek,
perkembangan anaknya berbeda dari serta ayahmenurut pemaparan ibu,
anak pada umumnya? sikapnya terhadap subjek berubah
semenjak hal tersebut terjadi.
c) Bagaimana langkah-langkah yang Orang tua seing kebingungan dalam
dilakukan orang tua dalam menangani kondisi ari subjek. hal
menghadapi masalah tersebut? ini dipaparkan ketika ibu tidak
mengerti apa yang harus dilakukan
ketika subjek berteriak-teriak.
d) Apakah orang tua berkonsultasi Ibu pernah mengkonsultasikan
terhadap ahli untuk memecahkan masalah yang dihadapi subjek
masalah yang dihadapi anak? terhadap terapis pada saat awal-
awal gejala muncul, namun hal itu
tidak dilaksanakan secara
berkelanjutan karena ibu
beranggapan subjek tidak
mengalami perkembangan selama
mengikuti program terapi.
7) Kondisi perkembangan anak
a) Apakah orang tua mengetahui Hanya ibu yang mengetahui
rutinitas anak selama di sekolah? rutinitas subjek selama mengkuti
proses pembelajaran di sekolah,
karena ibu setiap ahri mengantar
subjek untuk bersekolah dan
menunggunya hingga selesai
sekolah. namun ayah tidak pernah
tau mengenai perkembangan anak
di sekolah.
a) Bagaimana riwayat perkembangan Pada saat dalam kandungan, ibu

40
Pertanyaan Jawaban
anak ketika berada dalam tidak meraskan ada kejanggalan
kandungan? dalam kandungannya, usia
kandungannya pun normal.Pada
proses persalinannya juga tidak
memiliki hambatan berarti.
b) Bagaimana perkembangan anak Pada usia pra sekolah, subjek pada
ketika memasuki usia pra sekolah? awalnya berkembang seperti balita
pada umumnya, namun semua hal
berubah ketika pada usia dua tahun
subjek mengalami sakit panas
tinggi, dan setelah itu
perkembangan subjek sangat minim
dan berlanjut hingga sekarang.
c) Bagaimana perilaku anak selama di Perilakusubjek ketika di rumah
rumah? masih sangat bergantung terhadap
ibu dalam segala hal.
kemandiriannya masih rendah
sehingga kadar ketergantungan
terhadap ibu sangat tinggi.

41
LAMPIRAN II
Intrumen Identifikasi dan Asesmen Perkembangan
a. Perkembangan Fisik-Motorik

Penilaian
Mampu Mampu
Tidak
Usia Indikator Mampu Dengan Dengan
Mampu
Bimbingan Bantuan
0-1 Tahun Tangan
Menyauk dengan telapak tangan √
Memegang sebuah kubus di tangan kiri dan kanan √
Menjumput dengan sempurna √
Menggenggam dan menjangkau √
Memungut benda denga jari
Memegang cangkir dan makan sendiri dengan sendok
Bagian Batang Tubuh
Membalik badan miring ke terlentang dan sebaliknya √
Menarik ke posisi duduk tanpa bantuan
Mampu mengendalikan kandung air seni √
Kaki
Mampu mengesot √
Mampu merangkak √
Berdiri tanpa bantuan √
Berjalan tanpa bantuan √
1-2 Tahun Dapat berjalan menyamping dan mundur
Berjalan dengan berjingkat
Turun dan naik tangga dengan bantuan √
2-4 Tahun Berdiri di atas sebelah kaki

42
Penilaian
Mampu Mampu
Tidak
Usia Indikator Mampu Dengan Dengan
Mampu
Bimbingan Bantuan
Turun dan naik tangga tanpa bantuan √
5-6 Tahun Makan dan minum sendiri √
Terampil dalam melempar dan menangkap bola √
Berjalan mengikuti suatu garis pada lantai dengan keseimbangan
yang cukup baik
Mengendarai sepeda roda 3 √
7-9 Tahun Kemampuan koordinasi fisik √
Menikmati keterampilan baru yang berhubungan dengan motorik √
Terjadi peningkatan berat badan secara stabil √
Mengendarai sepeda roda 2 √
9-12 Tahun Menunjukan ciri-ciri pubertas
Menikmati permainan secara berkelompok √
Dapat berenang √
Menggunakan anggota tubuh sesuai fungsinya √
Menunjukan peningkatan dalam keterampilan fisik √
Mampu menyusun suatu struktur dengan balok √
Menulis secara luwes √
Memiliki kecepatan dalam menulis √
Menulis tidak melewati garis √

43
b. Perkembangan Sosial-Emosi

Penilaian
Mampu Mampu
Tidak
Usia Indikator Mampu Dengan Dengan
Mampu
Bimbingan Bantuan
1-2 Tahun Meniru atau mengamati satu sama lain atau berusaha mengambil √
mainan anak lain
2-4 Tahun Bermain bersama kelompok √
Melakukan percakapan dan memberikan saran secara lisan √
2-6 Tahun Melakukan hubungan sosial dan bergaul dengan orang-orang di √
lingkungan rumah
7-9 Tahun Kemampuan interaksi dengan teman sebaya √
Memiliki banyak teman dengan gender yang sama √
Mampu terlibat dalam sebuah kompetisi √
Mempercayai nilai-nilai yang menjadi tuntunan √
Memiliki identitas kelompok yang kuat √
Mengembangkan prestasi √
Mempunyai pertanyaan tentang alat reproduksi √
Percaya bahwa peraturan dapat diubah √
Patuh dengan hukum √
9-12 Tahun Mampu memahami sudut pandang orang lain √
Mampu menyelesaikan masalah dalam lingkup sosialnya √
Kepekaan sosial terhadap permasalahan yang ada di lingkungan √
sekitarnya

44
c. Perkembangan Kognitif

Penilaian
Mampu Mampu
Tidak
Usia Indikator Mampu Dengan Dengan
Mampu
Bimbingan Bantuan
0-2 Tahun Tidak ada permanensi objek √
Bentuk permanensi objek mulai berkembang √
Kemampuan baru mengkoordinasikan skema-skema sederhana √
dalam menunjukkan pola-pola yang jelas dalam usaha mencari
objek yang hilang
Secara aktif mencari objek di tempat objek tersebut menghilang √
Mampu mengingat gambaran tentang objek yang hilang dalam √
pikirannya lebih lama dari sebelumnya
Mampu mencari objek yang hilang dan muncul di beberapa lokasi √
dan berhasil menemukannya
2-7 Tahun Mampu bermain peran √
Mampu berpikir secara realistis, misal matahari berwarna kuning, √
langit berwarna biru, daun berwarna hijau, dan mobil berjalan di
jalan raya
Munculnya minat dan dalam memikirkan dan menemukan jawaban √
ataa hakikat segala sesuatu
7-9 Tahun Memiliki penilaian benar dan salah √
Memahami konsep waktu serta angka √
Mampu mengkomunikasikan sesuatu dengan menggunakan √
kemampuan kognitif dan linguistik dasar
Mampu mengimitasi bahasa, kognitif, dan emosi √
Mengenali sudut pandang orang lain √
Dapat mengenali perbedaan makna tersirat dari sebuah prilaku √

45
Penilaian
Mampu Mampu
Tidak
Usia Indikator Mampu Dengan Dengan
Mampu
Bimbingan Bantuan
Mampu berpikir logis mengenai kejadian-kejadian konkret √
Memahami konsep percakapan √
Mengorganisasikan objek menjadi kelas-kelas hierarki (klasifikasi) √
Menempatkan objek-objek dalam urutan yang teratur (seralisasi), √
misalnya mengurutkan sesuatu dari besar dan kecil serta panjang
dan pendek
11 Tahun Dapat secara akurat mengenali dan menyadari sudut pandang √
s.d. dewasa orang lain
Mampu berpikir abstrak √
Mulai membayangkan tentang masa depan √
Mampu berpikir logis dalam menyelesaikan masalah √

d. Perkembangan Bahasa

Penilaian
Mampu Mampu
Usia Tidak
Indikator Mampu Dengan Dengan
Mampu
Bimbingan Bantuan
0-1 Tahun Babling menggunakan pola dan intonasi bahasa ibu √
Mulai memahami kata-kata √
Menggunakan gestur dalam berkomunikasi √
Memahami struktur kata √
Meniru kosakata √
1-2 Tahun Mengenali pengucapan kata-kata yang tepat √
Mengucapkan beberapa kata √

46
Penilaian
Mampu Mampu
Usia Tidak
Indikator Mampu Dengan Dengan
Mampu
Bimbingan Bantuan
Mengkombinasikan dua kata √
Dapat mendeteksi kontras “b” dan “d” dalam diskriminasi suara √
Dapat mengungkapkan bahasa secara lisan √
Terlibat dalam suatu percakapan √
3-5 Tahun Memahami benda-benda di sekitar √
Menguasai cara berkomunikasi √
Mengkonfirmasi sesuatu yang ambigu √
Mengerti kata sifat, ukuran, dan warna √
Bercerita secara berurutan √
Mampu menguasai penggunaan “sekarang-kemudian”, “Hari ini- √
kemarin”, “Hari ini-besok
6-10 Tahun Memahami perbedaan makna dari suatu dua kata yang memiliki √
fonem yang mirip
Dapat memahami makna dari 10.000 kata √
Mampu menarik kesimpul dari suatu pernyataan √
Memahani makna suatu candaan √
Mengerti kalimat pasif √
Mampu menceritakan sesuatu yang ada di pikirannya √
Menggunakan alat komunikasi √
11 Tahun Menguasai 40.000 kata, termasuk isitlah abstrak √
Mengerti kata sindiran √
Mampu berkomunikasi dengan berbagai situasi √
9-12 Tahun Mampu menggunakan serta memahami bahasa yang kompleks √

47

Anda mungkin juga menyukai